File PDF
File PDF
TESIS
MILIATER SIMALANGO
NPM 0606006431
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
JAKARTA
DESEMBER 2008
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
ii
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 5 Januari 2009
Yang menyatakan,
(Miliater Simalango)
ABSTRACT
In positive law in Indonesia, class action is just admitted since 1997
through law No. 23 Year 1997 concerning Live Environment Management. After
this law, there are three (3) laws explicitly acknowledge concerning class action,
those are Law Number 8 Year 1999 concerning Customers Protection, Law
Number 18 Year 1999 concerning Construction Service, and Law Number 41
Year 1999 concerning Forestry. This time, the application of class action
mechanism is regulated through Supreme Court Regulation Number 1 Year 2002.
In PERMA Number 1 Year 2002 regulated that class representative does
not need power of attorney from group members applying law suit in court. This
stipulation generally has become one of opportunities for defendant to apply
objection for the use of class action mechanism, with the reason civil law is HIR
has a position as a level as law determined that to act in court represent by other
parties, so power of attorney from the represented parties should be existed.
In class action, applied by train accident victim happened in Brebes
Regency, on December 25,2001, the court explicitly has acknowledged that
position from plaintiff as class representative and has adjudicated that case by
using class action mechanism.
i
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
DAFTAR ISI
Abstrak………………………………………….………………………………. i
Kata Pengantar …………………………………………….…………………… ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang Penelitian …...….…………………..……………..……… 1
B. Perumusan Masalah …………………………………………………...…. 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ..……………… …………..……..……. 4
D. Kerangka Teoritis ………………………………………………………… 5
E. Metode Penelitian …………………………………………….…….….… 10
F. Sistematikan Penulisan……………………………………….…..…….… 11
BAB II PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION……………………… 13
A. Pengertian Class Action …...….…………………………….……….….. 13
B. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan Class Action……………………. 18
1. Perkembangan Class Action di Beberapa Negara……………………. 18
2. Perkembangan dan Pengaturan Class Action Dalam Hukum Positif
Indonesia……………………………………………………………... 24
C. Ketentuan Pengajuan Gugatan Class Action……………………………… 36
1. Hukum Acara Yang Berlaku Dalam Gugatan Class Action………….. 36
2. Persyaratan Mengajukan Gugatan Class Action……………………… 38
3. Persyartan Formal Gugatan Class Action…………………………….. 38
4. Prosedur Pengajuan dan Pemeriksaan Gugatan Class Action………… 44
5. Manfaat Penggunaan Gugatan Class Action ……………………….… 55
BAB III HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN GUGATAN
CLASS ACTION……………………………………………………………..... 59
A. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diajukan Dengan Menggunakan
Mekanisme Class Action Sebelum Adanya Pengakuan dan Pengaturan
Gugatan Class Action……………………………...................................... 59
B. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diajukan Dengan Menggunakan
Mekanisme Class Action Setelah Adanya Pengakuan dan Pengaturan
Gugatan Class Action…………………………………………………….. 64
C. Hambatan-Hambatan Dalam Penggunaan Gugatan Class Action………... 81
1. Tentang Surat Kuasa Dari Anggota Kelompok Kepada Perwakilan
Kelompok……. ……………………………………………………. 81
2. Tentang Surat Gugatan……………………………………………. 82
3. Mempersamakan Gugatan Class Action Dengan Gugatan Legal
Standing….......................................................................................... 82
4. Tentang Prosedur Acara Pemeriksaan……..………………………. 84
5. Tentang Notifikasi Atau Pemberitahuan …………………………… 85
6. Tentang Implementasi Putusan Pengadilan ….……………………. 85
7. Kesulitan Dalam Mengelola………………………........................... 87
8. Dapat Menyebabkan Ketidakadilan…………………………….…... 88
9. Dapat Menyebabkan Kebangkrutan Pada Tergugat………………… 88
10. Publikasi Gugatan Class Action Dapat Menyudutkan Pihak
Tergugat….......................................................................................... 88
iii
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB IV IMPLEMENTASI PENGGUNAAN GUGATAN CLASS ACTION
OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA KERETA API……. ………………. 92
A. Posisi Kasus……………………………………………………...……….. 92
B. Putusan Pengadilan……………………………………………………….. 97
C. Analisis Kasus……………………………………………………………. 98
1. Mengenai Keberatan Para Tergugat Terhadap Penggunaan
Mekanisme Gugatan Class Action……..…………………………… 98
2. Mengenai Pembukitan PerbuatanMelawan Hukum ………………. 101
3. Mengenai Ganti Rugi…………………………………………….... 107
iv
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB I
PENDAHULUAN
1
Undang-Undang ini menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang
Perkeretaapian.
1
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
puluh empat) orang menjalani rawat inap, dan 20 (dua puluh) orang menjalani
rawat jalan.
Gugatan class action yang diajukan oleh para korban tabrakan kereta api
tersebut telah diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 6 Januari
2003 yang pada intinya mengabulkan sebagian tuntutan antara lain menyatakan
PT. Kereta Api Indonesia telah melakukan perbuatan melawan hukum yang
2
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
menimbulkan kerugian bagi para penggugat. Terhadap putusan tersebut, baik
penggugat maupun tergugat mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta yang terdaftar dalam perkara nomor 87/PDT/2004/PT.DKI.
Permohonan Banding tersebut telah diputus oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
pada tanggal 3 September 2004 yang isinya menguatkan putusan pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Nomor 114/Pdt.G/2002/PN.Jkt.Pst, tertanggal 6 Januari
2003. Kemudian terhadap putusan banding tersebut, PT. Kereta Api Indonesia
mengajukan upaya hukum kasasi pada tanggal 6 April 2006. Permohonan Kasasi
yang diajukan oleh PT. Kereta Api Indonesia ditolak oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Putusan Nomor 1440
K/Pdt/2006 tertanggal 3 Januari 2007, sehingga dengan demikian putusan
pengadilan atas gugatan class action yang diajukan oleh perwakilan kelompok
korban tabrakan api tersebut, telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap
(inkracht) dan oleh karenanya secara hukum putusan tersebut telah dapat
dilaksanakan (executable).
Yang menarik, dalam putusan tersebut, selain menyatakan PT. Kereta Api
telah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, pengadilan juga
memerintahkan para penggugat dan para tergugat untuk membentuk Komisi
Pembayaran Ganti Rugi yang keanggotaannya terdiri dari 2 (dua) orang wakil dari
penggugat, 2 (dua) orang wakil dari PT. Kereta Api Indonesia dan 1 (satu) orang
wakil dari Menteri Perhubungan RI selaku tergugat II), yang tentunya dalam
pelaksanaannya mungkin akan mengalami persoalan-persoalan baru.
3
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B. Perumusan Permasalahan.
4
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
D. Kerangka Teoritis.
2
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkunqan Hidup, Nomor 23 Tahun
1997, LN Nomor 68 Tahun 1997, TLN Nomor 3699, ps. 37.
3
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, Nomor 8 Tahun 1999, LN
Nomor 42 Tahun 1999, TLN Nomor 3821, ps. 46pasal 45 ayat (1) dan Pasal 46 ayat (1) butir b
5
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan (Undang-
Undang Kehutanan) yaitu dalam pasal 71 ayat 1 yang mengatur pengajuan
gugatan oleh masyarakat dalam bidang kehutanan secara perwakilan.
Dalam prakteknya class action ini terasa cukup penting ketika sejumlah
besar manusia menjadi korban suatu perbuatan melanggar hukum, dan mereka
berusaha menuntut hak-haknya melalui proses gugatan di pengadilan. Dengan
melibatkan sejumlah besar orang yang menjadi korban dalam proses pengajuan
gugatan, secara sosial akan lebih efektif dan efisien cara mengakses keadilan yang
bersifat prosedural, daripada kalau dilakukan secara individual. Secara individual
mungkin korban tidak berani menggugat. Keberanian individual untuk
mengajukan gugatan sendiri-sendiri pun akan berbenturan dengan berbagai jenis
kendala prosedural, diantaranya soal pembuktian dan kendala hukum lainnya.5
4
Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk). Cet. I. Jakarta : Panta Rei, , hal. 244
5
Rhiti, Hyronimus. Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Yogyakarta,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Ed. I, 2006, hal. 92
6
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Pengaturan mekanisme pengajuan gugatan perwakilan kelompok (class
action) dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Jasa
Konstruksi, merupakan suatu kemajuan dalam sistem hukum acara perdata di
Indonesia. Namun demikian dalam ketiga Undang-Undang tersebut, tidak
mengatur secara tegas mengenai mekanisme dan tata cara pengajuan gugatan
perwakilan kelompok (class action).
Menurut Mas Achmad Santosa, class action pada intinya adalah gugatan
perdata (biasanya terkait dengan permintaan injunction atau ganti kerugian) yang
diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak, misalnya 1 atau 2
orang) sebagai perwakilan kelas (class reperesentatives) mewakili kepentingan
mereka, sekaligus mewakili ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai
korban.6
6
Santosa, Mas Achmad. Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class
Action), Jakarta : ICEL, 1997.
7
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari ketentuan Pasal 1 huruf a PERMA 1 Tahun 2002, persyaratan untuk
gugatan perwakilan kelompok sama dengan persyaratan class action yang dimuat
dalam US Federal of Civil Procedure, yaitu :7
7
Abdullah, Ujang. Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi Dalam
Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara. Varia Peradilan Majalah Hukum
Tahun Ke XXII Nomor 254 Januari 2007, hal. 51.
8
Siahaan, N.H.T. Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk). Cet. I. Jakarta : Panta Rei, hal. 239.
8
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut. Namun Undang-Undang Perkeretaapian tidak
mengatur mengenai gugatan perwakilan kelompok (class action). Dengan
demikian apakah seseorang atau sekelompok orang dapat mewakili kepentingan
para pengguna jasa kereta api yang mengalami kerugian atau yang menjadi korban
dalam pengoperasian kereta api, mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class
action) terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Dari ketentuan tersebut di atas, terlihat dengan jelas bahwa pengguna jasa
kereta api sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 butir 12 Undang-Undang
Perkeretaapian, masuk ke dalam pengertian konsumen sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Demikian juga halnya, dengan
pengertian Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam
9
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
pasal 1 butir 17 Undang-Undang Perkeretapaian masuk ke dalam pengertian
pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, sehingga dengan demikian seseorang atau sekelompok orang dapat
mewakili kepentingan para pengguna jasa kereta api yang mengalami kerugian
atau yang menjadi korban dalam pengoperasian kereta api, mengajukan gugatan
class action terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
E. Metodologi Penelitian.
10
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c. Cara Pengumpulan Data.
