Anda di halaman 1dari 19

KATA KUNCI DAN JUDUL DAN PASAL UU/BUTIR

KASUS PELUANG PEDOMAN DISIPLIN/ KODE ETIK SANKSI Pencegahan Pelanggaran


PELANGGARAN YANG DILANGGAR + IDENTIFIKASI

21. Apoteker Dokter melakukan BUKAN MERUPAKAN PELANGGARAN, Dokter yang melakukan 1. Sebelum seorang
pengelola apotek penyerahan jika di daerah terpencil tersebut tidak ada dispensing langsung kepada Apoteker Pengelola
menerima pesanan /dispensing langsung apotek terdekat atau apoteker. Hal tersebut pasien bukan merupakan Apotek atau Apoteker
obat dari Dokter kepada pasien di dijelaskan dalam peraturan berikut ini. pelanggaran jika di daerah yang memiliki
didaerah terpencil. daerah terpencil. terpencil tersebut tidak ada wewenang untuk
a. Undang – Undang No. 36 Tahun 2009
Apoteker di apotek. Namun menurut mendistribusikan obat,
tentang Kesehatan, Pasal 98 ayat 2 (2)
Apotek tersebut Undang-undang No. 36 maka Apoteker tersebut
Setiap orang yang tidak memiliki
menyerahkan tahun 2009 tentang wajib memastikan
keahlian dan kewenangan dilarang
obatnya kepada kesehatan Pasal 198 jika kelengkapan syarat dan
mengadakan, menyimpan, mengolah,
dokter dan dokter ada pihak yang tanpa legalitas pemesan obat,
mempromosikan, dan mengedarkan obat
melakukan kewenangan dan keahlian sehingga tidak terjadi
dan bahan yang berkhasiat obat.
penyerahan/dispen melakukan praktik penyalahgunaan obat.
sing langsung b. Undang-undang No. 36 tahun 2009 kefarmasian sebagaimana 2. Apoteker harus
kepada pasien. tentang kesehatan Pasal 108 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 108 mendokumentasikan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian maka akan dikenakan seluruh catatan
dalam pengadaan, distribusi dan sanksi pidana dan denda pemesanan dan catatan
pelayanan sediaan farmasi harus paling banyak sebesar pengiriman sediaan
dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu seratus juta rupiah. farmasi.
yang mempunyai keahlian dan
Apoteker harus
kewenangan sesuai dengan ketentuan
mendokumentasikan seluruh
peraturan perundang undangan. Yang
sediaan farmasi (obat) yang
dimaksud dengan “tenaga kesehatan”
masuk maupun yang keluar
dalam ketentuan ini adalah tenaga
dari instalasi farmasi.
kefarmasian sesuai
dengan keahlian dan kewenangannya.
Dalam hal tidak ada tenaga kefarmasian,
tenaga kesehatan tertentu dapat
melakukan praktik kefarmasian secara
terbatas, misalnya antara lain dokter
dan/atau dokter gigi, bidan, dan perawat,
yang dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
c. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pasal 22
Menjelaskan bahwa, “ Dalam hal di
daerah terpencil yang tidak ada apotek,
dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki Surat Tanda Registrasi
mempunyai wewenang meracik dan
menyerahkan obat kepada pasien yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
d. Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1988
tentang Masa Bakti dan Praktek Dokter
dan Dokter Gigi, Bab V mengenai
Pembinaan dan Pengawasan pasal 12.
Dalam pasal ini, disebutkan bahwa
dokter dapat melakukan dispensing
hanya dalam keadaan darurat dan jika
tidak tersedia sarana kesehatan atau
untuk tujuan menolong.
e. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran Pasal 35 ayat
(i) dan (j)
(i) Dokter mempunyai wewenang
menyimpan obat dalam jumlah dan
jenis yang diizinkan
(ii) Dokter mempunyai wewenang
meracik dan menyerahkan obat
kepada pasien di daerah terpencil
yang tidak ada apotek.
f. Kode Etik Apoteker Bab 1 Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa
menjalankan profesinya sesuai
kompetensi Apoteker Indonesia serta
selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam
melaksanakan kewajibannya.
Dari pasal diatas dapat disimpulkan
bahwa dalam keadaan tertentu, seperti
daerah terpencil, Apoteker boleh
menyerahkan obat kepada dokter sesuai
pesanan selama mengikuti segala
peraturan yang berlaku demi
mengedepankan prinsip kemanusiaan.
Identifikasi
Dokter yang melakukan dispensing langsung
kepada pasien bukan merupakan pelanggaran
jika di daerah terpencil tersebut tidak adanya
fasilitas kesehatan terdekat misalnya, apotek.
Namun perlu diperhatikan persyaratan yang
harus dimiliki dokter tersebut, seperti telah
disumpah, memiliki Surat Tanda Regstrasi
dan memiliki Surat Izin Praktik, serta
melengkapi segala aturan administrasi
kedokteran sebelum menjalankan praktik
kedokterannya. Maka dari itu, Apoteker yang
mendistribusikan obat-obatan kepada dokter
di daerah terpencil perlu memastikan
kelengkapan syarat dokter tersebut, agar
tidak terjadi praktik ilegal. Apoteker juga
perlu mendokumentasikan seluruh catatan
pemesanan dan catatan pengiriman agar
tidak terjadi kesalahan dan penyalahgunaan.

