Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

1. Anatomi

2. Fisiologi
1) Hidung
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, tempat masuknya udara ke tubuh.
2) Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan.
Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah
depan ruas tulang leher.menghubungkan udara dari mulut ke laring.
3) Pangkal Tenggorokan(Laring)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di
depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakea dibawahnya.
4) Batang Tenggorokan ( Trakea)
Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak kearah
luar.
5) Cabang Tenggorokan ( Bronkus)
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus)
dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
6) Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus
mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk
selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
7) Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300
juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
8) Alveolus
Merupakan tempat pertukaran gas difusi, menggabungkan darah dengan O2

3. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran
pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini
terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun
yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit
(Perhimpunan dokter paru Indoesia, 2010).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asma bronchiale (S Meltzer, 2012)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif
aktivitas bronkus.

4. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2005) adalah :
1) Kebiasaan merokok
2) Polusi Udara
3) Paparan Debu, asap
4) Gas-gas kimiawi akibat kerja
5) Riwayat infeki saluran nafas
6) Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2009) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari
bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.

5. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai
hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Faktor risiko utama dari PPOK
adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-
sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan. Selama eksaserbasi akut,
terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan
konstriksi hipoksik pada arteriol.

6. Manifestasi Klinik
Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK
adalah sebagai berikut:

1) Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari
seiring waktu
2) Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent
sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk
dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
3) Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas
minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas
pertukaran udara.
4) Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan
hiperresonansi pada perkusi
5) Anoreksia
6) Penurunan berat badan dan kelemahan
7) Takikardia, berkeringat
8) Hipoksia
7. Klasifikasi
1) Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis.
Radang ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai
bagian dari penyakit sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus
abdominalis. Istilah bronkitis kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang
sifatnya menahun(berlangsung lama) dan disebabkan berabagai faktor, baik yang
berasal dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis
merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi mukus trakeobronkial yang
berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan batuk dan ekspektorasi sedikitnya
3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun secara berturut-turut.

2) Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan.
Sesuai dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini
sebenarnya tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation.
Sebagai salah satu bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan
pelebaran asinus yang abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli
paru. Obstruktif pada emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada
produksi mukus, seperti yang terjadi pada asma bronkitis kronis.

3) Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik(kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
oleh faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma
didefinisakn sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan,
dimana terdapat banyak sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel
epitel. Pada individu rentan, inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit
bernapas, dada sesak, dan batuk secara berulang, khususnya pada malam hari dan
di pagi hari.
Dan adapun beberapa derajat PPOK serta tanda dan gejaanya :
1) Derajat I (PPOK Ringan)
Gejala batuk kronik dan produksi sputum tetapi tidak sering. Pada derajat ini
pasien tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
2) Derajat II (PPOK Sedang)
Gejala sesak mulai dirasakan saat beraktivitas dan kadang ditemukan saat
batuk disertai sputum. Pada derajat ini pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
3) Derajat III (PPOK Berat)
Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasersasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien.
4) Derajat IV (PPOK Sangat Berat)
Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal jantung kanan dan
ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan
dapat mengancam jiwa, biasanya disertai gagal napas kronik.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa
bayangan garis-garis yang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru
dan corakan paru yang bertambah.
b. Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan
gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan
pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.
2) Pemeriksaan EKG
3) Untuk melihat adanya deviasi aksi kanan, gelombang P tinggi (asma berat), arterial
disritmia (bronkitis), gelombang P pada lead II, III, AUF panjang dan tinggi
(bronkitis, emfisema), axis QRS ventrikel (emfisema)
4) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5) Laboratorium darah lengkap, hitung sel darah putih (leukosit normal: 1000-
11.000/mm2)
9. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.

