Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ASD (Atial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering
setelah VSD (Ventriculer Septal Defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran
darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah
tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya
menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke
atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan kotor tercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi
gagal jantung di tahun pertama di kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian
gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya
gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada
defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak
ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun, kapan
terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran
darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh
darah paru serta penyulit lain.
Semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka.
Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan
patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila
dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) akan memberikan hasil yang
memuaskan, dengan resiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka
kesakitan rendah). Pada penderita operasi di usia kurang dari 11 tahun
menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia
saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan
sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah

1
paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan
perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi)
dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun
keluarganya. Hal ini memacu para ilmuan untuk menemukan alternatif baru
penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung
terbuka), yaitu dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung
terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplazter Septal Occluder (ASO).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi ASD ?
2. Bagaimana epidemiologi ASD ?
3. Bagaimana etiologi ASD ?
4. Bagaimana klasifikasi ASD ?
5. Bagaimana patofisiologi ASD ?
6. Bagaimana WOC ASD ?
7. Bagaimana manifestasi klinik pada ASD ?
8. Bagaimana komplikasi ASD ?
9. Bagaimana pemeriksaan fisik ASD ?
10. Bagaimana pemeriksaan penunjang ASD ?
11. Bagaimana penatalaksanaan medis ASD ?
12. Bagaimana prognosis ASD ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum
Untuk mengetahui mengenai penyakit ASD dan Pemberian Asuhan Keperawatan
yang benar dan tepat terhadap kasus ASD.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi ASD.
2. Untuk mengetahui epidemiologi ASD.
3. Untuk mengetahui etiologi ASD.

2
4. Untuk mengetahui klasifikasi ASD.
5. Untuk mengetahui patofisiologi ASD.
6. Untuk mengetahui WOC ASD.
7. Untuk mengetahui manifestasi klinik pada ASD.
8. Untuk mengetahui komplikasi ASD.
9. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik ASD.
10. Untuk mengetahui penunjang ASD.
11. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis ASD.
12. Untuk mengetahui prognosis ASD.

1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan terhadap
penderita ASD dengan baik dan benar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan
dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup. (Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan.
(Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
ASD adalah keadaan dimana septum interatrium tetap terbuka. Perubahan
hemodinamik yang nyata terjadi bila diameter septum 2 cm atau lebih. Akibat
ASD terjadi aliran darah dari atrium kiri kekanan sehingga aliran darah diparu-
paru bertambah dan darah arterial dan venous bercampur. Keadaan ini dapat
mengakibatkan hipertensi pulmonal dan dekompensasi ventrikel kanan. Bahaya
dalam kehamilan terutama kalau terjadi hipertensi pulmonal yang dapat
menyebabkan aliran darah yang terbalik (Sawono,2002).
ASD adalah salah satu dari beberapa kejadian kongenital anomali jantung.
Insiden tertinggi pada wanita dibandingkan laki-laki. perbedaan pembukaan
atrium kanan dan kiri yang abnormal. Darah yang mengandung oksigen memiliki
kekuatan dari atrium kiri ke kanan. Tipe arteriovenosus ini tidak dapat
menghasilkan kebiruan atau sianosis kecuali kembalinya aliran darah oleh karena
gagal jantung. (Tompson,2000).
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum
interatrial semasa janin (id. Wikipedia.org).
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu kelainan
jantung bawaan dimana terdapat suatu lubang pada dinding(septum) yang
memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium kanan).
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum
interatrial semasa janin. Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak

4
kebocoran di septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan
keluhan yang lebih ringan dibanding VSD.
Pada ASD ( Atrial Septum Defek ) kelainan defek menjurus ke arah beban
volume pada jantung bagian kanan, dimana septum atrium yang matang terjadi
proses embriologi yang rumit dan struktur tidak sempurna. Keadaan ini sering
menimbulkan terjadi anomaly aliran darah sebagian dari vena pulmonalis ke
dalam vena kava superior sehingga darah yang mengandung oksigen mengalir
dari atrium kiri ke atrium kanan menyebabkan meningkatnya output dan aliran
darah pulmonal.

2.2 Epidemiologi
Angka kejadian ASD adalah 1 orang anak per 1500 kelahiran hidup, kelainan
katup jantung ini terjadi pada 10-20% remaja, tetapi kelainan ini asimptomatik
dan jarang terdiagnosa. Angka kejadian ASD berkisar 30-40% dari semua angka
kejadian penyakit jantung kongenital. Resiko terjadi ditemukan lebih besar pada
wanita daripada laki-laki.

2.3 Etiologi
Penyebab ASD belum diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang
diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-
faktor tersebut diantaranya:

5
1) Faktor Prenatal
a. Ibu menderita infeksi rubella
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2) Faktor Genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b. Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c. Kelainan kromosom misalnya sindrome down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
3) Faktor Hemodinamik
Tekanan dari atrium kiri lebih tinggi daripada tekanan di atrium kanan
sehingga memungkinkan aliran darah dari atrium kiri ke atrium kanan.

