Anda di halaman 1dari 10

PERILAKU DALAM MANAJEMEN AUDIT

Menurut Code of Ethic for Professional Accountant (CEPA), auditor harus memiliki prinsip
etika, yaitu

1. Integritas, yaitu sikap sederhana dan jujur dalam pekerjaan.


2. Objektivitas, yaitu sikap tidak membiarkan adanya penyimpangan dan konflik
kepentingan yang mengganggu profesionalitas.
3. Kompetensi serta cermat dan kehati-hatian, yaitu sikap untuk memelihara pengetahuan
pada tingkat yang disyaratkan agar klien menerima jasa yang profesional.
4. Kerahasiaan.
5. Perilaku profesional, yaitu sikap wajib mentaati hukum dan peraturan yang sesuai.

Dalam menjalankan prinsip etika, auditor mendapatkan beberapa ancaman, yaitu

1. Self-interest threat, yaitu ancaman dari kepentingan pribadi.


2. Self-review threat, yaitu ancaman telaah sendiri, misalnya overbudget dalam audit
mengakibatkan kualitas audit yang tidak memadai.
3. Advocacy threat, yaitu ancaman karena pendapat klien.
4. Familiarity threat, yaitu ancaman dengan sikap kekeluargaan.
5. Intimidation threat, yaitu ancaman yang dapat mempengaruhi audit.

Untuk menghindari ancaman perlu pengamanan, yaitu

1. Pengamanan yang diciptakan oleh profesi dan regulator.


 Syarat pendidikan, pelatihan, dan pengamanan.
 Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
 Regulasi tentang governance.
 Standar profesi akuntan.
 Prosedur monitoring.
 Review dari pihak eksternal.
2. Pengamanan di tempat kerja.
Mencegah fraud dapat menggunakan whistle-blower mechanism, yaitu

 Internal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak internal perusahaan.


 Eksternal whistle-blower, yaitu mengungkapkan fraud kepada pihak eksternal
perusahaan.

Syarat whistle-blower, yaitu

 Motivasinya jelas.
 Buktinya jelas.
 Analisisnya jelas.
 Salurannya jelas.

Perilaku etis auditor dalam audit manajemen, yaitu auditor audit manajemen harus mengungkap
kecurangan yang ada.

Hubungan-hubungan

1. Hubungan antar manusia dalam manajemen audit

Hubungan antar manusia adalah suatu proses interaksi yang terjadi antara seseorang
dengan orang lain untuk mendapatkan saling pengertian, kesadaran, dan kebutuhan psikologis
(O.U Effendi). Pengetahuan hubungan antar manusia dapat digunakan untuk memecahkan
berbagai masalah yang berhubungan dengan faktor manusia dalam manajemen.

Beberapa prinsip umum dari aspek hubungan antar manusia berlaku bagi setiap kejadian
di mana dua atau lebih orang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi juga
dalam kegiatan audit intern, antara auditor dan auditee.

Beberapa prinsip tersebut yang kiranya berlaku dan berpengaruh dalam kegiatan audit
intern. Apabila kita perhatikan, kegiatan itu menempatkan orang-orang yang saling berhubungan
dalam posisi tertentu dan khusus. Bila kedua pihak tak mampu membangun hubungannya secara
baik, maka pintu konflik yang berkepanjangan dan berakibat destruktif bagi organisasi makin
terbuka. Karenanya kita perlu menempatkan masalah ini pada proporsi yang benar, sehingga misi
kerja dari para auditor dan auditeenya dapat tercapai serta memberi kontribusi positif bagi
organisasi.
2. Hubungan kerjasama antara manajemen dan eksternal audit

Dalam beberapa hal, manajemen dan auditor eksternal memiliki kesamaan. Keduanya
merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta memiliki
kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang
harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,manajemen dan audit eksternal adalah dua
fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.

·Perbedaan antara Pemeriksaan Management dengan Pemeriksaan Eksternal.

1. Perbedaan Misi

Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini atas kewajaran
pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam penyajian posisi keuangan dan hasil operasi
dalam suatu periode. Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum, diterapkan secara konsisten dari
periode ke periode, dan seterusnya. Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan,
baik di dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat seberapa besar
tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh organisasi tersebut. Sementara itu,
tanggung jawab utama auditor internal tidak terbatas pada pengendalian internal berkaitan
dengan tujuan reliabilitas pelaporan keuangan saja, namun juga melakukan evaluasi desain dan
implementasi pengendalian internal, manajemen risiko, dan governance dalam pemastian
pencapaian tujuan organisasi. Selain tujuan pelaporan keuangan, auditor internal juga
mengevaluasi efektivitas dan efisiensi serta kepatuhan aktivitas organisasi terhadap ketentuan
perundang-undangan dan kontrak, termasuk ketentuan-ketentuan internal organisasi.

2. Perbedaan organisasional
Auditor Internal merupakan bagian integral dari organisasi di mana klien utama mereka
adalah manajemen dan dewan direksi dan dewan komisaris, termasuk komite-komite yang ada.
Biasanya auditor internal merupakan karyawan organisasi yang berasngkutan. Meskipun dalam
perkembangannya pada saat ini dimungkinkan untuk dilakukan outsourcing atau co-sourcing
internal auditor, namun sekurang-kurangnya penanggung jawab aktivitas audit internal (CAE)
tetaplah bagian integral dari organisasi. Sebaliknya, auditor eksternal merupakan pihak ketiga
alias bukan bagian dari organisasi. Mereka melakukan penugasan berdasarkan kontrak yang
diatur dengan ketentuan perundang-udangan maupun standar profesional yang berlaku untuk
auditor eksternal.

3. Perbedaan pemberlakuan

Secara umum, fungsi audit internal tidak wajib bagi organisasi. Namun demikian untuk
perusahaan yang bergerak di industri tertentu, seperti perbankan, dan juga perusahaan-
perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia diwajibkan untuk memiliki auditor internal.
Perusahaan-perusahaan milik negara (BUMN) juga diwajibkan untuk memiliki auditor internal.
Sementara itu, pemberlakuan kewajiban untuk dilakukan audit eksternal lebih luas dibandingkan
audit internal. Perusahaan-perusahaan yang listing, badan-badan sosial, hingga partai politik
dalam keadaan-keadaan tertentu diwajibkan oleh ketentuan perundang-undangan untuk
dilakukan audit eksternal.

4. Perbedaan kualifikasi

Kualifikasi yang diperlukan untuk seorang auditor internal tidak harus seorang akuntan,
namun juga teknisi, personil marketing, insinyur produksi, serta personil yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman lainnya tentang operasi organisasi sehingga memenuhi syarat
untuk melakukan audit internal. Auditor Eksternal harus memiliki kualifikasi akuntan yang
mampu memahami dan menilai risiko terjadinya errors dan irregularities, mendesain audit untuk
memberikan keyakinan memadai dalam mendeteksi kesalahan material, serta melaporkan
temuan tersebut. Pada kebanyakan negara, termasuk di Indonesia, auditor perusahaan publik
harus menjadi anggota badan profesional akuntan yang diakui oleh ketentuan perundang-
undangan.

5. Perbedaan focus dan orientasi

Auditor internal lebih berorientasi ke masa depan, yaitu kejaidan-kejadian yang


diperkirakan akan terjadi, baik yang memiliki dampak positif (peluang) maupun dampak negatif
(risiko), serta bagaimana organisasi bersiap terhadap segala kemungkinan pencapaian tujuannya.
Sedangkan auditor eksternal terutama berfokus pada akurasi dan bisa dipahaminya kejadian-
kejadian historis sebagaimana terefleksikan pada laporan keuangan organisasi.

6. Perbedaan timing

Auditor internal melakukan review terhadap aktivitas organisasi secara berkelanjutan,


sedangkan auditor eksternal biasanya melakukan secara periodik/tahunan.

3. Hubungan kerjasama antara manajemen auditor dengan auditee

Perlu kita fahami bahwa hubungan yang terjadi antara internal auditor dengan auditee-
nya adalah hubungan kerja biasa. Hubungannya seperti hubungan kerja antara satu bagian
dengan bagian lainnya. Hubungan ini mempunyai tujuan seperti apa yang diinginkan dalam
suatu perusahaan adalah menciptakan perusahaan yang sehat dan berkembang secara wajar.
Walaupun dari pihak auditee terdapat perbedaan sudut pandang tapi pada hakekatnya tujuannya
adalah sama.

Karena posisi Internal Auditor adalah Staf dari Pimpinan Puncak (Dirut). Ia tentunya
diharapkan memiliki pengetahuan dalam bidang :

 Teknis operasional.
 Teknis operasional auditing.
 Hubungan antar manusia yang efektif.

Keberhasilan tugasnya secara konsepsional merupakan penjabaran dari apa yang dimilikinya itu.

Dengan demikian keberhasilan pelaksanaan tugasnya akan sangat dipengaruhi oleh :

1. Kemampuan mengolah masukan yang diperolehnya menjadi satu keluaran yang


bermakna
2. Cara/metode/prosedur yang digunakan dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Proses interaksi kerjasama yang terjadi antara dirinya dengan kelompok.

