PENCEMARAN LINGKUNGAN
TINGKAT KEBISINGAN di KOTA PONTIANAK TENGGARA
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2019
BAB I
PENDAHULUAN
2.1. Definisi
Kebisingan adalah bentuk suara yang tidak diinginkan atau bentuk suara
yang tidak sesuai dengan tempat dan waktunya (Suroto, 2010). Suara tersebut
tidak diinginkan karena mengganggu pembicaraan dan telinga manusia, yang
dapat merusak pendengaran atau kenyamanan manusia, kebisingan adalah bunyi
yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konsep ruang dan waktu
sehingga menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia
(Metawati dkk, 2013).
Jenis kebisingan yang bersumber dari lalu lintas jalan raya umumnya
termasuk fluctuating noise, kecuali pada saat kepadatan lalu lintas yang rendah
dan pada waktu tertentu dilewati oleh kendaraan berat, dimana jenis kebisingan 7
seperti ini termasuk intermitten noise seperti kebisingan yang ditimbulkan oleh
kereta api.
2.3. Dampak
Menurut Buchari (2007), Pengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung
pada karakteristik fisik, waktu berlangsung dan waktu kejadian, ada beberapa
gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan diantaranya :
a. Gangguan Pendengaran
Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan
dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk
telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespon tanpa
menimbulkan rasa sakit.Sensitifitas pendengaran pada manusia yang
dikaitkan dengan suara paling lemah yang masih dapat didengar disebut
ambang pendengaran, sedangkan suara yang paling tinggi yang masih
dapat didengar tanpa menimbulkan rasa sakit disebut ambang rasa sakit.
Kerusakan pendengaran (dalam bentuk ketulian) merupakan penurunan
sensitifitas yang berlangsung secara terus-menerus.
b. Gangguan Kesehatan
Kebisingan berpotensi untuk mengganggu kesehatan manusia apabila
manusia terpapar aras suara dalam suatu perioda yang lama dan
terusmenerus. Aras suara 75 dB untuk 8 jam kerja per hari jika hanya
terpapar satu hari saja pengaruhnya tidak signifikan terhadap kesehatan,
tetapi apabila berlangsung setiap hari, maka suatu saat akan melewati
suatu batas dimana paparan kebisingan tersebut akan menyebabkan
hilangnya pendengaran seseorang (tuli).
Keterangan:
LTM5: pengukuran tiap 5 detik
Selanjutnya hasil perhitungan tingkat kebisingan yang diambil dalam 7
periode pengukuran selama 24 jam tersebut dibandingkan dengan baku mutu
menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.48/KEP/ XI/1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum Pencemaran Lingkungan “Pengukuran
Kebisingan di beberapa lokasi di Kota Pontianak, Kalimantan Barat” ini sebagai
berikut.
Tabel 4.1.1 Hasil Pengukuran Kebisingan pada Siang Hari (LS)
No. Lokasi Nilai Kebisingan (dBA)
4.2 Pembahasan
Tingginya tingkat kebisingan yang disebabkan oleh aktivitas transportasi
di sebagian ruas Jalan Gajah Mada, Jalan Tanjungpura, dan Jalan Bundaran
Digulis, karena tingginya volume lalu lintas yang relatif sama, terutama pada pagi
dan siang hari, maka pada ketiga ruas jalan ini akan berdampak negatif terhadap
aktivitas warga seperti gangguan pendengaran, komunikasi, kualitas tidur,
psikologis, konsentrasi dan produktivitas kerja di sepanjang ruas jalan yang
ditinjau, sehingga perlu dilakukan mitigasi dampak kebisingan yang berada diatas
baku mutu pada sebagian ruas-ruas tersebut. Tingkat kebisingan yang terukur di
pengukuran kebisingan selama 24 jam (Lsm) di jalan Gajah Mada sebesar 68,20
dB, di jalan Tanjungpura 81,01 dB dan di jalan digulis 76,54 dB. Berdasarkan
hasil pengamatan tingkat kebisingan di jalan tersebut diketahui bahwa
Tanjungpura lebih besar dibandingkan jalan yang lain. Hal ini terjadi akibat jalan
Tanjungpura merupakan jalur akses menuju Pontianak sehingga menyebabkan
volume kendaran sangat banyak dan besar.
Menurut Kementerian Lingkungan Hidup No. 48 tahun 1996 menyatakan
bahwa ambang batas baku mutu untuk kebisingan di pemukiman tidak boleh
melewati 55 dB(A). Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan bahwa tingkat
kebisingan pada jalan Tanjungpura melebihi ambang baku mutu untuk semua titik.
Hal ini dikarenakan kondisi bahu jalan tidak sebanding dengan jumlah kendaraan
yang melintas mengakibat bunyi gesekan ban dan jalan serta suara klakson
terdengar sangat kuat. Terlihat dari banyaknya kendaraan besar pelabuhan yang
melintas dan juga motor dan mobil pribadi yang melewati jalan tersebut.
Sedangkan daerah yang memiliki tingkat kebisingan paling kecil terjadi pada jalan
Gajah mada yang dikarenakan kendaraan yang melintas hanya terjadi pada jam
kerja yaitu saat pergi dan pulang.
Polusi suara berakibat buruk bagi kesehatan terutama untuk pendengaran.
Kebisingan >70 dB dapat menyebabkan hipertensi sedangkan >90 dB dapat
membuat otot menjadi tegang dan stress (Regnault, 1990). Normalnya manusia
dapat mendengar suara dengan intensitas bunyi 0-25 dB. apabila terjadi
peningkatan pendengaran 26-40 dB maka dipastikan seseorang tersebut menderita
tuli ringan, jika peningkatan pendengaran mencapai 41-60 dB disebut tuli sedang,
peningkatan pendengaran pada 61-90 dB disebut tuli berat, dan >90 dB disebut
tuli sangat berat. Pemanfaatan alat-alat yang menggunakan mesin yang berbunyi
bising maupun penggunaan gadget yang menunjang penggunaan earphone yang
langsung mengenai gendang telinga meningkatkan resiko terhadap pencemaran
suara. Tingkat kebisingan di daerah perkotaan yang dipadati bangunan
perumahan, kantor, pusat perbelanjaan, serta pabrik-pabrik jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah perkampungan yang tingkat pembangunannya masih
belum berkembang. Selain itu kebisingan di jalan lalu lintas yang padat
kendaraan, belum lagi suara tv, suara hewan peliharaan maupun pembangunan
proyek yang berada didekat daerah pemukiman juga tinggi terlebih jika kawasan
hijau dan perhutanan kota minim sehingga tidak ada yang menjadi peredam
kebisingan. Secara garis besar strategi pengendalian bising dibagi menjadi tiga
elemen yaitu pengendalian terhadap sumber bising, pengendalian terhadap jalur
bising dan pengendalian terhadap penerima bising (Djalante, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat, 2015, Kalimantan Barat Dalam Angka,
Pontianak