2.4 Klasifikasi
Berdasarkan letak lubang, ASD dibagi dalam tiga tipe :
1. Ostium secundum : merupakan tipe ASD yang tersering. Kerusakan yang
terjadi terletak pada bagian tengah septum atrial dan fossa ovalis. Sekitar 8 dari
10 bayi lahir dengan ASD ostium secundum. Sekitar setengahnya ASD menutup
dengan sendirinya. Keadaan ini jarang terjadi pada kelainan yang besar. Tipe
kerusakan ini perlu dibedakan dengan patent foramen ovale. Foramen ovale
normalnya akan menutup segera setelah kelahiran, namun pada beberapa orang
hal ini tidak terjadi hal ini disebut paten foramen ovale. ASD merupakan
defisiensi septum atrial yang sejati.
2. Ostium primum : kerusakan terjadi pada bagian bawah septum atrial. Biasanya
disertai dengan berbagai kelainan seperti katup atrioventrikuler dan septum
ventrikel bagian atas. Kerusakan primum jarang terjadi dan tidak menutup
dengan sendirinya.
3. Sinus venosus : Kerusakan terjadi pada bagian atas septum atrial, didekat vena

6
besar (vena cava superior) membawa darah miskin oksigen ke atrium kanan.
Sering disertai dengan kelainan aliran balik vena pulmonal, dimana vena
pulmonal dapat berhubungan dengan vena cava superior maupun atrium kanan.
Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat
sekundum dikenal dengan ASD II.

2.5 Patofisiologi
Seperti kita ketahui etiologi dari ASD belum diketahui secara pasti, tetapi
faktor prenatal dan genetik dapat dikaitkan dengan ASD. Ini berhubungan dengan
ketidaksempurnaan dari foramen ovale. Dengan adanya ASD ini, maka tekanan
atrium kiri lebih besar dari tekanan atrium kanan sehingga darah dari atrium kiri
mengalir ke atrium kanan. Hal ini menyebabkan overload di atrium kanan dan
ventrikel kanan, kondisi ini akan menyebabkan jantung tidak cukup mensuplay
darah ke otot skeletal sehingga pasien akan mengalami kelelahan, selain itu akan
terjadi peningkatan kapilari pulmo lebih besar dari tekanan onkotik plasma
sehingga cairan berpindah ke jaringan interstisial paru dan oedema paru tidak
bisa dihindari. Dengan adanya oedema paru akan merangsang juxtakapilari J
reseptor dan menifestasinya yang muncul adalah nafas dalam dan dangkal serta
palpitasi. Selain itu, overload di atrium kanan dan ventrikel kanan juga
menyebabkan kelainan arteri koroner sehingga terjadi gangguan perfusi koroner
yang berakhir pada iskemia jaringan. Dengan keadaan yang overload maka
ventrikel kanan harus mendorong lebih banyak darah karena adanya left to right
shunt sehingga akan terjadi overload pada jantung kanan yang bersifat konstan,
berlanjut menjadi overload di semua vaskularisasi pulmo yang menyebabkan
edema paru sehingga hipertensi pulmonal dapat terjadi.

7
2.6 WOC

Terdapat defek antara


atrium kanan dan kiri Tekanan atrium kiri > atrium kanan

Terjadi aliran yang tinggi dari


atrium kiri ke atrium kanan

Volume ventrikel
kiri menurun Volume
Maka : penurunan Co atrium kanan
meningkat

Curah jantung
menurun Volume
Ketidak adekuatan
ventrikel kanan
oksigen dan nutrisi ke
meningkat
jaringan
Hipoksia jaringan

Peningkatan
Maka : gangguan aliran darah
Kelemahan pertumbuhan dan pulmonal
perkembangan

Maka : intolarasi Edema paru


aktivitas Daya hisap bayi
kurang

Maka : resiko gangguan Maka : gangguan


kebutuhan nutrisi pertukaran gas

8
2.7 Manifestasi klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik)
pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi
gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian
gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya
gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi
dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang,
yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain
itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan
menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik
pada anak yang lebih besar. Selanjutnya dengan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti elektro-kardiografi (EKG), rontgent dada dan
echo-cardiografi, diagnosis ASD dapat ditegakkan.
Gejalanya bisa berupa :
1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2. Dispnea (kesulitan dalam bernafas).
3. Sesak nafas ketika melakukan aktivitas.
4. Jantung berdebar-debar (palpitasi).
5. Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali.
6. Tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan
aritmia.
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut:
1. Detak jantung berdebar-debar (palpitasi).
2. Tidak memiliki nafsu makan yang baik.
3. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
4. Berat badan yang sulit bertambah.
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a. Sianosis pada kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah.
b. Cepat lelah dan berkurangnya tingkat aktivitas.
c. Demam yang tak dapat dijelaskan penyebabnya.

