Anda di halaman 1dari 515

Etiologi dan Patofisiologi Kardiomiopati Dilatasi

Putri Yeantesa, Yerizal Karani

Abstract
Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard
yang didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua
ventrikel, tanpa adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit
perikard. Kejadian DCM yang dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima
hingga delapan kasus per 100.000 populasi. Kejadian sesungguhnya mungkin tidak
diketahui karena tidak dilaporkan atau tidak terdeteksinya kasus DCM yang
asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien. Kira-kira 50% dari kasus
kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien selebihnya
berhubungan dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis;
sedangkan sisanya akibat penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik,
dan beberapa penyebab lain. Jelas sekarang bahwa tidak hanya sistem saraf
simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron yang penting bagi perkembangan
gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinase,
peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak
faktor lain juga tampaknya memainkan peran penting.

http://jurnal.fk.unand.ac.id 135 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2)

Etiologi dan Patofisiologi Kardiomiopati Dilatasi Putri Yeantesa1, Yerizal Karani2

Abstrak Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard yang
didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua ventrikel, tanpa
adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit perikard. Kejadian DCM yang
dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima hingga delapan kasus per 100.000 populasi.

Kejadian sesungguhnya mungkin tidak diketahui karena tidak dilaporkan atau tidak terdeteksinya
kasus DCM yang asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien. Kira-kira 50% dari kasus
kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien selebihnya berhubungan
dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis; sedangkan sisanya akibat
penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik, dan beberapa penyebab lain. Jelas sekarang
bahwa tidak hanya sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron yang penting bagi
perkembangan gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinase,
peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak faktor lain juga
tampaknya memainkan peran penting. Kata kunci: Kardiomiopati dilatasi, Patofisiologi, Etiologi

penulis: 1. PPDS Kardiologi dan Kedokteran Vascular Fakultas Kedokteran UNAND/RSUP Dr. M.
Djamil, Padang; 2. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vascular Fakultas Kedokteran UNAND/RSUP
Dr. M. Djamil, Padang Korespondensi: Jalan Perintis Kemerdekaan Padang
kardiologiunand@yahoo.com Telp 075136494

Pendahuluan Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard
yang didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua ventrikel, tanpa
adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit perikard.

Terdapat sejumlah penyakit jantung dan sistemik yang berbeda terkait dengan pelebaran ventrikel kiri
dan gangguan kontraktilitas, tetapi pada kebanyakan pasien, tidak ada penyebab yang dapat
diidentifikasi.

1,2,3. Kejadian DCM yang dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima hingga delapan
kasus per 100.000 populasi. Kejadian sesungguhnya mungkin tidak diketahui karena tidak dilaporkan
atau tidak terdeteksinya kasus DCM yang asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien.
Pada kebanyakan penelitian acak di banyak pusat mengenai gagal jantung, sekitar satu per tiga dari
pasien yang dirawat merupakan noniskemik DCM.

4,5 Prevalensi kejadian DCM di Amerika Serikat rata-rata 36 kasus per 100.000 populasi dan tercatat
10.000 kematian akibat DCM setiap tahunnya.

6 Kira-kira 50% dari kasus kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien
selebihnya berhubungan dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis;
sedangkan sisanya akibat penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik, dan beberapa
penyebab lain.

7,8 Baru-baru ini, banyak data telah muncul mengenai patogenesis rumit pada DCM.

Jelas sekarang bahwa tidak hanya sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
yang penting bagi perkembangan gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik,
metallomatrixproteinase, peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan
banyak faktor lain juga tampaknya memainkan peran penting.

9. Tinjuan Pustaka http://jurnal.fk.unand.ac.id 136 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2)

Pembahasan Etiologi Dasar Untuk Kardiomiopati Dilatasi Faktor Genetik dan Familial

Terdapat tiga kategori utama dari mekanisme genetik yang terlibat dalam pengembangan DCM yang
mengarah kepada perubahan fenotipe pada miosit jantung, yaitu mutasi gen, variasi polimorfik pada
gen perubah, perubahan pengeluaran dari gen normal atau wild-type gen. Kardiomiopati dilatasi
familial berhubungan dengan beberapa mutasi gen tunggal, biasanya enkoding cytoskeletal,
membran nuklir, atau protein kontraktil, termasuk desmin, titin, dan troponin T. Transmisi biasanya
autosomal dominan, meskipun warisan autosomal resesif dan X-linked juga dikenal.

11. Dalam semua jenis kardiomiopati, ketika terjadi perburukan gagal jantung, ekspresi gen yang
berubah dari normal, disebut wild type gen dapat ditemukan, seperti penurunan regulasi dari beta1-
adrenoreseptor, gen ATPase, peningkatan regulasi atrial natriuretik peptida (ANP), angiotensin
converting enzyme (ACE), tumor nekrosis faktor alfa (TNFα), endothelin, dll.

12. Mekanisme genetik terakhir, yang mungkin bisa berkontribusi untuk asal-usul DCM idiopatik,
berdasarkan variasi polimorfik dari gen pengubah. Keadaan ini tidak begitu langka di populasi, dan
biasanya tidak menyebabkan perbedaan dalam fungsi dan dianggap normal. Namun beberapa
polimorfisme ini bisa menyebabkan perbedaan dalam fungsi koding protein, yang mungkin dianggap
sebagai variasi biologis, tetapi juga mungkin wadah untuk kerentanan yang lebih tinggi untuk penyakit
atau respon yang berbeda terhadap pengobatan. Varian polimorfik gen yang mengkode ACE,
reseptor AT1 angiotensin, beta1- adrenoreseptor, beta2-adrenoreseptor, alfa1 adrenoreseptor dan
endotelin jenis reseptor A diketahui mempengaruhi perjalanan penyakit kardiomiopati, serta memiliki
respon yang berbeda untuk pengobatan.11,12 Faktanya adalah bahwa kelainan genetik berperan
menawarkan wawasan pada fenotip secara umum. Sangat jelas bahwa predisposisi genetik dapat
menjadi faktor sentral dalam berkembangnya DCM primer dan sekunder. Contoh utama adalah
infeksi virus dan hipertensi, dimana dalam pemaparannya d apat mengarah kepada DCM hanya pada
subpopulasi dari individu yang terkena. Predisposisi genetik merupakan hal yang penting dan
mendasar terhadap variasi perjalanan penyakit DCM dan dapat berkontribusi terhadap respon
terapi.13 Ilmu pengetahuan genetik dari DCM mengarah pada skrining genetik pada area klinis dan
perkembangan dari klinis khusus pada pusat rujukan. Panduan yang diterbitkan oleh Heart Failure
Society of America (HFSA) 2010 menyarankan skrining dan konseling genetik harus dipertimbangkan
pada keluarga dimana DCM familial dicurigai, sebagai deteksi awal dari kardiomiopati pada anggota
keluarga.13 Faktor Inflamasi dan Infeksi Miokarditis adalah penyakit inflamasi miokardium, yang bisa
merupakan penyebab idiopatik, infeksi atau autoimun dan dapat menyebabkan DCM. Miokarditis
dapat diakibatkan oleh virus (atau patogen lainnya), penyakit autoimun, atau kombinasi (reaksi
autoimun dirangsang oleh infeksi virus). Hal ini juga semakin menjelaskan bahwa faktor genetik juga
meningkatkan risiko perkembangan penyakit jantung setelah infeksi virus.14 Telah lama diduga
bahwa infeksi virus pada host yang rentan dapat menjadi penyebab langsung dari kardiomiopati dan
dapat menjadi prekursor untuk terjadinya DCM. Hipotesis ini sulit untuk dibuktikan karena tantangan
dalam mengkonfirmasikan infeksi virus pada individu yang terkena ditambah dengan fakta bahwa
virus umum yang terlibat dalam kardiomiopati virus, yang menunjukkan tingkat positif palsu tinggi
ketika virus terdeteksi pada pasien dengan gagal jantung. Limfositik miokarditis dengan atau tanpa
nekrosis miosit telah dianggap temuan khas yang diperlukan untuk diagnosis, dan kriteria yang
ditetapkan untuk evaluasi histologis yang disebut kriteria Dallas. Hubungan antara
http://jurnal.fk.unand.ac.id 137 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) Gambar 1.
Patofisiologi DCM fokus pada miokarditis14 miokarditis dan penyakit jantung akibat virus bermasalah
karena inflamasi miokarditis yang sebenarnya dapat terjadi tanpa adanya agen infeksius. Penerapan
polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi partikel virus dalam sampel miokard yang diambil
dari pasien dengan DCM telah memberikan wawasan penting ke dalam peran yang dimainkan oleh
virus penyakit otot jantung.11 Infeksi virus dapat menyebabkan miokarditis akut dan kronik. Sampai
tahun 1990an, virus penyebab miokarditis yang paling banyak dilaporkan pada negara berkembang
adalah adenovirus dan enterovirus. Barubaru ini parvovirus B19 (B19V) dan human herpees virus-6
banyak ditemukan dengan persentase yang signifikan pada pasien yang didiagnosa dengan
kardiomiopati akut dan kronik. Dimana lebih dari 50% dewasa muda dan lebih dari 90% orang tua
telah terinfeksi oleh virus kardiotropik ini, dan hanya beberapa yang kurang beruntung yang
mendapatkan sequele pada jantung.11 Dua mekanisme umum untuk cedera jantung paska infeksi
virus telah ditemukan; yaitu reaksi autoimun dan cedera jaringan langsung akibat infeksi virus dari
jantung (Gambar 1). Kedua mekanisme ini tidak sepenuhnya terbukti dan tetap kontroversial. Ada
atau tidak adanya peradangan pada biopsi endomiokardial, yang bervariasi dari berbagai penelitian,
digunakan untuk mendukung cedera imunologi. Namun, penelitian lain telah menyarankan kriteria
yang berbeda (misalnya, pelengkap atau deposisi imunoglobulin). Hipotesis paska infeksi virus telah
mendapat banyak dukungan, dimana material virus telah terdeteksi atas dasar peningkatan titer virus,
kehadiran materi virus genom dengan PCR, dan deteksi partikel virus.11 Cooper et al menjabarkan
penelitian pendukung mengenai kelainan imunitas humoral dan seluler pada DCM. Dua teori umum
diusulkan untuk penyebab DCM autoimun: (1) komponen virus yang masuk ke dalam membran miosit
jantung, merangsang respon antigen; dan (2) anti-jantung antibodi dihasilkan sebagai akibat
http://jurnal.fk.unand.ac.id 138 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) dari kerusakan
miokard. Antigen leukosit spesifik manusia (HLA) antigen kelas II (terutama DR4) berhubungan
dengan DCM. Sebagai tambahan, banyak beredar antibodi antimiocardial telah dihitung pada pasien
DCM yang bereaksi dengan berbagai antigen, termasuk rantai berat myosin, adrenoreseptor beta,
reseptor muscarinik, sarcolemmal natrium-kalium trifosfatase adenosin, laminin, dan protein
mitokondria.14 Fitur autoimun di DCM termasuk hubungan yang lemah dengan HLA-DR4 ekspresi
abnormal kelas HLA II pada endotelium jantung dan peningkatan kadar peredaran sitokin dan
autoantibodi jantung. Baru-baru ini,banyak penelitian telah dilakukan mengenai autoantibodi jantung
pada DCM. Autoantibodi ini tidak terlalu patogenik, tetapi merupakan penanda cedera
immunemediated; mereka ditemukan pada pasien dan keluarga yang beresiko, tapi tidak dalam
subyek kontrol normal dan sakit, dan bereaksi dengan autoantigen unik untuk jantung. Antibodi untuk
sarcolemmal dan antigen miofibrillar, untuk antigen mitokondria, seperti M7, adenosin nukleotida
translocator dan enzim rantai pernapasan lainnya telah ditemukan pada pasien DCM, tetapi beberapa
dari mereka bereaksi silang dengan otot skeletal, atau spesifisitas mereka untuk DCM belum benar-
benar diuji. Kepentingan tertentu barubaru ini ditampilkan untuk autoantibodi terhadap beta1-
adrenoreseptor, terutama orang-orang yang menargetkan fungsional penting ekstraseluler loop
kedua. Keadaan ini telah ditemukan dapat mengaktifkan sinyal kaskade beta1-adrenoreseptor in vitro,
dan pada in vivo mereka berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri yang lebih jelek, prevalensi yang
lebih tinggi untuk terjadinya aritmia ventrikel yang serius dan insiden yang lebih tinggi dari kematian
jantung mendadak. Masih belum jelas apakah DCM berkembang karena antibodi ini, atau apakah
antibodi berkembang sebagai hasil cederanya jaringan jantung.9 Cytotoxicity Aksi langsung dari
berbagai faktor yang beredar terlibat dalam patofisiologi disfungsi miosit. Misalnya, tumor nekrosis
faktor dan tingkat endotelin yang meningkat pada DCM. Peran yang tepat dari faktorfaktor ini tetap
tidak sepenuhnya dipahami, dan terapi untuk melawan efeknya belum sepenuhnya ditemukan.
Sebuah mekanisme molekuler tambahan yang mendapatkan peningkatan eksperimental dan
dukungan klinis adalah ketidakseimbangan nitrosoredoks, sebuah fenomena intraseluler yang
ditandai dengan disregulasi produksi nitrat oksida ditambah dengan peningkatan produksi reaktif
oksigen species.16 Ketidakseimbangan ini dijelaskan dalam model hewan percobaan dan pada
manusia dengan DCM dan menyebabkan disfungsi seluler dan kemungkinan sitotoksisitas. Meskipun
tidak secara definitif terbukti, salah satu postulat mekanisme menjelaskan respon pasien DCM untuk
hydralazine-isosorbid dinitrat adalah pemulihan keseimbangan nitroso-redoks.11 Hilangnya Sel dan
Keadaan Tidak Normal Dalam Mekanisme Perbaikan Endogen Berbagai penyebab lain terkait
dengan kerusakan konstituen seluler jantung diusulkan sebagai faktor etiologi, meskipun tidak ada
yang diterima sebagai penyebab mutlak. Banyak mekanisme, seperti gangguan endokrin dan
eksposur beracun, berasal dari keberadaan contoh spesifik kardiomiopati sekunder. Munculnya DCM
hanya sebagian kecil dari subyek dengan gangguan umum merupakan gagasan yang mendukung
bahwa interaksi host(gen) dengan lingkungan tertentu menyebabkan manifestasi jantung terhadap
pemaparan.11 Iskemia karena hiperaktivitas atau spasme mikrovaskulatur dapat berkontribusi untuk
nekrosis miosit difus dan penggantian fibrosis. Gangguan klasik yang bermanifestasi menjadi
penyakit scleroderma jantung. Peningkatan apoptosis miosit dijelaskan dalam DCM dan ARVD/C,
mengarah pada saran yang menyatakan hilangnya sel dapat berkontribusi untuk remodeling ventrikel
kiri dalam proses DCM. Meski begitu, terdapat peningkatan jumlah penelitian eksperimental yang
mendukung pemulihan jantung ketika agen antiapoptotic diberikan pada model binatang. Peran
sesungguhnya dari apoptosis dalam kondisi ini tidak diketahui. Lebih lanjut, baru-baru ini dikumpulkan
data pendukung gagasan bahwa stem sel jantung endogen mengisi kembali miosit jantung sepanjang
hidup, sehingga menyajikan mekanisme keseimbangan homeostasis untuk hilangnya sel dan
penggantian sel setelah cedera jaringan. Beberapa penelitian sudah mendukung ide penuaan sel
induk jantung yang berkontribusi untuk berkembangnya kardiomiopati pada manusia. Dengan
demikian, http://jurnal.fk.unand.ac.id 139 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) penipisan
atau disfungsi sel endogen dengan kapasitas untuk membagi dan membedakan pada konstituen
selular jantung dapat menjadi kontributor utama patofisiologi proses kardiomiopati.11 Patofisiologi
kardiomiopati dilatasi Perubahan Biologi Sel Kardiomiosit Perbesaran ke empat ruangan jantung
merupakan tanda tipikal dari DCM (Gambar 2), walaupun terkadang penyakit ini terbatas pada sisi
kanan atau kiri jantung. Ketebalan dari dinding ventrikel dapat bertambah, tapi dilatasi ruangan
jantung melebihi dari proporsi seluruh hipertrofi konsentrik. Secara mikroskopik, terdapat bukti
degenerasi dari miosit dengan hipertrofi yang ireguler dan atrofi dari miofiber. Fibrosis intersisial dan
perivaskular sering terjadi sangat luas.10 Sistem Neuroendokrin Perkembangan gagal jantung
konsisten pada pasien dengan etiologi yang berbeda, dimana hal ini dilakukan oleh molekul aktif
biologis yang sangat mirip, terlepas dari penyebab yang memicunya.17 Mekanisme kompensasi yang
diaktifkan setelah penurunan kapasitas pompa jantung dapat memodulasi fungsi LV dalam kisaran
fisiologis. Oleh karena itu, kapasitas fungsional pasien di awal hanya tertekan minimal.9 Aktivasi awal
dari sistem saraf simpatis atau sympathetic nervous system (SNS) dan penahan airgaram renin-
angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) menjaga curah jantung dengan meningkatkan denyut jantung
dan kontraktilitas dan memperluas volume plasma, dalam rangka untuk mengurangi berkembangnya
tekanan hipertrofi dinding jantung, untuk mencegah vasokonstriksi berlebihan akibat Gambar 2.
Potongan melintang dari jantung normal (kanan) dan jantung dari pasien dengan DCM. Pada
spesimen DCM, trdapat dilatasi buventrikular tanpa peningkatan yang proposional dari ketebalan
dinding. LV, left ventricle: RV, right ventricle. 10 peningkatan aktivasi SNS dan RAAS, keluarga
molekul vasodilatasi, termasuk peptida natriuretik, prostaglandin (PGE2,PGEI2) dan oksida nitrat,
diaktifkan.17 Namun untuk waktu yang lebih lama semua mekanisme kompensasi ini menunjukkan
pengaruh yang merugikan, seperti perubahan ekspresi gen, sehingga terjadi perubahan di miosit
jantung, pertumbuhan, remodeling dan apoptosis (Gambar 3). Angiotensin II melalui deposisi kolagen
diduga meningkatkan fibrosis miokard. Stimulasi adrenergik yang berlebihan memiliki efek toksik
pada miosit dan menyebabkan nekrosis Gambar 3. Hubungan dari aktivasi neurohormonal dan
kematian miosit jantung disebabkan oleh apoptosis dan nekrosis serta perubahan gen.9 miosit. Telah
didokumentasikan, bahwa pada tikus transgenik pengeluaran berlebih dari beta1- adrenoreseptor
menyebabkan hipertrofi miosit, diikuti oleh fibrosis dan gagal jantung, sedangkan pengeluaran
berlebihan dari beta2-adrenoreseptor umumnya lebih dapat ditoleransi dengan baik atau bahkan
bermanfaat, meskipun juga masih kontroversial.9 Perubahan Pada Tingkat Miosit Perubahan ekspresi
gen menyebabkan cacat pada pengkodean protein atau mekanisme peraturan dan disfungsi lanjut
dari kontraktil miokard. Fenomena ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: perubahan
http://jurnal.fk.unand.ac.id 140 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) intrinsik dan
perubahan termodulasi dari fungsi jantung. Fungsi instrinsik jantung berarti kontraksi dan relaksasi
miokardium pada saat istirahat, yang tidak dipengaruhi oleh faktor hormonal atau neural. Fungsi
jantung termodulasi dirangsang atau dihambat oleh faktor ekstrinsik (neurotransmitter, sitokin,zat
autokrin / parakrin dan hormon). Hal ini sangat penting untuk menanggapi perubahan kondisi
fisiologis atau rangsangan fisik. Perubahan struktur miosit jantung dapat dilihat pada gambar 4.18
Gambar 4. Struktur miosit jantung. (A) pada miokardium normal dan pada DCM (B). Miosit jantung di
pisahkan darimiokardium pada pasien dengan DCM memiliki bentuk memanjang sebagai hasil dari
sarkomer yang dibentuk dalam bentuk serial18 Sebagian besar perubahan dalam modulasi fungsi
jantung terjadi pada transduksi sinyal betaadrenergik. Terdapat empat jenis beta-adrenoreseptor yang
telah diidentifikasi yaitu: beta-1, beta-2, beta-3 dan beta-4. Dua reseptor pertama, terutama-beta 1
penting dalam patogenesis gagal jantung. Meskipun banyak kesamaan, dua reseptor ini memiliki
karakteristik genetik dan farmakologi yang berbeda. Beta1-adrenoreseptor merangsang produksi c-
AMP dengan berinteraksi secara eksklusif dengan stimulator protein G, sedangkan beta2-
aderenoreseptor dapat berpasangan dengan stimulator dan penghambat protein G. Selanjutnya,
respon beta1-adrenoreseptor terutama terkait dengan produksi c-AMP, sedangkan beta2-
adrenoreceptor lebih kompleks dan tidak didefinisikan seluruhnya. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan penurunan regulasi dari beta1- adrenoreseptor pada gagal jantung dengan
desensitisasi dari reseptor yang tersisa. Keadaan ini, bersama-sama dengan perubahan pada
stimulasi protein G dan c-AMP, berefek kepada kemampuan stimulasi beta-adrenergik untuk
meningkatkan denyut jantung dan mempengaruhi respon latihan dan sebaliknya pada miokard.
Meskipun tingkat beta2- adrenoreseptor dilaporkan tetap tidak berubah pada gagal jantung, terdapat
data dimana stimulasi dari reseptor ini adalah aritmogenik, dimediasi oleh retikulum sarkoplasma atau
sarcoplasmic reticulum (SR), Ca-overload induced spontaneous SR, pengeluaran Ca dan setelah
kontraksi. Selain itu, telah disarankan bahwa pasien dengan gagal jantung dengan Thr164Ile
polimorfisme beta2-adrenoreseptor memiliki kapasitas latihan yang lebih rendah dan mungkin
memiliki angka kematian lebih tinggi atau mengarah kepada transplantasi.18,19 Namun demikian,
penghambatan dari modulasi fungsi jantung juga abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
berkurangnya pengaruh parasimpatis.12,18 Perubahan Pada Tingkat Miokardium Pada tingkat
miokard, pertama hilangnya miosit kontribusi untuk memompa disfungsi pada gagal jantung.
Hilangnya miosit dapat terjadi melalui mekanisme beracun, memproduksi nekrosis, atau dengan
diprogram kematian sel, memproduksi apoptosis.12 Terdapat bukti eksperimental bahwa myonecrosis
mungkin dipicu oleh peningkatan kadar peredaran norepinefrin atau norepinefrin jaringan, atau oleh
stimulasi yang berlebihan dari angiotensin II atau endotelin. Selain itu, gagal jantung ditandai dengan
peningkatan kematian miosit apoptosis 232-kali lipat lebih tinggi dilepaskan dari produk gen anti-
apoptosis Bcl-2 didalam sel. Hal ini telah dibuktikan dalam model in vitro dan in vivo dimana apoptosis
dapat dipicu oleh beberapa faktor yang mengambil bagian dalam patogenesis gagal jantung, seperti
stretch miokard, norepinefrin, TNF, stres oksidatif, angiotensin II. Namun semua penilaian saat ini
tersedia dari apoptosis miosit pada gagal jantung telah dilakukan dalam jantung yang di
transplantasikan dari penerima transplantasi jantung, dimana banyak dari mereka yang mendapatkan
inotropik. Katekolamin juga dikenal dapat memprovokasi apoptosis, tetapi masih belum jelas apakah
apoptosis hanya terjadi di stadium akhir gagal jantung atau apakah memberikan kontribusi untuk
perkembangan remodeling jantung dan disfungsi sistolik.9,17 http://jurnal.fk.unand.ac.id 141 Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) Peningkatan deposisi kolagen telah dilaporkan dalam
stadium akhir idiopatik DCM. Setelah kematian miosit, deposisi kolagen fibril berlangsung di
ekstraseluler matriks. Penggantinan fibrosis serta perivaskular fibrosis sekitar pembuluh darah
intramyocardial bisa dipicu oleh angiotensin II, endotelin dan aldosteron, dan diperkirakan
berkontribusi terhadap peningkatan kekakuan ventrikel yang mengurangi kepatuhan miokard dan
selanjutnya mengganggu fungsinya. Perubahan orientasi kolagen serat miokard juga telah dilaporkan
dalam pembentukan DCM, yang mungkin lebih penting untuk fungsi mekanik miokard dibanding
jumlah absolut kolagen miokard. Penggantian bertahap kolagen tipe III dengan kolagen tipe I yang
lebih kuat, terjadi pada perkembangan gagal jantung, juga memberikan kontribusi untuk pelebaran
kavitas. Selain itu, peningkatan fibrosis miokard yang terdeteksi pada akhir peningkatan gadolinium
pada MRI jantung memprediksi dampak buruk dari kardiomiopati noniskemik.12, Namun, meskipun
deposisi kolagen meningkat, meningkat kadar plasma dari produk degradasi kolagen dilaporkan pada
pasien dengan gagal jantung pada DCM sekunder. Tampaknya dalam miokardium gagalnya aktivitas
enzim dari collagenolytic, dikenal sebagai peningkatan metalloproteinase (MMP). MMP adalah
keluarga dari enzim Zinc-dependen, masingmasing mampu menurunkan beberapa matriks
ekstraseluler (ECM) dan non-ECM substrat. Mereka terlibat dalam renovasi jaringan normal, serta
kondisi patologis (metastasis tumor, arthritis, peradangan, penyakit kardiovaskular). Dari 25 MMP
yang berbeda, enam disajikan dalam jantung dan bertanggung jawab untuk sebagian besar fisiologis.
Peran mereka dalam perkembangan penyakit jantung dan gagal jantung kini sedang gencar diselidiki.
Sebagai contoh, pengeluaran yang berlebihan dari kardiak spesifik MMP-1 dan MMP9 mengarah ke
degradasi progresif dari ECM, yang menyebabkan dinding LV menipis, pelebaran dan gagal jantung.
Dampaknya terhadap remodeling LV juga digambarkan oleh fakta bahwa di Framingham Heart
substudi peningkatan jumlah plasma MMP-9 dikaitkan dengan dilatasi LV. Stres oksidatif, TNF dan
sitokin lain dan faktor pertumbuhan peptida yang disajikan pada miokardium mampu mengaktifkan
MMP. Selain itu, tingkat inhibitor jaringan endogen dari metaloproteinases terbukti menurun pada
proses gagal jantung.20,21 Obat penghambat MMP telah dikembangkan. Pertama, mereka yang
ditargetkan pada penyakit dengan indikasi seperti kanker dan gangguan rematologi, dan selanjutnya
muncul studi hewan yang nanti dampaknya terhadap remodeling LV. Inhibitor MMP tidak selektif
berhasil digunakan pada model binatang untuk remodeling LV; kemudian, inhibitor MMP selektif
dikembangkan, yang berkembang dari hewan ke studi klinis. Namun, meskipun pada model binatang
remodeling LV sukses, tidak ada keuntungan yang terlihat dalam studi klinis yang dilakukan.22,23
Perubahan Geometri dan Arsitektur Ventrikel Kiri Ada dua pendapat yang berbeda tentang peran LV
remodeling. Beberapa peneliti melihatnya sebagai respon end-organ stimulasi neurohormonal tahan
lama dan perubahan terjadi di tingkat miokard; penelitian lain menunjukkan bahwa LV remodeling
mungkin berkontribusi secara independen untuk perkembangan gagal jantung dan terutama
peningkatan tekanan dinding LV.9 Peningkatan telanan akhir diastolik dinding LV terjadi sebagai hasil
dari peningkatan ukuran LV dan perubahan geometri dari ellipsical ke bentuk yang lebih bulat.
Mengingat bahwa beban ventrikel pada akhir diastol berkontribusi untuk afterload yang dihadapi
ventrikel pada awal sistol, selanjutnya LV dilatasi meningkatkan pemanfaatan oksigen kerja.
Peningkatan afterload, dibentuk oleh LV dilatasi bersama-sama dengan penipisan dinding LV yang
terjadi selama remodeling, hal ini memberikan kontribusi penurunan curah jantung. Tingginya tekanan
dinding pada akhir diastolik dapat menyebabkan episodik hipoperfusi dari subendokardium, dengan
resultan memburuknya fungsi LV dan peningkatan stres oksidatif, dengan aktivasi yang dihasilkan
gen sensitif terhadap generasi radikal bebas (misalnya TNFa dan interleukin-1beta).9,17 Selain itu,
pada ventrikel yang memanjang dan dilatasi, papiler otot ditarik terpisah, yang menghasilkan
ketidakmampuan katup mitral dan pengembangan mitral regurgitasi fungsional. Hal ini menyebabkan
hilangnya aliran darah keluar jantung, dan kedua aliran http://jurnal.fk.unand.ac.id 142 Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) regurgitasi selanjutnya menyebabkan overload
ventrikel.17 Perubahan kompleks yang terjadi di miosit, miokard dan tingkat ventrikel, seperti
kehilangan miosit, peregangan dan penyelipan, fibrosis yang berlebihan dan degradasi matriks
ekstraseluler, mungkin mengakibatkan hilangnya pengaturan serat normal di miokardium, dan yang
terakhir signifikan selama adaptasi kompleks yang berkaitan dengan transfer energi yang optimal dari
miokardium ke darah pada jantung normal. Orientasi serat yang abnormal dapat berkontribusi
hilangnya sinkronisitas dan homogenitas dari fungsi sistolik. Studi yang telah dipublikasikan Yildirim
dkk, menunjukkan bahwa pada DCM idiopatik gerakan dinding LV tidak selalu hipokinetik seluruhnya
dan heterogenitas regional fungsi ventrikel kiri selalu muncul; selain itu pasien dengan gagal jantung
memiliki ketidaksinkronan intraventrikular yang lebih jelas dibanding subjek normal, yang merupakan
prediktor jangka panjang independen dari kejadian penyakit jantung dan yang dapat dikurangi dengan
terapi beta bloker atau terapi sinkronisasi jantung. Modalitas ekokardiografi yang baru, seperti
pencitraan Doppler jaringan atau pencitraan peregangan dua dimensi, serta resonansi magnetik
tomography memungkinkan evaluasi yang tepat dari sinkronisitas ventrikel.24,25 Simpulan Sebagian
besar kasus kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik dan selebihnya berhubungan dengan
fenomena genetik, inflamasi dan imunologi. Patogenesis terjadinya DCM tidak hanya melibatkan
sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensinaldosteron yang penting bagi perkembangan gagal
jantung pada DCM, autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinases, peningkatan deposisi dan
degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak faktor lain juga memainkan peran penting.
Patofisiologi DCM sendiri melibatkan perubahan biologi sel kardiomiosit, sistem neuroendokrin,
perubahan pada tingkat miokardium, perubahan geometri dan arsitektur ventrikel kiri Daftar Pustaka
1. Wexlaer R, Elton T, Pleister A, Feldman D. Cardiomegaly. An Overview. Am Fam Physician.
2009;79(9):778-784 2. Johnson WH, Moller JH . Congestive heart failure in infants and children.
Pediatric Cardiology: The Essential Pocket Guide. 3rd ed. Minneapolis, MN: Wiley-Blackwell; 2010:
315-317. 3. Lipshultz SE. Sleeper LA, Towbin JA, Lowe AM, Orav EJ, Cox GF, et al. The incidence of
pediatric cardiomyopathy in two regions of the United States. N Engl J Med 2003; 348:1647-1655. 4.
Richardson P, McKenna W, Bristow M, Maisch B, Mautner B, O'Connell J, et al. Report of the 1995
World Health Organization/International Society and Federation of Cardiology Task Force on the
Definition and Classification of Cardiomyopathies. Circulation. 1996; 93:841-842 5. Hazebroek M,
Dennert N dan Heymans S. Idiopathic dilated cardiomyopathy: possible triggers and treatment
strategies. Neth Heart J. 2012; 20:332–335 6. Manolio TA, Baughman KL, Rodeheffer R. Prevalance
and etiology in idiopathic dilated cardiomyopathy (summary of a National Heart, Lung, and Blood
Institute Workshop. Am J Cardiol 1992;69(17):1458-1466 7. Francone M. Role of Cardiac Magnetic
Resonance in the Evaluation of Dilated Cardiomyopathy: Diagnostic Contribution and Prognostic
Significance. ISRN Radiology 2014;2014:365-404. 8. Andrews RE, Fenton MJ, Ridout DA, Burch M.
British Congenital Cardiac A. New-Onset Heart Failure Due To Heart Muscle Disease In Childhood: A
Prospective Study In The United Kingdom And Ireland. Circulation 2008;117:79-84. 9. Jasaityte R and
Grabauskiene V. The Pathogenesis Of Heart Failure Due To Dilated Cardiomyopathy. Acta Medica
Lituanica. 2009. 17:83–91 10. lee CT, Dec GW, Lilly LS. The Cardyomyopathies. In: Pathophysiology
of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Wlliams&Wilkins; 2008:244-60. 11. Zipes DP, Libby
P, Bonow RO. Braunwald’s Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. WB
Saunders; 2007:1563-1570 12. Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart.
12th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2007:528-540 13. McCartan C, Mason R, Jayasinghe SR,
Griffiths LR. Cardiomyopathy Classification: Ongoing Debate in the Genomics Era. Biochemistry
Research International 2012; 12:1-10 14. Cooper LT. Myocarditis. N Engl J Med. 2009; 360:1526-38.
15. Frustaci A, Russo MA, Chimenti C. Randomized Study On The Efficacy Of Immunosuppressive
Therapy In Patients With Virus-Negative Inflammatory Cardiomyopathy: The TIMIC study. Eur Heart J.
2009; 30:199-205. 16. Zimmet JM, Hare JM. Nitroso-Redox Interactions In The Cardiovascular
System. Circulation. 2006. 114:1531-40. 17. Mann DL, Bristow MR. Mechanisms And Models In Heart
Failure: The Biomedical Model And Beyond. Circulation 2005; 111: 2837–49 18. Bristow MR. Why
Does Myocardium Fail? Insights From Basic Science. Lancet 1998; 352: 8–14. 19. Sata M, Sugiura S,
Yamashita H, Momomura S, Serizawa T. Coupling Between Myosin ATLASE Cycle And Ceratine
Kinase Cycel Facilitates http://jurnal.fk.unand.ac.id 143 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;
7(Supplement 2) Cardiac Actomyosin Sliding In Vitro: A Clue To Mechanical Dysfunction During
Myocardial Ischemia. Circulation 1996; 93: 310–7. 20. Sundstrom J, Evans JC, Benjamin EJ, Levy D,
Larson MG, Sawyer DB, et al. Relations Of Plasma Matrix Metalloproteinase-9 To Clinical
Cardiovascular Risk Factors And Echocardiographic Left Ventricular Measures: The Framingham
Heart Study. Circulation 2004; 109: 2850–6. 21. Peterson JT, Hallak H, Johnson L, Li H, O’Brien PM,
Sliskovic DR, et al. Matrix Metalloproteinase Inhibition Attenuates Left Ventricular Remodeling And
Dysfunction In A Rat Model Of Progressive Heart Failure. Circulation 2001; 103: 2303–9. 22. Spinale
FG. Myocardial Matrix Remodeling And The Matrix Metalloproteinases: Influence On Cardiac Form
And Function. Physiol Rev 2007; 87: 1285–342. 23. Hudson MP, Armstrong PW, Ruzyllo W, Brum J,
Cusmano L, Krzeski P, et al. Effects Of Selective Matrix Metalloproteinase Inhibitor (PG-116800) To
Prevent Ventricular Remodelling Aft Er Myocardial Infarction: Results of the PREMIER (Prevention of
Myocardial Infarction Early Remodelling) atrial. J Am Soc Cardiol 2006; 48: 15–20. 24. Yu CM, Lin H,
Zhang Q, Sanderson JE. High Prevalence Of Left Ventricular Systolic And Diastolic Asynchrony In
Patients With Congestive Heart Failure And Normal QRS Duration.Heart 2003; 89: 54–60. 25. Yildirim
A, Soylu O, Dagdeviren B, Zor U, Tezel T. Correlation between Doppler derived dP / dT and left
ventricular asynchrony in patients with dilated cardiomyopathy: a combined study using strain rate
imaging and conventional doppler echocardiography. Echocardiography 2007; 24 :508–14

