Pembimbing :
dr. H. ERIE TRIJONO, Sp.THT-KL
Disusun oleh :
MUHAMMAD RUBANGI
(21704101072)
KEPANITERAAN KLINIK MADYA
LABORATORIUM ILMU PENYAKIT TELINGA
HIDUNG DAN TENGGOROK
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
MALANG
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas kasih karunia-Nya penulis
dapat menyusun makalah laporan kasus ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada
junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar
beserta keluarga dan para pengikutnya.
Atas izin dan kehendak Allah, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
OTITS MEDIA SUPURATIF KRONIS DEKSTRA TIPE BENIGNA.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada dr. Erie Trijono, Sp.THT-KL selaku kepala
SMF Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) yang telah
membimbing saya dalam penulisan laporan kasus ini. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik Madya Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok dan
meningkatkan keilmuan dibidang kesehatan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Kritik dan saran diharapkan guna menyempurnakan penulisan kedepannya. Semoga laporan
kasus ini memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................. 1
1.3 TUJUAN ........................................................................... 2
1.4 MANFAAT ....................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI .......................................................................... 3
2.2 ANATOMO TELINGA TENGAH ................................... 3
2.3 EPIDEMIOLOGI ............................................................... 6
2.4 KLASIFIKASI ................................................................... 7
2.5 PATOGENESIS ................................................................. 9
2.6 FAKTOR RISIKO ............................................................. 10
2.7 GEJALA KLINIS .............................................................. 12
2.8 DIAGNOSIS ...................................................................... 13
2.9 PENATALAKSANAAN ................................................... 14
2.10 KOMPLIKASI .................................................................. 19
2.11 PROGNOSIS .................................................................... 25
BAB III DATA PASIEN ........................................................................ 26
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 37
BAB V KESIMPULAN ........................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 39
iii
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
mengabaikan keluhan telinga berair. Kematian terjadi pada 18,6% kasus OMSK dengan
komplikasi intrakranial seperti meningitis.3
Oleh karena tingginya insiden OMSK dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan
oleh OMSK ini, maka penulis tertarik mengangkat topik ini sebagai judul penulisan
laporan kasus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustakhius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.5 Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)
atau yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya
lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
(sekret) dari telinga (otore) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.1,2,3
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis
media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang
menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi
yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah
(gizi kurang), dan higiene yang buruk.5
Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, prosesus mastoideus,
dan tuba eustakhius.1,5,6
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan
liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-
10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm
.Letak membran timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang
arahnya dari belakang luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital
dan horizontal. Membran timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut
menonjol ke arah kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah
tampak refleks cahaya (cone of ligt).
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1
a. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1
a. Pars tensa
6
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus
bagian tulang dari tulang temporal.
b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.
Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2
lipatan yaitu :
Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan
sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus ini dan bagian ini
disebut insisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh
cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan
dalam disarafi oleh nervus timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membran timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris
interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang
dari arteri maksilaris interna dan oleh stilomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :1,5
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
7
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding
anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustakhius.1,5,6
Tuba eustakhius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk
seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan
nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan
medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi Tuba Eustakhius adalah ventilasi, drenase sekret dan menghalangi
masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.Ventilasi berguna untuk menjaga agar
tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi
tuba dapat dibuktikan dengan melakukan perasat Valsava dan perasat Toynbee.5
Perasat Valsava meniupkan dengan keras dari hidung sambil mulut dipencet serta
mulut ditutup. Bila Tuba terbuka maka akan terasa ada udara yang masuk ke telinga
tengah yang menekan membran timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan
kalau ada infeksi pada jalur nafas atas.5
Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sampai hidung dipencet
serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membran timpani tertarik ke
medial. Perasat ini lebih fisiologis.5
2.3 EPIDEMIOLOGI
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh
ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo
dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika
8
Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh
negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah
minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan
status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk
meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.3
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200
juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia. Berdasarkan
Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran oleh Departemen
Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung, dan
Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi
pada kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis
media supuratif kronis antara 2,1-5,2%.4 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2006 menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan
pasien.3
2.4 KLASIFIKASI
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3
a. Tipe tubotimpani (tipe benigna/tipe jinak/tipe aman/tipe rinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja
dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi
sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustakhius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien
dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan
anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa
juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan
hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek.
b. Tipe atikoantral (tipe maligna/tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)
9
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini
letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik
utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin
sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom
merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah
proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal sehingga akan
mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam
matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor-α, dan
transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel keratinosit matriks
kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis.
Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan
nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:
1. Kongenital8
Kolestatom kongenital terbentuk pada masa embrionik. Patogenesis kolesteatom
kongenital tidak sepenuhnya dimengerti. Namun ada beberapa teori diantaranya Teed
menyatakan bahwa penebalan epitel ektodermal berkembang bersama-sama dengan
ganglion genikulatum , dari medial sampai ke bagian leher dari tulang malleus. Kumpulan
epitel ini nantinya akan mengalmi involusi menjadi lapisan lapisan epitel telinga tengah.
Jika involusi ini gagal terjadi maka kumpulan epitel tersebut akan menjadi kolesteatom
kongenital.
Pada kolesteatom kongenital ditemukan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda
infeksi, lokasi kolesteatom biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di
serebelopontin angle.5
10
Teori implantasi dikatakan bahwa kolesteatom terjadi akibat implantasi epitel kulit
secara iatrogenik ke dalam telinga tengah sewaktu operasi, setelah blust injury,
pemasangan pipa ventilasi, atau setelah miringotomi.
Kolesteatom merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan kuman
(infeksi), yang paling sering adalah Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Sebaliknya
infeksi dapat memicu respon imun local yang mengakibatkan produksi berbagai mediator
inflamasi dan berbagai sitokin. Sitokin yang diidentifikasi terdapat pada matrix
kolesteatom adalah interleukin-1 ( IL-1), interleukin-6, tumor necrosis factor alpha, dan
transforming growth factor. Zat- zat ini dapat menstimulasi sel-sel kolesteatom bersifat
hiperproliferatif, destruktif dan mampu berangiogenesis.
2.5 PATOGENESIS
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK
dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh
multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri,
gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi.
Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah
adalah struktur tuba pada anak yang berbeda dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang
belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih
mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,3
Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi
ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya
menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang
menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi,
infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan
sekitarnya.1,3
12
Sembuh/ normal
Fgs.tuba tetap
terganggu
Gangguan Tekanan negatif
efusi Infeksi (-) OME
tuba
telinga tengah
(OMA)
1. Lingkungan1,3
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok
sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir
dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat
tinggal yang padat.
2. Genetik1,3
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik.
Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui
apakah hal ini primer atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya1,3
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media
akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang
menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi1,3
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat
ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa
sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan
infeksi telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal
dari luar yang masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas1,3
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas.
Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya
daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,
sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun1,3
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap
otitis media kronis.
7. Alergi1,3
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding
yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi
14
terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum
terbukti kebenarannya.
8. Gangguan fungsi tuba eustakhius1,3
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustakhius sering tersumbat oleh
edema. Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap
pada OMSK :1
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret
telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustakhius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan
dari perforasi.
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal
abses, atau trombosis sinus lateralis.3
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani.1
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :
a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:
1. Anamnesis (history-taking) 1,3,6
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering
dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti
16
benang, tidak berbau bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya
lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau
polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya penderita datang
dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.
2. Pemeriksaan otoskopi1,3,6
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi
dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
Pengukuran besarnya perforasi membrane timpani pada pars tensa:
- Perforasi kecil bila perforasi < 25%
- Perforasi sedang bila perforasi 25-50%
- Perforasi besar bila perforasi 50-75%
- Perforasi subtotal bila perforasi 75-100%
- Perforasi total bila anulus timpanicus sudah habis/tidak ada lagi.
3. Pemeriksaan audiologi1,3,6
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran
tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk
menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech
reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi1,3
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik
dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah
atik memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi tyang sekarang biasa
digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan
luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau
tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal.1,3
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari mulainya infeksi
akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan
17
pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri
pada otitis media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus
paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus,
streptokokus atau H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena
adanya perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
melalui perforasi tadi.
2.9 PENATALAKSANAAN
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan
serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,3,5,6
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat
dibagi atas: konservatif dan operasi
A. Otitis media supuratif kronik benigna
a. Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah
infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):1
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat
18
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal
dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1,3
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan
kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan
harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan,
perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,
antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya
bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua
adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan
ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat
bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
B. Otitis media supuratif kronik maligna.1,3,5
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis
pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis
kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :5
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif
tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari
jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari
semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini ialah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
Kerugian operasi ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus
kontrol teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga operasi serta
membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi
terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar menjadi lebar.