Jika diperhatikan faktor ke 3 itu, maka hubungan yang terjadi memang menjadi ikut berperan.
Apalagi kalau diperhatikan bahwa selalu ada kesan bahwa kegiatan audit seringkali disalah
artikan sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan. Hal tersebut harus selalu dicoba untuk
disingkirkan dan diganti dengan pengertian yang lebih positif. Ini hanya bisa dibina jika terdapat
kerjasama yang efektif antara kedua pihak atau dapat dihindarkan timbulnya konflik yang
merugikan. Dengan demikian pembinaan hubungan antar auditor dengan auditee harus
didasarkan pada sasaran kepentingan bersama dalam posisi mereka sebagai anggota organisasi.
Perbedaan yang ada secara fungsional tidak boleh dijadikan titik tolak mempertentangkan posisi
dalam kegiatan mencapai sasaran tersebut. Hal ini dalam pelaksanaannya memang sulit, karena
pemahaman dari para pihak baik auditor maupun auditee yang sering kali punya persepsi yang
berbeda.

Tugas fungsional sedapat mungkin diusahakan hanya untuk mencari dan menyediakan
informasi secara obyektif. Khusus bagi Auditor, maka pengolahan dan penilaian hasil harus
didasarkan pada standar dan penilaian yang profesional sifatnya dan hal ini tentunya telah diatur
dalam pedoman kerja para auditor intern. Singkatnya hubungan antara Auditor dengan Auditee-
nya harus dikembangkan dalam bentuk hubungan kerja. Pendekatan yang digunakan berorientasi
pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan atas berbagai alternatif dengan orentasi
peningkatan/perbaikan bagi organisasi bank secara menyeluruh. Menempatkan hal-hal tersebut
dalam bentuk konsep seperti yang diuraikan diatas bukanlah perkara mudah. Perlu kematangan
kedua pihak buat memahami posisinya masing-masing dalam bentuk yang lebih konkrit.

Peranan internal auditor


1. Peran sebagai “Problem Solver”

Temuan Audit pada hakekatnya adalah problem. Internal Auditor harus mampu menggunakan
metode problem solving yang rasional sifatnya. Rangkaian proses berfikir analisis yang standar
perlu dikuasai secara mantap. Hal ini juga sangat membantunya untuk cepat dalam mengambil
kesimpulan/keputusan. Informasi yang dikemukakan harus obyektif dan benar-benar merupakan
fakta. Pengembangan berbagai alternatif perbaikan harus mampu pula dihasilkannya dan dapat
diterapkan sesuai dengan kondisinya.Dalam kaitan ini maka sang auditor perlu memahami akar
permasalahan, serta mampu menganalisisnya, sehingga solusi yang direkomadasikan menjadi
valid. Disini auditor perlu memahami bagaimana bobot temuan yang menjadi problem tersebut.
Bagaimana intensitasnya. Dia perlu menilai siklusnya, akibatnya, ramalan-ramalan kejadian
sebagai akibat yang akan terjadi dari temuan tersebut. Jika hal tersebut dilaksanakannya dengan
baik, maka pemecahan “konflik”, yang tidak mungkin dihindarkan akan dapat diselesaikan
secara rasional dan memuaskan bagi semua pihak.

2. Peran sebagai “Conflict Resolution”

Temuan audit yang ada dari pelaksanaan audit bisa menjurus pada timbulnya konflik bila
seorang auditor kurang mampu untuk menyelesaikannya dengan auditee. Konflik itu sendiri
adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. (Christ Mitchell, Thr Structur Of International Conflict, Macmillan.
London,1981, Bab 1).Dalam kaitan ini maka masalah penyelarasan agar menjadi sejalan antara
auditor dan auditee dalam mencapai visi bank menjadi fokus utama. Penyelarasan ini berpijak
pada visi keinginan semua pihak di bank untuk melahirkan bank yang sehat dan berkembang
wajar adalah yang paling pokok.

Dalam praktiknya konflik ini bisa dilalui dengan jalan :

 Menghindari
 Membekukan
 Dikonfrontasikan

Menghindari konflik, Auditor semacam ini cenderung menekan reaksi emosional dengan
mencari cara lain yang lebih enak atau bahkan mungkin dia minta pindah atau keluar dari
pekerjaan sebagai internal auditor. Hal ini dimungkinkan pula bila si Auditor kurang punya
kemampuan untuk bernegosiasi secara efektif. Meskipun strategi menghindari bisa mengatasi
persoalan, namun sifatnya sementara saja. Karena pada kesempatan lain persoalan itu dapat
timbul dan si auditor tetap tidak dapat mengatasinya.

Membekukan konflik, ini adalah suatu taktik untuk menangguhkan tindakan. Strategi ini
bisa digunakan Auditor untuk mendinginkan situasi untuk sementara, sehingga usaha untuk
konfrontasi tetap tidak mungkin.

