Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi

Menurut JNC hipertensi adalah terjadi apabila tekanan tekanan darah lebih

dari 140/90 mmhg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara abnormal secara terus menerus pada beberapa kali

pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang

tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah

secara normal (Andra, 2013).

Tekanan darah adalah kekuatan yang digunakan oleh darah yang berdikulasi

pada dinding-dinding dari pembuluh-pembuluh darah,dan merupakan satu dari

tanda-tanda vital yang utama dari kehidupan, yang juga termasuk detak jantung,

kecepatan pernapasan, dan temperatur. Tekanan darah dihasilkan oleh jantung

yang memompa darah ke arteri-arteri pada aliran darah. (buku hipertensi hal 11)

Tekanan darah tinggi atau hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri-

arteri. Arteri-arteri adalaj pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah dari jatung

yang memompa ke seluruh jaringan dan organ-organ tubuh. Tekanan darah tinggi

bukan berarti tegangan emosi yang berlebihan. Meskipun tegangan emosi dan

stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Tekanan darah

normal adalah di bawah 120/80; tekanan darah antara 120/80 dan 139/89 di sebeut

“pra-hipertensi (“pre-hypertension”), dan suatu tekanan darah dari 140/90 atau di

atas nya. (buku hipertensi hal 12)

6
2.1.2 Etiologi

Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketauhui pasti

disebut dengan hipertensi primer atau esensial, sedangkan 7% disebabkan oleh

kelainan ginjal atau hipertensi renalis, dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal

atau hipertensi hormonal dan penyebab lain (Mutataqin A, 2019).

Sebagai faktor predisposisi dari hipertensi esensial adalah penuaan, riwayat

keluarga, asupan lemak jenuh, atau natrium yang tinggi, obesitas, ras, gaya hidup

yang menuntut sering duduk atau tidak bergerak, stress, merokok. (Kowalak,

2011).

Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan

denyut jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR).

Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal

saraf atau hormone pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung yang

berlangsung kronik sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun,

peningkatan kecepatan denyut jantung biasanya dikompenasasi oleh penurunan

volume sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat dapat terjadi

apabila terdapat peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat

ganguan penanganan gatam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam yang

berlebihan. Peningkatan pelepasan rennin atau aldosteron maupun penurunan

aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.

Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan preload biasanya

berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Andra, 2013).

7
2.1.3 Klasifikasi

Adapun klasifikasi hipertensi terbagi menjadi :

1. Klasifikasi berdasarkan etiologi

a. Hipertensi Esensial (Primer)

Merupakan 90% dari kasuspenderita hipertensi. Dimana sampai saat ini

belum diketahui penyebabnya secara pasti. Beberapa faktor yang

berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti : faktor

genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan gangguan garam dan berkurang nya asupan kalium atau

kalsium).

Peningkatan tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda

hipertensi primer. Umum nya gejala baru terlihat setelah terjadi

komplikasi pada organ target seperti ginjal, mata, otak dan jantung.

b. Hipertensi sekunder

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologis dapat di ketahui

dengan jelas sehingga lebih mudah untuk di kendalikan dengan obat-

obatan. Penyebab hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan

ginjal berupa seperti tumor, diabetes, kelainan adrenalin, kelainan aorta,

kelainan endokrin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,

hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi dan

kortikosteroid (Andra, 2013).

8
2. Klasifikasi berdasarkan bentuk Hipertensi

Hipertensi diastolik {diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol

dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic

hypertension).

Terdapat jenis hipertensi yang lain:

a. Hipertensi Pulmonal

Suatu penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah pada

pembuluh darah arteri paru-paru yang menyebabkan sesak nafas, pusing dan

pingsan pada saat melakukan aktivitas. Berdasar penyebabnya hipertensi

pulmonal dapat menjadi penyakit berat yang ditandai dengan penurunan

toleransi dalam melakukan aktivitas dan gagal jantung kanan. Hipertensi

pulmonal primer sering didapatkan pada usia muda dan usia pertengahan,

lebih sering didapatkan pada perempuan dengan perbandingan 2:1, angka

kejadian pertahun sekitar 2-3 kasus per 1 juta penduduk, dengan mean

survival / sampai timbulnya gejala penyakit sekitar 2-3 tahun.

Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National

Institute of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35

mmHg atau "mean"tekanan arteri pulmonalis lebih dari 25 mmHg pada saat

istirahat atau lebih 30 mmHg pada aktifitas dan tidak didapatkan adanya

kelainan katup pada jantung kiri, penyakit myokardium, penyakit jantung

kongenital dan tidak adanya kelainan paru.

9
b. Hipertensi Pada Kehamilan

Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat

kehamilan, yaitu:

 Preeklampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang

diakibatkan kehamilan/keracunan kehamilan ( selain tekanan darah

yang meninggi, juga didapatkan kelainan pada air kencingnya ).

Preeklamsi adalah penyakit yang timbul dengan tanda-tanda

hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.

 Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu

mengandung janin.

 Preeklampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan

preeklampsia dengan hipertensi kronik.

 Hipertensi gestasional atau hipertensi yang sesaat. Penyebab

hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada yang

mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh

darah, ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang

mengatakan disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya

(InfoDATIN. 2014).

2.1.4 Patofisiologi

Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masih dipenuhi ketidakpastian.

Sejumlah kecil pasien (antara 2% dan5%) memiliki penyakit penyakit dasar ginjal

atau adrenal yang menyebabkan peningkatan tekanan darah. Namun, masih belum

ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan kondisi inilah yang disebut

sebagai "hipertensi esensial". Sejumlah mekanisme fisiologis terlibat dalam

10
pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam

terjadinya hipertensi esensial (Andra, 2013).

Mekanisme yang mengontrol konstiksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini

bermula pada saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar

dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke

bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan

ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,

meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi (Andra,

2013).

2.1.5 Manifestasi

Menurut Susilo (2011) pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak

menimbulkan gejala yang khusus. Mesikpun secara tidak sengaja, beberapa gejala

terjadi bersamaan dengan penyakit lain dan dipercaya berhubungan dengan

hipertensi padahal sesungguhnya bukan hipertensi. Gejala yang dimaksud adalah

sakit kepala, perdarahan, dan hidung (mimisan), migren atau sakit kepala sebelah,

wajah kemerahan, mata berkunang-kunang, sakit tekuk, dan kelelahan.

Gejala-gejala tersebut bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal. Jika hipertensinya

11
berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sakit kepala, kelelahan,

mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan menjadi kabur yang terjadi karena

adanya kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Kadang-kadang penderita

hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi

pembengkakan otak. Keadaan ini disebut enselopati hipertensi yang memerlukan

penanganan segera. Apabila tidak ditangani maka keadaanya akan semakin parah

dan dapat memicu kematian (Susilo, 2011).

2.1.6 Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologi dengan modifikasi gaya hidup sangan

penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang

tidak dapat dipisahkan dalam mengobatitekanan darah tinggi.

Penatalaksanaan hipertensi dengan nonfarmakologis terdiri dari berbagai

macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu:

a. Mempertahankan berat badan ideal

Mempertahankan berat badan ideal sesuai Body Mass Index (BMI)

dengan rentan 18,5-2,9 kg/m². BMI dapat diketahui dengan membagi

berat badan anda dengan tinggi badan anda yang telah di kuadratkan

dalam satuan meter. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat

dilakukan dengan melakukan diet rendah kolestrol namun kaya dengan

serat dan protein dan jika berhasil menurunkan berat badan 2,5-5 kg

maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg.

b. Kurangi asupan natrium (sodium)

12
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah

garam yaitu tidak lebih dari mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCLatau 2,4 gr

garam /hari). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai

kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi

garam menjadi1/2 sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan sostolik

sebanyak 5 mmHg dan tekanan diastolik sekiter 2,5 mmHg.

c. Batasi konsumsi alkohol

Radmarssy (2007) mengatakan bahwa konsumsi alkohol harus dibatasi

karena konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatan tekanan darah.

Para peminum bereat mempunyai risiko mengalami hipertensi empat kali

lebih besar dari pada mereka yang tidak minum minuman beralkohol.

d. Makan K dan Ca yang cukup dari diet

Pertahankan asupan diet potassium (>90 mmol (3500 mg)/hari) dengan

cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan

cara mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak total. Kalium dapat

menurunkan tekana darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang

terbuang bersama air kencing. Dengan setidaknya mengkonsumsi buah-

buahan sebanya 3-5 kali dalam sehari, seseorang bisa mencapai asupan

potassium yang cukup.

e. Menghindari rokok

Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan timbulnya

hipertensi, tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komlikasi pada

pasien hipertensi pada penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari

mengkonsumsi tembakau (rokok) karena dapat meningkatkan frekuensi

13
denyut jantung serta tekanan darah. Maka pada penderita hipertensi

dianjurkan untuk menghentikan kebiasaan merokok.

f. Penurunan stress

stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika

episode stress sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara

yang sangat tinggi. Menghindari stress dengan menciptaka suasanan yang

menyenangkan bagi penderita hipertensi adalah untuk mempelancar

aliran energi dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan

komplikasinya dapat di minimalisir, ketika semua jalur enerfi terbuka

dan aliran energi tidak lagi terhalang oleh keteganggan otot dan

hambatan lain maka risiko hipertensi dapat ditekan.