22. Apoteker  Diazepam UU no. 5 tahun 1997 UU no. 5 tahun 1997 1. BPOM memperketat
melayani merupakan obat Pasal 14 penjualan dan
Pasal 60
pembelian golongan pendistribusian obat
Ayat 2: Penyerahan psikotropika dalam Ayat 4
diazepam injeksi Psikotropika. psikotropika.
rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh Barangsiapa menyerahkan
oleh bidan praktik
 Menyerahkan a. Apotek psikotropika selain yang 2. Apoteker memahami
mandiri
psikotropika b. rumah sakit ditetapkan dalam Pasal 14 dan mengetahui sanksi-
kepada yang tidak c. puskesmas ayat (1), Pasal 14 ayat (2), sanksi yang akan
memiliki d. balai pengobatan, Pasal 14 ayat (3), dan Pasal diterima dari
wewenang (bidan e. dokter. 14 ayat (4) dipidana dengan pelanggaran
praktik mandiri) pidana penjara paling lama Calon Apoteker diberi bekal
Ayat 3: Penyerahan psikotropika oleh apotek 3 (tiga) tahun dan pidana
hanya dapat dilakukan kepada mengenai hukum profesi
denda paling banyak Rp. kefarmasian
a. apotek lainnya 60.000.000,00 (enam puluh
b. rumah sakit juta rupiah).
c. puskesmas Ayat 5
d. balai pengobatan Barangsiapa menerima
e. dokter penyerahan psikotropika
f. pengguna/pasien. 
 selain yang ditetapkan dalam
PMK no. 3 tahun 2015 Pasal 14 ayat (3), Pasal 14
ayat (4) dipidana dengan
Pasal 19
Ayat 1: Penyerahan Narkotika dan/atau pidana penjara paling lama
3 (tiga) tahun dan pidana
Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:
a. Apotek denda paling banyak Rp.
60.000.000,00 (enam puluh
b. Puskesmas
juta rupiah).
Apabila yang
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
menerima penyerahan itu
d. Instalasi Farmasi Klinik
pengguna, maka dipidana
e. Dokter.
dengan pidana penjara paling
Ayat 2: Apotek hanya dapat menyerahkan
lama 3 (tiga) bulan. 

Narkotika dan/atau Psikotropika kepada:
a. Apotek lainnya
b. Puskesmas PMK no. 3 tahun 2015
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pasal 47
Pelanggaran terhadap
d. Instalasi Farmasi Klinik
ketentuan dalam Peraturan
e. Dokter
Menteri ini dikenai sanksi
f. Pasien.
administratif sesuai dengan
Pasal 20
ketentuan peraturan
Ayat 1: Penyerahan Narkotika dan
perundang- undangan.
Psikotropika oleh Apotek kepada Dokter
hanya dapat dilakukan dalam hal:
a. dokter menjalankan praktik
perorangan dengan memberikan
Narkotika dan Psikotropika
melalui suntikan; dan/atau
b. dokter menjalankan tugas atau
praktik di daerah terpencil yang
tidak ada Apotek atau sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
23. Apoteker Identifikasi kata UU no. 5 tahun 1997 UU no. 5 tahun 1997 1. BPOM memperketat
melayani kunci: Apoteker, penjualan dan
Pasal 14 Pasal 60
penjualan Triheksipenidil, pendistribusian obat
Ayat 2: Penyerahan psikotropika dalam Ayat 4
Triheksipenidil tetangganya. psikotropika.
rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh
kepada seorang Barangsiapa menyerahkan
Peluang terjadi a. Apotek 2. Apoteker memahami
pasien psikotropika selain yang
pelanggaran: b. rumah sakit dan mengetahui sanksi-
tetangganya. ditetapkan dalam Pasal 14
c. puskesmas sanksi yang akan
Apoteker menjual ayat (1), Pasal 14 ayat (2),
d. balai pengobatan, diterima dari
Triheksipenidil secara Pasal 14 ayat (3), dan Pasal
e. dokter. 
 pelanggaran
bebas tanpa ada resep 14 ayat (4) dipidana dengan
Ayat 3: Penyerahan psikotropika oleh apotek
kepada tetangganya. pidana penjara paling lama Calon Apoteker diberi bekal
hanya dapat dilakukan kepada 3 (tiga) tahun dan pidana mengenai hukum profesi
a. apotek lainnya
denda paling banyak Rp. kefarmasian
b. rumah sakit 60.000.000,00 (enam puluh
c. puskesmas juta rupiah). 

d. balai pengobatan
e. dokter Ayat 5
f. pengguna/pasien. Barangsiapa menerima
PMK no. 3 tahun 2015 penyerahan psikotropika
Pasal 19 selain yang ditetapkan dalam
Pasal 14 ayat (3), Pasal 14
Ayat 1: Penyerahan Narkotika dan/atau ayat (4) dipidana dengan
Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh:
pidana penjara paling lama
Apotek, Puskesmas, Instalasi Farmasi 3 (tiga) tahun dan pidana
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
denda paling banyak Rp.
Dokter. 60.000.000,00 (enam puluh
Ayat 2: Apotek hanya dapat menyerahkan juta rupiah).
Apabila yang
Narkotika dan/atau Psikotropika kepada: menerima penyerahan itu
Apotek lainnya, Puskesmas, Instalasi pengguna, maka dipidana
Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi dengan pidana penjara paling
Klinik, Dokter, Pasien. lama 3 (tiga) bulan. 

PMK no. 3 tahun 2015
Pasal 47
Pelanggaran terhadap
ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dikenai sanksi
administratif sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang- undangan.

24) Apoteker Kata Kunci: BUTIR PEDOMAN DISIPLIN yang Sanksi disiplin yang dapat 1. Apoteker menggali
menyarankan dan dilanggar: dikenakan oleh MEDAI lebih dalam kondisi
Apoteker,
menjual tablet berdasarkan PerUU yang pasien terlebih dahulu
Levonogestrel-etinil Butir 1
Levonorgestrel- berlaku: sebelum menyarankan
estradion, gangguan
etinil estradiol Melakukan praktik kefarmasian dengan terapi pada pasien.
ginjal 1. Pemberian peringatan
kepada seorang tidak kompeten. 2. Apoteker meng-update
tertulis
pasien yang telah Peluang terjadi Butir 12 pengetahuan terkait
dikenalnya dan pelanggaran: 2. Rekomendasi obat agar dapat
mengalami Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, pembekuan dan/atau mengoptimalkan
Apoteker menjual
oedem / melakukan yang seharusnya tidak dilakukan pencabutan Surat Tanda pengobatan pasien.
tablet Levonorgestrel-
pembengkakan atau tidak melakukan yang seharusnya Registrasi Apoteker, 3. Apoteker bertanggung
etinil estradiol pada
pada dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab atau Surat Izin Praktek, jawab secara
pasien dengan
pergelangan kaki profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang atau Surat Izin Kerja professional untuk
gangguan ginjal.
karena gangguan sah, sehingga dapat membahayakan pasien. Apoteker memberikan nasehat
ginjal Butir 13 3. Kewajiban mengikuti dan informasi yang
pendidikan atau benar, cukup, dan
Melakukan pemeriksaan atau pengobatan objektif tentang
dalam pelaksanaan praktik swa-medikasi pelatihan di institusi
pendidikan apoteker swamedikasi dan
(self medication) yang tidak sesuai dengan semua produk yang
kaidah pelayanan kefarmasian. tersedia untuk
swamedikasi.
BUTIR KODE ETIK yang dilanggar: SANKSI KODE ETIK
Pasal 9 Pembinaan dan peringatan
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik tertulis dari organisasi
kefarmasian harus mengutamakan profesi
kepentingan masyarakat, menghormati
hak azazi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

25) Apoteker Kata kunci: Hukum terkait: (BAB III SANKSI Pasal 7) Menggunakan bahan hanya
pengelola apotek Pelanggaran terhadap sesuai yang terlampir di
Kosmetika, Bahan (1) PERATURAN KEPALA BPOM RI
melakukan ketentuan dalam Peraturan peraturan yang ada (Kodeks
kosmetika, NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG
peracikan ini dapat dikenai sanksi Kosemtika)
hidrokuinon, arbutin, PERSYARATAN TEKNIS BAHAN
kosmetik yang administratif berupa:
swamedikasi KOSMETIKA (BAB II
mengandung PERSYARATAN BAHAN Pasal 2) 1. peringatan tertulis;
Hidrokuinon dan Peluang terjadinya
2. larangan mengedarkan
arbutin untuk pelanggaran : Bahan Kosmetika sebagaimana dimaksud
Kosmetika untuk
pasien dalam pada ayat (1) berupa bahan yang
Penggunaan sementara; 3. penarikan
rangka pelayanan Berdasarkan peraturan diperbolehkan digunakan dalam pembuatan Kosmetika yang tidak
swamedikasi. yang dikeluarkan oleh Kosmetika. (3) Selain Bahan Kosmetika memenuhi persyaratan
BPOM RI, hidrokinon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan keamanan, kemanfaatan,
ayat (2), bahan tertentu dilarang digunakan
sebagai bahan mutu dan penandaan dari
dalam pembuatan Kosmetika.
kosmetik peredaran;
hanya boleh Kode etik dilanggar: 3. pemusnahan Kosmetika
digunakan dengan 4. pembatalan notifikasi;
Jika pemakaian hidrokuinon melebihi kadar
kadar maksimum dan/atau
maksimum yang ada dan digunakan secara
sebesar 0.3% dan tidak bebas, maka hal ini termasuk pelanggaran 5. penghentian sementara
boleh digunakan kegiatan produksi
etika ini termasuk ke dalam Kelalaian,
secara bebas. Maka dan/atau peredaran
apoteker tidak melakukan sesuatu yang
peluang pelanggaran Kosmetika.
seharusnya dilakukan.
dari kasus tersebut
adalah pemakaian
hidrokuinon sebagai Pasal 1, Kode Etik Apoteker
obat bebas dan Pasal 15
melebihi kadar Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker
maksimum yang harus menjujung tinggi, menghayati dan Jika seorang apoteker baik
ditetapkan oleh BPOM mengamalkan sumpah Apoteker. dengan sengaja ataupun tidak
RI. sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik apoteker
Indonesia maka dia wajib
mengakui dan menerima
sanksi dari peerintah
ikatan/organisasi profesi
farmasi yang menanganinya
(IAI) dan
mepertanggungjawabkan
kepada Tuhan Yang Maha
Esa
26) Apoteker berada Kata kunci: Hukum terkait: Pasal 12 Perlunya dibangun jiwa
di apotek, Tenaga Teknis (2) UU No. 36 th 2014 pengetahuan dan kesadaran
pelayanan resep Kefarmasian, Pasal 63 Undang-undang Obat Keras:
terhadap tanggung jawab
obat keras Apoteker, Resep Obat Hukuman penjara setinggi-
Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan profesi. Agar setiap apoteker
dilayani oleh Keras, Apotek tingginya 6 bulan atau denda
dapat memberikan pelayanan di luar melaksanakan pelayanan
tenaga teknis uang setinggi-tingginya 5000
kewenangannya kefarmasian sesuai dengan
kefarmasian. Peluang terjadinya gulden
*keadaan tertentu adalah kondisi tidak kode etik dan secara
pelanggaran: professional apabila apoteker
adanya Tenaga Kesehatan yang
Pendelegasian berwewenang melakukan tindakan yang yang berada di apotek
wewenang yang tidak
dibutuhkan. sedang sibuk dengan
tepat, sehingga Contohnya, tenaga teknis kefarmasian pekerjaan atau tugas yang
kemungkinan terjadi
yang memberikan pelayanan kefarmasian lain. Maka pelayanan
medication error
yang menjadi kewenangan apoteker pekerjaan kefarmasian harus
meningkat. TTK yang
dalam batas tertentu. diserahkan kepada apoteker
diberi kelimpahan pendamping atau apoteker
tidak memiliki
wewenang penyerahan Pasal 65 pengganti.
obat berdasarkan resep Ayat (2)
dokter. Apalagi, Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian,
apoteker yang
tenaga teknis kefarmasian dapat
berwenang ada di
menerima pelimpahan pekerjaan
tempat.
kefarmasian dari tenaga apoteker.
Ayat (3)
Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. Tindakan yang dilimpahkan termasuk
lingkup kemampuan penerima
pelimpahan
b. Pelaksanaan tindakan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan
(apoteker)
c. Pemberi pelimpahan bertanggung
jawab
d. Tindakan tidak termasuk pengambilan
keputusan dasar pengambilan tindakan