Penatalaksanaan PPOK dibagi 2, yaitu :


1) Penatalaksanaan Medis (farmakologi)
Pencegahan : mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan populasi udara.
A. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan :
a. Terapi oksigen
b. Antibiotik
c. Fisioterapi membantu membantu untuk mengeluarkan sputum.
d. Bronkodilator untuk mengatasi obstruksi jalan napas.
B. Terapi jangka panjang dengan dilakukan :
a. Antibiotik untuk melawan infeksi/preventif jangka panjang, ampisilin
4X0,25-0,5/hari dapat menuurunkan kejadian eksaserbasi akut seperti
batuk.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reveksibitasi obstruksi saluran napas
tiap pasien.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama 16 jam.
d. Operasi penurunan volume paru bisa memperbaiki dengan
meningkatkan elastic recoil, sehingga mempertahankan potensi jalan
napas.
2) Penatalaksanaan non Medis (keperawatan)
a. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret
bronkus.
b. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan
pernapasan yang paling efektif.
c. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
10. Komplikasi
a. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
b. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
c. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
d. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat
juga dapat mengalami masalah ini.
e. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data- data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
1. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang sama
2. Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon di kutip dari Hidayat (2004)
a) Persepsi kesehatan /penanganan kesehatan
Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang
perlu ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi
terhadap kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti
penggunaan atau pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan
sebagainya.
b) Nutrisi-metabolik
Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet
khusus,/suplemen yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu makan,
jumlah makan atau jumlah minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya
mual-muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/turun, adanya
kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat
masalah/penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan
jumlah zat gizinya, dll.
c) Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi
perhari, ada/tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang di
alami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi, hematuri,
retensi, inkontinensia, apakah kateter indwing atau kateter eksternal, dll.
d) Aktivitas dan latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam
menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat
mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll.
e) Kognitif-perseptual
Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara normal
atau tidak, kemampuan berkomunikasi, keadekuatan alat sensori, seperti
penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi nyeri,kemampuan
fungsional kognitif
f) Istirahat tidur
Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam
tidur pada malam hari , pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur,
masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.
g) Persepsi diri/konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari
masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri
dan identitas tentang dirinya.
h) Peran/hubungan
Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan
terhadap peran yang dilakukan.
i) Seksualitas dan reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien dengan seksualitas,
tahap dan pola reproduksi.
j) Koping/toleransi stress
Pola koping yang umum, toleransi stress, sistem pendukung, dan kemampuan
yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
k) Nilai keyakinan
Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta
kebutuhan adanya rohaniawan, dll.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Hidayat, 2004)
a) Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi
penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor,
koma dan delirium.
b) Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan
darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu
tubuh.
c) Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening.
a. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan
lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.
b. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik
lain.
c. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda
radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital
dan retroaurikuler.
d) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit
kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya
pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata,
konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada
daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka
mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi.
b. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan
ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan.
e) Pemeriksaan dada
 Paru :
a. Inspeksi : pada pasien PPOK bentuk dada akan barrel chest, retraksi otot
dada dan takipneu
b. Palpasi : pada pasien PPOK akan terdapat nyeri tekan, vokal fremitus
nampak simetris
c. Perkusi : terdapat suara sonor
d. Auskultasi : pada pasien PPOK akan terdapat suara tambahan , yaitu suara
wheezing
 Jantung
a. Inspeksi : pada pasien PPOK akan terdapat iktus kordis
b. Palpasi : pada pasien PPOK akan teraba iktus kordis pada apeks dan
terdapat nyeri tekan
c. Perkusi : pada pasien PPOK akan terdapat suara pekak
d. Auskultasi : pada pasien PPOK akan terdapan suara tambahan

f) Pemeriksaan abdomen :
a. data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau
bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut
atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa,
ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran
pada organ tersebut,
g) Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis :
a. diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan,
genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2. Ketidakefektifan pola nafas
3. Intoleransi aktivitas
4. Hipertermi
5. Gangguan pertukaran gas
6. Nyeri akut
7. Gangguan pola tidur
8. Resiko infeksi
C. RENCANA KEPERAWATAN
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:EGC
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for The
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic ObstructivePulmonary Disease.
Barcelona: Medical Communications Resources. Available from:
http://www.goldcopd.org
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2010. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman
Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddarth
Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Ovedoff David. 2009. Kapita Selekta Kedokteran.Dialihbahasakan oleh Lyndon Saputra.

Anda mungkin juga menyukai