Anda di halaman 1dari 26

EVIDENCE BASED PRACTICE

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


TERJADINYA PHLEBITIS

Diajukan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners XXXVI

Disusun Oleh:

DOLI HAMONANGAN
EVI MARIA
HALIMAH
AHMAD HIDAYAT
Regina Julianti
Siti Rosita
Fahmi Wanadi H
Wiwin Yudiah

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN IX

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa, karena

berkat rahmat, petunjuk dan tuntunan-Nya yang tidak terukur penulis dapat menyelesaikan

evidence based practice yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TERJADINYA PHLEBITIS”. Laporan ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas

Program Profesi Ners Angkatan IX pada stase Keperawatan Medikal Bedah dan sebagai bahan

informasi khususnya perawat RUANG 4B dalam meningkatkan kualitas pemberian asuhan

keperawatan pada pasien.

Penulisan laporan ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya kejadian flebitis di ruang

rawat inap 4B. Berdasarkan pemantauan kelompok selama melakukan praktik keperawatan

selama 5 hari, terdapat beberapa pasien yang menunjukan tanda-tanda phlebitis. Guna

meningkatkan kualitas perawatan dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

phlebitis diharapkan dapat menekan biaya perawatan serta meminimalisasi cedera akibat

insersi jarum infus.

Penulis memiliki harapan yang besar semoga laporan ini dapat memberikan manfaat

bagi segenap pihak khususnya bagi pengembangan asuhan keperawatan pada pasien yang

terpasang infuse. Berbagai saran dan masukan penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang

akan datang.

Jakarta, 19 Juli 2019


Penulis

DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian terapi intravena merupakan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki dan

mengganti cairan didalam tubuh dengan memberikan suplai cairan kedalam kompartemen

intravaskuler terutama pada saat kehilangan cairan yang banyak (Komaling et al., 2014).

Pemberian terapi intravena dalam jangka waktu lama dapat memicu adanya komplikasi karena

pemasangan iv cath yang terlalu lama (> 72 jam) berisiko 11,7 kali mengalami flebitis

dibandingkan dengan pasien dengan lama pemasangan iv cath ≤ 72 jam (Hirawan, Hermawan,

& Yulendrasari, 2014).

Flebitis merupakan infeksi yang sering dijumpai pada pasien selama menjalani masa

perawatan di rumah sakit. Persentase kejadian flebitis di Asia Tenggara setiap tahunnya

mencapai 10%. Data dari CDC (2017) menunjukkan bahwa kejadian flebitis menempati urutan

keempat. Angka kejadian flebitis tertinggi terjadi di negara-negara berkembang seperti India

(27,91%) Iran (14,20%), Malaysia (12,70%), Filipina (10,10%), dan Indonesia (9,80%).

Faktor penyebab terjadinya flebitis masih sangat variatif dan erat kaitannya dengan

karakteristik pejamu yang meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, dan penyakit kronis

(hipertensi, diabetes melitus, gagal ginjal kronik, kanker). Faktor lain yang ikut berpengaruh

terhadap kejadian flebitis yaitu jenis cairan yang diberikan dan prosedur pemasangan dan

perawatan kateter intravena yang salah yang seharusnya dilakukan setiap hari (Rizky, 2016).
Berdasarkan pengamatan oleh kelompok di ruangan rawat inap bedah umum

Kemuning lantai 3 Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung sejak tanggal 13 Desember-18

Desember 2018, kami menemukan beberapa pasien mengalami kejadian flebitis dengan gejala

yang bervariasi, seperti merasakan nyeri, tampak bengkak, tampak kemerahan di sekitar area

tusukan, serta terdapat pasien yang merasakan badan meriang.

Sehingga berdasarkan uraian fenomena dan studi pendahuluan yang kami dapatkan,

penulis melakukan studi Evidence Based Practice tentang “Faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian flebitis pada pasien yang mendapatkan terapi pemasangan infus”.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukannya Evidance Based Practice ini adalah untuk mengidentifikasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian flebitis pada pasien yang mendapatkan terapi pemasangan

infus pada pasien rawat inap .