F. Sistematika Penulisan.
Guna memudahkan dalam memahami isi dari Tesis ini, berikut disajikan
Sistematika Penulisan yang dibagi ke dalam 5 Bab dan masing-masing Bab dibagi
lagi ke dalam beberapa sub Bab.
BAB I PENDAHULUAN
Di dalam bab pertama sebagai bab pendahuluan diuraikan
latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, metode penelitian, kerangka teoritis
dan sistematika penulisan.
11
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB II PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION DALAM
RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN.
Di dalam Bab Kedua ini diuraikan mengenai sejarah,
pengertian dan pengaturan gugatan class action, termasuk
mengenai pihak-pihak, asas-asas, syarat-syarat dan
prosedur dalam pengajuan gugatan class action.
12
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB II
PENGATURAN GUGATAN CLASS ACTION
Istilah class action atau disebut pula dengan action popularis diartikan
dalam bahasa Indonesia dengan gugatan perwakilan, gugatan kelompok atau ada
juga yang menyebutkan dengan gugatan berwakil.9 Ada beberapa pengertian yang
mencoba menjelaskan pengertian class action, baik menurut kamus hukum,
pendapat para ahli hukum maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Class action, a lawsuit in which the court authorizes a single person or a small
group of people to represent the interests of a larger group; specif, a lawsuit in
which the convenience either of the public or of the interested parties requires
that the case be settled through litigation by or against only a part of the group of
similarly situated persons and in which a person whose interests are or may be
affected does not have an opportunity to protect his or her interests by appearing
personally or through a personally selected representative, or through a person
specially appointed to act as a trustee or guardian.10
Class action pada intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait dengan
permintaan injunction atau ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang
(dalam jumlah yang tidak banyak, misalnya satu atau dua orang sebagai
perwakilan kelas (class representatives) mewakili kepentingan mereka, sekaligus
mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang lainnya yang juga sebagai
korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut diistilahkan dengan
class members. 11
Sementara dalam bukunya yang lain, Mas Achmad Santosa
mendefinisikan class action sebagai berikut :
9
NHT Siahaan, Hukum Lingkungan. Jakarta : Pancuran Alam, 2006, hal. 214.
10
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Eight Ed. West Publishing Co, 2004, hal. 267
11
Mas Achmad Santosa, et. al., Pedoman Penggunaan Gugatan Perwakilan (Class
Actions). Cet.I. Jakarta : ICEL, 1999, hal. 1
13
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Class action atau gugatan perwakilan (kelompok) merupakan prosedur beracara
dalam perkara perdata yang memberikan hak prosedural bagi satu atau sejumlah
orang (jumlah yang tidak banyak) bertindak sebagai penggugat untuk
memperjuangkan kepentingan para penggugat itu sendiri, dan sekaligus mewakili
kepentingan ratusan, ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan orang lainnya yang
mengalami kesamaan penderitaan atau kerugian. Orang (tunggal) atau orang-
orang (lebih dari satu/jamak) yang tampil sebagai penggugat disebut wakil kelas
(class representative), sedangkan sejumlah orang banyak yang diwakilinya
disebut sebagai class members.12
12
Mas Achmad Santosa, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan (Class Actions).
Cet.II. Jakarta : ICEL, 1998, hal. 10
13
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Cet. I. Jakarta : Sinar Grafika, 2004, hal. 139.
14
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam
jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta hukum dan
tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup.14
Gugatan perwakilan kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam
mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk
diri atau diri-diri mereka sendiri, dan sekaligus mewakili sekelompok orang
banyak yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum
antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.16
14
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Nomor 23 Tahun
1997, LN Nomor 68 Tahun 1997, TLN Nomor 3699, ps. 37.
15
Indonesia, Undang-Undang Tentang Jasa Konstruksi, Nomor 18 Tahun 1999, LN
Nomor 54 Tahun 1999, TLN Nomor 3833, ps. 38.
16
Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung Tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok, PERMA Nomor 1 Tahun 2002, ps. 1 huruf a.
15
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari ketentuan pasal 1 huruf a Peraturan Mahkamah Agung tersebut, dapat
dilihat persyaratan untuk gugatan perwakilan kelompok sama dengan persyaratan
class action yang dimuat dalam US Federal of Civil Procedure, yaitu :17
17
Ujang Abdullah, Gugatan Perwakilan Kelompok Dan Hak Gugat Organisasi Dalam
Kaitannya Dengan Kompetensi Pengadilan Tata Usaha Negara. Varia Peradilan Majalah Hukum
Tahun Ke XXII Nomor 254 Januari 2007, hal. 51.
18
Inosentius Samsul, Perlindungan Konsumen: Kemungkinan Penerapan Tanggung Jawab
Mutlak. Cet.I. Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004, hal.
221
16
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari beberapa pengertian class action, maka didapatkan unsur-unsur class
action yang terdiri dari :19
4. Adanya kerugian.
Untuk dapat mengajukan class action, baik pihak wakil kelompok (class
representative) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar
atau secara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties.
19
Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Makalah Disampaikan Pada Kursus
HAM Untuk Pengacara X, Jakarta, 2005, hal. 2
17
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B. Sejarah Perkembangan dan Pengaturan Class Action.
a. Inggris.
18
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
of the Supreme Court (ERCS), 1965. Esensinya mengatur
representative action, yaitu gugatan perwakilan kelompok yang
berpatokan pada syarat : anggota kelompoknya banyak (numerous
members), terdapat kesamaan kepentingan (same interest in one
action), gugatan itu untuk kepentingan seluruh anggota (such
action on behalf of benefit of all members).22 Amerika Serikat dan
Inggris memiliki perbedaan konsep mengenai kesamaan hukum
dan fakta. Inggris mengartikannya secara ketat, salah satu
indikatornya adalah satu kontrak yang sama (absolute
commonality).23
b. Kanada
19
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
peristiwa yang sama, dan dalam hal seperti itu satu atau lebih
anggota kelompok, dapat tampil mengajukan gugatan mewakili
seluruh anggota kelompok yang bersangkutan.25
c. Amerika Serikat
25
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 138.
26
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindunan Konsumen, Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran, Banjarmasin : Nusa Media, 2008, hal. 144
27
Inosentius Samsul, op. cit., hal. 221-222
20
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Kasus-kasus gugatan class action yang menarik perhatian
publik di Amerika Serikat antara lain kasus Agent Orange (1987),
kasus Dalkon Shield (1989) dan kasus the Smokers versus Tobacco
Companies (1997).28
28
I Nyoman Nurjaya, Jurnal 40/XIII/2007, January 3, 2008
21
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Kasus Smokers versus Tobacco Companies (1977) adalah
gugatan class action Norma Broin (42 tahun) mantan pramugari
American Airlaines yang menderita kanker paru-paru karena
menjadi perokok pasif (secondhand smoker) selama bertugas
sebagai pramugari. Ia mewakili dirinya sendiri dan teman-teman
sekerjanya yang menderita maupun belum terkena kanker paru-
paru. Pengadilan Negeri Miami, Florida memutuskan kepada
perusahaan-perusahaan rokok membayar sebanyak US$
300.000.000 untuk melakukan studi tentang penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh rokok, sedangkan kompensasi untuk dirinya
sendiri (individual compensation) tidak dikabulkan pengadilan.
d. Australia
29
Emerson Yuntho, op. cit., hal.11
22
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Australia Selatan mengatur prosedur class action di dalam section
34.01 dari South Australia Civil Procedures (SACP), 1992.
Menurut ketentuan tersebut, dimana ada sejumlah orang
mempunyai kesamaan permasalahan fakta dan hukum, satu atau
lebih dari mereka dapat mengajukan gugatan mewakili
keseluruhan.30
e. Filipina
30
Abdul Halim Barkatullah, op. cit., hal. 146-147
31
Indro Sugianto, Class action – Membuka Akses Keadilan Bagi Rakyat, Jakarta : In
TRANS Press, 2008, hal. 9
23
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Lingkungan Hidup Filipina (Secretary of the Department of
Environment and Natural Resources/DENR) mengenai pembatalan
ijin penebangan hutan (logging) dengan mengatasnamakan
kelompok penggugat dan sekaligus generasi mendatang yang
memiliki kepentingan dan kepedulian yang sama bagi kelestarian
hutan di Filipina.32
f. India
32
I Nyoman Nurjaya, Jurnal 40/XIII/2007, January 3, 2008
33
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 139
34
Emerson Yuntho, op. cit., hal. 11
24
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur
mengenai hak dari masyarakat untuk mengajukan gugatan perwakilan ke
pengadilan dan/atau melaporkan ke penegak hukum mengenai berbagai
masalah lingkungan hidup yang merugikan perikehidupan masyarakat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa mengajukan gugatan perwakilan adalah hak
kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam
jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, fakta
hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.35
35
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Nomor 23 Tahun
1997, LN Nomor 68 Tahun 1997, TLN Nomor 3699, ps. 37
36
Hyronimus Rhiti, Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Cet.I. Yogyakarta :
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2006, hal. 96
37
NHT Siahaan, Hukum Lingkungan, Cet. I, Jakarta : Pancuran Alam, 2006, hal. 218.
25
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penyebutan sekelompok masyarakat, adalah mereka-mereka di
antara korban yang bertindak sebagai wakil kelas (representatives class)
atas sejumlah korban yang sama-sama menderita yang disebut anggota
kelas (class member) berdasarkan adanya kesamaan (commonality)
peristiwa atau permasalahan kerugian yang timbul karena adanya
pencemaran atau perusakan lingkungan seperti limbah pabrik.
Meskipun pada saat itu hukum positif di Indonesia belum ada yang
mengatur secara tegas mengenai class action, namun kasus-kasus yang
diajukan secara class action seperti diuraikan di atas, tetap dapat diproses,
diperiksa dan diadili, karena sesuai dengan ketentuan pasal 14 Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman
sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
Tentang Kekuasan Kehakiman, bahwa pengadilan tidak boleh menolak
untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan
dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib
memeriksa dan mengadilinya.
26
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen diundangkan tanggal 20 April
1999 (“Undang-Undang Perlindungan Konsumen”).
38
Indonesia, Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, Nomor 8 Tahun 1999,
LN Nomor 42 Tahun 1999, TLN Nomor 3821, ps. 46.
27
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku
usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang
berada di lingkungan peradilan umum. Demikian juga halnya
mengenai penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha dengan menggunakan class action mengacu pada ketentuan
tentang peradilan umum. Ketentuan ini dapat dilihat dalam 45 dan
48 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
39
Ibid., ps. 19.