(3) PP No. 51 th. 2009


Pasal 21, ayat (2)
Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter
dilaksanakan oleh Apoteker.
Pasal 24, poin c
Dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat
menyerahkan obat keras, narkotika, dan
psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Pedoman Disiplin dilanggar:


Nomor 12, berbunyi:
Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian,
melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
atau tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan, sesuai dengan tanggung jawab
profesionalnya, tanpa alasan oembenar yang
sah, sehingga dapat membahayakan pasien.
Kode etik dilanggar:
Pelanggaran etika ini termasuk ke dalam
Kelalaian (alpa), apoteker tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan.
Pasal 1, berbunyi:
Sumpah/janji Apoteker, setiap Apoteker
harus menjujung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah Apoteker.
Identifikasi:
Pada kasus ini apoteker tidak melakukan
pelayanan kefarmasian terhadap resep obat
keras oleh dirinya sendiri melainkan
mendelegasikannya kepada Tenaga Teknis
Kefarmasian walaupun Apoteker tersebut
berada di Apotek

27. Apoteker yang Kata Kunci Pelanggaran hukum (Undang-Undang, dan Berdasarkan Undang-  Setiap apoteker berusaha
sedang menderita Apoteker, obat keras, Peraturan Pemerintah), Etika, dan Disipilin Undang Obat keras (St No dengan sungguh-sungguh
flu berat datang tenaga teknis Judul dan pasal atau ayat Per-UU-an atau 419) pasal 12 berbunyi, dalam menjaga kondisi
ke Apotek, namun “Hukuman penjara tetinggi- fisiknya dalam segi
kefarmasian butir Pedoman Disiplin Apoteker atau butir
mendelegasikan Kode Etik Apoteker yang dilanggar, serta tingginya 6 bulan atau denda kesehatan agar tetap
tugas kepada identifikasi mengapa disebut pelanggaran. uang setinggi-itingginya mampu dalam
Tenaga Teknis 5.000 gulden dikenalan melakukan pekerjaan
Undang-Undang Obat Keras (St. No 419)
Kefarmasian kepada : Mereka yang kefarmasian secara
untuk melayani  Berdasarkan Undang-Undang Obat Keras melanggar peraturan- profesional demi
resep obat keras. Pasal 3 Ayat 1 (St. No.419) yang peraturan larangan yang di tercapainya pelayanan
berbunyi, “Penyerahan persediaan untuk maksudkan dalam pasal 3, 4. kefarmasian yang
penyerahan dan penawaran untuk optimal dan sesuai
penjualan dari bahan-bahan G. Demikian  Apabila Apoteker
kompetensi demi
melakukan pelanggaran
pula memiliki bahan-bahan ini dalam kepentingan masyarakat.
kode Etik Apoteker, yang
jumlah sedemikian rupa sehingga secara
bersangkutan dikenakan  Jika memang masih
normal tidak dapat diterima bahwa
sanksi organisasi. Sanksi memungkinkan untuk
bahan-bahan ini hanya diperuntukkan
dapat berupa pembinaan, melakukan pelayanan
pemakaian pribadi adalah dilarang.
peringatan, pencabutan, kefarmasian, dapat
Larangan ini tidak berlaku untuk
keanggotaan sementara, disarankan menggunakan
pedagang-pedagang besar yang diakui,
dan pencabutan masker saat berhadapan
Apoteker-Apoteker, yang memimpin
keanggotaan tetap. dengan pasien karena
Apotek dan Dokter hewan”.
dikhawatirkan
 Berdasarkan Undang-Undang Obat Keras  Berdasarkan Pedoman
menularkan penyakit ke
Disiplin Apoteker tahun
Pasal 4 Ayat 1 (St No.419) yang pasien.
2014 tentang Bentuk
berbunyi, “Penyerahan, persediaan untuk
Pelanggaran Disiplin  Jika sama sekali tidak
penyerahan dan penawaran untuk
Apoteker berbunyi, dapat melakukan aktifitas
penjualan dari bahan-banan W. Demikian
“Sanksi disiplin yang pelayananan
pula merniliki bahan.bahan ini dalam
dapat dikenakan kefarmasian, Apoteker
jurnlah sedemikian rupa sehingga secara
berdasarkan Peraturan dapat izin tidak masuk
normal tidak dapat diterima bahwa bahan
per-Undang-Undangan pada hari tersebut dari
bahan ini hanya diperuntukkan
yang berlaku adalah: pekerjaan
pemakaian pribadi, adalah dilarang.
- Pemberian peringatan kefarmasiannya dan
Larangan ini tidak berlaku untuk
tertulis; istirahat demi
pedagang besar yang diakui, Apoteker-
- Rekomendasi memulihkan kesehatan
apoteker, Dokter-dokter yang memimpin
pembekuan dan/atau dan mengamanatkan
Apotek, Dokter Hewan dan Pedagang
Kecil yang diakui di di dalam daerah pencabutan Surat kepada TTK nya untuk
rnereka yang resmi.” Tanda Registrasi tidak melayani resep obat
- Apoteker, atau Surat keras melainkan hanya
 Identifikasi : Bahwa yang berhak
Izin Praktik obat bebas dan bebas
melayani dan menyerahkan obat keras
Apoteker, atau Surat terbatas saja.
daftar G ataupun obat keras daftar W
Izin Kerja Apoteker;
adalah seorang apoteker.  Atau jika dapat
dan/atau;
memungkinkan dapat
Peraturan Pemerintah No 51 Tahun 2009 - Kewajiban mengikuti
meminta rekan sejawat
tentang Pekerjaan Kefarmasian pendidikan atau
apoteker lain yang
pelatihan di institusi
 Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 Pasal 51 bekerja di tempat
Ayat 1 tentang Pekerjaan Kefarmasian pendidikan apoteker.
apoteker yang sama (jika
yang berbunyi, “Pelayanan Kefarmasian sedang dalam keadaan
di Apotek, puskesmas atau instalasi libur/tidak ada shift)
farmasi rumah sakit hanya dapat untuk sementara waktu
dilakukan oleh Apoteker“. menggantikan rekan
sejawat nya yang sedang
 Berdasarkan PP 51 Tahun 2009 Pasal 24
sakit.
huruf c tentang Pekerjaan Kefarmasian
yang berbunyi, “Dalam melakukan
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat
menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas
resep dari dokter”
 Identifikasi : Bahwa yang berhak
melayani pelayanan kefarmasian di
apotek adalah seorang apoteker, dan pada
kasus ini, Apoteker tidak melakukan
pelayanan kefarmasian di apotek
terhadap resep obat keras, melainkan
mendelegasikannya kepada Tenaga
Teknis Kefarmasiandan yang tidak
memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut.

Berdasarkan Kode Etik Apoteker Indonesia


dan Implementasi Kode Etik tahun 2009,
BAB I Kewajiban Umum Pasal 1 berbunyi,
“Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi,
mengahayati dan mengamalkan
Sumpah/Janji Apoteker”
 Identifikasi : Pada kasus diatas, apoteker
tidak melakukan asuhan kefarmasian,
yang seharusnya dapat dilakukan sesuai
kompetensinya.
Pedoman dispilin Apoteker tahun 2014 Bab
IV tentang Bentuk Pelanggaran Disiplin
Apoteker Butir ke 3 berbunyi,
“Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga
kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-tenaga
lainnya yang tidak memiliki kompetensi
untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
Pedoman Disiplin Apoteker Bab IV tentang
Bentuk Pelanggaran Disiplin Apoteker Butir
ke 11 berbunyi, “Menjalankan praktik
kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan
fisik ataupun mental yang sedang terganggu
sehingga merugikan kualitas pelayanan
profesi.”
 Identifikasi : Pada kasus ini, kondisi fisik
Apoteker sedang tidak optimal dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian
sehingga mengakibatkan apoteker
berinisiatif untuk mengalihkan
pekerjaannya dalam melayani resep obat
keras kepada TTK, sehingga kualitas
pelayanan profesi tidak bisa diberikan
secara maksimal sesuai dengan ketentuan
dan kompetensi pekerjaan pelayanan
kefarmasian.

