Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLTEKES KEMENKES MALUKU
PRODI KEPARAWATAN MASOHI
A. DEFINISI
B. KLASIFIKASI CKD
Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan Cronic Kidney Disease
(CKD). Pada dasarnya pengelolaan tidak jauh beda dengan cronoic renal
failure (CRF), namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka
untuk membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena dengan CKD
dibagi 5 grade, dengan harapan klien datang/ merasa masih dalam stage –
stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD, untuk menentukan derajat
(stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan
rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (cronic renal failure) hanya
3 stage. Secara umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau
datang dengan terminal stage bila menggunakan istilah CRF.
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk
glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa
nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume
filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan
penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus
dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat
diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik
dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang
80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi
uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan
produk sampah, akan semakin berat.
6. Neuropsikiatri
7. Kelainan selaput serosa
8. Neurologi :
a. Kelemahan dan keletihan
b. Konfusi
c. Disorientasi
d. Kejang
e. Kelemahan pada tungkai
f. rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan Perilaku
8. Kardiomegali.
Tanpa memandang penyebabnya terdapat rangkaian perubahan fungsi
ginjal yang serupa yang disebabkan oleh desstruksi nefron progresif.
Rangkaian perubahan tersebut biasanya menimbulkan efek berikut
pada pasien : bila GFR menurun 5-10% dari keadaan normal dan terus
mendekati nol, maka pasien menderita apa yang disebut Sindrom
Uremik
Terdapat dua kelompok gejala klinis :
Gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi; kelainan volume
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, retensi
metabolit nitrogen dan metabolit lainnya, serta anemia akibat
defisiensi sekresi ginjal.
Gangguan kelainan CV, neuromuscular, saluran cerna dan
kelainan lainnya
Kardiovaskular Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK,
pneumonia,septikemia)
Kulit Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah
patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang
berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
“kristal” uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna Anoreksia, mual muntah menyebabkan
penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme intermedier Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin
menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas –
parestesi
Perubahan motorik – foot drop yang berlanjut
menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan Hiperfosfatemia, hipokalsemia
rangka Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak
(sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-
paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
F. KOMPLIKASI
a. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic,
katabolisme dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system
rennin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna
kehilangan drah selama hemodialisa
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Asidosis metabolic
g. Osteodistropi ginjal
h. Sepsis
i. neuropati perifer
j. hiperuremia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit
Progresifitas penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:
Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau
0,93 - 1,32 mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau
0,85 - 1,23 mL/detik/m2
- Hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
Endokrin : PTH dan T3,T4
Pemeriksaan lain: berdasarkan indikasi terutama faktor
pemburuk ginjal, misalnya: infark miokard.
2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde.
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
Tujuan terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
b. Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
c. Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara
optimal.
d. Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
Prinsip terapi konservatif :
a. Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis
yang kuat.
Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat
tanpa indikasi medis yang kuat.
b. Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
Kendalikan terapi ISK.
Diet protein yang proporsional.
Kendalikan hiperfosfatemia.
Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
Terapi hIperfosfatemia.
Terapi keadaan asidosis metabolik.
Kendalikan keadaan hiperglikemia.
c. Terapi alleviative gejala asotemia
Pembatasan konsumsi protein hewani.
Terapi keluhan gatal-gatal.
Terapi keluhan gastrointestinal.
Terapi keluhan neuromuskuler.
Terapi keluhan tulang dan sendi.
Terapi anemia.
Terapi setiap infeksi.
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia)
1). Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2). Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20
mEq/L.
b. Anemia
1). Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia
ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin
( r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2). Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
3). Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a). HCT < atau sama dengan 20 %
b). Hb < atau sama dengan 7 mg5
c). Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum
anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a). Hemosiderosis
b). Supresi sumsum tulang
c). Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d). Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e). Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting
untuk rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1). Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a). Bersifat subyektif
b). Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a). Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b). Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c). Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d). Pemberian obat
Diphenhidramine 25-50 P.O
Hidroxyzine 10 mg P.O
2). Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan
fungsi trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1). HD reguler.
2). Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3). Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1). Restriksi garam dapur.
2). Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3). Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1). Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis
tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,
indikasi HD adalah
1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien
GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya
pulih.
2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan
hemodialisa apabila terdapat indikasi:
a. Hiperkalemia > 17 mg/lt
b. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
c. Kegagalan terapi konservatif
d. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat
pasien uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin >
100 mg %
e. Kelebihan cairan
f. Mual dan muntah hebat
g. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
h. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
i. Sindrom kelebihan air
j. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi
absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif
dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter
dan kreatinin > 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju
Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari
10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang
dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis.
Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus
yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru,
hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik
diabetik.
Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai
sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.
Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan
panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.
Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006).
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Identitas Pasien
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur (lebih banyak terjadi pada usia
30-
60 tahun), Agama, Jenis Kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita),
Pekerjaan, Status perkawinan, Alamat, Tanggal masuk, Yang mengiri
m, Cara masuk RS, dan Diagnosa medis dan nama Identitas Penangg
ung Jawab meliputi : Nama, Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan
Alamat
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan halhal yang dirasakan oleh klien sebelu
m masuk ke rumah sakit. Pada klien dengan gagal ginjal kronik bia
sanya didapatkan
keluhan utama yang bervariasi, mulai dari urine keluar sedikit samp
ai tidak
dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera mak
an
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas ba
u (ureum), dan gatal pada kulit (Muttaqin, 2011).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan k
esadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubah
an kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri pa
nggul, penglihatan kabur, perasaan tak berdaya dan perubahan pe
menuhan nutrisi(Muttaqin, 2011).
c. Riwayat Kesehatan Dahul
Biasanya klien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal
ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat
obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih, infeksi system perke
mihan yang berulang, penyakit
diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang men
jadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat p
emakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat ke
mudian dokumentasikan(Muttaqin, 2011).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderit
a penyakit yang sama dengan klien yaitu gagal ginjal kronik, maupu
n penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi factor
pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik.
3. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN \
Persepsi terhadap penyakit :
Biasanya persepsi klien dengan penyakit ginjal kronik mengalami kece
masan yang tinggi.
Biasanya klien mempunyai kebiasaan merokok, alkohol dan obat-
obatan dalam kesehari-hariannya.
4. POLA NUTRISI/METABOLISME
a. Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah
.
b. Pola Minum
Biasanya klien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa metal
ik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia).
5. POLA ELIMINASI
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi.
b. BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine <400ml/hari sampai anuri
a, warna urine keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
2) Kepala
kit kepala,
c) Mata
ar getah bening
5) Dada / Thorak
6) Jantung
a deksta sinistra
7) Perut / Abdomen
35 kali/menit
c) Palpasi : Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan
8) Genitourinaria
9) Ekstremitas
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,ke
Biasanya warna kulit abuabu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya
i perifer.
a) Volume : kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria)
ubular)
orpsi natrium.
2) Darah
reter
5) Endoskopi ginjal : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hemat
B. Diagnosa Keperawatan
an filtrasi glomerulus
it
duk sampah
metabolik
Indikator
3) Memonitor tanda – tanda vital
- Tidak sesak napas lagi
- 4) Ciptakan lingkungan
Pernafasan kembali nor
yang tenang dan batasi pengunju
mal 16-24 x/menit
ng
-
menunjukkan jalan nafas 5) Monitor frekuensi dan irama p
yang faten
ernafasan
-
6) Pantau laboratorium
tanda vital dalam rentang
normal analisa gas darah berkelanjutan
- kapilary refil)
Tekanan systole dan dia 2). Monitor suhu, warna dan kele
stole mbaban kulit
an keluar
edrest
i indikasi
7) Kolaborasi :
gi kalori
mide,
spironolakton.
gizi)
Nutrition monitoring
n berat badan
7) monitoring lingkungan
selama makan
D. Implemetasi Keperawatan
E. Evaluasi Keperawatan