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang
telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan
patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga
dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di membran timpani. Tujuan
operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe aman
dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada AMSK tipe aman fase tenang
dengan ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.
5. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat
atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan pengobatan medikamentosa.
Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus dilakukan
juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang
pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V.
21
2.10 KOMPLIKASI
Cara penyebaran infeksi :
1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :1,3
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang
yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan meningitis. Dura sangat
resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat
ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang
berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan
korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat
terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang
berakhir di daerah vaskular subkortek.
Pengenalan yang baik terhadap perkembangan prasyarat untuk mengetahui
timbulnya komplikasi. Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil
mengurangi gejala klinik dengan tidak berhentinya otore dan pada pemeriksaan otoskopik
tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus
diwaspadai kemungkinan adanya komplikasi. Pada stadium akut, naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala atau adanya tanda-tanda toksisitas seperti malaise, perasaan mengantuk,
somnolen atau gelisah yang menetap dapat merupakan tanda bahaya.Timbulnya nyeri
kepala di daerah parietal atau oksipital dan adanya keluhan mual, muntah proyektil serta
kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda kenaikan
tekanan intrakranial. Komplikasi OMSK antara lain :5
1. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telingan tengah hampir selalu berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus, akan
menyebabkan tuli konduktif yang berat.
24
diangkat dari fistula sampai bersih dan daerah tersebut harus segera ditutup dengan
jaringan ikat atau sekeping tulang/ tulang rawan.
b. Labirinitis
Labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin disebut labirinitis umum (general),
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat, sedangkan labirinitis terbatas (labirinitis
sirkumskripta) menyebabkan vertigo saja atau tuli saraf saja. Labirinitis terjadi oleh
karena penyebaran infeksi di ruang perilimfa. Terdapat dua bentuk labirinitis yaitu
labirinitis serosa dan supuratif. Labirinitis serosa dapat berbentu labirinitis serosa difus
dan sirkumskripta. Labirinitis supuratif dibagi atas labirinitis supuratif akut difus dan
kronik difus.
Pada kedua bentuk labirinitis ini operasi harus segera dilakukan untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah. Kadang-kadang diperlukan drainase nanah
dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotik yang adekuat
terutama ditujukan kepada pengobatan otitis media kronik dengan / tanpa kolesteatom.
3. Komplikasi ke Ekstradural
a. Petrositis
Penyebaran infeksi telinga tengah ke apeks os petrosum yang langsung ke sel-sel
udara. Keluhannya antara lain diplopia (n.VI), nyeri daerah parietal, temporal, dan
oksipital (n.V), otore persisten. Dikenal dengan sindrom Gradenigo. Keluhan lain
keluarnya nanah yang terus menerus dan nyeri yang menetap paska mastoidektomi.
Pengobatannya operasi (ekspolorasi sel-sel udara os petrosum dan jaringan pathogen)
serta antibiotika.
b. Tromboflebitis Sinus Lateralis
Akibat infeksi ke sinus sigmoid ketika melewati os mastoid. Hal ini jarang terjadi.
Gejalanya berupa demam yang awalnya naik turun lalu menjadi berat yang disertai
menggigil (sepsis). Nyerinya tidak jelas kecuali terjadi abses perisinus. Kultur darah
positif terutama saat demam.
Pengobatan dengan bedah, buang sumber infeksi os mastoid, buang tulang/dinding
sinus yang nekrotik. Jika terbentuk thrombus lakukan drainase sinus dan dikeluarkan.
Sebelumnya diligasi vena jugularis interna untuk cegah thrombus ke paru dan tempat lain.
c. Abses Ekstradural
Terkumpulnya nanah antara duramater dan tulang. Hal ini berhubungan dengan
jaringan granulasi dan kolesteatom yang menyebabkan erosi tegmen timpani atau
mastoid. Gejala berupa nyeri telinga hebat dan nyeri kepala. Rontgen mastoid posisi
26
Schuller, tampak kerusakan tembusnya lempeng tegmen. Sering terlihat waktu operasi
mastoidektomi.
d. Abses Subdural
Biasanya tromboflebitis melalui vena. Gejala berupa demam, nyeri kepala dan
penurunan kesadaran sampai koma, gejala SSP berupa kejang, hemiplegia dan tanda
kernig positif.
Punksi lumbal perlu untuk membedakan dengan meningitis. Pada abses subdural
kadar protein LCS normal dan tidak ditemukan bakteri. Pada abses ekstradural nanah
keluar waktu mastoidektomi, sedangkan subdural dikeluarkan secara bedah syaraf
sebelum mastoidektomi.
