Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN MEDIKAL MEDAH 3

ANGGOTA KELOMPOK 3

1. ALI TORIHIN 010117A119


2. RETNO HASTUTI 010117A083
3. RISA NURAINI 010117A085
4. TRI UTAMI 010117A109
5. UMI SEPTIANY 010117A110

PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDIWALUYO

TAHUN AJAR 2019


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI

BAB.I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Belakang
1.3 Tujuan

BAB.II PEMBAHASAN

A. Kusta
2.1 Pengertian Kusta
2.2 Gejala Kusta
2.3 Penyebab kusta dan FAktor resiko
B. Asuhan keperawatan
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa keperawatan yang muncul
3.3 Intervensi

BAB.III PENUTUP

4.1 Simpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah
yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan sosial (Kemenkes, 2012).
Penyakit ini dapat berdampak pada kecacatan yang permanen jika tidak ditangani dengan
baik. Tidak hanya bagi segi medis saja, kusta juga berpengaruh terhadap masalah sosial dan
ekonomi (Depkes, 2007). Para penderita kusta akan cenderung kehilangan produktivitas
dalam bekerja. Selain itu, sikap dan perilaku masyarakat yang negatif akan menyebabkan
penderita kusta merasa tidak mendapatkan tempat di keluarga maupun lingkungan
masyarakat (Halim, 2008).
Secara global kasus kusta pada tahun 2011 mengalami penurunan dibanding kasus
pada tahun 2010 yaitu dari 228.474 orang menjadi 219.075 orang dengan penyumbang
terbesar yaitu negara India dan Brazil kemudian diikuti Indonesia dengan jumlah kasus
sebesar 20.023 orang (WHO, 2012). Laporan resmi yang diterima dari 115 negara dan
wilayah, jumlah kasus terdaftar kusta di dunia pada awal tahun 2013 mencapai 189.018
kasus (0,33%). Jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara sebanyak
125.167 kasus (0,68%), diikuti regional Afrika sebanyak 17.540 kasus (0,26%), regional
Amerika sebanyak 33.926 kasus (0,39%) dan sisanya 2 di regional lain di dunia. Sedangkan,
tahun 2012 sebanyak 232.857 kasus dan tahun 2011 sebanyak 226.626 kasus (WHO, 2013).

beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan
ketiga di dunia setelah India dan Brazil. Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta
baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru
sebanyak 9,86% (WHO, 2013). Penyakit kusta merupakan salah satu dari delapan penyakit
terabaikan atau Neglected Tropical Disease (NTD) yang masih ada di Indonesia, yaitu Filaria,
Kusta, Frambusia, Dengue, Helminthiasis, Schistosomiasis, Rabies dan Taeniasis (Kemenkes
RI, 2014).

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 jumlah kasus baru
kusta menurut jenis kelamin pada kasus PB (Paucibacillar) sebanyak 211 orang, dan pada
kasus MB (Multibacillary) sebanyak 1.308 orang. Kasus baru kusta 0-14 tahun dan cacat
tingkat dua menurut jenis kelamin sebanyak 100 orang untuk penderita kusta 0-14 tahun
sedangkan pada kasus cacat tingkat dua sebanyak 252 orang. Dari Profil Kesehatan Provinsi 3
Jawa Tengah tersebut di Kabupaten Blora terdapat 26 orang dengan kasus cacat tingkat dua
(Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2012).

Rasa takut yang berlebihan terhadap penyakit kusta (leprophobia) dan pengertian
yang keliru terhadap penyakit kusta juga akan memperberat penemuan dan penyembuhan
penderita penyakit kusta. Hambatan lainnya yaitu masih banyaknya permasalahan
kesehatan, serta dana dari pemerintah untuk pemberantasan penyakit kusta juga sangat
terbatas karena banyaknya permasalahan kesehatan dengan prioritas tinggi di bidang
kesehatan (Depkes RI, 2007).
B. Rumusan masalah

Rumusan masalah yang mendasari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah pengertian dari kusta ?


