Anda di halaman 1dari 142

PENERAPAN SYARI'AT ISLAM MELALUI

PERATURAN DAERAH (PERDA)


(Studi Kasus Desa Padang Kec. Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada STID Mohammad Natsir

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Da'wah

Oleh :

LUKMAN
NPM/NIMKO: 02015177/47510230716

SEKOLAH TINGGI ILMU DA'WAH MOHAMMAD NATSIR

JURUSAN DA'WAH

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM JAKARTA

1428 H / 2007 M
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

PENERAPAN SYARI'AT ISLAM MELALUI


PERATURAN DAERAH (PERDA)
(Studi Kasus Desa Padang Kec. Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan)

SKRIPSI

Diajukan Kepada STID Mohammad Natsir

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Da'wah

Oleh :

LUKMAN
NPM/NIMKO: 02015177/47510230716
Pembimbing:

Khairul Fuad, MA

Mengetahui :
Ketua STID Mohammad Natsir

Ulil Amri Syafri, MA

SEKOLAH TINGGI ILMU DA'WAH MOHAMMAD NATSIR


JURUSAN DA'WAH
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
JAKARTA
1428 H / 2007 M

2
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul: PENERAPAN SYARI'AT ISLAM MELALUI

PERATURAN DAERAH (PERDA) (Studi Kasus Desa Padang Kec.

Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan), telah dipertanggungjawabkan

dalam sidang ujian skripsi (munaqasyah) STID Mohammad Natsir pada tanggal 11

April 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada jurusan Da'wah Program Studi Komuniksi

dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 11 April 2007


KETUA STID MOHAMMAD NATSIR

Ulil Amri Syafri, MA

Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Penguji,

Ulil Amri Syafri, MA

Anggota :
Pembimbing Merangkap Penguji Pembaca Merangkap Penguji

Khairul Fuad, MA Dr. Mohammad Noer

3
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul : “Penerapan

Syari’at Islam Melalui Peraturan Daerah” (Studi Kasus Desa Padang Kec.

Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan), yang dibuat untuk melengkapi

sebagian persyaratan menjadi Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) pada Program Studi

Komunikasi dan Penyiaran Islam Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir,

sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari karya ilmiah

yang dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di

lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir maupun perguruan tinggi

atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan

sebagaimana mestinya. Apabila dikemudian hari skripsi saya ini terbukti merupakan

tiruan atau duplikasi karya orang lain, maka skripsi ini dinyatakan batal dan gelar

kesarjanaan saya dicabut.

Jakarta, 11 April 2007

Mengetahui :

Sekolah Tinggi Ilmu Da'wah Mohammad Natsir

ULIL AMRI SYAFRI, MA LUKMAN


Ketua NPM: 02015177

4
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

MOTTO:

tΛÏδ≡tö/Î) ÿϵÎ/ $uΖøŠ¢¹uρ $tΒuρ y7ø‹s9Î) !$uΖøŠym÷ρr& ü“Ï%©!$#uρ %[nθçΡ ϵÎ/ 4œ»uρ $tΒ ÈÏe$!$# zÏiΒ Νä3s9 tíuŽŸ°

… ϵŠÏù (#θè%§xtGs? Ÿωuρ tÏe$!$# (#θãΚŠÏ%r& ÷βr& ( #|¤ŠÏãuρ 4y›θãΒuρ

"Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah

diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan

kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan

Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah

tentangnya." ( Asy-Syura : 13)

∩⊆⊆∪ tβρãÏ≈s3ø9$# ãΝèδ y7Í×‾≈s9'ρé'sù ª!$# tΑt“Ρr& !$yϑÎ/ Οä3øts† óΟ©9 tΒuρ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,

Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir."(Al-Maidah : 44)

5
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamîn, puja dan puji hanyalah untuk Allah 'Azza Wajalla

yang senatiasa memberikan kasih sayang yang tak terkira kepada penulis. Dan

dengan izinNya jualah penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan segala

kelebihan dan kekurangannya. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada baginda

Rasulullah shallallahu 'alai wasallam, keluarga beliau, serta para sahabat yang mulia.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini bukanlah kerja penulis semata tapi berkat

bantuan dan dorongan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima

kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Kedua orang tuaku, Ayahanda Ma'sa, dan Ibunda Nurma, yang selalu

mendo'akan penulis dan senantiasa memenuhi kebutuhan finansial penulis

selama kuliah di STID Mohammad Natsir. Semoga Allah melapangkan hidup

mereka dan menjadikan surgaNya sebagai tempat kembali mereka.

2. Mujahidahku, yang kucintai karena Allah Rina Suriyani Maulida atas do’a

dan bantuannya dalam mengedit ketika perbaikan skripsi ini.

3. Ka Zainuddin, Ka Haris, dan adik-adikku yang tersayang, Firdaus,

Nurhidayah, Firman, dan Kurnia, atas dukungan dan cintanya.

4. Ketua STID Mohammad Natsir, Bapak Ulil Amri Syafri, MA, yang

senantiasa memberikan dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan

penulisan ini.

5. Bapak Khairul Fuad, MA, selaku pembimbing penulis dalam penulisan skripsi

ini, Jazakalaah atas semua bimbingan, motivasi dan waktunya.

6
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

6. Ustadz Kamaluddin Iskandar Ishak, Lc dan Ustadz Teten Romli Qamaruddin,

S.Sos.I. Yang banyak memberikan nasehat dan bimbingan selama penulis

menuntut ilmu di STID Mohammad Natsir.

7. Bapak Andi Patabai Pabokori, atas hadiah bukunya, Kepala desa Padang,

Bapak Andi Rukman, tokoh agama dan tokoh masyarakat serta seluruh warga

desa Padang, atas jamuan dan bantuannya

8. Yang aku cintai karena Allah, akh Imam Taufiq Al-Khotob, S.Sos.I dan akh

Dwi Budiman, S.Sos.I, selaku shobib karibku yang banyak memberikan

dukungan, teman diskusi dan tempat curhat. Jakumullahu Khaeran Katsiron.

9. Rekan-rekan Staff STID Mohammad Natsir, Zulfian, S.Sos.I, Ujang Habibi,

S.Sos. I, Mohammad Firdaus, S.Sos.I, M. Husnil Wardi, Lc, Agus Samsono,

S.Sos.I, dan Mustafa, SE, yang selalu mengingatkan dan memotivasi penulis.

10. Rekan-rekan mahasiswa STID Moh. Natsir, khususnya angkatan ke 4, Dan

kepada semua pihak yang telah membantu, Jakumullahu Khaeran Katsiron.

Demikianlah kata pengantar ini penulis sajikan, tentunya dalam penulisan ini

tidak luput dari kesalahan dan tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu

segala bentuk masukan dan kritikan sangat penulis harapkan.

Akhirnya kepada Allah jualah kita berserah diri dan memohon semoga kita

semua tetap dalam naunganNya dan kepadaNyalah kita bertawakkal.

Jakarta, 11 April 2007


Penulis

Lukman bin Ma'sa

7
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

DAFTAR TRANSLITERASI

HURUF ARAB KE LATIN

1. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin

‫ا‬ - ‫ط‬ th

‫ب‬ b ‫ظ‬ zh

‫ت‬ t ‫ع‬ ‘

‫ث‬ ts ‫غ‬ gh

‫ج‬ j ‫ف‬ f

‫ح‬ h ‫ق‬ q

‫خ‬ kh ‫ك‬ k

‫د‬ d ‫ل‬ l

‫ذ‬ dz ‫م‬ m

‫ر‬ r ‫ن‬ n

‫ز‬ z ‫و‬ w

‫س‬ s  h

‫ش‬ sy ‫ء‬ `

‫ص‬ sh ‫ي‬ y

‫ض‬ dh

8
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2. Vokal Panjang (Maddah)

‫ا‬ =â

‫ي‬ =î

‫و‬ =û

Contoh:

‫ = ت‬thậgût


 ‫ = ا  ا‬ad dînul kâmil

3. Huruf Tâ Marbûthah (‫)ة‬

Tâ marbûthah dalam bahasa arab dilambangkan dengan ‫ة‬, transliterasinya

dilambangkan dengan huruf h.

Contoh:  = syari'ah

4. Syaddah (tasydid)

Tanda syaddah atau tasydid, transliterasinya dilambangkan dengan huruf

dobel sesuai dengan huruf yang diberi tanda.

Contoh:  = shofiyyun

 = hith-thah

5. Kata Sandang

Kata sandang dalam system penulisan arab dilambangkan dengan huruf alif

lam (‫)ال‬, namun transliterasinya dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf

syamsiyah dengan huruf qamariyah.

Contoh: ‫ = ا ش‬al ‘arsy  ‫ = ا‬as syari'ah

9
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………… i

LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….. iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………………………………………… iv

MOTTO………………………………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR…………………………………………………………... vi

DAFTAR TRANSLITERASI………………………………………………….. viii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. x

BAB I : PENDAHULUAN……………………………………………………… 13

1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………………...

1.3. Tujuan Penelitian……………………………………………………..

1.4. Pentingnya Penelitian…………………………………………………

1.5. Metode Penelitian……………………………………………………..

1.6. Sistematika Penulisan………………………………………………….

BAB II : TINJAUAN TENTANG SYARI’AT ISLAM DAN PERATURAN

DAERAH…………………………………………………………………………. 32

2.1. Syari’at Islam …………………………………………………………

2.1.1. Pengetian Syari’at Islam ……………………………………….

A. Pengertian Syari’at Islam Secara Etimologi…………………

10
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

B. Pengertian Syari’at Islam Secara Terminologi………………

2.1.2. Cakupan Syari’at Islam ……………………………………….

A. Ibadah Mahdhah…………………………………………….

B. Muamalah…………………………………………………...

2.2. Peraturan Daerah ……………………………………………………

2.2.1. Pengertian Peraturan Daerah………………………………….

2.2.2. Landasan Pembuatan Perda……………………………………

2.2.3. Muatan dan Mekanisme Penyusunan Perda……………………

BAB III : GAMBARAN UMUM DESA PADANG DAN SUBSTANSI

PERATURAN DAERAH SYARI’AT ISLAM……………………………….. 75

3.1. Gambaran Umum Desa Padang………………………………………

3.1.1. Kondisi Sosial Budaya…………………………………………

3.1.2. Letak Geografis ……………………………………………….

3.1.3. Kondisi Pemahaman Agama……………………………………

3.2. Substansi Perda Syari’at Islam………………………………………..

3.2.1. Isi Perda…………………………………………………………

3.2.2. Sejarah Pembuatan Perda……………………………………….

3.2.4. Sosialisasi dan Strategi Penegakan Perda……………………….

BAB IV : TINJAUAN ATAS PENERAPAN PERDA SYARI’AT ISLAM DI

DESA PADANG ………………………………………………………………… 92

4.1. Konsistensi Dalam Menjalankan Perda………………………………

4.1.1 Perda Pelarangan Peredaran Minuman Beralkohol ……………

11
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

4.1.2. Perda Membayar Zakat, Infaq dan Shodaqah………………….

4.1.3. Perda Berbusana Muslim dan Muslimah………………………..

4.1.4. Perda Kemampuan baca Al-Qur’an…………...………………..

4.2. Analisis………………………………………………………………..

BAB V : PENUTUP…………………………………………………………….. 133

5.1. Kesimpulan…………………………………………………………..

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………

Lampiran-Lampiran

12
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kerusakan moral, prilaku-prilaku yang menyimpang dari Syari’at Islam kini

banyak dilakukan oleh umat Islam sendiri, dan saat ini sudah sangat

memprihatinkan. Padahal kita mengetahui bahwa Allah Swt. menurunkan al- Islam,

sebagai pedoman hidup. Tapi pada kenyataannya sebagian besar kaum muslimin

tidak menjalankan apa yang telah diatur dalam Islam. Ini disebabkan karena

kurangnya pengetahuan dan pemahaman kaum muslimin terhadap agamanya sendiri.

Untuk itulah, al- Islam yang berisi aqidah, Syari’at dan akhlak wajib dida'wahkan

baik secara kultural maupun struktural, dengan tujuan agar umat manusia hanya

beribadah dan berhukum kepada hukum Allah. Sebab tujuan dari penciptaan manusia

dan jin itu sendiri adalah semata-mata untuk beribadah kepada-Nya. Allah berfirman :

Èβρ߉ç7÷èu‹Ï9 āωÎ) }§ΡM}$#uρ £Ågø:$# àMø)n=yz $tΒuρ

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah
kepadaKu” (Q.S. Azd-Dzariyat/51 : 56).

Ketika mengomentari arti ibadah Syeikh Bin Baz mengutip pendapat Syeikhul

Islam Ibnu Taimiyah Bahwa:

"Ibadah adalah suatu kata yang pengertiannya mencakup segala yang dicintai
oleh Allah dan diridhoiNya, baik perkataan dan perbuatan lahir maupun bathin.
Hal ini menunjukan bahwa ibadah itu mengharuskan ketundukan mutlak kepada

13
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Allah Swt, baik terhadap perintah, larangan, masalah kepercayaan, perkataan


maupun perbuatan"1.

Lebih lanjut Syeikh bin Baz mengatakan, kehidupan seseorang haruslah berjalan

sesuai Syari’at Allah, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan mengharamkan

apa yang diharamkan-Nya. Dia harus tunduk dalam perilaku, perbuatan dan semua

sikapnya kepada Syari’at Allah, menjauhi dari keinginan jiwa dan dorongan

nafsunya. Tidaklah disebut hamba Allah, orang yang tunduk pada Tuhannya hanya

pada sebahagian aspek kehidupannya saja lantas tunduk kepada makhluk pada aspek

kehidupannya yang lain.2

Tetapi dalam kenyataannya manusia banyak melakukan penyimpangan dari apa

yang disyari’atkan Allah Swt, oleh sebab itu Dia mengutus para nabi dan rasul-Nya

untuk mengingatkan manusia agar hanya beribadah kepada Allah dan menjauhi

segala peribadatan kepada thogût3. Sebagaimana yang ditegaskan dalam firman-Nya

|Nθäó≈©Ü9$# (#θç7Ï⊥tGô_$#uρ ©!$# (#ρ߉ç6ôã$# Âχr& »ωθß™§‘ 7π¨Βé& Èe≅à2 ’Îû $uΖ÷Wyèt/ ô‰s)s9uρ

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut...” (Q.S. An-
Nahl/16:36).

1
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Kewajiban Menerapkan Syari’at Islam, terj.
Muhammad Thalib, Jogjakarta : Wihdah Press, 2003, Cet. I, hal. 18.
2
Ibid., hal.19
3
Thogût adalah setiap sembahan selain Allah seperti syetan, dukun, patung dan siapa saja yang
menyeru pada kesesatan. Lihat Muhammad Ali Ash-Shobuni, Shafwatu tafasir, Beirut : Darul qur’anul
karim, 1981, Cet. IV, Jilid 2, hal.126.

14
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Menegakkan Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari adalah sesuatu yang

harus dilaksanakan karena demikianlah yang diperintahkan Allah kepada setiap

muslim baik laki-laki maupun perempuan.

Allah berfirman :

ôÏΒ äοuŽzÏƒø:$# ãΝßγs9 tβθä3tƒ βr& #—øΒr& ÿ…ã&è!θß™u‘uρ ª!$# |Ós% #sŒÎ) >πuΖÏΒ÷σãΒ Ÿωuρ 9ÏΒ÷σßϑÏ9 tβ%x. $tΒuρ

3 öΝÏδ̍øΒr&

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mu’min, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain), tentang urusan
mereka...”(Q.S. Al-ahzab/33:36)4.

Demikian pula Rasulullah Saw jauh hari telah mengingatkan kita akan wajibnya

berhukum hanya kepada apa yang beliau bawa sebagaimana sabdanya:

."ِ #ِ %
ُ &ِ'(َ*+ِ ُ ‫َا‬,‫ َه‬.ُ /ِ 10 2َ 3014
َ 5ُ‫ آ‬7ُ 4
َ ‫ُ َا‬89ِ :ُ2;َ

“Salah seorang diantara kamu tidak beriman sebelum hawa nafsunya mengikuti
apa yang aku bawa”5.

Di sini sangat jelas bahwa iman seseorang tidak sempurna kecuali jika beriman

kepada Allah, rela kepada keputusannya dalam masalah kecil maupun besar,

4
Ketika menafsirkan “an yakuna lahum alhiyaratu min amrihim” Muhammad Ali Ash-Shobuni
mengutip keterangan Ibnu Katsir, bahwa ayat ini bersifat umum bagi semua urusan, maka apabila
Allah dan rasul-nya menetapkan sesuatu maka tidak ada perslisihan, pilihan, pendapat, dan perkataan
selainnya. Ibid. hal. 527
5
An-Nawawy berkata hadits ini shahih dan menyebutkan dalam kitabnya “Al-Arba’in”
meriwayatkannya dari kitab “Al-Hujjah”, diriwayatkan oleh As-syeeikh Abu Fath Nashr bin Ibrahim
Al-Magdisi As-Syafi’i. Lihat Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal 32. Lihat juga
Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Aplikasi Syari’at Islam, Jakarta: 2002, Darul Falah, terj. Kathur
Suhardi, Cet. I, hal. Xi. Yang mengutip dari Syarhus-sunnah, Al-Baghawy, 1/213. menurut
Muhaqqiqnya, isnad hadis ini dha’if karena kedha’ifan Nu’aim bin Hammad Al- Khuza’y.

15
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

berhukum kepada syari’at-Nya dalam segala masalah, baik yang berkaitan jiwa, harta,

dan kehormatan6.

Selain ayat-ayat, hadis dan keterangan ulama diatas masih banyak ayat lain yang

memerintahkan umat Islam agar menjalankan Syari’at Islam dan menegakkannya di

muka bumi ini dan menjadikannya sebagai sumber hukum. Maka dari sini penerapan

Syariat Islam bagi umat Islam merupakan sesuatu yang mendesak untuk segera

dilaksanakan7.

Sehubungan dengan perjuangan penegakan Syari’at Islam di Indonesia, dan sejak

awal masuknya Islam ke Nusantara, ia telah mengalami pasang surut. Salim Segaf

Al-Jufri mengutip tulisan Muhammad Iqbal8 mengatakan bahwa sebenarnya sejak

Islam masuk ke Indonesia abad ke-7, penerapan Syari’atIslam sudah berlangsung

dibeberapa kerajaan di Nusantara baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun

bernegara9.

Disisi lain, penegakkan Syari’at Islam melalui jalur parlemen di Indonesia

dimulai sejak awal kemerdekaan RI. Upaya penerapan Syari’at Islam melalui jalur ini

ditandai dengan perdebatan ideologis yang sengit oleh sebahagian anggota Badan

6
Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Op. Cit. hal. 20
7
Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Penerapan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta : PT. Globalmedia
Cipta Publishing, 2004, Cet. I, hal. 15-16
8
Muhammad Iqbal adalah kandidat doktor di IAIN Jakarta, dalam tulisannya yang berjudul “Para
Snouck Melayu dan Syari’at Islam”, (Gatra.Com, 16 Mei 2001). Ibid, hal. 9
9
Seperti kerajaan Pasai, Gresik, Demak, Gowa, Ternate, Banten, Cirebon, Kalimantan Selatan,
Mataram dan Surakarta sudah menerapkan syariat Islam dalam sistem ketatanegaraan. Ibid. hal. 53-
54

16
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)10 dalam

sidangnya yang pertama. Disana kelompok “nasionalis Islam” dengan kelompok

“nasionalis sekuler” berdebat masalah dasar negara apa yang akan diberlakukan di

negara Indonesia. Kelompok nasionalis sekuler mengajukan agar negara Indonesia

kelak berdasarkan kebangsaan sedangkan kelompok nasionalis Islam mengajukan

Islam sebagai dasar negara11.

Untuk mencari jalan keluar dari kebuntuan itu akhirnya dibentuklah satu panitia

kecil yang terdiri dari sembilan orang yang mewakili dua kelompok dalam BPUPKI

sehingga dikenal dengan nama Panitia Sembilan12, diketuai oleh Soekarno dengan

tugas mengumpulkan usul-usul para anggota dan mempelajarinya. Setelah melalui

perdebatan yang panjang, akhirnya pada tanggal 22 Juni 1945 dicapai kompromi

dalam bentuk Rancangan Pembukaan UUD dengan menambahkan tujuh kata pada

anak kalimat “...dengan kewajiban menjalankan Syari’atIslam bagi pemeluk-

pemeluknya”. Klausul ini dikemudian hari terkenal dengan nama Piagam Jakarta (The

10
BPUPKI adalah badan yang dibentuk oleh pemerintahan pendudukan Jepang pada tanggal 29
April 1944 beranggotakan 68 orang, yang bertugas merumuskan dasar negara Indonesia. Lihat Umar
Basalim, Pro-Kontra piagam Jakarta di Era Reformasi, Jakarta : Pustaka Indonesia Satu, 2002, Cet.I,
hal. 21.
11
Ibid. hal. 16
12
Nasionalis Islam diwakili empat orang yaitu : Abikoesno Tjokrosoejoso (tokoh Partai Serikat
Islam Indonesia), Abdul Kahar Muzakkir (pemimpin Muhammadiyah), Haji Agus Saalim (pendiri
Partai Penyadar), dan K.H. Abdul Wahid Hasyim (pemimpin NU)., Sedangkan yang mewakili
nasionalis sekuler adalah : Soekarno, Mohammad Hatta, A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo dan
Muhammad Yamin. Ibid. hal. 25.

17
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Jakarta Charter) yang pada akhirnya Rancangan Pembukaan UUD tersebut, diterima

secara aklamasi oleh seluruh anggota BPUPKI pada tanggal 16 Juli 194513.

Sayangnya, tujuh kata “dengan kewajiban menjalankan Syari’at Islam bagi

pemeluk-pemeluknya”, dalam rumusan kompromis itu dihapus pada sidang Panitia

Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)14 sehari sesudah proklamasi.

Hilangnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, serta kata Allah diganti dengan

Tuhan dan kata muqaddimah diubah menjadi pembukaan dianggap sebagai kekalahan

yang menyakitkan dan membuat kekecewaan yang sangat dalam bagi umat Islam.

Maka pada tanggal 7 dan 8 November 1945 tokoh-tokoh Islam yang dipimpin oleh

Mohammad Natsir15 mendirikan partai Masyumi sebagai wadah memperjuangkan

Syari’at Islam melalui parlemen16.

Setelah pemilu tahun 1955 isu Syari’at Islam kembali menggema di gedung

parlemen, wakil-wakil Islam dalam konstituante terus berusaha untuk memasukkan

kembali “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta kedalam kostitusi permanen Indonesia,

yang kembali mengundang pro dan kontra serta perdebatan yang sengit antara

kelompok sekuler dan kelompok Islam. Akan tetapi, untuk kali yang kedua Syari’at

13
Salim Segaf Al-Jufri, et. al., Op. Cit. hal. 7-8. Lihat juga Ibid. hal 25-28.
14
PPKI adalah badan yang dibentuk menggantikan BPUPKI beranggotakan 15 orang, untuk
mengesahkan (antara lain ) Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar. Ibid. hal. 35
15
Mohammad Natsir lahir di Jembatan Berukir Alahan Panjang, Solok, Sumatra Barat, pendiri
Partai masyumi dan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia. Lihat Thohir Luth, Mohammad Natsir
Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta : Gema Insani Press, 1999, Cet. I, hal. 21 dan 41
16
Hendra Gunawan, M. Natsir Darul Islam, Jakarta : Media Da’wah, 2000, Cet. I, hal. 4

18
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Islam ditolak dari parlemen dengan keluarnya dekrit Presiden 5 Juli 1959, bahkan

hingga lengsernya Presiden Soekarno pada tahun 1965 Syari’at Islam tak lagi dibahas

di parlemen. Ini pun terus berlangsung pada masa Orde Baru yang pada akhirnya isu

Piagam Jakarta hilang dari pentas nasional tahun 1968 karena tindakan represip

Presiden Soeharto terhadap tokoh-tokoh dan politisi Islam17.

Berbeda dengan M. Natsir dan tokoh-tokoh Islam lainnya dalam

memperjuangkan Syari’at Islam melalui parlemen, Kartosuwirjo18 lebih memilih

untuk menegakkan Syari’atIslam di luar pemerintahan dengan memproklamasikan

berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Kemudian diikuti oleh Abdul Kahhar

Muzakkir di Sulawesi Selatan. Karena kekecewaannya terhadap TNI di tambah

keinginan yang kuat untuk mendirikan negara Islam, maka pada tanggal 7 Agustus

195319 ia juga melakukan hal yang sama. Sedangkan di Aceh para ulama yang

dipimpin oleh Daud Beureueh20 juga memproklamirkan bahwa Aceh dan sekitarnya

17
Rifyal Ka’bah, Politik & Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Khaerul Bayan, 2005, Cet. I, hal.
108
18
Nama lengkapnya adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, lahir tanggal 7 Januari 1905 di
Cepu, sebuah kota kecil yang menjadi perbatasan antara Jawa Timur dan jawa Tengah dan
memproklamasikan NII pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Malambong, Kabupaten Tasik Malaya
Jawa Barat. Lihat Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Karto
Soewirjo, Jakarta : Darul Falah, 1999, Cet. II, hal. 14 dan 96
19
Abdul Kahhar Muzakkir adalah salah satu anggota panitia sembialan, Kekecewaan terhadap
TNI disebabkan karena usulannya agar TKR (Tentara Kemerdekaan Rakyat) yang dibentuknya diberi
jatah satu devisi dalam TNI di tolak oleh TNI. Lihat Hendra Gunawan, OP. Cit. hal. 7-11
20
Nama lengkapnya Tgk. Muhammad Daud Beureueh lahir tanggal 23 September 1899 dan wafat
tahun 1987. lihat M. Nur El Ibrahimy, Peranan Tgk. M. Daud Beureu-eh dalam Pergerakan Aceh,
Jakarta : Media Da’wah, 2001 (Edisi Revisi), hal. 28.

19
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

menjadi bagian dari NII, tepatnya tanggal 21 September 1953 karena kekecewaan

terhadap pemerintah dan tekad yang kuat untuk menerapkan hukum Islam di Aceh.

Setelah sekian puluh tahun isu penerapan Syari’at Islam hilang dari pentas

nasional, maka pada era reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden

Soeharto dari tampuk kekuasaannya tanggal 21 Mei 1998, penerapan Syari’at Islam

di Indonesia kembali disuarakan kaum Muslimin baik melalui parlemen maupun di

luar parlemen. Seperti yang terjadi di parlemen ketika sidang tahunan MPR RI

tanggal 7-18 Agustus 2000, dimana Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP)

dan Fraksi Partai Bulan Biantang (F-PBB) dengan konsisten memperjuangkan

masuknya kembali “tujuh kata” dalam Piagam Jakarta kedalam rumusan Pasal 29

ayat (1) UUD 1945. Tapi usulan ini pun kembali mendapat penentangan dan pro-

kontra dikalangan anggota dewan maupun masyarakat secara umum yang pada

akhirnya mengalami kegagalan untuk yang kesekian kalinya.

Tidak berhasilnya usulan perubahan Pasal 29 UUD 1945 terutama ayat (1) tidak

menyurutkan semangat kalangan pendukung Piagam Jakarta untuk terus

memperjuangkan penerapan Syari’at Islam baik dalam forum konstitusional

kenegaraan maupun di masyarkat21. Ormas-ormas Islam seperti, Majelis Mujahidin

Indonesia (MMI), Front Hizbullah, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Milisi

Ansharullah, Hizbut Tahrir, Al Irsyad Al Islamiyah, Dewan Da’wah Islamiyah

21
Umar Basalim, Op. Cit. hal. 127 dan 240.

20
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Indonesia (DDII), Pelajar Islam Indonesia (PII). Serta masih banyak lagi ormas,

yayasan dan lembaga da’wah yang turut menyeuarakan penerapan Syari’at Islam22.

Begitupula keadaannya dengan sejumlah daerah di seluruh Nusantara, mereka

turut berjuang menuntut penerapan Syari’at Islam di daerahnya masing-masing, tak

terkecuali Sulawesi Selatan23.

Sudah menjadi fakta historis bahwa sejak abad ke-14 Islam di Sulawesi Selatan

sudah menjadi anutan para raja dan rakyatnya. Syari’at Islam menjadi dasar orientasi

dan way of life. Jika dilihat dari sisi philosofis, Islam di Sulawesi Selatan telah

menjadi sistem nilai kehidupan bermasyarakat. Aktualisasi Islam sebagai nilai dasar

philosofi kehidupan orang Bugis, Makassar ataupun Mandar, sungguh banyak

bertebaran dalam khasanah budaya masyarakat Sulawesi Selatan. Dengan kata lain

Islam telah membudaya dan secara turun temurun telah berasimilasi dalam sistem

budaya. Dari sudut pandang sosiologis, daerah Sulawesi Selatan menunjukkan

bahwa masyarakat disana mayoritas beragama Islam dan dikenal sangat religius.

Kondisi ini jelas merupakan argumentasi sosiologis untuk menegakkan Syari’atIslam

secara formal. Dengan kata lain dilihat dari sisi historis, philosofis dan sosiologis,

22
Salim Segaf Al-Jufri, et al., Op. Cit. hal. 8. Lihat juga Ibid. hal. 152
23
Selain Sulawesi Selatan ada pula Aceh, Tasikmalaya, Banten, Sukabumi, Cianjur, Minang, dan
Kalimantan Selatan. Lihat Eman Mulyaman, “Dari bulukumba belomba Tegakkan Syari’at”, Sabili,
Edisi 20 TH.XII, 21 April 2005, hal. 105

21
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

formalistik penegakkan Syari’at Islam di Sulawesi Selatan telah menjadi sebuah

keharusan sejarah.24

Di era reformasi elemen-elemen muda semisal Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI)

Sulawesi Selatan mengadakan seminar dan dialog terbuka Syari’at Islam sebagai

respon terhadap dinamika politik tanah air dan besarnya animo masyarakat untuk

pemberlakuan Syari’at Islam secara legal formal. Dari dialog ini kemudian

merekomendasikan pelaksanaan kongres Umat Islam se Sulawesi Selatan di

Makassar.25

Maka pada tanggal 19-21 Oktober 2000 FUI Sulawesi Selatan menggelar

Kongres Umat Islam pertama se-Sulawesi Selatan yang bertempat di Asrama Haji

Sudiang Makassar, yang melahirkan beberapa keputusan dan pembentukan suatu

wadah perjuangan penegakan Syari’at Islam yang di sebut Komite Persiapan

Penegakan Syari’at Islam (KPPSI) Sulawesi Selatan. KPPSI diberi amanat

memperjuangkan pemberlakuan Syari’at Islam di Sulawesi Selatan melalui otonomi

khusus secara konstitusional, demokratis dan tetap dalam bingkai Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI).26

KPPSI dalam kiprahnya melaksanakan amanah kongres telah berhasil membentuk

KPPSI daerah di 24 Kabupaten/kota se Sulawesi Selatan. Pemerintah/DPRD

24
H.M. Sirajuddin, at. al. Ikhtiar Menuju Darussalam, Jakarta: KPPSI Sulawesi Selatan dan
Pustaka Ar-Rayhan, 2005, hal. 3 dan 61
25
Ibid., hal. xxi
26
Website: http://www.wanita-muslimah@yahoogroups.com/20 Februari 2006

22
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

propinsipun memberikan respon yang sangat baik dengan adanya kesepakatan

bersama anggota DPRD Sulawesi Selatan untuk melegal formalkan pemberlakuan

Syari’at Islam di Sulawesi Selatan dengan rekomendasi DPRD Sulawesi Selatan

tertanggal 23 April 2001 ditandatangani langsung pimpinan DPRD serta seluruh

ketua fraksi. Rekomendasi tersebut diantar dan dijelaskan langsung kepada pimpinan

DPR-RI pada tanggal 25 April oleh wakil ketua DPRD Sulawesi Selatan beserta

seluruh ketua frraksi dan pengurus KPPSI.27 Untuk selanjutnya, rekomendasi di

sampaikan kepada Presiden RI dengan surat No. 309/DPRD/2001 tanggal 24 April

2001.

Kesepakatan di atas ternyata juga mendapat respon baik oleh Paguyuban lintas

fraksi Sulawesi Selatan DPR-RI terlihat dengan dibentuknya kelompok kerja (pokja)

dengan SK tanggal 18 Mei 2001 yang antara lain bertugas melakukan pengkajian

terhadap konsep Syari’at Islam dan rancangan operasionalnya secara akademis,

komprehensif, dan konstitusional.28

Pada tanggal 29-31 Desember 2001, masyarakat Islam Sulawesi Selatan kembali

mengadakan Kongres Umat Islam yang kedua di Makassar, sebagai penegasan atau

penajaman dan mengkristalisasikan penegakan Syari’at Islam menuju pembentukan

otonomi khusus di daerah Sulawesi Selatan29. Pada tanggal 26-28 Maret 2005, KPPSI

27
H.M. Sirajuddin, at. al. Op. Cit. hal. 62
28
H.M Sirajuddin, Sekertaris Majelis Syuro KPPSI Sulawesi Selatan, “Penegakan Syari’at Islam
di Sulawesi Selatan”. Website: http://www. Fajar.co.id/20 februari 2006
29
Umar Basalim, Op. Cit. hal. 241.

23
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

kembali memprakarsai Kongres Umat Islam Sulawesi Selatan ketiga di Kabupaten

Bulukumba yang melahirkan beberapa rekomendasi yang pada intinya meminta dan

mendesak pemerintah/DPRD Sulawesi Selatan untuk terus menyuarakan otonomi

khusus pemberlakuan Syari’at Islam di Sulawesi Selatan30.

Sambil menunggu (perjuangan) pemberlakuan UU otonomi khusus tersebut,

KPPSI terus melakukan langkah-langkah konkrit dalam upaya menciptakan kondisi

masyarakat yang kondusif agar siap menerima pemberlakuan Syari’at Islam.

Langkah-langkah tersebut yaitu : Pertama, Melaksanakan sosialisasi secara intensif

dan menyeluruh tentang pengertian Syari’at Islam, untuk menyadarkan masyarakat

betapa pentingnya kewajiban menegakkan Syari’at Islam. Kedua, Memanfaatkan UU

No. 22/1999 tentang Otoda, dengan mendesak pemerintah, DPRD kabupaten/kota se

Sulawesi Selatan untuk menerbitkan perda tentang keagamaan dan anti maksiat.

Ketiga, Para ulama, cendikiawan muslim, muballig/da’i dan tokoh umat agar

mendorong masyarakat untuk mengamalkan secara optimal ajaran Islam dengan

da’wah bil hal dan tauladan. Keempat, Para pakar hukum Islam, ulama ahli fiqhi

menyusun konsep rancangan kitab undang-undang syari’ah yang dirumuskan

bersama sehingga merupakan ijtihad jama’i. Kelima, Mendirikan shalat lail dan witir

setiap malam untuk memohon pertolongan Allah Swt, berupa petunjuk, bimbingan

30
Fauzan Al-Anshari, “Pesan dari Bulukumba”, Sabili, Op. Cit. hal. 110

24
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dan membuka hati umat, para pemimpin untuk berjuang menegakkan Syari’a Islam

secara kaffah31.

Dalam melakukan kegiatan-kegiatan ini, KPPSI mendapat dukungan dan

respon yang sangat baik dari masyarakat Sulawesi Selatan. Hal itu dapat dilihat dari

respon beberapa pemerintah Kabupaten di Sulawesi Selatan yang menyatakan

kesiapannya untuk menerapkan Syari’at Islam di daerahnya masing-masing, dan

kemudian ditindak lanjuti dengan pembuatan perda-perda keagamaan. Bahkan di

Kabupaten Maros saat ini sudah terlihat berlangsungnya penerapan Syari’at Islam.

Sebagai contoh, apabila adzan dzuhur berkumandang, seluruh pegawai kantor Bupati

menghentikan pekerjaannya dan bergegas menunaikan shalat berjama’ah. Seluruh

pegawai perempuan pun diwajibkan memakai jilbab32. Sedangkan di Kabupaten

Bulukumba sudah diterapkan empat Peraturan Daerah (Perda) tentang Syari’at

Islam33.

Bulukumba merupakan kabupaten paling ujung selatan Sulawesi Selatan,

berjarak kurang lebih 153 km dari ibu kota propinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah

penduduk 370.728 jiwa yang mayoritasnya beragama Islam, sebanyak 99,88 persen.

31
H.M Sirajuddin, Loc. Cit.
32
Umar Basalim, Op. Cit. hal. 245.
33
Empat perda itu adalah : (1). Perda Nomor : 03 Th. 2002, Tentang larangan, Pengawasan,
Penertiban dan Penjualan Minuman Beralkohol. (2). Perda Nomor : 02 Th. 2003. Tentang Pengelolaan
Zakat Profesi, Infaq, dan Shadaqah. (3). Perda Nomor : 05 Th. 2003, Tentang Berpakaian Muslim dan
Muslimah. (4). Perda Nomor : 06 Th. 2003, Tentang Pandai Baca Al Qur’an Bagi Siswa dan Calon
Pegawai. Lihat Mahrus Andris (Ed.), H.A. Patabai Pabokori Mengawal Buluikumba Ke Gerbang
Syari’at Islam, Makassar : Karier Utama, 2005, Cet. I, hal. 79-80.

25
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Luas wilayah Bulukumba sekitar 1.154,67 km2 yang terbagi dalam 10 Kecamatan,

125 desa/kelurahan. Kondisi sosial budaya masyarakat Bulukumba berlatar belakang

maritim dan agraris.34

Setelah pemberlakuan empat perda tersebut tahun 2003 lalu, Bulukumba telah

menunjukan perkembangan yang sangat pesat dimana masjid-masjid kian hidup oleh

ramainya jama’ah, beberapa fasilitas perkantoran serta sekolah lebih bernuansa

Islami karena dilengkapi dengan kaligrafi al-Qur’an, seluruh siswa-siswi beserta

guru-guru yang beragama Islam memakai busanah muslim dan muslimah. Bahkan

menurut penelitian, sebelum memberlakukan empat perda tersebut, 30 persen

penduduk Bulukumba buta aksara Al-qur’an, angka kriminalitas, kenakalan remaja

dan penyimpangan sosial pun sangat tinggi. Namun setelah mencanangkan diri

sebagai kabupaten yang menerapkan Syari’at Islam, angka 30 persen tersebut dapat

didongkrak menjadi 100 persen bisa baca Alqur’an, tingkat kriminalitas menurun

hingga 80 persen35.

Bupati Bulukumba36 dalam mensosialisasikan Syari’at Islam di daerahnya

memprioritaskan pada enam segmen keagamaan yang terbingkai dalam “Crash

Program Keagamaan” yaitu: (1) Pembinaan dan Pengembangan Pemuda Remaja

34
H. Usman Jasad, at. al. Membumikan Al-Qur’an di Bulukumba, Makassar: hal. 49
35
Andi Nur Aminah, Bulukumba Menuju Penerapan Syari’at Islam, Republika, Jakarta, 27 maret
2005
36
Bupati Bulukumba adalah H.A. Patabai Pabokori, lahir di kabupaten Bone 1 Juni 1952,
pendidikan APDN dan UNHAS 1977. Memimpin Bulukumba 2 Periode (1995-2000, 2000-2005).
Lihat “Patabai Pabokori Menyelesaikan Konflik dengan Silaturrahmi”, website: http://www.tribun-
timur.com/15 April 2005.

26
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Masjid, (2) Pembinaan dan Pengembangan Taman Kanak-Kanak al-Qur’an, (3)

Pembinaan dan Pengembangan Majelis Taklim, (4) Pembinaan dan Pengembangan

Perpustakaan Masjid, (5) Pembinaan dan Pengembangan Hifzil Qur’an, (6)

Pembinaan dan Pengembangan Seni Berbusana Islami. Selain itu, yang juga menjadi

perhatian Bupati adalah pembembentukan desa percontohan muslim. Melalui desa

percontohan ini diharapkan bisa menjadi pelopor pembelakuan Syari’at Islam dalam

sikap-prilaku sehari-hari, dan jadi desa pelopor zakat37.

Setidaknya hingga Maret 2005 sudah terbentuk 12 desa percontohan muslim,

salah satunya adalah Desa Padang, yang diresmikan sendiri oleh Bupati Bulukumba

H.A. Patabai Pabokori pada tanggal 11 Agustus 2004. Desa Padang yang berjarak

sekitar 12 km dari kota Bulukumba ini adalah desa yang sangat pro aktif

melaksanakan empat perda yang telah dikeluarkan pemerintah Kabupaten itu. Bahkan

untuk melancarkan pemberlakuan empat perda tersebut, Kepala Desa Padang Andi

Rukman Jabbar bersama jajarannya mengeluarkan peraturan desa tentang hukuman

cambuk bagi pelanggaran hukum Syari’at seperti pelaku perzinaan, peminum

minuman beralkohol, judi dan penganiayaan.38

Dengan diberlakukannya Perdes ini sejak awal 2006 penduduk desa semakin

merasa aman dan tentram, karena tidak ada lagi pemabuk, penjudi dan pencurian,

37
Mahrus Andis (Ed.), Op. Cit, hal.44 dan 76
38
Lihat Peraturan Desa Padang Kec. Gantarang Kab. Bulukumba No. 05 tahun 2006, Bab I, Pasal
I, hurup e.

27
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

bahkan kesadaran beragama masyarakatpun semakin meningkat, terlihat dari

kegiatan-kegiatan keagamaan seperti majelis ta'lim yang semakin semarak.39

Dari sini penulis melihat, sangat pentingnya penerapan Syariat Islam melalui

Konstitusi baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah (Kabupaten). Penulis

kemudian mencoba untuk meneliti penerapan Syari’at Islam melalui Konstitusi, yang

akan dideskripsikan dalam sebuah karya tulis berupa skripsi dengan judul;

“Penerapan Syari’at Islam Melalui Peraturan Daerah” (Studi Kasus Desa Padang

Kec. Gantarang Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan).

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan mendeskripsikan seputar penerapan

Syari’atIslam melalui Peraturan Daerah di Desa Padang, Kec. Gantarang, Kab.

Bulukumba. Desa Padang merupakan salah satu dari 12 desa yang telah dijadikan

percontohan Desa Muslim sejak tanggal 11 Agustus 2004 di Kab.Bulukumba. Untuk

itu penulis mencoba merumuskan pertanyaan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan penerapan Peraturan Daerah Syari’at Islam di Desa

Padang?

2. Apa saja kendala dan persoalan dalam penerapan Peraturan Daerah Syari’at

Islam di Desa Padang?

39
Andi Rukman, Kepala Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 31 Juli 2006

28
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai beikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Peraturan Daerah Syari’at

Islam di Desa Padang.

2. Untuk mengidentifikasi kendala dan persoalan dalam penerapan

Peraturan Daerah Syari’at Islam di Desa Padang.

1.4. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini menjadi sangat penting karena :

1. Memberikan kontribusi pemahaman tentang upaya menerapkan syariat

Islam melalui Perda

2. Memenuhi tugas akhir perkuliahan berupa penulisan skripsi

3. Dapat menambah hazanah ilmiah tentang gagasan-gagasan penerapan

Syari’at Islam di Indonesia.

4. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah daerah, khususnya

dalam penerapan Syari’at Islam melalui perda.

1.5. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian

lapangan (field reseach) yang bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu bentuk penelitian

yang berusaha menguraikan, mengungkapkan, dan menjelaskan masalah yang diteliti

serta menganalisa data-data yang berkaitan dengan proses penelitian.

29
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Adapun metode pengumpulan data, penulis menggunakan metode :

1. Data primer diperoleh melalui :

Observasi, yaitu penulis secara langsung mengadakan pengamatan di lapangan

mengenai aktifitas keagamaan yang dilakukan masyarakat.

Interview atau wawancara dengan tokoh pemerintah setempat, tokoh agama,

tokoh masyarakat dan warga masyarakat Desa Padang.

2. Data Sekunder, yaitu data yang dihasilkan dari sumber-sumber bacaan

(library reseach) dari bahan-bahan yang penulis anggap relevan

dengan pembahasan judul skripsi ini seperti buku-buku, kamus,

ensiklopedi dan makalah.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan maka sistematika penulisan dalam skripsi ini,

dibagi atas lima bab, yaitu :

Bab Pertama : Pedahuluan yang berisi ; latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan penelitian, pentingnya penelitian,

metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab Kedua : Tinjauan tentang Syari’at Islam dan Perda; pengertian Syari’at

Islam secara etimologi dan terminologi, cakupan Syari’at Islam

baik Ibadah Mahdhah maupun Muamalah. Pengertian perda,

landasan dan dasar hukum pembuatan perda, serta mekanisme

penyusunan perda.

30
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Bab Ketiga : Gambaran umum Desa Padang meliputi; kodisi sosial, letak

geografis, serta kondisi pemahaman agama masyarakat Desa

Padang. Substansi Perda Syari’at Islam meliputi isi perda,

Sejarah pembuatan perda, Sosialisasi dan Strategi Penegakan

Perda

Bab Keempat : Tinjauan atas penerapan perda Syari’atIslam di desa Padang;

konsitensi masyarakat dalam menjalankan perda, meliputi

pelarangan peredaran minuman beralkohol, Pembayaran zakat

infaq dan shadaqah, Berbusana Muslim, Kemampuan baca al-

Qur’an, dan Analisis

Bab Kelima : Penutup; berisi kesimpulan.

31
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

BAB II

TINJAUAN TENTANG SYARI’AT ISLAM

DAN PERATURAN DAERAH

2.1. Syari’at Islam

Syaria’at Islam merupakan keseluruhan dari ajaran agama Islam (addînul kâmil)

sebagai jalan hidup yang digariskan oleh Allah Swt, seperti yang disampaikan kepada

nabi Muhammad Saw. Inilah yang disebut Syeikh Abdurrahman Taaj (mantan

Syeikhul Azhar) sebagai jalan yang menjamin terciptanya kebahagiaan manusia, baik

di dunia maupun di akhitrat (sa’adatud-dâraini).40 Perintah untuk menegakkan agama

atau menjalankan hidup pri-kehidupan sesuai dengan tuntunan Syari’at Islam

sangatlah jelas tertulis dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadist-hadist Rasulullah

Saw seperti yang terdapat dalam surat As-Syura ayat 13:

ÿϵÎ/ $uΖøŠ¢¹uρ $tΒuρ y7ø‹s9Î) !$uΖøŠym÷ρr& ü“Ï%©!$#uρ %[nθçΡ ϵÎ/ 4œ»uρ $tΒ ÈÏe$!$# zÏiΒ Νä3s9 tíuŽŸ°

ϵŠÏù (#θè%§xtGs? Ÿωuρ tÏe$!$# (#θãΚŠÏ%r& ÷βr& ( #|¤ŠÏãuρ 4y›θãΒuρ tΛÏδ≡tö/Î)

“Dia telah menSyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan
apayng kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan isa : tegakkanlah din (agama)
dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya...” (Q.S. Asy-Syura/42 : 13).

40
Mas’adi Sulthani, "Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Jumadil Awal 1427
H/ Juni 2006, hal. 33

32
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2.1.1. Pengertian Syari’at Islam

A. Pengertian Syari’at Islam Secara Etimologi

Kata Syari’at terbentuk dari kata bahasa Arab =>2?@A/ (D?@A– ‫@?ع‬C2 – ‫@?ع‬A yang

berarti undang-undang atau peraturan41. Kata “Syari’at” secara etimologi mempunyai

dua pengertian, yaitu: Pertama, Syari’at adalah jalan yang lurus, firman Allah Ta’ala:

tβθßϑn=ôètƒ Ÿω tÏ%©!$# u!#uθ÷δr& ôìÎ7®Ks? Ÿωuρ $yγ÷èÎ7¨?$$sù ̍øΒF{$# zÏiΒ 7πyèƒÎŽŸ° 4’n?tã y7≈oΨù=yèy_ ¢ΟèO

“Kemudian kami jadikan jalan yang lurus kepadamu, maka ikutilah jalan itu
(Q.S. Al-Jatsiah: 18).

Kedua, Syari’at adalah tempat (sumber) mengalirnya air yang dipakai untuk minum,

sebagaimana perkataan orang Arab, “Maka unta itu berjalan, ketika unta itu

mendatangi tempat/sumber air.”42

B. Pengertian Syari’at Islam Secara Terminologi

Dalam memberikan pengertian Syari’at Islam dari segi terminologi, para fuqoha

(ahli fiqih) berbeda-beda dalam pembatasannya, walaupun pengertian-pengertian

yang diberikan tidak jauh berbeda maksud dan tujuannya, diantaranya

1. Imam Abu Hanifah

Syari’at adalah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang bersumber

pada wahyu Allah. Hal ini adalah tidak lain sebagai bagian dari ajaran Islam.

2. Imam Idris As-Syafi’i

41
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989, hal. 195.
42
Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2003, Cet. I, hal. 5.

33
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Syari’at merupakan peraturan-peraturan lahir batin bagi umat Islam yang

bersumber pada wahyu Allah dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik

dari wahyu Allah dan sebagainya. Peraturan-peraturan lahir itu mengenai cara

bagaimana manusia berhubungan dengan Allah dan dengan sesama

makhluk.43

3. Imam Abu Ishaq Asy Syatibi

Bahwa arti Syari’at itu sesungguhnya menetapkan batas tegas bagi orang-

orang mukallaf, dalam segala perbuatan, dan aqidah mereka.

4. Syekh Muhammad Ali At Thahanawi

Syari’at Islam ialah segala yang diSyari’atkan Allah untuk para hambanya

dari hukum-hukum yang telah dibawa oleh seorang nabi Allah Alaihimus

shalatu wassalam baik yang berkaitan dengan cara pelaksanaannya dan

disebut dengan far’yah 'amaliah lalu dihimpun dalam ilmu fiqhi; atau cara

beraqidah, yang disebut dengan pokok aqidah, dan dihimpun ilmu kalam, dan

Syari’at ini dapat disebut juga dengan “dîn”(agama), dan “millah”.

5. Prof. Dr. Muhammad Saltud

Syari’at ialah segala peraturan yang diSyari’atkan Allah, atau Ia telah

menSyari’atkan dasar-dasarnya, agar manusia melaksanakannya untuk dirinya

sendiri, dalam berkomunikasi dengan Tuhannya, berkomunikasi dengan

43
Mohd. Idris Ramulyo, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi), 2004, Cet.
I. hal. 8

34
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

sesama manusia, berkomunikasi dengan alam, dan berkomunikasi dengan

kehidupan.44

Melihat makna Syari’at Islam di atas, baik makna secara etimologi maupun

terminologi, kedua-duanya sama-sama menuju kepada kemaslahatan dan

kemanfaatan. Tafsir Abu Su-’ud yang diberi komentar oleh Al-Fakhrur Razi,

menyebutkan bahwa orang yang menjalankan Syari’at Allah Swt tak ubahnya laksana

seorang berjalan menuju mata air, dimana ia akan mendapatkan kehidupan yang

bersih, secara lahir yang berdampak pada kebugaran bathinnya. Sumber air membawa

pada kehidupan fisik yang segar dan bersih, sedangkan Syari’at Allah membawa

kepada kehidupan rohaniah dan kesucian jiwa.45

2.1.2. Cakupan Syari’at Islam46

Maslahat manusia tidak terlepas dari tiga kategori kebutuhan yaitu maslahat

primer (utama), maslahat sekunder (penting), maslahat tersier (penunjang).

Sedangkan sebagaimana diketahui hukum-hukum Syari’at bertujuan mewujudkan

dan melindungi ketiga maslahat tersebut.

Yang dimaksud dengan maslahat utama ialah kebutuhan pokok manusia yang

harus dilindungi oleh hukum yaitu yang disebut al-maqâsidus syar’îyah; melidungi

44
H. Muhammadiyah Djafar, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet. I, hal. 22-
24.
45
Mas’adi Sulthani," Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 34
46
Susunan sub-sub judul dalam pembahasan ini mengacu pada susunan sub judul dalam buku
Garis-Garis Besar Syari’at Islam yang ditulis oleh Mawardi Noor, et. al. Jakarta : Khaerul Bayan
Press, 2005, cet. III.

35
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dîn (agama), melindungi nafs (jiwa), melindungi mal (harta), melindungi aql (akal)

dan melindungi nasab (keturunan).

Adapun maslahat sekunder, yang juga mendapat perhatian dan perlindungan

Syari’at Islam adalah berbagai masalah yang dibutuhkan manusia agar hidup mereka

dapat berjalan dengan mudah dan praktis. Sebagai contoh, kita mengenal tentang

hukum rukshoh (keringanan) dalam kondisi tertentu, juga dalam bidang muamalat

telah diatur tentang kebolehan jual beli saham. Dalam pernikahan diatur tentang

perceraian, dan dalam bidang pidana adanya ketentuan tentang diyat (ganti rugi

darah), serta masih banyak masalah-maslah penting lainnya yang diatur dalam

Syari’at Islam.

Sedangkan maslahat penunjang, yaitu kebutuhan manusia akan beberapa hal

untuk menunjang kelangsungan hidup agar terasa indah dan nyaman. Seperti

diSyari’atkannya hukum bersuci (taharah) bagi tubuh dan pakaian, Syari’at melarang

membeli barang yang sedang dalam proses tawar menawar dengan orang

sebelumnya,47 dan lain-lain.

Semua maslahat kebutuhan manusia tersebut terdapat dan telah diatur dalam

Syari’at Islam. Dalam kehidupan ini seorang hamba mestilah menjalankan segala

yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah di dalam Syari’at karena semua

perbuatan-perbuatan yang dilakukan seorang Muslim tersebut bernilai ibadah. Hal itu

dikarenakan esensi dari beragama dalam Islam adalah beribadah.

47
Daud Rasyid, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta : Usamah Press, 2003, Cet. I, hal. 35.

36
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Secara etimologi al-‘ibâdah diambil dari kata ‘abada-ya’budu, ‘abadan,

‘ibadatan yang artinya patuh, tunduk dan merendahkan diri. Yang dimaksud disini

adalah ketundukan dan kepatuhan kepada Allah. Ibadah dalam makna ketundukan ini

ada dua macam; pertama ibadah taskhiriyah dan kedua ibadah ikhtiyariyah atau

ibadah 'ammah dan ibadah khashshah. Ibadah taskhiriyah adalah ketundukan seluruh

makhluk secara umum baik itu manusia, jin, malaikat, binatang dan seluruh alam

raya, kepada hukum dan ketetapan Allah yang bersifat penciptaan. (Q.S. Al-

Isra/17:44), (Q.S. Al-Hajj/22:18), (Q.S. Ali-Imran/3:83). Sedang ibadah ikhtiyariyah

ialah ibadah dalam arti ketundukan makhluk, yaitu jin dan manusia, terhadap hukum-

hukum yang diperintahkan, berupa hukum Syari’at yang diwahyukan kepada para

Nabi. ( Q.S. Al-Baqarah/2:21), (Q.S. Az-Zariyat/51:56), (Q.S. An-Nahl/16:36).

Abdul Wahab Khalaf membagi ibadah tasyri’iyah kepada dua kategori; ibadah

yang bersifat murni sebagai hak Allah semata yang disebut ibadah mahdhah seperti

shalat, shaum, do’a. Sedangkan ibadah yang tidak murni sebagai hak Allah saja

diantaranya berupa warisan, hubungan kepada keluarga dan kenegaraan yang disebut

ibadah ghayru mahdhah atau muamalah. Jadi jelas bahwa ibadah tidak boleh

dipahami hanya sebagai ucapan-ucapan kebaktian ritual kepada Allah Swt semata,

melainkan mencakup segala ruang lingkup perbuatan manusia secara lahir maupun

batin48.

48
Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah Semester 2 STID
Mohammad Natsir, 2005, tidak diterbitkan, hal. 4

37
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

A. Ibadah Mahdhah

Ajaran Syari’at Islam, mencakup aturan-turan antara hamba dengan Khaliq yang

disebut ibadah Mahdhah yaitu perbuatan atau tatanan yang sudah jelas dan tidak

mengalami perkembangan, tidak membuka peluang untuk penalaran manusia dan

tidak ada jalan untuk dibandingkan dengan konsep-konsep yang diajukan oleh

manusia dalam bentuk dan aliran apapun juga.49 Ibadah mahdhah meliputi antara lain

shalat, puasa, zakat dan haji. Hal ini ditegaskan Nabi Saw. dalam salah satu hadistnya

‫َ( ِء‬12ِ‫ ِة َوإ‬E


َF
0 +‫َ( ِم ا‬G‫ َوِإ‬I
ِ ‫ ُل ا‬,ُJ‫ًا َر‬7*0 L
َ 9ُ ‫ن‬
0 ‫ َوَأ‬I
ُ ‫; ا‬0 ‫ َ" ِإ‬+َ‫َ( َد ِة َأنْ َ; ِإ‬OA
َ Q
ٍ ْ*R
َ 3َSD
َ ‫ ُم‬E
َ ْJِTْ‫ ا‬U
َ Vِ #ُ

‫ن‬
َ (َW9َ ‫ْ ِم َر‬,X
َ ‫ َو‬Z
YL
َ ْ+‫[آَ( ِة وَا‬0 +‫ا‬

“ Islam dibangun oleh lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali
Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah; mendirikan shalat;
menunaikan zakat; menunaikan haji; dan puasa pada bulan Ramadhan”. (HR
al-Bukhari).

1. Shalat

Shalat adalah kewajiban dari Allah Swt kepada setiap Muslim yang telah akil

baligh sebanyak lima kali sehari semalam dan telah ditentukan waktu serta kaifiyah

pelaksanaannya (Q.S An-Nisa/4: 103). Shalat merupakan tiang pokok dinul Islam,

shalat yang benar akan dapat mewujudkan kesuburan iman dan taqwa dalam hati,

sebab ketika shalat sudah ditegakkan dengan ikhas dan benar mengikuti tuntunan

49
Mas’adi Sulthani," Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Op. Cit. hal. 33

38
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

sunnah nabi Saw maka ia akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar

(Q.S. Al-Ankabut/29 : 45).50

Rincian shalat yan wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim adalah : shalat Subuh

(2 rakaat), Dhuhur (4 rakaat), Ashar (4 rakaat), Magrib (3 rakaat), Isya (4 rakaat).

Shalat adalah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan dengan alasan apapun, baik

dalam waktu yang lapang, maupun sempit, apakah dalam perjalanan, perang, ataupun

sakit shalat tetap harus ditegakkan. Orang yang sengaja meninggalkan shalat tanpa

ada udzur (halangan) yang dibenarkan oleh Allah dan rasul-Nya, maka ia kafir51.

Kaum Muslimin sangat dianjurkan untuk shalat secara berjama’ah sebab memiliki

banyak keutamaan dari shalat yang dilakukan sendiri-sendiri, salah satunya Allah

melebihkan shalat berjama’ah atas shalat sendiri 27 derajat.

='‫ در‬82?CD‫ و‬./\# ]^+‫ة ا‬EX 89 _W`‫= ا‬D (*' ‫ ة‬EX


“shalat jama’ah lebih utama dari pada shalat sendiri-sendiri 27 derajat
(H.R.Buhkhari).52

2. Zakat

Zakat adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap Muslim apabila telah

memiliki harta benda seukuran nisab (batas minimal) dan haul (jangka waktu)

50
Abu Bakar Al-Jazairi, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta : Darul Falah, 2005
Cet. 1X, hal. 298-299
51
Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk Membuat Buku,
Jakarta, 2005, hal. 280
52
Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 322-323

39
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

pemilikan. Fungsi diSyari’atkannya zakat adalah untuk membersihkan jiwa manusia

dari kotoran, membantu orang miskin, menegakkan kemaslahatan umum serta

membatasi pembengkakan kekayaan di tangan orang-orang kaya dan pedagang (Q.S.

At-Taubah/9 :103).

Orang yang menolak membayar zakat dengan tidak mengakui kewajibannya, ia

kafir. Sementara itu siapa yang menolak membayarnya karena kikir, ia berdosa dan

zakat diambil darinya dengan paksa, sedangkan siapa yang mengumumkan perang

karena menolak membayar zakat, ia diperangi hingga ia tunduk pada perintah Allah

Swt dan membayar zakat (Q.S. At-Taubah/9 : 11).53

Harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah emas, perak, tanaman dan

buah-buahan, hewan ternak, barang tambang. Sedangkan orang-orang yang berhak

menerima pembagian zakat, ada delapan kelompok: orang fakir, orang miskin, amil

zakat, muallaf, memerdekakan budak, orang berhutang, fisabilillah, dan ibnu sabil

(Q.S. At-Taubah/9 : 60). Selain itu dalam Islam juga diSyari’atkan zakat fitrah yaitu

zakat yang dikeluarkan untuk membersihkan, mensucikan jiwa orang-orang yang

berpuasa atau orang yang secara hukum diwajibkan berpuasa namun karena alasan

syara’ diperbolehkan tidak berpuasa seperti, anak kecil, orang sakit, menyusui dan

lain sebagainya (Fathul Bari III: 367 no. 1503).54 Setiap individu wajib

mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah atau satu sha’(empat genggam dua

53
Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 395
54
Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia,
Jakarta , hal. 23.

40
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

telapak tangan) gandum atau semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok

(Muslim II: 678 no. 985). Waktu mengeluarkan zakat fitrah adalah dengan datangnya

malam idhul fitri dan haram hukumnya mengeluarkan zakat fitrah hingga diluar

waktunya tanpa adanya ‘udzur syar’i.55

3. Puasa

Puasa adalah menahan dengan niat ibadah dari makan, minum, hubungan suami-

istri dan semua hal yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar hingga terbenam

matahari. Allah mewajibkan berpuasa bagi kaum Muslimin satu bulan penuh pada

bulan Ramadhan, ia termasuk salah satu rukun Islam yang harus diketahui dan

bahwa orang yang mengingkarinya menjadi murtad dari Islam (Q.S. Al-Baqarah/2:

183-185). Awal bulan Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal, tanggal satu

Ramadhan walaupun hanya bersumber dari satu orang laki-laki yang adil, terpercaya,

atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari (Fathul Bari

IV: 119 no. 1909).

Para ulama sepakat bahwa puasa wajib dilaksanakan oleh orang Muslim, yang

berakal sehat, baliqh dan mukim (tidak sedang bepergian) dan untuk perempuan

harus dalam keadaan suci dari darah haid dan nifas (Q.S. Al-Baqarah/2: 184).

Seseorang yang berpuasa akan batal puasanya ketika ia makan dan minum dengan

sengaja, muntah dengan sengaja, dan jima’. Selain puasa wajib pada bulan

Ramadhan, Islam juga mensyari’atkan beberapa puasa sunnah yaitu: enam hari pada

55
Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2006, Cet. I, hal
419-439

41
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

bulan Syawal, hari Arafah selain jama’ah haji, hari Asy-Syura dan sehari

sebelumnya, puasa Senin dan Kamis, tiga hari setiap bulan qamariyah, puasa nabi

Daud, sepuluh pertama bulan Zulhijjah.

Islam mengharamkan puasa pada hari raya idul fitri dan idul Adha, hari-hari

tasyriq, bagi orang yang sakit parah, menjalani haid dan nifas.56

4. Haji

Haji ialah sengaja pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah: tawaf, sa’i, wukuf

di Arafah dan semua ibadah-ibadah yang berkaitan dengan ibadah haji sebagai

pelaksanaan perintah Allah dan mengharapkan ridhaNya. Haji termasuk rukun Islam

kelima yang diwajibkan oleh agama dan sudah menjadi ketetapan di dalam Syari’at

apa bila ada orang yang mengingkari wajibnya maka ia jadi kafir dan murtad dari

Islam.57

Menunaikan ibadah haji ke Makkah wajib bagi tiap-tiap muslin yang sudah

baligh, berakal sehat dan ada kemampuan sekali seumur hidup (Q.S. Ali Imran/3 : 96-

97). Haji mempunyai empat rukun, yaitu ihram, tawaf, sa’i, dan wukuf di Arafah. Jika

salah satu dari empat rukun tersebut tidak dikerjakan maka hajinya tidak sah. Ihram

adalah niat untuk melaksanakan haji disertai dengan memakai pakain tidak berjahit

dan mengucapkan talbiyyah yang dimuali dari miqat. Tawaf adalah berjalan

mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali tanpa ada jeda, dan orang yang tawaf harus

56
Ibid. hal. 385-413
57
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia, 1990, Cet. 1, hal.
32

42
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

suci dan menutup aurat. Rukun haji yang ketiga adalah sa’i yaitu berjalan antara Safa

dan Marwa pulang pergi dengan niat ibadah, sa’i dilakukan setelah tawaf sebanyak

tujuh babak. Yang terakhir adalah wukuf di Arafah yaitu hadir di tempat yang

bernama Arafah sesaat atau lebih dengan niat wukuf sejak setelah dzuhur tanggal 9

Dzulhijjah hingga shubuh tanggal 10 Dzulhijjah. Setelah wukuf di Arafah diharuskan

menginap di Muzdalifah, melempar jumrah ‘aqabah dan menginap di Mina selama

tiga hari. Selain itu ada juga umrah yang pelaksanaannya sama dengan haji hanya

minus wukuf di Arafah.58

B. Muamalah

Yang juga termasuk dalam cakupan ajaran Syari’at Islam adalah hubungan

antara hamba dengan sesamanya dan hubungan dengan makhluk lain di

lingkungannya, atau yang dikenal dengan nama muamalah. Yaitu segala sesuatu yang

menyangkut hal-hal sesama manusia dan makhluk lain disekitarnya yang pada

umumnya ketentuan-ketentuannya bersifat global, dapat dikembangkan lebih lanjut

untuk mewujudkan kemaslahatan, keamanan dan ketentraman yang merupakan tujuan

utama dari Syari’at itu sendiri.59

58
Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 435-447
59
Mas’adi Sulthani," Sosialisasi Pemahaman Syari’at Islam", Media Da’wah, Loc. Cit.

43
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

1. Keluarga dan Pusaka (Nizhamul Usrah wal Mawarits)

Pernikahan merupakan bibit pertama dan cikal-bakal kehidupan masyarakat, dan

aturan yang bersifat alami bagi alam semesta serta sunnatullah untuk menjadikan

kehidupan semakin bernilai dan mulia. Pernikahan merupakan hubungan batin yang

hakiki, penuh kejujuran, kerja sama dalam kehidupan dan penuh kasih sayang untuk

membentuk keluaga yang baik.

Islam telah memotivasi kepada pernikahan dalam berbagai bentuk (Q.S. Ar-

Ra’ad/13 : 38), (Q.S. Ar-Rum/30: 21), (Q.S. An-Nahl/16: 72).60 Laki-laki Islam

boleh mengawini wanita Yahudi dan Nashrani (Q.S. Al-Maidah/5: 5), tapi dilarang

menikahi wanita musyrik, yaitu wanita yang menyembah selain Allah atau

mengingkari keberadaanNya (Q.S. Al-Baqarah/2: 221).

Sebelum melangsungkan pernikahan Allah Swt dan Rasul-Nya menganjurkan

untuk terlebih dahulu meminang, yaitu permintaan untuk menikah yang disampaikan

kepada pihak wanita dan walinya. Wanita yang boleh dipinang setidaknya memiliki

dua syarat: tidak ada halangan syar’i yang menghambuat pernikahan dan tidak ada

laki-laki lain yang telah meminangnya dengan sah. Islam juga mengharamkan

meminang wanita yang sedang menjalani iddah, baik iddah karena wafat maupun

karena talak. Ketika meminang laki-laki boleh melihat calon istrinya maupun

sbaliknya sebatas yang terbiasa terlihat yaitu wajah dan telapak tangan.61

60
Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Terj. Zainal Abidin,
Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I hal. 11-12
61
Ibid. hal. 35-39

44
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

1.1. Perceraian (Talak)

Talak ialah terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas seperti suami

berkata pada istrinya “engkau aku ceraikan” ataupun dengan bahasa sindiran.

Sedangkan istri yang cerai dari suaminya maka ia harus menebus dirinya dengan

sejumlah uang yang ia serahkan kepada suaminya, yang demikian ini disebut

khulu’.62

Ketika suatu masalah atau konflik menimpa kehidupan rumah tangga seorang

Muslim dimana suami tidak berdaya lagi memperbaiki istrinya, atau sebaliknya sang

istri tak mampu lagi meluruskan suaminya dimana segala media perdamaian telah

diupayakan tapi tidak bisa menyatukan mereka lagi maka Syari’at Islam menetapkan

hukum agar istri menyerahkan sebagian hartanya untuk menebus dirinya ataupun

suami diperbolehkan mentalak istrinya tentunya dengan cara yang ma’ruf (Q.S. Al-

Baqarah/2 : 229).63

Talak bisa jadi hukumnya wajib jika madharat yang menimpa salah satu dari

suami-istri tidak bisa dihilangkan kecuali dengan talak, karena Rasulullah Saw

bersabda kepada orang yang mengeluh pada baliau tentang keburukan akhlak istrinya,

“ceraikan dia.” (H.R. Abu Daud, hadis ini shahih). Talak juga bisa jadi diharamkan

karena menimbulkan madharat pada salah satu dari suami-istri dan tidak

menghasilkan manfaat yang lebih baik dari madharatnya atau manfaatnya sama

62
Abu Bakar Al-Jazairi, Op. Cit. hal. 605
63
Mawardi Noor, et. al., Garis-Garis Besar Syari’at Islam, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005,
Cet. 3. hal. 12

45
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dengan madharatnya.64 Jalan talak ini tidak lain sebagai upaya pengobatan sehingga

ia dapat diulang sampai tiga kali dalam periode yang berbeda. Maka dari itu, panjang

pulalah masa untuk berpikir kemungkinan untuk rujuk. Namun apabila setelah tiga

kali talak kemudian ingin rujuk kembali, maka pihak laki-laki harus melalui satu

syarat yakni setelah bekas istri dinikahi oleh laki-laki lain tanpa bermaksud tahlil

(penghalangan) lalu bercerai (Q.S. Al-Baqarah/2 : 228,230).65

1.2. Poligami

Poligami adalah beristri banyak. Sudah menjadi fakta histories bahwa fenomena

beristri banyak telah ada jauh sebelum datangnya Islam. Diriwayatkan dalam

perjanjian lama bahwa Nabi Daud mempunyai 100 orang istri dan nabi Sulaiman

mempunyai 700 orang istri serta 300 orang gundik.66 Demikian pula bangsa Persia

melakukan poligami dimana tidak ditemukan dalam tatanan sosial mereka suatu

aturan yang melarang poligami. Demikian halnya dengan tatanan yang berlaku bagi

bangsa Romawi, cukuplah kita ketahui bahwa Raja Saila telah mengawini empat

orang wanita dalam waktu yang sama, demikian pula Kaisar dan diikuti putranya

Bumbay.67

64
Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 598
65
Mawardi Noor, et. al. Op Cit. hal.12
66
Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema Insani Press,
2000, Jilid I, Cet. 6, hal. 683
67
Ahmad Al Hufy, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001, Cet. 1, hal.
45

46
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Islam datang dengan peraturannya tersendiri. Dalam hal ini pembatasan untuk

menikahi wanita maksimal empat orang serta mensyaratkan harus bisa berlaku adil

(Q.S. An-nisa /4:3). Islam adalah agama yang sesuai fitrah dan memperhatikan

kebutuhan pribadi serta masyarakat. Disamping itu, Islam juga memperhatikan

kekebutuhan dan kemaslahatan mereka secara keseluruhan. Diantara manusia ada

orang yang memiliki keinginan besar untuk mendapatkan keturunan tetapi istrinya

mandul, ada pula orang yang kuat nafsu seksualnya sedangkan istrinya tidak begitu

semangat terhadap laki-laki, dan ada kalanya pula jumlah wanita lebih banyak

daripada kaum laki-laki. Sehingga dalam kondisi seperti ini adalah merupakan

kemaslahatan bagi masyarakat dan bagi kaum wanita itu sendiri kalau mereka

dimadu.68

1.3. Harta Pusaka (waris)

Al-Qur’an telah menjelaskan jenis harta yang dilarang mengambilnya dan jenis

harta yang boleh diambil dengan jalan yang baik. Diantara harta yang halal untuk

diambil ialah harta pusaka atau dikenal dengan harta waris. Didalam Al-Qur’an dan

hadis telah diatur cara pembagian harta waris dengan seadil-adilnya (Q.S. Al-

Baqarah/2: 188), (Q.S. An-Nisa/4: 11).69

Hak memperoleh warisan dalam Islam diatur berdasarkan: pertama, nasab, yaitu

kekerabatan. Artinya ahli waris ialah ayah dari pihak yang diwarisi, atau anak-

68
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi, Jakarta : Rabbani
Press, 2000, Cet. 1, hal. 215-216
69
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. 38. hal. 346

47
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

anaknya, dan jalur sampingnya seperti saudara dan anak-anak mereka (Q.S. An-

Nisa/4: 11,33). Kedua, pernikahan, yaitu akad yang benar terhadap istri kendati

suaminya belum menggauli dan berduaan dengannya (Q.S. An-Nisa/4: 12). Suami-

istri bisa saling mewarisi dalam talak raj’i dan talak tiga jika suami mentalak istrinya

ketika ia sakit dan meninggal dunia karena sakitnya tersebut. Ketiga, wala’, yaitu

memerdekakan budak laki-laki atau perempuan, dan dengan ia memerdekakannya

maka kekerabatan budak tersebut menjadi miliknya. Keempat, hubungan Islam.

Orang meninggal yang tidak memiliki ahli waris maka yang menjadi ahli warisnya

adalah kaum Muslimin. Sedangkan seseorang terhalang mendapatkan warisan

disebabkan kekafiran, pembunuhan dan perbudakan.70

Harta peninggalan yang dibagi-bagikan menurut prinsip pewarisan adalah harta

sisa setelah dibayarkan hutang, biaya pengurusan mayit, zakat dan wasiatnya. Adapun

wasiat tidak boleh melebihi dari sepertiga harta peninggalan.

2. Harta dan Perniagaan (Al-Amwal wal Mubadalat)

a. Harta Dalam Pandangan Islam

Sikap Islam terhadap harta adalah bagian dari sikapnya terhadap kehidupan

dunia. Dalam memandang dunia, Islam selalu bersikap pertengahan dan seimbang.

Islam menSyari’atkan agar manusia menikmati kebaikan dunia. Kehidupan ekonomi

yang baik adalah rangsangan bagi jiwa dan sarana berhubungan dengan Allah.
70
Abu Bakar Al-Jazairi, Op Cit. hal. 624-626

48
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Menurut Islam, harta adalah sarana untuk memperoleh kebaikan, sedangkan segala

sarana untuk memperoleh kebaikan adalah baik. Harta dalam konteks Al-Qur’an

adalah suatu kebaikan (QS. Al-Adiyat/100:8, Al-Baqarah/2:215, 180).71

b. Sumber dan Pemamfaatan Harta

Allah memerintahkan manusia untuk menjadikan aqidah Islam sebagai dasar

penguasaan di alam dan kekhalifahan di muka bumi untuk memakmurkan dan

mengembangkannya demi menampakan rahmat dan nikmat Allah kepada seluruh

alam (QS. Albaqarah/2: 29).

Dalam mencari dan mengumpulkan harta, Islam memerintahkan agar dilakukan

dengan berbagai cara, yaitu: perdagangan (QS.Al-Quraisy/106: 1-4), pertanian

(QS.Abasa/80: 24-32), perindustrian seperti besi (QS.Al-Hadid/57:25), tekstil

(QS.Al-A’raf/7:26), properti (QS.An-Naml/27:44). Ini semua dilakukan dengan cara

yang ma’ruf. Islam tidak menghendaki adanya kecurangan-kecurangan dalam

melakkukan pekerjaan tersebut. Islam melarang pencarian harta dengan merugikan

orang lain, mencuri, merampok, mengemis, riba dan mengganggu keamanan serta

perdagangan yang merusak akal dan kesehatan seperti khamr.72

71
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn, Jakarta: Gema Insani
Press, 1997, Cet.2, hal.74
72
Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 22

49
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Dalam memanfaatkan harta, Islam menganjurkan untuk digunakan secukupnya

dalam menginfakan di jalan Allah. Menjauhi kemewahan, tidak boros, tidak kikir

tetapi sewajarnya (QS.Al-Baqarah/2:3, Al-Maidah/5: 87).73

c. Jaminan Kebebasan Ekonomi

Setiap Ulil Amri dalam masyarakat Islam harus bersungguh-sungguh

mewujudkan kemanfaatan terhadap umat dari usaha-usaha ekonomi. Peranan tersebut

terutama mencakup empat macam tindakan: (1) menjamin kesesuaian dengan kode

etik Islam dari tiap pribadi lewat pendidikan, dan bila perlu lewat paksaan. (2)

Menciptakan kondisi sehat dalam pasar guna menjamin fungsinya yang baik. (3)

Perbaikan penyediaan sumber-sumber dan distribusi pendapatan yang diakibatkan

oleh mekanisme pasar dengan bimbingan dan peraturan maupun campur tangan

langsung. (4) Mengambil langkah-langkah positif dibidang produksi dan

pembentukan modal guna mempercepat pertumbuhan dan menjamin kleadilan

sosial.74

d. Etika Jual Beli

Yang membedakan Islam dan materialisme ialah bahwa Islam tidak pernah

memisahkan ekonomi dan etika seorang Muslim baik individu ataupun kelompok.

Dalam lapangan ekonomi atau bisnis, disatu sisi Islam memberikan kebebasan untuk

73
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op. Cit. hal. 135
74
Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M. Saefuddin, Jakarta:
Media Da’wah, 1986, Cet. 1, hal. 42-43

50
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

mencari keuntungan sebesar-besarnya. Namun disisi lain, ia terikat dengan iman dan

etika sehingga ia tidak bebas mutlak dalam membelanjakan hartanya.75

Nabi Muhammad diutus ditengah-tengah bangsa Arab yang telah memiliki

bermacam-macam model jual beli dan melakukan tukar menukar. Kemudian Nabi

membenarkan sebagiannya, dan melarang sebagian yang lain karena tidak sesuai

dengan tujuan dan jiwa Syari’at Islam. Larangan ini berkisar pada beberapa sebab,

antara lain karena membantu kemaksiatan, ada unsur penipuan, karena adanya

tindakan zalim oleh salah satu pihak yang mengadakan transaksi dan sebagainya.76

Penipuan adalah akar kehancuran umat terdahulu, seperti kaum Nabi Syu’aib

yang suka menipu takaran/timbangan.(QS. Al-A’raf/7:85, Al-Muthaffifin/83:1-6).

Sementara pengeksploitasian kesempitan orang lain merupakan pangkal timbulnya

riba (QS. Al-Baqarah/2:275,278-279). Prinsip jual beli dalam Islam adalah saling

menolong dan menguntungkan (QS. Al-Baqarah/2: 261-280).

3. Hukuman (Al-‘Uqubat)

Hukuman syar’i adalah zawajir (pencegahan) yang disiapkan Allah Swt untuk

menghalangi terjadinya kasus pelanggaran terhadap sesuatu yang dilarang Allah dan

mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya. Hal itu dikarenakan dominasi syahwat

manusia membuat diri lupa akan ancaman akhirat. Oleh karena itu Allah Swt

75
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Op Cit. hal. 51
76
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Op Cit. hal 293

51
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

membuat hukuman-hukuman yang akan membuat pelaku-pelaku maksiat berhenti

dari kejahatannya, sembari mengingatkan mereka akan sakitnya hukuman dan

menkut-nakuti mereka dengan siksa yang menyakitkan. Ini semua agar hal-hal yang

diharamkan Allah Swt dijauhi dan kewajiban-kewajiban yang Dia perintahkan

diikuti, hingga kemudian kemaslahatan menyebar rata, dan taklif (perintah)

dikerjakan dengan sempurna.77

Islam menSyari’atkan bentuk hukuman di dunia dalam dua jenis, yaitu An-

Nashiyah (bentuk hukuman yang sudah ada nash-nya) dan at-Tafwidhiyah (bentuk

hukuman yang ditetapkan menurut keputusan hakim). Tujuan keduanya adalah:

pertama, mempersiapkan manusia untuk menjadi warga yang baik dan produktif bagi

pembinaan kesejahteraan masyarakat. Kedua, memberikan kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat yang akan terwujud bila ada jaminan atas hal-hal individu dan

masyarakat dengan cara seadil-adilnya, dengan saling berwasiat dalam kebaikan dan

mencegah kejahatan.

Dengan demikian sasaran yang ingin dicapai oleh Syari’at Islam melalui

penetapan hukuman di dunia adalah memperbaiki dan mendidik jiwa serta

mengupayakan terwujudnya kebahagiaan masyarakat. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

rahimahullah mengatakan;” dimana terdapat kemaslahatan dan kepentingan umum,

disanalah terdapat Syari’at.”78

77
Imam Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara
dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah, 2006, Cet. 2. hal. 362

52
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Objek hukuman atau kejahata-kejahatan yang dapat dikenai hukuman Syari’at

(hudud) ialah:

3.1. Murtad
Murtad adalah tindakan seorang Muslim, baik dengan perkataan maupun

perbuatan yang secara tabiat (umumnya) bisa mengakibatkannya menjadi kafir.

Seperti menghalalkan sesuatu yang haram hanya berdasar ta’wil, menolak Syari’at

Islam dan menggantinya dengan hukum ciptaan manusia. Jadi pada dasarnya murtad

adalah pengingkaran terhadap hal-hal yang sudah diketahui berupa kewajiban-

kewajiban agama atau melakukan sesuatu yang bersifat meremehkan dan

mendustakan agama.

Hukum bagi orang-porang yang murtad adalah dihapuskan amal-amalannya, dan

kelak dihari Kiamat kekal dalam Neraka (Q.S. Al Maidah/5: 54, Al-Baqarah/2: 217).

Sedangkan hukuman di dunia adalah hukuman mati, sebagaimana kesepakatan para

Fuqaha berdasarkan hadis rasulullah Saw; “Barang siapa mengganti agamanya maka

bunulah dia.” (H.R. Bukhari). Meskipun demikian, sebagian ulama mengatakan

sebelum dilakukan hukuman mati harus terlebih dahulu diberi kesempatan untuk

bertaubat.79

3.2. Berzina dan Menuduh Zina (Qadzaf)

78
Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishas Pembalasan yang Hak, Jakarta: Khaerul
Bayan, 2003, Cet. 1. hal. 9-10
79
Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga
Kajian Syari’at Islam, 2005.

53
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Zina ialah tindakan seorang laki-laki memasukkan kemaluannya kedalam vagina

wanita seperti masukknya batang pemoles celak mata kedalam botolnya, atau seperti

masuknya tali timba kedalam sumur atau seperti seorang suami menggauli istrinya

yang dihalalkan oleh Allah Swt. (berdasarkan Hadis yang diriwatkan Abu daud dan

Ad-Daru Quthny).80

Syari’at Islam menetapkan hukuman bagi pezina yang sudah pernah menikah dan

telah melakukan persetubuhan dalam pernikahan itu (Muhshan) dengan rajam yaitu

dilempar dengan batu yang ukurannya paling besar sekepalan tangan sampai mati.

Sedangkan hukuman bagi pezina yang belum menikah atau sudah menikah tetapi

belum persetubuhan dalam pernikahan itu (gairu Muhshan) didera 100 kali dan

diasingkan selama satu tahun (Q.S. An-Nisa/4:15, An-Nur/24:2-3).

Adapun penuduh zina yang tidak bisa mendatangkan empat orang saksi maka

didera 80 kali dan kesaksiannya tidak boleh diterima selamanya (QS. An-Nur/24: 4-

9). Suami atau istri yang menuduh pasangannya melakukan zina, keduanya

melakukan Al-Li’an (sumpah yang dibuat oleh suami atau istri terhadap pasangannya

dan ditolak pula dengan sumpah) di depan hakim yang mengakibatkan perceraian

selamanya bagi mereka.81

3.3. Mencuri (Sarîqah) dan Terorisme (Hirabah)

80
Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya, Jakarta:
Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2, hal. 10-11.
81
Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan Informasi
Majelis Mujahidin Indonesia, 2005, hal. 9-10.

54
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Mencuri adalah suatu tindak kejahatan mengambil harta orang lain dengan cara

sembunyi, baik dari pandangan pemilik harta yang dicuri atau dari pihak lain menurut

anggapan orang yang mencurinya. Mencuri jelas perbuatan haram dan termasuk dosa

besar (QS. Al-Mumtahana/60:12).

Pelaku kejahatan pencurian baik laki-laki maupun perempuan dikenai hukuman

potong tangan bila telah memenuhi syarat-syaratnya berupa jumlah barang yang

dicuri sampai nishabnya senilai ¼ dinar emas atau 3 dirham perak. Tingkatan

hukuman pelaku sariqah adalah: Untuk kejahatan pertama dipotong tangan kanannya.

Kejahatan kedua dipotong kaki kirinya. Kejahatan ketiga dipotong tangan kirinya.

Untuk kejahatan keempat dipotong kaki kanannya. Dan untuk kejahatan kelima

dihukum mati (QS. Al-Maidah/5:33).82

Adapun yang dimaksud kejahatan terorisme atau pelanggaran ketentraman umum

(hirabah) didefinisikan oleh para ulama sebagai tindakan seseorang yang mengambil

barang orang lain dengan cara anarkis dan menimbulkan suasana yang mencekam,

semisal megambil harta lalu membunuh orangnya. Sementara ulama lainnya

berpendapat bahwa cukuplah seseorang itu dikatakan melakukan tindakan hirabah

apabila membuat suasana mencekam atau membuat orang lain takut keluar rumah.