9
d. Respon tehadap nyeri atau rasa sakit yang meningkat.
Mild dyspnea pada saat bekerja (dispnea d’effort) dan atau kelelahan ringan
adalah gejala awal yang paling sering ditemui pada hubungan antar atrium. Pada
bayi yang kurang dari 1 tahun jarang sekali memperlihatkan tanda-tanda gagal
jantung kongestif yang mengarah pada defek atrium yang tersembunyi.
Gejala menjadi semakin bertambah dalam waktu 4 sampai 5 dekade. Pada
beberapa pasien yang dengan ASD yang lebar, mungkin dalam 10 atau 7 dekade
sebelumnya telah memperlihatkan gejala dispnea d’effort, kelelahan ringan atau
gagal jantung kongestif yang nyata.
Pada penderita ASD terdapat suara splitting yang menetap pada S2. Tanda ini
adalah khas pada patologis pada ASD dimana pada defek jantung yang tipe lain
tidak menyebabkan suara splitting pada S2 yang menetap.

2.8 Komplikasi
Pembedahan dapat memiliki resiko jangka panjang seperti atrium fibrilasi atau
atrial flutter. Resiko infeksi endokarditis sangat tinggi selama 6 bulan pertama
setelah pembedahan. Komplikasi lain yang dapat terjadi adalah:
 Gagal jantung
 Penyakit pembuluh darah paru
 Infeksi endokarditis
 Aritmia
 Sianosis

2.9 Pemeriksaan Fisik


Dalam pemeriksaan fisik pasien ASD, yang harus diperhatikan adalah :
a. Keadaan umum pasien
b. TTV pasien
c. Sianosis
d. Inspeksi thoraks akan menunjukkan cembung di os costae

10
e. Menilai batas-batas paru dan jantung serta kondisi paru dilakukan dengan cara
perkusi
f. Dengan auskultasi akan terdengar bising jantung
g. Pada bagian ekstremitas, kaji ada tidaknya sianosis pada kuku dan kulit serta
ujung jari
h. Kaji tingkat kesadaran pasien.

2.10 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto toraks
Elektrokardiografi, yaitu menilai irama, heart rate, gangguan konduksindan
perubahan pola
2. Ekokardiografi, dari pemeriksaan ini dapat dilihat adanya kebocoran aliran
darah dari atrium kiri ke atrium kanan
3. Radiologi, yaitu rontgen thorak untuk mengetahui gambaran paru dan
jantung
Kateterisasi, yaitu prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque
dimasukkan kedalam sermabi jantung melalui pembuluh darah perifer,
diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran
tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi
tambahan

2.11 Penatalaksanaan Medis


Bila pemeriksaan klinis dan elektrokardiografi sudah dapat memastikan
adanya defek septum atrium, maka penderita dapat diajukan untuk operasi tanpa
didahului pemeriksaaan kateterisasi jantung. Bila telah terjadi hipertensi
pulmonal dan penyakit vaskuler paru, serta pada kateterisasi jantung didapatkan
tahanan arteri pulmonalis lebih dari 10U/m² yang tidak responsif dengan
pemberian oksigen 100%, maka penutupan defek septum atrium merupakan
indikasi kontra.

11
 Tindakan operasi
Indikasi operasi penutupan ASD adalah bila rasio aliran darah ke paru dan
sistemik lebih dari 1,5. Operasi dilakukan secara elektif pada usia pra sekolah (3
sampai 4 tahun) kecuali bila sebelum usia tersebut sudah timbul gejala gagal
jantung kongaesif yang tidak teratasi secara medikamentosa. Defect atrial ditutup
menggunakan patch.
 Tanpa operasi
Lubang ASD dapat ditutup dengan tindakan nonbedah, Amplazter Septal
Occluder (ASO), yakni memasanng alat penyumbat yang dimasukkan melalui
pembuluh darah di lipatan paha. Meski sebagian kasus tak dapat ditangani
dengan metode ini dan memerlukan pembedahan. Amplazter Septal Occluder
(ASO) adalah alat yang mengkombinasikan diskus ganda dengan mekanisme
pemusatan tersendiri (self-centering mechanism). Ini adalah alat pertama dan
hanya menerima persetujuan klinis pada anak dan dewasa dengan defek atrium
sekundum (DAS) dari the United States Food and Drug Administration (FDA
US). Alat ini telah berhasil untuk menutup defek septum atrium sekundum,
patensi foramen ovale, dan fenestrasi fontanella.