61 Hidrosefalus Pada Anak Apriyanto1 , Rhonaz Putra Agung2 , Fadillah Sari3 1Dokter Spesialis
Bedah Saraf RSUD Raden Mattaher, Jambi 2Dokter Umum Bagian Bedah Saraf RSUD Raden
Mattaher, Jambi 3Dokter Internship RSUD Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
email: apriyantonc@hotmail.com ABSTRACT Hydrocephalus is a common clinical problem found in
pediatric neurosurgical practice. This condition involves dilatation of cerebral ventricular system due to
various etiologies. It is classified into two conditions, communicative and obstruction type. Various
etiologies cause different clinical features and need different modality of treatments.
Ventriculoperitoneal shunt is the gold standard of treatment, but Endoscopic 3rd ventriculostomy is
considered as a treatment of choice nowadays. This article concerns all aspect of this condition:
epidemiology, etiology, pathophysiology, simptoms and clinical findings, treatment, and prognosis. Key
words: Hydocephalus in Pediatric, neurosurgery, VP Shunt, Endoscopic 3rd , ventriculostomy.
ABSTRAK Kasus hidrosefalus merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah
saraf. Proses terjadinya hidrosefalus melibatkan dilatasi sistem ventrikel akibat beragam etiologi.
Kondisi ini diklasifikasikan menjadi tipe komunikans dan obstruktif. Beragam etiologi menyebabkan
gambaran klinis yang berbeda-beda dan membutuhkan terapi yang berbeda pula.
Ventriculoperitoneal shunt merupakan terapi gold standard, namun Endoscopic 3rd ventriculostomy
saat ini dipertimbangkan sebagai terapi pilihan. Artikel ini membahas seluruh aspek dari kondisi ini:
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala dan tanda klinis, terapi, dan prognosis. Kata kunci:
Hidrosefalus pada anak, bedah saraf, VP Shunt, Endoscopic 3rd ,ventriculostomy. PENDAHULUAN
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada sistem
saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf,
yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi
dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi
hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor
yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.1-3 JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal:
61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 62 Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan
diterapi sejak dini. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi
intrakranial. Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa
prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal.1-3 Terapi pada
kasus ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting seperti
terapi etiologik dan penetrasi membran.1-4 Prognosis ditentukan oleh berbagai macam faktor, di
antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien
terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi
karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus
bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara
kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka
panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan
yang menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak
hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat direncanakan
dan dilakukan.3,7 DEFINISI Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air,
dan cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi
kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai
gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.1-3 EPIDEMIOLOGI Kasus ini merupakan salah satu
masalah dalam bedah saraf yang paling sering ditemui. Data menyebutkan bahwa hidrosefalus
kongenital terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih banyak di
negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.3,8 Sedangkan di
Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah
saraf.2 PATOFISIOLOGI Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan
tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel
lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii,
lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013,
Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 63 hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis.2,5 Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:1,5,9 1.
Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus
hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma
atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A. 2. Gangguan
aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari
obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili
arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a.
Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan
malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c.
Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal,
fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid. 3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal.
Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan
cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor
serebri. Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa sebutan
diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus
eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan
rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu keadaan
dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus
obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat
pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari),
subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus berdasarkan
gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus asimtomatik.1 ETIOLOGI Penyebab
hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan
postnatal. Penyebab prenatal Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak
lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis JMJ, Volume 1,
Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 64 akuaduktus sylvii,
malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.
Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi
in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.1,2,10-12 Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10%
kasus pada bayi baru lahir. Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-
1% kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang baru lahir dengan
hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara ruang subarakhnoid dan dilatasi
ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi
lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum,
batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir dijumpai di semua
kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus (80%
kasus).1,11,12 Penyebab postnatal Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyabab yang cukup sering
terjadi.1,10 Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi hidrosefalus obstruktif
dan hidrosefalus komunikans seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.1,2,7 Tabel 1. Klasifikasi
Hidrosefalus Hidrosefalus obstruktif Hidrosefalus komunikans Kongenital Stenosis akuaduktus Kista
Dandy Walker Benign intracranial cysts (seperti kista arachnoid) Malformasi vaskular (seperti
aneurisma vena Galen) Didapat Tumor (seperti ventrikel 3, regio pineal, fossa posterior) Lessi massa
lainnya (seperti giant aneurysms, abses) Ventricular scarring Kongenital Malformasi Arnold Chiari
(tipe II, jarang pada type I) Ensefalokel Deformitas basis kranii Didapat Infeksi (intrauterin misalnya
CMV, toxoplasma, postbacterial meningitis) Perdarahan (IVH pada infan, sub-arachnoid
haemorrhage) Hipertensi vena (seperti trombosis sinus venosa, arterio–venous shunts) Meningeal
carcinomatosis Sekresi berlebihan CSF (papiloma pleksus koroidalis) JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei
2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 65 DIAGNOSIS Diagnosis dapat
ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan salah satu tanda dimana ukuran
kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok
usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala
hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba
melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan
kelopak mata atas tertarik. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan
batang otak (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior
yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin1,2,10 Pemeriksaan penunjang
dengan menggunakan USG dapat mendeteksi hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula
digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak
prematur. CT Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan menentukan
sumber obstruksi. CT Scan dapat menilai baik secara fungsional maupun anatomikal namun tidak
lebih baik daripada MRI, namun karena pemeriksaannya cukup lama maka pada bayi perlu dilakukan
pembiusan.1,13 PENATALAKSANAAN Terapi sementara Terapi konservatif medikamentosa berguna
untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena
berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus
ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.1,14
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan kateter
ventrikular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang
dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi.15 Cara
lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang
kali.1 Operasi shunting Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium kanan,
dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya
dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian. 1,16 JMJ,
Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 66 Endoscopic
third ventriculostomy Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk
kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy
Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel,
myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi
hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan
radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat
meningkatkan kesuksesan tindakan ini.17 Prognosis Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi
akibat herniasi tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti
nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan
50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. 3 Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif yang
memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV,
meskipun pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat
atau serebrum telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat dicapai
hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial terkontrol.18 DAFTAR PUSTAKA 1.
Satyanegara. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama; 2010. P.267-
89 2. Ibrahim S, Rosa AB, Harahap AR. Hydrocephalus in children. In: Sastrodiningrat AD, ed.
Neurosurgery lecture notes. Medan: USU Press; 2012. P.671-80. 3. Espay AJ. Hydrocephalus
[internet]. [place unknown]: Medscape reference; 1994 [updated 2012 Sept 17; cited 2013 April 28].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview 4. National Institute of
Neurosurgical Disorders and Stroke [internet]. Bethesda: National Institutes of Health; 2013 [cited
2013 April 28]. Available from: http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm
5. Rizvi R, Anjum Q. Hydrocephalus in children [internet]. Pakistan: Journal of Pakistan Medical
Association; 2005 [cited 2013 April 28]. Available from: http://jpma.org.pk/full_article_text.php?
article_id=956 6. Rashid QT, Salat MS, Enam K, Kazim SF, Godil SS, Enam SA, et al. Time trends
and age-related etiologies of pediatric hydrocephalus: results of a groupwise analysis in a clinical
cohort. Childs Nerv JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus
pada Anak 67 Syst [internet]. 2012 [cited 2013 April 28];28(2):[1 screen]. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/21818584 7. Thompson D. Hydrocephalus and
shunts. In: Moore JA, Newell DW, ed. Neurosurgery principles and practice. London: Springer; 2005.
P.425-40. 8. Melo JR, de Melo EN, de Vasconcellos AG, Pacheco P. Congenital hydrocephalus in the
northeast of Brazil: epidemiological aspects, prenatal diagnosis, and treatment. Child Nerv Syst
[internet]. 2013 [cited 2013 April 28]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23609898 9.
Haberland C. Congenital and neonatal hydrocephalus. In: Clinical Neuropathology, Text and color
atlas. USA: Demos Medical Publishing; 2007. P. 291-4. 10. Fazl M, Rowel DW, Laxton A, Panu N,
Tawadros P. Neurosurgery. MCCQE; 2006. P. 33. 11. Kaye HA. Essential Neurosurgery. Australia:
Blackwell Publishing; 2005. P. 27-35. 12. Sahu S, Lata I, Srivastava V, Gupta D. Respiratory
depression during VP shunting in Arnold Chiari malformation Type-II, a rare complication (Case
reports and review of literature). J Pediatr Neurosci [internet]. 2009 Jan-Jun [cited 2013 April
28];4(1):44–46. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3162838/ 13. Dincer A,
Ozek MM. Radiologic evaluation of pediatric hydrocephalus. Childs nerv Syst [internet]. 2011 [cited
2013 April 28].27(10):1543-62. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/21928020 14. Zahl SM, Egge A, Helseth E, Wester
K. Benign external hydrocephalus: a review, with emphasis on management. Neurosurg Rev
[Internet]. 2011 October [cited 2013 April 28];34(4): 417–432. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3171652/ 15. Kestle JR, Cambrin-Riva J, Wellons JC,
Kulkarni AV, et al. A standardized protocol to reduce cerebrospinal fluid shunt infection: The
Hydrocephalus Clinical Research Network Quality Improvement Initiative. J neurosurg [Internet]. Jul
2011 [cited 2013 April 27]; 8(1): 22-29. Available from:
http://thejns.org/doi/full/10.3171/2011.4.PEDS10551 16. Simon TM, Hall M, Riva-Cambrin J, Albert
JE, et al. Infection rates following initial cerebrospinal fluid shunt placement across pediatric hospitals
in the United States. J neurosurg [Internet]. August 2009 [cited 2013 April 27];4(2): 156-165. Available
from: http://thejns.org/doi/full/10.3171/2009.3.PEDS08215 17. Yadav YR, Parihar V, Pande S,
Namdev H, Agarwal M. Endoscopic third ventriculostomy. J Neurosci Rural Pract [Internet]. 2012 May-
Aug [cited 2013 April 27]; 3(2): 163–173. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3409989/ 18. Takahashi Y. Long-term outcome and
neurologic development after endoscopic third ventriculostomy versus shunting during infancy. Childs
Nerv Syst [Internet]. 2006 Dec [cited 2013 April 28];22(12):1591-602. Availabel from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17021728

1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257). Osteomyelitis adalah infeksi
substansi tulang oleh bakteri piogenik (Overdoff, 2002:571). Sedangkan menurut Bruce, osteomyelitis
adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh mikroorganisme. Osteomyelitis biasanya merupakan
infeksi bakteri, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomyelitis jika mereka
menginvasi tulang (Ros, 1997:90). Menurut Price (1995:1200). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan
tulang. Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal akut atau
trauma tulang, biasanya disebabkan oleh escherichia coli, staphylococcus aureus, atau streptococcus
pyogenes (Tucker, 1998:429). Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi
jaringan tulang yang mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam
sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat
dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan baik (Price, 1995:1200). Ada dua macam infeksi
tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464) yaitu : 1. Osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen terutama disebabkan oleh
staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis
hematogen biasanya 1 2 bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai
dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan pembengkakan. 2. Osteomyelitis
tuberkulosis Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi. Daerah yang
sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan tulang belakang. Osteomyelitis
tuberkulosis dapat menyebabkan deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan
destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya. B. Etiologi Penyebab paling
sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme penyebab yang lain adalah salmonela
streptococcus dan pneumococcus (Overdoff, 2002:571). Luka tekanan, trauma jaringan lunak,
nekrosis yang berhubungan dengan keganasan dan terapi radiasi serta luka bakar dapat
menyebabkan atau memperparah proses infeksi tulang. Infeksi telinga dan sinus serta gigi yang
berdarah merupakan akibat dari osteomyelitis pada rahang bawah dan tulang tengkorak. Faktur
compound, prosedur operasi dan luka tusuk yang dapat melukai tulang pokok sering menyebabkan
traumatik osteomyelitis. Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena faktor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan (Reeves, 2001:273). C. Tanda dan Gejala Gejala umum
akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang terkena panas dan nyeri,
berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat tanda-tanda abses dengan pembengkakan
(Overdoff, 2002:572). 3 D. Patofisiologi Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Organisme penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan pneumococcus.
Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena. Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3
jalur : hematogen, melalui infeksi di dekatnya atau scara langsung selama pembedahan. Reaksi
inflamasi awal menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin menyebar ke
bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra tulang yang mati
terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang terangkan diatas dan disekitar jaringan
granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang memungkinkan pus keluar (Overdoff, 2002:541, Rose,
1997:90). E. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium - Peningkatan laju endap eritrosit (Ros,
1997:90) - Lukosit dan LED meningkat (Overdoff, 2002:572) 2. Rontgen Menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak sampai dua minggu kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang,
yang kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan involukrom (Overdoff,
2002:572). 3. Scan tulang, biasanya sebelum rontgen (Overdoff, 2002:572). 4. Biopsi tulang,
mengidentifikasi organisme penyebab. F. Penatalaksanaan Sasaran awal adalah untuk mengontrol
dan memusnahkan proses infeksi (Boughman, 2000:389). 1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan
rendam salin noral hangat selama 20 menit beberapa kali sehari. 4 2. Kultur darah : lakukan smear
cairan abses untuk mengindentifikasi organisme dan memilih antibiotik. 3. Terapi antibiotik intravena
sepanjang waktu. 4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan selama 3
bulan. 5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik pertahankan terapi
antibiotik tambahan. 5 G. Pathways (Overdoff, 2002: 571; Rose, 1997:980; Reeves, 2001:273)
Kemampuan melakukan pergerakan menurun Luka tekanan, trauma jaringan lunak, nekrose
berhubungan dengan keganasan, terapi radiasi serta luka bakar Faktur compound, prosedur operasi,
luka tusuk yang melukai tulang Trauma Luka tembus/terbuka Staphylococcus aureus Kuman masuk
Metafisis tulang Reaksi inflamasi Pertahanan tubuh menurun Osteomyelitis Pembedahan Insisi
pembedahan Port de’entry Kuman masuk Pertahanan sekunder menurun Resti penyebaran infeksi
Hospitalisasi Mis interpretasi Kurang pengetahun Infeksi berlebihan Abses tulang Nekrosis tulang
pembentukan squestrum) Perubahan bentuk (ankylosing) Fungsi tulang menurun Kerusakan jaringan
tulang Terputusnya kontinuitas jaringan Merangsang syaraf mielin c Alarm nyeri Gangguan rasa
nyaman : nyeri Gerak terbatas Imobilisasi Kelemahan Personal hygiene terganggu Peningkatan
peristaltik usus Konstipasi Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi Kurang perawatan diri : personal
hygiene Gangguan rasa nyaman : nyeri 6 Dasar data pengkajian pasien menurut Doenges
(2000:761) Aktifitas atau istirahat Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah). Takikardi (respon stress, hipovolemia) Penurunan / tak ada nadi pada
bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera. Neurosensori Gejala : Hilang gerakan/ sensasi,
spasme otot, Kebas/kesemutan (parastesis). Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi. Krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Nyeri
/kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi). Keamanan Tanda : Laserasi kulit,
avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna, pembekakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba) Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Lingkungan cidera Rencana Pemulangan :
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan
perawatan rumah. 7 H. Fokus Interfeksi 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan (Doenges, 2000 : 801). Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol Intervensi : a.
Kaji tanda-tanda vital. b. Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas, lama dan lokasinya. c. Pertahankan
posisi tepat pada ekstrimitas yang dilakukan pembedahan. d. Berikan tindakan kenyamanan. e.
Kolaborasi pemberian analgetik. f. Anjurkan menggunakan teknik relaksasi. 2. Resiko tinggi
penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adequatnya pertahanan sekunder : adanya infeksi
(Doenges, 2000:169). Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi Intervensi : a. Pantau tanda-tanda
vital. b. Dorong teknik mencuci tangan dengan baik c. Batasi pengunjung sesuai indikasi. d. Rawat
luka dengan teknik septik dan antiseptik. e. Dorong keseimbangan istirahat dengan aktivitas yang
sedang dan tingkatkan masukan nutrisi yang adequate. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan pembatasan gerak (Doenges, 2000:797). Tujuan : Gangguan mobilitas fisik tidak terjadi
Intervensi : a. Kaji derajat mobilitas. b. Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada
posisi yang dianjurkan. c. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya. d. Dekatkan alat-alat yang
dibutuhkan pasien. e. Beri papan/alas pada ekstremitas yang sakit. 8 f. Kolaborasi ahli fisioterapi. 4.
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi (Doenges, 2000:506). Tujuan :
Eliminasi BAB kembali normal Intervensi : a. Selidiki keluhan nyeri abdomen. b. Anjurkan cairan
peroral. c. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi serat. d. Kolaborasi pemberian obat pencahar. 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan mis interpretasi (Doenges, 2000:802). Tujuan :
Menyatakan pemahaman pasien. Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan pasien. b. Kaji ulang proses
penyebab atau prognosis dan kemungkinan yang akan dialami. c. Diskusikan masalah nutrien. d.
Dorong pemasukan kalori tinggi. e. Diskusikan terapi obat. 6. Kurang perawatan diri : Personal
hygiene berhubungan dengan kelemahan terhadap gerak terbatas (Doenges, 2000:401). Tujuan :
Personal hygiene dapat mandiri. Intervensi : a. Kaji derajat ketidakmampuan pasien. b. Beri
perawatan sesuai kebutuhan. c. Bantu perawatan diri sesuai kebutuhan. d. Bantu perawatan kuku.

Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi
peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang
berfungsi sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit
berlebih, juga zat sisa (sampah) dari aliran darah. Kerusakan pada
glomelurus akan menyebabkan terbuangnya darah serta protein melalui
urine.

Kondisi glomerulonefritis pada masing-masing penderita bisa berbeda-


beda. Ada yang mengalaminya dalam waktu singkat (akut) dan ada yang
jangka panjang (kronis). Penyakit ini juga bisa berkembang pesat
sehingga mengakibatkan kerusakan ginjal dalam beberapa minggu atau
bulan, keadaan ini disebut rapidly progressive glomerulonephritis (RPGN).
Glomerulonefritis akut biasanya merupakan respons tubuh terhadap
infeksi yang sedang terjadi pada tubuh. Sedangkan glomerulonefritis
kronis seringkali tidak diketahui penyebabnya dan tidak bergejala,
sehingga dapat menyebabkan kerusakan ginjal yang tidak dapat
diperbaiki kembali. Glomerulonefritis kronis yang ditemukan awal, dapat
dicegah perkembangannya.

Gejala-gejala Glomerulonefritis
Gejala yang muncul pada penderita glomerulonefritis bergantung kepada
jenis penyakit ini, apakah akut atau kronis. Gejala yang umumnya muncul,
antara lain adalah:
 Urine yang berbuih dan berwarna kemerahan.
 Hipertensi.

 Pembengkakan pada wajah, tangan, kaki, dan perut.

 Kelelahan.
 Frekuensi buang air kecil berkurang.

 Munculnya cairan di paru-paru yang menyebabkan batuk.

Glomerulonefritis kronis seringkali sulit terdeteksi karena dapat


berkembang tanpa menimbulkan gejala. Apabila muncul gejala, gejalanya
dapat serupa dengan gejala yang ada pada glomerulonefritis akut.
Namun, berbeda dengan glomerulonefritis akut, pada glomerulonefritis
kronik dapat terjadi frekuensi buang air kecil yang meningkat di malam
hari.

Penyebab dan Faktor Pemicu Glomerulonefritis


Glomerulonefritis dapat terjadi akibat berbagai kondisi, seperti infeksi,
kelainan sistem imun, dan gangguan pembuluh darah. Umumnya,
glomerulonefritis akut memiliki penyebab yang lebih jelas dibanding
glomerulonefritis kronis. Beberapa hal yang dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut, antara lain adalah:
 Infeksi. Glomerfulonefritis dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau virus.
Infeksi yang terjadi pada tubuh mengakibatkan reaksi kekebalan tubuh
yang berlebihan sehingga mengakibatkan peradangan pada ginjal dan
terjadi glomerulonefritis. Contoh infeksi yang dapat menyebabkan
glomerulonefritis, antara lain adalah infeksi bakteri Streptococcuspada
tenggorokan, infeksi gigi, endokarditis bakteri, HIV, hepatitis B,
dan hepatitis C.
 Kelainan sistem imun. Contohnya adalah penyakit lupus yang
menyebabkan peradangan pada berbagai organ tubuh, termasuk ginjal.
Selain itu glomerulonefritis juga dapat disebabkan oleh kelainan sistem
imun lainnya, seperti sindrom Goodpasture yang
menyerupai pneumonia dan menyebabkan perdarahan di paru-paru dan
ginjal, serta nefropati IgA yang menyebabkan endapan salah satu protein
sistem pertahanan tubuh (IgA) pada glomerulus ginjal.

 Vaskulitis. Vaskulitis dapat terjadi pada berbagai organ, termasuk ginjal.


Contoh penyakit vaskulitis yang menyerang pembuluh darah ginjal dan
mengakibatkan glomerulonefritis adalah poliarteritis dan granulomatosis
Wegener.

Glomerulonefritis kronis seringkali tidak memiliki penyebab yang khusus.


Salah satu penyakit genetik, yaitu sindrom Alport dapat menyebabkan
glomerulonefritis kronis. Paparan zat kimia pelarut hidrokarbon dan
riwayat kanker juga diduga memicu terjadinya glomerulonefritis kronis.

Diagnosis Glomerulonefritis
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menganjurkan beberapa
pemeriksaan, seperti:
 Pemeriksaan urine. Pemeriksaan urine merupakan metode terpenting
dalam mendiagnosis glomerulonefritis karena dapat mendeteksi adanya
kerusakan struktur glomerulus. Beberapa parameter yang dianalisis
melalui pemeriksaan urine, antara lain adalah:
o Keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya kerusakan
glomerulus.

o Keberadaan sel darah putih sebagai penanda adanya peradangan.

o Menurunnya berat jenis urine.

o Keberadaan protein sebagai penanda adanya kerusakan sel ginjal.

 Tes darah. Tes darah dapat memberikan informasi tambahan terkait


kerusakan ginjal. Beberapa hal yang dapat diperiksa pada darah untuk
melihat kerusakan ginjal, antara lain:

o Menurunnya kadar hemoglobin (anemia).

o Meningkatnya kadar zat sisa seperti ureum dan kreatinin.

o Menurunnya kadar protein albumin dalam darah karena keluar


melalui urine.

 Tes Imunologi. Tes imunologi dilakukan untuk mendapatkan informasi


mengenai kelainan sistem imun. Pemeriksaan tersebut antara
lain antinuclear antibodies (ANA), komplemen, antineutrophil cytoplasmic
antibody (ANCA), dan antiglomerular basement membrane(anti-GBM).

 Pencitraan. Pencitraan bertujuan untuk memperlihatkan gambaran


kondisi ginjal secara visual. Metode pencitraan yang dapat digunakan,
antara lain adalah foto Rontgen, CT scan dan USG.

 Biopsi ginjal. Dilakukan dengan mengambil sampel jaringan ginjal dan


diperiksa di bawah mikroskop untuk memastikan pasien menderita Biopsi
juga akan membantu dokter untuk mencari penyebab dari
glomerulonefritis tersebut.

Pengobatan Glomerulonefritis
Langkah pengobatan untuk tiap penderita glomerulonefritis tentu
berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis
glomerulonefritis yang diderita (kronis atau akut), penyebabnya, serta
tingkat keparahan gejala yang dialami.
Tujuan utama pengobatan glomerulonefritis adalah untuk mencegah
kerusakan ginjal yang lebih parah. Glomerulonefritis akut terkadang bisa
sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan penanganan tertentu,
biasanya yang diakibatkan oleh infeksi Streptokokus pada tenggorokan.
Beberapa jenis pengobatan glomerulonefritis yang dapat diberikan, antara
lain adalah:
 Obat imunosupresan. Imunosupresan dapat diberikan untuk menangani
glomerulonefritis akibat gangguan sistem imun. Contoh obat ini
adalah kortikosteroid, cyclophosphamide, ciclosporin, mycophenolate
mofetil, dan azathioprine.
 Obat pengatur tekanan darah. Glomerulonefritis dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat dan menimbulkan kerusakan ginjal yang lebih
parah. Oleh karena itu, tekanan darah penderita glomerulonefritis perlu
diatur untuk mencegah kerusakan ginjal. Dua golongan obat yang dapat
digunakan untuk mengatur tekanan darah adalah ACE
inhibitors (contohnya captropil dan lisinopril) dan ARB
(contohnya losartan dan valsartan). Selain itu, kedua golongan obat
tersebut juga dapat mengurangi kadar protein yang bocor melalui urine,
sehingga obat bisa tetap diberikan walaupun tekanan darah tidak tinggi.

 Plasmapheresis. Dapat dilakukan pada penderita dengan hasil tes


imunologi ANCA dan anti-GBM positif. Protein sistem imun (antibodi) yang
terdeteksi melalui pemeriksaan imunologi biasanya terkandung dalam
plasma darah. Untuk membuang antibodi tersebut, dilakukan
pembuangan plasma darah penderita, melalui sebuah prosedur yang
disebut plamapheresis. Plasma darah yang dibuang akan digantikan
dengan plasma pengganti atau cairan infus.

 Obat-obatan lain. Obat lain yang dapat diberikan, di antaranya


adalah diuretik untuk mengurangi bengkak, dan suplemen kalsium.

Jika glomerulonefritis diketahui sejak awal, kerusakan ginjal yang


disebabkan oleh glomerulonefritis akut dapat diperbaiki kembali. Jika
glomerulonefritis yang terjadi bertambah parah dan menyebabkan gagal
ginjal, penderita dapat menjalani proses hemodialisis (cuci darah) untuk
menyaring darah. Selain itu, penderita juga dapat menjalani operasi
cangkok ginjal.
Agar kerusakan ginjal tidak bertambah parah, penderita glomerulonefritis
dapat menerapkan langkah-langkah pendukung pengobatan seperti
berikut ini:
 Menjaga berat badan.
 Berhenti merokok.

 Mengurangi asupan kalium.

 Mengurangi asupan protein.

 Mengurangi konsumsi garam.

Komplikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh tanpa penanganan
tertentu. Tetapi secara umum, baik glomerulonefritis akut maupun kronis
bila tidak ditangani secara benar, bisa bertambah parah dan memicu
penyakit lain. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
 Hipertensi.
 Sindrom nefrotik.

 Gagal ginjal akut.

 Penyakit ginjal kronis.


 Gagal jantung dan edema paru akibat cairan yang menumpuk dalam
tubuh.

 Gangguan kesimbangan elektrolit seperti natrium dan kalium.

 Rentan terhadap infeksi.

Terakhir diperbarui: 31 Oktober 2017


Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy

Referensi

Diskusi Terbaru
Punya pertanyaan seputar kesehatan?

Tanya Dokter

1 Balasan

4 menit yang lalu

Pre-eklamsia
Oleh: Anggiselv

Dijawab oleh Dokter

Dokter saya mau tanya,saya baru test urine di minggu ke 36 dan hasilnya ada
protein positif 2 dihasil test tersebut,bisakah saya melahirkan...

1 Balasan

1 jam yang lalu


Klitoris atau bukan?
Oleh: Santi Rosmiati

Dijawab oleh Dokter

Dok sy mau bertanya,bbrpa hari ini sya baru tersadar sblah atas lubang pipis itu
ada sesuatu yg kepegang ukuranya kecil pas cebok.apakah...

1 Balasan

1 jam yang lalu

kombinasi obat minum


Oleh: Dijawab oleh Dokter
Apakah bisa minum obat asam mefenamat dan ciprofloxacin.

 Info Kesehatan

 Cari Dokter

 Cari Rumah Sakit

 Tanya Dokter

Masuk
Download Aplikasi
 Virus
 Kanker

 Jantung

 Otak

 Psikologi

 Defisiensi

 Infeksi
 Mata

 Pencernaan

 Semua Penyakit

TANYA DOKTER

Syok

Syok adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara drastis, sehingga
terjadi gangguan aliran darah dalam tubuh. Aliran darah yang terganggu
membuat pasokan nutrisi dan oksigen yang berperan pada sel dan organ
tubuh agar berfungsi secara normal, menjadi terhambat. Syok dapat
memburuk dengan cepat, maka penanganannya harus segera dilakukan.
Jika tidak, syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian.

Penyebab Syok
Penyebab syok dapat berbeda-beda. Berikut adalah penyebab syok
berdasarkan tipenya:
 Syok kardiogenik. Disebabkan oleh gangguan pada jantung,
seperti serangan jantung atau gagal jantung.
 Syok neurogeni. Disebabkan oleh cedera saraf tulang belakang,
akibat kecelakan atau cedera saat beraktivitas.

 Syok anafilaktik. Disebabkan oleh alergi akibat gigitan serangga,


penggunaan obat-obatan, atau makanan maupun minuman.

 Syok sepsis. Disebabkan oleh infeksi yang masuk ke aliran darah,


sehingga tubuh mengalami peradangan atau inflamasi.

 Syok hipovolemik. Disebabkan oleh hilangnya cairan atau darah


dalam jumlah banyak, misalnya akibat diare, perdarahan pada
kecelakaan, atau muntah darah.

Gejala Syok
Pasokan nutrisi dan oksigen yang turun akibat syok dapat mengakibatkan
gejala, antara lain:
 Sesak napas.
 Jantung berdebar, serta denyut nadi menjadi lemah.

 Pusing.

 Kelelahan.

 Bicara kacau, pingsan hingga hilang kesadaran.

 Tekanan darah menurun.

 Bibir dan kuku jari membiru.

 Kulit berkeringat, dingin, dan pucat.

Tergantung penyebabnya, masing-masing dari tipe syok dapat


memberikan gejala tambahan, berupa:
 Syok sepsis: Demam, nyeri otot.
 Syok hipovolemik: Diare, muntah, perdarahan.

 Syok kardiogenik: Denyut jantung melemah, urin yang keluar


hanya sedikit atau tidak sama sekali, nyeri dada.

 Syok neurogenik: Nyeri dada, irama jantung melambat, suhu


tubuh menurun (hipotermia).

 Syok anafilaktik: Kesulitan menelan dan bernapas, sakit pada


perut, hidung berair dan bersin-bersin, bengkak pada lidah atau
bibir, kesemutan pada tangan, kaki, mulut, atau kulit kepala.

Diagnosis Syok
Syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan diagnosis
cepat agar penanganannya dapat segera dilakukan. Syok dapat
didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, serta melihat tanda-
tanda klinis, seperti denyut jantung yang cepat dan lemah, serta tekanan
darah yang menurun.
Setelah aliran oksigen kembali normal dan pasien sudah stabil,
pemeriksaan lanjutan akan dilakukan untuk mendeteksi penyebab dan
tipe syok yang diderita pasien. Dokter dapat melakukan serangkaian
pemeriksaan, seperti:
 Tes darah
 Foto Rontgen

 Elektrokardiografi

 Endoskopi

 CT scan

 MRI

Pengobatan Syok
Syok merupakan kondisi yang berbahaya. Segera lakukan pertolongan
pertama dan hubungi rumah sakit terdekat ketika melihat seseorang
diduga mengalami syok. Jika tidak segera ditangani, syok dapat
menyebabkan komplikasi bahkan kematian.
Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat melihat
penderita yang dicurigai mengalami syok:
 Baringkan penderita secara perlahan.
 Jangan gerakkan penderita jika tidak diperlukan.

 Kendurkan atau buka pakaian yang ketat.


 Periksa denyut nadi dan jantung.

 Jika penderita tidak bernapas atau tidak ada denyut nadi, lakukan
resusitasi jantung-paru (CPR).

 Untuk menghindari ketakutan yang dapat memperburuk kondisi,


berikan pasien selimut.

 Jangan beri pasien minum atau makan.

 Jika syok disebabkan oleh alergi (syok anafilaktik), segera


berikan epinephrine dalam bentuk autoinjector, jika ada. Penderita
alergi parah biasanya selalu membawa suntikan ini.

 Jika pasien mengalami perdarahan, tutupi dan sumbat area yang


berdarah dengan handuk atau kain.
 Jika pasien mengalami muntah dan mulai mengeluarkan darah dari
mulut, ubah posisinya menjadi menyamping untuk menghindari
tersedak.

Ketika pasien sudah ditangani petugas medis, pasien akan diberikan infus
cairan agar tekanan darah yang ada kembali normal. Beberapa
penanganan yang akan berbeda, tergantung dari tipe syok dan penyabab
timbulnya syok, yaitu:
 Syok hipovolemik. Dalam mengatasi penyebab syok hipovolemik,
tindakan medis yang dapat dilakukan dapat berupa transfusi darah,
baik sel darah merah mau pun faktor-faktor pembekuan darah
(seperti trombosit).
 Syok kardiogenik. Syok ini akan ditangani dengan menggunakan
obat-obatan yang berfungsi untuk memperbaiki pompa jantung.
Obat-obatan tersebut di antaranya adalah dopamine
atau dobutamin.

 Syok anafilaktik. Dalam mengatasi syok anafilaktik, pasien akan


diberikan epinephrinesuntik yang berfungsi untuk meredakan syok
akibat reaksi alergi.

 Syok neurogenik. Syok tipe ini juga akan ditangani dengan


memberikan obat-obat seperti epinephrine, norepinephrine, atau
dopamine, untuk meningkatkan tekanan darah. Jika pasien
mengalami penurunan denyut jantung, dokter akan
memberikan atropin.

 Syok sepsis. Dalam mengatasi syok sepsis, dokter akan


memberikan obat golongan vasopressor, seperti norepinephrine,
untuk meningkatkan tekanan darah. Untuk mengatasi infeksi, dokter
dapat memberikan antibiotik, antivirus, atau antijamur, tergantung
jenis infeksinya. Operasi juga dapat dilakukan untuk mengatasi
sumber infeksi.

Pencegahan Syok
Untuk mencegah terjadinya syok, penyakit tertentu perlu segera
ditangani, misalnya penyakit jantung, diare, atau perdarahan hebat.
Penderita alergi yang pernah mengalami syok anafilaktik, perlu
menghindari hal-hal yang dapat memicu alergi, misalnya makanan atau
minuman tertentu. Penderita juga dianjurkan untuk selalu
membawa epinephrine dalam bentuk autoinjector (berbentuk seperti
pen), sebagai pertolongan pertama saat terpapar alergen yang dapat
menimbulkan syok anafilaktik. Konsultasikan dengan dokter sebelum
menggunakan obat tersebut.
Komplikasi Syok
Syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Beberapa kondisi
yang dapat muncul akibat syok adalah:
 Gangguan ginjal
 Henti jantung

 Aritmia

 Gangguan pada otak

Terakhir diperbarui: 25 Juli 2018


Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy
Referensi

Diskusi Terkait
Punya pertanyaan seputar kesehatan?
Tanya Dokter
1 Balasan
23 hari yang lalu

Pengobatan setelah disengat lebah di sekitar pipi


Oleh: Natasha Bue Laguna

Dijawab oleh Dokter


Dok, Saya wanita umur 21 tahun, pada waktu umur saya 19 tahun, saya
disengat lebah satu sengatan di area pipi, dan itu...
Artikel Terkait

Kesehatan

Reaksi Alergi akibat Tanaman Beracun, Ini Cara Mengatasinya


Kesehatan

Gunakan Obat Disengat Lebah Sesuai Gejala yang Timbul

Kesehatan

Macam-macam Alergi Berdasarkan Penyebabnya

Kesehatan
Seputar Alergi Protein yang Perlu Anda Ketahui

Kesehatan

Ini yang Perlu Anda Ketahui tentang Intubasi Endotrakeal

Skip to main content

 HOME

 ANALYTICS

 SESSIONS
PREMIUM

 U PL OAD

 1

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Nyeri

Dwi Siswantara

Nyeri
Show more ▾
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
 77,566 Views
 •Top 0.1%

Download

Save to Library
Share

A.

TINJAUAN TEORI1.

Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibatdari
kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual karen
arespon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama
lain(Asmadi,
2008). Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam
merespons suatu rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012). Nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yangmuncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam halkerusakan
sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); serangan yang tiba-tiba
atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantidipasi
ataudiprediksi dan berlangsung < 6 bulan (NANDA,
2012). Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkanya
ng muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
halkerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); serangan
yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantidipasi ataudiprediksi dan berlangsung > 6 bulan (NANDA, 2012).
2.

Etiologi
Faktor resiko1)

Nyeri akuta.

Melaporkan nyeri secara verbal dan nonverbal b.

Menunjukan kerusakanc.

Posisi untuk mengurangi nyerid.

Gerakan untuk melindungie.

Tingkah laku berhati-hatif.

Muka dengan ekspresi nyerig.

Gangguan tidur (mata sayu, tampak lingkaran hitam, menyeringai)h.

Fokus pada diri sendirii.

Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, tempat, dan orang, proses berpilur) j.

Tingkah laku distraksik.

Respon otonom (perubahan tekanan darah, suhu tubuh, nadi, dilatasi pupil)l.

Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)m.

Perubahan nafsu makan2)

Nyeri kronisa.

Perubahan berat badan b.

Melaporkan secara verbal dan nonverbal

c.

Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendirid.

Perubahan pola tidure.


Kelelahanf.

Atrofi yang melibatkan beberapa ototg.

Takut cederah.

Interaksi dengan orang lain menurunFaktor predisposisi1)

Traumaa)

Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung saraf bebas mengalami kerusakan,misalnya akibat
benturan, gesekan, luka b)

Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsanganakibat panas,
dingin, misalnya api atau air panasc)

Khermis : nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asamatau basa kuatd)

Elektrik : nyeri timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenaireseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar2)

Neoplasma, bersifat jinak maupun ganas3)

Peradangan4)

Kelainan pembuluh darah dan gangguan sirkulasi darah5)

Trauma psikologisFaktor presipitasi1)

Ligkungan2)

Suhu ekstrim3)

Kegiatan4)

Emosi
3.

Proses terjadinya
a)

Teori pemisahan (Specificity theory)Rangsangan nyeri masuk ke medulla spinalis (spinal


card) melalui karnu dorsalisyang bersinapsis dari daerah posterior, kemudian naik ke tractus
lissur danmenyilang dari garis median ke garis/ ke sisi lainnya dan berakhir dari
kortekssensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan. b)

Teori pola (Pathern theory)Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis danmerangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang merangsang ke
bagianyang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi danotot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.c)

Teori pengendalian gerbang (Gate control theory)

Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalamakar ganglion
dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar akan mengakibatkanaktivitas substansia
gelatinosa yang mengakibatkan tutupnya pintu mekanismesehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan akutterhambat. Rangsangan saraf besar
dapat langsung merangsang korteks serebri.Hasil persepsi ini akan dikembalikan dalam
medula spinalis melaui serat eferendan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.
Rangsangan pada serat kecil akanmenghambat aktivitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme,sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkanrangsangan nyeri.d)

Teori transmisi dan inhibisiAdanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-
impuls saraf,sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls saraf.
Padaserabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan endogen opialssystem
supresif.
4.

Komplikasi
a)

Gangguan pola istirahat tidur b)

Syok neurogenik
5.

Pemeriksaan penunjang
a)

Pemeriksaan darah lengkap b)

CT scanc)

MRId)

EKG
6.

Penatalaksanaan keperawatan
a)

Monitor gejala cardinal/ tanda-tanda vital b)

Kaji adanya infeksi atau peradangan di sekitar nyeric)

Beri rasa amand)

Sentuhan therapeuticTeori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai


keseimbanganenergy antara tubuh dengan lingkungan luar. Orang sakit berarti
adaketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada pasien, diharapkanada
transfer energy.e)

AkupressurePemberian tekanan pada pusat-pusat nyerif)

Guided imagery
SearchSearch

Upload

ENChange Language

Sign InJoin

Home

Saved

Bestsellers

Books

Audiobooks

Snapshots

Magazines

Documents

Sheet Music

Download
Jump to Page

16

You are on page 16of 17

Search inside document

2.5K views

1Up votes, mark as useful

0Down votes, mark as not useful

Laporan Asuhan Asuhan Keperawatan Gigi Dan


Mulut Rawat Inap Pada Pasien Febris Di Rumah
Sakit Ibu Dan anak
Uploaded by Meryana My

jhvchjbxjajxFull description

Copyright:© All Rights Reserved

Downloadas DOCX, PDF, TXT or read online from Scribd


Flag For Inappropriate Content

SaveSave Laporan Asuhan Asuhan Keperawatan Gigi Dan Mulut R... For Later

Embed

Share

Print

RELATED TITLES
Carousel Next

ALAT PENAMBALAN

Laporan Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi Individu

Modul Komunikasi Terapeutik Bagi Tenaga Kesehatan Gigi

Kumpulan Judul Skripsi Kti Kesehatan Gigi Dan Mulut

KUISIONER kesehatan gigi dan mulut (pengetahuan sikap dan tindakan)


Contoh Kartu Status Keperawatan Gigi

Makalah Pencabutan Gigi

gigi

Flipchart Kesehatan Gigi Dan Mulut

Oral Physiotherapy

Makalah ''PPAKG''


kartu status KEPERAWATAN GIGI.doc

Kelompok 1 Dental Asisten

MODUL ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT.pdf

Tugas Pokok Perawat Gigi

TOPIKAL APLIKASI FLUOR

Diagnosa Keperawatan Gigi (2)

Etika Profesi Perawat Gigi


Makalah Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut

Manajemen Kesehatan Gigi Dan Mulut

Download

Jump to Page

16

You are on page 16of 17

Search inside document

BAB IPENDAHULUANA.

Latar Belakang

Perawat gigi merupakan salah satu tenaga kesehatan


pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Ruang lingkup kerja perawat gigi berdasarkan kep
utusan menkes nomor 378/ menkes/ sk/lll/2007 tentangstandar profesi perawat gigi yaitu promotif,
preventif, dan kuratif.Keputusan menteri kesehatan no. 284 tentang standar pelayanan
asuhankesehatan gigi dan mulut, perawat gigi memiliki standar pemeliharaankesehatan gigi dan
mulut pada pasien umum dan rawat inap.Perawatan atau pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut
pada pasienrawat inap ini diperlukan karena pasien rawat inap juga perlu
mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut baik promotif, preventif maupun pengobatan
darurat untuk mengobati rasa sakit.Keperawatan di Rumah Sakit mempunyai peranan penting
danstrategis misalnya sebagai care give. Salah satu tindakan personal hygieneyang diberikan
perawat pada pasien rawat inap yaitu pemeliharaan oralhygiene (Hidavat dan Ulivah, 2005). Oral
hygine merupakan tindakanyang bertujuan untuk menjaga kontinuitas bibir, lidah, dan mukosa
mulut,mencegah infeksi, dan melembabkan membrane mulut dan bibir (Tavlor etal, 2008). Tindakan
pemeliharaan oral hygiene dilakukan supaya tidakmenimbulkan ketidaknyamanan pasien selama
berada dirumah sakit.Tindakan pemeliharaan oral hygiene dapat dilakukan oleh pasien yang tidak
mampu mempertahankan kebersihan gigi dan mulut secara mandiri,harus dipantau sepenuhnya oleh
perawat (Hidavat dan Ulivah, 2005).Tindakan promotif dengan edukasi kesehatan gigi dan
mulutterhadap pasien rawat inap dengan diagnose febris. Demam (febris) adalahkenaikan suhu tubuh
di atas variasi sirkadian yang normal sebagai akibatdari perubahan pada pusat termoregulasi yang
terletak dalam hipotalamusanterior (Isserbacher dkk, 1999). Menurut Eliastam dkk (1998), gejalayang
menyertai demam diantaranya berupa menolak untuk makan,muntah, dan rewel.Keadaan tubuh
sehat adalah suatu harga mutlak yang harusdimiliki olehseorang manusia. Manusia dapat
melaksanakan segalaaktivitasnya dalamkeadaan sehat. Keadaan sehat juga dapat
mempengaruhikondisi psikisseorang manusia, sehingga keadaan sehat juga berpengaruhdalam
jasmanidan rohani manusia dalam hidup. Namun sesuai kodrat yangasalnya dariAllah SWT sang
maha pencipta, manusia tidaklah selalumerasakan sehatdalam hidupnya. Keadaan sakit dapat
menerpa siapapunmanusia tersebut(Aziz, S, 2008).Penyakit dapat didefenisikan sebagai perubahan
pada individu-individuyang menyebabkan parameter kesehatanmereka berada dibawah kisaran
normal. Dalam kisaran yang sebenarnya penyakit tidaklah melibatkan perkembangan suatu bentuk
kehidupan yang benar benar baru. Penyakitmerupakan suatu bentuk kehidupan dari agenluar yang
akan mengganggukehidupan tubuh manusia. Terdapat bermacam-
macam penyakit di dunia ini.Terpadat macam-macam pula gejala yang menandai tubuh terinfeksi
olehsuatu penyakit salah satunyademam (Price et al, 2005). Demam adalah suatu bagian penting
darimekanisme pertahanan tubuhmelawan infeksi. Oleh karena adanya demaminilah tubuh dapat
secara pelan-pelan mencoba untuk menghancurkan agenagen patogen yang akanmenginvasi tubuh
(Anonim,A., 2008).
Oleh karena pentingnya demam sebagai respons protektif tubuh terhadapagen luarmaupun sebagai
gejala suatu penyakit inilah, maka penulisakanmembahasnya didalam laporan tutorial yang berjudul
Peran DemamSebagai Gejala Tubuh Terhadap Invasi Agen Patogen Asing

B.

Tujuana.

Tujuan umum

Memberikan pelayanan asuhan perawatan gigi dan mulut


berupa pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut melalui pendekatan promotifdan preventif pada
pasien febris di Rumah Sakit Ibu dan Anak KotaBanda Aceh.

b.

Tujuan khusus

Untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut pada pasien febris diRumah Sakit Ibu dan Anak
Kota Banda Aceh.-

Untuk mengetahui pengertian febris.-

Untuk mengetahui penyebab febris.-

Untuk mengetahui manifestasi klinis pasien febris-


Untuk mengetahui kelainan gigi dan gusi pada pasien febris.

Untuk mengetahui kondisi gigi dan mulut pasien febris di RumahSakit Ibu dan Anak Kota Banda Aceh.

C.

MANFAAT

Dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut pada pasienfebris di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Kota Banda Aceh.-

Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada pasien febris diRumah Sakit Ibu dan Anak Kota Banda
Aceh.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA.

FEBRIS

1.

Pengertian febrisMenurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhutubuh secara
abnormal. Febris/ demam adalah kenaikan suhu tubuh diatasvariasi sirkardian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusattermoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior
(Isselbacher,1999).Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 Catau
lebih.Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari37,80C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari
400C disebut demam tinggi(hiperpireksia)(Julia, 2000).Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena
adanya perubahan pusattermoregulasi hipotalamus (Berhman, 1999). Seseorang mengalamidemam
bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral atau aksila) atau suhurektal (Donna L. Wong, 2003). Tipe
demam yang mungkin kita jumpaiantara lain :a.

Demam septikSuhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali padamalam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang

tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demamhektik. b.

Demam remitenSuhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapaisuhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapatmencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatatdemam septik.c.

Demam intermitenSuhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jamdalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekalidisebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara duaserangan demam disebut kuartana.d. Demam kontinyuVariasi suhu sepanjang
hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebuthiperpireksia.e. Demam siklikTerjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikutioleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yangkemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakittertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasiendengan keluhan demam mungkin
dapat dihubungkan segera dengan

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!

Start Free Trial

Cancel Anytime.

suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi salurankencing, malaria, tetapi kadang
sama sekali tidak dapat dihubungkansegera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari
para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnyamerupakan suatu penyakit yang
self-limiting seperti influensa
atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidakharus tetap waspada terhadap
infeksi bakterial.

2.

PENYEBAB FEBRIS

Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.Demam dapat berhubungan dengan
infeksi, penyakit kolagen,
keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2000).Menurut Guyton(1990) demam
dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atauzat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.Penyebab demam selain
infeksi juga dapat disebabkan olehkeadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak,koma). Pada
dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebabdemam diperlukan antara lain: ketelitian
penggambilan riwayat
penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit danevaluasi
pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat danholistik.

Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah caratimbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala lianyang menyertai demam. Demam belum terdiagnosa adalah
suatu keadaandimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggudan suhu
badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum
didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensifdengan
menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.

3.

MANIFESTASI KLINIS FEBRIS

Adapun tanda dan gejala demam antara lain :1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C

40 C)2. Kulit kemerahan3. Hangat pada sentuhan4. Peningkatan frekuensi pernapasan5. Menggigil6.
Dehidrasi7. Kehilangan nafsu makanBanyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala
nyeri punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhutubuh lebih tinggi dari 37,5
ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi,sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu
kulitkemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,menggigil/merinding perasaan hangat dan
dingin, nyeri dan sakit

9
yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan,kelemahan, dan berkeringat
(Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).

B.

Kesehatan gigi dan mulut

Gigi tidak hanya memiliki fungsi untuk mengunyah makanan


tapi juga memiliki fungsi ekstetika yang menunjang kecantikan. Karenanya,sangat perlu untuk
menjaga kebersihan dan kesehatannya. Jangan sampaigigi rusak akibat kurang dijaga
kebersihannya.Kerusakan pada gigi juga dapat menimbulkan gangguan padaorgan tubuh lain.
Komplikasi penyakit yang menjalar ke organ lain akibatgangguan kesehatan pada gigi sering
ditemukan. Untuk itu, kesehatan gigiharus benar-benar diperhatikan.Sebaiknya merawat gigi sejak
dini. Jangan menunggu
gigi bermasalah baru kemudian mengunjungi dokter gigi. Gigi yang dirawatsejak dini akan lebih sehat
dan bebas dari masalah-masalah dan gangguankesehatan gigi saat kita dewasa.Gigi yang putih
belum tentu sehat. Gigi yang sehat haruslahditunjang dengan gusi dan akar yang kuat. Sebenarnya,
untukmendapatkan gigi yang sehat, tidak membutuhkan usaha yang sulit.Berikut ini adalah beberapa
cara untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut:

Menyikat gigi setiap sehabis makan dengan cara yang baik.

Usahakan menjangkau dan membersihkan seluruh permukaan gigi.

Menggunakan sikat gigi yang baik, yang lembut dan tak melukai gusi.

10

Menggunakan pasta gigi yang mengandung zat-zat yang diperlukan,misalnya fluoride dan kalsium.


Menggunakan obat kumur sehabis menggosok gigi untuk mematikan bakteri yang teringgal di sela-
sela gigi.

Menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin serta makananyang manis dan lengket di
gigi.

Mengonsumsi air putih yang cukup dalam sehari.

C.

Patogenesis Terjadinya Kelainan Gigi Dan Gusi Pada Pasien Febris

a.

Gigi berlubang (karies)Ternyata gigi yang berlubang, bila tidak dirawat, lama kelamaan akanmenjadi
gigi busuk, artinya sudah mati saraf yang terletak di ruang gigi(

pulpa

) dan tidak mendapat aliran darah dari tubuh, didunia Kedokterangigi disebut

Gangrene Pulpa

atau

Gangrene Radix

, bila tinggal sisa akaratau orang jawa menyebut

tunggak

gigi.Pada keadaan tubuh kita sudah letih, maka menyebabkan kondisitubuh menurun dan tidak

fit

. Hal ini akan menyebabkan suhu tubuhmenjadi naik atau panas selama berhari-hari. Bahkan
penderita harusopname karena panas, yang ternyata disebabkan infeksi gigi pada gigi berlubang. b.

Gingivitis
11

Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva). Gingivitis hampirselalu terjadi akibat penggosokan
dan flosing (membersihkan gigi denganmenggunakan benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak
tetap ada disepanjang garis gusi. Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiridari bakteri.
Plak lebih sering menempel pada tambalan yang salah atau disekitar gigi yang terletak bersebelahan
dengan gigi palsu yang jarangdibersihkan.c.

Bau mulut (halitosis)Bau mulut umum terjadi pada semua demam. Bahkan demam akut
dapatmenyebabkan bau mulut. Bau mulut yang parah akan muncul pada kasustifoid. Penyakit
infeksius lainnya seperti tuberculosis dan AIDS akanmenyebabkan bau mulut.Pada pasien rawat inap
Pasien yang terus berbaring di tempat tidurakan menderita bau mulut dikarenakan lapisan kotor yang
tebal di lidah.Asupan air juga dibatasi pada pasien ini. Regurgitasi makan memperburukkeadaan ini.
Karena mereka juga jarang bicara, maka udara yang masuk kerongga mulut juga berkurang, ini
menyebabkan kondisi yang baik bagi bakteri anaerob untuk aktif.d.

Karang gigi (Calculus)Umumnya plak dan karang gigi menumpuk di celah antara gigi dangusi. Ini
akan memberikan perlindungan bagi sisa makanan dan
bakteri pada pasien febris. Ketika pasien dirawat membuat pasien malas untuk

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!

Start Free Trial

Cancel Anytime.

12

menyikat gigi karena kondisi yang tidak memungkinkan bagi pasien,sehingga mudah terjadinya
karang gigi.

13
BAB IIIPEMBAHASANASUHAN KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIGIDAN
MULUT PADA PASIEN FEBRIS DI RAWAT INAP RUMAH SAKITIBU DAN ANAKA.

Pengkajian

(Assessment)

a.

Identitas pasienData diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medic, dan catatankeperawatan. Pasien
yang dirawat inap bernama Nora Adhelina berusia 10tahun, berjenis kelamin perempuan,pasien
beragama islam, ia berasal dariAteuk kab. Aceh Besar, Orang tua pasien bernama M. Fajar. b.

Keluhan pasienPasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 16 Januari 2016, dengankeluhan demam,
batuk, pilek, sakit perut, BAB cair selama 4 hari.Berdasarkan diagnose keperawatan pasien
menderita febris.Berdasarkan keluhan utama pasien yang berhubungan dengan gigidan mulut pasien
menyatakan gigi geraham atas kanan sering menyangkutmakanan.c.

Pemeriksaan rongga mulut-

Pemeriksaan extra oral

Tidak ada kelainan dan tidak ada keluhan

14

Pemeriksaan intra oral

Terdapat karies pada gigi geraham atas kanan


Bibir kering dan pecah-pecah

Gusi berwarna merah dan beberapa bagian mengalami resesi

Bau mulut

Karang gigi

B.

Diagnosa Keperawatan Gigi

a.

KME pada gigi 1.6 b.

Gingivitisc.

Halitosisd.

Calculus

C.

Rencana Perawatan

Pasien akan diberikan penyuluhan mengenai pemeliharaankesehatan gigi dan mulut yang baik dan
benar dengan kontak waktuyang telah disepakati oleh perawat gigi dan pasien yang ditemani olehCI
dari ruang anak RSIA Banda Aceh.Setelah mendapatkan kesepakatan, perawat gigi
memberikan penyuluhan kepada pasien dalam jangka watu 15 menit, sesuai waktuyang telah
disepakati bersama.

D.
Implementasi

Memberikan penyuluhan tentang pemeliharaan kesehatan gigi danmulut diantaranya :

15

a.

Memberikan instruksi untuk menyikat gigi 2 kali sehari dengancara yang baik dan benar . b.

Memberikan informasi mengenai penyebab, akibat, pengertian danakibat lanjut dari karies gigi,
karang gigi, gingivitis dan halitosis.c.

Memberikan instruksi untuk menggunakan obat kumur supaya gusitetap sehat.d.

Memotivasikan pasien untuk membiasakan minum air putih yangcukup terutama sebelum tidur dan
setelah bangun tidur supayakondisi bibir tetap normal.

E.

Evaluasi

a.

PromotifTingkat pengetahuan pasien tentang pemeliharaan kesehatan gigi danmulut sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan ada perubahan dankemajuan, pasien sudah mengetahui bagaimana
cara pemeliharaankesehatan gigi dan mulut ketika ditanyakan oleh perawat gigi setelahdiberikan
penyuluhan. b.

PreventifKemampuan pasien dalam memperagakan teknik menyikat gigi


yang baik dan benar sudah meningkat setelah diberikan penyuluhanmengenai cara menyikat gigi
yang baik dan benar dan pasien mampumelaksanakannya.

16
BAB IVPENUTUPA.

KESIMPULAN

Radang merupakan respons tubuh terhadap injuri pada jaringan atau organyang melibatkan
persarafan, vaskularisasi, cairan tubuh dan reaksi selulerdi daerah terjadinya injuri. Infeksi merupakan
bagian dari peradanganyang ditandai dengan adanya mikroorganisme dalam jaringan.Inflamasi pada
rongga mulut dapat diakibatkan oleh flora normal ronggamulut yang berubah menjadi patogen. Pada
kasus dalam pemicu, NoraAdhelina mengalami demam ( febris), disamping itu ia juga
mengalami peradangan pada gigi dan mulut yang berupa lubang gigi (karies),gingivitis, halitosis dan
karang gigi.

B.

SARAN

1.

Diharapkan pasien febris dapat selalu menjaga kesehatan gigi danmulutnya.2.

Diharapkan pasien febris dapat selalu mengontrol gigi dan mulut nyaselama 6 bulan sekali ke
dokter/klinik gigi.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!

Start Free Trial

Cancel Anytime.

17

DAFTAR PUSTAKA

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : JakartaSumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan
Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang LazimTerjadi Pada Anak.PERKANI : SurabayaWahidiyat
Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika : JakartaDoenges, M.E, Marry F.
MandAlice, C.G, 2000, Rencana AsuhanKeperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
PendokumentasianPerawatan Pasien. Jakarta: EGC.Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child
nursing care 2nd edition. Santa Luis:Mosby Inc.Lynda juall, Carpenito, 2000, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan / Lynda juallCarpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta:EGC.Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
MedikaAesculapius. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : JakartaBrooks GF, Butel JS,
Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Ed 1. Jakarta: SalembaMedika, 2005: 433-
442. Nasution MI, Rasyid LU. Mikrobiologi umum. Medan: USU Press, 2009: 194-200.Vianzto. Karies
gigi. http://vianzto.multiply.com/journal/item/9 <11 Maret 2010>Medicastore.Karies
gigi.http://medicastore.com/penyakit/140/Karies_Gigi_Kavitasi.html. < 11 Maret 2010>.Sudiono J,
Kurniadhi B, Hendrawan Adhy, Djimantoro B. Ilmu Patologi.. Jakarta:EGC, 2003: 81-98.


 Upload
 Login
 Signup

Submit Search

 Home

 Explore

 Presentation Courses

 PowerPoint Courses

 by LinkedIn Learning
1 of 17

Laporan pendahuluan asma


8,578 views

 Share

 Like

 Download

 ...

Sujana Pkm
Follow

Published on Sep 11, 2017

...

Published in: Healthcare

 0 Comments
 4 Likes
 Statistics
 Notes

Post

 Be the first to comment


Laporan pendahuluan asma

1. 1. LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONCHIALE A.


KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Asma adalah penyakit pernapasan
obstruktif yang ditandai oleh spasme otot polos bronkiolus. (Corwin E.J., 2001)
Asma adalah obstruksi akut pada bronkus yang disebabkan oleh penyempitan
yang intermiten pada saluran napas di banyak tingkat mengakibatkan
terhalangnya aliran udara. (Stein J.H., 2001) Asma merupakan gangguan
inflamasi kronik jalan napas yang mengakibatkan berbagai sel inflamasi.
Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat,
obstruksi jalan nafas dan gejala pernafasan (mengi atau sesak). (Mansjoer A.,
1999) Asma adalah gangguan pernapasan pada bronkus yang menyebabkan
penyempitan intermiten pada saluran pernafasan. 2. Anatomi dan Fisiologi 1)
Anatomi sistem pernapasan a. Hidung Merupakan saluran udara yang
pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di
dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran.
Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan
onka nasalis media yang berfungsi untuk mengahangatkan udara. b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung,
dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat
jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. c. Laring
Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara.
Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan
2. 2. masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir,
kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium
berlapis. d. Trakea Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20
cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang
berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah
dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,
yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernapasan. e. Bronkus Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2
buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus
kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8
cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan
mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus,
disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveolli. f.
Paru-paru Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari
gelembung- gelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2
masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah. Paru-paru dibagi dua :
Paru-paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus pulmodekstra superior, lobus
media, dan lobus inferior. Paru-paru kiri, terdiri dari dua lobus, pulmo sinistra
lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang
lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen, yaitu
lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen pada inferior.
Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu lima buah segmen pada
lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan tiga buah segmen
pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-
belahan yang bernama lobulus. Diantara lobulus satu dengan yang lainnya
dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah getah bening dan
saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkeolus. Di dalam lobulus,
bronkeolus ini bercabang-cabang yang
3. 3. disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2 – 0,3 mm. Letak paru-paru di rongga dada
datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada
bagian tengah terdapat bagian tampuk paru- paru yang disebut hilus. Pada
mediastinum depan terdapat jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua: a. Pleura visceral (selaput dada
pembungkus), yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru. b. Pleura
parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar. Antara kedua pleura ini
terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal,
kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru- paru dapat berkembang
kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk
meminyaki permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan
dinding dada sewaktu ada gerakan bernafas. Gambar 1 Anatomi Sistem
Pernapasan 2) Fisiologi sistem pernapasan Udara bergerak masuk dan keluar
paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfir dan
alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding
toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks
bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi
beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan
otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
(Price,1994)
4. 4. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara
dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. (Price,1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada
permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi
dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan
sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan
fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi
anatomic saluran udara dan dengan uap air. Perbedaan tekanan
karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus. Karbondioksida ini
kemudian dikeluarkan ke atmosfir. (Price,1994) Dalam keadaan beristirahat
normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah paru-paru dan
alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup
cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit, seperti fibosis paru, udara
dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak
lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi
tidak diakui sebagai faktor utama. (Rab,1996) 3. Etiologi Secara etiologis
asma dibagi dalam 3 tipe : 1) Asma tipe non atopik (intrinsik) Pada golongan
ini, keluhan tidak adanya hubungan dengan paparan (exposure) terhadap
alergen dan sifat-sifatnya adalah : a. Serangan timbul setelah dewasa.
5. 5. b. Pada keluarga tidak ada yang menderita asma. c. Penyakit infeksi sering
menimbulkan serangan. d. Ada hubungan dengan pekerjaan dan beban fisik.
e. Rangsangan / stimuli psikis mempunyai peran untuk menimbulkan
serangan reaksi asma. f. Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang
non spesifik merupakan keadaan yang peka bagi penderita. 2) Asma tipe
atopik (ekstrinsik) Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen yang spesifik. Kepekaan ini biasaanya
ditimbulkan dengan uji kulit atau provokasi bronkial. Pada tipe ini mempunyai
sifat-sifat : a. Timbul sejak kanak-kanak b. Pada famili ada yang mengidap
asma c. Ada eksim waktu bayi d. Sering menderita rinitis e. Di Inggris
penyebabnya house dust mite, di USA tepung sari bunga rumput 3) Asma
Campuran (mixed) Pada golongan ini, keluhan diperberat oleh faktor-faktor
intrinsik maupun ekstrinsik. (Alsagaff, H. dkk.1993) 4. Tanda dan Gejala Gejala
yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan, maupun
dengan pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain : 1. Bising mengi
(Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop. 2. Batuk produktif,
sering pada malam hari. 3. Napas atau dada seperti tertekan. (Mansjoer A.,
1999) 5. Fatofisiologi Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel.
Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini : 1. Kontraksi
otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas. 2.
Pembengkakan membran yang melapisi bronki. 3. Pengisian bronki dengan
mukus yang kental.
6. 6. Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan
ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
imunologis dan sistem saraf otonom. Beberapa individu dengan asma
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi
yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan
antibodi, menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti
histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus
yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot
bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada
asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang
oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah
asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan
mediator kimiawi yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis. Selain itu
reseptor α dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki.
Ketika reseptor α-adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang.
Keseimbangan antara reseptor α dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh
siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor-alfa mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor-beta
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan
mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan ialah
bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi
dan konstriksi otot polos. (Smeltzer, S.C., 2001)
7. 7. Secara skematis, patofisiologi asma bronchiale dapat digambarkan pada
bagan pathway dibawah ini sebagai berikut : Sumber : Stein J.H., (1998);
Carpenito, L.J. (1999); Doenges, M.E. (2000); Smeltzer, Suzanne, C. (2001)
Perubahan pola tidur Bronchospasme Merangsang respon imun untuk menjadi
aktif Merangsang IgE Menempel padasel mast Bronkhospasme Gangguan
perfusi jaringan Produksi mukus Bersihan Jalan napas tidak efektif Kerusakan
pertukaran gas Media pertumbuhan bakteri Alergen/Non alergen Vasokontriksi
otot polos Pelepasanhistamin,bradikinindanprostaglandin Akumulasi secret di
trakhea dan bronchus Sesak Broncho kontriksi dan oedema Obstruksi jalan
napas Dyspneu Merangsang Nervus vagus Peningkatan Produksi hcl Distress
Gastrointestinal Mual, muntah Perubahan nutrisi Kurang dari kebutuhan
Resiko tinggi infeksi Ventilasi menurun Hipoksia Metabolisme menurun Defisit
perawatan diri Perubahan Status kesehatan Kurang Informasi Tentang
penyakitnya Mekanisme Koping Tidak efektif Cemas
8. 8. 6. Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan test kulit → untuk menunjukkan
adanya alergi dan adanya antibodi kadar Ig E yang spesifik dalam tubuh. 
Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E serum → untuk menyokong adanya
penyakit atopi  Pemeriksaan analisa gas darah → dilakukan dengan pasien
asma berat  Pemeriksaan eosinofil dalam darah → jumlah eosinofil total
dalam darah sering meningkat  Pemeriksaan sputum → untuk menilai adanya
misellium aspergilus fumigatus  Radiologi → dilakukan apabila ada
kecurigaan terhadap proses patologik diparu 7. Komplikasi Komplikasi yang
mungkin terjadi akibat asma bronchiale, antara lain sebagai berikut
(Vitahealth, 2006) : 1) Pneumothorak 2) Pneumomediastinum dan empisema
subkutis 3) Atelektasis 4) Gagal napas 5) Bronchitis 6) Fraktur iga 8.
Penatalaksanaan Menurut Mansjoer A. dkk (1999) tujuan dari terapi asma
adalah: 1) Menyembuhkan dan mengobati gejala asma. 2) Mencegah
kekambuhan. 3) Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya. 4) Mengupayakan aktifitas harian pada tingkat normal
termasuk melakukan exercise. 5) Menghindari efek samping obat asma. 6)
Mencegah obstruksi jalan nafas yang irreversibel. Pengobatan medikamentosa
: 1) Waktu serangan a. Bronkodilator 1) Golongan adrenergik
9. 9. 2) Golongan methylxanthine 3) Golongan antikolinergik b. Antihistamin c.
Kortikosteroid d. Antibiotika e. Ekspektoransia 2) Di Luar serangan a. Disodium
chromoglycate (DSCG) b. Ketotiten Pengobatan nonmedikamentosa : 1) Waktu
serangan a. Pemberian oksigen (O2) b. Pemberian cairan c. Drainase postural
d. Menghindari alergen 2) Di Luar serangan a. Pendidikan b. Imunoterapi /
desensifikasi c. Pelayanan / kontrol emosi. (Alsagaff H.1993) Terapi awal
yaitu : 1) Oksigenasi 4-6 liter/menit 2) Agonis ß-2 (salbutamol 5 mg atau
feneterol 2.5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nebulasi dan pemberian
dapat diulang setiap 20 menit sampai 1 jam. Pemberian agonis ß-2 dapat
secara subcutan atau IV dengan dosis salbutamol 0,25 mg atau terbutalin
0,25 mg dalam larutan dekstrosa 5 % dan diberikan berlahan. 3) Aminofilin
bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam
sebelumnya maka cukup diberikan setengahnya saja. 4) Kortikosteroid
hidrokortison 100-200 mg IV jika tidak ada respon segera atau pasien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
10. 10. B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1.
Kebutuhan Oxygenasi Pelepasan prostaglandin, histamin dan bradikinin
mengakibatkan vasokontriksi otot polos dan peningkatan produksi mukus,
terjadi obstruksi jalan napas akibat penumpukan secret dan spasme bronchus,
menyebabkan bersihan jalan napas tidak efektif dan kerusakan pertukaran
gas. 2. Kebutuhan nutrisi Vasokontriksi otot polos merangsang nervus vagus,
terjadi stimulasi peningkatan produksi hcl lambung, terjadi distress
gastrointestinal, menyebabkan terjadinya respon mual dan muntah,
merupakan penyebab kurangnya intake nutrisi. 3. Kebutuhan aktifitas
Bronchospasme mengakibatkan ventilasi menurun, suplai O2 kejaringan
menurun, mengakibatkan metabolisme menurun, produksi ATP menurun,
terjadi kelemahan fisik (patique). 4. Kebutuhan rasa aman Terjadi perubahan
status kesehatan, kurang informasi tentang penyakitnya, mekanisme koping
tidak efektif, menyebabkan rasa cemas meningkat. C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian a. Identitas Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang
nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku
bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien. b.
Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama Keluhan utama merupakan faktor utama
yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
Biasanya pada pasien dengan asma bronchiale didapatkan keluhan berupa
sesak nafas dengan wheezing. 2. Riwayat kesehatan sekarang Pasien dengan
asma bronchiale biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
sesak nafas dengan wheezing, batuk produktif, dada seperti tertekan. Perlu
juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
11. 11. tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut. 3. Riwayat kesehatan yang lalu a. Masalah
pernafasan yan pernah dialami  Pernah mengalami perubahan pola
pernafasa  Pernah mengalami batuk dengan sputum  Pernah mengalami
myeri dada  Aktivitas apa saja yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala
diatas b. Riwayat penyakit pernafasan  Apakah sering mengalami ISPA,
alergi, batuk, asma, TBC  Bagaimana frekuensi setiap kejadian ? c. Riwayat
Kardiovaskuler  Pernah mengalami penyakit jantung atau peredarah darah d.
Gaya hidup  Merokok, keluarga perokok, lingkungan kerja dengan perokok 4.
Riwayat kesehatan keluarga Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit asma untuk asma tipe atopik (ekstrinsik). c
Pemeriksaan fisik 1) Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu
dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien
selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas,
bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. 2) Sistem Respirasi Napas pendek khususnya pada kerja,
cuaca atau episode berulangnya sulit napas, rasa tertekan di dada, ketidak
mampuan untuk bernapas, ronkhi, wheezing (mengi) sepanjang area paru
atau pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tak adanya bunyi napas, bunyi pekak pada area paru dan
kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus. 3) Sistem
Cardiovasculer Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan TD,
tachycardia berat, warna kulit / membran mukosa : normal/ cyanosis.
12. 12. 4) Sistem Pencernaan Mual / muntah, ketidak mampuan untuk makan
karena distress pernapasan, turgor kulit buruk, berkeringat, oedema
dependent. 5) Sistem Neurologis Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji,
disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS, refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan. 6) Sistem Muskuloskeletal Pada inspeksi perlu diperhatikan
adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui
tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
dibandingkan antara kiri dan kanan. 7) Sistem Integumen Sianosis perifer
(vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer), sianosis secara umum
(hiposekmia), edema, penurunan turgor (dehidrasi), edema periorbital,
clubbing finger. 2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi mukus,
kekentalan sekresi, dan bronkospasme. b. Kerusakan pertukaran gas
berhubungkan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh
sekresi, spasme broncus), kerusakan alveoli. c. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, efek samping
obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah. d. Resiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan
kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan
jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit kronis,
malnutrisi). e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi,
tindakan berhubungan dengan kurang informasi / tak mengenal sumber
informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan
kognitif.
13. 13. 3. Intervensi keperawatan a. Inefektif kebersihan jalan nafas berhubungan
dengan peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi, dan bronkospasme.
1) Kriteria hasil : a) Mendemonstrasikan batuk efektif. b) Mencari posisi yang
nyaman untuk memudahkan peningkatan pertukaran udara. c) Menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi. 2) Intervensi : a) Instruksikan
klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk; (1) Napas dalam dan
perlahan sambil duduk setegak mungkin. (2) Gunakan napas diafragmatik. (3)
Tahan napas selama 3-5 detik dan kemudian hembusan sebanyak mungkin
melalui mulut (sangkar iga bawah dan abdomen harus turun). (4) Ambil napas
kedua, tahan dan batuk dari dada (bukan dari belakang mulut / tenggorokan)
dan menggunakan napas pendek, batuk kuat. (5) Demonstrasikan pernapasan
pursed-lip. b) Pertahankan hidrasi adekuat : meningkatkan masukan cairan 2
sampai 4 liter per hari bila tidak dikontra indikasi penurunan curah
jantung/gagal ginjal. c) Auskultasi paru-paru sebelum dan sesudah tindakan.
d) Dorong / berikan perawatan mulut. 3) Rasional : a) Batuk yang tidak
terkontrol melelahkan dan inefektif, menimbulkan frustasi. (1) Duduk tegak
menggeser organ abdominal menjauhi paru memungkinkan ekspansi lebih
besar (2) Pernapasan diafragmatik menurunkan frekuensi pernapasan dan
meningkatkan ventilasi alveolar. (3) & (4) Peningkatan volume udara dalam
paru meningkatkan pengeluaran sekret. (5) Pernapasan pursed-lip
memanjangkan ekshalasi untuk menurunkan udara yang terperangkap
14. 14. b) Sekresi kental sulit untuk dikeluarkan dan dapat menyebabkan
sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis. c) Pengkajian ini
membantu mengevaluasi keberhasilan tindakan d) Hygiene mulut yang baik
meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut. (Carpenito, L.J., 1999 :
131, Doenges, 1999 :166) b. Kerusakan pertukaran gas berhubungkan dengan
gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme
broncus), kerusakan alveoli. 1) Hasil yang diharapkan : a) Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan AGD (Analisa Gas
Darah) dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan. b)
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan atau
situasi 2) Intervensi keperawatan : a) Kaji frekuensi kedalaman pernafasan b)
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. c) Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk istirahat tidur d)
Awasi tanda-tanda vital. 3) Rasional a) Manifestasi distres pernapasan
tergantung pada/indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan
umum. b) Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi (rujuk pada DK : bersihan
jalan nafas tak efektif). c) Mencegah terlalu lelah dan menurunkan
kebutuhan/konsumsi oksigen untuk memudahkan perbaikan infeksi. d)
Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan
oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. (Doenges E., 2000 : 168) c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia / mual-muntah. 1)
Kriteria hasil : a) Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
15. 15. b) Menunjukkan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan/atau mempertahankan berat badan yang tepat. 2) Intervensi : a) Kaji
kebiasaan diet, masukan makanan saat ini b) Berikan perawatan oral sering,
buang sekret, berikan tempat khusus untuk sekali pakai dan tisu c) Berikan
makanan porsi kecil tapi sering d) Hindari makanan penghasil gas dan
minuman karbonat 3) Rasional : a) Sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum dan obat. b) Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah
pencegahan utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan
muntah dengan peningkatan kesulitan napas. c) Membantu untuk
meningkatkan kalori total d) Dapat menghasilkan distensi abdomen yang
mengganggu nafas abdomen dan gerak diafragma, dan dapat meningkatkan
dispnea. (Doenges M.E., 2000 : 159) d. Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja
silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
peningkatan pemajanan pada lingkungan, proses penyakit kronis, malnutrisi).
1) Kriteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan
resiko infeksi. 2) Intervensi : a) Awasi suhu b) Tunjukkan dan bantu pasien
tentang pembuangan tisu dan sputum. c) Diskusikan kebutuhan masukan
nutrisi adekuat. d) Kolaborasi : Berikan antimikrobial sesuai indikasi 3)
Rasional : a) Demam dapat terjadi karena infeksi / dehidrasi b) Mencegah
penyebaran patogen melalui cairan c) Malnutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi.
16. 16. d) Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan
kultur dan sensitivitas atau diberikan secara profilaktik karena resiko tinggi.
(Doenges M.E., 2000 : 162) e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi / tak
mengenal sumber informasi, salah mengerti tentang informasi, kurang
mengingat / keterbatasan kognitif. 1) Kriteria hasil : a) Menyatakan
pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan. b) Mengidentifkasi
hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan
dengan faktor penyebab. 2) Intervensi : a) Jelaskan / kuatkan penjelasan
proses penyakit individu. b) Instruksikan / kuatkan rasional untuk latihan
napas, batuk efektif dan latihan kondisi umum. c) Anjurkan menghindari agen
sedatif antiansietas kecuali diresepkan / diberikan oleh dokter mengobatai
kondisi pernapasan. d) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.
e) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi, misal : udara terlalu
kering, angin, lingkungan dengan suhu ekstrim, serbuk, asap tembakau, sprei
aerosol, polusi udara, dorong klien / orang terdekat untuk mencari cara
mengontrol faktor ini dan faktor di rumah. (Doenges M.E., 2000 : 162)
17. 17. DAFTAR PUSTAKA 1. Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI. Jakarta. 2. Heru Sundaru(2001). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit FKUI. Jakarta. 3.
Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC. 4.
Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC. 5. Tucker,
SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.
Recommended

allanseto
Health Care
Skip to content

 HOME
 ABOUT

ASUHAN KEPERAWATAN
PNEUMONIA PADA ANAK
Leave a reply
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit salauran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatn


yang tinggi diseluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran nafas yang terjadi di masyarakat
atau didalam rumah sakit/pusat perawatan. Pneumonia yang merupakan
bentuk infeksi saluran nafas bawah akut diparenkim paru yang serius dijumpai
sekitar 15%-20%.

