Anda di halaman 1dari 16

PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A. Masalah Utama
Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Pengertian
 Menurut Cook dan Fontaine (1987) perubahan persepsi sensori:
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi pals
u berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perub
ahan persepsi sensori: halusinasi biasa juga diartikan sebagai persepsi s
ensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi t
anpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua system penginderaan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan, atau pengecapan).
 Individu menginterpretasikan stressor yang tidak ada stimulus dari
lingkungan (Depkes RI, 2000).
 Suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan pada pola
stimulus yang mendekat (yang diprakarsai secara internal dan
eksternal) disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan atau
kelainan berespon terhadap stimulus (Towsend, 1998).
 Kesalahan sensori persepsi dari satu lebih indra pendengaran,
penglihatan, taktil, penciuman yang tidak ada stimulus eksternal (Antai
Otong, 1995).
 Gangguan penyerapan/ persepsi pancaindra tanpa adanya ransangan
dari luar. Gangguan ini dapat terjadi pada system pengindraan pada
saat kesadaran individu tersebut penuh dan baik. Maksudnya
ransangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima ransangan
dari luar dan dari individu sendiri. Dengan kata lain klien berespon
terhadap ransangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien
dan tidak dapat dibuktikan (Wilson, 1983).

2. Teori yang Menjelaskan Halusinasi (Stuart dan Sundeen, 1995)


 Teori Biokimia
Terjadi sebagai respon metabolism terhadap stress yang mengakibatka
n terlepasnya zat halusiogenik neurotic (buffofenon dan dimethytransfe
rase).
 Teori Psikoanalisis
Merupakan respon pertahanan ego untuk melawan rangsangan dari lua
r yang mengancam dan ditekan untuk muncul dalam alam sadar.

3. JenisHalusinasiserta Data Objektif dan Subjektif


Berikut ini akan dijelaskan mengenai cirri-
ciri yang objektif dan subjektif pada klien dengan halusinasi

Table 4.I. Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif


Klien yang Menglami Halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Dengar  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-
(klien mendengar sendiri suara atau
suara/ suara atau bunyi  Marah-marah tanpa kegaduhan
yang tidak ada sebab  Mendengar suara
hubungannya dengan  Mendekatkan telinga yang mengajak
stimulus yang nyata/ kearah tertentu bercakap-cakap
lingkungan).  Menutup telinga  Mendengar suara
menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
Halusinasi  Menunujuk-nunjuk Melihat bayangan, sinar,
Penglihatan kearah tertentu bentuk geometris,
(klien melihat  Ketakutan pada kartun, melihat hantu,
gambaran yang jelas/ sesuatu yang tidak atau monster.
samar terhadap adanya jelas
stimulus yang nyata
dari lingkungan dan
orang lain tidak
melihatnya)
Halusinasi Penciuman  Mengendus-endus Membaui bau-bauan
(klien mencium suatu seperti membaui bau- seperti bau darah, irine,
bau yang muncul dari bauan tertentu feses, dan terkadang
sumber tertentu tanpa  Menutup hidung bau-bau tersebut
stimulus yang nyata) menyenangkan bagi
klien.
Halusinasi  Sering meludah Merasakan rasa seperti
Pengecapan  Muntah darah, urine, atau feses.
(klien merasakan
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
masakan yang tidak
enak)
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
(klien merasakan permukaan kulit. serangga
sesuatu pada kulitnya dipermukaan kulit
tanpa ada stimulus  Merasa seperti
yang nyata) tersengat listrik.
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya Mengatakan badannya
(klien merasa badannya yang dianggapnya melayang di udara
bergerak dalam suatu bergerak sendiri
ruangan atau anggota
badannya bergerak).
Halusinasi Viseral Memegang badannya Mengatakan perutnya
(perasaan tertentuyang dianggap berubah menjadi mengecil
timbul dalam dirinya). bentuk dan tidak normal setelah minum soft
seperti biasanya. drink.
Sumber: Stuart dan Sundeen (1998)

4. Factor Predisposisi
Factor predisposisi adalah factor risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah
sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor predisposisi dapat
meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia, psikologis, dan
genetic.
 Factor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
 Factor Sosiokultural
Berbagai factor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan
yang membesarkannya.
 Factor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika
seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka di dalam tubuhnya
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
 Factor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
bertentangan yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan
sters dan kecemasan yang tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi
realitas.
 Factor Ginetik
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

5. Factor Presipitasi
Factor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya.Adanya rangsangan dari lingkunga, seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek
yang ada dilingkungan, dan juga suasana sepia tau terisolasi sering
menjadi pencetus terjadinya halusinasi.Hal tersebut dapat meningkatkan
stresdan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat
halusinogenik.

6. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa rasa curiga, takut, tidak
aman, gelisah dan bingung, berperilaku yang merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Rawlins dan Heacock (1993)
mencoba memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat
keberadaan seseorang individu sebagai mahluk yang dibangun tasa dasar
unsure-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat
dari lima dimensi yaitu sebagai berikut:
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh system indra untuk menanggapi rangsangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan karena problem atau masalah yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak
sanggup lagi menetang perintah tersebut hingga berbuat sesuatu
terhadap ketakutannya.
 Dimensi Intelektual
Dimensi intelektual menerangkan bahwa individu yang mengalami
halusinasi akn memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, tetapi pada saat tertentu menimbulkan kewaspa
daan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang
akan mengontrol semua perilaku klien.
 Dimensi Sosial
Dimensi social pada individu yang mengalami halusinasi menunjukkan
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi social, control diri, dan harga diri yang tidak didapatkan
dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan system control oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman,
maka hal tersebut dapat mengancam dirinya atau orang lain. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
pada klien yang mengalami halusinasi adalah dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal ya
ng memuaskan, serta mengusahakan agar klien tidak menyendiri. Jika
klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya diharapkan halusinasi
tidak terjadi.
 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk social, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Klien
yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga proses diatas
tidak terjadi. Individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi system control dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya, individu kehilangan control terhadap
kehidupan nyata.

7. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
social dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang efektif.

8. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada pengendali
an stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan
mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
9. Tahapan Halusinasi
 Tahap I (Non-psikotik)
Pada tahap ini halusinasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien,
tingkat orientasi sedang.Secara umum pada tahap ini halusinasi
merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik:
a. Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
b. Mencoba berfokus pada piiran yang dapat menghilangkan
kecemasan
c. Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam control
kesadaran.
Perilaku yang muncul:
a. Tersenyum atau tertawa sendiri
b. Menggerakkan bibir tanpa suara
c. Pergerakan mata yang cepat
d. Respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
 Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat.Secara umum halusinasi yang ada dapat
menyebabkan antipasti.
Karakteristik:
a. Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut.
b. Mulai merasa kehilangan control
c. Menarikdiridari orang lain

Perilaku yang muncul:


a. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan
darah.
b. Perhatian terhadap lingkungan menurun
c. Konsentrasi terhadap pengalamn sensoripun menurun
d. Kehilangan kemampuan dalam membedakan halusinasi dan realita.
 Tahap III (Psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendiri, tingkat kecemas
an berat, dan halusinasi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
a. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
b. Isi halusinasi menjadi atraktif.
c. Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul:
a. Klien menuruti perintah halusinasi
b. Sulit berhubungan dengan orang lain
c. Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
d. Tidak mampu mengikuti perintah yang nyata
e. Klien tampak tremor dan berkeringat.
 Tahap IV (Psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panic.
Perilaku yang muncul:
a. Risiko tinggi mencederai
b. Agitasi/ kataton
c. Tidak mampu merespons rangsangan yang ada

Timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan


seseorang yang menarik diri dari lingkungannya karena orang tersebut menilai
dirinya rendah. Bila klien mengalami halusinasi dengar dan lihat atau salah
satunya yang menyuruh pada kejelekan, maka akan berisiko terhadap perilaku
kekerasan.

C. Pohon Masalah

Effect Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan

Care Problem Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

Causa Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Gambar 4.I. Pohon Masalah Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

D. Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Risiko tinggi perilaku kekerasan
2. Perubahan persepsi sensori: halusinasi
3. Isolasi social
4. Harga diri rendah kronis.
E. Data yang Perlu Dikaji

Masalah Keperawatan Data yang Perlu Dikaji


Perubahan persepsi sensori: Subjektif:
halusinasi  Klien mengatakan mendengar sesuatu
 Klien mengatakan melihat bayangan
putih
 Klien mengatakan dirinya seperti
disengat listrik
 Klien mencium bau-bauan yang tidak
sedap, seperti feses
 Klien mengatakan kepalanya melayang
di udara
 Klien mengatakan dirinya merasakan
ada sesuatu yang berbeda pada dirinya.
Objektif:
 Klienterlihatbicaraatau
tertawasendirisaatdikaji
 Bersikap seperti mendengarkan sesuatu
 Berhenti berbicara ditengah-tengah
kalimat untuk mendengarkan sesuatu
 Disorientasi
 Konsentrasi rendah
 Pikiran cepat berubah-ubah
 Kekacauan alur pikiran.

F. Diagnosis Keperawatan
Perubahan persepsi sensori: halusinasi

G. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Klien
 Tujuan/ strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
a. Mengidentifikasi jenis halusinasi
b. Mengidentifikasi isi halusinasi
c. Mengidentifikasi waktu halusinasi
d. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
e. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
g. Mengajarkan klien menghardik halusinasi
h. Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dala
m jadwal kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain
c. Menganjurkanklienmemasukkandalamjadwalkegiatanharian.

Strategi pelaksanaan 3 (SP 3)


a. Mengevaluasijadwalkegiatanharian klien
b. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan
kegiatan ( kegiatan yang biasa dilakukan klien di rumah)
c. Menganjurkanklienmemasukkandalamjadwalkegiatanharian.
Strategi pelaksanaan 4 (SP 4)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara
teratur
c. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

 Tindakan keperawatan untuk klien


a. Membantu klien mengenali halusinasi.
Diskusi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
membantu klien mengenali halusinasinya. Perawat dapat
berdiskusi dengan klien terkait isi halusinasi (apa yang didengar
atau dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul, dan
perasaan klien saat halusinasi muncul (komunikasinya sama
dengan pengkajian diatas).
b. Melatihklienmengontrolhalusinasi
Perawat dapat melatih empat cara dalam mengendalikan halusinasi
pada klien. Keempat cara tersebut sudah terbukti mampu
mengontrol halusinasi seseorang. Keempat cara tersebut adalah
menghardik halusinasi, bercakap-cakap dengan orang lain,
melakukan aktivitas yang terjadwal, dan mengkonsumsi obat
secara teratur.

2. Rencana Tindakan Keperawatan untuk Keluarga Klien


 Tujuan/ strategi pelaksanaan
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga
a. Mendiskusikan masalah yang dirasaka keluarga dalam merawat
klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi yang dialami
klien beserta proses terjadinya.
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga
a. Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien halusinasi
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat klien halusinasi.

 Tindakan keperawatan untuk keluarga klien


Keluarga merupakan factor vital dalam penanganan klien gangguan
jiwa di rumah.Hal ini mengingat keluaraga adalah system pendukung
terdekat dan orang yang bersama-sama dengan klien selama 24 jam.
Keluarga sangat menentukan apakah klien akan kambuh atau tetap
sehat. Keluarga yang mendukung klien secara konsisten akan membuat
klien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal.
Namun demikian, jika keluarga tidak mampu merawat maka klien
akan kambuh bahkan untuk memulihkannya kembali akan sangat sulit.
Oleh karena itu, perawat harus melatih keluarga klien agara mampu
merawat klien gangguan jiwa di rumah.
Pendidikan kesehatan kepada keluarga dapat dilakukan melalui tiga
tahap.Tahap pertama adalah menjelaskan tentang masalah yang
dialami oleh klien dan pentingnya peran keluarga untuk mendukung
klien.Tahap kedua adalah melatih keluarga untuk merawat klien, dan
tahap yang ketiga yaitu melatih keluarga untuk merawat klien
langsung.
Informasi yang perlu disampaikan kepada keluarga meliputi
pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien, tanda dan
gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, cara merawat klien
halusinasi (cara berkomunikasi, pemberian obat, dan pemberian
aktivitas kepada klien), serta sumber-sumber pelayanan kesehatan
yang bias dijangkau.
CONTOH STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

 Masalah : Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi.


 Pertemuan : Disesuaikan.

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi
Klien terlihat berbicara atau tertawa sendiri, marah marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu, dan menutup telinga.Klien mengatak
an mendengar suarasuara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengaja
knya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.

2. Diagnosis Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi

3. TUK/ Strategi Pelaksanaan


Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien
 Mengidentifikasi jenis halusinasi
 Mengidentifikasi isi halusinasi
 Mengidentifikasi waktu halusinasi
 Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
 Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
 Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
 Mengajarkan klien menghardik halusinasi
 Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian.