Dan hukuman terhadap pelaku kejahatan hirabah ini ada empat macam yaitu: hukum

bunuh, hukum bunuh dengan salib, hukum potong tangan dan kaki secara bersilang,

dan hukuman dengan diasingkan. Dalam hal pemilihan hukuman terhadap seorang

82
Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta
: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2.

55
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

muharib terdapat perbedaan dikalangan fuqaha, ada yang mengatakan bahwa seorang

imam atau qadi boleh memilih salah satu dari empat hukuman tersebut untuk

dilaksanakan terhadap seorang muharib (QS. Al-Maidah/5:33).83

3.4. Minum Khamr (Syurb)

Kharm adalah segala minuman atau sejenisnya yang menyebabkan peminum atau

pemakainya dapat mabuk karenanya atau tidak sadar alias hilang akal sehatnya. Salah

satu jenis khamr adalah miras, bahkan sebagian ulama memasukkan narkoba karena

sejenis dengan miras.

Pelaku kejahatan mengkonsumsi khamr ini dikenakan hukuman cambuk minimal

40 kali dan maksimal 80 kali (Q.S. Al-Maidah/5:90-91). Bagi peminum khamr lebih

dari tiga kali maka hukumannya tidak lagi dicambuk, melainkan harus dihukum mati

(dipancung). Demikian pula dengan pihak-pihak yang terkait seperti penjual atau

pengedar maka mereka ini dihukum sama dengan peminum atau penggunanya.84

3.5. Membunuh, Melukai Tubuh

Pelaku pembunuhan dengan sengaja (qatlu al-‘amd) dan telah dibuktikan

berdasarkan saksi yang cukup maka dikenakan hukuman qishash, yaitu dibunuh pula.

Sementara itu penyebab kematian karena salah sasaran (qatlu syibhi al-‘amd)

dikenakan hukuman dengan membayar diyat kepada wali korban dan tambahan

hukuman ta’zir. Sedangkan pembunuhan karena tidak sengaja maka dia pun

83
Fauzan Al-Anshari dan Halawi Makmun, Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at
Islam, 2005, hal. 16-18, 35.
84
Disarikan dari : Fauzan Al-Anshari dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Konsumen Miras
dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

56
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

membayar diyat kepada wali korban dan bisa dikenakan hukuman ta’zir. Adapun

melakukan kecederaan atau menghilangkan anggota tubuh seseorang maka dihukum

dengan qishash yaitu kecederaan yang sama dengan yang dilakukannya.

Meskipun Islam telah menetapkan hukum qishash, tetapi Islam tidak

memandangnya sebagai kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan. Bagi korban atau

ahli warisnya, Islam memberi alternhatif berupa menuntut qishash atau memberi

maaf. Bentuk pemaafan bisa berupa denda atau damai, boleh juga dengan memaafkan

sama sekali tanpa konpensasi apapun, dan memaafkan itu lebih baik dalam

pandangan Allah (QS. Al-Baqarah/2:178, Al-Maidah/5:45, Al-Isra/17:33).85

3.6. Hak Allah dan Hak Hamba

Kejahatan-kejahatan yang oleh Syari’at Islam telah dinashkan hakikat dan

hukumnya dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak Allah, yakni yang berkaitan

dengan kehormatan agama dan keturunan. Sedangkan kejahatan yang berkaitan

dengan kehormatan jiwa dan anggota tubuh manusia disebut pelanggaran hak hamba.

Hukum terhadap pelanggaran hak Allah disebut Hudud (Had) (QS. Al-

Baqarah/2:187, 229-230, An-Nisa/4:12,13, Al-Mujadilah/58:4). Adapun hukum

pelanggaran terhadap hak hamba disebut Qishash (Q.S Al-Baqarah/2:178-179, Al-

Maidah/5:48).86

3.7. Ta’zir

85
Disarikan dari : Abdurrahman Madjrie dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak,
Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.
86
Mawardi Noor, et. al. Op. Cit. hal. 28.

57
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Ta’zir menurut bahasa berarti mencegah atau menolong sedangkan ta’zir

menurut istilah syar’i adalah hukum yang diSyari’atkan atas tindakan maksiat atau

tindakan kejahatan lainnya yang tidak ada ketentuan hududnya atau kifaratnya.

Kemaksiatan itu baik terhadap hak Allah seperti meninggalkan shalat lima waktu,

maupun kemaksiatan terhadap hak manusia seperti mencuri yang nilainya yang

kurang dari satu nishab.

Yang berhak menetapkan dan melaksanakan hukum ta’zir adalah Waliyul Amri

atau wakilnya, bentuknya bisa berupa pemukulan atau penahanan yang menurut

hakim sepadan dengan kejahatannya.87

4. Akhlak Islami

Secara etimotogi kata ”akhlak” berasal dari akar bahasa Arab "khuluk" yang

berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fithrah, naluri dan lain-lain. (Lisanul ’Arab 1/889-

892). Secara epistemologi Syar'i, kata akhlak adalah seperti yang dikatakan oleh Al

Ghozali yaitu, sesuatu yang menggambarkan tentang perilaku seseorang yang

terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya keluar perbuatan secara mudah dan

otomatis tanpa terpikir sebelumnya. Jika perilaku dibenarkan oleh akal dan syariat

maka ia dinamakan akhlak yang mulia, namun jika sebaliknya maka ia dinamakan

akhlak yang tercela.

Demensi akhlak yang mulia dalam Islam mencakup beberapa hal ; Pertama,

Akhlak kepada Allah Swt dengan cara mencintai-Nya, mensyukuri nikmat-Nya, malu
87
Ibid, hal. 30.

58
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

kepada-Nya untuk berbuat maksiat, selalu bertaubat, bertawakkal, takut akan adzab-

Nya dan senantiasa berharap akan rahmat-Nya. Kedua, akhlak kepada Rasulullah

Saw dengan cara beradab dan menghormatinya, mentaati dan mencintai beliau,

banyak menyebut nama beliau, menerima seluruh ajaran beliau, menghidupkan

sunnah-sunnah beliau dan lebih mencintai beliau daripada diri kita sendiri serta

keluarga kita. Ketiga, akhlak terhadap Al-Qur`an dengan cara membacanya dengan

khusyuk, tartil dan sesempurna sambil memahaminya, menghapalnya dan

mengamalkannya dalam kehidupan riil. Keempat, akhlak kepada makhluk Allah Swt

mulai diri sendiri, orangtua, kerabat, handaitaulan, tetangga dan sesama mukmin

sesuai dengan tuntunan Islam. Kelima, akhlak kepada orang kafir dengan cara

membenci kekafiran mereka, tetapi tetap berbuat adil kepada mereka berupa

membalas kekejaman mereka atau memaafkannya dan berbuat baik kepada mereka

secara manusiawi selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat Islam serta

mengajak mereka kepada Islam. Keenam, akhlak terhadap makhluk lain termasuk

menyayangi binatang yang tidak mengganggu, menjaga tanaman dan tumbuh-

tumbuhan dan melestarikannya.

Prinsip-prinsip Akhlakul Karimah

Akhlak Islam adalah akhlak Nabi yang bersumber dari Al Qur’an. Beberapa

prinsip yang membedakan akhlak Islam dengan akhlak yang lainnya (etika atau

moral) adalah sebagai berikut :

1. Kebaikannya bersifat absolut, karena kebaikan yang terkandung dalam akhlak


Islam merupakan kebaikan yang haqiqi, baik untuk individu maupun untuk

59
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

masyarakat di dalam lingkungan, keadaan, waktu dan tempat.


2. Kebaikan akhlak Islam bersifat universal, karena merupakan kebaikan untuk
seluruh umat manusia disemua zaman dan tempat.
3. Akhlak Islam bersifat abadi, tidak berubah-ubah menurut keadaan waktu,
tempat dan lingkungannya.
4. Kebaikan yang ada dalam akhlak Islam merupakan hukum yang harus
dilaksanakan, sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang
tidak melaksanakannya.88
Beberapa akhlak penting yang harus dimiliki oleh setiap Muslim antara lain:

a. Malu

Rasa malu merupakan bagian akhlak Nabi Saw yang harus dijadikan teladan

bagi kaum Muslimin. sifat pemalu menurut pengertian para ulama selalu bertolak

kepada sifat-sifat tercela, pantang menolak kebenaran dan takut mengkebiri hak-hak

orang lain. Selalu melakukan kebaikan dan menghargai pelaku kebaikan. Umron bin

Hashin r.a. mengatakan bahwa rasulullah Saw bersabda:

“sifat pemalu itu tidak mendatangkan sesuatu apapun kecuali


kebaikan”.(Muttafaqun alaih).

Setiap Muslim malu kepada manusia, sehingga tidak menginginkan auratnya

terbuka. Untuk itu lebih pantas lagi bagi manusia untuk malu kepada Allah Yang

Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Nabi Saw bersabda; “Maka Allah lebih berhak

untuk manusia malu kepada-Nya daripada manusia malu kepada orang lain.” (H.R.

88
Pusat Informasi dan Komunikasi Indonesia. Website:http://www. Al- Islam.org/19 Oktober
2006

60
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Bukhari) 89.

b. Tawadhu’

Lawan takabbur adalah tawadhu’ (rendah hati). Setiap mukmin hendaknya

selalu rendah hati baik di hadapan Allah maupun di depan manusia. Sikap yang

demikian ini menyebabkan akan diangkatnya derajat manusia dihadapan Allah.

Rasulullah bersabda yang artinya :

“sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikaf tawadhu’,


sehingga setiap kalian tidak angkuh terhadap yang lain, dan tidak salaing
menindas.”(HR Muslim)90.

c. Sabar

Sabar dalam segala kondisi dan situasi merupakan kemenangan dan

kebahagiaan bagi hamba Allah Swt. Sabar termasuk sebagian dari iman. Dengan

kesabaran manusia akan sampai kepada tujuan yang diinginkannya.

Adapun bentuk-bentuk kesabaran yaitu:

1. Sabar dalam suka dan duka. Sabar seperti ini dijelaskan oleh rasulullah Saw dalam

salah satu hadisnya:

“Keistimewaan orang mukmin itu karena semua urusannya selalu baik dan hal
itu tidak terdapat pada orang lain. Apabila ia mendapat nikmat dan dia
bersyukur maka baginya kebaikan. Tatkala ia ditimpa musiba dan dia bersabar,
maka kebaikan pulalah baginya.(HR. Muslim)

89
Muhammad Ali Hasyimi, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim Basyarahil,
Jakarta: Gema Insani Press, 1999, cet 13. 29
90
Ibid. hal. 85

61
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2. Sabar dalam taat. Firman Allah Swt:

“…Maka sembalah Allah dan berteguh hatilah dalam beribadah Kepada-


Nya….”(Q.S. Maryam/: 65)

3. Sabar dalam menghadapi cobaan. Firman Allah Swt :

“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar.”(Al-Baqarah/2:155)

4. Sabar dalam bergaul dengan sesama manusia. Firman Allah;

“…Dan kami jadikan sebagian kamu cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah
kamu bersabar?;dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.”(Q.S. Al-Furqan/: 20).91

5. Perdata dan Pidana (Al-Masuliyah Madaniyah wal Jinayah)

Petunjuk Syari’at Islam dalam hal muamalah sudah sangat jelas dengan

tujuannya yaitu untuk mencapai sebuah kemaslahatan, tata tertib hak, serta

peningkatan taraf hidup. Oleh sebab itu sebagian besar Syari’at Islam ditetapkan

dalam bentuk ketentuan-ketentuan umum. Darinya ditarik rincian aturan yang

diserahkan kepada para pemikir (Mujtahid) Islam disetiap waktu dan tempat.92

a. Pertanggungjawaban Perdata

91
Majdi Al-Hilali, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani Press, 2000,
Cet. 2, hal. 54
92
Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 47

62
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Dalam fikih Islam, kata dhaman (jaminan) atau tadhmin (hal yang mewajibkan

jaminan) mungkin lebih mendekati pengertian yang dimaksud dengan kata-kata

mas’uliyah madaniyah (pertanggungjawaban perdata) yang terdapat dalam kitab-

kitab hukum modern. Pewajiban jaminan atas seseorang mengandung arti pengenaan

hukuman atasnya untuk membayar ganti rugi yang diderita orang lain akibat

perbuatannya. Pembayaran ganti rugi itu ada dua macam, yaitu: yang sudah

dijelaskan nashnya dalam Syari’at, misalnya diyat (denda) dan irsy (ganti rugi); dan

yang tidak dijelaskan nash-nya dalam Syari’at, yang keputusannya diserahkan kepada

hakim.93

Tanggungjawab perdata baru ada jika telah terjadi kerusakan yang ditimbulkan

karena pelanggaran atas suatu hak orang lain yang sudah jelas. Para fuqaha membagi

hak kepada hak Allah dan hak hamba. Hak Allah merupakan sesuatu yang

manfaatnya berlaku umum dan tidak boleh digugurkan (QS. Al-Maidah/5;95),

sedangkan hak hamba adalah sesuatu yang bertalian dengan kepentingan khusus

seseorang dan pelanggaran atas hak ini boleh digugurkan pemiliknya atau ia

menuntutnya (QS. An-Nisa/4:92).

Pengambilan harta orang lain dengan cara kekerasan dan tanpa ijin, sehingga

benda itu menjadi rusak. Maka menjadi kewajiban orang yang merampas itu untuk

mengembalikan (menggatinya). Inilah prinsip pertanggungjawaban yang timbul dari

penguasaan harta secara paksa (perampasan). Kemudian mengenai tabib (dokter)

yang mengobati orang lain, padahal ia tidak ahli dalam pengobatan sehingga
93
Ibid, hal. 48

63
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

pengobatannya justru mengakibatkan kerusakan. Dalam hal ini Nabi Saw

bersabda:”Barangsiapa melakukan pengobatan, padahal ia tidak memiliki

pengetahuan tentangnya, maka ia bertanggungjawab (atas perbuatannya itu).” (HR.

Abu Daud, Nasai, Ibnu Majah).

Pendek kata, Nabi Saw bersabda: “Tidak ada kerusakan kerugian) dan tidak

pula menimbulkan kerusakan .” Ini menjadi kaidah umum bagi pelaksanaan hukum

mengenai pertanggungjawaban perdata dan penuntutan atas pelanggaran. Karena itu

para fuqaha berkata; ”kerugian harus ditiadakan’, “Kerugian harus ditolak sejauh

mungkin”, “Kerusakan yang bersifat khusus (bagi orang tertentu) boleh dilakukan

dalam upaya menghindarkan kerugian yang bersifat umum (bagi orang banyak)”.94

b. Pertanggungjawaban Pidana

Jarimah (pidana, jinayah dan delik) didefinisikan sebagai larangan-larangan

hukum yang diberikan Allah, dimana pelanggarannya membawa hukuman berasal

dari ketentuanNya. Larangan hukum memiliki arti, melakukan perbuatan yang

dilarang atau tidak melakukan suatu perbuatan yang diperintahkan Syari’at. Dengan

demikian tindak pidana adalah hanya merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh

Syari’at.95

Jarimah dibagi menjadi tiga, yaitu jarimah hudud, jarimah qishash, jarimah

ta’zir. Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam hukuman hudud, yaitu hukuman

94
Ibid, hal. 50
95
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press & Grafika, 2001,
Cet 2. hal. 132

64
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

yang telah ditentukan macam dan jumlahnya yang menjadi hak Allah. Yang tidak

bisa dihapuskan baik oleh perseorangan (korban) maupun masyarakat yang diwakili

oleh negara. Termasuk jarimah hudud adalah zina, qadzab (menuduh orang lain

berzina), (Q.S. An-Nur/24: 2,4), minum minuman keras (Q.S. Al-Maidah/5:90-91),

mencuri (QS. Al-Maidah/5:38-39), hirabah (QS. Al-Maidah/5:33), murtad (QS. Al-

Baqarah/2: 217) dan pemberontakan.

Jarimah Qishash-diyat, ialah perbuatan-perbuatan yang diancam hukuman

qishash atau hukuman diyat, yaitu hukuman yang telah ditentukan batasannya. Akan

tetapi korban bisa juga memberi maaf, dimana hukuman tersebut dapat terhapuskan.

Termasuk dalam katagori jarimah adalah pembunuhan sengaja (al-qathl al-‘amdu),

pembunuhan semi sengaja (al-qathl syibhu al-‘amdi), pembunuhan tidak sengaja (al-

qathl al-khatha’), penganiayaan sengaja (al-jahr al-‘amdu), penganiayaan tidak

sengaja (al-jahr al-khatha’),(QS. Asy-Syura/42: 40).

Jarimah Ta’zir, pengertian ta’zir adalah memberi pengajaran, dalam hukuman

ini Syari’at tidak menentukan macam-macam hukuman untuk tiap jarimah, tetapi

hanya menyebutkan sekumpulan hukuman dari seringan-ringannya sampai seberat-

beratnya, jadi hakim diberi kebebasan untuk menentukan dan memilih hukuman yang

sesuai untuk diterapkan terhadap seseorang. Termasuk dalam bentuk jarimah ta’zir

adalah riba, korupsi dan sebagainya.96

96
Buletin Dakwah, No. 29 tahun XXIX, 19 Juli 2002

65
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

6. Keumatan (Al-Ummatu fil Islam)

a. Penegakkan Imamah

Pengangkatan imam (Khalifah) hukumnya wajib berdasarkan Syari’at. Allah Swt

berfirman:

óΟä3ΖÏΒ Í÷ö∆F{$# ’Í<'ρé&uρ tΑθß™§9$# (#θãè‹ÏÛr&uρ ©!$# (#θãè‹ÏÛr& (#þθãΨtΒ#u tÏ%©!$# $pκš‰r'‾≈tƒ

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allsh dsn tsstilsh rasul dan ulil amri
diantara kalian.”(QS. An-Nisa/4:59)

Jika imamah telah diketahui sebagai hal yang wajib menurut Syari’at, maka

status wajibnya adalah fardu kifayah seperti mencari ilmu.97

b. Sistem Kepemimpinan dalam Islam

Kepemimpinan dalam Islam dipimpin oleh seorang Khalifah atau Amirul

Mukminin. Ia adalah seorang pemimpin yang diangkat oleh kaum Muslimin dngan

persyaratan tertentu sesuai dengan Syari’at Islam untuk memimpin mereka

menegakkan Syari’at Islam.

Ada empat sendi kekuatan terpenting yang menjadi ciri dan tugas pokok dan

sistem kekhalifahan tersebut, yaitu: Pertama, Menegakkan persaudaraan seagama

(Al-Ukhuwah Ad-Dîniyah). Sistem kekhalifahan tidak memandang perpedaan bangsa,

suku, ras sebagaimana lazimnya dikenal manusia sebagai “negara”. Islam berada

jauh diatas semua itu. Disini Islam bermaksud mempersatukan manusia dengan

97
Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 1-2

66
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

aqidah yang menjadi panutan seluruh manusia berdasarkan keimanan. Aqidah inilah

yang menjadi alat pemersatu yang mengikat mereka (QS. Al-Hujurat/49:10; Al-

Mujadalah/58:22; Ali Imran/3:103). Kedua, Memberikan jaminan sosial. Jaminan

sosial merupakan konsekwensi logis dari kewajiban-kewajiban persaudaraan.

Jaminan ini meliputi dua segi, yaitu material dan moral. Material yakni saling tolong

meolong dalam bidang materi, sedangakan moral, yakni saling menasehati dalam

kebaikan dan taqwa (QS. Ali Imran/3:104; At-Taubah/9:71). Ketiga, Menjalankan

sistem musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu sendi terbentuknya

pemerintahan yang baik, karena ia adalah jalan untuk melihat kebenaran, mengetahui

pendapat yang matang dan diperintahkan oleh Syari’at (QS. Ali Imran/3:159; An-

Nisa/4:59). Keempat, Menjamin keadilan. Di antara pilar kebahagiaan yang

senantiasa dicari dan diupayakan manusia adalah ketentraman atas hak-hak mereka

dan berlakuanya keadilan antara sesama manusia. (QS. Al-Maidah/5:8; An-

Nahl/16:90; Al-An’am/6:152).98

c. Ahlul Halli Wal Aqli

Ahlul Halli wal-Aqli adalah para ulama mujtahid dan para ahli yang menguasai

ilmu tauhid dan Syari’at. Dengan ilmu itu mereka dapat memilih dan menentukan

seorang khalifah. Mereka yang duduk dalam kategori ini harus memiliki kriteria-

kriteria yang legal, yaitu: (1). Adil dengan segala syarat-syaratnya. (2). Ilmu yang

luas, yang membuatnya mampu mengetahui siapa yng berhak menjadi imam sesuai

98
Mawardi Noor, et al. Op. Cit. hal. 56-58

67
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dengan kriteria-kriterianya. (3). Wawasan dan sikap bijaksana yantg membuatnya

mampu memilih siapa yag paling tepat menjadi imam dan paling efektif, serta paling

ahli dalam mengelola semua kepentingan.99

d. Tugas Kewajiban Imam

Pada dasarnya kewajiban dan tugas-tugas imam sangat banyak tapi meskipun

demikian dapat dibatasi pada dua tugas yang mencakup tugas-tugas lainnya, yaitu:

1. Menegakkan Syari’at Islam

2. Menangani urusan-urusan negara sesuai dengan batasan hukum-hukum Syari’at

Islam. Al-Mawardy berkata, ”kepemimpinan merupakan inti khilafah nubuwah untuk

menjaga agama dan mengatur kehidupan dunia.” Sedangkan Ibnu Taimiyah berkata,

”kepemimpinan negara merupakan khilafah yang berasal dari Allah untuk

mengaplikasikan Syari’at Allah.”

Di sini terlihat bahwa Syari’at Islam sudah menetapkan dasar tanggung jawab

seorang pemimpin Muslim terhadap kondisi rakyatnya (QS. Al-Maidah/5:48-49;

Shad/38:26).100

2.2. Peraturan Daerah

Sistem pemerintahan daerah yang berlaku, menempatkan kepala daerah sekaligus

sebagai pimpinan daerah otonomi dan perwakilan pemerintah pusat didalam

99
Imam Al Mawardi, Op Cit. hal. 3
100
Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Op. Cit. hal. 6-7

68
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

lingkungan pemerintahan daerah dan disebut kepala wilayah.101 Maka pada tingkat

daerah ini dikenal ada dua macam peraturan perundang-undangan yang mempunyai

sifat mengatur, yaitu Peraturan Daerah (selanjutnya disebut perda) dan Keputusan

Kepala Daerah.

Perda dan keputusan kepala daerah adalah peraturan perundang-undangan yang

dibuat untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah adalah

satuan pemerintahan teritorial tingkat lebih rendah yang berhak mengatur dan

mengurus sebagian urusan pemerintahan sebagai urusan-urusan rumah tangga daerah

yang bersumber pada otonomi dan tugas pembantuan.102

2.2.4. Pengertian Perda

Peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh

pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat

peraturan perundang-undangan daerah.103 Sedangkan perda menurut ketetapan MPR

tahun 2000 adalah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum diatasnya

dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan.104

101
Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah, Yogyakarta :
UII Press, 2005. Cet. 1. hal. 62
102
UUD 1945 Pasal 18, ayat 2: “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. M. Alfan Alfian
M, Ed. Bagaimana Memenangkan Pilkada Langsung?, Jakarta: Akbar Tanjung Institute, 2005, Cet. 1.
hal. 35-36
103
Abdul Latief, Op Cit. hal. 58
104
TAP MPR No. III Tahun 2000, Pasal 3, Ayat 7

69
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2.2.5. Landasan Pembuatan Perda

Perda merupakan implementasi sarana demokrasi dan sarana komunikasi timbal

balik antara perda dan masyarakat. Pembuatan perda memiliki perbedaan sifat

substansi materi sebab muatan perda dibuat kadang dalam rangka penyelenggaraan

otonomi, pembantuan maupun substansi perda sebagai penjabaran lebih lanjut dari

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Oleh karena perda adalah suatu perundang-undangan yang menjadi sarana

komunikasi dan demokrasi antara perda itu sendiri dengan masyarakat, maka

sekurang-kurangnya dalam penyusunan perda harus memiliki tiga landasan dalam

pembuatannya.105

Pertama, Landasan yuridis, yaitu landasan hukum yang menjadi dasar

kewenangan pembuatan perda, apakah kewenangan seorang pejabat atau badan

mempunyai dasar hukum yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

atau tidak. Dasar yuridis sangat penting dalam pembuatan perda karena akan

menunjukan adanya wewenang pembuat perda, kesesuaian bentuk atau jenis

peraturan perundang-unangan dengan materi yang diatur, mengikuti tata cara

tertentu,dan tidak bertetangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya.106

105
Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal Clavia
Fakultas Hukum Universitas 45 makassar, Vol. 5, No.2, 2004, hal 211
106
Tata urut perundang-undangan Republik Indonesia adalah: (1) UUD 45; (2) Ketetapan MPR
RI; (3) Undang-Undang. (4) Peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu); (5) Peraturan
pemerintah; (6) Keputusan Presiden; (7) Peraturan daerah.

70
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Kalau tidak, maka perturan perundang-undangan itu akan batal demi hukum atau

tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.107

Adapun dasar hukum pembentukan peraturan daerah adalah :

1. UUD 1945 Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B

2. UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah

3. Keputusan Presidan No. 44 tahun 1999 tentang tehnik penyusunan peraturan

perundang-undangan dan bentuk rancangan undang-undang dan peraturan

pemerintah dan rancangan keputusan presiden.

4. Keputusan Mentri Dalam Negri No. 21, 22, 23, dan 24 tahun 2003

5. Tata tertib DPRD propinsi atau kabupaten/kota108

6. UU No. 32 Tahun 2004

7. UU No. 10 Tahun 2004109

Kedua, Landasan Sosiologis (Sosiologische Gronsleg). Suatu perda dikatakan

mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuannya sesuai dengan keyakinan umum

atau kesadaran hukum masyarakat. Hal ini berarti bahwa perda yang dibuat harus

dipahami oleh masyarakat, sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat yang

bersangkutan. Pada prinsipnya hukum yang dibentuk harus sesuai dengan hukum

yang hidup (living law) dalam masyarakat, dan jika tidak sesuai dengan tata nilai,

107
Abdul Latief, Op Cit. hal.54-56
108
Peraturan Daerah dan Permasalahannya, website: http:// www.iri-indonesia.org/ 21 Februari
2006
109
Abdul Latief, Op Cit. hal.59

71
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

keyakinan dan kesadaran masyarakat tidak akan ada artinya. Tidak mungkin dapat

diterapkan karena tidak ditaati dan dipatuhi.

Ketga, Landasan Filosofis (filosofische Gronngslag). Pandangan hidup suatu

bangsa tiada lain berisi nilai-nilai moral dan etika yang pada dasarnya berisi nilai-

nilai yang baik dan tidak baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan cita-cita yang

dijunjung tinggi dari suatu daerah tertentu. Di dalamnya ada nilai kebenaran,

keadilan, kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik.

Perda dikatakan mempunyai landasan filosofis apabila rumusannya atau

normanya mendapat pembenaran, dikaji secara filosofis. Jadi, ia mempunyai alasan

yang dapat dibenarkan apabila sejalan dengan nilai-nilai yang baik.110

2.2.6. Muatan dan Mekanisme Penyusunan Perda

Peraturan daerah sebagai peraturan perundang-undangan ditingkat daerah untuk

menyelenggarakan pemerintahan daerah dibidang urusan rumah tangga daerah

berdasarkan asas desentralisasi dan asas pembantuan.111 Jadi pada prinsipnya perda

dibentuk untuk; Pertama, dalam rangka penyelenggaraan otonomi112, tugas

pembantuan dan penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih

110
Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal Clavia
Fakultas Hukum Universitas 45 makassar, Op Cit. hal. 218-219
111
Abdul Latief, Op Cit. hal. 148
112
Dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 22 Tahun 1999 disebutkan: Kewenagan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya. Penjelasan
ayat ini berbunyi antara lain: khusus dibidang keagamaan sebagian kegiatannya dapat ditugaskan oleh
pemerintah kepada daerah sebagai upaya meningkatkan keikut sertaan daerah dalam
mnumbuhkembangkan kehidupan beragama.

72
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

tinggi, Kedua, perda tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum, perda lain

dan peraturan perundang-undangan yang lain.113

Sedangkan mekanisme penyusunan perda dapat dilihat dalam penjelasan umum

UU No. 32 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kewenangan yang ada pada kepala

daerah dan DPRD mengandung pengertian bahwa pembentukan peraturan daerah

dilakukan bersama-sama. Inisiatif pembentukan perda dapat dilakukan kepala daerah

atau DPRD.114

Rancangan perda baik hasil prakarsa kepala daerah maupun prakarsa DPRD,

harus melalui beberapa tahapan pembahasan dalam lingkup DPRD,115 sampai

pengambilan keputusan persetujuan DPRD terhadap rancangan perda tersebut.

Pembahasan di DPRD biasanya diformat dengan tahapan pengantar eksekutif pada

sidang paripurna Dewan, pemandangan umum fraksi, pembahasan dalam PANSUS,

catatan akhir fraksi, persetujuan anggota DPRD terhadap draf raperda yang kemudian

disampaikan kembali oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan

sebagai perda. Penandatanganan perda yang telah disetujui dilakukan oleh kepala

Daerah dan ditandatangani-serta pimpinan DPRD.116

113
Syamsul Bachrie, “Keberadaan Peraturan Daerah dan Permasalahannya”, Jurnal Clavia
Fakultas Hukum Universitas 45 Makassar, Op Cit. hal. 220-222.
114
UU No. 32 tahun 2004, Pasal 140 ayat (1) menyebutkan, Rancangan perda dapat berasal dari
DPRD, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota.
115
UU No. 10 Tashun 2004 Pasal 40 ayat (11-14)
116
UU No. 5 Tahun 1974, Pasal 44 ayat (2).

73
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Dalam konsep hukum, perda tersebut telah mempunyai kekuatan hukum materil

terhadap pihak yang menyetujuinya sejak ditandatangani. Oleh sebab itu rumusan

hukum yang ada dalam raperda tersebut sudah tidak dapat diganti secara sepihak.

Pengundangan dalam lembaran daerah adalah tahapan yang harus dilalui agar

raperda mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada publik. Dalam konsep hukum,

maka draf raperda sudah menjadi perda yang berkekuatan hukum formal dan sudah

dapat diterapkan.117

117
Website: http://www.iri-indonesia.org/ 21 Februari 2006

74
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

BAB III

GAMBARAN UMUM DESA PADANG


DAN SUBSTANSI PERATURAN DAERAH SYARI’AT ISLAM

3.1. Gambaran Umum Desa Padang

3.1.1. Kondisi Sosial Budaya

Desa Padang merupakan pemekaran dari desa Dampang sekitar tahun 1980-an.

Saat ini tahun 2007 desa tersebut dipimpin oleh Andi Rukman sebagai kepala desa

dan telah menjabat selama 7 tahun.

Hampir semua warga desa Padang hidup derngan mata pencaharian sebagai

bertani atau berkebun karena sebagian besar lahan di desa Padang adalah areal

persawahan.

Kondisi sosial budaya masyarakat desa Padang yang mayoritas suku Bugis,

Makassar, masih sangat kental dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Satu

sama lain saling menolong dan memperhatikan sehingga hampir tidak ada masalah

yang tidak diselesaikan bersama. Bahkan hampir seluruh warga desa Padang satu

dengan yang lainnya saling kenal, sehingga ketika kita mencari seseorang di desa

Padang maka dengan mudah kita akan dapat menemukannya. Hal itu sebagaimana

diungkap penduduk setempat, H. Ramalang.118

Contoh lain yang dapat dilihat dari kondisi sosial warga desa Padang yang sangat

menonjol adalah seperti yang diceritakan A. Rukman selaku Kepala Desa Padang

118
H. Ramalang, Tokoh Masyarakat Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 31 Juli 2006

75
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

bahwa, sikap kepedulian terhadap sesama masyarakat sangat tinggi. Sebagai contoh,

bila ada seorang warga mengadakan suatu hajatan seperti walimahan, sunatan,

maupun kegiatan-kegiatan lainnya, maka warga lainnya tanpa diminta dengan suka

rela akan membantu baik itu berupa materi, tenaga, maupun pikiran. Mereka

senantiasa bekerja sama dalam segala hal.119

Dari segi tingkat pendidikan maka kondisi riil warga desa Padang masih sangat

rendah. Rata-rata mereka hanya mengenyam pendidikan tingkat SD, SLTP sampai

SMU. Sedangkan yang menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi hanya

beberapa orang saja. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pun

masih rendah. Ini dapat diketahui dengan banyaknya anak usia sekolah yang tidak

lagi sekolah dengan berbagai alasan.

3.1.2. Letak Geografis

Desa Padang adalah salah satu dari 20 desa/kelurahan yang ada di kecamatan

Gantarang kabupaten Bulukumba, berjarak kurang lebih 12 km dari ibu kota

Kabupaten Bulukumba. Desa Padang berbatasan dengan desa Dampang di sebelah

utara, sebelah timur dengan desa Bontoraja, sebelah selatan dengan desa Barombong,

dan sebelah barat dengan desa Bontomancinna. Luas wilayah desa Padang sekitar

1.108 km² yang meliputi 4 dusun dan terbagi dalam 10 RK/RW.

Jumlah penduduk desa Padang maencapai 3621 jiwa dan tersebar di empat dusun

yang ada di desa Padang yaitu: Dusun Palimassang 914 jiwa (243 KK), Dusun

119
Andi Rukman, Kepala Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 31 Juli 2006

76
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Borongcinranae 972 jiwa (271 KK), Dusun Bontobulaeng 697 jiwa (181 KK), Dusun

Mattoangin 678 jiwa (246 KK).

Wilayah desa Padang 100 persen berada di daerah perbukitan pada ketinggian

500 sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut dengan tingkat kemiringan

tanah 10-40 derajat. Terdapat satu aliran sungai yang terbentang membelah dua Desa

padang yang dapat mengairi sawah-sawah yang terdapat di desa Padang. Sementara

itu curah hujan cukup tinggi rata-rata di atas 1000 mm pertahun.120

3.1.3. Kondisi Pemahaman Agama

Sejak dulu desa Padang dan Kabupaten Bulukumba secara umum dikenal sebagai

daerah yang memiliki nuansa religius yang kental. Sentuhan ajaran Islam yang

dibawa oleh ulama besar dari Sumatra yang bergelar Dato’ Tiro di daerah Bulukumba

telah menanamkan kesadaran religius kepada masyarakat Bulukumba berupa

keyakinan untuk hidup zuhud, suci lahir batin, selamat dunia akhirat, dalam kerangka

tauhid ‘appasseuang (meng-Esakan Allah swt).121

Bahkan Kepala Desa Padang mengatakan bahwa dulu pada masa kemerdekaan

desa Padang merupakan tempat atau basis gerakan DI/TI yang dipimpin oleh Kahhar

Muzakkir, dan di desa ini pula sering dijadikan tempat pelaksanaan hukum hudud

bagi anggota DI/TI yang melakukan pelanggaran syari’at Islam.122

120
Sumber : Kantor Kecamatan Gantarang

121
Usman Jasad, Et. al., Membumikan Al-Qur’an di Bulukumba, Makassar : 2005. hal. 50

122
Andi Rukman, Op. Cit.

77
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Meskipun demikian bukan berarti masyarakat Desa Padang dari masa awal

masuknya Islam sampai sekarang tetap dalam ketaatan menjalankan ajaran

agamanya, bahkan sebelum adanya perda syaria’at Islam yang diterapkan Pemda

Kabupaten dan sebelum ditetapkannya Desa Padang sebagai salah satu desa

percontohan Muslim, kondisi pemahaman masyarakan terhadap ajaran agamanya

sangat memperihatinkan walaupun warga Desa Padang 100 persen beragama Islam.

Beberapa tokoh masyarakat dan tokoh agama (H. Abdul Malik, H.Ramalang, H.

Paremma, H. Leleng) mengatakan bahwa jika kita prosentasekan pemahaman dan

kemauan menjalankan ajaran agama oleh masyarakat antara sebelum dan sesudah

diterapkannya 4 perda syari’at ini atau sesudah ditetapkannya Desa Padang sebagai

desa Muslim maka prosentasenya dari 10 persen menjadi 70 persen.

Sebelum adanya perda yang bersifat mengikat itu, maka dapat digambarkan

kondisi sebagian besar warga Desa Padang dari kaum wanita tidak memakai hijab

ketika keluar rumah. Sementara itu terdapat banyak warga yang belum bisa membaca

Al-Qur’an, pencurian dan mabuk-mabukan di jalan maupun dirumah-rumah

penduduk masih bisa disaksikan setiap hari, dan kemauan warga untuk hadir di

masjid mengerjakan sahalat berjama’ah sangat minim bahkan majelis ta’lim dan dan

TPA pun sangat jarang ditemui.

Maka setelah adanya perda ini, pemahaman masyarakat akan ajaran agamanya

dan kemauan menjalankan perintah syari’at dan meninggalkan hal-hal yang dilarang

oleh agama semakin meningkat. Sekarang kita dapat menyaksikan kondisi sebaliknya

di mana TPA anak-anak maupun TPA orang tua ada disetiap masjid. Tidak ada lagi

78
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

kaum wanita yang menghadiri suatu keramaian atau keluar rumah dalam keadaan

tidak memakai hijab. Majelis-majelis ta’lim dibentuk sendiri oleh warga kemudian

mencari guru atau ustadz. Jama’ah masjid pun semakin ramai melaksanakan shalat

lima waktu. 123

Adapun langkah-langkah yang dilakukan pemerintah desa Padang dalam rangka

meningkatkan kegiatan dan pemahaman keagamaan masyarakat adalah sebagai

berikut :

1. Membentuk SATGAS Desa Muslim untuk menjaga, mengantisipasi lebih

awal dari berbagai pelanggaran baik menyangkut masalah hukum syari’at

maupun masalah hukum negara.

2. Membentuk Dewan Syari’ah untuk memberikan dan memutuskan perkara

dalam setiap pelanggaran hukum syari’at dan hukum negara.124

3. Membentuk Tim Da’wah yang bekerja sama dengan beberapa Perguruan

Tinggi Islam dan Pesantren yang ada di Bulukumba.

4. Memberikan kartu keaktifan shalat berjama’ah di masjid bagi santri TPA. Dan

bagi santri yang telah mendapatkan tanda tangan kehadiran 100 kali dari

Imam masjid, Kepala Desa atau Tokoh Agama akan mendapatkan hadiah.

5. Nama-nama jalan, lorong dan papan nama penduduk disetiap rumah ditulis

dengan tulisan Arab.


123
H. Abdul Malik, Tokoh Agama Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 29 Juli 2006
124
Dalam hal ini Dewan Syari’ah ketika memutuskan suatu pelanggaran hukum syari’at, akan
memberikan pilihan kepada para terdakwa untuk memilih, antara hukum hudud atau diserahkan
kepada pihak yang berwenang yang dalam hal ini kepolisian.

79
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

6. Membentuk Majelis Ta’lim disetiap masjid dan mushallah dan ditingkat desa,

RT, RW, dan PKK.125

Adapun majelis ta’lim yang telah terbentuk sejak tahun 2004 adalah :

N Nama Jumlah
Pembina Tempat Ket.
o Majelis Ta’lim Pertemuan
1 Masjid Takwa
1 Attakwa Drs. Abdurrahman
Kali/Bulan Palimassang
Mushallah Al-
1
2 Al-Ijtihad Ust. Abd. Khalik Ijtihad
Kali/Bulan
Palimassang
Masjid Nurul
1
3 Hasanah Ust.A.Muh.Arsal Hasanah
Kali/Bulan
Bontobulaeng
Masjid Babul
1
4 Ar-Rahman Ust.A.Muh.Arsal Rahman
Kali/Bulan
Borongcinranae
1 Rumah Kepala
5 PKK Desa Ust.H.Musakkir
Kali/Bulan Desa Padang

3.2. Substansi Perda Syari’at Islam

3.2.1. Isi Perda

Perda No. 03 tahun 2002 tentang larangan, pengawasan, penertiban, peredaran

dan penjualan minuman beralkohol disahkan dan diundangkan pada tanggtal 12

Maret 2002. Perda ini berisi antara lain :

1. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung ethanol yang

diproses dari bahan asli pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara

125
Arsip desa Padang

80
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

fennentasi dan destilasi baik dengan cara memberikan perlakuan terlebih

dahulu atau tidak, menambahkan bahan lain atau tidak, maupun yang diproses

dengan cara mencampur konsentral dengan ethanol atau dengan cara

pengenceran minuman mengandung ethanol.

2. Secara umum setiap orang, kelompok atau badan usaha dilarang

mengedarkan, memperjualbelikan minuman beralkohol di daerah Bulukumba,

terkecuali bagi mereka yang mendapatkan izin tertulis dari bupati, dengan

syarat pemohon telah mendapatkan rekomendasi dari Instansi Perindustrian,

Perdagangan dan Instansi Kesehatan Daerah. Dan Bupati pun dalam

memberikan izin membatasi jumlah, jenis dan tempat penjualan minuman

tersebut serta kepada siapa saja boleh dijual.

3. Izin Penjualan minuman beralkohol ini hanya diberikan kepada ; (a) hotel, (b)

Restoran, (c) Bar. Dan tempat-tempat ini kalau menjual minuman beralkohol

maka tidak boleh dekat dengan tempat ibadah, sekolah, rumah sakit,

pemukiman dan perkantoran.

4. Dalam hal kadar kandungan alkohol ethanol maka minuman berakohol ini

digolongkan pada beberapa golongan sesuai tingkatan kadar kandungan

alkoholnya, ada golongan minuman beralkohol yang ditentukan tempat dan

waktu penjualannya bahkan ada yang sama sekali tidak boleh

diperjualbelikan.

81
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

5. Untuk mengawasi peredaran minuman beralkohol ini Bupati membentuk tim

pengawas yang memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap

pelanggaran perda ini dan melaporkan hasilnya kepada Penuntut Umum.

6. Setiap orang atau badan usaha yang melanggar peraturan daerah ini dikenakan

pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-

tingginya Rp 5.000.000,-(lima juta rupiah). 126

Perda No. 02 Tahun 2003, tentang pengelolaan zakat profesi, infaq dan shadaqah

dalam Kabupaten Bulukumba. Perda ini disahkan oleh Bupati Bulukumba tanggal 25

Agustus 2003, yang berisi antara lain:

1. Zakat profesi adalah bagian pendapatan yang disisihkan dari hasil pekerjaan

oleh seorang muslim atau badan sesuai dengan ketentuan agama, dan

disalurkan kepada yang berhak menerimanya. Sedangkan infaq dan shadaqah

adalah harta yang dikeluarkan seseorang atau badan diluar zakat untuk

kemaslahatan umat.

2. Pemerintah Kabupaten membentuk badan amil zakat tingkat kabupaten

(BAZKAB), kecamatan (BAZCAM) dan desa (UPZ) yang masing-masing

mengumpulkan zakat sesuai tingkatan daerahnya.

3. BAZKAB, BASCAM menyelenggarakan tugas administrasi, teknis

pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan zakat, serta penelitian dan

pengembangan pengelolaan zakat.

126
Lihat Perda Kabupaten bulukumba No. 03 tahun 2002

82
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

4. Zakat profesi dikeluarkan setelah pajaknya dikeleuarkan. Profesi yang

dimaksud dalah; PNS, Pejabat Nagara, Pengusaha/Pedagang Musim, petani

dan profesi lainnya.

5. Selain mengeluarkan zakat bagi PNS dan Pejabat Negara mereka juga

dikenakan infaq dan shadaqah yang jumlahnya berbeda-beda sesuai tingkatan

golongan, sedangkan masyarakat muslim biasa dikenakan infaq dan shadaqah

sebesar Rp. 1.500,-/bulan.

6. Pembagian hasil pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah dikelola oleh

BAZKAB dengan pembagian 40% untuk Kecamatan, dan 60 untuk

Kabupaten dari hasil bersih pemasukan.

7. Petugas yang lalai dalam mengumpulkan zakat. Infaq dan shadaqah seperti

tidak mencatat merupakan pelanggaran dan dapat diancam hukuman kurungan

3 (tiga) bulan atau denda Rp. 50.000.000,- (limah puluh juta). 127

Perda No. 05 Tahun 2003, tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah di

Kabupaten Bulukumba. Perda ini disahkan oleh Bupati Bulukumba pada tanggal 25

Agustus 2003, yang berisi antara lain:

1. Pakaian muslim dan muslimah yang dimaksud adalah pakaian bercirikan

Islami yaitu menutup aurat. Sebagai pelaksanaan perintah ajaran agama Islam,

yang merupakan identitas seorang muslim dan untuk menghindari ganguan

pihak lain.

127
Lihat Perda Kabupaten Bulukumba No. 02 Tahun 2003

83
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2. Busana muslim untuk laki-laki yaitu; (a) memakai celana panjang atau pendek

sampai lutut. (b) memakai baju lengan panjang/pendek

3. Busana muslim untuk perempuan adalah; (a) memakai baju lengan panjang

yang menutupi pinggul. (b) memakai rok atau celana panjang yang menutupi

sampai mata kaki. (c) memakai kerudung yang menutupi rambut, telinga,

leher, tengkuk dan dada.

4. Setiap pegawai, karyawan, mahasiswa, dan pelajar yang beragama Islam

diwajibklan memakai busana muslim muslimah, termasuk para penyanyi

hiburan. Sedangkan masyarkat umum yang beragama Islam hanya berupa

anjuran.

5. Bagi karyawan/karyawati, mahasiswa dan pelajar serta masyarakat yang tidak

beragama Islam, busananya disesuaikan kententuan yang berlaku bagi agama

masing-masing.

6. Bagi masyarakat yang ingin mengadakan keramaian dan hiburan diharuskan

membuat perjanjian akan menampilkan pakaian muslim.

7. Pelanggaran terhadap perda yang dilakukan oleh pegawai dikenakan sanksi

sesuai ketentuan disiplin pegawai, sedangkan pelanggaran yang dilakukan

oleh mahasiswa atau pelajar dikenakan sanksi yang bertingkat yaitu; ditegur

secara lisan, ditegur secara tertulis, diberitahukan kepada orang tua.128

128
Lihat Perda Kabupaten Bulukumba No. 05 Tahun 2003

84
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Perda No. 06 Tahun 2003, tentang Pandai Baca Al-qur’an Bagi Siswa dan Calon

Pengantin dalam Kabupaten Bulukumba. Perda ini disahkan oleh Bupati Bulukumba

pada tanggal 25 Agustus 2003, yang berisi antara lain:

1. Pandai membaca al-Qur’an. Yang dimaksud disini adalah kemampuan

seorang muslim/muslimah untuk membaca hurup Al-qur’an dengan baik dan

benar sesuai ilmu tajwid.

2. Setiap siswa yang menamatkan suatu jenjang pendidikan atau pasangan calon

pengantin wajib pandai baca Al-qur’an.

3. Sekolah mulai tingkat SD, SLTP, SMU agar menambah jam pelajaran agama

untuk mempelajari Al-qur’an.

4. Selain belajar di sekolah, pihak sekolah juga mewajibkan bagi siswanya yang

belum pandai baca Al-qur’an untuk belajar pada instusi atau lembaga lain.

5. Pada setiap jenjang pendidikan, memiliki target-target tertentu dalam hal

kemampuan bacaan Al-qur’an.

6. Penilaian terhadap kemampuan baca Al-qur’am pelajar, memiliki nilai

tersendiri dan diakhir pendidikan kepada setiap murid diberikan setifikat.

7. Setiap siswa yang akan melanjutkan studinya kejenjang berikutnya, ternyata

belum bisa baca Al-qur’an maka yang bersangkutan belum dapat diterima

pada jenjang pendidikan tersebut.

85
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

8. Kemampuan baca Al-qur’an bagi pasangan calon pengantin dibuktikan

dihadapan Pegawai Pencatat Nikah (PPN) atau dihadapan Pembantu Pegawai

Pencatat Nikah (P3N) yang bertugas membimbing acara nikah tersebut.129

3.2.2. Sejarah Pembuatan Perda

Bertolak dari visi kabupaten Bulukumba, yakni mewujudkan kabupaten

Bulukumba sebagai pusat pelayanan di bagian selatan Sulawesi Selatan yang berbasis

sumber daya lokal bernafaskan keagamaan.130 Dan keprihatinan pemerintah

kabupaten Bulukumba akan kondisi umat Islam yang sangat jauh dari ajaran

agamanya, yaitu :

Pertama: Kondisi umat Islam di Indonesia khususnya di Sulsel ini, dari segi

jumlah, kuantitasnya kita mayoritas kurang lebih 97 % beragama Islam tapi dari segi

kualitas, dari tingkat keimanan dan ketaqwaan di Sulsel ini perlu mendapatkan

perhatian khusus. Salah satu contoh yang dapat kita lihat adalah tingkat buta aksara

Al-qur’an. Ketika kita adakan penelitian di sekolah-sekolah, pegawai, instansi

pemerintah, ternyata banyak ditemui di antara mereka yang tidak bisa baca Al-qur’an.

Kedua : Masih banyak umat Islam yang belum melaksanakan kewajibannya

dalam hal menutup aurat. Dapat digambarkan kira-kira di Sulawesi Selatan ini hanya

beberapa persen saja yang mau menutup auratnya.

129
Lihat Perda Kabupaten Bulukumba No. 06 Tahun 2003

130
H.M. Sirajuddin, at. al. Ikhtiar Menuju Darussalam, Jakarta: KPPSI Sulsel dan Pustaka Ar-
Rayhan, 2005, hal. 277

86
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Ketiga: Masih banyak umat Islam yang belum melaksanakan kewajibannya

membayar zakat. Padahal zakat ini punya potensi cukup besar bahkan jika terkumpul

semua akan melebihi PAD. Dari perhitungan yang dilakukan Departemen Agama,

Bulukumba berpotensi memiliki harta zakat sembilan kali lipat dari PAD, baik

kabupaten maupun propinsi sehingga ini sangat berperan dalam menunjang

pembangunan.

Keempat: Masih terdapat umat Islam yang melakukan perjudian, minum

minuman keras di kota bahkan di pelosok desa.131

Maka sejak tahun 1998, atas dukungan tokoh agama dan ORMAS Islam, 8

(delapan) segmen keagamaan yang terbingkai dalam “Crash Program” pemerintah

kabupaten Bulukumba secara resmi dikukuhkan oleh Gubernur provinsi Sulawesi

Selatan, H. ZB. Palaguna.132 Delapan segmen tersebut yaitu :

1. Pembinaan dan Pengembangan Pemuda/Remaja Mesjid, ini dilakukan sebab


pemuda/remaja masjid memiliki potensi sangat besar dalam upaya
pengembangan syi'ar Islam.
2. Pembinaan dan Pengembangan TKA/TPA, dengan tujuan untuk menciptkan
generasi muda qur’ani, berakhlak mulia dan taat orang tua.
3. Pembinaan dan Pengembangan Majelis taklim. Ini sangat penting dalam
rangka meningkatkan keimanan, ketaqwaan, wawasan, ukhuwah Islamiyah,
persatuan dan kesatuan.
4. Pembinaan dan Pengembangan Perpustakaan Masjid. Ini juga sangat penting
dan besar manfaatnya dalam usaha memakmurkan masjid.
5. Pembinaan dan Pengembangan Hifzil Qur’an untuk memenuhi kebutuhan
imam-imam masjid yang masih sangat memperihatinkan.

131
Andi Patabai Pabokori, Kepala Dinas Pendidikan Sulsel/ Bupati Bulukumba Periode 1995-
2005, Wawancara, Makassar, 19 Juli 2006

132
Mahrus Andris (Ed.), H.A. Patabai Pabokori Mengawal Buluikumba Ke Gerbang Syari’at
Islam, Makassar : Karier Utama, 2005, Cet. I, hal. 77

87
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

6. Pembinaan dan Pengembangan Seni Bernuansa Islami, seperti qasidah rebana,


kaligrafi, melalui pemuda/remaja masjid yang potensial membangkitkan
semangat kreativitas dan semangat juang generasi muda.
7. Pemberdayaan zakat, infaq dan shadaqah. Poin Ini sangat potensial
dikembangkan. Apabila zakat, infak dan shadaqah mampu diberdayakan,
maka tidak ada kesulitan dalam hal pendanaan segala kegiatan syia’ar Islam.
8. Pelestarian keluarga sakinah, sejahtra dan bahagia. 133

Kedelapan aspek kegiatan Pemerintah Daerah dibidang keagamaan ini, dapat

dikatakan sebagai proses awal untuk membimbing masyarakat Bulukumba menuju

pembentukan sikap dan prilaku kemasyarakatan yang seirama dengan nilai-nilai

syari’at Islam.

Disadari bahwa menegakkan syari’at Islam secara revolutif tidaklah mudah.

Karena itu, melalui beberapa kajian dan atas dukungan lembaga-lembaga keagamaan,

dengan landasan semangat dan keberanian, Pemerintah Daerah berupaya meramu

idealitas keagamaan yang berkembang di tengah masyarakat melalui kebijakan politis

dalam bentuk peraturan daerah. 134

Upaya yang dilakukan Pemda Bulukumba ini berhasil meramu 8 aspek kegiatan

yang terbingkai dalam Crash Program Pemda tersebut, menjadi kebijakan politis

yang akhirnya melahirkan 4 perda keagamaan.

3.2.3. Sosialisasi dan Strategi Penegakan Perda

Sosialisasi berasal dari kata social yang berarti living together in organized

colonies or groups (hidup bersama dalam wilayah-wilayah pemukiman atau

kelompok-kelompok secara teratur). Dengan kata lain, social adalah kehidupan

133
Ibid,hal. 78, Lihat Juga H.M. Sirajuddin, et. al., Op. Cit. hal. 277-282

134
Mahrus Andris (Ed.), Op. Cit. hal. 78

88
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

bersama yang berhubungan dengan masyarakat atau bermasyarakat. Sedangkan

sosialisasi (socialization) disebut juga “proses penurunan kultur suatu masyarakat

kepada anak-anak”. Jadi sosialisasi adalah pemasyarakatan atau pembudayaan kultur

suatu masyararakat. Sedangkan kultur itu sendiri dapat merupakan ‘cara hidup’ dari

keseluruhan masyarakat, termasuk juga himpunan sikap, pakaian, bahasa, ritual,

norma-norma tingkah laku, dan sistem kepercayaan.135

Dengan menyebut “sosialisasi perda”, maka yang dimaksud adalah upaya

memasyarakatkan atau pembudayaan perda kepada seluruh masyarakat sehingga

menjadi aturan bermasyarakat mereka dalam daerah tersebut.

Maka dalam mensosialisasikan perda syari’at ini, Pemda Kabupaten Bulukumba

melakukan beberapa hal bentuk sosialisasi kepada masyarakat. Antara lain :

Pertama, mengadakan seminar-seminar atau tablik akbar kuhsus bagi aparat

pemerintahan dari tingkat kabupaten sampai tingkat desa, ataupun diadakan untuk

masyarakat secara umum.

Kedua, contoh tauladan, yakni menjadikan para aparatur negara, pejabat

pemerintahan sebagai orang yang pertama melaksanakan perda ini, sehingga dapat

dicontoh oleh masyarakat, seperti dalam hal pakaian muslim, seluruh pejabat wanita

dan para istri pejabat harus berbusanah muslimah.

Ketiga, Menginstruksikan kepada para penceramah, guru, tokoh agama, tokoh

masyarakat dan para khatib untuk menyampaikan dan menjelaskan tentang 4 perda

syari’at ini kepada masyarakat.


135
Rifyal Ka’bah, Da’wah dan Sosialisasi Syari’at Islam, Makalah, 21 Desember 2005

89
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Keempat, Membentuk tim da’wah keliling baik tingkat kabupaten, kecamatan,

maupun tingkat desa136.

Kelima, Membentuk desa muslim, sebagai desa percontohan dalam pemberlakuan

4 perda syari’at ini.

Keenam, mengintruksikan kepada pembina majelis-majelis ta’lim untuk

memahamkan 4 perda syari’at Islam ini kepada jama’ahnya

Selain bentruk-bentuk sosialisasi yang dilakukan tersebut, Pemda Bulukumba

juga melakukan beberapa strategi untuk lebih mengoptimalkan pemberlakuan 4 perda

syari’at ini, dan bagi tiap perda dilakukan strategi yang berbeda.

Strategi yang dilakukan dalam penegakan Perda Nomor : 03 Th. 2002, Tentang

larangan, pengawasan, penertiban dan penjualan minuman beralkohol adalah :

1. Melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat dan pendekatan


secara persuasif
2. Melakukan tindakan tegas terhadap pelanggar perda, yakni memberi sanksi
yang sesuai dengan yang telah ditentukan melalui perda atau keputusan bupati
maupun sanksi-sanksi yang tidak tertulis.
3. Membentuk tim Buserda, yang bertugas mengawasi jalannya perda di
masyarakat
4. Melakukan operasi dilapangan, berupa pemeriksaan dan pengecekan di
warung-warung atau pun ditempat-tempat hiburan.
5. Mengembangkan Majelis-majelis ta’lim
6. Pemberian bantuan modal usaha untuk pengalihan profesi yang tidak
bertentangan syari’at Islam
7. Membuka jaringan Pengaduan masyarakat.137

Strategi yang dilakukan Pemda Bulukumba dalam penegakan Perda Nomor : 02

Th. 2003. Tentang Pengelolaan Zakat Profesi, Infaq, dan Shadaqah adalah :

136
Andi Patabai Psabokori, Loc. Cit.

137
Sumber Data : Kantor Departemen Agama Kabupaten Bulukumba

90
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

1. Sosialisasi/ seminar, yang memberi pemahaman kepada masyarakat akan


kewajiban membayar zakat.
2. Membentuk desa pelopor zakat (percontohan), untuk memotivasi desa-desa
lainnya.
3. Pembentukan Unit Pengelola Zakat (UPZ) di masing-masing desa/kelurahan
dan instansi, agar memudahkan masyarakat membayar zakat maupun untuk
memperoleh informasi yang berkaitan.

Strategi yang dilakukan Pemda Bulukumba dalam penegakan Perda Nomor : 05

Th. 2003, Tentang Berpakaian Muslim dan Muslimah adalah :

1. Tauladan/contoh dari atas, artinya keluarga pejabat yang harus terlebih dahulu
melaksanakannya, seperti contoh berbusana muslimah.
2. Sosialisasi (turun langsung ke sekolah-sekolah dan masyarakat)
3. Lomb-lomba busana muslim mulai tingkat SD, SLTP, SLTA, majelis taklim,
dan umum
4. Pemberian bantuan pakaian muslim

Strategi yang dilakukan Pemda Bulukumba dalam penegakan Perda Nomor : 06

Th. 2003, Tentang Pandai Baca Al Qur’an Bagi Siswa dan Calon Pegawai adalah :

1. Pembentukan TPA/TKA
2. Perbaikan kesejahtraan guru/pembina TPA dengan mengangkat menjadi guru
kontrak dengan SK bupati
3. Menetapkan Kebijakan tentang persyaratan pandai baca Al-qur’an kepada :
(a) Calon pegawai negri sipil, (b) Calon siswa SLTP,SLTA, dan perguruan
tinggi, (C) Pegawai yang akan naik pangkat maupun yang dipromosikan, (d)
Calon kepala desa, perangkat desa, BPD, (e) Calon pengantin dan calon
jama’ah haji.
4. Mengembangkan sekolah-sekolah Arab dan Madrasa Diniyah
5. Membentuk sekolah model Islami ditingkat TK, SD, SLTP, dan SLTA.
6. Menetapkan kebijakan mata pelajaran Al-qur’an sebagai muatan lokal dan
menambah jam pelajaran agama menjadi 4 jam setiap minggu.138

138
H.M. Sirajuddin, at. al., Op. Cit. hal. 367-371

91
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

BAB IV

TINJAUAN ATAS PENERAPAN PERDA SYARI’AT ISLAM

DI DESA PADANG

4.1. Penegakkan Perda Dalam Masyarakat Desa Padang

4.1.1. Perda Larangan Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol

Minuman beralkohol atau khamr adalah segala minuman atau sejenisnya yang

menyebabkan peminum atau pemakainya dapat mabuk karenanya, atau tidak sadar

atau hilang akal sehatnya. Hal ini kemudian berakibat pada timbulnya berbagai

macam perbuatan kemaksiatan dan kemunkaran yang bukan hanya merupakan

pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah Swt, tapi juga merusak stabilitas

kehidupan bermasyarakat.

Fenomena seperti itulah yang menjadi gambaran masyarakat desa Padang,

sebagaimana digambarkan oleh H. Ramalang. Ia menjelaskan bahwa sebelum tahun

2002, banyak warga yang mabuk-mabukan, bukan hanya di warung-warung dan di

rumah-rumah penduduk, tapi juga di jalan-jalan. Ini tentu saja sangat mengganggu

warga masyarakat lainnya. Hal ini juga berimbas pada maraknya aksi pencurian,

perkelahian dan berbagai tindakan yang melanggar hukum lainnya, yang tentunya

92
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

mengganggu aktifitas masyarakat.139 Bahkan menurut H. Napang, jika malam tiba

warga sudah tidak berani keluar rumah karena takut.140

Maka pada saat pemerintah Kabupaten Bulukumba menetapkan perda No. 03

Tahun 2002 yang mengatur tentang peredaran minuman beralkohol di Bulukumba,

pemerintah desa Padang sangat mendukung dan aktif dalam mensosialisasikannya

kepada masyarakat desa Padang.

Pemerintah desa Padang melakukan berbagai usaha dan berbagai macam bentuk

sosialisasi serta strategi dalam rangka penerapan perda tentang larangan peredaran

dan penjualan minuman beralkohol ini. Usaha-usaha tersebut, antara lain:

8. Melakukan sosialisasi yang intensif kepada masyarakat dan pendekatan


secara persuasif, seperti :
a. Mengembangkan majelis-majelis ta’lim, diharapkan dari majelis ta’lim ini
warga akan semakin menyadari dan memahami akan keharaman dan
bahaya miras.
b. Para da’i, khatib dan pembina majelis ta’lim diinstruksikan untuk
memahamkan jama’ahnya tentang keharaman dan bahaya minuman
beralkohol.
c. Melakukan operasi nasehat ke kios-kios atau warung-warung penjual miras
atau pun warga yang sering menjual tuak.
9. Melakukan tindakan tegas terhadap pelanggar perda, sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam perturan desa.141
10. Membentuk SATGAS Desa Muslim, untuk menjaga dan mengantisifasi lebih
awal terjadinya pelanggaran.
11. Melakukan operasi dilapangan, berupa pemeriksaan dan pengecekan di
warung-warung atau pun dirumah-rumah warga serta melakukan penyitaan.
12. Khusus pemberantasan minuman tuak (bahasa Bugis : Ballo)142, telah
dihimbau kepada masyarakat yang mempunyai pohon aren/enau (bahasa
139
H. Ramalang, Tokoh Masyarakat, Wawancara, Desa padang, 30 Juli 2006
140
H. Napang, Warga desa padang, Wawancara, Desa Padang, 30 Juli 2006
141
Sanksi pidana Islam bagi penjual dan peminum minuman beralkohol adalah dicambuk 40 kali
atau dilimpahkan kepada kepolisian untuk diproses sesuai KUHP. Lihat Perdes Desa Padang,
Kabupaten Bulukumba No.05 Thn. 2006, Pasal 12. Tentang Pelaksanaan Hukum Cambuk.

93
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Bugis: inru’) untuk tidak membuat tuak tetapi menggantinya dengan


membuat gula merah.
13. Membuka jaringan pengaduan masyarakat.143

Hasil yang dicapai setelah penerapan perda ini sangat mengembirakan, bukan

hanya bagi pemerintah setempat, tapi juga seluruh warga desa Padang merasakan

dampak positif yang ditimbulkan pemberlakuan perda ini.

Menurut pengakuan H. Napang, sejak diterapkannya perda miras ini, tingkat

kejahatan dan kemaksiatan di desa Padang menurun drastis hingga 99 %, ia tidak lagi

menemukan warga yang mabuk-mabukan, tidak lagi kedengaran adanya warga yang

kehilangan harta bendanya karena dicuri, warga desa merasa aman dalam

beraktivitas. Tentunya hal ini akan semakin menciptakan keamanan dan ketertiban

ditengah-tengah masyarakat.144

Sedangkan H. Paremma, salah seorang tokoh masyarakat desa Padang,

mengatakan bahwa dampak positif dari penerapan perda miras ini lebih cepat

dirasakan oleh masyarakat sebab warga desa sudah merasa sangat terganggu oleh

para preman-preman desa yang suka mabuk-mabukan di jalan. Sehingga ketika

pemerintah desa menetapkan sanksi yang tegas terhadap para pengkonsumsi

minuman beralkohol, masyarakat sangat mendukung.145

142
Tuak adalah minuman yang beralkohol yang dibuat dari nira aren dengan cara fermentasi
(diragikan). Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.10, hal. 1074
143
Sumber Data : Kantor Desa Padang

144
H. Napang, Op. Cit.
145
H. Paremma, Tokoh Masyarakat Desa Padang, Wawancara, Desa padang, 29 Juli 2006

94
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Meskipun sosialisasi terus digencarkan dan tindakan tegas telah dilakukan

terhadap pelanggaran perda ini, tetap saja pemerintah desa Padang maupun warga

mengalami kendala dalam menerapkannya secara sempurna, seperti masih adanya

warga yang melakukan penjualan maupun mengkonsumsi minuman beralkohol ini

secara sembunyi-sembunyi, ataupun membawa minuman terlarang ini dari luar desa.

Kendala lainnya adalah pemahaman warga tentang keharaman dan bahaya miras yang

belum merata. Hal ini sebagaimana diungkapkan Andi Rukman, Kepala Desa

Padang.146

4.1.2. Perda Membayar Zakat, Infaq dan Shadaqah

Agama Islam mengandung ajaran vertikal dan horisontal. Ajaran vertikal

adalah ajaran yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan Allah. Sementara

ajaran horisontal adalah ajaran yang terkait dengan hubungan sesama manusia. Dua

ajaran ini tidak bisa dipisahkan, keduanya harus berjalan seiring.

Di antara ajaran yang bersifat horisontal adalah penunaian zakat, infaq, dan

shadaqoh. Namun ajaran ini belum dipraktekkan secara maksimal. Kondisi ini

disebabkan beberapa faktor, diantaranya adalah faktor kultural, yaitu belum

maksimalnya sosialisasi zakat, infaq dan shadaqah dalam arti yang sebenar-benarnya

kepada masyarakat luas. Faktor kedua, adalah faktor struktural, yaitu sedikitnya

lembaga yang mampu menunjukkan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah secara

146
Andi Rukman, Kepala Desa Padang, Wawancara, Desa padang, 31 Juli 2006

95
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

profesional, sehingga mengurangi tingkat kepercayaan muzakki, munfiq, dan

mutashaddiq.147

Mengingat hal itu, maka pengelolaan yang profesional adalah suatu keharusan,

mengingat potensi zakat, infaq dan shadaqah di masyarakat sangat besar. Oleh sebab

itu dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan potensi zakat, infaq dan shadaqah ini,

serta untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelolanya,

maka pemerintah Kabupaten Bulukumba membuat suatu kebijakan politik berupa

perda tentang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah, pada tahun 2003. Perda ini

diharapkan dapat menjadi payung hukum dalam pengelolaan zakat, infaq dan

shadaqah.

Perda No. 02 Tahun 2003 tentang pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah ini

mendapat respon positif dari masyarakat, salah satunya dari pemerintah desa Padang.

Karena keseriusannya dalam pengelolaan dan pemanfaatan zakat, infaq dan shadaqah

ini, maka desa Padang dijadikan salah satu desa pelopor pengelolaan zakat, infaq dan

shadaqah di Bulukumba.

Untuk memenej dan mengatur pengelolaan zakat di desa Padang, maka

pemerintah desa membentuk unit khusus yang disebut Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

sebagai hasil musyawarah desa. Mereka juga menunjuk Imam Desa (pembantu PPN)

desa Padang sebagai ketua. UPZ inilah bersama aparat desa, tokoh masyarakat dan

147
H. Abdul Muhit, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: Bazis Provinsi DKI
Jakarta, 2006, Cet.I, hal.103

96
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

tokoh agama yang bertugas mensosialisasikan, mengumpulkan dan mengelola zakat,

infaq dan shadaqah dari masyarakat.

Bentuk-bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah desa Padang beserta

UPZ dalam memahamkan masyarakat antara lain :

1. Kepala desa menginstruksikan kepada para da’i dan khatib yang ada di desa
Padang maupun yang didatangkan dari luar untuk menyampaikan dan
menjelaskan tentang kewajiban, tujuan dan fungsi zakat, infaq dan shadaqah
kepada para jama’ah.
2. Membentuk tim da’wah keliling dari masjid ke masjid atau dari rumah ke
rumah.
3. Melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi dan pesantren yang ada di
Bulukumba untuk memberi pemahaman kepada masyarakat.
4. Membagikan buku-buku tentang zakat kepada warga.
5. Mendatangi secara pribadi warga yang masih enggan membayar zakat dan

memberi pengertian akan kewajiban dan fungsi zakat ini.148

Selain bentuk-bentuk sosialisasi di atas, pemerintah desa dan UPZ desa Padang

pun melakukan langkah-langka konkrit dalam mengumpulkan zakat, infaq dan

shadaqah dari masyarakat, seperti :

a. Memberikan Surat Pemberitahuan Wajib Zakat (SPWZ), sebagaimana dalam


penagihan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang disebut SPPT.
b. Mendatangi langsung para wajib zakat untuk diambil zakatnya.
c. Bagi para wajib zakat yang tidak membayar zakat padahal telah sampai nisab,
akan dikenakan hukum administrasi (dipersulit keperluannya di kantor desa),
dan dikenakan denda sebanyak zakat yang tertunggak.
d. Menyerahkan bukti setoran zakat/infaq dan shadaqah melalui amil zakat desa
(UPZ) kepada para muzakki.149

Hasil pendataan muzakki dan mustahik di desa Padang per tahun 2005, dapat

dilihat pada tabel berikut :

148
Juarding, S.Ag, Anggota UPZ Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 29 Juli 2006
149
Arsip Desa Padang

97
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

No Nama Dusun Penduduk KK Muzakki Mustahiq

01 Palimassang 914 243 98 104


02 Borongcinranae 972 271 85 112
03 Bontobulaeng 697 181 76 70
04 Mattoangin 678 246 87 82

Jumlah 3261 941 346 368


Sumber : Kantor Desa Padang

Meskipun berbagai usaha dan upaya telah dilakukan pemerintah desa dalam

mensosialisasikan dan memahamkan masyarakat akan kewajiban dan pentingnya

menunaikan zakat, infaq dan shadaqah ini, tetap saja itu tidak serta merta membuat

atau menumbuhkan kesadaran masyarakat akan kewajiban dan pentingnya membayar

zakat. Ada beberapa faktor yang menjadi kendala masyarakat dalam melaksanakan

perda ini, sebagai mana dijelaskan H. Abdul Malik, salah satu tokoh agama di desa

Padang, bahwa faktor utama mengapa masih ada warga yang enggan mengeluarkan

zakat atau infaq dan shadaqah, adalah karena masih sangat minimnya tingkat

pendidikan dan pemahaman masyarakat tentang kewajiban mengeluarkan zakat.

Faktor lain adalah adanya pemahaman masyarakat yang beranggapan bahwa jika

telah menunaikan zakat fitrah maka tidak ada lagi kewajiban zakat selain itu (zakat

mal).150

Sedangkan Rusni, salah seorang mahasiswi asal desa Padang, menuturkan

bahwah salah satu penyebab masih adanya warga yang enggan membayar zakat infaq

150
H. Abdul Malik, Tokoh Agama Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 29 Juli 2006

98
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dan shadaqah ini adalah karena sebagian dari mereka adalah penggarap sawah orang

lain.151

Walaupun demikian kesadaran dan pemahaman masyarakat akan kewajiban

mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah semakin meningkat, terbukti dengan

kemauan warga untuk mengumpulkan zakatnya melalui satu jalur yaitu melalui UPZ

desa dan meningkatnya pemasukan pembayaran zakat warga setiap panen tiba.

Dimana jika biasanya hanya sekitar 50 persen warga yang mau membayar zakat,

sekarang menjadi 90 persen, bahkan menurut Juarding, salah satu anggota UPZ desa

Padang, kalau dulu zakat mal warga yang terkumpul tidak mencapai 10 juta rupiah

tapi setelah diberlakukannya perda ini dapat mencapai 20 juta rupiah.152

Adapun pendistribusian zakat infaq dan shadaqah ini dilakukan dua kali dalam

setahun atau setiap selesai panen warga. Pembagian kepada masyarakat dilakukan

dalam berbagai bentuk, diantaranya:

1. Memberikan bantuan modal usaha bagi masyarakat miskin berupa :

- Ternak Kambing 2 ekor per KK

- Modal usaha penjualan ikan

- Modal usaha penjual sayur mayur

2. Memberikan bantuan hibah kepada orang tua jompo.

3. Memberikan tunjangan guru TKA/TPA.

151
Rusni, Mahasiswa Asal Desa Padang, Wawancara, Makassar, 22 Juni 2006
152
Juarding, S.Ag, Op. Cit.

99
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

4.1.3. Perda Berbusana Muslim dan Muslimah

Salah satu perbedaan sistem Islam dengan sistem Kapitalis adalah dalam hal

memandang persoalan pakaian. Dalam sistem kapitalis pakaian dianggap sebagai

salah satu ungkapan kepribadian, sebagai unsur penarik lawan jenis dan karena itu

memiliki nilai ekonomis. Bentuk tubuh seseorang –apalagi wanita– sangat

berpengaruh terhadap makna kebahagiaan dan masa depan.

Adapun Islam menganggap bahwa pakaian memiliki karakteristik yang sangat

jauh dari tujuan ekonomis apalagi yang mengarah pada pelecehan penciptaan

makhluk Allah. Karena itu di dalam Islam:

1. Pakaian dikenakan oleh seorang muslim maupun muslimah sebagai ungkapan

ketaatan dan ketundukan kepada Allah, karena itu berpakaian bagi seorang

muslim memiliki nilai ibadah. Dan dalam berpakaian iapun mengikuti aturan

yang ditetapkan Allah.

2. Kepribadian seseorang ditentukan semata-mata oleh aqliyahnya (bagaimana

dia menjadikan ide-ide tertentu untuk pandangan hidupnya) dan nafsiyahnya

(dengan tolok ukur apa dan seberapa banyak dia berbuat dalam memenuhi

kebutuhan hidup dan melampiaskan nalurinya).

3. Setiap manusia memiliki kedudukan yang sama, yang membedakan adalah

takwanya.153

Melalui cara berpakaian yang Islami, sesungguhnya Allah juga berkehendak

memuliakan manusia sebagai makhluk yang memang telah Allah ciptakan sebagai
153
Website : http://majelis.mujahidin.or.id/ 11 Maret 2006

100
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

makhluk yang mulia. Sebaliknya dengan tidak mengikuti cara berpakaian sesuai yang

dikehendaki Allah, menyebabkan kedudukan manusia jatuh.

Dengan demikian seorang muslim dan muslimah wajib mengetahui aturan

berpakaian agar dalam berpakaian dan berpenampilan ia akan mendapatkan ridha

Allah, bukan sebaliknya mendapatkan murka Allah.

Pakaian Bagi Seorang Muslim

Pakaian yang dikenakan oleh seorang muslim haruslah memenuhi syarat tertentu,

yakni:

1. Menutup aurat;

2. Tidak terbuat dari emas atau sutera;

3. Tidak menyerupai pakaian wanita;

4. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.

Aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, berdasarkan riwayat ‘Aisyah:

Dari ‘Amr bin Syu’aib dari Bapaknya dari kakeknya, beliau menuturkan bahwa

Rasulullah Saw bersabda: “Jika ada di antara kalian yang menikahkan pembantu,

baik seorang budak ataupun pegawainya, hendaklah ia tidak melihat bagian tubuh

antara pusat dan di atas lututnya.” [HR. Abu Dawud, no. 418 dan 3587].

Pakaian Bagi Seorang Muslimah

Adapun pakaian yang dikenakan oleh seorang muslimah haruslah memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

1. Menutup aurat;

101
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

2. Menetapi jenis dan model yang ditetapkan syara’ (memakai jilbab, khumur,

mihnah dan memenuhi kriteria irkha’);

3. Tidak tembus pandang;

4. Tidak menunjukkan bentuk dan lekuk tubuhnya;

5. Tidak tabarruj;

6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki;

7. Tidak tasyabbuh terhadap orang kafir.

Rincian masing-masing persyaratan di atas berbeda-beda berdasarkan: pertama,

keberadaan wanita di tempat umum atau di tempat khusus. Kedua, keberadaan wanita

di hadapan mahram atau bukan dan ketiga, di hadapan suami atau bukan. Sedangkan

penampilan wanita dibedakan antara tempat khusus dan tempat umum. Misalnya di

dalam rumah sendiri seorang wanita boleh membuka jilbabnya dan hanya memakai

mihnahnya, kecuali jika ada tamu laki-laki non muhrim. Adapun di tempat umum

penampilan wanita dibatasi dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Kewajiban menutup aurat, seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

b. Kewajiban menggunakan pakaian khusus di kehidupan umum, yaitu kerudung

(khimar) dan jilbab (pakaian luar yang luas (seperti jubah) yang menutup

pakaian harian yang biasa dipakai wanita di dalam rumah (mihnah), yang

terulur langsung dari atas sampai ujung kaki.

c. Larangan tabarruj (menonjolkan keindahan bentuk tubuh, kecantikan dan

perhiasan di depan laki-laki non muhrim atau dalam kehidupan umum).

102
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

d. Larangan tasyabbuh terhadap laki-laki.154

Melihat aturan berpakaian dalam Islam tersebut serta manfaat yang ditimbulkan

dengan menjalankannya, sangat sesuai dengan semangat perda yang dibuat

pemerintah Kabupaten Bulukumba tentang aturan berpakaian muslim dan muslimah.

Dimana setiap pagawai, karyawan, mahasiswa dan pelajar diwajibkan berbusana

muslim dan muslimah dan bagi warga masyarakat umum yang beragama Islam

bersifat himbauan.155 Maka pemerintah desa Padang pun dalam melaksanakan perda

ini mengambil langkah-langkah nyata dan lebih memperketat aturan ini dalam

penerapannya terhadap waga desa Padang. Langkah-langkah tersebut adalah:

1. Dalam setiap kunjungan ke masjid-masjid, Kepala Desa, tokoh agama dan

tokoh masyarakat, senatiasa menyampaikan dan menjelaskan akan kewajiban

berbusana muslim.

2. Para da’i, khatib dan pembina majelis ta’lim diinstruksikan untuk

memahamkan jama’ahnya tentang kewajiban berbusana muslim.

3. Melakukan operasi nasehat keliling per 4 bulan. Dengan menggunakan mobil

dan pengeras suara, berkeliling desa.

154
Ibid
.
155
Perda Kabupaten Bulukumba No. 05 Tahun 2003, Pasal 5. Tentang Berpakaian Muslim dan
Muslimah

103
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

4. Para remaja putri diwajibkan ikut “Kader Muslimah” dibawah pengawasan

kepala desa.156

5. Bagi warga yang tidak berbusanah muslim tidak akan dilayani keperluannya

di kantor desa.

6. Membentuk majelis ta’lim muslimah tiap masjid/mushallah.

7. Bagi pemilik hiburan (electon/orkes) dan warga yang mengadakan suatu

keramaian/pesta tidak akan diberi izin sebelum menanda tangani surat

perjanjian akan berbusana muslim.157

Meskipun penduduk desa Padang 100 % beragama Islam, tidak berarti mereka

semua sudah berhijab sebagaimana diperintahkan Syari’at Islam. Bahkan menurut

Andi Rukaman, dari 3.261 jiwa penduduk desa Padang hanya 10 % yang berhijab

sebelum adanya perda No. 05 tahun 2003 ini. Tetapi sejak diterapkannya perda

tentang aturan berpakaian muslim dan muslimah ini, penduduk desa Padang yang

memakai hijab sudah mencapai 70 %. Sedangkan pada acara-acara resmi seperti

menghadiri pertemuan di kantor desa, pesta pernikahan, sunnatan ataupun acara-acara

lainnya, 100 % penduduk desa Padang sudah memakai busana muslim.158

Sedangkan kendala maupun faktor penyebab tidak terlaksananya perda ini

dengan baik dan sempurna adalah kurangnya pemahaman masyarakat tentang

156
“Kader Muslimah” adalah pembinaan khusus bagi para remaja putri yang ada di desa Padang,
yang ditangani langsung oleh Kepala Desa. Mereka diundang dengan surat resmi dari desa. Dan bagi
mereka yang tidak ikut akan dikenakan sanksi administrasi (dipersulit keperluannya di kantor desa).
157
Arsip Desa Padang
158
Andi Rukman, Op. Cit.

104
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Syari’at hijab dalam Islam dan tidak adanya sanksi yang tegas atas pelanggaran

peraturan tersebut. Faktor lainnya adalah keengganan atau kurang mampunya warga

untuk membeli jilbab, dan juga warga desa Padang adalah petani yang kesehariannya

berada di sawah atau kebun sehingga mereka merasa kurang nyaman memakai jilbab,

sebagaimana yang diungkapkan ibu Rahmi Kurniati, salah seorang warga desa

Padang.159

4.1.4. Perda Kemampuan Baca al-Qur’an

Al-Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw.

Yang membacanya merupakan suatu ibadah, dan merupakan petunjuk bagi manusia

kepada jalan yang lurus.160

Jika nilai-nilai kebenaran yang termaktub dalam al-Qur’an mampu

diimplementasikan dalam kehidupan, niscaya akan terbentuk masyarakat muslim,

yang aman, damai dan sejahtra. Namun aktualisasi nilai-nilai al-Qur’an dalam

kehidupan tidak akan terwujud dengan sendirinya tanpa ada kesungguhan usaha

untuk mewujudkannya. Al-Qur’an tidak akan mampu memberikan manfaat secara

konkrit, tanpa ada usaha yang sistematis dan terorganisir dengan baik dari umat Islam

itu sendiri untuk memasyarakatkan al-Qur’an.161

159
Rahmi Kurniati, Warga Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 31 Juli 2006
160
Manna Al-Qatthan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, hal. 21, 9
161
Usman Jasad, et. al., Membumikan Al-Qur’an di Bulukumba, Makassar : 2005. hal. 3

105
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Dalam hal ini pemerintah Desa Padang sangat peduli dan merespon baik adanya

Perda No. 06 Tahun 2003 tentang pandai baca tulis al-Qur’an bagi siswa dan calon

pengantin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bulukumba. Untuk

menindaklanjuti perda ini maka pemerintah Desa Padang melakukan usaha-usaha dan

langkah-langkah konkrit dalam penerapannya.

Perda No.06 Tahun 2003 ini memberi ketegasan bahwa, Pertama, bagi setiap

siswa tingkat SLTP, dan SMU dan Perguruan Tinggi tidak akan diterima disekolah

yang ingin dimasukinya jika siswa tersebut belum bisa membaca al-Qur’an atau

belum memiliki izjaza TKA-TPA. Kedua, bagi calon pengantin, tidak akan diberi

surat pengantar nikah sebelum bisa membaca al-Qur’an.

Langkah-langkah konkrit yang ditempuh pemerintah desa Padang dalam

menerapkan perda ini adalah :

1. Pembentukan TKA / TPA disetiap masjid/mushallah.

2. Pembentukan TPA orang tua setiap RT / RW / Dasawisma.

3. Mengadakan penataran guru mengaji.

4. Pengadaan al-Qur’an melalui waqaf al-Qur’an.

5. Mengadakan lomba baca tulis al-Qur’an setiap pelaksanaan hari besar Islam.

Dalam memperlancar proses pengajaran baca al-Qur’an ini maka pemerintah desa

memberikan perhatian yang sangat bersar terhadap para ustadz/guru mengaji yang

dilakukan dengan cara :

a. Mengadakan pelatihan pengajar al-Qur’an metode Iqra dan metode al-Barqi.

b. Memberi tunjangan bulanan melalui sumbangan tetap pelanggan listrik.

106
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

c. Mendapat pembagian zakat mal setiap 6 bulan.

d. Menerima sumbangan wajib dari santri setiap panen.

e. Menerima biaya pembinaaan guru TKA/TPA setiap tahun dari pemerintah

desa.

Mengenai perkembangan TKA/TPA baik untuk anak-anak maupun orang tua di

Desa Padang sejak diterapkannya perda keagamaan tersebut oleh pemerintah

Kabupaten dapat dilihat pada tabel berikut :

Tahun Jumlah Telah


No Nama TPA/TKA Tempat
Pendirian Santri Diwisuda
1 TPA Orang Tua
2003 65 Orang 60 Orang Masjid Babul
Babul Jannah
Jannah
2 TPA Anak-Anak
2003 49 Orang 20 orang Bontobulaeng
Babul Jannah
3 TPA Orang Tua
2003 80 orang 30 orang Masjid Al-
Al-Ijtihad
Ijtihad
4 TPA Anak-Anak
2003 65 Orang 25 Orang Palimassang
Al-Ijtihad
5 TPA Hubbul Masjid Nurul
2001 25 Orang 50 Orang
Watang Hasnah
6 TKA Hubbul Perumahan SD
1998 30 Orang 98 Orang
Watang 232 Jepuru
7 TPA Attaqwa
2002 40 Orang 20 Orang Masjid At-
Taqwa
8 TKA At-Taqwa
1999 32 Orang 60 Orang Palimassang
9 TKA Nurul Sabri Masjid Nurul
2004 37 Orang - Sabri Bonto
matene
10 TKA Nurul Masjid Tua
2001 41 Orang 20 Orang
Hidayah mattoangin
11 TPA Babul
2003 43 Orang 20 Orang Masjid Babul
Rahman
Rahman
12 TKA Babul
2002 60 Orang 25 Orang Borongcinranae
Rahman
13 TPA Nurul 2004 27 Orang - Musholla Nurul

107
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Muttakin Muttaqin
Pagentungan
14 TPA Orang Tua Rumah
Nurul Hikmah Penduduk
2004 42 Orang -
Dusun
Palimassang

Jumlah 522 Orang 383 Orang


Sumber : Kantor desa padang

Sejak diterapkannya perda ini, dan dijadikannya desa Padang sebagai salah satu

desa percontohan desa muslim maka dapat dilihat perkembangan yang sangat pesat

dalam hal kemampuan baca al-Qur’an, dimana warga semakin memahami dan

menyadari akan kewajiban sebagai seorang muslim untuk bisa membaca al-Qur’an

dan menanamkan kecintaan terhadap al-Qur’an kepada anak-anak mereka sejak dini.

Menurut H. Leleng, imam desa Padang, bahwa sejak diterapkannya perda baca al-

Qur’an ini tahun 2003, hampir semua warga desa Padang baik anak-anak maupun

orang tua sudah bisa baca al-Qur’an.162 Padahal menurut Andi Rukman, sebelum

diterapkannya perda ini warga desa padang yang bisa baca tulis al-Qur’an hanya

sekitar 20 persen sementara setelah diterapkannya perda ini, yang bisa membaca al-

Qur’an mencapai 80 persen.

Andi Rukman lebih lanjut menjelaskan bahwa kendala utama penerapan perda ini

adalah kurangnya ustadz atau guru mengaji yang secara kontinyu dan serius

162
H. Leleng, Imam Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 29 Juli 2006

108
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

menangani hal ini.163 Bahkan ada TPA yang ditutup karena tidak adanya tenaga

pengajar, hal ini juga diakui H.Leleng, Imam Desa Padang.164

4.2. Analisis

Pembuatan perda-perda Syari’at Islam tingkat provinsi maupun kabupaten adalah

salah satu sarana atau strategi yang sangat baik dalam penegakan Syari’at Islam di

tengah-tengah masyarakat. Sebagaimana yang diterapkan di Desa Padang Kabupaten

Bulukumba dengan 4 perda Syari’at Islam. Hal inilah yang akan penulis analisa

dengan melihat dari sisi kelebihan, pengaruh, kendala dan kelemahannya.

1. Analisis terhadap Perda No. 03 Th. 2002, Tentang Larangan, Pengawasan,

Penertiban, dan Penjualan Minuman beralkohol

a. Kelebihan

Jika suatu perintah diwujudkan dalam sebuah peraturan yang sifatnya mengikat

dan pelanggaran terhadapnya adalah suatu pelanggaran hukum. Tentu hal ini akan

memotivasi dan mendorong masyarakat untuk melaksanakannya. Demikian halnya

larangan mengkonsumsi minuman beralkohol dalam Islam yang telah diatur melalui

perda dan telah diterapkan di desa Padang. Tentunya memiliki kelebihan atau

kemudahan dalam menerapkannya di desa Padang, antara lain:

Pertama, Pemerintah Desa Padang punya otoritas untuk menerapkan peraturan

ini dimasyarakat. Sudah dimaklumi bahwa ketika sebuah peraturan ditetapkan atau

163
Andi Rukman, Op. Cit.
164
H.Leleng, Op.Cit.

109
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

diberlakukan oleh pihak yang berwenang, maka peraturan tersebut akan mudah

dilaksanakan dan akan sangat sedikit kemungkinan adanya penentangan atau

penolakan dari masyarakat, ditambah lagi aturan tersebut legal baik menurut agama

maupun hukum positif. Serta memiliki landasan filosofis di tengah-tengah

masyarakat.

Kedua, Pemerintah Desa Padang dapat menjatuhkan sanksi terhadap warga yang

melakukan pelanggaran. Sudah diketahui bersama bahwa suatu peraturan yang tidak

ada sanksinya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Maka dengan dijadikannya

larangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol ini sebagai hukum positif,

memberikan sanksi kepada warga yang tidak mau mentaati larangan tersebut dapat

dilakukan, tanpa takut akan adanya penentangan dan perlawanan dari masyarakat.

Sebab selain menjadi larangan dalam agama yang mesti ditaati oleh setiap muslim,

larangan ini juga sudah menjadi larangan terhadap warga desa Padang sebagai warga

negara.

Seperti yang dikatakan oleh Andi Rukman bahwa sejak tahun 2005 telah

diterapkan sanksi terhadap warga yang melanggar aturan ini, yaitu hukum cambuk

sebanyak 40 kali bagi warga yang ketahuan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Selama rentan waktu 2005 hingga sekarang (2006) sudah ada lima warga yang

mendapat hukuman tersebut.165

165
Andi Rukman, Op. Cit.

110
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Selain hukuman cambuk, mereka yang melakukan pelanggaran terhadap perda

ini juga akan mendapatkan sanksi berupa sanksi moral. Sebab ketika ada warga yang

dihukum, semua warga desa tahu.

Ketiga, Pemerintah Desa Padang dapat membuat aturan-aturan baru yang dapat

mendukung dan memperkuat perda yang sudah ada. Kadang suatu peraturan daerah

yang dibuat oleh Pemda kabupaten tidak secara detail menyebutkan teknis

pelaksanaannya disuatu daerah (tingkat desa), maka diperlukan perangkat-perangkat

aturan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya perda tersebut dengan baik serta

sesuai untuk dilaksanakan di daerah setempat.

Dalam hal ini Kepala Desa Padang, Andi Rukman, mengakui telah membuat

aturan-aturan berupa peraturan desa (perdes) yang dapat mendukung penerapan perda

ini di desanya. Adapun peraturan desa yang dibuat berkenaan dengan perda larangan

peredaran dan penjualan miras adalah perdes No. 05 Th. 2006 tentang pelaksanaan

hukum cambuk. Dimana dalam perdes ini dimuat aturan yang mempertegas dan lebih

merinci apa yang telah diatur dalam perda larangan peredaran dan penjualan

minuman keras serta menetapkan sanksi terhadap pelanggaran perda tersebut.166

b. Dampak/ Pengaruh

Sebagai sebuah peraturan, perda larangan peredaran dan penjualan minuman

beralkohol, tentu saja akan menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat tempat

peraturan itu diberlakukan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga desa

166
Ibid.

111
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Padang, dapat diketahui bahwa perubahan atau pengaruh diterapkannya perda ini

terhadap diri mereka, antara lain:

Pertama, Tidak ada lagi warga yang mabuk-mabukan di janlan-jalan. Sudah

menjadi pemandangan yang lazim di desa Padang sebelum diberlakukannya perda

larangan peredaran dan penjualan minuman keras, banyak pemuda-pemuda desa yang

nongkrong di jalan-jalan sambil mabuk-mabukan.

Tapi setelah perda tentang larangan peredaran, penertiban dan penjualan

minuman beralkohol di Bulukumba diterapkan di desa Padang, serta diberlakukannya

hukum cambuk terhadap pelanggaran perda ini, maka tidak ditemukan lagi ada

pemuda-pemuda desa yang nongkrong di jalan-jalan sambil mabuk-mabukan. Bahkan

menurut H. Andi Umar, jangankan di jalan-jalan, kios atau dirumah-rumah warga

yang biasa dipakai untuk pesta minuman keras pun sudah tidak ada lagi.167

Kedua, warga merasa aman dalam beraktivitas, hal ini hampir dirasakan oleh

semua warga desa Padang, dimana sebelumnya warga sangat merasa tergtanggu

dengan ulah beberapa warga yang suka mabuk-mabukan baik di jalan-jalan maupun

rumah dan warung-warung. Hal ini diungkapkan oleh Lilis Henrika Utami, salah

seorang pelajar di desa Padang, demikian pula beberapa warga lainnya yang penulis

interviu, bahwa sejak diberlakukannya perda minuman keras ini mereka sudah merasa

167
H. Andi Umar, Warga Desa padang, Wawancara, Desa padang, 31 Juli 2006

112
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

aman dalam beraktivitas, tidak ada lagi gangguan dari preman-preman desa yang

suka mabuk-mabukan.168

Ketiga,Berkurangnya warga, ataupun kios dan warung-warung yang menjual

minuman keras. Jenis minuman keras yang banyak dijumpai di desa Padang sebelum

adanya perda yang melarang peredaran dan penjualan minuman keras adalah jenis

tuak, hal ini disebabkan karena hampir semua warga yang memiliki pohon aren bisa

membuatnya, yaitu nira aren difermentasi atau diragikan, dan harganya pun relatif

lebih murah dibandingkan minuman keras lainnya.

Namun setelah diberlakukannya perda miras, dan gencarnya sosialisasi yang

dilakukan pemerintah desa Padang serta adanya hukuman yang tegas terhadap warga

yang melanggar menjadikan desa Padang bebas dari minuman keras, setidaknya

demikianlah asumsi yang diungkapkan kepala desa Padang, Andi Rukman. Bahwa

kalaupun ada warga yang menjual minuman keras, itu sangat sedikit dan dilakukan

secara sembunyi-sembunyi.169

Keempat,tingkat kriminalitas menurun drastis hingga 99 %. Dampak positif yang

paling dirasakan warga desa Padang dengan diterapkannya perda-perda Syari’at Islam

di desa Padang adalah menurunnya tingkat kriminalitas.

Dimana sebelumnya warga desa sangat merasa tidak nyaman dengan maraknya

kejahatan di desa Padang seperti pencurian, penganiayaan, perkelahian dan tindak

kriminal lainnya. Bahkan menurut H. Abdul Malik, bahwa bukan hanya warga desa

168
Lilis Henrika Utami, Warga Desa padang, Wawancara, Desa padang, 31 Juli 2006
169
Andi Rukman, Op. Cit.

113
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Padang yang merasa aman dengan semakin terciptanya ketentraman dan keamanan di

desa Padang, tetapi desa tetangga pun merasa aman, karena sebelumnya desa Padang

dikenal dengan banyak pencuri.170

c. Kendala dan Kelemahan

Kendala dan kelemahan akan senantiasa menyertai penerapan suatu aturan yang

ingin diberlakukan disuatu masyarakat tertentu. Demikian halnya pemberlakuan

perda tentang larangan peredaran dan penjualan minuman keras di desa Padang

kabupaten Bulukumba. Bahwa dalam pelaksanaan perda ini di tengah-tengah

masyarakat desa Padang, mengalami beberapa kendala ataupun kelemahan.

Seperti yang diungkapkan Kepala desa Padang Andi Rukman, bahwa penegakan

perda minuman keras ini menghadapi beberapa kendala dan kelemahan, diataranya

adalah:

Pertama, Pemahaman masyarakat tentang keharaman dan bahaya minuman

beralkohol masih sangat minim.

Diakui oleh kepala desa Padang, tokoh-tokoh agama serta tokoh masyarakat

desa Padang, bahwa yang menjadi kendala utama warga desa Padang dalam

melaksanakan perda minuman keras ini, adalah minimnya pengetahuan mereka akan

keharaman dan bahaya minuman beralkohol. Bahkan ada sebagian warga yang

menjadikannya sebagai mata pencaharian, dengan memproduksi tuak dari nira aren.

Kedua, Sanksi yang diberlakukan belum sepenuhnya hukum Islam.

170
H. Abdul Malik, Op. Cit.

114
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Walaupun pemerintah desa Padang telah membuat peraturan desa (perdes) yang

mengatur tentang sanksi terhadap pelanggaran perda minuman keras ini, tetapi sanksi

tersebut belum sepenuhnya sesuai hukum hudud dalam Syari’at Islam, sebab warga

yang melakukan pelanggaran terhadap perda, boleh memilih hukuman yang

diterimanya antara hukuman cambuk (Hukum Hudud) atau dilimpahkan kepada

kepolisian yang kemudian diproses sesuai hukum KUHP (Hukum Positif).171

Ketiga, Penjualan miras secara sembunyi-sembunyi atau pembelian miras diluar

desa Padang. Ini juga menjadi kendala pemerintah desa Padang dalam memberantas

minuman keras di desa Padang, bahwa ada penjualan miras yang dilakukan warga

secara sembunyi-sembunyi atau ada warga yang membeli minuman terlarang tersebut

di luar desa Padang kemudian membawanya ke desa Padang.172

2. Analisis Terhadap Perda No. 02 Th. 2003, Tentang Pengelolaan Zakat Profesi,

Infaq dan shadaqah

a. Kelebihan

Jika suatu perintah diwujudkan dalam sebuah peraturan yang sifatnya mengikat

dan pelanggaran terhadapnya adalah suatu pelanggaran hukum. Tentu hal ini akan

memotivasi dan mendorong masyarakat untuk melaksanakannya. Demikian halnya

perintah membayar zakat, infaq dan shdaqah dalam Islam yang telah diatur melalui

171
Lihat Peraturan Desa Padang No. 05 Th. 2006, Pasal 12. Tentang Pelaksanaan Hukum
Cambuk.
172
Andi Rukman, Op. Cit.

115
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

perda dan telah diterapkan di desa Padang. Tentunya memiliki kelebihan atau

kemudahan dalam menerapkannya di desa Padang, antara lain:

Pertama, Pemerintah Desa Padang punya otoritas untuk menerapkan peraturan

ini dimasyarakat. Sudah dimaklumi bahwa ketika sebuah peraturan ditetapkan atau

diberlakukan oleh pihak yang berwenang dan punya otoritas, maka peraturan tersebut

akan lebih mudah diterapkan dan dilaksanakan serta akan sangat kecil kemungkinan

adanya penentangan atau penolakan dari masyarakat, ditambah lagi aturan tersebut

legal baik menurut agama maupun hukum positif.

Kedua, Pemerintah Desa Padang dapat menjatuhkan sanksi terhadap warga yang

melakukan pelanggaran. Dan sudah diketahui bahwa suatu peraturan yang tidak ada

sanksinya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Maka dengan dijadikannya

kewajiban membayar zakat, infaq dan shadaqah dalam Islam ini sebagai hukum

positif, maka untuk memberikan sanksi kepada warga yang tidak mau membayar

zakat, infaq dan shadaqah dapat dilakukan, tanpa takut akan adanya penentangan dan

perlawanan dari masyarakat. Sebab selain sebagai kewajiban agama yang mesti

dilaksanakan oleh setiap muslim, kewajiban ini juga sudah menjadi kewajiban warga

desa Padang sebagai warga negara.

Seperti yang diakui oleh Ibu Rahmi Kurniati, bahwa sejak adanya perda tentang

pengelolaan zakat ini, ia sudah membayar zakat setiap selesai panen, sebab selain

sudah menjadi kewajiban agama juga akan mendapat sanksi dari pemerintah desa,

116
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

yaitu kita tidak akan dilayani jika ada keperluan di kantor desa. seperti mau mengurus

surat-surat.173

Ketiga, Pemerintah Desa Padang dapat membuat aturan-aturan baru yang dapat

mendukung dan memperkuat perda yang sudah ada. Kadang suatu peraturan daerah

yang dibuat oleh Pemda kabupaten tidak secara detail menyebutkan teknis

pelaksanaannya disuatu daerah (tingkat desa), maka diperlukan perangkat-perangkat

aturan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya perda tersebut dengan baik serta

sesuai untuk dilaksanakan di daerah setempat.

Dalam hal ini Kepala Desa Padang mengakui telah membuat aturan-aturan baru

yang mendukung penerapan perda pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah ini di Desa

Padang, meskipun belum maksimal, tapi dia telah membuat aturan bahwa warga yang

belum membayar zakat atau infaq dan shadaqahnya tidak akan dilayani keperluannya

di kantor desa serta tetap akan dikenakan denda sesuai jumlah zakat yang belum

dibayar.174

b. Dampak/ Pengaruh

Sebagai sebuah peraturan, perda pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah tentu saja

akan menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat tempat peraturan itu diberlakukan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga desa Padang, dapat diketahui bahwa

perubahan atau pengaruh diterapkannya perda ini terhadap diri mereka, antara lain:

173
Rahmi Kurniati, Op. Cit.
174
Andi Rukman, Op. Cit.

117
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Pertama, Warga yang tidak pernah membayar zakat mal sudah mulai membayar

zakat mal. Sebelum adanya keharusan membayar zakat mal dalam bentuk peraturan

daerah, banyak diantara warga desa Padang yang belum membayar zakatnya, bahkan

warga yang mau membayar zakat mal ini bisa dihitung jari. Ini bisa terjadi

dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya pemahaman warga tentang kewajiban

zakat mal, dan belum ada yang mengkoordinir pengumpulannya.

Seperti yang diungkapkan ibu Rahmi Kurniati, bahwa dia sudah mulai

mengeluarkan zakat setiap selesai panen sejak adanya peraturan keharusan membayar

zakat mal.175

Kedua, warga mengumpulkan zakatnya melalui satu jalur yaitu melalui Unit

Pengumpul Zakat (UPZ) desa. Diakui oleh H. Leleng, ketua UPZ desa Padang,

bahwa selama ini warga yang mengeluarkan zakatnya, baik zakat fitra maupun zakat

mal langsung dibagikan kepada fakir miskin yang dikenalnya, sehingga kurang

maksimal dalam pembagiannya. namun setelah pengelolaan zakat ini dituangkan

dalam peraturan daerah, dan diberlakukan di desa Padang semua warga desa yang

inigin mengeluarkan zakatnya, baik zakat fira maupun zakat mal harus melalu UPZ

desa.

Ketiga, Pendataan muzaki dan mustahik serta penditribusian zakat sudah teratur.

Salah satu kemajuan yang dicapai dalam pengelolaan zakat melalui perda di desa

Padang ini adalah pendataan terhadap para muzakki (wajib zakat) dan mustahiq (yang

175
Rahmi Kurniati, Op. Cit.

118
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

berhak menerima zakat) disetiap dusun sudah teratur, sehingga dapat dilakukan

pendistribusian yang merata kepada para mustahiq.

Keempat, Meningkatnya pemasukan pembayaran zakat, infaq dan shadaqah

warga. Seiring dengan dijadikannya kewajiban zakat dalam Islam menjadi peraturan

daerah yang mesti diikuti oleh warga setempat, serta gencarnya sosialisasi kewajiban

zakat, melalui pengajian-pengajian, masjid-masjid maupun pertemuan di kantor desa

semakin memotivasi warga desa untuk membayar zakat, yang artinya semakin

bertambahnya pemasukan zakat di desa Padang dibandingkan tahun-tahun

sebelumnya.

Diakui oleh Andi Rukman dan H. Leleng bahwa pemasukan zakat sejak

diberlakukannya perda zakat ini menjadi dua kali lipat. Kalau sebelum ada perda

zakat ini pemasukan zakat tidak mencapai 10 juta dalam setahun sekarang sudah

mencapai 20 juta.176

c. Kendala dan Kelemahan

Kendala dan kelemahan akan senantiasa menyertai penerapan suatu aturan yang

ingin diberlakukan disuatu masyarakat tertentu. Demikian halnya pemberlakuan

perda tentang Pengelolaan Zakat, infaq dan shadaqah di desa Padang kabupaten

Bulukumba. Bahwa dalam pelaksanaan perda ini ditengah-tengah masyarakat,

mengalami beberapa kendala ataupun kelemahan.

176
Andi Rukman dan H. Leleng, Op. Cit.

119
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Seperti yang diungkapkan Andi Rukman, bahwa dalam penegakan perda zakat,

infaq dan shadaqah ini di desa Padang, mengalami beberapa kendala dan kelemahan,

diataranya adalah:

Pertama, Pemahaman masyarakat tentang kewajiban zakat, infaq dan shadaqah

masih sangat minim, bahkan ada anggapan warga bahwa zakat yang dikeluarkan

hanyalah zakat fitrah.

Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat di desa Padang

menjadi kendala utama penegakan perda zakat ini, sehingga kesadaran warga untuk

membayar zakat, infaq dan shadaqah pun sangat rendah. Karena sebagaian mereka

beranggapan bahwa zakat itu hanya zakat fitrah.

Kedua, Tidak ada sanksi yang tegas.

Sanksi dalam suatu aturan merupakan salah satu unsur terlaksananya peraturan

tersebut dengan baik. Maka inilah yang menjadi salah satu kelemahan perda

pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah yang diterapkan di desa Padang, yaitu belum

adanya sanksi yang tegas. Diakui oleh Kepala desa Padang bahwa memang sudah ada

sanksi yang diterapkan tapi itu hanya sanksi administrasi saja, belum ada sanksi yang

benar-benar tegas.

Ketiga, Jumlah zakat dari hasil pertanian ditentukan sendiri oleh warga. Ini juga

adalah salah satu kekurangan dalam pelaksanaan perda zakat di desa Padang, dimana

pada saat panen warga sendiri yang menentukan jumlah zakat yang dikeluarkan tanpa

disaksikan oleh anggota Unit Pengumpul Zakat (UPZ) desa. Hal ini sangat

memungkinkan ketidak sesuaian jumlah zakat yang seharusnya dikeluarkan.

120
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Keempat, Pengelolaan belum maksimal. Yang dimaksud disini adalah bagaimana

pemerintah desa Padang bisa memenej hasil pengumpulan zakat, infaq dan shadaqah

warga. Tidak hanya mengumpulkan zakat lalu membagikannya kepada fakir miskin

dan du’afa, karena hal seperti ini sudah dapat dilakukan oleh muzakki sendiri.

Tapi yang diharapkan disini bagaimana pemerintah desa Padang bisa lebih

kreatip dalam pendayagunaannya, seperti pengembangan SDM, berupa pemberian

biasiswa dari tingkat SD/MI (Madrasah Ibtidaiyah) sampai S3 (strata 3),

pengembangan dibidang ekonomi seperti pinjaman tanpa kredit dan sitem bagi hasil.

Kelima, Sebagian warga adalah penggarap sawah orang lain. Ini juga kendala

yang dihadapi warga dalam melaksanakan perda zakat ini, dimana mereka akan

merasa tambah berkurang pendapatannya ketika harus mengeluarkan zakat lagi.

3. Analisis Terhadap Perda No. 05 Th. 2003, Tentang Berpakaian Muslim dan

Muslimah

a. Kelebihan

Jika suatu perintah diwujudkan dalam sebuah peraturan yang sifatnya mengikat

dan pelanggaran terhadapnya adalah suatu pelanggaran hukum. Tentu hal ini akan

memotivasi dan mendorong masyarakat untuk melaksanakannya. Demikian halnya

perintah berpakaian muslim dan muslimah dalam Islam yang telah diatur melalui

perda dan telah diterapkan di desa Padang. Tentunya memiliki kelebihan atau

kemudahan dalam menerapkannya di desa Padang, antara lain:

121
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Pertama, Pemerintah Desa Padang punya otoritas untuk menerapkan peraturan

ini dimasyarakat. Sudah dimaklumi bahwa ketika sebuah peraturan ditetapkan atau

diberlakukan oleh pihak yang berwenang, maka peraturan tersebut akan mudah

dilaksanakan dan akan sangat sedikit kemungkinan adanya penentangan atau

penolakan dari masyarakat. Ditambah lagi aturan tersebut legal baik menurut agama

maupun hukum positif.

Kedua, Pemerintah Desa Padang dapat menjatuhkan sanksi terhadap warga yang

melakukan pelanggaran. Dan sudah diketahui bahwa suatu peraturan yang tidak ada

sanksinya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Maka dengan dijadikannya

kewajiban berpakaian muslim dan muslimah dalam Islam ini sebagai hukum positif,

pemerintah dapat memberikan sanksi kepada warga yang melanggar, tanpa takut akan

adanya penentangan dan perlawanan dari masyarakat. Sebab selain kewajiban agama

yang mesti dilaksanakan oleh setiap muslim, kewajiban ini juga sudah menjadi

kewajiban sebagai warga negara.

Seperti yang diakui oleh Ibu Meliani, ketika perda berpakaian Muslim dan

Muslimah ini diterapkan di desa Padang pada tahun 2003, tidak ada warga yang

menentang atau menolaknya. Karena hal ini memang kewajiban agama mereka.

Apalagi ada sanksi bagi yang tidak mentaatiya berupa tidak akan dilayani di kantor

desa jika tidak memakai hijab.

122
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Jika dulu warga desa Padang belum mengenakan hijab atau yang sudah tapi

masih setengah-setengah, kadang pakai, kadang tidak. Sekarang mereka semua sudah

berhijab ketika keluar rumah, baik ke pasar maupun untuk menghadiri suatu acara. 177

Ketiga, Pemerintah Desa Padang dapat membuat aturan-aturan baru yang dapat

mendukung dan memperkuat perda yang sudah ada. Kadang suatu peraturan daerah

yang dibuat oleh Pemda kabupaten tidak secara detail menyebutkan teknis

pelaksanaannya disuatu daerah (tingkat desa), maka diperlukan perangkat-perangkat

aturan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya perda tersebut dengan baik serta

sesuai untuk dilaksanakan di daerah setempat.

Dalam hal ini Kepala Desa Padang mengakui telah membuat aturan-aturan baru

yang mendukung penerapan perda berpakaian Muslim dan Muslimah ini di Desa

Padang, seperti aturan bahwa warga yang tidak berpakaian Muslim dan Muslimah

tidak akan dilayani keperluannya di kantor desa.178

Keempat, Warga masyarakat Desa Padang yang mengadakan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang berhubungan dengan busana Muslim, seperti lomba-lomba busana

Muslim akan didukung dan dibantu sepenuhnya oleh pemerintah setempat. Baik

bantuan berupa materi maupun fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan

tersebut.

177
Meliani, Warga Desa Padang, Wawancara, Desa Padang, 31 Juli 2006
178
Andi Rukman, Op. Cit.

123
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

b. Dampak/ Pengaruh

Sebagai sebuah peraturan, perda berpakaian Muslim dan muslimah tentu saja

akan menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat, dimana peraturan itu

diberlakukan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga desa Padang, dapat

diketahui bahwa perubahan atau pengaruh diterapkannya perda ini terhadap diri

mereka, antara lain:

Pertama, mereka yang selama ini malu untuk berhijab, sudah dapat mamakai

hijab dengan bebas tanpa merasa malu, sebab kewajiban hijab ini sudah menjadi

peraturan pemerintah yang berlaku kepada semua warga Desa Padang. Kita ketahui

bahwa sesuatu yang berlaku umum akan dianggap biasa dan tidak lagi kelihatan

asing.

Kedua, warga malu keluar rumah tanpa mengenakan hijab, meskipun, hijab yang

digunakan belum sepenuhnya memenuhi syarat yang ditetapkan Syari’at Islam.

Seperti masih terdapat warga yang mengenakan jilbab yang ketat, sempit, dan kecil.

Tetapi setidaknya menurut Rusni, sejak adanya peraturan keharusan memakai

hijab, dia tidak lagi merasa malu untuk memakai jilbab, bahkan sekarang terjadi

sebaliknya, dia merasa malu untuk keluar rumah tanpa mengenakan hijab, sebab

hampir semua warga Desa Padang yang wanita memakai jilbab.179

Ketiga, Warga semakin termotivasi dan terdorong untuk memakai hijab. Dengan

diterapkannya beberapa perda keagamaan di desa Padang, maka kesemarakan syi’ar

Islam sangat terasa dengan bermunculannya kegiatan-kegiatan keagamaan seperti,


179
Rusni, Op. Cit.

124
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

ramainya TPA-TPA, majelis ta’lim-majelis ta’lim bermunculan, lomba-lomba yang

bernuansa keislaman, semakin banyaknya warga yang memakai hijab.

Tentunya hal ini menimbulkan motivasi dan dorongan tersendiri bagi warga yang

lain untuk berhijab.

Keempat, Penyanyi Orkes/Electon sudah memakai hijab, lagu-lagu yang

dinyanyikan pun bernuansa islami. Sejak dari awal diterapkannya perda yang

mengatur pakaian muslim dan muslimah di desa Padang, pemerintah desa telah

membuat aturan bahwa tidak akan memberi izin kepada warga yang ingin

mengadakan hiburan Orkes atau Electon sebelum pemilik hiburan tersebut

menandatangani pernyataan akan berpakaian muslim dan muslimah serta lagu-lagu

yang akan dinyanyikan harus bernuansa islami.