2. Apakah gejala dafri kusta ?
3. Apakah penyebab dan faktornya kusta ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kusta itu sendiri
2. Untuk mengetahui tanda gejala dari kusta
3. Untuk mengetahui penyebab dan factor dari kusta.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KUSTA

a. Pengertian
Kusta, yang juga dikenal dengan nama lepra atau penyakit Hansen. Morbus Hansen adalah
penyakit infeksi yang kronis, disebabkan oleh M. leprae yang obligat intra seluler yang
menyerang syaraf perifer, kulit, mukosa traktus respiratorik bagian Atas kemudian
menyerang organ-organ lain kecuali susunan saraf pusat (Arif, 2000) Kusta adalah
penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler
obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa
mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis (Djuanda,
4.1997 ). Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (M.
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya (Depkes RI, 1998)
Bakteri ini memerlukan waktu 6 bulan hingga 40 tahun untuk berkembang di dalam tubuh.
Tanda dan gejala kusta bisa saja muncul 1 hingga 20 tahun setelah bakteri menginfeksi
tubuh penderita.
b. Gejala kusta
Gejala dan tanda kusta tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat. Bahkan, gejala
kusta bisa muncul 20 tahun setelah bakteri berkembang biak dalam tubuh penderita.
Beberapa di antaranya adalah:
1. Mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan ataupun rasa
sakit.
2. Muncul lesi pucat dan menebal pada kulit.
3. Muncul luka tapi tidak terasa sakit.
4. Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut.
5. Kelemahan otot sampai kelumpuhan, terutama otot kaki dan tangan.
6. Kehilangan alis dan bulu mata.
7. Mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta dapat menimbulkan kebutaan.
8. Hilangnya jari jemari.
9. Kerusakan pada hidung yang dapat menimbulkan mimisan, hidung tersumbat, atau
kehilangan tulang hidung.

Berdasarkan tingkat keparahan gejala, kusta dikelompokkan menjadi enam jenis, yaitu:

 Intermediate leprosy

Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang kadang sembuh dengan
sendirinya, namun dapat berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Tuberculoid leprosy

Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi datar yang di antaranya berukuran
besar dan mati rasa. Selain itu, beberapa saraf juga dapat terkena. Tuberculoid
leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun bisa berlangsung cukup lama
atau bahkan berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Borderline tuberculoid leprosy

Lesi yang muncul pada kusta jenis ini serupa dengan lesi yang ada
pada tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil dan lebih banyak. Kusta
jenis borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama atau berubah menjadi
jenis tuberculoid, bahkan berisiko menjadi jenis kusta yang lebih parah lagi.
Pembesaran saraf yang terjadi pada jenis ini hanya minimal.
 Mid-borderline leprosi

Jenis kusta ini ditandai dengan plak kemerahan, kadar mati rasa sedang, serta
membengkaknya kelenjar getah bening. Mid-borderline leprosy dapat sembuh,
bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Borderline lepromatous lepros
Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang berjumlah banyak (termasuk lesi datar),
benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati rasa. Sama seperti mid-borderline
leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat sembuh, bertahan, atau
berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
 Lepromatous leprosy

Ini merupakan jenis kusta paling parah yang ditandai dengan lesi yang
mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan saraf,
anggota badan melemah, serta tubuh yang berubah bentuk. Kerusakan yang
terjadi pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali seperti semula

Berdasarkan bentuk klinis penyakit kusta dibedakan menjadi dua


1. Kusta bentuk kering (tipe tuberculoid)
Merupakan bentuk yang tidak menular. Kelainan ini berupa bercak
keputihan sebesar uang logam atau lebih. Jumlahnya biasanya hanya
beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak
kering. Perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya maninggi.
Pada tepi ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering
gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraflebih jelas.
Komplikasi saraf serta kecacatan lebih sering terjadi dan timbul lebih awal
dari pada bentuk basah. Pemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti
tidak ditemukannya kuman penyebab. Bentuk ini merupakan yang paling
banyak di dapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan
tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi
2. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
Merupakan bentuk menular karena banyak kuman ditemukan baik diselaput
lendir hidng, maupun organ tubuh lain. Jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan kusta kering dan terjadinya pada orang daya tahan tubuhnya
rendah dalam menghadapi kuman kusta. Kelainan kulit bisa berupa bercak
kemerahan, bisa kecil-kecil dan besar-besar diseluruh badan atau sebagai
penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak.
Bisa juga sebagai benjolan merah sebesar biji jagung di bagian badan, muka
dan daun telinga. Sering disertai rontiknya alis mata, menebalnya cuping
telinga dan kadang kadang terjadi hidung eplana karena rusaknya tulang
rawan hidung.

c. Penyebab kusta dan faktor resiko

Kusta disebakan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat pada
bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut.

M. leprae termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel
manusia dan hewan tertentu. Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari
hidung yang biasanya menyebar ke udara ketika penderita batuk atau bersin, dan
dihirup oleh orang lain. Namun penyakit ini tidak mudah untuk ditularkan, perlu
beberapa bulan kontak yang sering dengan penderita kusta, sehingga penyakit ini
dapat ditularkan.

Sebelum ditemukan pada tahun 1873 bahwa kusta disebabkan oleh kuman, penyakit
ini sangat erat dengan stigma negatif, yaitu suatu hukuman atau kutukan yang
diberikan kepada penderita karena dosa atau kesalahan yang diperbuat oleh orang
tersebut. Dampak stigma tersebut berlanjut hingga saat ini, sehingga penderita
seringkali mengalami diskriminasi dan dikucilkan dari kehidupan sosial.

Perlu ditekankan bahwa kusta adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri dan seseorang tidak akan tertular kusta hanya karena bersalaman dengan
penderita, duduk bersebelahan dengan penderita, duduk bersama di meja makan, atau
bahkan berhubungan seksual dengan penderita. Kusta juga tidak ditularkan dari ibu ke
janin.

Ada beberapa faktor-faktor yang bisa meningkatkan risiko seseorang untuk menderita
penyakit ini. Beberapa faktor risiko tersebut di antaranya adalah:

1. Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung
tangan. Hewan perantara tersebut di antaranya adalah armadillo dan
simpanse.
2. Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.
3. Memiliki kelainan genetik yang berakibat terhadap sistem kekebalan tubuh.

B. Asuhan keperawatan
a. pengkajian
1. Riwayat kesehatan sekarang
 Biasanya klien datang dengan keluhan mati rasa pada daerah nodul
 Umumnya ditemukan adanya bercak putih: tidak nyeri dan gatal
2. Riwayat penyakit sebelumnya
 Klien mengatakan pernah kontak langsung dengan penderita kusta
3. Riwayat keluarga
 9Anggota keluarga yang menderita kusta
4. Aktivitas/istirahat
Gejala: letih, lemah, kram otot, gangguan tidur
Tanda: kelemahan
5. Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi
Tanda: ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah
6. Sirkulasi
Gejala: kesemutan pada ekstermitas
7. Eliminasi
Gejala: pengeluaran urine menurun / tidak ada
8. Makanan / cairan
Gajala: penurunan berat badan / tidak ada
Tanda: perubahan warna kulit / kering
9. Neurosensori
Gejala: kesemutan, kram otot, gelisah
Tanda: perubahan orientasi, perilaku
10. Nyeri atau kenyamanan
Gejala: tidak terasa nyeri
Tanda: perilaku berhati-hati
11. Keamanan
Gejala: adanya reaksi infeksi, penurunan rentang gerak
b. Diagnosa keperawatan yang muncul
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi
2. Gangguan rasa nyaman, nyeri yang berhubungan dengan proses inflamsi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
4. Gangguan konsep diri (citra diri) berhubungan dengan ketidaknyamanan dan
kehilangan fungsi tubuh
c. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
I Setelah dilakukan 1. Kaji/catat warna lesi, 1. Memberikan
tindakan keperawatan perhatikan jika ada inflamsi dasar
proses inflamasi berhenti jaringan nekrotik dan tentang terjadi
dan berangsur-angsur kondisi sekitar luka proses inflamasi
sembuh 2. Berikan perawatan dan mengenai
Kriteria: khusus pada daerah sirkulasi darah
1. Menunjukkan yang terjadi inflamasi yang terdapat lesi
regenerasi jaringan 3. Evaluasi warna lesi 2. Menurunkan
2. Mencapai dan jaringan yang penyebaran
penyembuhan tepat terjadi inflamasi inflamasi pada
waktu pada lesi perhatikan apakah ada jaringan sekitar
penyebaran pada 3. Mengevaluasi
daerah sekitar perkembangan lesi
4. Bersihan lesi pada dan inflamasi dan
dengan sabun pada mengidentifikasi
waktu direndam terjadinya
5. Istirahatkan bagian komplikasi
yang terdapat lesi dari 4. Kulit yang terjadi
tekanan lesi perli perawatan
khusus untuk
mempertahankan
kebersihan lesi
5. Tekanan pada lesi
bisa menghambat
proses
penyembuhan
II Setelah dilakukan 1. Observasi lokasi, 1. Memberikan
tindakan keperawatan intensitas, dan informasi untuk
proses inflamasi berhenti perjalanan nyeri membantu
dan berangsur-angsur 2. Obsaervasi tanda- meningkatkan
sembuh tanda vital pengetahuan
Kriteria: 3. Ajarakan dan anjurkan pasien
1. Setelah dilakukan teknik distraksi dan 2. Untuk mengrtahui
tindakan keperawatan relaksasi perkembangan dan
proses inflamasi dapat 4. Atur posisi senyaman keadaan pasien
berkurang dan nyeri mungkin 3. Dapat
berkurang dan 5. Kolaborasi untuk mengurangi rasa
berangsur-angsur pemberian analgesik nyeri
hilang sesuai indikasi 4. Posisi yang
nyaman dapata
menurunkan rasa
nyeri
5. Menghilangkan
rasa nyeri
III Setelah dilakukan 1. Pertahankan posisi 1. Meningkatkan
tindakan keperawatan tubuh yang nyaman posisi fungsional
kelemahan fisik dapat 2. Perhatikan sirkulasi, pada ekstermitas
teratasidan aktivitas dapat gerakan, dan kepekaan 2. Oedema dapat
dapat dilakukan pada kulit mempengaruhi
Kriteria: 3. Lakukan latihan pada sirkulasi
1. Pasien dapat rentan gerak secara eksternitas
melakukan aktivitas konsisten diawali 3. Mencegah secara
sehari hari dangan pasif progresif untuk
2. Kekuatan otot penuh kemudian aktif mengencangkan
4. Jadwalkan pengobatan jaringan
dan aktivitas meningkatkan
perawatan untuk pemeliharaan
memberikan periode fungsi otot/sendi
istirahat 4. Meningkatkan
5. Dorong dukungan dan kekuatan dan
bantuan keluarga toleransi pasien
/orang terdekat pada terhadap aktivitas
latihan 5. Menampilkan
keluarga/orang
terdekat untuk
aktif dalam
perawatan pasien
dan memberikan
terapi lebih
konstan

IV Setelah dilakukan 1. Kaji perubahan makna 1. Episode traumatik


tindakan keperawatan pada pasien mengakibatkan
tubuh dapat berfungsi 2. Terima dan akui peruabahan tiba-
secara optimal dan konsep ekspresi frustasi tiba. Ini
diri meningkat ketergantungan dan memerlukan
Kriteria: kemarahan. Perhatikan dukungan dalam
1. Pasien menyatakan perilaku menarik diri perbaikan optimal
penerimaan situasi diri 3. Berikan harapan 2. Penerimaan
2. Memasukkan dalam parameter persaan sebagai
perubahan dalam situasi individu. respon normal
konsep diri tanpa Jangan memberikan terhadap apa yang
harga diri negatif keyakinan yang salah terjadi membantu
4. Berikan penguatan perbaikan
positif 3. Meningkatkan
5. Berikan kelompok perilaku positif dan
pendukung untuk memberikan
orang terdekat kesempatan untuk
menyusun tujuan
dan renca untuk
masa depan
berdasarkan
realitas
4. Kata-kata
penguatan dapat
mendukung
terjadinya perilaku
positif
5. Meningkatkan
ventilasi perasaan
dan
memungkinkan
respon yang lebih
membantu pasien
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kusta adalah penyakit infeksi yang berlangsung pada waktu yang lama, peneybabnya
adalah mycobacterium leprae. Menyerang saraf tepi sebagai tujuan pertama, lalu kulit
dan saluran pernafasan bagian atas, kemudian dapat keorgan lain kecuali susunan
saraf pusat. Nama lainnya adalah Lepra atau Morbus Hansen. Kuman penyebabnya
adalah Myccrobacterium lepra ditemukan G.A HANSEN pada tahun 1874 di
Norwegia, tahan asam dan alkohol, serta dengan pewarnaan giemsa akan
menunjukkan hasil gram positif (berwarna ungu).
B. Saran
Sete;ah membaca dan membahas makalah ini mahasiswa sebagai calon perawat
profesional dapat memahami dan menjalankan asuhan keperawatan pada pasien lepra.
Prinsip yang penting diharapkan dapat diajarkan pada pasien perawatan diri sendiri
untuk pencegahan cacat kusta adalah:
 Pasien mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat raesiko
terjadinya luka
 Pasien dapat melakukan perawatan kulit (merendam, menggosok, melumasi)
dan melatih sendi bila mulai kaku
 Penyembuhan luka dapat dilakukan oleh pasien sendiri dengan membersihkan
luka, mengurangi tekanan pada luka dengan cara istirahat
DAFTR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai