“MASYARAKAT MAJEMUK”
OLEH :
KELOMPOK 5
DWI RAHMAYANI
DODY PRASETYO
SUNARTI
ERICK MELIANTO
ULFINAWASARI
ANDI SUTRISMAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia tersebar dari sabang sampai merauke, terdiri dari berbagai macam
agama, suku bangsa, budaya, dan ras. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia disebut
masyarakat majemuk atau multiculture. Kemajemukan masyarakat dapat menimbulkan
konflik sosial, tetapi jika berjalan secara selaras, serasi, dan harmonis akan tercipta integrasi
social. Indonesia dikenal dengan kemajemukan masyarakat, baik dari sisi etnisitas maupun
budaya serta agama dan kepercayaannya.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh J.S. Furnivall (1948).
Furnivall merumuskan konsep masyarakat majemuk yang berasal dari temuan hasil
penelitiannya di Indonesia. Menurutnya masyarakat Indonesia terbagi atas tiga lapisan:
1. Bangsa-bangsa Eropa menempati urutan teratas dalam stratifikasi masyarakat.
2. Bangsa-bangsa Asia (Cina, Arab, dan India) berada diurutan berikutnya; dan lapisan
terbawah diduduki oleh
3. Kaum pribumi
Konsep masyarakat majemuk yang dirumuskan oleh Furnivall tersebut merujuk pada
pengertian sebuah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen yang hidup sendiri
sendiri tanpa adanya pembauran satu sama lain dalam kesatuan politik. Perlu dipahami bahwa
penelusuran konsep masyarakat majemuk Furnivall berlangsung saat masa penjajahan yang
melanda Indonesia.
Wajar apabila elemen-elemen di atas tidak menunjukkan adanya pembauran satu sama
lain dan pula wajar bila pribumi berada di lapisan paling bawah karena kaum pribumi adalah
kaum terjajah. Kaum terjajah dapat dikatakan tidak memiliki hak-hak lebih ketimbang
sebagai pelayan kaum penjajah. Dugaan bahwa penempatan kaum pribumi sebagai lapisan
terbawah bisa jadi sebagai justifikasi pihak kolonial untuk melanjutkan penjajahan.
Dugaan ini juga boleh jadi dikarenakan Furnivall adalah seorang berkewarganegaraan
Belanda yang ditugaskan untuk menyusun data mengenai masyarakat Indonesia. Masyarakat
majemuk menurut Furnivall yaitu suatu masyarakat dimana sistem nilai yang dianut oleh
berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-bagiannya adalah sedemikian rupa, sehingga
para anggota masyarakat kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan,
kurang memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang memiliki dasar-dasar untuk
saling memahami satu sama lain.
Pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian masyarakat multikultural yaitu:
1. Clifford Geertz
menyatakan bawah masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi ke
dalam subsistem-subsistem yang lebih kurang berdiri dan masing-masing subsistem
terikat oleh ikatan-ikatan primordial.
2. J.Nasikun
menyatakan bahwa suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut
secara struktural memiliki subkebudayaan-subkebudayaan yang bersifat deverse yang
di tandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh
anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial, serta sering
munculnya konflik-konflik sosial.
B. Jenis Masyarakat Majemuk
Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya, masyarakat majemuk dapat dibedakan
menjadi empat katagori sebagai berikut :
1. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang, yaitu masyarakat majemuk
yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang memiliki kekuatan
kompetitif seimbang.
2. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu masyarakat majemuk
yang terdiri atas sejumlah komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan kompetitip
tidak seimbang.
3. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu masyarakat yang antara
komunitas atau kelompok etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi mempunyai
kekuatan kompetitip di atas yang lain, sehingga mendominasi politik dan ekonomi.
4. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi, yaitu masyarakat yang terdiri atas
sejumlah besar komunitas atau kelompok etnis, dan tidak ada satu kelompok pun yang
mempunyai posisi politik atau ekonomi yang dominan.
C. Struktur Masyarakat Sebagai Masyarakat Majemuk
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik.
1. Horizontal
Ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan suku-
bangsa, perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan.
2. Vertical
Strktur masyarakat Indonesia ditandai adanya perbedaan-perbedaan vertikal antara
lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup dalam.
