A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
4. Factor Predisposisi
Factor predisposisi adalah factor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor predisposisi dapat
meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan
genetic.
Factor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
Factor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan
yang membesarkannya.
Factor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
Factor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
sters dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
Factor Ginetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
5. Factor Presipitasi
Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya.Adanya rangsangan dari lingkunga, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek
yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepia tau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi.Hal tersebut dapat meningkatkan
stresdan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.
6. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun tasa dasar
unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu sebagai berikut:
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak
sanggup lagi menetang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akn memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspa
daan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal ya
ng memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi
tidak terjadi.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk social, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses diatas
tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.
7. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang efektif.
8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendali
an stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan
mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
9. Tahapan Halusinasi
Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang.Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada piiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat.Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti.
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan control
c. Menarikdiridari orang lain
C. Pohon Masalah
F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri, marah marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga.Klien mengatak
an mendengar suarasuara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengaja
knya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.
2. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?Bagaimana tidurnya tadi
malam?Ada keluhan tidak?”
Kontrak
a. Topik: “Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Menurut Ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan
lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”.
b. Waktu: “Berapa lama kira-kira kita bias ngobrol? Ibu maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!”.
c. Tempat: “Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu,
atau mau di mana?”.
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu/ orang/ bayangan/ makhluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu
saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar carauntuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain”
“ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal”
“Keempat, minim obat dengan teratur”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini:
Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak
mau dengar…..Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Bagitu
diulana-ulang samapi suara itu tidak terdengar lagi. Coba Ibu
peragakan! Nah begitu…..Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah
bisa.”
Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya
tidak mau lihat…..Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu…..Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bias.”
3. Terminasi
Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi?Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
Evaluasi Objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi?”
“Coba sebutkan cara mencegah suara dan atau byangan itu agar
tidak muncul lagi.”
Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan san suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya?”.
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
Kontrak yang akan datang
a. Topic: “Ibu, bagaimana kalao=u besok kita ngobrol lagi tentang
caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-
suara itu muncul?”
b. Waktu: “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok
jam 09.30 WIB, bisa?”
c. Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok
dimana ya, apa masih di sini atau cari tempat yang nyaman?
Sampai jumpa besok, Wassalamualaikum,…..
Jelaskan:
Isi halusinas:
……………………………………………………………………
….
Waktu terjadinya:
………………………………………………………………….
Frekuensi halusinasi:
………………………………………………………………
Respon klien:
……………………………………………………………………
....
Maslah keperawatan:
……………………………………………………………………
…………………..
DAFTAR PUSTAKA
Stuart dan Sundeen, 1998. Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien
yang Menglami Halusinasi. EGC. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
Tentang
“HALUSINASI”
DI SUSUN OLEH:
NAMA : JUMADIL
NPM : 1420115104
KELAS : A1 (Pagi)
KELOMPOK : IV(Empat)
SEMESTER : IV(Empat)
PRODI : KEPERAWATAN
MALUKU HUSADA
KAIRATU
2017