28
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Meskipun tidak diatur secara eksplisit, namun dari
ketentuan pasal 19 tersebut terlihat dengan jelas bahwa ganti rugi
yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen
hanyalah ganti rugi materil. Sebagai contoh, jika sesorang
keracunan dan harus masuk rumah sakit, maka kerugian yang dapat
dituntut adalah kerugian berupa penggantian biaya pengobatan dan
perawatan. Menurut penulis hal tersebut tidak fair. Seharusnya
konsumen yang bersangkutan juga dapat menuntut kerugian berupa
keuntungan yang seharusnya didapatkan yang dia tidak dapatkan
karena tidak dapat masuk kerja dan/atau tidak dapat
melaksanakan/menjalankan bisnisnya, atau atas kerugian berupa
beban pikiran yang dia alami akibat dari keracunan tersebut yang
tentunya sangat sulit dinilai dengan uang (kerugian immateril).
29
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
undangan yang berlaku. Khusus gugatan perwakilan yang diajukan
oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan ganti rugi, melainkan
hanya terbatas gugatan lain yaitu :41
41
Ibid., ps. 39.
30
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan, diundangkan tanggal 30 September 1999
(“Undang-Undang Kehutanan”).
42
Indonesia, Undang-Undang Tentang Kehutanan, Nomor 41 Tahun 1999, LN Nomor 167
Tahun 1999, TLN Nomor 3888, ps. 71.
43
Ibid., ps. 72.
31
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
§ Berbentuk badan hukum;
§ Organisasi tersebut dalam anggaran dasar
dengan tegas menyebutkan tujuan didirikannya
organisasi untuk kepentingan pelestarian fungsi
hutan; dan
§ Telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
anggaran dasar.44
44
Ibid., ps. 73.
45
Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung Tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok, PERMA Nomor 1 Tahun 2002, bagian Menimbang huruf f.
32
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
perwakilan kelompok sambil terus menggali nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat serta menunggu diaturnya acara gugatan class
action dalam bentuk Undang-Undang yang lebih mempunyai
kekuatan mengikat dan lengkap. PERMA Nomor 1 Tahun 2002
mengatur secara lebih lengkap mengenai class action atau gugatan
perwakilan kelompok, mulai dari pengertian, prosedur dan tata cara
pengajuan gugatan, proses pemeriksaan dan pengambilan serta
pelaksanaan putusan gugatan pewakilan kelompok.
46
Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XVII. Nomor 201, 2002, hal 127-135
33
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
§ Notifikasi akan dilakukan oleh penggugat setelah hakim
memutuskan perkara tersebut dapat diajukan secara class
action. Draft Notifikasi harus mendapat persetujuan dari
Hakim, dan selalu harus mencantumkan jangka waktu
tertentu untuk memberi kesempatan kepada class
member yang tidak mau ikut dengan gugatan tersebut
mengajukan opt out.
§ Class member yang tidak bersedia ikut, tidak terikat pada
putusan pengadilan, dan ia jika mau dapat mengajukan
gugatan tersendiri. Class members yang pasif terikat
dengan isi putusan pengadilan.
§ Jika gugatan dikabulkan pada umumnya hakim
menentukan jumlah ganti kerugian yang harus dibayar
oleh tergugat.
§ Jika anggota class representative mempunyai conflict
kepentingan terhadap tergugat, hakim dapat
memerintahkan untuk mengganti anggota class
representative tersebut.
§ Jika tidak jelas siapa-siapa yang menjadi class member
maka gugatan akan ditolak. Oleh karena itu dalam
gugatan harus dirinci dengan jelas siapa-siapa yang
menjadi class member dan sub class member.
34
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
c. Class action di Negara Bagian Florida.
§ Gugatan class action secara garis besarnya dapat
diilustrasikan sebagai berikut (1) Preliminary Hearing
untuk menentukan apakah perkara tersebut dapat
diajukan secara class action atau tidak, (2) disetujui atau
ditolak, jika ditolak selesai, jika dikabulkan disusul
dengan hakim menerbitkan class sertification order untuk
melakukan notifikasi kepada anggota kelas, (3)
dilakukan settlement hearing atau final hearing, (4)
pembayaran/pemberitahuan kepada class member (6)
penentuan attorney fee (7) cypress (jika ada) akan
diberikan kepada lembaga yayasan mana.
§ Untuk kepentingan umum, attorney general atau
pengacara pemerintah dapat mengajukan class action,
tetapi umumnya yang diminta bukan ganti kerugian
berupa uang yang dapat dibagikan kepada class member,
akan tetapi untuk melindungi kepentingan umum/publik,
seperti dalam perkara gugatan class action di bidang
persaingan usaha.
§ General attorney atas nama masyarakat dapat melakukan
gugatan class action pengusaha tertentu dan menuntut
ganti kerugian atau untuk memperbaiki keadaan, bila
terjadi pelanggaran hukum di bidang konsumen.
35
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
§ Di Amerika Serikat perubahan suatu Undang-Undang
tergantung dari kehendak partai yang berkuasa. Jika
partai Demokrat yang berkuasa, maka class action lebih
cenderung berpihak kepada class members atau publik
yang kecil, sebaliknya jika partai Republik yang lebih
berkuasa maka class action lebih cenderung berpihak
pada pengusaha.
47
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Jogjakarta : Liberty, 1993, hal.
48
Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,
Cet. II , Jakarta : Djambatan, 2002, hal. 2
49
Sutantio, Retnowulan. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung :
Mandar Maju, hal. 12.
36
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
oleh orang, masyarakat, dan/atau organisasi lingkungan hidup mengacu
pada hukum acara perdata yang berlaku. Sementara dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen tidak mengatur secara tegas mengenai
tata cara pengajuan Gugatan Perwakilan Kelompok. Undang-Undang ini
dalam pasal 46 ayat (2) hanya menyebutkan bahwa gugatan yang diajukan
oleh sekelompok konsumen, diajukan kepada peradilan umum. Sedangkan
dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang Kehutanan,
sama sekali tidak mengatur mengenai tata cara pengajuan class action.
Dari ketentuan tersebut, terlihat dengan jelas bahwa sampai saat ini
ketentuan hukum acara yang mengatur mengenai prosedur dan tata cara
pengajuan gugatan perwakilan kelompok adalah PERMA Nomor 1 Tahun
2002 dan Hukum Acara Perdata yang berlaku dalam perkara perdata biasa
yaitu Herziene Indische Regelemen (HIR).
50
Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung Tentang Acara Gugatan Perwakilan
Kelompok, PERMA Nomor 1 Tahun 2002, bagian Menimbang huruf e dan f.
37
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2. Persyaratan Mengajukan Gugatan Class Action.
51
Ibid, ps. 2.
52
R. Soepramono, Hukum Acara Perdata dan Yurisprudensi, Cet. II, Jakarta : Mandar
Maju, 2005, hal. 9
38
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
iii. Tuntutan yang dimohonkan oleh penggugat atau yang dikenal
dengan Petitum. Pada bagian petitum (pokok tuntrutan), yaitu
perihal apa-apa sajakah yang dikehendaki atau diminta oleh
Penggugat agar diharapkan untuk dapat diputus oleh Pengadilan
(conclusum).53
53
Ibid.
39
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penyebutan anggota kelas dilakukan dengan
pendefinisian secara jelas, rinci dan spesifik kelasnya
dengan tanpa menyebut nama satu persatu anggota kelas
dan juga spesifikasi diri anggota kelas.54
54
Indro Sugianto, op. cit., hal. 132
55
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 154.
40
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Karakteristik khusus dari suatu gugatan class action
atau gugatan perwakilan adalah dalam hal penyusunan
dasar gugatan ini adalah bahwa dalam pendiskripsian dasar
gugatan di samping memuat tentang kejadian atau
peristiwa, uraian tentang hak dalam hubungan hukum yang
menjadi dasari gugatan juga harus dapat mendiskripsikan
secara jelas dan rinci kesamaan hukum atau fakta di antara
wakil kelas dengan anggota kelas.56
56
Indro Sugianto, op. cit., hal. 32
57
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 154.
41
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
panel yang membantu memperlancar
pendistribusian ganti kerugian.
58
Mahkamah Agung, op. cit., ps. 10.
42
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penyebutan identitas dalam surat gugatan, merupakan
syarat formil keabsahan suatau gugatan. Surat gugatan yang tidak
menyebut identitas para pihak, apalagi tidak menyebut identitas
tergugat, menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada.
Identitas yang mutlak dicantumkan dalam suatu gugatan adalah
mengenai nama lengkap, alamat atau tempat tinggal. Syarat lain
yang harus ada dalam suatu gugatan adalah posita yaitu yang
menjadi dasar gugatan yang berisikan dasar hukum dan dasar fakta.
Selain itu, dalam suatau gugatan juga harus mencantumkan
mengenai petitum atau tuntutan yang diajukan oleh penggugat.
59
R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasannya, Bogor : Peliteia, 1989, ps.118.
43
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
§ Bila dengan surat sah dipilih dan ditentukan suatu tempat
berkedudukan, maka penggugat, jika ia suka, dapat
memasukan surat gugat itu kepada ketua pengadilan
negeri dalam daerah hukum siapa terletak tempat
kedudukan yang dipilih itu.
a. Pemeriksaan Awal.
44
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
§ Memiliki kejujuran, dan
§ Memiliki kesungguhan melindungi
kepentingan anggota kelompok.
b. Anggota kelompok yang memenuhi syarat :
§ jumlahnya banyak (numerous), dan
§ kelompoknya dapat didefinisikan atau
dideskripsi secara jelas dan spesifik.
2. Terdapat kesamaan fakta atau dasar hukum;
a. kesamaan itu bersifat substansial atara wakil
dengan anggota kelompok;
b. kesamaan itu tidak mengandung persaingan
kepentingan (competing interest), antara wakil
kelompok dengan anggota kelompok.
3. Terdapat kesamaan tuntutan;
a. dapat juga diartikan kesamaan kepentingan
(common interest) atau kesamaan tujuan
(common purpose),
b. boleh juga didasarkan pada kesamaan
penderitaan (common grievance). 60
Di Negara-negara lain seperti Amerika Serikat, sistem ini
disebut dengan proses realistic appraisal dan hasil proses ini
disebut Preliminary Certification Test (PCT), atau disebut pula
Judicial Certification. PCT bertujuan untuk mengetahui, pertama
apakah gugatan memenuhi criteria; kedua apakah class action
sesungguhnya memilki nilai efisien dan keadilan, dan ketiga,
apakah wakil kelompok dapat berlaku jujur dan sungguh-sungguh
dapat melindungi para anggota kelompok.61
45
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
penggugat atau tergugat maupun kepada kuasa tentang hal yang
berkenaan dengan mengajukan gugatan, apakah gugatan telah
memenuhi syarat formil atau tidak. Ketentuan tersebut senada
dengan ketentuan pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Kekuasaan
Kehakiman, yang menegaskan bahwa di dalam perkara perdata,
pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-
kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat
tercapai peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.