2. Pengobatan farmakologi

a. Diuretik (hidroklorotiazid)

Mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan ditubuh berkurang

yang mengakibatkan pompa jantung menjadi lebih ringan.

b. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin dan reserpin)

Menghambat aktivitas saraf simpatis.

c. Betabloker (metoplorol, Propanolol dan Atenolol)

 Menurunkan daya pompa jantung.

 Tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap

gangguan pernapasan seperti asma bronkial.

 Pada penderita diabetes melitus: dapat menutupi gejala hipoglikemia

d. Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

14
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos

pembuluh darah.

e. ACE inhibitor (Catropil)

a. Menghambat pembentukan zat Angiotensin II.

b. Efek samping: batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

f. Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

Menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). (Andra, 2013).

2.2 Konsep keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk

mengevakuasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Isti Handayaningsih,

2009).

Manurut Padila (2013) bahwa yang perlu dilakukan pengkajian pada pasien

hipertensi adalah:

1. Aktivitas/ istirahat

Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung,

takipnea

2. Sirkulasi

Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung coroner,

penyakit serebvrovaskuler

15
Tanda : kenaikan tekanan darah, hipotensi postural, takhikardi,

perubahan warna kulit, suhu dingin

3. Integritas ego

Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria,

factor stress multiple

Tanda : leputan suasana hati, gelisah, penyimpanan continue

perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang,

pernafasan menghela, peningkatan pola bicara

4. Eliminasi

Gejala : ganguan ginjal saat ini atau yang lalu

5. Makanan/cairan

Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi

garam, lemak dan kolestrol

Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6. Neurosensory

Gejala : keluhan pusing, sakit kepala, ganguan penglihatan, episode

epistaksis

Tanda : perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman,

perubahan retinal optic

7. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala,

oksipital berat, nyeri abdomen

8. Pernafasan

16
Gejala : dyspnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea,

dyspnea nocturnal, batuk dengan sputum atau tanpa sputum,

riwayat merokok

Tanda : distress respirasi/penggunaan otot aksesoris pernafasan,

bunyi napas tambahan, sianosis

9. Keamanan

Gejala : gangguan koordinasi, cara jalan

Tanda : episode perestesia unilateral transien, hipotensi postural

10. Pembelajaran/penyuluhan

Gejala : factor resiko keluarga, hipertensi, aterosklerosis, penyakit

jantung, DM, penyakit ginjal

Pemeriksaan penunjang

a. BUN: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal

b. Glukosa: hiperglikemia dapat diakibatkan oleh peningkatan katekolamon

c. Kalium serum: hypokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosterone

utama

d. Kalsium serum: peningkatan dapat menyebabkan hipertensi

e. Kolesterol dan trigliserid serum: peningkatan dapat membentuk adanya

plak ateromatosa

f. Pemeriksaan tiroid: hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan

hipertensi

g. Kadar aldosteros urin/serum: mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)

h. Urinalisa: mengisyratkan disfungsi ginjal

i. Asam urat: hiperurisemia telah menjadi implikasi factor resiko hipertensi

17
j. Steroid urin: mengindikasikan hiperadrenalisme

k. IVP : mengetahui penyebab hipertensi

l. Foto dada: menunjukkan obstruksi klasifikasi pada area katub, perbesaran

jantung

m. CT scan: mengkaji tumor serebral, CSV, ensefalopati

n. EKG: dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan

konduksi.

2.2.2 Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap individu, tentang

respon terhadap masalah kesehatan yang bersifat aktual atau potensial yang

berfungsi sebagai panduan untuk memilih intervensi keperawatan supaya bisa

mencapai kriteria hasil yang ditetapkan dan menjamin akuntabilisasi perawat

(Debora, 2011).

Intervensi keperawatan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan. Setelah

perawat mengkaji kondisi pasien dan menetapkan diagnose keperawatan,

perawata perlu membuat rencena tindakan dan tolak ukur yang akan digunakan

untuk mengevaluasi perkembangan pasien (Debora, 2011).

