Anda di halaman 1dari 10

Senin, 03 Maret 2014

TERASERING

1.PENGERTIAN TERASERING

Terasering adalah bangunan konservasi tanah dan air secara mekanis yang dibuat untuk
memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng dengan jalan
penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan pembuatan teras adalah untuk
mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan memperbesar peresapan air, sehingga
kehilangan tanah berkurang (Sukartaatmadja 2004).

Terdapat berbagai cara mekanik dalam menahan erosi air dan angin. Cara utama adalah
dengan membentuk mulsa tanah dengan cara menyusun campuran dedaunan dan ranting
pohon yang berjatuhan di atas tanah; dan membentuk penahan aliran air, misalnya dengan
membentuk teras-teras di perbukitan (terasering) dan pertanian berkontur.

2.Terasering untuk 'Ekoleta' dan Kehidupan


Alam Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur yang berbukit dan bergunung-gunung
memiliki karakter khas yang bertolak belakang. Meski musim kemaraunya lebih panjang—
sekitar delapan bulan setahun—ketika memasuki musim hujan, curah hujan yang tinggi acapkali
memicu bencana longsor dan banjir.
Harap maklum. Ketika kemarau, umumnya karakter tanah di daerah dengan kemiringan
tertentu mengering. Butiran tanah lepas dan tanah-tanah merekah. Akibatnya, begitu musim
hujan datang, air hujan yang mengguyur sering kali membuat tebing-tebing runtuh, dan
terjadilah banjir dan longsor.
Ancaman erosi ini bukan hanya mengancam sumber pangan dan kekayaan alam,
melainkan juga keselamatan manusia. Itu sebabnya, guna mencegah erosi, terutama di daerah
dengan kemiringan tertentu atau daerah yang punya aliran sungai, penduduk umumnya
mengonservasi tanah dengan sistem terasering.
Model persawahan terasering di Flores antara lain dapat dijumpai di Desa Waturaka,
Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende, sekitar 45 kilometer dari kota Ende. Persawahan
terasering mudah dijumpai di Kabupaten Ngada, Manggarai, Mbay, dan Nagekeo,
semuanya di Pulau Flores.
Terasering merupakan bangunan konservasi tanah, teras-teras yang dibuat sejajar dengan
garis kontur alam yang dilengkapi dengan saluran peresapan, saluran pembuangan air, dan
tanaman penguat teras yang berfungsi sebagai pengendali erosi.
Dengan panorama sangat indah, hawa sejuk, dan udara yang bersih, tanaman padi
yang menghijau tumbuh subur di sana bersanding dengan beberapa pohon kelapa yang
menjulang. Demikian juga sejumlah lahan bisa ditanami sayur, termasuk tomat. Padi sawah di
Waturaka itu tertata rapi berhektar-hektar dalam sistem terasering bertingkat-tingkat.
”Alam seperti di Flores yang berbukit-bukit dan curam, dengan tingkat kemiringan 45-65
derajat, memang yang cocok dengan pertanian model persawahan terasering,” kata mantan
Kepala Dinas Pertanian Sikka Viator Parera.
Terasering yang menonjol dapat dijumpai di Ende, Ngada, atau Manggarai. Di
kawasan Waturaka dapat pula dijumpai model terasering di Desa Wologai, Kecamatan
Detusoko, Ende.
Luas tanaman padi sawah di desa ini mencapai 120 hektar, yang seluruhnya dibuat dengan
sistem terasering. Bentuk persawahan semacam ini untuk ukuran desa tergolong paling luas
di Ende, yang mempunyai total areal padi sawah 6.000 hektar.
Sekitar 60 persen areal tanaman sawah di Ende dibuka di tanah datar, sebagian besar
terletak di Kecamatan Wewaria, Maurole, Maukaro, dan Kotabaru. Adapun sawah model
terasering sekitar 40 persen di antaranya terdapat di Kecamatan Detusoko, Kelimutu,
Detukeli, dan Ndona Timur.
”Sawah dengan terasering di desa ini sudah dibuka sekitar tahun 1955 pada masa Raja Lio
dan tetap dipertahankan sampai kini dengan ditanami padi lokal Mbongawani Ekoleta,” kata
Kepala Desa Wologai Blasius Don Bosco Satu.
Blasius menceritakan, awal mula dibuka persawahan di Wologai atas permintaan
Raja Lio karena daerah tersebut memiliki tanah yang subur, banyak sungai, dan iklim yang
cocok untuk padi sawah.
Berhubung daerah ini terletak di dataran tinggi, sebagai penahan air dibuatlah terasering.
Titik tertinggi terasering di Wologai dibuat antara 800 meter dan 906 meter di atas
permukaan laut. Awalnya, pembuatan terasering dengan alat yang sederhana, yaitu
menggunakan tofa (semacam linggis) yang terbuat dari kayu.
Penduduk Desa Wologai yang berjumlah 749 jiwa dari 220 keluarga mayoritas adalah
petani, yang terdiri dari 8 kelompok dengan anggota 141 orang.
Sampai saat ini, penduduk Wologai tetap mempertahankan budidaya padi sawah karena
mereka juga mempertimbangkan aspek kelestarian alam.
Sebetulnya mereka amat memungkinkan beralih ke komoditas lain, seperti tanaman
hortikultura atau tanaman perdagangan. Namun, yang dikhawatirkan, dari kondisi tanah
sawah yang berlumpur, jika budidaya berganti dengan tanaman perdagangan, maka begitu
masuk musim kemarau tanah akan kering dan merekah. Ketika hujan datang longsor pun
mengancam.
Dengan budidaya padi sawah, tanah akan selalu basah karena senantiasa dialiri air,
dan terasering turut menekan limpasan air dari gunung ke hilir. Budidaya padi sawah yang
masih tetap lestari juga tak lepas dari masih taatnya masyarakat pada adat. Ketika mosalaki
(tetua adat) mengawali menanam padi lewat upacara adat Paki Tana, semua masyarakat akan
menurut. Begitu pula di kala panen, mosalaki akan mengawali lebih dulu.
Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Produksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kabupaten Ende, Karel
Kabesa Raya, mengatakan, dalam pertanian lahan kering dan basah mutlak dilakukan
konservasi tanah dan air, salah satunya dengan terasering.
”Apalagi seperti di Ende yang banyak daerah kemiringan, semakin terjal, teraseringnya juga
makin tinggi. Terasering selain berguna untuk mencegah erosi juga menyiapkan media tanam,”
kata Karel.
Padi sawah dengan model terasering juga dapat dijumpai di sejumlah titik di wilayah
Kabupaten Ngada, Flores, antara lain di Desa Nabelena, Kecamatan Bajawa Utara.
Total padi sawah di Ngada sekitar 5.000 hektar.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Ngada
Laurensius Ngiso Godja, terasering banyak dibuat di Kecamatan Golewa. Arealnya
mencapai 400 hektar sebab di daerah itu tersedia cukup air meski berada di kemiringan.
Memang ada pula di tempat lain, seperti Riung, Soa, dan Bajawa Utara, tapi tidak seluas
yang di Golewa,” kata Laurensius.
Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Manggarai
Vinsen Marung mengemukakan, penerapan terasering di Manggarai difokuskan pada lahan
untuk pengembangan tanaman sayur dan buah-buahan atau hortikultura.
Kepala Desa Wologai Blasius Don Bosco Satu juga mengungkapkan, selama di desa itu
menerapkan terasering, sampai saat ini masyarakat setempat dapat terhindar dari bencana
banjir dan longsor.
Mereka panen padi dua kali setahun, yakni pada bulan Desember-Februari dan bulan Juli-
Agustus. Tingkat produksi rata-rata 6,3 ton per hektar. Masa panen padi lokal jenis ini
memang relatif lama, yakni 5-6 bulan. Ada empat macam varietas Mbongawani Ekoleta, yakni
yang putih besar, putih kecil, merah besar (beras merah), dan merah kecil.
Beras dari Wologai yang dikenal dengan beras ekoleta itu sudah terkenal di wilayah
NTT, dan karena citarasanya yang khas, harganya pun relatif lebih mahal dibandingkan
beras jenis lain, yakni antara Rp 7.000 per kilogram dan Rp 7.500 per kilogram di tingkat
petani.
Warga Wologai sampai saat ini dapat menikmati kesejahteraan dari hasil panen padi sawah.
Mereka juga hidup tenang dan aman dari bencana banjir dan longsor dengan model
terasering yang diterapkan selama ini. Alam yang dijaga dengan baik akan memberi hasil yang
baik pula bagi kehidupan warga sekitar. Sebaliknya, alam akan murka jika manusia
mengeksploitasinya secara serampangan....