46
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
diatur dalam ketentuan hukum acara perdata biasa yang
menyebutkan :
62
R. Soesilo, op. cit., ps.130.
47
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
dalam hukum acara perdata tetap berlaku, di samping ketentuan-
ketentuan dalam PERMA ini, maka tata cara pemeriksaan
perdamaian yang diatur dalam pasal 6 PERMA Nomor 1 Tahun
2002, tunduk pada pasal 130 HIR dan PERMA Nomor 2 Tahun
2003.
1. Cara Pemberitahuan.
63
Susanti Adi Nugroho, Praktek Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) Di
Indonesia - Sesuai Dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2002, Jakarta : Puslitbang Hukum dan
Peradilan Mahkamah Agung, 2002, hal. 45
48
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Berbagai metoda pemberitahuan yaitu
pemberitahuan melalui media massa, pemberitahuan
melalui pengumuman/notifikasi dan pemberitahuan
individual (apabila wakil kelas telah mengetahui nama-
nama serta alamat anggota kelas potensial.64
2. Waktu/Tahap Pemberitahuan.
3. Isi Pemberitahuan
64
Mas Acmahd Santosa, et al. op. cit., hal. 34.
65
Opt out adalah pernyataan tertulis dari anggota kelompok yang menyatakan keluar
dan/atau tidak ikut bergabung dengan wakil kelompok dan/atau anggota kelompok lainnya ke
dalam gugatan class action yang diajukan oleh wakil kelompok. Sebaliknya Opt in adalah
pernyataan tertulis dari anggota kelompok yang menyatakan masuk dan/atau ikut bergabung
dengan wakil kelompok dan/atau anggota kelompok lainnya dalam gugatan class action yang
diajukan oleh wakil kelompok
49
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
a. Nomor gugatan dan identitas penggugat atau
para penggugat sebagai wakil kelompok serta
pihak tergugat atau para tergugat;
b. Penjelasan singkat kasus perkara;
c. Penjelasan tentang pendefinisian kelompok;
d. Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai
anggota kelompok;
e. Penjelasan tentang kemungkinan anggota
kelompok yang termasuk dalam definisi
kelompok untuk keluar dari keanggotaan
kelompok;
f. Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal,
jam pemberitahuan pernyataan keluar dapat
diajukan ke pengadilan;
g. Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk
mengajukan pernyataan keluar;
h. Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok
tentang siapa dan tempat yang bersedia bagi
penyediaan informasi tambahan;
i. Formulir isian tentang pernyataan ke luar dari
anggota kelompok sebagaimana diatur dalam
PERMA;
j. Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan
diajukan.66
Jika class action diteruskan, karena telah memenuhi
ketentuan pasal 23 (b) (3), maka pengadilan akan secara
langsung memberitahukan kepada anggota kelas yang dapat
teridentifikasi melalui berbagai cara. Pemberitahuan
tersebut berisi tiga hal pokok, yaitu pertama, pemberitahuan
bahwa anggota yang tidak menyatakan diri tidak masuk
dalam kelompok dianggap menjadi anggota kelompok.
Kedua, mengenai putusan, baik menang atau kalah, akan
mengikat semua anggota kelas yang tidak menyatakan diri
tidak ikut dalam kelompok. Ketiga, anggota yang tidak
66
Mahkamah Agung, op. cit., ps. 7 ayat (4).
50
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
menyatakan diri menjadi anggota kelompok, dapat
menghubungi wakilnya.67
d. Pernyataan Keluar.
67
Inosentius Samsul, op. cit., hal. 215.
68
Mas Achmad Santosa, Konsep dan Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class
Action), Jakarta : ICEL, 1997, hal. 5
69
Mahkamah Agung, op. cit., ps. 8 ayat (1).
51
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
ditandatangani dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak
penggugat, oleh anggota kelompok. Sebagaimana diuraikan
sebelumnya bahwa salah satu isi pemberitahuan adalah penjelasan
tentang kemungkinan anggota kelompok keluar dari kelompok
(pasal 7 ayat (4) huruf e). Persyaratan untuk menyatakan keluar
dari kelompok diatur dalam pasal 8 ayat (1) sebagaimana telah
diuraikan dalam butir 3 di atas. Selanjutnya “Pihak yang telah
menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan
kelompok, secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan
perwakilan kelompok dimaksud”.70
70
Ibid., ps. 8 ayat (2).
52
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
anggota kelompok. Berdasarkan ketentuan ini, wakil kelompok
dalam mengajukan gugatan untuk dan atas nama seluruh anggota
kelompok tidak memerlukan surat kuasa khusus dari anggota
kelompok. Ketentuan ini realistik dan efektif untuk mengatasi
kesulitan mendapatkan kuasa dari seluruh anggota kelompok.
f. Putusan Pengadilan.
53
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
ganti rugi secara rinci, penentuan kelompok dan/atau sub kelompok
yang berhak, mekanisme pendistribusian ganti rugi dan langkah-
langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompk dalam proses
penetapan dan pendistribusian seperti halnya kewajiban melakukan
pemberitahuan atau notifikasi.71
71
Ibid., ps. 9.
72
M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 176
54
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
dirinya sebagai anggota kelompok yang ikut mengalami kerugian,
(2) dapat juga melalui subkelompok (jika ada) tanpa mengurangi
keharusan membuktikan sebagai korban dari peristiwa yang
diperkarakan.
73
Indro Sugianto, op. cit., hal. 139
55
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Manfaat penggunaan gugatan perwakilan kelompok (class action)
bukan hanya dari segi kepentingan pihak penggugat atau bagi pihak
tergugat tetapi juga bagi kepentingan publik. Manfaat demikian berupa :74
a. Penghematan biaya.
b. Akses yang terbuka bagi pencari keadilan dengan biaya hemat
melalui prosedur gugatan class action membuat masyarakat tidak
enggan lagi meminta perlindungan ke pengadilan. Secara
psikologis perkembangan itu akan menimbulkan deterrent effect
bagi para pelaku usaha yang berpotensi merugikan masyarakat.
c. Menghindari kemungkinan terjadinya putusan yang berbeda satu
dengan yang lain. Putusan yang ditangai oleh hakim-hakim yang
berbeda-beda, apalagi dengan ruang waktu yang berbeda-beda
pula memunculkan kemungkinan adanya putusan-putusan yang
inkonsisten.
74
NHT Siahaan, Hukum Konsumen (Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab
Produk), Cet. I, Jakarta : Panta Rei, hal. 246
75
Hyronimus Rhiti, op. cit., hal. 95
76
Inosentius Samsul, op. cit., hal. 227
56
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Mas Achmad Santosa, menyebutkan terdapat paling sedikit tiga
manfaat dan alasan atas keberadaan class action :
57
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari pendapat dan ketentuan sebagaimana diuraikan di atas, terlihat
bahwa gugatan class action bermakna untuk menghindari adanya gugatan-
gugatan individual yang bersifat pengulangan terhadap permasalahan,
fakta hukum, dan tuntutan yang sama dari sekelompok orang yang
menderita kerugian. Ini berarti gugatan class action akan lebih bersifat
ekonomis jika dibanding setiap orang mengajukan gugatan sendiri-sendiri
ke pengadilan. Selain itu, waktu dan biaya yang harus dikeluarkan untuk
mengajukan gugatan class action akan menjadi lebih efisien apabila
dibandingkan dengan mengajukan gugatan secara individual dari masing-
masing anggota kelompok.
58
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB III
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN
GUGATAN CLASS ACTION
59
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatannya RO Tambunan
mendalilkan bahwa iklan rokok Bentoel Remaja, telah meracuni kalangan remaja,
rokok telah menimbulkan gangguan kesehatan dan merusak masa depan generasi
muda Indonesia.
Seperti halnya gugatan R.O. Tambunan, gugatan ini juga kandas dengan
pertimbangan hukum yang sama yaitu hukum positif di Indonesia belum ada yang
mengatur mengenai gugatan class action, baik mengenai definisi maupun
prosedural mengajukan gugatan class action ke pengadilan.
79
Ibid.
60
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3. Gugatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap
PT. PLN Persero.80
Pada saat gugatan diajukan yaitu pada tanggal 30 Aril 1997, belum ada
hukum positif yang mengatur dan mengakui tentang gugatan class action. Tetapi
ketika proses pemeriksaan perkara masih berjalan, pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu pada tanggal 19 September
1997 yang didalamnya mengakui dan mengatur mengenai gugatan class action,
dan oleh majelis hakim, undang-undang ini telah dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan hukum.
Kasus ini bermula dari terjadinya pemadaman aliran lsitrik secara tiba-tiba
dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, di sebagian besar wilayah Jawa – Bali pada
hari Minggu tanggal 13 April 1997, mulai pukul 10.00 dan berlangsung setidak –
tidaknya selama 8 (delapan) jam. Pemadaman aliran listrik tersebut menyebabkan
penggugat tidak dapat menjalankan beberapa kegiatannya, karena tidak
berfungsinya alat-alat penerangan, dan alat-alat elekronik yang setiap hari
digunakan penggugat, seperti komputer, Ac, alat pendingin untuk menyimpan
sampel penelitian laboratorium dan lain-lain. Bagi masyarakat konsumen listrik,
pemadaman tersebut menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan kegiatannya,
seperti memproduksi barang ataupun menyediakan jasa dengan baik, berhentinya
kegiatan-kegiatan yang sehari-hari biasa mereka lakukan, dengan menggunakan
tenaga listrik, tidak berfungsinya alat penerangan dan alat-alat elektronik lainnya,
bahkan diantaranya telah mengakibatkan rusaknya barang-barang itu dan juga
matinya hewan-hewan, seperti ikan peliharaan dan lain-lain, juga terganggunya
kenikmatan mereka untuk dapat berekreasi dan beristirahat karena tidak
berfungsinya penerangan dan alat-alat elektronik tenaga listrik.
80
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 134/Pdt.G/PN.Jkt.Sel. tanggal 16
Desember 1997, Jo. Nomor 221/PDT/1998/PT.DKI tanggal 21 Juli 1998.
61
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
konsumen listrik lainnya, yang menjadi korban dan mengalami kerugian karena
padamnya aliran listrik, yaitu berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sebaik-
baiknya dan mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dari tergugat
sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor
15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan dan pasal 26 ayat (2) huruf b Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga
Listrik. Masyarakat konsumen listrik, korban padamnya aliran listrik pada tanggal
13 April 1997, yang domisilinya tersebut tersebar di wilayah Jawa-Bali,
jumlahnya sangat besar (dapat mencapai lebih dari satu juta jiwa) dan juga tidak
terorganisasi, dan bila masing-masing secara langsung dan sendiri-sendiri
bertindak sebagai penggugat dalam gugatan ini, akan memakan biaya. Mengingat
terdapat jumlah korban yang mencapai lebih dari satu juta konsumen listrik,
terdapat fakta yang sama maka sangat beralasan, penggugat selain bertindak untuk
dirinya sendiri, juga sekaligus mempunyai kedudukan hukum untuk mewakili
masyarakat konsumen listrik, yang dapat mencapai jumlah lebih satu juta
konsumen listrik yang menjadi korban padamnya listrik pada tannggal 13 April
1997, dengan menggunakan mekanisme gugatan perwakilan kelompok.
62
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dalam putusannya majelsi hakim sependapat dengan tergugat bahwa
kuasa yang dilampirkan dalam surat gugatan yang ditandatangani oleh YLKI
dengan tanpa ada surat kuasa dari konsumen listrik se Jawa-Bali yang diwakili
oleh YLKI, dianggap bertentangan dengan ketentuan pasal 123 HIR. Majelis
hakim juga menyatakan gugatan yang diajukan oleh YLKI dengan menggunakan
mekanisme class action, tidak dapat diterima. Majelis hakim berpendapat bahwa
class action yang diakui dan dicantumkan dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, hanya dimaksud khusus dalam lingkungan hidup, sehingga
tidak dapat diartikan secara luas mengenai hal-hal lain di luar lingkungan hidup.
Pada hakekatnya, suatu gugatan class action hanya dapat diakui dan diterapkan
manakala ada undang-undang yang secara jelas menyebutkannya, sehingga
dengan demikian class action hanya khusus untuk hukum lingkungan hidup, tidak
akan dapat berlaku untuk penegakan hukum di bidang lainnya.
Apabila dilihat dari definisi dan unsur-unsur suatu gugatan class action
sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya pada bab sebelumnya,
penulis berpendapat bahwa gugatan ini lebih cenderung atau mendekati kepada
gugatan yang diajukan dengan berdasarkan hak gugat organisasi atau Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang lebih dikenal dengan legal standing.
Memang dalam beberapa literatur, gugatan YLKI ini dikategorikan sebagai salah
satu contoh gugatan perwakilan kelompok (class action), karena memang dalam
gugatannya sendiri, YLKI dengan tegas-tegas mengklaim bahwa gugatan ini
diajukan dengan menggunakan mekanisme gugatan class action.
63
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diselesaikan Dengan Menggunakan
Mekanisme Class Action Setelah Adanya Pengakuan dan Pengaturan
Gugatan Class Action.
Adapun awal mula kasus ini adalah pada tahun 1988 Pemda DKI
mengeluarkan Perda Nomor 11 tahun 1988 pada intinya melarang keberadaan
becak di Jakarta. Pada tanggal 25 Juni 1998, tergugat selaku Gubernur DKI
81
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 50/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., tanggal 24
Juli 2000, Jo. Nomor 646/PDT/2000/PT.DKI. tanggal 20 Desember 2000, Jo. Nomor 3047
K/PDT/2001 tanggal 6 Desember 2001.
64
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
mengeluarkan kebijaksanaan yang mengijinkan becak beroperasi di Jakarta.
Kemudian pada tanggal 30 Juni 1998, Gubernur DKI mengeluarkan kebijakan
menarik kembali kebijakan pemberian ijin bagi penarik becak dan memerintahkan
kepada 5 walikota diwilayah DKI Jakarta untuk menertibkan kembali becak.
Akibat kebijakan tersebut, terjadi penggarukan becak yang dilakukan secara
mendadak oleh staf tergugat tanpa menunjukan surat perintah dan surat buktikan
penyitaan, dilakukan kekerasan fisik dan perusakan becak milik para penggugat.
Penggugat mendalilkan bahwa tindakan dan keputusan yang dikeluarkan oleh
tergugat bertentangan dengan asas pemerintahan yang baik (the general principles
of good administration) yakni asas kepastian hukum; asas pertimbangan; asas
kejujuran dan kerterbukaan, kewajaran, asas motivasi dan asas pertanggung
jawaban serta merupakan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dan
diancam dalam pasal 1365 KUHPerdata.
65
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Meskipun dalam perkara ini majelis hakim dengan tegas mengakui
dan/atau menerima pengajuan gugatan dengan menggunakan mekanisme class
action, namun dalam proses pemeriksaan selanjutnya diterapkan prosedur
sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Perdata. Setelah Pengadilan memutuskan
bahwa penggunaan prosedur class action dapat diterima, proses pemeriksaan
langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara, alat bukti dan
seterusnya tanpa ada perintah dan/atau putusan yang mengharuskan dilakukan
notifikasi (pemberitahuan) kepada anggota.
66
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari uraian tersebut di atas, terlihat bahwa putusan majelis hakim tingkat
pertama pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengakui dan menerima para
penggugat selaku wakil kelas, namun akhirnya kandas di tengah jalan, karena
pada tingkat banding gugatan para penggugat ditolak, yang kemudian dikuatkan
oleh majelis hakim pada tingkat kasasi.
82
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 550/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., tanggal 4
Oktober 2001, Jo. Nomor 94/PDT/2002/PT.DKI. tanggal 4 Juni 2002, Jo. Nomor 551 K/PDT/203
tanggal 5 Juni 2003.
67
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
bila masing-masing secara langsung dan sendiri-sendiri bertidak sebagai
penggugat dalam gugatan ini, maka proses pengajuan gugatan menjadi tidak
sederhana, tidak cepat dan memakan biaya besar, sehingga menjadi tidak sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun1970
Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. pasal 46 UU Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Terdapat fakta yang sama, seperti antara
lain bahwa kenaikan harga LPG terhitung mulai tanggal 3 November 2000, bahwa
LPG yang beredar dan diperjualkan, diproduksi oleh tergugat I, bahwa LPG yang
digunakan oleh para penggugat maupun konsumen lainnya adalah tabung berisi
12 Kg dll., adanya dalil dan tuntutan yang sama serta adanya wakil kelas (class
represetatives) yang secara jujur dan sunguh-sungguh melindungi kepentingan
dari anggota kelasnya (class members), sehingga dengan demikian telah
memenuhi persyaratan untuk dapat dilakukan suatu gugatan perwakilan kelompok
(class action) seperti, numerosity, commonality, typicalty, protection/adequasi of
representative, maka sangat beralasan dalam rangka memenuhi ketentuan–
ketentuan yang telah disebutkan di atas, penggugat, selain bertidak untuk dirinya
sendiri, juga dapat sekaligus mempunyai kedudukan hukum untuk mewakili
masyarakat konsumen LPG lainnya di jabotabek, yang mengalami kerugian
karena dinaikannya harga LPG oleh tergugat I .
68
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
siapa-siapa yang termasuk dalam kelompok yang menggugat dan siapa-siapa
dalam kelompok yang tidak ikut tergugat. Penggugat juga tidak mempunyai
kapasitas dan kualitas sebagai penggugat, karena status hukum KAPAK (Komite
Advokasi Pemakai Anti Kenaikan) LPG tidak jelas, dan juga bukan merupakan
suatu LSM yang bergerak dibidang perlindungan konsumen, sehingga tidak
memenuhi kriteria pertama untuk gugatan class action, khususnya mengenai class
representatif dan class members. Gugatan penggugat kabur (obscure libel), tidak
jelas karena tidak mengajukan rincian siapa-siapa yang menjadi anggota kelas
(class members), class representatif dan class action, yang untuk tiap-tiap kelas
tersebut ternyata tidak didukung oleh surat kuasa yang sah.
69
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
membayar ganti rugi kepada para penggugat masing-masing sebesar
Rp. 144.000,- perbulannya, menghukum tergugat I untuk membayar ganti rugi
kepada masyarakat konsumen elpiji yang diwakili oleh para penggugat masing-
masing sebesar Rp.16.000,- perbulannya sampai adanya putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap, memerintahkan pembentukan Komisi Pembayaran
Ganti Rugi yang anggotanya terdiri 3 (tiga) orang wakil dari para penggugat
dalam perkara ini, dan 2 (dua) orang wakil dari tergugat I yang mekanisme
tugasnya adalah sebagai berikut: (a) Komisi dalam waktu sekurang-kurangnya 7
hari kerja, (b) Komisi harus sudah melakukan pemberitahuan kepada para anggota
kelompok (class members) untuk mendaftarkan diri membawa bukti-bukti
kerugian yang dimilikinya, selama paling lambat 30 hari kerja. Setelah itu komisi
menjumlahkan seluruh anggota kelompok (class members) yang telah diverifikasi
dan memerintahkan tergugat untuk melakukan pembayaran ganti rugi selambat-
selambatnya selama 14 hari kerja setelah diajukan oleh komisi.
Sama dan senasib dengan gugatan 139 orang penarik becak terhadap
Gubernur DKI Jakarta, gugatan R.M. Waskito Aqdiri Wibowo, dkk (9 orang)
Konsumen gas LPG ini juga kandas di tengah jalan. Meskipun majelis hakim
tingkat banding menyatakan gugatan class action para penggugat dapat
dibenarkan, namun dalam tingkat kasasi, putusan ini dianulir. Dalam pokok
perkara, baik Majelis Hakim baik pada tingkat banding maupun kasasi sama-sama
menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili
gugatan ini yang menjadi wewnang Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta.
70
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
3. Gugatan 15 warga DKI Jakarta terhadap Presiden Megawati
Soekarnoputri, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dan Gubernur Jabar R
Nuriana, dalam kasus banjir yang terjadi akhir Januari sampai dengan awal
Pebruari 2002.83
Para penggugat yang terdiri dari 15 orang wakil kelas, yang memberikan
kuasa khusus tertanggal 4 Maret 2002 kepada Tim Advokasi Banjir Jakarta,
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Negara Republik
Indonesia Cq. Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat I, Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai tergugat II serta
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat sebagai turut tergugat
pada tanggal 13 Maret 2002.
83
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 83/Pdt.G/2002/PN.Jkt.Pst.
71
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Tentang Pemerintahan Daerah jo. Pasal 9,10,11, dan 12 Undang-Undang Nomor
34 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Republik
Indonesia Jakarta, dan (c) SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Propinsi DKI
Jakarta Nomor 222 tahun 1998 tentang Prosedur Tetap (Protap) Penanggulangan
Bencana di Wilayah DKI Jakarta.