4. Komplikasi ke SSP
a. Meningitis
Gambaran klinik berupa kaku kuduk, demam, mual muntah, serta nyeri kepala
hebat. Pada kasus berat kesadaran menurun. Analisa LCS kadar gula menurun dan protein
meninggi. Meningitis diobati terlebih dahulu kemudian dilakukan mastoidektomi.
b. Abses Otak
Ditemukan di serebelum, fossa kranial posterior/lobus temporal, atau fossa kranial
media. Berhubungan dengan tromboflebitis sinus lateralis, petrositis atau meningitis.
Biasanya merupakan perluasan langsung dari infeksi telinga dan mastoid atau
tromboflebitis. Umumnya didahului abses ekstradural.
Gejala abses serebelum ataksia, disdiadokokinetis, tremor intensif dan tidak tepat
menunjuk suatu objek. Abses lobus temporal berupa afasia, gejala toksisitas (nyeri
kepala, demam, muntah, letargik). Tanda abses otak nadi lambat, kejang. Pada LCS
protein meninggi dan kenaikan tekanan liquor. Terdapat edema papil. Lokasi abses
ditentukan dengan angiografi, ventrikulografi atau tomografi komputer. Pengobatan
antibiotika parenteral dosis tinggi dan drainase lesi. Setelah keadaan umum baik,
dilakukan mastoidektomi.
c. Hidrosefalus Otitis
Hal ini disebabkan tertekannya sinus lateralis sehingga lapisan arakhnoid gagal
mengabsorbsi LCS. Ditandai dengan peninggian tekanan LCS yang hebat tanpa kelainan
kimiawi. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Gejala berupa nyeri kepala menetap,
diplopia, pandangan kabur, mual dan muntah.
Penatalaksanaan
27
2.11 PROGNOSIS
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol
yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan
tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat
dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun hasilnya tidak sempurna.10
28
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani
dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien karena telah
mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.3,10
29
BAB III
DATA PASIEN
N
I
NO. NAMA KANDIDAT: MUHAMMAD RUBANGI K L
TANGGAL UJIAN: 18 April 2019 L/ A
L I
I. ACTUAL MARK / PENILAIAN KOMPETENSI
1. Kemampuan Anamnesis:
A. Identitas : Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan, dst.
- Nama: Ny. E
- Usia: 25 tahun
- Alamat: Udanawu, Blitar
- Pekerjaan: Bidan
- Suku: Jawa
- Agama: Islam
- Status: Menikah
- Pendidikan terakhir: D3
B. Keluhan Utama: Telinga / Hidung / Tenggorok.
- Keluhan Utama: Telinga kanan keluar cairan berbau
- RPS:
Pasien mengeluh telinga kanan terasa nyeri dan keluar cairan. Cairan
biasanya berwara kuning kehijauan, molor dan berbau tidak enak. Biasanya
cairan muncul setelah pasien berenang atau ketika pilek. Telinga kiri pasien
beberapa kali mengeluarkan cairan sejak masih kecil namun jarang kumat.
Dalam 2 bulan terakhir frekwensi keluarnya cairan semakin sering. Kondisi
ini menyebabkan pasien juga mengeluhkan terjadinya penurunan
pendengaran terutama pada telinga bagian kanan. Dari sejak kecil pasien
sering mengalami batuk pilek dan menggunakan cotton bud untuk
membersihkan telinga. Atas keluhan pasien ini pasien sudah memberi obat
telinga tetes mycetin.
30
TELINGA :
Otorea ka./ki. +/-
Lamanya: memberat dalam 2 bulan terakhir / -
Terus-terus / kadang-kadang -/muncul setelah berenang atau ketika
pilek
Pendengaran ka./ki. menurun / normal
Tinnitus ka./ki. -/-
Nyeri -/-
Sakit kepala -/-
Pusing -/-
Mau jatuh ke ka./ki. -/-
Muka miring ke ka./ki. -/-
Panas -/-
Keluhan lain -/-
HIDUNG
Pilek ka./ki. : - /-
Lamanya: - / -
Terus-menerus/kadang-kadang
Buntu ka./ki. :
Lamanya:
Terus-menerus / kadang-kadang
Sekret encer/kental/tidak bisa keluar
Berbau - / -
Bercampur darah -/-
Bersin-bersin -/-
Epistaksis ka/ki : -/-, sisa darah kering -/-.