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan

peningkatan afterload, vasokonstriksi pembuluh darah, iskemia

miokard, hipertropi ventricular.

Tujuan: afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi

pembuluh darah

Kriteria hasil:

18
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau

beban kerja

- Mempertahankan tekanan darah dalam rentang yang dapat

diterima.

- Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.

Intervensi keperawatan

1. Observasi tekanan darah

Rasional: perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang

lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang maslaah vaskuler.

2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer

Rasional: denyutan karotis, jugularis, radialis, dan fermoralis

mungkin teramati. Denyutan pada tungkai kemungkinan

menurun, mencerminkan efek dari vasokonstriksi.

3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.

Rasional: S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena

adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi

ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels dapat

mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau

gagal jantung kronik

4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.

Risonal: adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian

kapiler lambat mencerminkan dekompemsasi/penurunan

curah jantung.

19
5. Catat adanya demam umum/tertentu.

Rasional: dapat mengidentifikasikan gagal jantung, kerusakan

ginjal dan vaskuler.

6. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang, kurangi

aktivitas/keributan lingkungan, batasi jumblah pengunjung dan

lamanya tinggal.

Rasional: membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,

meningkatkan relaksasi.

7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

Rasional: dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress,

membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan

tekanan darah.

8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi,

diuretic.

Rasional: menurunkan tekanan darah.

2. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan

vaskuler selebral

Tujuan: tekanan vaskuler selebral tidak meningkat

Kriteria hasil:

Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak lebih

nyaman

Intervensi:

1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit

penerangan

20
Rasional: meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi

2. Berikan tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit

kepala missal: kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher,

redupkan lampu kamar

Rasional: tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler

3. Batasi aktivitas vasokontriksi yang dapat mengakibatkan sakit

kepala, missal mengejan saat BAB, batuk panjang dan

membungkuk

Rasional: aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan

sakit kepala

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan cardio output,

kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2

Tujuan: klien mampun melakukan aktivitas sendiri

Kriteria hasil

- Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang

diinginkan/diperlukan

- Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat

diukur

1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas dengan menggunakan

parameter: frekuensi nadi 20 per menit di atas frekuensi istirahat,

cata peningkatan TD, dyspnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan

kelemahan, berkeringant, pusing atau pingsang

21
Rasional: parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap

stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan

kerja jantung

2. Kaji kesiapa untuk meningkatkan aktivitas contoh: penurunan

kelemahan/kelelahan, TD stabil, frekuensi nadi, peningkatan

perhatian pada aktivitas individual

Rasional: stabilitas fisiologis pada isttirahat penting untuk

memajukan tingkat aktivitas individual

3. Dorong memajukan aktivitas/toleransi perawatan diri

Rasional: konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas

dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan

aktivitas bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada

kerja jantung

4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi

mandi, menyikat gigi/mencuci rambut dengan duduk dan

sebagainya

Rasional: teknik penghematan energy menurunkan penggunaan

energy dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen

5. Dorong pasien untuk partisipasi dalam memilih metode aktivitas

Rasional: seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan

aktivitas dan mencegah kelemahan.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake nutrisi tidak adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.

22
Tujuan: intake nutrisi adekuat

Kriteria hasil:

- Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan

kegemukan

- Menunjukan perubahan pola makan

- Melakukan/memprogram olah raga yang tepat secara individu

Intervensi:

1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara

hipertensi dan kegemukan

Rasional: kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,

karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah

jantung berkaitan dengan masa tumbuh.

2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi

masukan lemak, garam, dan gula sesuai indikasi

Rasional: kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya

aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan

predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya

misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal jantung,

kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan

intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih

memperburuk hipertensi.

3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan

Rasional: motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.

Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat

23
badan, bila tidak maka program sama sekali tidak

berhasil

4. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi

Rasional: memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi

kebutuhan diet individual

5. Resiko cidera berhubungan dengan adanya spasme arteriola retina

ditandai dengan penurunan penglihatan

Tujuan: resiko cidera dapat dihindari

Kriteria hasil:

- Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan

cidera

Intervensi:

1. Patau aktivitas sehari-hari klien

Rasional: mengurangi resiko cedera pada pasien

2. Batasi aktivitas klien.

Rasional: menurunkan stress pada klien

3. Berikan bantuan klien dalam aktifitas

Rasional: mengurangi resiko cedera pada klien

4. Berikan obat sesuai indikasi

Rasional: mempercepat proses penyembuhan jika klien mengalami

cidera

24

Anda mungkin juga menyukai