72
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Selain itu, menurut para tergugat, bahwa Peraturan Perundang-undangan
Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia hanya mengatur istilah
penggugat” dan “tergugat” sebagai pihak berperkara dalam suatu yurisdiksi
kontentiosa di pengadilan (vide Pasal 118 HIR) dan sampai saat ini belum ada
peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum formal (hukum acara) yang
mengenal istilah “penggugat”. Oleh karena itu, gugatan perwakilan yang diajukan
oleh bukan “penggugat” melainkan hanya menyebutkan “wakil kelas” saja
menyebabkan tidak jelasnya siapa “penggugat” dalam perkara a-quo dan
pelanggaran atas formalitas beracara sehingga gugatan perwakilan a quo harus
dinyatakan tidak dapat diterima.
Berkaitan dengan eksepsi atau keberatan yang diajukan oleh para tergugat
mengenai penggunaan mekanisme class action, majelis hakim berpendapat bahwa
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 untuk sementara dapat dijadikan sebagai dasar
dalam memeriksa dan mengadili gugatan class action sampai adanya ketentuan
perundang-undangan untuk itu, sehingga dengan demikian eksepsi tergugat I yang
menyatakan belum ada ketentuan yang mengatur acara memeriksa, mengadili dan
memutus gugatan yang diajukan bahwa gugatan perwakilan kelompok (class
action) harus ditolak. Majelis hakim juga berpendapat bahwa surat kuasa para
penggugat telah sesuai dengan ketentuan yang ada. Lampiran surat kuasa
tertanggal 4 Maret 2002 adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan lembaran
pertama yang memuat nama pemberi kuasa Nuraeni, dkk (terlampir) dan
karenanya hal tersebut tidak mengurangi nilai kedudukan para pemberi kuasa,
sehingga dengan demikian surat kuasa para penggugat tidak cacat yuridis.
Terhadap eksepsi tergugat yang menyatakan bahwa eksepsi tergugat II mengenai
istilah wakil kelas yang menggantikan istilah penggugat, majelis hakim juga
berpendapat bahwa eksepsi tidak berdasar sehingga patut untuk ditolak karena
istilah para wakil kelas bukan dimaksudkan untuk menggantikan penyebutan
penggugat melainkan hal tersebut sama dan sejiwa dengan penyebutan para
penggugat.
73
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dari putusan pengadilan dalam perkara gugatan ini, terlihat bahwa
meskipun majelis hakim mengakui dan menerima para penggugat sebagai wakil
kelas, akan tetapi dalam pokok perkara, gugatan tidak dapat dikabulkan atau
ditolak karena menurut majelis hakim, para tergugat tidak terbukti melakukan
perbuatan melawan hukum.
4. Gugatan 8 orang warga ibu kota Jakarta yang tergabung dalam Komunitas
Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta) terhadap PT. Thames Pam Jaya
dan PT. Palyjaya.84
84
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 276/Pdt.G/2003/PN.Jkt.Pst., tanggal 7
Juli 2004.
74
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
denda Rp. 5.000 atas keterlambatan pembayaran rekening bulan November 1999.
Setelah diperiksa ternyata pembayaran itu sudah dilakukan pada tanggal 15
November 1999, jauh sebelum tempo tanggal 25 Desember 1999. Begitu pula
dengan target pertambahan pelanggan dari tahun 1998-2000 tidak tercapai
dibawah rata-rata kualitas pelayanan yang dilakukan oleh operator sebelumnya
PAM Jaya mampu mencapai angka 25.000 selama tahun 1997, sedangkan
Lyonnaise sepanjang tahun 1998 hanya mencapai angka 5.000 pelanggan.
Demikian juga Thames PAM Jaya dalam tahun 1998 hanya 17.500 pelanggan,
itupun terealisasi sekitar 12.500 pelanggan.
75
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Sayangnya keberatan-keberatan tergugat I dan tergugat II berkaitan
dengan penggunaan mekanisme class action, sampai dengan gugatan diputus,
sama sekali belum disentuh. Dalam putusannya majelis hakim berpendapat bahwa
surat kuasa dari para penggugat bersifat umum, karena tidak mencantumkan
keperluan tertentu untuk apa surat kuasa itu dibuat, tidak mencantumkan masalah
hukum apa yang dipersengketakan (misalnya dalam perkara waris, atau hutang
piutang atau perbuatan melawan hukum tertentu dan sebagainya), sehingga
dengan demikian gugatan yang diajukan oleh penggugat dinyatakan tidak dapat
diterima. Adapun yang menjadi pertimbangan hukum dari majelis hakim adalah
karena ternyata surat kuasa tertanggal 27 Juni 2003 dari 8 orang wakil kelas
kepada kantor hukum hanya menyebutkan “keperluan untuk mewakili atau
mendampingi pemberi kuasa hukum, dalam hal-hal yang bersangkutan dengan
dan/atau berkisar mengenai persoalan, mutu/kualitas pelayanan air minum yang
telah dilakukan oleh PT. Thames Pam Jaya dan PT. Palyja”.
85
Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 32/Pdt/G/2000/PBN/PBR.
76
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Adapun alasan para penggugat mengajukan gugatan dengan menggunakan
mekanisme class action adalah karena jumlah penduduk kota Pekanbaru yang
terkena dampak atau mengalami kerugian akibat pembakaran lahan begitu banyak
mencapai 600.000 (enam ratus ribu) jiwa penduduk, dan penggugat selaku wakil
kelas adalah merupakan segolongan orang yang berada dalam masyarakat kota
Pekanbaru dan oleh karenanya dapat mengajukan gugatan class action.
77
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan gugatan tidak dapat
diterima karena tidak memenuhi persyaratan sebagai gugatan class action. Majelis
hakim berpendapat bahwa dari sudut kemasyarakat maka YLBH Riau tersebut
merupakan kelompok masyarakat atau kumpulan beberapa orang dalam suatu
masyarakat yang dapat diperkenankan untuk menggugat dengan gugatan class
action, dan penggugat dapat menjadi pihak yang mewakili kelompok dalam
Yayasan sekaligus pula mewakili warga/penduduk di kotamadya Pekanbaru.
Namun demikian dalam gugatan class action, penggugat diharuskan untuk
mengumumkan kepada para pihak yang diwakili tentang gugatan yang
dilakukannya, sehingga masyarakat yang diwakili dapat diketahui dengan jelas.
Kesempatan mengumumkan kepada para yang diwakili tersebut memang secara
yuridis belum ada pengaturannya, oleh karena itu majelis hakim berpendapat
bahwa pengumuman yang dilakukan tersebut dapat dilakukan pada awal
persidangan maupun pertengahan akhir pemeriksaan perkara. Majelis hakim telah
memerintahkan, baik secara lisan maupun tertulis kepada penggugat untuk
melakukan proses pemberitahuan (nontifikasi) kepada masyarakat yang diwakili
sebagai persyaratan class action, akan tetapi ternyata penggugat tidak dapat
memenuhinya dan tidak melakukan proses pemberitahuan (notifikasi) dengan
alasan tidak memiliki biaya yang cukup untuk memenuhi perintah hakim tersebut,
oleh karenanya gugatan class action dari penggugat ini tidak memenuhi
persyaratan, dan oleh karenanya dinyatakan tidak dapat diterima.
78
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
6. Gugatan Ali Sugondo, dkk terhadap M. Mahfudz Basya, dkk anggota
Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur.86
79
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
harus ditangani, sehingga dalam hal ini pengadilan membuat kajian berdasarkan
praktek peradilan yang dimuat dalam literatur hukum. Langkah pertama dalam
meneliti suatu class action adalah bahwa baik class representative dan class
members haruslah merupakan pihak yang mengalami kerugian nyata (concrete
inured parties). Apakah ke 10 orang class reperesentative dan 34 juta penduduk
Jawa Timur adalah benar-benar concrete injured parties karena ulah perbuatan
para tergugat ? Majelis hakim sependapat dengan penggugat bahwa APBD
bersumber antara lain pada penghasilan daerah yang berupa retribusi, pajak
daerah, dan lain-lain. Tidak semua penduduk Jawa Timur membayar retribusi,
pajak daerah, dan lain-lain, tetapi hanyalah mereka yang menurut peraturan
daerah dibebani kewajiban membayarnya. Sejak penduduk yang bersangkutan
membayar retribusi, pajak daerah, dan lain-lain, sejak itu pula hak untuk
mempergunakan uang itu telah beralih kepada PEMDA Jawa Timur yang
diaktualisasikan dalam APBD. Dengan demikian sebenarnya yang menjadi korban
atau pihak yang menderita kerugian karena penyimpangan oleh para tergugat
adalah PEMDA Jawa Timur bukan para penggugat, sehingga dengan demikian
pengadilan berpendapat bahwa para penggugat tidak memiliki legalitas untuk
mengajukan gugatan class action dengan tuntutan monetary damages.
Dalam perkara gugatan ini, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengakui para penggugat sebagai class reperesentatives (wakil kelas) dan
menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian. Putusan ini kemudian
dikuatkan dalam putusan banding dan kasasi, sehingga dengan demikian putusan
dalam perkara ini telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penulis akan
menguraikan lebih rinci mengenai putusan ini dan analisis hukum penulis dalam
bab berikutnya.
87
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara No.114/Pdt.G/2002/PN.Jkt.Pst.
tanggal 6 Januari 2003, Jo. No. 87/PDT/2004/PT.DKI. tanggal 3 September 2004, Jo. No. 1440
K/PDT/2006 tanggal 3 Januari 2007.
80
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
C. Hambatan-Hambatan Dalam Penggunaan Gugatan Class Action.
Hasil kajian dari Tim ICEL (Indonesian Center for Enviromental Law
(ICEL) pada tahun 2002 terhadap beberapa kasus class action yang sedang atau
dalam proses di peradilan sebelum terbitnya PERMA Nomor 1 Tahun 2002,
menemukan beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam praktek gugatan
class action di peradilan di Indonesia antara lain :88
88
Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Makalah Disampaikan Pada Kursus
HAM Untuk Pengacara X, Jakarta, 2005, hal. 21-22
81
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Dalam pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2002 ditentukan bahwa wakil
kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan seluruh anggota
kelompok, tidak memerlukan surat kuasa khusus dari anggota kelompok.
Meskipun masih ada sebagian kalangan berpendapat bahwa ketentuan ini
bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata di Indonesia yang
mengatur bahwa pihak yang menunjuk pihak lain untuk mewakilinya di
dalam proses persidangan harus mendapat kuasa khusus dari pihak yang
menunjuk atau pihak yang diwakilinya.
82
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
action dan legal standing memiliki perbedaan. Dalam gugatan class action
terdiri dari unsur yaitu wakil kelas yang berjumlah satu orang atau lebih
dan anggota kelas yang pada umumnya berjumlah besar. Baik wakil kelas
maupun anggota kelas pada umumnya merupakan pihak korban atau yang
mengalami kerugian secara nyata. Sedangkan dalam konsep legal
standing, LSM sebagai pihak penggugat bukan sebagai pihak yang
mengalami kerugian secara nyata, namun karena kepentingannya ia
mengajukan gugatan. Demikian mengenai tuntutan ganti rugi, dalam
gugatan class action pada umumnya adalah tuntutan ganti rugi dalam
bentuk uang, sedangkan dalam legal standing tidak dikenal tuntutan ganti
rugi uang. Ganti rugi data dimungkinkan terbatas pada ongkos atau biaya
yang telah dikeluarkan oleh organisasi itu.
Dari beberapa contoh kasus yang penulis sajikan pada awal bab ini,
terdapat beberapa kasus yang diajukan oleh organisasi dan/atau yayasan
akan tetapi dalam gugatan dengan tegas-tegas disebutkan bahwa gugatan
diajukan dengan menggunakan mekanisme class action, seperti gugatan
YLKI terhadap PT. PLN Persero tanggal 13 April 1997, gugatan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Riau terhadap PT. Adel Plantation Industri,
dkk., dalam kasus kabut asap Pekanbaru.
83
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
ditegaskan bahwa organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kelestarian fungsi lingkungan hidup. Berdasarkan ketentuan
Pasal 46 ayat (1) huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan
pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, suatu
lembaga swadaya masyarakat konsumen atau organisasi lingkungan hidup,
mempunyai hak legal standing mengajukan gugatan atas nama
kepentingan kelompok tertentu, jika lembaga swadaya masyarakat
konsumen atau organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan yaitu
(1) berbentuk badan hukum atau yayasan, (2) dalam anggaran dasar
organisasi tersebut, disebut dengan tegas tujuan didirikannya untuk
kepentingan tertentu, (3) telah melakukan kegiatan sesuai dengan
Anggaran Dasar.
84
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
5. Tentang notifikasi atau pemberitahuan.
Meskipun dalam hukum acara yang mengatur class action tidak ada
yang mengatur secara tegas mengenai adanya keharusan dan/atau
kewajiban untuk melakukan notifikasi, namun dari kasus-kasus yang
penulis sajikan di atas, ada salah satu gugatan yang diajukan dengan
menggunakan mekanisme gugatan class action terpaksa dinyatakan tidak
dapat diterima, karena penggugat tidak dapat melakukan notifikasi. Hal ini
dapat dilihat dalam putusan pengadilan terhadap gugatan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Riau terhadap PT. Adel Plantation Industri,
dkk., dalam kasus kabut asap Pekanbaru.
89
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya. Cet. I. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, hal.
287.
85
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
susunan tim/panel untuk membantu kelancaran pendistribusian ganti
kerugian dan pengumuman pemberitahuan rencana pendistribusian ganti
kerugian melalui iklan. Ganti kerugian baru dapat dibagikan kepada
anggota kelas atau sub kelas setelah dilakukan pemberitahuan atau
notifikasi. Khusus berkaitan dengan pemberitahuan rencana
pendistribusian ganti kerugian melalui iklan, dalam amar putusan
sebaiknya diatur secara jelas mulai dari kriteria harian umum, tanggal
kapan iklan harus dimuat, berapa kali harus diumumkan, batas waktu bagi
class repesentatif dan class members mendaftarkan diri termasuk pihak
yang bertanggung jawab membayar biaya iklan.
86
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Beberapa hambatan lain atau kelemahan dalam penggunaan gugatan class
action.90
90
Emerson Yuntho, op. cit., hal. 6
87
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
2. Dapat meyebabkan ketidakadilan.
88
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Menurut penulis faktor-faktor lain yang menjadi penghambat dalam
penggunaan gugatan class action antara lain dipengaruhi oleh (1) rendahnya
tingkat kesadaran masyarakat mengenai adanya hak-hak konsumen yang dijamin
oleh undang-undang khususnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, (2)
tingginya biaya yang harus dikeluakan dalam proses beracara di pengadilan, serta
(3) belum adanya peraturan setingkat Undang-Undang yang mengatur mengenai
tata cara pengajuan gugatan dengan menggunakan mekanisme class action.
91
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, hal. 232 -
233
89
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Biaya yang dikeluarkan dalam proses pengajuan gugatan class action
termasuk biaya untuk pengacara memang dapat dan/atau akan ditanggung oleh
anggota wakil kelas. Namun tidak bisa dipungkiri, tersedianya upaya hukum bagi
kedua belah pihak untuk mengajukan upaya hukum yaitu upaya hukum banding
dan kasasi bahkan upaya hukum peninjauan kembali serta tidak adanya
pembatasan waktu yang secara tegas, berapa lama suatu perkara gugatan class
action harus diselesaikan (diputus) di pengadilan negeri atau tingkat pertama,
berapa lama di tingkat banding, berapa lama di tingkat kasasi maupun peninjauan
kembali, secara tidak langsung akan mengakibatkan besarnya biaya yang timbul
yang harus ditanggung oleh penggugat yang pada akhrinya akan dibebankan
kepada konsumen. Dari kasus-kasus yang penulis sajikan di atas, ada suatu kasus
yang oleh pengadilan dinyatakan tidak dapat diterima dengan menggunakan
mekanisme class action, karena penggugat tidak dapat melakukan notifikasi.
Penggugat tidak dapat melakukan notifikasi hanya karena pertimbangan biaya,
sebagaimana dapat dilihat dalam putusan pengadilan terhadap gugatan Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Riau terhadap PT. Adel Plantation Industri, dkk.,
dalam kasus kabut asap Pekanbaru.
90
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR) di mana dalam pasal 123 HIR
dengan tegas disebutkan mengenai kewajiban penggugat untuk mendapat kuasa
dari pihak yang diwakilikannya untuk bersidang di pengadilan.
Jika seandainya saja, ketentuan hukum acara class action yang diatur
dalam PERMA Nomor 1 tahun 2002, dituangkan ke dalam suatu peraturan
setingkat undang-undang, dan diikuti dengan sosialisasi yang baik dan cukup
kepada masyarakat, penulis yakin hambatan-hambatan khususnya yang berkaitan
dengan proses pengajuan gugatan class action akan dapat diminimalisir.
91
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB IV
IMPLEMENTASI PENGGUNAAN GUGATAN CLASS ACTION
OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA KERETA API
Dalam bab ini penulis akan menganalisis dari segi hukum salah satu
putusan pengadilan yang menggunakan mekanisme gugatan class action yang
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkarcht) yang terjadi setelah
adanya pengakuan mekanisme gugatan class action, yaitu putusan pengadilan
terhadap gugatan korban tabrakan kereta api yang terjadi di stasiun Brebes pada
tanggal 25 Desember 2001.
A. Posisi Kasus.
Pada tanggal 25 Desember 2001 sekitar pukul 04.30 telah terjadi tabrakan
hebat (head to head) antara kereta api Empu Jaya jurusan Pasar Senen –
Yogyakarta dengan Kereta Api Gaya Baru Malam jurusan Surabaya – Pasar
Senen di Stasiun Ketanggungan Barat, Kabupaten Brebes. Tabrakan tersebut
mengakibatkan sekurang-kurangnya 31 (tiga puluh satu) orang meninggal dunia, 5
(lima) orang harus masuk ICU, 44 (empat puluh empat) orang menjalani rawat
inap dan 20 (dua puluh) orang menjalani rawat jalan.
92
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota
kelompok konsumen korban tabrakan dengan kategori konsumen Kereta Api
Gaya Baru Malam yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang
berdomisili di Jakarta/Bekasi sekitarnya, (3) Kholil Rahman selaku penggugat III
sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota
kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen Kereta Api
Empu Jaya yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang
berdomisili di Jawa Tengah/D.I,Yogyakarta dan sekitarnya, (4) Hartoyo selaku
penggugat IV sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub
class anggota kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen
Kereta Api Gaya Baru Malam, yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat
tetap yang berdomisili di Jawa Timur dan sekitarnya, dan 5) Mulyadi selaku
penggugat V sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub
class anggota kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen
Kereta Api Empu Jaya yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap
yang berdomisili di Jakarta/Bekasi dan sekitarnya.
93
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Ketanggungan Barat Kabupaten Brebes. Adapun dasar hukum para penggugat
mengajukan gugatan dengan menggunakan mekanisme gugatan class action
adalah Pasal 46 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1998 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan :
Pasal 46 ayat (1) huruf b :
Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang
mempunyai kepentingan yang sama.
Pasal 46 ayat (2 :
Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, atau lembaga perlindungan
konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud alam ayat (1)
huruf b, c, atau d diajukan kepada peradilan umum.
94
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
50/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 139 tukang becak atas 5000
tukang becak lainnya di Jakarta ; (2) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
dalam perkara nomor 550/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 9 orang
konsumen LPG atas 200.000 konsumen LPG se Jabotabek ; dan (3) Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor
493/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 8 masyarakat miskin kota
mewakili komunitas masyarakat miskin kota dari unsur pengemudi becak,
pengamen dan penghuni miskin.
95
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
empat puluh satu ribu Rupiah) dan biaya pengurusan surat yang hilang (KTP)
sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu Rupiah). Penggugat V menderita
kerugian sebesar Rp. 15.050.000,- (lima belas juta lima puluh ribu Rupiah) terdiri
dari barang yang hilang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu Rupiah), pendapatan
yang hilang selama 12 bulan (@ Rp. 750.000,-) sebesar Rp. 9.000.000,- (sembilan
juta Rupiah), biaya rawat lanjutan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan
biaya pengurusan surat yang hilang sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh
ribu Rupiah).
96
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
B. Putusan Pengadilan.
Terhadap putusan ini, PT. Kereta Api mengajukan upaya hukum banding
dan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta permohonan banding tersebut telah
diputus tanggal 3 September 2004, yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
97
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Jakarta Pusat. Kemudian pada tanggal 6 April 2006, PT. Kereta Api mengajukan
upaya hukum kasasi dan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia permohonan
kasasi yang diajukan oleh PT. Kereta Api ditolak sebagaimana dituangkan dalam
Putusan Nomor 1440 K/Pdt/2006 tertanggal 3 Januari 2007, sehingga dengan
demikian putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 6 Januari 2003, telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
C. Analisis Kasus.
98
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Terhadap keberatan tergugat II ini, majelis hakim berpendapat
bahwa keberatan tersebut merupakan penafsiran yang keliru. Dalam
PERMA Nomor 1 Tahun 2002, yang tidak perlu memakai surat kuasa
adalah anggota kelompok kepada wakil kelompok, tetapi pemberian kuasa
dari wakil kelas kepada pengacara/advokat memerlukan adanya surat
kuasa khusus. Penulis sependapat dengan pertimbangan hukum dari
majelis hakim tersebut. Jika seandainya pun dalam suatu perkara gugatan
class action ternyata wakil kelompok memberikan kuasa kepada wakil
kelas, menurut penulis hal tersebut tidak bertentangan dengan PERMA
Nomor 1 Tahun 2002, karena ketentuan pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun
2002 hanya memberikan kemudahan kepada wakil kelas dalam
mengajukan gugatan bertindak untuk diri sendiri sekaligus mewakili
anggota kelompok.