28. Apoteker sebagai Kata Kunci: Tidak ada pelanggaran Tidak ada sanksi karena  Memberikan edukasi
Ketua PC IAI di berdasarkan kasus diatas atau informasi kepada
Apoteker,  Judul dan pasal atau ayat Per-UU-an atau
suatu kab/kota, Apoteker ketua PC IAI di apoteker bahwa
Rekomendasi SIP, butir Pedoman Disiplin Apoteker atau
tidak mau suatu kabupaten atau kota pengurusan SIP berada
kabupaten/kota butir Kode Etik Apoteker yang dilanggar,
memberikan telah melakukan tindakan pada tempat praktik
serta identifikasi mengapa disebut
Rekomendasi yang benar, dan apoteker apoteker sesuai
pelanggaran.
mengurus SIP, selaku peminta rekomendasi kabupaten atau kota,
karena Apoteker  Berdasarkan Undang-Undang No 36 hanya melakukan kekeliruan. apotker menjalankan
tersebut berada di Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, tempat praktiknya
kab/kota yang BAB VI Registrasi dan Perizinan Tenaga  Membuat surat
berbeda Kesehatan pasal 46 Ayat 3 dan 4: keterangan mutasi dari
(3.) SIP diberikan oleh pemerintah daerah pengurus daerah asal
kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat anggota, yang ditujukan
kesehatan yang berwenang di ke pengurus daerah
kabupaten/kota tempat Tenaga dimana praktik/kerja
Kesehatan menjalankan praktiknya. kefarmasian akan
dilaksanakkan (bagi
(4.) Untuk mendapatkan SIP Tenaga pemohon yang berasal
Kesehatan harus memiliki: dari kabupaten/kota luar
a. STR yang masih berlaku; propinsi) jika ingin
mendapatkan
b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; rekomendasi dari ketua
c. tempat praktik. PC IAI daerah tersebut.
 Identifikasi : pada kasus diatas apoteker
yang sebagai ketua PC IAI di suatau
kabupaten atau kota tidak melakukan
pelanggaran.
 Berdasarkan PMK No. 31 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan No.
889/Menkes/Per/V/2011 tentang
Registrasi, Izin, Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, Pasal 17 Ayat 1
dan 2 dan Pasal 19
(1) Setiap tenaga kefarmasian yang akan
menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib
memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Pasal 19
SIPA atau SIPTTK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota atas rekomendasi
pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat Tenaga Kefarmasian
menjalankan praktiknya.
Identifikasi : Pada kasus diatas apoteker
yang sebagai ketua PC IAI di suatu
kabupaten atau kota tidak melakukan
pelanggaran, karena te;ah benar tidak
memberikan rekomendasi kepada apotker
yang praktik di kabupaten/kota yang
berbeda.