Konfrontasi konflik, artinya atas problem atau temuan ini langsung dikonfrontasikan
dengan auditee. Konfrontasi bisa dilakukan dengan dengan dua jalan : Dengan memakai
kekerasan, misalnya dipaksa dengan power dari Diektur Utama maka auditee harus
melaksanakan rekomendasi audit. Strategi ini dapat efektif, tapi auditee dapat merasa kalah. Bila
merasa kalah maka bisa timbul kebencian, kekhawatiran, bahkan menjurus pada kerugian.
Dengan memakai strategi negosiasi, Strategi ini kedua pihak bisa menang. Masing-masing
langkah akan mengundang masalahnya sendiri. Strategi “Win-Win” harus dipakai sebagai dasar
dalam kerangka pemecahan. Setiap kegiatan dan keputusan yang diambil, dilakukan berdasar
motif yang konstruktif sifatnya. Teknik-teknik seperti kemampuan memahami orang lain,
komunikasi dan juga negosiasi perlu dimiliki.

3. Peran “interviewer”

Komunikasi yang akan dilakukan oleh Auditor, sering kali dalam bentuk wawancara.
Tujuannya adalah mencari fakta dan bukan opini. Karena itu internal auditor harus faham
mengenai ;

 Konteks dari wawancara yang dilakukan


 Isi dari bahan yang ingin dicarinya

Pola interogasi harus dihindarkan. Hal ini mungkin terjadi jika keterampilan wawancara
kurang dikuasai dan pewawancara kurang mampu menggali persoalan dengan memotivasi
auditee. Wawancara sebaiknya dimulai dengan menentukan posisi kepercayaan (trust), baru
kemudian diikuti dengan penetapan berbagai aspek yang diperlukan dalam wawancara
(positioning) dan dilanjutkan dengan mengembangkan wawancara sendiri.
4. Peran “Negosiator” dan “Komunikator”

Kedua peran ini juga dijumpai pada saat melakukan auditing. Mungkin peran
komunikator akan lebih menonjol dibanding dengan negosiator. Dalam peran negosiator,
seseorang dituntut untuk terus menerus mampu menjual “posisi auditor”, program sang auditor
ataupun ide-ide -nya. Karena itu kriteria dan materi yang harus disampaikan haruslah masuk
akal. Sebaiknya jangan memandang remeh orang lain, karena keberhasilan seorang negosiator
adalah jika ia berhasil menciptakan kondisi dimana semua fihak dapat terpenuhi keinginannya.

Dalam peran komunikator, posisi auditor agak berbeda. Ingatlah bahwa sebagian besar
konflik dan ketidak setujuan itu datangnya karena saling kurang fahamnya fihak-fihak yang
berkepentingan. Komunikasi bukan barang baru bagi kita. Tetapi mendapatkan yang efektif
bukanlah hal yang mudah.

5. Komunikasai dalam manajemen audit

Sebagai dasar melakukan koordinasi dan interaksi, komunikasi tak bisa dianggap remeh
dan kecil peranannya dalam sebuah organisasi. Makin ke depan, komunikasi makin menjadi
elemen terpenting dalam organisasi. Sering kali keberhasilan personal dan program sangat
tergantung dari keberhasilan komunikasi yang dilakukan para anggota dalam organisasi itu.

Selama kumunikasi berlangsung fahamilah lawan bicara. Tetapkan strategi atas


reaksinya. Jangan cepat-cepat sampai pada kesimpulan. Berpikirlah positif dan sikap yang
terkendali merupakan sarana penting yang harus kita jaga. Kuasailah bahan yang dibicarakan dan
berdasarkan pada fakta atas informasi nyata.

Komunikasi yang efektif antara auditor dan auditee merupakan suatu hal yang harus
dibina oleh auditor dan dipahami oleh auditee. Kontribusi kedua pihak untuk menjadikan
pekerjaannya bermanfaat bagi organisasi adalah merupakan titik awal bermulanya sukses bagi
semua pihak. Segala kendala yang terjadi bisa ditekan sedemikian rupa bila pemahaman bersama
telah terbentuk. Ini memang perjalanan yang perlu ditempuh para anggota organisasi dalam
mencapai kedewasaan.
KOMUNIKASI DENGAN MANAJEMEN SELAMA MASA AUDIT

Selama berlangsungnya audit, auditor melakukan pembicaraan dengan manajemen mengenai


berbagai hal yang mencakup berikut ini :

 Pemahaman atas bisnis klien.


 Rencana audit.
 Dampak perundangan atau standar professional atas audit.

Anda mungkin juga menyukai