Pasal 2.a :
Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif
dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama dalam suatu gugatan.
Pasal 3 huruf f :
Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas
dan rinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pendistribusian ganti rugi kepada keseluruhan anggota kelompok
termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu
memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
99
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Terhadap keberatan tergugat IV tersebut, majelis hakim
memberikan pertimbangan dan pendapat bahwa para penggugat dalam
mengajukan gugatan ini tidak wajib memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam PERMA Nomor 1 Tahun 2002, karena gugatan para
penggugat telah didaftar dan mulai diperiksa sebelum dikeluarkannya
PERMA Nomor 1 Tahun 2002. Memang benar, gugatan para penggugat
diajukan kurang dari 1 bulan sebelum PERMA Nomor 1 Tahun 2002
dikeluarkan. Gugatan diajukan pada tanggal 1 April 2002 sementara
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 dikeluarkan pada tanggal 26 April 2002.
Namun penulis melihat majelis hakim tidak konsisten dalam memberikan
pertimbangan atau pendapat hukum. Terhadap keberatan tergugat II yang
menyatakan bahwa pemberian kuasa dari para penggugat kepada YLKI
bertentangan dengan pasal 4 PERMA Nomor 1 Tahun 2002, majelis hakim
berpendapat bahwa pemberian kuasa tersebut tidak bertentangan dengan
PERMA Nomor 1 Tahun 2002 sementara untuk keberatan tergugat IV,
majelis berpendapat bahwa tidak wajib memenuhi syarat-syarat PERMA
Nomor 1 Tahun 2002.
100
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Menurut penulis syarat-syarat tersebut telah terpenuhi dalam
gugatan ini dimana para penggugat terdiri dari wakil kelompok dan
anggota kelompok yang terdiri dari banyak orang (konsumen) yang
menuntut kerugian atas peristiwa terjadinya tabrakan kereta api tersebut.
Dalam hal ini telah ada demikian banyak orang (konsumen) dengan
kesamaan fakta dan dasar hukum untuk selanjutnya mengajukan tuntutan
yang sama. Dengan demikian putusan pengadilan yang menyatakan
menerima para penggugat sebagai class representative mewakili
masyarakat konsumen korban tabrakan kereta api tanggal 25 Desember
2001, membuktikan bahwa secara tidak langsung, majelis hakim telah
menjadikan PERMA Nomor 1 Tahun 2002 sebagai bahan pertimbangan
hukum dalam mengadili perkara gugatan ini.
Pasal 28 :
badan penyelenggara bertanggung jawab atas kerugian yang
diderita oleh pengguna jasa dan/atau pihak ketiga yang timbul
dari penyelenggaraan angkutan kereta api.
93
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian
101
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Penjelasan pasal 25 (1) huruf b :
Penyelenggara wajib (1) mengangkut penumpang yang telah
memiliki karcis penumpang sesuai dengan tingkat pelayanan
penumpang yang telah disepati atau mengangkut barang
pengguna jasa yang telah dimiliki syarat angkutan barang, (2)
membayar ganti rugi sesuai syarat-syarat umum yang telah di
sepakati, kepada pengguna jasa yang mengalami kerugian
sebagai akibat kelalaian badan penyelenggara, (3) memberikan
pelayanan dalam batas-batas kelayakan sesuai kemampuan badan
penyelengggara kepada pengguna jasa, selama menunggu
keberangkatan dalam hal terjadi kelambatan pemberangkatan
karena kelalaian badan penyelenggara.
102
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
b. Tidak melaksanakan ketentuan pasal 3 huruf c, d, e, f, jo.
pasal 4 huruf a, c, d, e dan h, jo. pasal 7 huruf b, d, f dan g,
jo. pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan :
103
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Pasal 8 ayat (1) huruf a :
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai
standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
104
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
kecepatan tertinggi lebih dari 45 km sejam, langsung di belakang
lokomotif harus ditempatkan sekurang-kurangnya satu
kendaraan, dimana tidak diijinkan ada penumpang kecuali
pegawai kereta api atau pegawai jawatan pos.
105
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Terhadap dalil-dalil para penggugat ini, majelis hakim tidak
memberikan pendapat atau pertimbangan hukum. Jika dikaitkan
dengan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal
1365 KUHPerdata, maka menurut penulis justru disinilah
seharusnya pertanggungjawaban PT. Kereta Api Indonesia dapat
dimintakan. Tindakan PT. Kereta Api Indonesia memberhentikan
dua kereta api sekaligus dalam Emplasemen yang hanya terdiri dari
3 (tiga) spoor, jelas-jelas merupakan suatu kelalaian yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan/ tabrakan.
106
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Sedangkan tergugat IV telah melakukan perbuatan melawan
hukum karena telah tidak melaksanakan ketentuan pasal 5 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan
dan Pengawasan Perusahaan Jawatan, Perusahaan Umum dan Perusahaan
Perseroan, yang menyebutkan :
107
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Menurut pertimbangan majelis hakim, gugatan ganti rugi dari
penggugat dikabulkan sepanjang mengenai biaya penguburan, santunan
kematian, biaya perjalanan pulang pergi ke stasiun kedatangan atau tujuan,
biaya penggantian barang yang hilang, biaya pengobatan sampai pulih,
serta santunan bagi yang cacat, tetapi tidak jelas berapa nilai ganti rugi
yang harus dibayarkan. Selain itu ada persyaratan yang harus dipenuhi,
yaitu semua kerugian yang diderita korban harus bisa dibuktikan.
misalnya, barang yang hilang harus ada bukti barang tersebut memang
tercatat di tiket bagasi. Selain itu biaya ganti rugi tidak boleh melebihi
jumlah asuransi yang ditutup oleh tergugat I serta belum dibayarkan oleh
Asuransi Jasa Raharja.
108
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
BAB V
PENUTUP
D. Kesimpulan.
Dari hasil penelitian dan analisis yang penulis lakukan, diperoleh beberapa
kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diangkat
dalam tesis ini.
Untuk pertama kalinya class action di Indonesia diakui pada tahun 1997,
yaitu sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Setelah Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, tercatat ada 3 (tiga) Undang-Undang yang secara ekspilist
mengatur dan mengakui mengenai gugatan class action yaitu (1) Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, (ii) Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, dan (iii) Undang-Undang Nomor
41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
109
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
perlu adanya kuasa khusus. Pada umumnya penggugat tidak dapat menjelaskan
karakteristik dari sebuah gugatan yang menggunakan prosedur class action, tidak
mendeskripsikan secara jelas defenisi kelas, posita dan petitum gugatan, serta tata
cara pendistribusian ganti kerugian. Masyarakat pada umumnya juga
mempersamakan gugatan class action dengan gugatan legal standing. Belum
adanya aturan atau petunjuk tentang notifikasi atau pemberitahuan dapat
mengakibatkan perintah notifikasi tidak menjadi suatu prioritas atau suatu
keharusan (padahal dalam sistem hukum negara lain merupakan suatu kewajiban).
Hambatan juga ditemukan pada saat implementasi putusan pengadilan dalam hal
distribusi ganti kerugian, apabila dalam amar putusan hakim tidak secara jelas
disebutkan mengenai mekanisme pendistribusian ganti kerugian, termasuk
mengenai penunjukan dan susunan tim/panel dan pengumuman pemberitahuan
rencana pendistribusian ganti kerugian. Hambatan-hambatan lain berupa kesulitan
dalam mengelola gugatan class action. Gugatan class action juga dapat
menyebabkan kebangkrutan pada tergugat. Publikasi gugatan class action juga
dapat menyudutkan pihak tergugat. Hambatan-hambatan tersebut pada umumnya
dipengaruhi oleh (1) rendahnya tingkat kesadaran masyarakat mengenai adanya
hak-hak konsumen (menggunakan gugatan class action) yang dijamin oleh
undang-undang khususnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen akibat
kurangnya sosialisasi, (2) tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses
beracara di pengadilan, serta (3) belum adanya peraturan setingkat undang-undang
yang mengatur mengenai tata cara pengajuan gugatan class action.
Dalam gugatan yang diajukan oleh korban tabrakan antara kereta api
Empu Jaya dengan kereta api Gaya Baru Malam di stasiun Ketanggungan Barat
Kabupaten Brebes tanggal 25 Desember 2001, pengadilan telah mengakui
penerapan mekanisme gugatan class action. Namun dalam gugatan ini masih
ditemui banyak hambatan khususnya dalam pelaksanaan putusan pengadilan yaitu
pendistribusian ganti kerugian. Sampai dengan batas waktu yang ditentukan
dalam pengumuman (14 hari), hanya 5 orang dari anggota kelompok yang
memberikan respons.
110
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
E. Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Dani, AA. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Cet. I, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
111
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
DAFTAR PUSTAKA
Dani, AA. Himpunan Peraturan Tentang Class Action. Cet. I, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Harahap, Krisna. Hukum Acara Perdata. Class Action, Arbitrase & Alternatif
Serta Mediasi. Cet. V, Bandung : PT. Grafitri, 2007.
Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan
Indonesia. Cet. II Edisi Revisi. Jakarta : Djambatan, 2002.
Pieris, John dan Wieik Sri Widiarty. Negara Hukum Dan Perlindungan
Konsumen Terhadap Produk Pangan Kedaluarsa. Cet. I. Jakarta :
Cendikia, 2007.
1
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Samsul, Inosentius. Perlindungan Konsumen : Kemungkinan Penerapan
Tanggung Jawab Mutlak. Cet.I. Jakarta : Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2004.
Santosa, Mas Ahmad. et al. Pedoman Penggunaan Class Action (Class Action).
Cet. I, Jakarta : ICEL, 1999
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Cet. III Edisi Revisi II. Jakarta :
Grasindo, 2006.
Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani. Hukum Arbitrase Seri Hukum Bisnis. Cet.
III. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
2
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009
Widjaja, Gunawan. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2005.
3
Penggunaan gugatan..., Simalongo, Miliater, FHUI, 2009