Perbedaan-perbedaan sukubangsa, agama, adat, dan kedaerahan seringkali disebut
sebagai ciri masyarakat Indonesia yang bersifat majemuk, suatu istilah yang mula-mula
dikenalkan oleh Furnivall untuk menggambarkan masyarakat Indonesia pada masa Hindia
Belanda. Konsep masyarakat majemuk sebagaimana yang digunakan oleh ahli-ahli ilmu
kemasyarakatan dewasa ini memang merupakan perluasan dari konsep Furnivall tersebut.
Masyarakat Indonesia pada masa Hindia Belanda, demikianlah menurut Furnivall,
merupakan suatu masyarakat majemuk (plural society), yakni suatu masyarakat yang terdiri
atas dua atau lebih elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di
dalam kesatuan politik (JS Furnivall, Netherlands India: A Study of Plural Economy,
Cambridge at The University Press, 1967, halaman 446-469).
D. Karakteristik Masyarakat Majemuk
Istilah Masyarakat Indonesia Majemuk pertama kali diperkenalkan oleh Furnivall dalam
bukunya Netherlands India: A Study of Plural Economy (1967), untuk menggambarkan
kenyataan masyarakat Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman ras dan etnis sehingga
sulit bersatu dalam satu kesatuan sosial politik. Kemajemukan masyarakat Indonesia
ditunjukkan oleh struktur masyarakatnya yang unik, karena beranekaragam dalam berbagai
hal.
a) Keadaan geografi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari lima
pulau besar dan lebih dari 13.000 pulau kecil sehingga hal tersebut menyebabkan
penduduk yang menempati satu pulau atau sebagian dari satu pulau tumbuh menjadi
kesatuan suku bangsa, dimana setiap suku bangsa memandang dirinya sebagai suku
jenis tersendiri.
b) Letak Indonesia diantara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik serta diantara
Benua Asia dan Australia, maka Indonesia berada di tengah-tengah lalu lintas
perdagangan. Hal ini mempengaruhi terciptanya pluralitas/kemajemujkan agama.
c) Iklim yang berbeda serta struktur tanah di berbagai daerah kepulauan Nusantara ini
merupakan faktor yang menciptakan kemajemukan regional. Seperti yang telah
dijelaskan bahwa kemajemukan Indonesia tampak pada perbedaan warga maryarakat
secara horizontal yang terdiri atas berbagai ras, suku bangsa, agama, adat dan
perbedaan-berbedaan kedaerahan.
a. Primordial
Karena adanya sikap primordial kebudayaan daerah, agama dan kebiasaan di masa
lalu tetap bertahan sampai kini. Sikap primordial yang berlebihan disebut etnosentris.
Jika sikap ini mewarnai interaksi di masyarakat maka akan timbul konflik, karena
setiap anggota masyarakat akan mengukur keadaan atau situasi berdasarkan nilai dan
norma kelompoknya. Sikap ini menghambat tejadinya integrasi sosial atau integrasi
bangsa. Primordialisme harus diimbangi tenggang rasa dan toleransi.
b. Stereotip Etnik
Interaksi sosial dalam masyarakat majemuk sering diwarnai dengan stereotip etnik
yaitu pandangan (image) umum suatu kelompok etnis terhadap kelompok etnis lain
(Horton & Hunt). Cara pandang stereotip diterapkan tanpa pandang bulu terhadap
semua anggota kelompok etnis yang distereotipkan, tanpa memperhatikan adanya
perbedaan yang bersifat individual. Stereotip etnis disalah tafsirkan dengan
menguniversalkan beberapa ciri khusus dari beberapa anggota kelompok etnis kepada
ciri khusus seluruh anggota etnis. Dengan adanya beberapa orang dari sukubangsa A
yang tidak berpendidikan formal atau berpendidikan formal rendah, orang dari suku
lain (B) menganggap semua orang dari sukubangsa A berpendidikan rendah. Orang
dari luar suku A menganggap suku bangsanya yang paling baik dengan berpendidikan
tinggi. Padahal anggapan itu bisa saja keliru karena tidak semua orang dari
sukubangsa di luar sukubangsa A berpendidikan tinggi, banyak orang dari luar
sukubangsa A yang berpendidikan rendah. Jika interaksi sosial diwarnai stereotip
negatip, akan terjadi disintegrasi sosial. Orang akan memberlakukan anggota
kelompok etnis lain berdasarkan gambaran stereotip tersebut. Agar integrasi sosial
tidak rusak, setiap anggota masyarakat harus menyadari bahwa selain sukubangsa ada
faktor lain yang mempengaruhi sikap seseorang, yaitu pendidikan, pengalaman,
pergaulan dengan kelompok lain, wilayah tempat tinggal, usia dan kedewasaan jiwa.