31
Anosmia -/-
Sakit kepala -/-
Sakit di hidung - / -
Keluhan lain:
TENGGOROK :
Sakit menelan lamanya -/-
sering-sering -/-
yang terakhir -/-
Trismus -/-
Ptialismus -/-
Panas sering-sering -/-
yang terakhir -/-
Sakit kepala -/-
Rasa ngganjel -/-
Rasa mukus -/-
Keluhan lain :
LARING :
Sakit menelan -/-
Parau / serak lamanya -/-
terus-terus / kadang-kadang
Sesak -/-
Rasa ngganjel -/-
Keluhan lain -/-
D. RPD : HT, DM, Gastritis, Alergi Obat tertentu, Alergi Terhadap bahan-
bahan lain dan riwayat alergi di keluarga.
- RPD :
Telinga kiri pasien pernah mengeluarkan cairan kuning kehijauan molor
sejak kecil namun jarang kumat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
hipertensi, penyakit jantung, stroke, penyakit hati, DM, gastritis maupun
penyakit lainnya.
32
- RPK :
Tidak ada riwayat penyakit serupa pada keluarga
Riwayat penyakit lain pada keluarga juga disangkal
- R. Pengobatan :
Pasien membeli obat tetes telinga mycetin, 2 hari yang lalu, namun keluhan
tidak berkurang.
- R. Alergi : Tidak ada riwayat alergi obat, suhu, debu dan makanan.
- R. Kebiasaan :
Kebiasaan makan dan minum pasien baik dan teratur. Pasien tidak merokok
dan tidak minum kopi. Pasien sering olahraga renang.
Pekerjaan sehari-hari pasien sebagai bidan desa.
2. Kemampuan Pemeriksaan Fisik :
A. Cuci tangan sebelum memeriksa pasien.
B. Vital Signs : Tensi, Nadi, Respiratory Rate, Suhu, Berat Badan dan Tinggi
Badan.
- Keadaan Umum : Baik, Tampak sakit ringan, Kesadaran CM (GCS
456)
- Vital Sign : TD (125/85 mmHg), RR (21x/menit), Suhu (36,5oC) dan
Nadi (75x/menit). BB 59 kg.
C. Cara Duduk Kandidat Saat Melakukan Pemeriksaan Pada Pasien THT.
- Cara duduk yang baik adalah kaki kiri pasien dan kaki kiri pemeriksa
berimpitan dan saat melakukan pemeriksaan hanya kepala pasien yang
bergerak / menoleh ke kiri dan kanan.
D. Pemeriksaan Telinga : Cara Memegang Auricula, Otoscopy, Tes Bisik, Tes
Garpu Tala Batas Atas dan Batas Bawah, Rinne Test, Weber Test dan
Schwabach Test.
TELINGA :
LIANG TELINGA LUAR (Meatus Akustikus Externus) :
Bau Busuk : +/-
Sekret : tak ada / sedikit / banyak
Granulasi / polip : tak ada / sedikit / banyak
Dinding belakang atas : turun / tidak
33
Fistula : -/-
Gejala fistula pre aurikularis : -
Gejala intracranial : -
Gejala labirin : -
Saraf fasialis / N.VII : Parese / Paralise : -
Udem / abses aurikularis : -/-
Fistel retro aurikularis : -
Nyeri tekan : +
MEMBRANA TIMPANI :
Intak - / +
Retraksi -/-
Bombans -/-
Perforasi +/-
tipe subtotal
Sekret
Patologi
HIDUNG :
Keadaan luar : bentuk normal, deformitas (-), odem (-), hiperemia (-), epistaksis
-/-, sisa darah kering -/-, darah segar -/-.
Rhinoskopia anterior :
Vestibulum nasi : sekret -/-, krusta -/-, bisul -/-, darah kering -/-
Dasar kavum nasi : sekret -/- (minimal), darah kering -/-
Meatus nasi inferior : dBN/dBN
Konka nasi inferior : hiperemia -/-
Meatus nasi media : mukopus purulen (-).