Kelima, Maraknya lomba-lomba busana Muslim. Salah satu dampak positif yang

ditimbulkan dari penerapan perda tentang berpakaian muslim dan muslimah di desa

Padang adalah maraknya lomba-lomba busana muslim, sebagai salah satu sarana

mengenalkan busana-busana yang sesuai Syari’at Islam kepada warga, yang tentunya

diharapkan dapat memotivasi warga untuk berhijab.

Lomba-lomba busana muslim ini bukan hanya diadakan tingkat TPA atau TKA

saja, tapi tingkat ibu-ibu PKK dan majelis ta’lim pun diadakan, sehingga menambah

semarak syi’ar Islam di desa Padang.

Keenam, Meningkatnya jumlah warga yang memakai hijab. Dengan adanya

aturan untuk berhijab bagi warga desa Padang dan adanya sanksi-sanksi yang

diberlakukan bagi warga yang tidak berhijab, serta semakin semaraknya syi’ar Islam

125
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

di desa Padang, tentu saja semakin memotivasi dan mendorong warga untuk berhijab.

Fenomena ini memperlihatkan semakin meningkatnya jumlah warga desa Padang

yang mau berhijab.

Menurut pengakuan Andi Rukman, sebelum adanya perda berpakaian muslim

dan muslimah ini warga desa Padang yang memakai hijab hanya kurang lebih 10 %,

tetapi setelah perda ini diberlakukan warga desa Padang yang berhijab sudah

mencapai 70 %.180

c. Kendala dan Kelemahan

Seperti yang diungkapkan Andi Rukman, bahwa dalam penegakan perda

berpakaian Muslim dan Muslimah ini di desa Padang, mengalami beberapa kendala

dan kelemahan, diataranya adalah:

Pertama, Pemahaman masyarakat tentang kewajiban berhijab masih sangat

minim. Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat di desa Padang

menjadi kendala utama penegakan perda hijab ini, sehingga kesadaran warga untuk

berhijab pun rendah ata pun melaksanakan tapi baru sebatas karena hal tersebut

menjadi peraturan pemerintah yang mesti dilaksanakan sebagai warga negara.

Kedua, Tidak ada sanksi yang tegas. Diakui oleh Kepala desa Padang bahwa

memang sudah ada sanksi yang diterapkan tapi itu hanya sanksi administrasi saja.

Belum ada sanksi yang benar-benar tegas yang diterapkan kepada warga yang

melanggar.

180
Andi Rukman, Op. Cit.

126
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Ketiga, Merasa tidak nyaman mengenakan jilbab ketika ke sawah/kebun.

Warga desa Padang 99 % adalah petani/berkebun, yang sehari-harinya bekerja di

sawah ataupun di kebun-kebun, sehingga sebagian dari meraka merasa terganggu

ketika harus memakai jilbab turun ke sawah, ditambah lagi pemahaman akan

kewajiban hijab masih sangat kurang.

Keempat, Gencarnya media massa (TV) mempromosikan budaya Barat. Ini

merupakan problem yang dihadapi hampir seluruh warga negara Indonesia tak

terkecuali warga desa Padang yang sedang gencar-gencarnya mensosialisasikan

kewajiban berhijab bagi seorang muslim. Sehingga menjadi pemandangan yang ganjil

ketika warga selalu dihimbau untuk menutup aurat tapi di rumah, mereka selalu

disuguhi budaya-budaya yang bertentangan dengan Syari’at Islam tersebut melalui

TV.

4. Analisis Terhadap Perda No. 06 Th. 2003, Tentang Pandai Baca al-Qur’an Bagi

Siswa dan Calon Pengantin

a. Kelebihan

Jika suatu perintah diwujudkan dalam sebuah peraturan yang sifatnya mengikat

dan pelanggaran terhadapnya adalah suatu pelanggaran hukum. Tentu hal ini akan

memotivasi dan mendorong masyarakat untuk melaksanakannya. Demikian halnya

perintah untuk belajar membaca al-Qur’an dalam Islam yang telah diatur melalui

perda dan telah diterapkan di desa Padang. Tentunya memiliki kelebihan atau

kemudahan dalam menerapkannya di desa Padang, antara lain:

127
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Pertama, Pemerintah Desa Padang punya otoritas untuk menerapkan peraturan

ini dimasyarakat. Sudah dimaklumi bahwa ketika sebuah peraturan ditetapkan atau

diberlakukan oleh pihak yang berwenang dan punya otoritas, maka peraturan tersebut

akan mudah diterapkan dan dilaksanakan serta akan sangat sedikit kemungkinan

adanya penentangan atau penolakan dari masyarakat, ditambah lagi aturan pandai

baca al-Qur’an ini legal baik secara agama maupun hukum positif di Indonesia.

Kedua, Pemerintah Desa Padang dapat menjatuhkan sanksi terhadap warga yang

melakukan pelanggaran. Dan sudah diketahui bahwa suatu peraturan yang tidak ada

sanksinya tidak akan dapat berjalan dengan baik. Maka dengan dijadikannya

kewajiban pandai baca al-Qur’an ini sebagai hukum positif, maka untuk memberikan

sanksi kepada warga yang tidak mau belajar membaca al-Qur’an dapat dilakukan,

tanpa takut akan adanya penentangan dan perlawanan dari masyarakat. Sebab selain

sebagai kewajiban agama yang mesti dilaksanakan oleh setiap muslim, kewajiban ini

juga sudah menjadi kewajiban sebagai warga negara.

Ketiga, Pemerintah Desa Padang dapat membuat aturan-aturan baru yang dapat

mendukung dan memperkuat perda yang sudah ada. Kadang suatu peraturan daerah

yang dibuat oleh Pemda kabupaten tidak secara detail menyebutkan tekhnis

pelaksanaannya disuatu daerah (tingkat desa), maka diperlukan perangkat-perangkat

aturan lainnya yang dapat mendukung terlaksananya perda tersebut dengan baik serta

sesuai untuk dilaksanakan di daerah setempat.

Dalam hal ini di desa Padang telah diterapkan aturan bagi warga yang ingin

menikah. Yaitu tidak akan diberi surat keterangan nikah atau surat nikahnya akan

128
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

ditahan hingga ia bisa membaca al-Qur’an. Dan kemampuan baca al-Qur’an ini

dibuktikan didepan kepala desa atau Pembantu Pencatat Nikah (PPN), seperti yang

diakui Andi Rukman.181

Keempat, Warga masyarakat Desa Padang yang mengadakan kegiatan-kegiatan

keagamaan yang berhubungan dengan al-Qur’an, seperti lomba-lomba tahfidz surat-

surat pendek, tilawah al-Qur’an, dan kaligrafi sangat didukung dan dibantu

sepenuhnya oleh pemerintah setempat. Baik bantuan berupa materi maupun fasilitas-

fasilitas yang diperlukan dalam kegiatan tersebut.

b. Dampak/ Pengaruh

Sebagai sebuah peraturan, perda pandai baca al-Qur’an tentu saja akan

menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat, dimana peraturan itu diberlakukan.

Berdasarkan wawancara dengan beberapa warga desa Padang, dapat diketahui bahwa

perubahan atau pengaruh diterapkannya perda ini terhadap diri mereka, antara lain:

Pertama, Orang tua tidak malu untuk belajar membaca al-Qur’an. Sebelum ada

perda tentang pandai baca al-Qur’an di desa Padang belum ada TPA khusus orang tua

(TPA-O) dan tidak didapati ada orang tua yang belajar membaca al-Qur’an, namun

setelah diterapkannya perda pandai baca al-Qur’an ini tahun 2003, setidaknya telah

berdiri tiga TPA orang tua dengan jumlah santri 187 jiwa dan telah mewisuda kurang

lebih 90 santri.

Diakui oleh H.Napang, bahwa ketika perda ini diterapkan para orang tua yang

belum bisa membaca al-Qur’an tidak merasa malu lagi untuk belajar membaca al-
181
Andi Rukman, Op. Cit.

129
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Qur’an, termasuk dirinya yang baru bisa membaca al-Qur’an setelah diterapkannya

perda ini.182

Kedua, Bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan al-Qur’an dan

semaraknya lomba-lomba yang berkaitan dengan al-Qur’an. Dengan gencarnya

sosialisasi perda pandai baca al-Qur’an bagi siswa dan calon pengantin ini,

mendorong para pengurus masjid dan mushalla untuk mendirikan TPA atau TKA,

baik untuk anak-anak ataupun bagi orang tua.

Begitu pula setiap hari-hari besar Islam selalu diadakan lomba-lomba yang dapat

memotivasi para santri untuk lebih giat dan bersemangat dalam belajar membaca al-

Qur’an. Seperti lomba tilawah al-Qur’an, tahfidz surat-surat pendek dan kaligrafi.

Ketiga, Warga semakin termotivasi untuk belajar membaca al-Qur’an. Dengan

semakin ramainya TPA, TKA dan semakin semaraknya lomba-lomba yang diadakan

antar TPA, memberikan motivasi tersendiri pada warga yang belum bisa membaca al-

Qur’an untuk mau belajar membaca al-Qur’an meskipun usia mereka sudah lanjut.

Keempat, Tingkat buta aksara al-Qur’an menurun drastis hingga 80 %. Seiring

dengan semakin banyaknya TPA dan TKA yang didirikan, dan semakin antusiasnya

warga desa belajar membaca al-Qur’an, baik anak-anak maupun para orang tua. Maka

terjadi penurunan jumlah buta huruf al-quran.

Hal ini diakui oleh Kepala desa Padang dan beberapa tokoh agama yang penulis

wawancarai, bahwa sebelum diberlakukan perda pandai baca al-Qur’an, warga yang

182
H. Napang, Op. Cit.

130
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

bisa membaca al-Qur’an hanya sekitar 20 %, TPA-TPA pun sangat jarang, apalagi

TPA orang tua belum ada sama sekali.183

c. Kendala dan Kelemahan

Kendala dan kelemahan akan senantiasa menyertai penerapan suatu aturan yang

ingin diberlakukan disuatu masyarakat tertentu. Demikian halnya pemberlakuan

perda tentang Pandai baca al-Qur’an bagi siswa dan calon pengantin di desa Padang

kabupaten Bulukumba. Bahwa dalam pelaksanaan perda ini ditengah-tengah

masyarakat desa Padang, mengalami beberapa kendala ataupun kelemahan.

Seperti yang diungkapkan Andi Rukman, bahwa dalam penegakan perda pandai

baca al-Qur’an bagi siswa dan calon pengantin ini di desa Padang mengalami

beberapa kendala dan kelemahan, diataranya adalah:

Pertama, Kurangnya tenaga pengajar atau guru mengaji. Ini adalah kendala

utama yang dihadapi pemerintah desa Padang dalam menegakkan perda pandai baca

al-Qur’an. Meskipun pemerintah desa telah melakukan langkah-langkah antisipasi

atau penyelesaian kendala kurangnya guru mengaji ini, dengan melakukan kerjasama

dengan beberapa pesantren atau Perguruan Tinggi Islam yang ada di Bulukumba

dalam pemberantasan buta aksara al-Qur’an. Namun hal tersebut kurang maksimal

karena sifatnya hanya insidental saja, sedangkan yang dibutuhkan adalah keseriusan

dan kontinuitas dalam penanganannya.

Kedua, Belum ada sanksi yang tegas. Seperti perda-perda lainnya, perda pandai

baca al-Qur’an pun belum mempunyai sanksi yang tegas terhadap warga yang
183
Andi Rukman, Op. Cit.

131
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

melanggar. Walaupun sebenarnya dalam perda ataupun perdes telah disebutkan

sanksi. Tapi itu hanya berlaku bagi warga yang ingin menikah atau anak-anak sekolah

yang ingin melanjutkan sekolah saja.

Ketiga, Pemahaman masyarakat tentang pentingnya belajar al-Qur’an masih

rendah.

Rendahnya tingkat pendidikan dan pemahaman masyarakat di desa Padang juga

menjadi kendala penegakan perda pandai baca al-Qur’an, sehingga kesadaran warga

untuk belajar atau memaksa anaknya untuk belajar membaca al-Qur’an masih rendah,

bahkan masih ada diantara mereka yang bersikaf acuh tak acuh terhadap pendidikan

al-Qur’an ini maupun prendidikan lainnya.

132
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Menda’wahkan tegaknya Syari’at Islam dan mengaplikasikannya baik secara

individu, keluarga, bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara, adalah

kewajiban bagi setiap Muslim. Hal ini bukanlah pekerjaan mudah yang bisa dianggap

remeh. Menegakkan syari’at Islam adalah pekerjaan besar yang membutuhkan

keseriusan, kecerdikan, semangat yang membaja dan membutuhkan pengorbanan

yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dalam usaha penerapan syari’at Islam di

Indonesia secara struktural, diperlukan terobosan-terobosan atau strategi-strategi baru

dalam upaya penerapannya di tengah-tengah masyarakat.

Salah satunya adalah dengan memanfaatkan Undang-Undang Otonomi Daerah

Tahun 1999, dimana dalam undang-undang tersebut diatur tentang kebebasan

pemerintah daerah dalam mengelola dan mengembangkan urusan rumah tangganya

sendiri, yang bersumber pada otonomi dan tugas perbantuan.

Berdasarkan undang-undang otonomi daerah, pemerintah daerah dapat membuat

peraturan, berupa peraturan daerah (perda) untuk menyelenggarakan pemerintahan

daerah yang bersangkutan. Termasuk di dalamnya mengatur masalah keagamaan,

dimana sebagian kegiatan keagamaan ini dapat dilaksanakan oleh pemerintah daerah

dalam rangka menumbuhkembangkan kehidupan beragama di wilayahnya.

Salah satu perda yang dapat disusun oleh pemerintah daerah dalam rangka

menumbuhkembangkan kehidupan beragama tersebut adalah perda yang

133
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

berlandaskan syari’at Islam. Seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah kabupaten

Bulukumba dengan menyusun dan menerapkan perda tentang larangan peredaran dan

penjualan minuman beralkohol, perda pengelolaan zakat profesi, infaq dan shadaqah,

perda berpakaian muslim dan muslimah, dan perda pandai baca al-Qur’an bagi siswa

dan calon pengantin.

Dalam upaya menegakkan empat perda ini. pemerintah kabupaten Bulukumba

melakukan berbagai macam bentuk sosialisasi dan strategi dalam memahamkannya

kepada masyarakat. Salah satu strateginya adalah dengan membentuk Desa

Percontohan Muslim, yang diharapkan menjadi pelopor pelaksanaan syari'at Islam.

Salah satu dari 12 desa Muslim yang telah terbentuk adalah desa Muslim Padang.

Sebagai salah satu daerah otonom, pemerintah desa Padang dapat melakukan

sosialisasi dan strategi-strategi yang sesuai dengan keadaan atau kebutuhan daerahnya

serta dapat membuat aturan-aturan desa yang dapat membantu terlaksananya perda-

perda tersebut di desa Padang.

Penegakan perda larangan peredaran dan penjualan minuman keras di desa

Padang telah mengubah wajah desa Padang yang sebelumnya dipenuhi perilaku

maksiat, mabuk-mabukan, pencurian, dan penganiayaan, menjadi desa yang aman

dan tentram. Penurunan tindak kriminal, kekerasan dan konsumsi minuman keras di

desa Padang mencapai 99 %, sehingga bisa dikatakan bahwa desa Padang telah bebas

dari minuman keras dan tindak kriminal lainnya.

Dalam mengawal penerapan perda ini pun pemerintah desa Padang telah

menetapkan sanksi atas warga desa yang melakukan pelanggaran berdasarkan hukum

134
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Islam (hukum cambuk), walaupun ada pilihan hukuman lainnya yang semuanya

tertuang dalam peraturan desa Padang.

Meskipun demikian, pemerintah desa Padang dalam menerapkan perda

dimasyarakat menghadapi beberapa kendala, diantaranya pemahaman masyarakat

tentang keharaman dan bahaya miras sangat minim dan masih adanya warga yang

memperjual belikan minuman beralkohol secara sembunyi-sembunyi.

Penegakan perda pengelolaan zakat profesi, infaq dan shadaqah, telah membawa

warga desa Padang kepada sikaf peduli terhadap sesama, sadar akan kewajiban

sebagai umat Muslim dalam hal membayar zakat. dimana sebelumnya mereka tidak

begitu peduli dan bersikaf acuh tak acuh.

Dengan meningkatnya pemasukan pembayaran zakat warga melalui satu jalur

yaitu melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) desa, memudahkan pemerintah desa

pengalokasiannya kepada Mustahiq secara merata. Para mustahiq menerima

pembagian zakat ini berupa modal usaha, tunjangan atau hibah, sesuai golongan atau

keadaan penerimanya.

Adapun kendala yang dihadapi dalam penegakkan perda zakat ini adalah tidak

ada sanksi yang tegas serta mekanisme pengumpulan zakat yang belum tertata secara

baik dan benar.

Penegakan perda berpakian muslim dan Muslimah, telah menumbuhkan

kesadaran hampir seluruh warga desa Padang untuk menjalankan salah satu

kewajiban sebagai seorang Muslim yaitu dalam hal menutup aurat. Sehingga sangat

sulit menemukan warga desa Padang yang tidak berhijab. Dalam penerapan perda ini

135
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

dilakukan berbagai macam strategi untuk memotipasi dan menyadarkan warga agar

mau melaksanakan peraturan. Walaupun belum ada sanksi yang tegas atas

pelanggaran perda ini tapi setidaknya sudah diberlakukan sanksi administrasi bagi

warga yang tidak mau berhijab.

Sedangkan yang menjadi kendala utama dalam pemberlakuan perda hijab ini

adalah warga desa Padang hidup sebagai petani sehingga merasa tidak nyaman

memakai hijab di sawah, kendala lainnya adalah gencarnya media massa (TV)

mempromosikan budaya barat (mempertontonkan wanita-wanita yang membuka

aurat)

Penegakan perda pandai baca al-Qur’an bagi siswa dan calon pengantin, perda ini

bukan hanya memotivasi para siswa dan calon pengantin untuk belajar membaca al-

Qur'an tapi hampir seluruh warga desa Padang juga termotivasi untuk belajar

membaca al-Qur’an. Dari yang masih berusia balita hingga yang sudah lanjut usia.

Salah satu faktor yang menyebabkkan warga desa Padang sangat antusias dan

dengan senang hati melaksanakan perda ini, adalah selain karena ini sudah menjadi

kewajiban bagi setiap umat Islam, juga karena wisuda santri-santri TPA, baik wisuda

TPA anak-anak maupun TPA orang tua selalu dihadiri oleh Bupati.

Kendala yang paling mendasar dirasakan pemerintah desa Padang dalam

menegakkan perda ini adalah kurangnya tenaga pengajar dan tidak ada sanksi yang

tegas terhadap mereka yang melanggar.

Penerapan perda-perda tersebut di Bulukumba khususnya di desa Padang, benar-

benar telah membawa perubahan yang signifikan. Dan penegakan perda-perda

136
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

tersebut tidak hanya memajukan hal-hal yang diatur dalam perda tersbut, akan tetapi

aspek-aspek lainnya pun ikut dimajukan dan ditumbuhkembangkan. Seperti dalam

hal pemahaman, motivasi dan kesadaran beragama. Hal lainnya adalah warga desa

Padang semakin terbiasa dengan simbol-simbol keislaman yang sebelumnya asing

bagi mereka.

Hasil signifikan yang telah dicapai dari penerapan perda syari’at Islam di desa

Padang, menunjukan bahwa penegakan syari’at Islam melalui perda sangatlah urgen

dan strategis dalam menegakan syari’at Islam. Karena ketika syari’at Islam dijadikan

hukum positif, masyarakat akan lebih mudah menerima, begitu pula pemerintah

setempat akan lebih leluasa dan mempunyai otoritas untuk memaksakannya kepada

masyarakat. Untuk itulah peluang dan kesempatan menegakan syari'at Islam ini harus

benar-benar mendapat perhatian yang serius.

Meskipun telah banyak hasil yang dicapai dalam menegakan syari’at Islam

melalui perda ini, tetap saja perda-perda tersebut belum sepenuhnya bisa dikatakan

seabagai perda syari’at Islam karena disana sini masih terdapat banyak kekurangan,

seperti dalam hal pemberian sanksi yang belum sepenuhnya sesuai dengan hukum

hudud dalam Islam, dan juga cakupan perda tersebut yang masih sangat terbatas.

Namun demikian, setidaknya ini adalah langkah awal dalam memperkenalkan

Syari’at Islam kepada masyarakat umum yang masih sangat awam akan kewajiban

menegakan syari’a Islam dalam kehidupan sehari-hari.

137
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M. Alfan M, Ed. Bagaimana Memenangkan Pilkada Langsung?, Jakarta:


Akbar Tanjung Institute, 2005, Cet. 1

Al-Jazairi, Abu Bakar, Ensiklopedi Muslim, terj. Fadhli Bahri, Lc., Jakarta : Darul
Falah, 2005 Cet. 1X

Al-Jufri, Salim Segaf et. al, Penerapan Syariat Islam Di Indonesia, Jakarta :PT.
Globalmedia Cipta Publishing, 2004, cet. I

Al-Maghribi bin as-Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak, Terj. Zainal
Abidin, Lc., Jakarta: Darul Haq, 2004, Cet. I

Al Hufy, Ahmad, Mangapa Rasulullah Berpoligami, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001,


Cet. 1
Al-Hilali, Majdi, 38 Sifat Generasi Unggulan, Terj.LESPISI, Jakarta: Gema Insani
Press, 2000, Cet. 2

Al-Qatthan, Manna, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an.


Al-Mawardi, Imam, Al-Ahkam As-Sulthaniyyah: Hukum-Hukum Penyelenggaraan
Negara dalam Syari’at Islam, Penj. Padli Bahri, Jakarta: Darul Falah,
2006, Cet. 2.

Al Chaidar, Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam Indonjesia, S.M. Karto


Soewirjo, Jakarta : Darul Falah, 1999, cet. II

Andris, Mahrus (Ed.), H.A. Patabai Pabokori, Mengawal Buluikumba Ke Gerbang


Syari’at Islam, Makassar : Karier Utama, 2005, Cet. I

As-Sayis, Muhammad Ali, Sejarah Fiqih Islam, terj. Nurhadi AGA, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2003, Cet. I,

Ash Shiddieqi, T.M. Hasbi, Syari’at Islam adalah Syari’at Dunia dan Kemanusiaan,
Semarang: Ramadhani, 1972.

As-Sadlan, Shaleh bin Ghanim, Aplikasi Syari’at Islam, terj. Kathur Suhardi, Jakarta:
Darul Falah, 2002, Cet. I.

Ash-Shobuni, Muhammad Ali, Shafwatu tafasir, Beirut : Darul qur’anul karim, 1981,
cet. IV, jilid 2,.

138
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Az-Zuhaili, Wahbah, Syari’at Islam Solusi Universal, terj. H.M. Ridwan Yahya,
Jakarta: Pustaka Nawaitu, 2004. Cet I

Aziz, Syeikh Abdul bin Abdullah bin Baz, Kewajiban Menerapkan Syari’at Islam,
terj. Muhammad Thalib, Jogjakarta : Wihdah Press, 2003, cet. I,

‘Azhim, Abdul bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz, Jakarta : Pustaka as-Sunnah, 2006,
Cet. I

Basalim, Umar, Pro-Kontra piagam Jakarta di Era Reformasi, Jakarta : Pustaka


Indonesia Satu, 2002,Cet.I,

Burhanudin, H. Nanang, Penegakan Syari’at Islam Menurut Partai Keadilan, Jakarta:


Al-JannahPustaka, 2004, Cet. I.

Djafar, H. Muhammadiyah, Pengantar Ilmu Fighi, Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet.
I.

El Ibrahimy, M. Nur, Peranan Tgk. M. Daud Beureu-eh dalam Pergerakan Aceh,


Jakarta : Media Da’wah, 2001 (Edisi Revisi)

Fauzan Al-Anshari, KUHP Syariah dan Penjelasannya, Jakarta:Departemen Data dan


Informasi Majelis Mujahidin Indonesia, 2005

………….dan Halawi Makmun, Hukum Murtad, Jakarta: Lembaga Kajian Syari’at


Islam, 2005.

.....……..., Pidana Terorisme, Jakarta : Lembaga Kajian Syari’at Islam, 2005

…………..dan Abdurrahman Madjrie, Hukuman Bagi Pezina dan Penuduhnya,


Jakarta: Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2

…………, Hukuman Bagi Konsumen Miras dan Narkoba, Jakarta : Khairul Bayan
Press, 2005, Cet. 2

…………, Hukuman Bagi Pencuri, Jakarta : Khairul Bayan Press, 2005, Cet. 2.

Gunawan, Hendra, M. Natsir Darul Islam, Jakarta : Media Da’wah, 2000, cet. I

Hasyimi, Muhammad Ali, Apakah Anda Berkepribadian Muslim, Terj. H. Salim


Basyarahil, Jakarta: Gema Insani Press, 1999, Cet 13. 29

Jasad, H. Usman, at. al. Membumikan Al-Qur’an di Bulukumba, Makassar:

139
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.10

Ka’bah, Rifyal, Politik & Hukum dalam al-Qur’an, Jakarta : Khaerul Bayan, 2005,
cet. I,

Latief, Abdul, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan Pada Pemerintahan Daerah,


Yogyakarta : UII Press, 2005. Cet. 1. hal. 62

Luth,Thohir, Mohammad Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta : Gema Insani


Press, 1999, cet. I,

Madjrie, Abdurrahman dan Fauzan Al-Anshari, Qishash Pembalasan yang Hak,


Jakarta : Khairul Bayan Press, 2003, Cet. 1.

Muhit, H. Abdul,MM, Manajemen ZIS Bazis Provinsi DKI Jakarta, Jakarta: Bazis
Provinsi DKI Jakarta, 2006, Cet.I,

Qaradhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penj. As’ad Yasin, Jakarta: Gema


Insani Press, 2000, Jilid I, Cet. 6

…………., Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifinn, Jakarta: Gema
Insani Press, 1997, Cet.2

………….., Halal dan Haram dalam Islam, Penj. Abu Sa’id Al Falahi, Jakarta :
Rabbani Press, 2000, Cet. 1

Ramulyo, Mohd. Idris, Asas-Asas Hukum Islam, Jakarta: Sinar grafika (edisi revisi),
2004, cet. I.

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005, Cet. 38

Rasyid, Daud, Indahnya Syari’at Islam, Jakarta: Usama Press, 2003, Cet. I

Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, Terj. Kahar Masyhur, Jakarta: Kamam Mulia, 1990,
Cet. 1

Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam, Bandung: As-Syamil Press &
Grafika, 2001, Cet 2

Siddiqi, Muhammad Nejatullah, Pemikiran Ekonomi Islam, Terj. A.M. Saefuddin,


Jakarta: Media Da’wah, 1986, Cet. 1

140
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

Sirajuddin, H.M., at. al. Ikhtiar Menuju Darussalam, Jakarta: KPPSI Sulsel dan
Pustaka Ar-Rayhan, 2005,

Tim Penyusun DDII, Panduan Zakat Infaq dan hadaqah, Dewan Da’wah Islamiyah
Indonesia, Jakarta

Yunus, Muhammad, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1989

MAKALAH

Abu Bakar Ba’asyir, “Mengenal Dasar-Dasar Dinul Islam”, Materi Untuk Membuat
Buku, Jakarta, 2005

Jeje Zainuddin, “Pengantar Fiqih Ibadah”, Makalah, , Bekasi: Materi Kuliah


Semester 2 STID Mohammad Natsir, 2005

Rifyal Ka’bah, Da’wah dan Sosialisasi Syari’at Islam, Makalah, 21 Desember 2005

MAJALAH/KORAN

Harian Republika, edisi 27 maret 2005.

Jurnal Clavia Fakultas Hukum Universitas 45 makassar, Vol. 5, No.2, 2004

Majalah Media Da’wah, Jumadil Awal 1427 H/ Juni 2006

Majalah Sabili, Edisi 20 TH.XII/ 21 April 2005.

KITAB UNDANG-UNDANG

Peraturan Desa Padang No. 05 Th. 2006

Perda Kabupaten Bulukumba:No. 03 Tahun 2002

.................: No. 02 Tahun 2003

.................: No. 05 Tahun. 2003

141
April 16,
SKRIPSI LUKMAN BIN MA’SA
2008

.................: No. 06 Tahun. 2003

TAP MPR No. III Tahun 2000

UU No. 32 tahun 2004

UU No. 10 Tahun 2004

UU No. 5 Tahun 1974

WEBSITE

http://www.tribun-timur.com

http://www.majelis.mujahidin.or.id

http://www.wanita-muslimah@yahoogroups.com

http://www.Fajar.co.id.

http:// www.iri-indonesia.org

http://www.Al-islam.org

142

Anda mungkin juga menyukai