2.12 Prognosis
Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan
operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat)
memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian
operasi 0-1%, angka kesakitan rendah).
Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun
menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia
saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan
sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah
paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan

12
perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi)
dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun
keluarganya.
Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan
ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu
dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
A. Pengkajian Umum
1. Identitas pasien, meliputi:
Nama : untuk membedakan pasien satu dengan pasien yang lain karena
banyak orang yang namanya sama.
Umur : pada usia anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut dapat
terserang.
Jenis kelamin : tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
Alamat : untuk mengetahui lingkungan dan tempat tinggal pasien,
berhubungan dengan penyakitnya.
Pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan.
Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim memdapakan
pengetahuan tentang ASD (Atrium Septum Defek), maka akan menganggap
remeh penyakit ini, dan dapat sembuh dengan cara cukup beristirahat.
Suku/bangsa : untuk mengetahui darimana asal dan letak geografis tempat
tinggal pasien
2. Riwayat Keperawatan
 Keluhan utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis
defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak
nafas, cemas ,suhu tubuh meningkat, lemas ,jantung berdebar - debar.
 Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan jantung berdebar-debar tapi
biasanya tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
 Riwayat kesehatan lalu
Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella),

14
mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM
pada ibu.
 Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
 Riwayat Neonatus
 Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
 Anak rewel dan kesakitan
 Tumbuh kembang anak terhambat
 Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
 Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek
jantun
Penyakit keturunan atau diwariskan
Penyakit congenital atau bawaan

3. Pemeriksaan Fisik
TTV (Tanda-tanda vital)
Tekanan Darah (TD) : Meningkat
Nadi (N) : Takikardi
Suhu (S) : 38.7 ˚C
Respirasi (RR) : dispnea pada saat istirahat atau pada saat aktivitas

Pemeriksaan fisik menggunakan Head To Toe


1. Kepala : rambut bersih, tidak ada ketombe, tidak ada tumor, rambut
warna hitam sedikit ada uban, tidak ada nyeri tekan , tidak ada
lesi.
2. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid.
3. Mata : simetris, konjungtiva anemis, fungsi penglihatan
sedikit

15
buram
4. Hidung : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada keluhan dan
kelainan pada hidung
5. Telinga : bentuk simetris, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
6. Mulut : bibir tampak kering, gigi bersih, tidak ada perdarahan
dan
pembengkakan pada gusi
7. Payudara : tidak ada pembengkakan di kelenjar mammae

8. Dada :
 Jantung :
a) Inspeksi : bentuk asimetris, irama nafas tidak teratur
b) Palpasi : teraba adanya bising pada ics II atau III kiri
c) Perkusi : suara jantung pekak, suara paru sonor
d) Auskultasi : bunyi paru vasikuler, terdapat bunyi jantung tambahan

9. Abdomen :
a) Inspeksi : bentuk simetris, datar
b) Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan abdomen
c) Perkusi : timpani
d) Auskultasi : batas normal 5-12x/menit

10. Genetalia : tidak terpasang kateter


11. Ekstremitas :
a) Ekstremitas atas : terpasang infus RL pada tangan kiri, tidak terdapat
oedem
b) Ektremitas bawah : tidak terdapat luka, tidak terjadi kelumpuhan, terdapat
oedem pada pergelangan kaki.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:

16
 Foto toraks
Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas normal. Bila defek
bermakna mungkin tampak kardiomegali akibat pembesaran jantung kanan.
Pembesaran ventrikel ini lebih nyata terlihat pada foto lateral.
 Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB (Right bundle branch block) pada 95%, yang
menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan
(right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari defek primum
yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I
(pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum.
 Ekokardiografi
Ekokardiogram: Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel
kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2
dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan
subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering
tampak pada defek septum atrium yang besar.
Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium
primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram
menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan
tekanan ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung
kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain.
Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam
sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik
juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak mampu
memperlihatkan adanya aliran interatrial.
Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi
pirau dari kiri kekanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b. Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c. Menyingkirkan lesi tambahan lainnya

17
d. Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e. Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium
jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau
intensifikasi pencitraan, pengukuran tekanan darah dan sampel darah
memberikan sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan
bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat
hipertensi pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium
kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat
meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk
menilai reversibilitas vaskuler paru.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang ditegakkan berdasarkan kemungkinan yang ada pada
data subyektif, data obyektif dan gejala yang terjadi pada pasien yang terkait
masalah sistem kardiovaskuler (ASD).

3.3 Intervensi Keperawatan


Rencana mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh perawat, baik
mandiri maupun kolaboratif. Rencana yang dilakukan menyesuaikan pada
diagnosa keperawatan (ASD).

3.4 Implementasi Keperawatan


Tindakan yang dilakukan perawat berdasarkan intervensi keperawatan
yang telah disusun, baik secara mandiri maupun kolaboratif. Implementasi
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa yang mengganggu pasien
mengenai ASD.

18
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan dengan terus-menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang.

19

Anda mungkin juga menyukai