4. Rencana Tindakan Keperawatan


 Bina hubungan saling percaya dengan prinsip komunikasi teraupetik
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
klien
d. Jekaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri perhatian kepada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien.
 Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi.
hal-hal berikut.
 Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Jelaskan cara menghardik halusinasi
b. Peragakan cara menghardik halusinasi
c. Minta klien memperagakan ulang
d. Pantau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien
yang sesuai
e. Masukkan dalam jadwal kegiatan klien.

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan


1. Orientasi
 Salam Teraupetik
“Selamat pagi, assalamualaikum… Boleh saya kenalan dengan
ibu?Nama saya….boleh panggil saya…..saya mahasiswa STIKES
MALUKU HUSADA…..saya sedang praktik disini dari pukul 08.00
WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh saya tahu
nama ibu siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?”

 Evaluasi/ validasi
“Bagaimana perasaan ibu hari ini?Bagaimana tidurnya tadi
malam?Ada keluhan tidak?”

 Kontrak
a. Topik: “Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Menurut Ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita
ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan
lihat tetapi tidak tampak wujudnya?”.
b. Waktu: “Berapa lama kira-kira kita bias ngobrol? Ibu maunya
berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!”.
c. Tempat: “Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu,
atau mau di mana?”.
2. Kerja
“Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
“Apa yang dikatakan suara itu?”
“Apakah Ibu melihat sesuatu/ orang/ bayangan/ makhluk?”
“Seperti apa yang kelihatan?”
“Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu
saja?”
“Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?”
“Berapa kali sehari Ibu mengalaminya?”
“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”
“Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?”
“Apa yang Ibu lakukan saat mendengar suara tersebut?”
“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”
“Bagaimana kalau kita belajar carauntuk mencegah suara-suara atau
bayangan agar tidak muncul?”
“Ibu ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul”
“Pertama, dengan menghardik suara tersebut”
“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain”
“ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal”
“Keempat, minim obat dengan teratur”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik.”
“Caranya seperti ini:
 Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak
mau dengar…..Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Bagitu
diulana-ulang samapi suara itu tidak terdengar lagi. Coba Ibu
peragakan! Nah begitu…..Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah
bisa.”
 Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya
tidak mau lihat…..Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-
ulang sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu…..Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bias.”

3. Terminasi
 Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Ibu dengan obrolan kita tadi?Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?”
 Evaluasi Objektif
“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba Ibu
simpulkan pembicaraan kita tadi?”
“Coba sebutkan cara mencegah suara dan atau byangan itu agar
tidak muncul lagi.”
 Rencana tindak lanjut
“Kalau bayangan san suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya?”.
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
 Kontrak yang akan datang
a. Topic: “Ibu, bagaimana kalao=u besok kita ngobrol lagi tentang
caranya berbicara dengan orang lain saat bayangan dan suara-
suara itu muncul?”
b. Waktu: “Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok
jam 09.30 WIB, bisa?”
c. Tempat: “Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok
dimana ya, apa masih di sini atau cari tempat yang nyaman?
Sampai jumpa besok, Wassalamualaikum,…..

Tabel 4.2.Pengkajian pada Klien dengan Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi


Dalam Asuhan Keperwatan
1. Persepsi: Halusinasi
Berikan tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan data pada
klien!
( ) Pendengaran
( ) Penglihatan
( ) Perabaan
( ) Pengecapan
( ) Penghiduan

Jelaskan:
Isi halusinas:
……………………………………………………………………
….
Waktu terjadinya:
………………………………………………………………….
Frekuensi halusinasi:
………………………………………………………………
Respon klien:
……………………………………………………………………
....

Maslah keperawatan:
……………………………………………………………………
…………………..
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2000. Proses terjadinya masalah halusinasi. EGC. Jakarta

Stuart dan Sundeen, 1995. Teori terjadinnya halusinasi. RSKD Dr.soetomo.


Surabaya

Stuart dan Sundeen, 1998. Jenis Halusinasi serta Ciri Objektif dan Subjektif Klien
yang Menglami Halusinasi. EGC. Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN

Tentang

“HALUSINASI”

DI SUSUN OLEH:

NAMA : JUMADIL

NPM : 1420115104

KELAS : A1 (Pagi)

KELOMPOK : IV(Empat)

SEMESTER : IV(Empat)

PRODI : KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

MALUKU HUSADA

KAIRATU

2017

Anda mungkin juga menyukai