c. Potensi Konflik
Ciri utama masyarakat majemuk (plural society) menurut Furnifall (1940) adalah
kehidupan masyarakatnya berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik,
tetapi mereka (secara essensi) terpisahkan oleh perbedaan-perbedaan identitas sosial
yang melekat pada diri mereka masing-masing serta tidak tergabungnya mereka
dalam satu unit politik tertentu.
Mungkin pendekatan yang relevan untuk melihat persoalan masyarakat majemuk ini
adalah bahwa perbedaan kebudayaan atau agama memang potensial untuk mendestabilkan
negara-bangsa. Karena memang terdapat perbedaan dalam orientasi dan cara memandang
kehidupan ini, sistem nilai yang tidak sama, dan agama yang dianut masing-masing juga
berlainan. Perbedaan di dalam dirinya melekat (inherent) potensi pertentangan, suatu konflik
yang tersembunyi (covert conflict).
Namun demikian, potensi itu tidak akan manifes untuk menjadi konflik terbuka bila
faktor-faktor lain tidak ikut memicunya. Dan dalam konteks persoalan itu nampaknya faktor
ekonomi dan politik sangat signifikan dalam mendorong termanifestasinya konflik yang
tadinya tersembunyi menjadi terbuka. Furnivall sendiri sudah mensinyalir bahwa konflik
pada masyarakat majemuk Indonesia menemukan sifatnya yang sangat tajam, karena di
samping berbeda secara horisontal, kelompok-kelompok itu juga berbeda secara vertikal,
menunjukkan adanya polarisasi.
Artinya bahwa disamping terdiferensiasi secara kelompok etnik agama dan ras juga
ada ketimpangan dalam penguasaan dan pemilikan sarana produksi dan kekayaan. Ada ras,
etnik, atau penganut agama tertentu yang akses dan kontrolnya pada sumber-sumber daya
ekonomi lebih besar, sementara kelompok yang lainnya sangat kurang. Kemudian juga, akses
dan kontrol pada sektor politik yang bisa dijadikan instrumen untuk pemilikan dan
penguasaan sumber-sumber daya ekonomi, juga tidak menunjukkan adanya kesamaan bagi
semua kelompok. Di Kalimantan Barat dan Tengah para perantau Madura yang beragama
Islam setahap demi setahap bisa menguasai jaringan produksi dan distribusi ekonomi.
Hal ini dikarenakan, bahwa pengkotakan masyarakat hanya mampu menekan eskalasi
konflik dan disharmoni sosial dalam masyarakat, namun ia tidak mampu menghilangkan
poensi-potensi konflik yang telah lama dan masih terpendam dalam masyarakat. Konflik dan
disharmoni sosial dapat muncul karena mereka, kelompok-kelompok sosial tersebut tetap
hidup berdampingan secara fisik dalam suatu komunitas masyarakat. Pembenaran atas
ketidaksamaan, pada hakekatnya adalah juga sebentuk pembenaran terhadap adanya potensi
potensi konflik dalam masyarakat yang pluralis.
DAFTAR PUSTAKA
http://bambang-rustanto.blogspot.com/2013/08/masyarakat-majemuk-di-indonesia.html
http://ilmiinfo.wordpress.com/sosiologi-kemajemukan-dalam-masyarakat/
http://krizi.wordpress.com/2011/09/12/makalah-sosial-kemajemukan-masyarakat-indonesia/
http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-masyarakat-majemuk-di-indonesia.html
http://thekopasid.blogspot.com/2012/07/tugas-kuliah-masyarakat-majemuk.html