Kejadian PN di ICU lebih sering daripada PN diruangan umun, yaitu dijumpai


pada hamper 25% dari semua infeksi pada 9-27% dari pasien yang diintubasi.
Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan iminitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yang


akan dibahas yaitu:

1. bagaimanakah konsep medis tentang Pneumonia?

2. Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan dan penerapan


askep pada pasien pneumonia?

C. Tujuan Pembelajaran

1. Agar Mahasiswa/I mampu mengerti konsep dasar medic dari


gangguan system pernafasan : pneumonia

2. Agar mahasiswa/I mampu memahami dan melakukan proses


keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan : pneumonia

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau
benda asing. Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat
adanya infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan
saluran trakheabronkialis. (Ngastiyah, 1997)

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru


(alveoli). Selain gambaran umum di atas, Pneumonia dapat dikenali
berdasarkan pedoman tanda-tanda klinis lainnya dan pemeriksaan penunjang
(Rontgen, Laboratorium). (Wilson, 2006)

B. Etiologi

Beberapa penyebab dari pneumonia yaitu:

1. Bakteri : streptococus pneumoniae, staphylococus aureus.

2. Virus : Influenza, parainfluenza, adenovirus.

3. Jamur : Candidiasis, histoplasmosis, aspergifosis, coccidioido mycosis,


ryptococosis, pneumocytis carini.

4. Aspirasi : Makanan, cairan, lambung.

5. Inhalasi : Racun atau bahan kimia, rokok, debu dan gas.

Pneumonia virus bisa disebabkan oleh:Virus sinsisial pernafasan, Hantavirus,


Virus influenza,Virus parainfluenza,Adenovirus, Rhinovirus, Virus herpes
simpleks, Micoplasma (pada anak yang relatif besar). Pada bayi dan anak-
anak penyebab yang paling sering adalah:

1. virus sinsisial pernafasan

2. adenovirus

3. virus parainfluenza

4. virus influenza.

C. Patofisiologi

Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada


beberapa mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi.
Partikel infeksius difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh
mukus dan epitel bersilia di saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai
paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveoler, dan
juga dengan mekanisme imun sistemik, dan humoral. Bayi pada bulan-bulan
pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif
yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme
infeksius lainnya.

Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat menyebabkan anak mudah


mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis kongenital, defisiensi
imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang memudahkan
anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau epitel
saluran napas. Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel
infeksius dapat mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis
dan fisiologis yang normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran
napas bagian atas. Virus tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian
bawah dan menyebabkan pneumonia virus.

Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme


pertahan yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi
saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang
pada keadaan normal berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang
ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di
udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis dan virus ( contoh: varisella,
campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes simpleks ) dapat terjadi
melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau
bakteremia/viremia generalisata.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi


akut yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit
polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di
alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus,
mikoplasma, dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat
mononuklear pada struktur submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan
lepasnya sel-sel epitel ke dalam saluran napas, seperti yang terjadi pada
bronkiolitis.

Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien


untuk mencegah infeksi dan terdiri dari:

1. Susunan anatomis rongga hidung

2. Jaringan limfoid di naso-oro-faring

3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sek¬ ret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.

4. Refleks batuk

5. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang


terinfeksi.

6. Drainase sistem limfatik dan fungsi menyaring kelenjar limfe regional.


7. Fagositosis, aksi enzimatik dan respons imuno-humoral terutama dari
imu¬ noglobulin A (IgA).

Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.

D. Tanda Dan Gejala

Batuk nonproduktif, Ingus (nasal discharge), Suara napas lemah, Retraksi


intercosta, Penggunaan otot bantu nafas, Demam, Ronchii, Cyanosis,
Leukositosis, Thorax photo menunjukkan infiltrasi melebar, Batuk, Sakit
kepala, Kekakuan dan nyeri otot, Sesak nafas, Menggigil, Berkeringat, Lelah.

Gejala lain yang mungkin ditemukan adalah:

1. kulit yang lembab

2. mual dan muntah

3. kekakuan sendi.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung


jenis bergeser ke kiri.

2. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah


menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch).
Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya.
Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik, dan gagal nafas.

3. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi


dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap
penanganan awal.

4. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh
lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya
sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma
yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya.
Gambaran lain yang dapat dijumpai :

a. Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobari

b. Penebalan pleura pada pleuritis


c. Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel

F. Penatalaksanaan Terapi

1. Bila dispnea berat berikan Oksigen

2. IVFD ; cairan DG 10 % atau caiara 24 Kcl, Glukosa 10 % tetesan dibagi


rata dalam 24 jam.

3. Pengobatan: Penicilin Prokain 50.000 unit / kg BB / hari dan


Kloramfenikol 75 mg /kg BB/ hari dibagi dalam 4 dosis.

G. Konsep Asuhan Keperawatan

1. PENGKAJIAN

a. Data demografi

b. Riwayat Masuk, Anak biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak


nafas, cyanosis atau batuk-batuk disertai dengan demam tinggi. Kesadaran
kadang sudah menurun apabila anak masuk dengan disertai riwayat kejang
demam (seizure).

c. Riwayat Penyakit Dahulu, Predileksi penyakit saluran pernafasan lain


seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelum
diketahui adanya penyakit Pneumonia. Penyakit paru, jantung serta kelainan
organ vital bawaan dapat memperberat klinis penderita

d. Pengkajian

1) Sistem Integumen : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat


dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

2) Sistem Pulmonal : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk


(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

3) nSistem Cardiovaskuler : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah


vasokontriksi, kualitas darah menurun

4) Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

5) Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi


paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan

6) Sistem genitourinaria : produksi urine menurun/normal,

7) Sistem digestif : konsistensi feses normal/diare


2. Diagnosa Keperawatan

a. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan Gangguan pengiriman


oksigen.

b. Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan


Ketidakadekuatan pertahanan utama.

c. Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


pembentukan edema.

3. Intervensi

Dx 1: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman


oksigen.

KH:

a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA


dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.

b. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.

Intervensi:

1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.

R : Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat


keterlibatan paru dan status kesehatan umum.

2) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan
batuk efektif.

R : Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran


sekret untuk memperbaiki ventilasi.

3) Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan


aktivitas senggang.

R : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen


untuk memudahkan perbaikan infeksi.

4) Observasi penyimpangan kondisi, catat hipotensi banyaknya jumlah


sputum merah muda/berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran,
dispnea berat, gelisah.

R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia
dan membutuhkan intervensi medik segera.
Dx 2: Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan
Ketidakadekuatan pertahanan utama.

KH:

a. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi.

b. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.

Intervensi:

1) Pantau tanda vital dengan ketat, khusunya selama awal terapi.

R : Selama periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (\hipotensi/syok)


dapat terjadi.

2) Anjurkan pasien memperhatikan pengeluaran sekret (mis.,


meningkatkan pengeluaran daripada menelannya) dan melaporkan perubahan
warna, jumlah dan bau sekret.

R : Meskipun pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi


atau menghindarinya, penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara
aman.

3) Tunjukkan/dorong tehnik mencuci tangan yang baik.

R : Efektif berarti menurunkan penyebaran /tambahan infeksi.

4) Batasi pengunjung sesuai indikasi.

R : Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.

Dx 3: Ketdakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


pembentukan edema.

KH:

a. Tidak mengalami aspirasi

b. Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara


dalam paru-paru.

Intervensi :

1) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.

R : Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering


terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2) Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan
bunyi napas adventisius, mis., krekels, megi.

R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau
ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.

3) Bantu pasien napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari


melakukan batuk, mis., menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduk tinggi.

R : Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas


lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami,
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya
napas lebih dalam dan lebih kuat.

4) Penghisapan sesuai indikasi.

R : Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada


pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan
tingkat kesadaran.

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian

I. Biodata

1) Identitas klien

Nama : “An.R”

Umur : 7 bulan

Jenis kelamin : Laki – laki

Agama : Islam

Alamat : Jl R.A. Kartini

Tanggal MRS : 28 Oktober 2012


Jam MRS : 09.00 WIB

Tgl pengkajian : 28 Oktoer 2012

Jam pengkajian : 10.00 WIB

Diagnosa medis : Pneumonia

No. Registrasi : 7544

2) Identitas orang tua

Ayah

Nama : “Tn.N”

Umur : 28 Thn

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Supir mobil

Agama : Islam

Alamat : Jl R.A. Kartini

Ibu

Nama : “Ny.M”

Umur : 24 Thn

Pendidikan : SMP

Pekerjaa : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl R.A. Kartini

3) Identitas sadara kandung

Klien adalah anak tunggal(tidak mempunyai saudara kandung)

II. Keluhan utama/ alasan kunjungan

1) Keluhan utama : Sesak nafas


2) Alasan kunjungan : klien masuk rumah sakit dengan sesak nafas yang
dialami sejak 3 hari yang lalu, batuk berlendir, beringus dan disertai dengan
demam tinggi.

III. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Ibu klien mengatakan anaknya mengalami sesak nafas sejak 3 hari yang lalu,
batuk berlendir, beringus dan disertai dengan demam yang tinggi.

2) Riwayat kesehatan masa lalu

a. Prenatal care

1. Pemeriksaan kehamilan: 5kali

2. Keluhan selama hamil: tidak ada keluhan

3. Riwayat terkena sinar dan terapi obat: tidak ada

4. kenaikan berat badan selama hamil: lupa

5. Imunisasi TT: 2kali

6. Golongan darah ayah: tidak tahu

7. Golongan darah ibu: B

b. Natal

1. 1.Tempat melahirkan:di rumah

2. 2.Lama dan jenis persalinan:spontan

3. 3.Penolong persalinan:bidan

4. 4.Cara memudahkan persalinan:tidak ada

5. 5.Obat perangsang:tidak ada

6. Komplikasi waktu lahir:tidak ada

c. Post natal

1. Kondisi bayi – BBL: 2,8 kg

– PBL: 50 cm

2. Bayi kemerahan setelah lahir,tidak ada cianosis


“untuk semua usia”

d. Penyakit yang pernah dialami:demam

e. Kecelakaan yamg pernah dialami:tidak ada

f. Tidak pernah dioperasi dan dirawat dirumah sakit sebelumnya

g. Alergi makanan obat-obatan tidak ada

h. Komsumsi obat-obatan bebas jika sakit:tidak pernah

i. Perkembangan anak disebandingkan dengan anak yang lainnya sama

3) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu mengatakan anggota keluarga ada yang batuk-batuk yang disertai darah,
yaitu nenek yang tinggal serumah dengan klien. Keluarga pasien tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti diabetes melitus.

IV. Riwayat Imunisasi

No.
Jenis Imunisasi Waktu Pemberian

1 BCG 1bulan

2 DPT(I,II.III) 2bln,3bln.4bln

3 POLIO(I.II.III.IV) 2bln.3bln.4bln,6bln

4 CAMPAK 9bulan (belum dilakukan)

5 HEPATITIS(I,II,III) 2bln,3bln,4bln

V. Riwayat tumbuh kembang

1. Pertumbuhan fisik

a. Berat badan baru lahir :2,8 kg


b. Panjang badan: 50 cm

2. Perkembangan tiap tahap

Usia anak saat

a. Berguling :4bulan

b. duduk :6bulan

c. merangkak :7bulan

d. senyum kepada orang lain pertama kali:2bulan

e. bicara pertama kali:1bulan

f. berpakaian tanpa bantuan orang lain:belum bisa

VI. Riwayat nutrisi

1. Pemberian asi

a. a.Pertama kali disusui:1minggu setelah bayi lahir

b. b.cara pemberian:setiap kali bayi menangis

2. Pola perubahan nutrisi tiap tahapan sampai nutrisi saat ini

usia 0 – 6 bulan: ASI

usia 7 bulan : ASI + bubur beras merah

VII. Riwayat psikososial

1. Anak tunggal

2. lingkungan berada di kota

3. rumah dekat dengan masjid

4. tidak ada tempat bermain

5. tidak punya kamar sendiri

6. ada tangga yang berbahaya

7. anak tidak punya ruang bermain

8. hubungan antara anggota keluarga harmonis


9. pengasuh anak adalah ibunya sendiri

VIII. Riwayat spiritual

Support sistem dalam keluarga: Orang tua klien selalu berdoa agar klien
cepat sembuh dan diberikan umur yang panjang oleh Allah SWT.

IX. Reaksi hospitalisasi

1. Pemahaman tengtang keluarga dan rawat inap

a) Mengapa ibu membawa anaknya kerumah sakit: karena panik melihat


anaknya

b) Apakah dokter menceritakan keadaan anaknya: iya

c) Perasaan orang tua pada saat ini: takut,cemas dan kwatir

2. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

Klien belum mampu mengatakan mengapa ia berada di rumah sakit, klien


hanya mampu menangis bila ada orang lain yang tidak ia kenal berada
didekatnya.

X. Aktivitas sehari-hari

Pola makan dan Minum

Pola Makan:

No Pols makan Kondisi sebelum sakit Kondisi selam

1. Nafsu makan baik Nafsu makan

2. ASI+ bubur beras merah sesuai diet

3. 3x sehari 2x sehari

4. Selera makan Menu makanan tidak ada makanan ber


Frekuensi makan
5. tidak ada tidak ada
Makanan pantangan Pembatasan pola makan Cara
6. makan disuapin disuapin

Pola minum:
Pola minum Sebelum sakit Selama

Minuman minum ASI + air putih,

Frekuensi 5-6 kali sehari, minum

Jumlah masukan ± 1000-1500 ml/hari. ± 800-1

Pola Eliminasi

BAK

Pola BAK Sebelum sakit Selama saki

Frekuensi BAK 4 – 5 kali sehari, 3 – 4 kali se

Jumlah keluaran ± 1200cc, ± 800 cc,

Bau khas, khas,

Warna jernih. jernih.

BAB

Pola BAB Sebelum sakit Selama saki

Frekuensi BAB 2 – 3 kali sehari, 1 kali sehari

Konsistensi lunak, keras,

Bau khas, khas,

Warna kuning. kuning.

Pola istirahat / tidur

Pola istirahat tidur Sebelum sakit Selama saki

Banyaknya waktu tiudr ±10 jam per hari, ± 6 jam perh

Gangguan waktu tidur tidak ada. tida bisa tidu


Pola personal higine

Pola personal higyene Sebelum sakit Selama saki

Mandi

3 kali sehari ( di mandikan ibu ),

2 kali sehari

Keramas 3 kali 1 minggu 2 kali 1 min

Pola aktivitas

Sebelum sakit Selama sakit

bisa bermain hanya bisa menangis

XI. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Lemah

1. Tanda-tanda Vital

a) Tekanan darah :100/80 mmHg

b) Nadi :98 x/Mnt

c) Suhu :39 ºC

d) Pernapasan :32 x/Mnt

2. Antropometri

a) Panjang badan : 75 cm

b) Berat badan : 8 kg

c) LILA : 10 cm
d) Lingkar kepala : 30 cm

e) Lingkar dada : 35 cm

f) Lingkar perut : 40 cm

3. Sistem pernapasan

a. Hidung : Simetris kiri & kanan, Ada secret dan ingus,


pernapasan cuping hidung, tidak ada polip,tidak ada epistaksis, pernapasan
dangkal dan cepat (takipneu).

b. Leher : tidak nampak pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada


tumor.

c. Dada : bentuk dada simetris kiri dan kanan, perbandingan


ukuran antara posterior dan anterior 1: 2, pergerakan dada tidak simetris.

d. Suara napas : Terdengar bunyi stridor, ronchii pada lapang paru.

e. clubbing finger : tidak ada.

4. Sistem cardiovaskuler

a. Kongjungtiva tidak anemia,bibir cyianosis,arteri karotis kuat,tekanan


vena jugularis tidak meninggi.

b. b. Suara jantung : S1’ Lup’ ,S2’ Dup’.

c. Tidak ada bising aorta & Mur-mur.

d. Ukuran jantung normal,Capillary Refilling time 3 detik.

5. Sistem pencernaan

a. Gaster tidak kembung, tidak ada nyeri.

b. Abdomen : Hati tidak teraba, Lien & ginjal tidak teraba.

c. Peristaltik : 30 x/Mnt

6. Sistem indra

a. Mata

1) Kelopak mata : Tidak edema

2) Bulu mata : Menyebar

3) Alis : Menyebar
4) Mata : Reaksi terhadap rangsangan cahaya ada

b. Hidung

1) Stuktur hidung simetris kiri & kanan , penciuman baik, tidak ada trauma
di hidung, mimisan tidak ada

2) Ada secret dan ingus yang menghalangi penciuman

c. Telinga

1) Keadaan daun telinga simetris kiri & kanan ,kanal Auditorius kurang
bersih, serumen tidak ada.

2) Fungsi pendengaran normal ( jika klien di panggil maka ia akan menoleh


ke arah suara tersebut.

7. Sistem Saraf

a. Fungsi Serebral

1) Orientasi,daya ingat,perhatian dan perhitungan tidak Di identifikasi,

2) Kesadaran

a) Eyes : 4

b) Motorik : 6

c) Verbal : 5

d) GCS : 15 (normal 13-15)

b. Fungsi Cranial

1) Nervus I (olfaktorius): Penciuman tidak diidentifikasi

2) Nervus II (optikus): Visus dan lapang pandang tidak diidentifikasi

3) Nervus III,IV,VI (okulomotorius,troklearis,abducens): Gerakan otot mata


tidak diidentifikasi

4) Nervus V (trigeminus):Motorik dan sensorik tidak dapat diidentifikasi.

5) Nervus VII (facialis) ; Motorik dan sensorik tidak dapat diidentifikasi

6) Nervus VIII (akustikus): Pendengaran normal. Keseimbangan tidak dapat


diidentifikasi.
7) Nervus IX (glosofaringeus): Fungsi pengecapan tidak dapat
diidentifikasi.

8) Nervus X (Vagus): Gerakan ovula tidakdapat diidentifikasi

9) Nervus XI (aksesoris) : Sternocledomastoideus dan trapesius tidak


dapat diidentifikasi

10) Nervus XII (hipoglosus) : Gerakan lidah tidak dapat diidentifikasi

c. Fungsi motorik

1) Massa otot : lemah

2) Tonus otot : menurun

3) kekuatan otot : 25%(dapat menggerakan anggota gerak Tetapi tidak


kuat menahan berat dan Tekanan pemeriksa.

d. Fungsi sensorik

Suhu,gerakan,posisi dan diskriminasi tidak dapat Diiidentifikasi.

e. Fungsi Cerebellum

Koordinasi dan keseimbangan tidak dapat dikaji.

f. Refleks

Refleks bisep(+),Refleks trisep(+),dan Refleks babinski(+)

g. Iritasi Meningen

Tidak ditemukan adanya kaku kuduk.

h. Pemeriksaan tingkat perkembangan

Dengan menggunakan DDST :

1) Motorik kasar : duduk tanpa pegangan, berdiri dengan pegangan

2) Motorik halus : mencari benang, menggaruk manik- manik,


memindahkan kubus, mengambil 1 kubus

3) Bahasa : meniru bunyi kata- kata, dapat berkata papa atau


mama

4) Personal sosial : tepuk tangan

8. Sistem Muskuloskeletal
a. Kepala

1) Bentuk : Normal

2) Gerakan : tidak diidentifikasi

b. Vertebrae

Tidak ada kelainan bentuk seperti lordosis,scleosis,kifosis

c. Pelvis

Klien belum jalan,ortholan barlaw’s tidak dilakukan

d. Lutut

1) Tidak bengkok dan tidak kaku,gerakan baik(aktif)

e. Kaki

tidak bergerak.

f. Tangan

tidak bengkak,tanga kanan terpasang infuse

9. Sistem Integument

a) Rambut : hitam,tidak mudah dicabut

b) kulit : kulit pucat,temperatur hangat,teraba lembab,bulu kulit


menyebar, tidak ada tahi lalat.

c) Kuku : warna merah muda,permukan datar,tidak mudah patah,kuku


pendek dan agak bersih.