29. Apoteker sebagai Identifikasi kata 1. Pelanggaran Kode Etik Apabila Apoteker melakukan Apoteker sebagai Ketua PC
Ketua PC IAI di kunci : pelanggaran kode etik IAI seharusnya
Pasal 10: Seorang Apoteker harus
suatu kab/kota, apoteker, yang bersangkutan memberikan/ membantu
Teman sejawat, memperlakukan teman sejawatnya
tidak mau dikenakan sanksi organisasi. rekomendasi kepada teman
rekomendasi, sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
memberikan Sanksi dapat berupa sejawatnya untuk mengurus
mengurus SIP.
Rekomendasi Identifikasi/penjelasan: pembinaan, peringatan, pen- SIP disuatu apotik sehingga
kepada apoteker Setiap apoteker harus menghargai teman cabutan keanggotaan dapat menjalin hubungan
lain untuk Peluang terjadi sejawatnya, dan memiliki hubungan dan sementara, atau pencabutan dan komunikasi yang baik
mengurus SIP pelanggaran: komunikasi antar sejawat dengan baik dan keanggotaan tetap. kepada teman sejawat.
disuatu apotek, santun.
karena Apoteker Apoteker tidak mau
tersebut telah memberikan Pasal 12: Seorang Apoteker harus
melakukan Rekomendasi kepada mempergunakan setiap kesempatan untuk
kerjasama untuk apoteker lain untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama
menjadi APA mengurus SIP disuatu Apoteker di dalam memelihara keluhuran
dengan PSA di apotek martabat jabatan kefarmasian, serta
Apotek tersebut mempertebal rasa saling mempercayai di
dalam menunaikan tugasnya.
Identifikasi/penjelasan:
Seorang Apoteker harus membantu, menjalin
dan memelihara kerjasama dengan sejawat
apoteker lainnya
30. Apoteker yang Identifikasi kata 1. Pelanggaran Hukum 1. Sanksi Hukum Sebelum terjadinya peluang
telah memiliki SIP kunci : SIPA Pencabutan SIPA/SIKA pelanggaran terkait apabila
PMK No 889/MENKES/PER/V/2011
sebagai Apoteker penanggung jawab 2. Sanksi Disiplin pengajuan kembali menjadi
Pasal 18
Pengelola pada dua tempat yang (1) SIPA bagi Apoteker penanggung jawab  Pemberian peringatan APA diterima, sebaiknya
Apoteker dan SIA berbeda. tertulis; apoteker perlu pemahaman
di fasilitas pelayanan kefarmasian atau SIKA
untuk satu apotek hanya diberikan untuk 1 (satu) tempat  Rekomendasi pembekuan tentang Permenkes 889
di kab. X, Peluang Terjadi dan/atau pencabutan Surat tahun 2011. Karena, tidak
fasilitas kefarmasian.
mengajukan Pelanggaran: Tanda Registrasi ada alasan bagi apoteker
(2) Apoteker penanggung jawab di fasilitas
kembali menjadi Apabila pengajuan Apoteker, atau Surat Izin tidak tahu peraturan
pelayanan kefarmasian berupa puskesmas
APA di kab. kembali menjadi APA Praktik Apoteker, atau perundangan terkait dengan
dapat menjadi Apoteker pendamping di luar
tetangganya diterima Surat Izin Kerja Apoteker; kefarmasian khususnya
jam kerja.
dan/atau peraturan mengenai SIPA
(3) SIPA bagi Apoteker pendamping dapat
diberikan untuk paling banyak 3 (tiga)  Kewajiban mengikuti sebagai penanggung jawab
pendidikan atau pelatihan yang hanya dapat digunakan
tempat fasilitas pelayanan kefarmasian.
di institusi pendidikan di satu tempat.
Identifikasi/penjelasan :
karena SIPA sebagai penanggung jawab apoteker.
sudah digunakan di satu tempat, tidak boleh Rekomendasi pencabutan
digunakan di tempat lainnya Surat Tanda Registrasi
atau Surat Izin Praktik
2. Butir Pedoman Disiplin Apoteker yang dimaksud dapat
Indonesia berupa:
Membiarkan berlangsungnya praktek 1. Rekomendasi
kefarmasian yang menjadi tanggung pencabutan Surat Tanda
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Registrasi atau Surat Izin
Apoteker pengganti dan/ atau Praktik sementara selama-
Apoteker pendamping yang sah. lamanya 1 (satu) tahun,
Identifikasi/penjelasan : atau
Apabila pengajuan kembali menjadi APA 2. Rekomendasi
diterima ditempat lain, maka dapat pencabutan Surat Tanda
menyebabkan terbengkalainya tanggung Registrasi atau Surat Izin
jawab ditempat apoteker penangung jawab di Praktik tetap atau
tempat apotik tersebut bekerja. Jika secara selamanya.
terus menerus APA tsb tidak hadir dapat 3. Sanksi Kode Etik
dicabut izinnya. Apoteker Indonesia
Sanksi dapat berupa
3. Kode Etik Apoteker Indonesia pembinaan, peringatan,
Pasal 5 : Di dalam menjalankan tugasnya pen-cabutan keanggotaan
setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari sementara, atau
usaha mencari keuntungan diri semata yang pencabutan keanggotaan
bertentangan dengan martabat dan tradisi tetap.
luhur jabatan kefarmasian
Identifikasi/penjelasan :
Seorang Apoteker dalam tindakan
profesionalnya harus menghindari diri dari
perbuatan yang akan merugikan orang lain.
Pasal 8 : Seorang Apoteker harus aktif
mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya.
Identifikasi/penjelasan :
Tidak ada alasan bagi apoteker tidak tahu
peraturan perundangan terkait dengan
kefarmasian khususnya peraturan mengenai
SIPA sebagai penanggung jawab yang hanya
digunakan di satu tempat.

Anda mungkin juga menyukai