1.3 Manfaat

Hasil dari analisis Evidance Based Practice ini diharapkan menjadi informasi bagi

pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai acuan untuk melakukan asuhan keperawatan

kepada pasien.
BAB II

TINJAUAN JURNAL

Terapi intravena (IV) merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan di

rumah sakit di seluruh dunia. Di USA, hampir 20 juta pasien dari total 40 juta pasien yang

dirawat mendapatkan terapi intravena (Yalcin, 2004, dalam Uslusoy, 2008). Gonullu, Dogan,

& Dulger (1996, dalam Uslusoy & Mete, 2008) menyatakan bahwa terapi IV bertujuan untuk

memberikan cairan, elektrolit, obat, transfusi darah, dan nutrisi. Terapi IV dilakukan dengan

memasang kanul atau kateter IV sebagai akses ke dalam intra vaskular (Kozier, 2010). Salah

satu komplikasi dari pemasangan kateter IV tersebut adalah terjadinya phlebitis. Phlebitis

adalah inflamasi pada satu atau lebih lapisan dinding vena yang menyebabkan nyeri, kulit

berwarna merah dan teraba keras, dan pasien merasa tidak nyaman selama pemberian obat

(Higginson & Parry, 2011).

2.1 Definisi Phlebitis

Phlebitis adalah peradangan pada dinding vena akibat terapi cairan intravena, yang

ditandai dengan nyeri, kemerahan, teraba lunak, pembengkakan dan hangat pada lokasi

penusukan (Prastika, 2011). Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) phlebitis

merupakan peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan

sebagai komplikasi pemberian terapi infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang

terjadi pada endhothelium tunika intima vena, dan perlekatan tombosit pada area tersebut.

Menurut data surveilans World Health Organisation (WHO) dinyatakan bahwa angka kejadian
infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 5% per tahun, 9 juta orang dari 190 juta pasien yang di

rawat di rumah rumah sakit.

2.2 Klasifikasi Phlebitis

Pengklasifikasian phlebitis didasarkan pada faktor penyebabnya. Ada empat kategori

penyebab terjadinya phlebitis yaitu kimia, mekanik, agen infeksi, dan post infus (INS, 2006)

a. Chemical Phlebitis (Phlebitis kimia)

Kejadian phlebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon yang terjadi pada tunika

intima vena dengan bahan kimia yang menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan

dapat terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan material kateter yang

digunakan.

b. Mechanical Phlebitis (Phlebitis mekanik)

Phlebitis mekanikal sering dihubungkan dengan pemasangan atau penempatan katheter

intravena. Penempatan katheter pada area fleksi lebih sering menimbulkan kejadian

phlebitis, oleh karena 10 pada saat ekstremitas digerakkan katheter yang terpasang ikut

bergerak dan meyebabkan trauma pada dinding vena. Penggunaan ukuran katheter yang

besar pada vena yang kecil juga dapat mengiritasi dinding vena (The Centers for Disease

Control and Prevention, 2002).

c. Backterial Phlebitis (Phlebitis Bakteri)

Phlebitis bacterial adalah peradangan vena yang berhubungan dengan adanya

kolonisasi bakteri. Berdasarkan laporan dari The Centers for Disease Control and Prevention

(CDC) tahun 2002. Dalam artikel intravaskuler catheter – related infection in adult and

pediatric kuman yang sering dijumpai pada pemasangan catheter infus adalah stapylococus

dan bakteri gram negative. Lama pemasangan katheter infus sering dikaitkan dengan
insidensi kejadian phlebitis. May dkk (2005) melaporkan hasil, di mana mengganti tempat

(rotasi) kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas

flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini oleh Webster

disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak

ada kontraindikasi. The Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan

penggantian kateter setiap 72- 96 jam untuk membatasi potensi infeksi (Darmawan, 2008).

d. Post Infus Phlebitis

Phlebitis post infus adalah peradangan pada vena yang didapatkan 48–96 jam setelah

pelepasan infus. Faktor yang berperan dengan kejadian phlebitis post infus, antara lain:

1) Tehnik pemasangan catheter yang tidak baik.

2) Pada pasien dengan retardasi mental.

3) Kondisi vena yang baik.

4) Pemberian cairan yang hipertonik atau terlalu asam.

5) Ukuran katheter terlalu besar pada vena yang kecil.

2.3 Pembagian Derajat Phlebitis

a. Infusion Nursing Society/INS

Tingkat keparahan plebitis dapat dideteksi menggunakan skala plebitis. Hasil

systematic review Baruel, Polit, Murfield dan Claire (2013) menyimpulkan bahwa

skala plebitis Infusion Nursing Society/INS merupakan skala yang paling sering

digunakan, skala ini dimulai dari skor 0 hingga skor 4.

Derajat 0 : Tidak ada tanda phlebitis

Derajat 1 : Merah atau sakit bila ditekan

Derajat 2 : Merah, sakit bila ditekan dan edema

Derajat 3 : Merah, sakit, edema dan vena mengeras

Derajat 4 : Merah, sakit, dema, vena mengeras dan timbul nanah/pus.


b. Visual Infusion Phlebitis Score

2.4 Fakor-Faktor Yang Dapat Meningkatkan Resiko Phlebitis

a. Faktor pasien sendiri: usia, kekurangan gizi, penyakit kronis, pembedahan besar,

penurunan daya tahan tubuh karena penyakit dan pengobatan.

b. Sebelum pemasangan: botol infus retak, lubang/dilubangi pada botol plastic,

penghubung dan cairan infuse yang tercemar / kadaluarsa, set IV bocor. Mempunyai

banyak penghubung, dan persiapan tidak steril baik alat maupun steril.

c. Sewaktu pemakaian: penggatian cairan IV menggunakan set infus yang sama,

pemberian suntikan berkali-kali, sistem irigasi, dan alat pengukuran tekanan vena

sentral.

d. Pencemaran silang: di daerah terinfeksi di tubuh pasien melalui pasien itu

sendiri/petugas/pasien lain atau sebaliknya melalui tangan petugas sewaktu tindakan,

pemasangan darah melalui.


e. Teknik pemasangan atau penggatian balutan yang tidak benar

2.5 Diagnosa dan Pengenalan tanda phlebitis

Phlebitis dapat didagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh

perawat. Andrew Jackson telah mengembangkan skor visual untuk kejadian phlebitis, yaitu:

Skor Keadaan Area Penusukan Penilaian

0 Tempat suntikan sehat Tak ada tanda phlebitis

1 Salah satu dari berikut jelas: Mungkin tanda dini phlebitis

- Nyeri area penusukan

- Adanya eritema di area

penusukan

2 Dua berikut jelas : Stadium dini phlebitis


1. Nyeri area penusukan
2. Eritema
3. Pembengkakan
3 Semua dari berikut jelas : Stadium moderat phlebitis
- Nyeri sepanjang kanul
- Eritema
- Indurasi
4 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut atau awal
- Nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
- Eritema
- Indurasi
- Venous chord teraba
5 Semua dari berikut jelas: Stadium lanjut
- Nyeri sepanjang kanul thrombophlebitis
- Eritema
- Indurasi
- Venous chord teraba
- Demam
2.6 Tindakan Pencegahan Phlebitis

Faktor-faktor yang berperan dalam kejadian phlebitis serta pemantauan yang ketat untuk

mencegah dan mengatasi kejadian phlebitis antara lain:

a. Mencegah phlebitis bacterial

b. Pedoman yang lazim dianjurkan adalah menekan pada kebersihan tangan, tehnik aseptic,

perawatan daerah infuse serta antisepsis kulit.

c. Selalu waspada dan tindakan aseptic

d. Selalu berprinsip aseptic setiap tindakan yang memberikan manipulasi pada daerah infuse.

e. Rotasi catheter

f. Kecepatan pemberian

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infuse larutan diberikan makin rendah risiko

phlebitis.

a. Tirtable acidity

b. Heparin dan hidrokortison

c. Risiko phlebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (Misal: kalium, klorida,

lidocaine, kalium klorida dan antimikrobal).


BAB III

PEMBAHASAN

Pemberian terapi intravena merupakan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki dan

mengganti cairan didalam tubuh dengan memberikan suplai cairan kedalam kompartemen

intravaskuler terutama pada saat kehilangan cairan yang banyak (Komaling et al., 2014). Menurut

Buku Pedoman Pemasangan Infus FK UNS (2017) bahan yang dimasukkan dalam pemberian

terapi intravena dapat berupa darah, cairan atau obat-obatan. Indikasi infus adalah menggantikan

cairan yang hilang akibat perdarahan, dehidrasi karena panas atau akibat suatu penyakit,

kehilangan plasma akibat luka bakar yang luas.

Pemberian terapi intravena dalam jangka waktu lama dapat memicu adanya komplikasi

karena pemasangan iv cath yang terlalu lama (Hirawan, Hermawan, & Yulendrasari, 2014). Salah

satu komplikasi dari pemasangan kateter IV tersebut adalah terjadinya phlebitis. Phlebitis adalah

inflamasi pada satu atau lebih lapisan dinding vena yang menyebabkan nyeri, kulit berwarna merah

dan teraba keras, dan pasien merasa tidak nyaman selama pemberian obat (Higginson & Parry,

2011). Menurut Infusion Nursing Society (INS, 2006) phlebitis merupakan peradangan pada

tunika intima pembuluh darah vena, yang sering dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terapi

infus. Peradangan didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada endhothelium tunika intima

vena, dan perlekatan tombosit pada area tersebut. Menurut data surveilans World Health

Organisation (WHO) dinyatakan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 5%

per tahun, 9 juta orang dari 190 juta pasien yang di rawat di rumah rumah sakit.
Daugherty (2008) mengatakan bahwa untuk mendeteksi adanya plebitis, maka semua

pasien yang terpasang infus harus diobservasi terhadap tanda plebitis sedikitnya satu kali 24 jam.

Observasi tersebut dapat dilakukan ketika perawat memberikan obat intravena, mengganti cairan

infus, atau mengecek kecepatan tetesan infus. Sementara kondisi tersebut tidak sepenuhnya terjadi

di ruangan, dimana perawat jarang melakukan observasi terhadap area pemasangan infus hal

tersebut mungkin terjadi karena banyaknya pasien (sekitar 30 pasien) yang hanya dirawat oleh 4-

5 orang perawat. Sehingga perawatan untuk satu orang pasien tidak dilakukan dengan maksimal.

Berdasarkan penelitian Theresia et al (2015) 9,7% masalah phlebitis dapat terjadi karena

akses terbuka masuknya infeksi nosocomial yang berasal dari mikroorganisme dari tangan

perawat, droplet ataupun bakteri yang ada diudara. Pada pasien dengan stroke hemoragic

ditemukan pasien mengalami phlebitis dihari ke 2 dan 3 setelah tanggal pemasangan. Selain itu

pemasangan infus di area metacarpal juga mempermudah pasien mengalami phlebitis karena pada

area tersebut vena sensitive dan rapuh. Maka dari itu penting untuk perawat dalam

mendokumentasikan saat memonitoring infusan pasien seperti bengkak, kemerahan dan tanda-

tanda lain yang menyebabkan terjadinya phlebitis. Karena dari dokumentasi keperawatan

merupakan catatan yang sangat penting unruk memastikan perawatan selanjutnya untuk pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Aziz et al (2016) menunjukkan bahwa terdapat pegaruh

teknik steril terapi cairan intravena terhadap kejadian phlebitis. Berdasarkan hasil penelitian pada

kelompok eksperimen diperoleh hasil 12 (80%) responden yang tidak mengalami kejadian

phlebitis. Hal tersebut kemungkinan dapat terjadi karena penerapan tekhnik steril terapi cairan

intravena dapat terlaksana dengan baik Hal ini didukung oleh teori menurut WHO (di kutip dari

Wahyuningsih, 2005; 47) yang menyatakan bahwa tekhnik steril merupakan cara untuk
menghentikan mikroorganisme ke dalam tubuh dan mencegah penyebaran infeksi. Ukuran besar

kecilnya abocath bisa menyebabkan phlebitis apabila tidak sesuai dengan ukuran vena.

Sedangkan pada kelompok eksperimen yang diperoleh hasil 3 (20%) responden yang

mengalami phlebitis. Hal tersebut kemungkinan bisa diakibatkan oleh faktor lain diantaranya

keterampilan perawat tentang pemasangan infus terutama untuk pemilihan akses vena yang akan

digunakan untuk pemasangan infus. Pada kelompok eksperimen rata-rata menggunakan vena

metacarpal dan vena basilica, akan tetapi ada beberapa yang menggunakan vena sefalika yang

berada pada area pergelangan tangan atau area fleksi. Vena metacarpal dan vena basilica sangat

baik untuk pemasangan infus, sedangkan vena sefalika kurang baik karena berada di pergelangan

tangan atau area fleksi sehingga sering mengalami penyumbatan yang akhirnya bisa menyebabkan

kejadian phlebitis. Hal tersebut didukung oleh teori menurut M. Weinstein (2001; 42), menyatakan

bahwa pemilihan vena pertama yang baik untuk penusukan jarum dan kateter intravena adalah

vena metacarpal dorsalis (punggung tangan) dan sisi penggantinya adalah vena kubiti mediana

distalis atau vena basilica.

Selain itu, menurut La Rocca dan Otto (1998; 21), menyatakan bahwa memilih tempat vena

pada kedua lengan dan tangan dengan hati-hati adalah penting untuk prosedur yang berhasil,

dengan memilih vena-vena distal terlebih dahulu menggunakan lengan pasien yang tidak dominan,

memilih vena diatas area fleksi, memilih vena yang besar untuk memungkinkan aliran darah yang

adekuat, palpasi vena untuk memunkinkan kondisinya (vena lunak dan tidak tersumbat).

Pada kelompok kontrol diperoleh hasil seluruh responden yang mengalami phlebitis. Hal

ini kemungkinan dapat terjadi karena tidak sterilnya tekhnik pemasangan infus, diantaranya

perawat tidak mencuci tangan sebelum pemasangan infus, tidak memakai handscun steril, tidak
memfiksasi tempat pemasangan infus dengan kasa steril, perawat sering menggunakan abocath

berulang kali pada saat penusukan vena dan terkadang perawat memberi injeksi pada pasien tanpa

melakukan desinfeksi pada tempat injeksi dengan kapas alkohol. Hal ini didukung oleh teori

menurut WHO (di kutip dari Wahyuningsih, 2005; 47) yang menyatakan bahwa teknik steril

merupakan cara untuk menghentikan mikroorganisme ke dalam tubuh dan mencegah penyebaran

infeksi. Hal tersebut didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Aziz (2005: 76 – 79) tentang

prosedur pemasangan infus yang terdiri dari : mencuci tangan, menghubungkan cairan dengan

infus set dengan memasukan ke bagian kateter atau akses selang botol infus, mengisi cairan ke

dalam set infus dengan menekan ruang tetesan hingga terisi sebagian dan buka klem selang hingga

cairan memenuhi selang dan udara keluar, meletakan pengalas di bawah tempat (vena) yang akan

dilakukakan penginfusan, melakukan pembendungan dengan tourniket di atas tempat penusukan,

menggunakan sarung tangan steril, mendesinfeksi daerah yang akan ditusuk dengan kapas alkohol,

melakukan penusukan pada vena dengan meletakan ibu jari di bagian bawah vena dan posisi jarum

mengarah ke atas, memperhatikan keluarnya darah melalui jarum maka tarik bagian dalam jarum

sambil meneruskan tusukan kedalam vena, setelah jarum infus bagian dalam dilepas/dikeluarkan,

lalu disambungkan dengan selang infus, membuka pengatur tetesan dan mengatur kecepatan sesuai

dengan dosis yang diberikan, melakukan fiksasi dengan kasa steril, menuliskan waktu dan tanggal

pemasangan infus serta catat ukuran jarum, melepaskan sarung tangan dan mencuci tangan,

mencatat jenis cairan, letak infus, kecepatan aliran, ukuran dan tipe jarum infus.

Phlebitis tidak selalu terjadi pada saat pasien masih terpasang IV kateter. Dalam penelitian

Webster, et al (2014) dikatakan bahwa postinfusion phlebitis dapat terjadi setidaknya selama 48

jam setelah kateter diangkat. Sehingga hal ini menjadi hal yang penting bagi perawat untuk

mengobservasi pasien selama 48 jam setelah kateter diangkat. Ketika pasien sudah direncanakan
untuk pulang, perawat perlu memberikan edukasi pada pasien apabila mengalami tanda dan gejala

phlebitis setelah kateter diangkat. Edukasi menjadi hal yang penting, meskipun phlebitis bukanlah

masalah yang umum terjadi pada setiap pasien. Namun ketika phlebitis terjadi, rasa nyeri yang

terjadi dapat membuat pasien tidak nyaman dan membutuhkan waktu hingga 7 hari untuk

menyelesaikan masalah tersebut Apabila pasien sudah kembali pulang sebelum 48 jam, maka

observasi bisa dilakukan melalui telepon.

Sebagian besar Rumah Sakit memiliki protokol bahwa penggantian infus dilakukan setiap

72 – 96 jam (3 – 4 hari). Para peneliti mencoba membandingkan penggantian infus rutin dengan

penggantian infus berdasarkan adanya tanda-tanda klinis phlebitis. Penelitian tinjauan terstruktur

yang dilakukan oleh Abunab (2016) menunjukan tidak ada peningkatan resiko phlebitis yang

signifikan pada pasien dengan penggantian infuse berdasarkan tanda-tanda klinis phlebitis dengan

pasien yang dilakukan penggantian infus dalam 72 – 96 jam. Penelitian ini juga sejalan dengan

penelitian yang dilakukan di China kepada 1198 pasien di 10 ruangan penyakit dalam dan 10

ruangan penyakit bedah dari tanggal 2 Desember – 13 Desember 2013 di Rumah Sakit Xianmen

menunjukan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal kejadian phlebitis, sumbatan kateter,

kejadian infuse lepas tiba-tiba antara pasien yang diganti infuse secara rutin setiap 72 – 96 jam

dengan pasien dengan penggantian infuse berdasarkan tanda-tanda klinis phlebitis (Xu, Hu, dan

Fu, 2017).
BAB IV

KESIMPULAN

4.1 KESIMPULAN
Pemasangan infus menjadi salah satu tindakan yang sering dilakukan sebagai salah satu

tindakan pemberian terapi cairan bagi pasien selama perawatan di rumah sakit. Terdapat faktor

yang harus diperhatikan dalam melakukan pemasangan infus diantaranya teknik steril, lokasi

pemasangan, pemilihan iv cath yang sesuai, kecepatan aliran infus, dan jenis cairan infus.

Penggantian infus juga menjadi hal yang krusial. Berdasarkan beberapa hasil penelitian

menunjukan bahwa penggantian infus berdasarkan indikasi klinis lebih dianjurkan dibandingkan

dengan penggantian rutin setiap 72 – 96 jam. Hal ini dapat menekan biaya perawatan, mengurangi

beban kerja perawat dan mengurangi cedera fisik akibat penusukan.

4.2 SARAN
Peran perawat sebagai care provider sebaiknya memperhatikan aspek etik dalam

melakukan praktik keperawatan. Pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

phlebitis merupakan upaya dalam rangka penerapan prinsip etik beneficience dan non-maleficent

dalam pemberian pelayanan kepada pasien. Maka dari itu, laporan ini diharapkan dapat menjadi

sumber informasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien khususnya dalam

memberikan asuhan keperawatan terkait pemasangan I.V kateter serta pemantuan secara berkala

agar menghindari resiko phlebitis.


LAMPIRAN
Populasi, Sampel
Judul Artikel & Tujuan Variabel &
No & Teknik Jenis Penelitian Hasil
Penulis Penelitian Instrumen
Sampling

1 Judul Artikel : Untuk Populasi : - Pre- Variabel : Berdasarkan dari hasil penelitian fase
menyelidiki experimental pertama yang dilakukan pada tanggal
Contributing Factors in insidensi phlebitis Sampel : - (descriptive Plebitis 1-20 Maret 2013 ditemukan 72pasien
Increasing Health Care di RS, menggunakan infusan yang
Associated Infection Teknik sampling : explorative) Instrumen :
mengobservasi diantaranya 7 pasien mengalami
(Hai’s) in Phlebitis - Dengan
prosedur insersi VIP (Visual phlebitis, 25 pasien tidak diobservasi
Cases IV dan memberikan Infusion prosedur insersi IVnya dan 20 pasien
mengetahui phlebitis training Phlebitis) hanya diobserbasi sesaat
faktor apa yang ke 15 perawat
mempengaruhi (IGD, Fase ke dua selama 3 bulan,
Penulis :
kasus phlebitis maternitas, anak, ditemukan hasil bahwa :
Siwi Ikaristi Maria pada pasien di RS dan bedah).
Theresia Pemberi - 88% perawat memonitor fiksasi
materinya infusan, observasi darah di IV line,
Yulia Wardani bengkak, dan nyeri di area insersi IV
manager
perawat. - 95% cuci tangan sebelum prosedur
Tahun : - 75% tidak menggunakan perlak
2015 - Arah desinfektan: 44% sirkuler,
55% distal ke proksimal dan 11%
tidak memakai desinfektan

- 100% tidak mendokumentasi saat


memonitoring bengkak, kemerahan,
size IV canule dan tanda-tanda kulit
phlebitis
Fase ke 3, pada pasien dengan stroke
hemoragik, didapatkan hasil:

- Manitol dapat menstimulasi


terjadinya phlebitis

- Insersi IV canule dimetacarpal lebih


mudah terjadi phlebitis karena area
vena tersebut sensitive dan mudah
goyah

- Tidak memflushing setelah


pemberian manitol dapat
menimbulkan plebitis

2. Judul Artikel : Untuk Populasi : Quasi Variabel Hasil analisis menunjukkan bahwa
mengetahui eksperimen Dependen: pada kelompok eksperimen dengan
Pengaruh Teknik Steril pengaruh teknik semua pasien yang dengan menggunakan teknik steril terapi
Terapi Cairan Intravena steril mendapatkan terapi equivalent Teknik steril cairan intravena terdapat 12 (80%)
terhadap Kejadian terapi cairan cairan intravena control group terapi cairan responden yang tidak mengalami
Phlebitis di Ruang intravena dan semua perawat design intravena phlebitis dan 3 (20%) responden yang
Perawatan RSUD Sinjai terhadap kejadian di ruangan mengalami phlebitis. Sedangkan pada
phlebitis di ruang perawatan II dan III kelompok control tanpa
Penulis : RSUD Sinjai dngan
perawatan RSUD menggunakan teknik steril terapi
Wulan Anggraini Aziz, Sinjai jumlah 4614 cairan intravena terdapat 0 (0,0%)
responden responden yang tidak mengalami
Muhammad Anwar
Hafid, Misbahuddin Sampel : phlebitis dan 15 (100%) responden
Alip yang mengalami phlebitis.
jumlah sampel Berdasarkan hasi uji statistic chi
Tahun : sebanyak 30 square dengan Yates Correction
responden yaitu 15 diperoleh X2 hitung = 16,806 > X2
2016
responden untuk tabel = 3,841. Hal tersebut
kelompok memperlihatkan bahwa ada pegaruh
eksperimen dan 15 teknik steril terapi cairan intravena
responden untuk terhadap kejadian phlebitis.
kelompok kontrol

Teknik sampling :

Consecutive
sampling

3 Judul artikel : Untuk 3283 pasien dewasa Analisis Variabel : Hasil analisis dari penelitian ini
mendokumentasi yang dirawat di kumpulan data menunjukkan bahwa phlebitis bukan
Postinfusion Phlebitis: kan kejadian bangsal medis atau yang ada dari Postinfusion merupakan masalah yang umum
Incidence and Risk postinfusion bedah dari 3 rumah randomized phlebitis terjadi. Namun, phlebitis dapat
Factors phlebitis dan sakit pemerintah controlled trial, menjadi masalah yang sangat
Instrumen :
untuk yang berafiliasi menyakitkan bagi pasien dan akan
Penulis :
menyelidiki dengan universitas Tanda dan gejala membutuhkan waktu hingga 7 hari
Joan Webster, Matthew faktor-faktor di Queensland, yang digunakan untuk menyelesaikan masalah
McGrail, Nicole Marsh, risiko yang Australia, dan yang dalam penentuan tersebut. Selain itu, dalam kasus yang
Marianne C. Wallis, terkait. membutuhkan diagnosis jarang terjadi, phlebitis mungkin
Gillian Ray-Barruel, and kateter intravena phlebitis dapat dikaitkan dengan infeksi aliran
telah
Claire M. Rickard (IV) perifer selama dipublikasikan darah, yang jauh lebih serius dan
setidaknya 4 hari. berpotensi mengancam jiwa.
secara rinci, tetapi
Tahun : 2014 Jumlah total kateter yang digunakan
dalam penelitian ini dalam penelitian Sebesar 75% kasus dari postinfusion
adalah 5907 dari phlebitis, awalnya pasien tersebut
ini adalah:
3283 pasien yang tidak mengalami phlebitis ketika
diteliti. Terjadi secara kateter diangkat. Oleh karena itu
bersamaan; nyeri penting bagi tenaga kesehatan untuk
Kriteria eksklusi atau kerapuhan memberikan informasi dan edukasi
dari penelitian: yang dinilai >1 pada pasien terkait informasi tentang
pasien yang dari 10, eritema apa yang harus diketahui dan dicari
mengalami infeksi >1 cm dari lokasi tahu ketika kateter telah diangkat.
aliran darah, yang insersi, Berikan saran pada pasien untuk
direncanakan pembengkakan, melaporkan masalah apapun yang
pengangkatan IV cairan bernanah, dialami ketika kateter telah diangkat.
kateter dalam teraba atau
waktu 24 jam, dan tidaknya vena. Satu-satunya prediktor yang
IV kateter in situ Tempat insersi signifikan dalam penelitian ini adalah
lebih dari 72 jam. diperiksa oleh lokasi dimana kateter dimasukkan,
perawat selama sehingga memperkuat rekomendasi
48 jam setelah bagi tenaga kesehatan ketika dalam
kateter diangkat. keadaan darurat, kateter harus
Apabila pasien diangkat dan direlokasi di bagian
telah pulang tubuh lain sesegera mungkin.
sebelum 48 jam, Meskipun phlebitis bukanlah masalah
maka proses yang umum terjadi dalam
follow up pemasangan IV kateter, namun lokasi
dilakukan melalui pemasangan IV kateter perlu untuk
telepon.
diobservasi setidaknya 48 jam setelah
kateter diangkat untuk memastikan
managemen yang tepat ketika
postinfusion phlebitis teridentifikasi.

4 Judul Artikel : Penelitian ini Responden yang Penelitian ini Instrumen : Penelitian ini menunjukkan hasil
bertujuan untuk digunakan merupakan bahwa ada hubungan antara kejadian
Analisis Faktor yang menganalisis sebanyak 92 penelitian Lembar observasi phlebitis dengan peningkatan usia
Berhubungan dengan faktor-faktor responden dengan deskripsi untuk screening dikarenakan daya tahan tubuh lansia
Kejadian Phlebitis pada yang menggunakan total korelasi, yaitu sampel pada hari menjadi kurang efektif terhadap
Pasien yang Terpasang berhubungan sampling. untuk pemasangan infus pertahanan infeksi dalam tubuh
Kateter Intravea di dengan kejadian mengetahui dan dengan memberi terutama pada sel T-limfosit sebagai
Ruang Bedah Rumah phlebitis pada menganalisa jawaban pada hasil penuaan. Pada usia lanjut, vena
Sakit Ar. Bunda pasien yang faktor-faktor kolom akan menjadi rapuh, tidak elastis, dan
Prabumulih terpasang kateter yang pengamatan mudah kolaps dikarenakan lansia
intravena. berhubungan sesuai hasil mengalami perubahan struktur.
dengan kejadian pengamatan dan
Penulis : phlebitis pada lembar observasi Dalam penelitian ini juga
pasien yang penilaian untuk menunjukkan tidak ada hubungan
Wahyu Rizky terpasang kateter melihat kejadian yang bermakna antara terjadinya
Tahun : 2016 intravena. phlebitis mulai phlebitis dengan dressing. Penyebab
hari pertama yang umum terjadi pada phlebitis bisa
pemasangan infus berasal dari tingkat usia, cairan,
sampai dengan penyakit penyerta, status gizi, stress,
infus dilepas. jenis kelamin, kepatuhan pasien, dll.
Untuk menilai
skala phlebitis, Cairan yang hipertonis (Dextrose 5%,
peneliti NaCl 45%, RL, dan Manitol)
menggunakan merupakan salah satu penyebab
visual infusion terjadinya phlebitis. Cairan hipotonis
phlebitis score dan hipertonis dapat mengakibatkan
(VIP Score) dari iritasi pada pembuluh darah.
Andrew Jackson.
Penyakit penyerta pada pasien juga
dapat menjadi hal berpengaruh dalam
proses terjadinya phlebitis. Pada
pasien DM yang mengalami
aterosklerosis akan mengakibatkan
aliran darah ke perifer berkurang
sehingga jika terdapat luka mudah
mengalami infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Abunab, H. (2016). Reduction of Complications: Should Peripheral Intravenous Catheter be


Replaced every 72–96 Hours? International Journal of Evidence-Based Healthcare, 2–3.

Alimul, A. & Musrifatul, U. 2005. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. EGC:
Jakarta.

Ariningrum, D., & Subandono, J. 2017. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Pemasangan Infus.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diperoleh dari
http://skillslab.fk.uns.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/skillslab-Pemasangan-infus.pdf

Aziz, W. A., Hafid, M. A., & Alip, M. (2016). Pengaruh Teknik Steril Terapi Cairan Intravena
Terhadap Kejadian Phlebitis di Ruang Perawatan RSUD Sinjai. Journal of Islamic
Nursing Volume 1 Nomor 2, Desember 2016.
Dougherty, L., Bravery, K., Gabriel, J., Kayley, J., Malster, M., Scales, K., & Inwood, S. (2010).
Standards for Infusion therapy: The RCN IV therapy forum. Diperoleh dari
http://shswebspace.swan.ac.uk/HNMurphy/IV therapy%20and%20blood%20transfusion/sta
ndardsinfusiontherapy.pdf

Higginson, R. & Parry, A. (2011). Phlebitis: Treatment, care and prevention. Nursing Times,
107(36), 18 – 21.

Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.J. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan:
konsep, proses, & praktik. (E. Wahyuningsih, D. Yulianti, Y. Yuningsih, & A. Lusyana,
Penerj). Jakarta: EGC.

Prastika. 2008. Masalah phlebitis. http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/ar ticle/download. Diakses


11/11/2013.

Ray‐Barruel, G., Polit, D. F., Murfield, J. E., & Rickard, C. M. (2014). Infusion phlebitis
assessment measures: a systematic review. Journal of evaluation in clinical
practice, 20(2), 191-202.

Rizky, Wahyu. 2016. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Phlebitis pada Pasien
yang Terpasang Kateter Intravea di Ruang Bedah Rumah Sakit Ar. Bunda Prabumulih.
Yogyakarta: Journal Ners and Midwifery Indonesia.

Theresia, S., & Wardani, Y. (2015). Contributing Factors in Increasing Health Associated
Infection (Hai’s) in Phlebitis Cases. Nurse Media Journal of Nursing, 5 (1), 48 – 55.
Uslusoy, E., & Mete S. (2008). Predisposing factors to phlebitis in patients with peripheral
intravenous catheters: A descriptive study. Journal of the American Academy of Nurse
Practitioners, 20(4), 172–180.
Wahyuningsih, E. & Nike, B. S. 2005. Pedoman Perawatan Pasien. WHO. EGC: Jakarta.

Webster, Joan, et al. 2014. Postinfusion Phlebitis: Incidence and Risk Factors. Australia: Hindawi
Publishing Corporation.

Weinstein, S. M. 2001. Buku Saku Keperawatan Terapi Intravena. Edisi 2. EGC: Jakarta.
Xu, L., Hu, Y., & Fu, J. (2017). Clinically indicated replacement versus routine replacement of
peripheral venous catheters in adults : A nonblinded , cluster ‐ randomized trial in China,
(July), 1–8. https://doi.org/10.1111/ijn.12595

Anda mungkin juga menyukai