Konka nasi media : hiperemia -/-
Fisura olfaktoria : deviasi septum -/-
Septum nasi : -/-
Benda asing :-
Fenomena Palatum Molle : -
Rinoskopia posterior : Tidak dilakukan
Koana :-
Kauda konka nasi :-
Nasofaring : - Atap :-
- Dinding posterior :-
- Dinding lateral :-
Ostium tubae :-
Torus tubarius :-
Fosa rosenmuller : -
Transiluminasi : - Sinus Frontalis : Terang / Terang
- Sinus Maksilaris : Terang / Terang
Gejala lain :
35
TENGGOROK:
Bibir : kering (-), ulkus (-), stomatitis angularis (-)
Mulut : trismus (-), ptialismus (-), gerakan bibir dan sudut mulut dBN
Gusi : hiperemia (-), ulkus (-), odem (-)
Lidah : stomatitis aftosa (-), atrofi (-), tumor/massa (-)
36
Tonsil :
Kanan T 1 Kiri T 1
Besar: normal
Warna: Merah Muda
Udem: -/-
Kripte melebar: -/-
Detritus: -/-
Membran: -/-
Ulkus: -/-
Tumor: -/-
Mobilitas: dBN
Faring :
warna : Merah muda
udem :-
granula :-
lateral band : dBN
secret :-
reflex muntah :+
lain – lain : tidak ditemukan
Kelenjar getah bening :
warna kulit : sama dengan kulit sekitar
37
PEMERIKSAAN LAIN-LAIN :
- Laringoskopi direk (tidak dilakukan)
- Laringoskopi indirek (Tidak Dilakukan)
Epiglotis ( - )
Aritenoid ( - )
Plica Ventrikularis ( - )
Schuller kiri:
Gambaran aircell tampak normal
MAE tampak baik
Tidak tampak gambaran periantrhal triangle
Kesan: Mastoiditis kanan tipe sklerotik
Pro : Ny. E
Usia : 25 Tahun
Alamat : Udanawu, Blitar
Kriteria Penilaian :
0 = Tak Menanyakan atau Tak Melakukan Apapun
1 = Melakukan 1 Item dari 3 Item Penting
2 = Melakukan 2 Item dari 3 Item Penting
3 = Melakukan 3 Item dari 3 Item Penting
42
BAB IV
PEMBAHASAN
nyeri pada pasien. Selain itu diberikan juga Asthin Force 6 sebagai antioksidan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh pasien sehingga membantu penyembuhan penyakit dan
mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Pasien juga disarankan banyak mengkonsumsi
banyak buah dan sayur untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Dalam kesehariannya pasien
disarankan untuk menghindari masuknya air kedalam telinga. Pasien juga disarankan untuk
melakukan pemeriksaan audiogram.
45
BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosa pada kasus ini adalah otitis media supuratif kronis telinga kiri tipe
benigna. Dasar diagnosa ini adalah dari anamnesa, pemeriksaan THT,
pemeriksaan fisik secara umum dan pemeriksaan penunjang.
2. Etiologi pada kasus ini kemungkinan adalah adanya riwayat infeksi telinga
berulang yang tidak diobati dengan adekuat serta pasien sering mengorek telinga
menggunakan cotton bud.
3. Penatalaksanaan utama pada otitis media supuratif kronis benigna dibedakan
berdasarkan 2 stadium, yaitu stadium aktif (eksaserbasi akut) dan stadium tenang.
Pasien dirujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan operasi timpanoplasti.
Namun utuk sementara pasien diberikan terapi stadium aktif berupa terapi
medikamentosa antibiotik, analgetik dan antioksidan.
4. Terapi non medikamentosa meliputi diet TKTP lunak hingga kasar, toilet telinga
dan memperbanyak konsumsi buah dan sayur untuk meningkatkan daya tahan
tubuh.
46
DAFTAR PUSTAKA
3. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management options. Child
and Adolescent Health and Development Prevention of Blindness and Deafness. Geneva
Switzerland. 2004.
4. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bagian
Ilmu Kesehatan Hidung Telinga Tenggorok Bedah Kepala Leher. Kampus USU. 2007.
5. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media Supuratif
Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
6. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala leher. Edisi 6.
Jakarta : FKUI.2007.
7. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Boies, Buku Ajar
Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
8. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari http://www.medicastore.com pada tanggal
2 April 2012.
9. Meyer TA, Strunk CL, Lambert PR. Cholesteatoma. In : Newlands SD et.al (editor). Head
& neck surgery otolaryngology. 4th ed. 2006. Philadelphia : Lippincolt williams & wilkins.
h. 2081-91.
10. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif Kronik Jinak
Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
11. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment:Follow-Up. Diunduh
dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada tanggal 2 April 2012.
12. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi otitis media supuratif. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD (editor). Buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung,
tenggorok, kepala, dan leher. Edisi 6. 2009. Jakarta : FKUI. h.86.