3.FUNGSI TERASERING

Penanaman pada terasering dilakukan dengan membuat teras-teras yang dilakukan untuk
mengurangi panjang lereng dan menahan atau memperkecil aliran permukaan agar air dapat
meresap ke dalam tanah. Jenis terasering antara lain teras datar, teras kredit, Teras
Guludan, dan teras bangku.
Jadi secara garis besar terasering adalah kondisi lereng yang dibuat bertangga tangga yang
dapat digunakan pada timbunan atau galian yang tinggi dan berfungsi untuk:

1. Menambah stabilitas lereng


2. Memudahkan dalam perawatan (Konservasi Lereng)
3. Memperpanjang daerah resapan air
4. Memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil kemiringan lereng
5. Mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off)
6. Dapat digunakan untuk landscaping

4.Jenis Jenis Terasering

Teras Datar (level terrace)


Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 % dengan tujuan
memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah. Teras datar dibuat dengan jalan menggali
tanah menurut garis tinggi dan tanah galiannnya ditimbunkan ke tepi luar, sehingga air dapat
tertahan dan terkumpul. Pematang yang terjadi ditanami dengan rumput.
Teras Kridit (ridge terrace)
Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 - 10 %, bertujuan untuk
mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras kridit di mulai dengan membuat jalur
penguat teras sejajar garis tinggi dan ditanami dengan tanaman seperti caliandra.

Teras Guludan (cotour terrace)


Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 - 50 % dan bertujuan untuk
mencegah hilangnya lapisan tanah
Teras Bangku (bench terrace)
Teras bangku dibuat pada lahan dengan kelerengan 10 - 30 % dan bertujuan untuk
mencegah erosi pada lereng yang ditanami palawija

Teras Individu
Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang
direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah yang curah hujannya
terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga memungkinkan pembuatan teras
individu.
Teras Kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang
direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Pembuatan teras hanya
dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal tersebut terdapat lahan yang tidak diteras
dan biasanya ditutup oleh vegetasi penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar
jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang
terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.
Teras Saluran
Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik konservasi
tanah dan air berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat untuk meresapkan air ke
dalam tanah serta menampung sedimen-sedimen dari bidang olah.

Teras Batu
adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak yang sesuai di sepanjang garis
kontur pada lahan miring
Sumber : http://oktaviaindahpermata.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai