Anda di halaman 1dari 3

Epidemiologi

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Usia, ras, jenis kelamin,
pekerjaan, lokasi geografik, dan musim dapat menjadi agen predisposisi bagi urtikaria.
Berdasarkan data dari National Ambulatory Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai
dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69% dari semua pasien urtikaria yang datang berobat
ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Urtikaria
disebut akut jika berlangsung kurang dari 6 minggu. Paling sering episode akut pada anak-anak
adalah karena reaksi merugikan atau efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit
virus. Episode urtikaria yang persisten melebihi 6 minggu disebut kronik dan paling sering
adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan karena autoimun.
Di Indonesia, prevalensi urtikaria belum diketahui pasti. Penelitian di Palembang tahun
2007 pada 3000 remaja usia 14-19 tahun, mendapatkan prevalensi urtikaria sebesar 42,78%.
Sebanyak 8-20% populasi diperkirakan pernah atau akan menderita urtikaria dalam perjalanan
hidupnya dan sebanyak 0,1% akan berkembang menjadi urtikaria kronis.
(Soter, Allen. Urticaria and Angioedema. Dalam : Freedberg, Eisen, Wolff, Austen. Fitzpatrick’s
Dermatology In Genereal Medicine. Edisi 8. New York : McGraw-Hill Inc.2012)
(siannoto,melisa. 2017. Diagnosis dan tata laksana urikaria. CDK-250/vol.44 no.3 : 190. )
Terapi
Tatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama, yaitu:
1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus
2. Terapi simptomatik
Untuk urtikari akut :
Hal terpenting dalam penatalaksanaan urtikaria akut adalah identifikasi dan eliminasi
penyebab atau faktor pencetus serta edukasi untuk mengurangi gejala dan menghindari
pencetus.
First-line therapy terdiri dari:

a. Edukasi kepada pasien:


 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan menggunakan bahasa
verbal atau tertulis.
 Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak
mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika
penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.
b. Langkah non medis secara umum, meliputi:
 Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol,
dan agen fisik.
 Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.
 Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.
Untuk terapi sistemik, dapat diberikan antihistamin-H1/generasi kedua (non sedatif)
a. Antihistamin
Antihistamin-H1 non-sedatif/ generasi kedua (azelastine, bilastine, cetirizine, desloratadine,
ebastine, fexofenadine, levocetirizine, loratadine, mizolastine, dan rupatadine) memiliki efikasi
sangat baik, keamanan tinggi, dan dapat ditoleransi dengan baik, sehingga saat ini digunakan
sebagai terapi lini pertama. Apabila keluhan menetap dengan pemberian antihistamin-H1 non-
sedatif selama 2 minggu, dosis antihistamin-H1 non-sedatif dapat ditingkatkan sampai 4 kali
lipat dosis awal yang diberikan. Antihistamin generasi pertama sudah jarang digunakan, hanya
direkomendasikan sebagai terapi tambahan urtikaria kronis yang tidak terkontrol dengan
antihistamin generasi kedua. Antihistamin generasi pertama sebaiknya diberikan dosis tunggal
malam hari karena mempunyai efek sedatif.
b. Kortikosteroid
Kortikosteroid digunakan hanya pada urtikaria akut atau eksaserbasi akut
urtikaria kronis. Salah satu kortikosteroid yang disarankan adalah prednison 15 mg/hari,
diturunkan 1 mg setiap minggu.
Terapi lini pertama untuk urtikaria adalah
Antihistamin H1 generasi baru (non-sedasi) yang dikonsumsi secara teratur,
bukan hanya digunakan ketika lesi muncul. Pemberian antihistamin tersebut harus
mempertimbangkan usia, status,kehamilan, status kesehatan dan respon individu.
Bila gejala menetap setelah 2 minggu, diberikan terapi lini kedua yaitu dosis AH1-ns
dinaikkan, dapat mencspsi 4 kali dosis biasa, dengan mempertimbangkan ukuran tubuh
pasien. Bila gejala menetapa setelah 1-4 minggu, dianjurkan penggunaan terapi lini
ketiga yaitu mengubah jenis antihistamin menjadi AH1 sedasi atau AH1-ns golongan
lain, ditambah dengan antagonis leukotrien, misalnya zalfirkulast atau montelukast.
Dalam terapi lini ketiga ini, bila muncul eksaserbasi, dapat diberikan
kortikosteroid sistemik (dosis 10-30 mg prednison) selama 3-7 hari.
Dalam tatalaksana urtikaria, slain terapi sistemik, juga dianjurkan untuk
pemberian terapi topikal untuk mengurangi gatal, berupa bedak kocok atau losio yang
mengandung mentol 0,5-1 % atau kalamin.

(Aisah. Urtikaria. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta : FKUI. 2016: 313.)

Anda mungkin juga menyukai