10. Sistem Endokrin

a) kelenjar thyroid : tidak ada pembesaran

b) Ekskresi urine berlebihan : tidak ada

c) Polidipsi dan Poliphagi : tidak ada

d) Keringat berlebihan : tidak ada

e) e) Riwayat air seni dikerumuni semut : tidak ada.

11. Sistem Perkemihan


Edema palpebra tidak ada,edema anasarka tidak ada, kencing batu tidak ada.

12. Sistem Reproduksi

Tidak dikaji

13. Sistem Immune

a) Alergi cuaca tidak ada,alergi debu tidak ada.

b) Penyakit yang berhubungan dgn cuaca seperti batuk dan flu

c) Bicara

1) Ekspresive :Klien menangis jika merasakan sakit

2) Reseptive : tidak diidentifikasi

XII. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan darah lengkap (trombosit dan LED): Trombosit = 450


103/µL

2) LED = 7 mm/jm

3) kultur sputum : terdapat virus sinnsial pernafasan

XIII. Penatalaksanaan

a. Terapi oksigen

b. Cairan glukosa 10%

c. Kloramfenikol 250 mg 3X sehari

B. Analisa Data

Nama Pasien : An.R

Umur : 7 bulan

No.Registrasi : 7544

No Data penunjang Kemungkinan penyebab

1 DO: Peningkatan O2 dan Co2 y

– Klien nampak sesak


– pernapasan cuping hidung, pernapasan dangkal Kecepatan difusi gas menu

– Klien nampak pucat dan cianosis

Difusi O2 dan Co2 tergang

DS:

– Ibu klien mengatakan anaknya sesak. Pembentukan sel eksudat

DO: Alveoli dibronciolus berisi

– Klien nampak batuk berlendir dan beringus.

– terdengar bunyi ronchi, stridor pada lapang paru. Penumpukan secret/mucus

– Pergerakan dada tidak simetris.

2 – TTV: Obtruksi jalan nafas

T : 100/80

N : 98 X/ menit

S : 39 C

P : 32 X/ menit

DS :

– Ibu klien mengatakan bahwa anaknya

Batuk berlendir dan beringus.

– Klien mengatakan dadanya terasa sakit saat batuk.

DO :

– KU : Lemah

– Suu : 39 C

DS :

– Klien mengeluh badannya panas. Stimulus chemoreseptor hip


DO :

– Porsi makan tidak dihabiskan

– Selera makan menurun

– BB : 15 kg

TB : 120 cm
Termoregulator

3
DS :
Peningkatan metabolisme
– Ibu klien mengatakan anaknya malas makan.

– Ibu klien mengatakan porsi makan anaknya tidak dihabiskan. Edema antara kapiler dan
alveoli Kompensasi cadangan lema

C. Daftar Diagnosa Keperawatan

Nama Pasien : An.R

No.Regristasi : 7544

No Tgl muncul Diagnose keperawatan

28 oktober 2012 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen

jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan mucus dijalan nafas

29 oktober 2012 Hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada jaringan parenkim paru

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia

30 oktober 2012
31 oktober 2012

D. Intervensi keperawatan

Nama Pasien : An.R

No.Regristasi : 7544

E. Evaluasi

Nama Pasien : An.R

No.Regristasi : 7544

No Tanggal Evaluasi

1. 28 – 10 – 2012 S : Klien mengeluh Sesak

O : Klien masih sesak

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 2,3,4.

2. 29 – 10 – 2012 S : Klien mengeluh masih batuk dan beringus


O : Klien masih batuk

Pergerakan dada tidak simetris,terdengar

bunyi ronchi.

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 2,3,4.

S : ibu Klien mengatakan anaknya badannya masih panas.

O : Badan klien masih teraba panas

Suhu 38 c

3. 30-10-2012 A: Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi 2, 3,4.

S : Ibu klien mengatakan anaknya malas makan

O : Klien malas makan

Klien hanya makan ½ porsi

A : Masalah belum teratasi

4. 31-10-2012 P : Lanjutkan intervensi 2,3, 4, 5

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang


disebabkan oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau
benda asing. Insiden pneumonia berbeda untuk daerah yang satu dengan
daerah yang lain. Dan dipengaruhi oleh musim, insiden meningkat pada usia
lebih 4tahun. Dan menurun dengan meningkatnya umur. Faktor resiko yang
meningkatkan insiden yaitu umur 2bulan, gisi kurang, BBLR, tidak mendapat
hasil yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi kurang
lengkap, membentuk anak dan defisiensi vitamin A, dosis pemberian
antibiotik yang tepat dan adekuat, mortabilitas dapat diturunkan kurang dari
1% bila pasien disertai dengan mall nutrisi, energi, protein,(MEP) dan
terlambat berobat, kasus yang tidak diobati maka angka mortalitasnya masih
tinggi. Maka kita sebagai perawat yang profesional dalam melakukan proses
keperawatan harus memperhatikan hal-hal tersebut. Agar implementasi yang
kita berikan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan tepat pada sasaran.

B. Saran

Diharapkan sebagai mahasiswa keperawatan mampu untuk menerapkan


asuhan keperawatan yang terbaik untuk pasiennya.

DAFTAR PUSTAKA

Biddulph, Jonn, dkk. 1999. Kesehatan Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius

SearchSearch

Upload

ENChange Language

Sign InJoin

Home

Saved

Bestsellers

Books

Audiobooks

Snapshots

Magazines

Documents

Sheet Music
Download
Jump to Page

17

You are on page 17of 62

Search inside document

3.4K views

2Up votes, mark as useful

0Down votes, mark as not useful

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN


KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA TB. PARU
Uploaded by Satya Putra Lencana

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. S GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI


DENGAN DIAGNOSA MEDIS BRONKOPNEUMONIA TB. PARUFull description

Copyright:Attribution Non-Commercial (BY-NC)

Downloadas DOCX, PDF, TXT or read online from Scribd

Flag For Inappropriate Content

SaveSave LAPORAN PENDAHULUAN &Amp;Amp; ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNE... For Later

Embed

Share

Print

RELATED TITLES
Carousel Next

LP tb paru


LAPORAN PENDAHULUAN Bronkopneumonia

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA TB. PARU

Laporan Pendahuluan Bp

LP TB PARU

(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF

Askep anak bronkopneumonia

LP Bronkopneumonia.docx

Laporan Kasus Bronkopneumonia

Laporan Pendahuluan Dan Askep Kasus Tb Paru

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA PADA ANAK _ Nurse Rifa Sa'yan.pdf

MAKALAH BRONKOPNEUMONIA REVISI

Makalah Askep Bronkopneumonia Pada Anak

Pathway Bronkopneumonia


Askep bronkopneumonia pada anak.doc

LAPORAN KASUS bronkopneumonia.docx

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA

askep bronkopneumonia.pdf

KTI Bersihan jalan nafas pada Bronkopneumonia/pneumonia

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA PADA.doc

Download

Jump to Page

17
You are on page 17of 62

Search inside document

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
1
BAB
1PENDAHU
LUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah

Di Indonesia
salah satu
penyakit yang
ditakuti pada
abad ke-19,
TBCadalah
penyebab
nomor 8
kematian
anak usia 1
hingga 4
tahun pada
tahun
‟20
- Berdasarkan
data dari
WHO tahun
1993
didapatkan
fakta
bahwaseperti
ga penduduk
bumi telah
diserang oleh
penyakit TBC.
Sekitar 8
jutaorang
dengan
kematian 3
juta orang
pertahun.
Diperkirakan
dalam
tahun2002-
2020 akan
ada 1 miliar
manusia
terinfeksi,
sekitar 5-10
%
berkembang
menjadi
penyakit dan
40 persen
yang terkena
penyakit
berakhir
dengankemati
anan.
Tuberkulosis
(TBC) adalah
penyakit
lama, namun
sampai saat
ini
masihbelum
bisa
dimusnahkan.
Jika dilihat
secara global,
TBC
membunuh 2
jutapenduduk
dunia setiap
tahunnya,
dimana angka
ini melebihi
penyakit
infeksilainnya.
Bahkan
Indonesia
adalah
negara
terbesar
ketiga dengan
jumlah pasien
TBC
terbanyak di
dunia, setelah
Cina dan
India. Sulitnya
memusnahka
npenyakit
yang
disebabkan
oleh bakteri
Mycobacteriu
m tuberculosis
inidisebabkan
oleh
beberapa hal.
Diantaranya
adalah
munculnya
bakteri
yangresisten
terhadap obat
yang
digunakan.
Karena
itu, upaya
penemuan
obat
baruterus
dilakukan.
Penyakit
saluran nafas
menjadi
penyebab
angka
kematian dan
kecacatanyang
tinggi di
seluruh
dunia.Sekitar
80% dari
seluruh kasus
baru
berhubungand
engan infeksi
saluran
nafas.Baik
yang mengenai
cabang-cabang
pembuluh
paru(bronkus,
bronkiolus)
atau yang
mengenai
jaringan paru-
paru
(pneumonia,
TBC)(Barbara
Engram, 1999).
Penyakit infeksi
paru
merupakan
penyakit infeksi
yangpaling
sering
ditemukan
dimasyarakat
maupun yang
dirawat di
rumah sakit,
danmasih
merupakan
masalah
kesehatan
utama di
seluruh dunia.
Penyakit infeksi
paruberkisar
60-80 % dari
seluruh
penyakit paru,
sedangkan
sisanya 20-40
%
adalahpenyakit
noninfeksi
( Agung
Waluyo, 2000 ).
Pola Penyakit
50 Peringkat
Utama

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
2
menurut
Departemen
Kesehatan RI
untuk pasien
rawat jalan di
rumah sakit
diIndonesia
mencatat
bahwa
bronchitis
kronis,
emfisema,
PPOK
menempati
urutan
14dengan
persentase
kunjungan
(1,2%),
bronkitis akut
dan bronkiolitis
akut urutan
35(0,5%), dan
pneumonia
urutan 39
(0,4%) ( Agung
Waluyo,
2005).Pneumo
nia merupakan
bagian dari
Infeksi Saluran
Pernafasan
Akut
(ISPA)bawah
yang banyak
menimbulkan
kematian,
hingga
berperan besar
dalamtingginya
angka
kematian
.Pneumonia di
negara
berkembang
disebabkan
terutama oleh
bakteri.Tanda

tanda fisis
pada
pneumonia
adalah demam,
sesak nafas,
nyeri dada
dantanda-
tanda
konsolidasi
paru ( perkusi
paru yang
pekak, ronkhi
nyaring,
suarapernafasa
n bronchial.
Untuk memberi
rasa nyaman
dan
mengurangi
nyeri pada
pasienpneumo
nia adalah
dengan cara
pijatan
punggung,
perubahan
posisi,
mendengaraka
nmusik tenang,
latihan nafas
dalam dan
anjurkan teknik
menekan dada
selama
episodebatuk. (
Doengus,
2000).Sejak
tahun 1984
Depkes sesuai
dengan
pedoman WHO
mulai
melancarkanPr
ogram
Penanggulanga
n ISPA dengan
tujuan utama
menurunkan
angka
kematianpneu
monia pada
anak-anak
balita. Strategi
penanggulanga
nnya ialah
meningkatkanc
akupan
imunisasi,
tatalaksana
baku ISPA
untuk setiap
tingkat
pelayanan,pen
yuluhan
mengenai ISPA.
Penyuluhan ini
bertujuan agar
mengenal
ISPApneumonia
dan segera
mencari
pertolongan
yang tepat,
memberi
pengobatan
secaratuntas.
( Agung
Waluyo, 2000 ).
B.

Rumusan
Masalah
Bagaimana
gambaran
perawatan
pada penyakit
pneumonia
C.

Tujuan
1.
Tujuan
UmumMengeta
hui gambaran
perawatan atau
asuhan
keperawatan
pada
pasienPneumo
nia.2.
Tujuan
Khususa.

Mampu
melaksanakan
pengkajian
pada pasien
Pneumoniab.

Mampu
membuat
analisa data
pada pasien
Pneumonia.c.
Mampu
menegakkan
diagnosa
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.d.
Mampu
merencanakan
asuhan
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
3

e.
Mampu
melaksanakan
tindakan
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.f.
Mampu
membuat
evaluasi pada
pasien
Pneumonia
D.

Manfaat
1.

Secara umuma.

Menambah
wawasan,
pengetahuan
penulis dan
pembaca
di bidang
kesehatankhus
usnya
pneumonia.b.

Memberikan
informasi
mengenai
masalah
keperawatan
pada
pasiendenganp
neumonia dan
penatalaksana
an masalah
keperawatan.c.
Meningkatkan
ketrampilan
penulis dalam
melakukan
asuhan
keperawatanpa
da pasien
Pneumonia.2.
Secara
khususa.

Bagi
PenulisSetelah
menyelesaikan
makalah ini
diharapkan
kami sebagai
mahasiswadap
at
meningkatkan
pengetahuan
dan wawasan
mengenai
penyebab
sertaupaya
pencegahan
penyakit
pneumonia
agar
terciptanya
kesehatanmasy
arakat yang
lebih baik.b.
Bagi
PembacaDihara
pkan agar
pembaca dapat
mengetahui
tentang
pneumonia
lebih
dalamsehingga
dapat
mencegah
serta
mengantisipasi
diri dari
penyakit pneu
monia.c.
Bagi Petugas
KesehatanDiha
rapkan dapat
menambah
wawasan dan
informasi
dalam
penangananpn
eumonia
sehingga dapat
meningkatkan
pelayanan
keperawatan
yang baik d.

Bagi Institusi
PendidikanDiha
rapkan dapat
menambah
informasi
tentang
pneumonia
serta
dapatmeningka
tkan
kewaspadaan
terhadap
penyakit ini.
E.

Metode
dan Teknik
Pengumpula
n Data
1.

WawancaraBa
ik secara
autoanamesa
maupun
allowanamnes
a
2.

Observasi
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
4

Mengadakan
pengamatan
langsung
pada pasien
dan ikut
memberikana
suhan
keperawatan
pada
pasien.3.
Studi Kepusta
kaan

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
5
BAB
IILAPORAN
PENDAHUL
UAN
A.

PENGERTIAN
Oksigenasi
adalah
memberikan
aliran gas O
2

lebih dari
21%
padatekanan
atmosfer
sehingga
konsentrasi
oksigen
meningkat
dalam tubuh.
(http://athear
obiansyah.blo
gspot.com) O
ksigen adalah
salah satu
komponen
gas dan
unsure vital
dalam
prosesmetabo
lisme untuk
mempertahan
kan
kelangsungan
hidup seluruh
sel

seltubuh.
Secara
normal
elemen
tersebut
diperoleh
dngan cara
menghirupoks
igen setiap
kali bernapas.
Penympaian
O
2

kejaringan
tubuh
ditentukan
olehsystem
respirasi,
kardiovaskule
r, dan
keadaan
hemaatologi.
Dalam
keadaanbiasa
, manusia
membutuhka
n sekitar 300
cc oksigen
sehari (24
jam)
atausekitar
0,5 cc tiap
menit.Respira
si berperan
dalam
mempertahan
kan
kelangsungan
metabolismes
el. Sehingga
diperlukan
fungsi
respirasi yang
adekuat. Agar
sel
melakukanme
tabolisme
untuk
menghasilkan
energi, sel
memerlukan
suplai oksigen
dannutrisi
yang cukup
pada tubuh.
Nutrisi
diperoleh
dari asupan
(intake)
makanandan
cairan.Proses
respirasi
adalah proses
keluar
masuknya
udara ke paru

parudan
terjadi
pertukaran
gas.(
taroto
martonah
,
2009)Respiras
i juga
berarti gabun
gan aktivitas
mekanisma
yang
berperandala
m proses
suplai O
2

ke seluruh
tubuh dan
pembuangan
CO
2

( hasilpembak
aran sel).
(Iman
Somantri,
2001)
1.

Factor

faktor yang
mempengar
uhi
kebutuhan
oksigen
yaitu:
a.

Faktor
Fisiologi
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
6

1)
Menurunnya
kemampuan
mengikat
oksigen
seperti pada
anemia.2)
Menurunya
konsentrasi
oksigen yang
diinspirasi
seperti
padaobstruksi
saluran
pernapasan
bagian atas.3)

Hipovolemia,
sehingga
tekanan
darah
menurun
yangnengakib
atkan
terganggunya
O
2.

4)
Meningkatnya
metabolisme
seperti
adanya
infeksi,
demam,
ibuhamil, luka
dll.5)
Kondisi yang
mempengaru
hi pergerakan
dinding dada
seperti
padakehamila
n, obesitas,
muskulus
skeleton yang
abnormal,
penyakitkroni
s seperti TBC
paru.b.
Faktor
Perkembanga
n1)

Bayi
premature
yang
disebabkan
kurangnya
pembentukan
surfaktan.2)

Bayi dan
toddler,
adanya resiko
infeksi
saluran
pernapasan
akut.3)

Usia sekolah
dan remaja,
resiko infeksi
saluran
pernapasan
danmerokok.4
)

Dewasa muda
dan
pertengahan,
diet yang
tidak sehat,
kurangaktivita
s, stress yang
mengakibatka
n penyakit
jantung dan
paru-paru.5)
Dewasa tua,
adanya proses
penuaan yang
mengakibatka
nkemungkina
n
arteriosclerosi
s, elastisitas
menurun,
ekspansi
parumenurun.
c.

Faktor
Perilaku1)
Nutrisi:
misalnya
pada obesitas
mengakibatka
n penurunan
ekspansiparu,
gizi yang
buruk
menjadi
anemia
sehingga
daya ikat
oksigenberkur
ang, diet
tinggi
lemak menim
bullkan
arteriosclerosi
s.2)

Exercise :
akan
meningkatkan
kebutuhan
oksigen.3)

Merokok :
nikotin dapat
menyababkan
vasokontriksi
pembuluhdar
ah perifer dan
koroner.
Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
7

4)

Substance
abuse (obat-
obatan dan
alcohol):
menyebabkan
intakenutrisi/
Fe menurun
mengakibatka
n hemoglobin
menurun,
alcoholmenye
babkan
depresi pusat
pernapasan.5)

Kecemasan :
menyebabkan
metabolisme
meningkat.d.
Faktor
Lingkungan1)

Tempat kerja
(polusi)2)
Suhu
lingkungan3)

Ketinggian
tempat dari
permukaan
laut.
2.
Factor

faktor yang
mempengar
uhi
pernapasan
bisa
berlangsung
normal,
yaitu:
a.

Suplai oksigen
yang
adekuatTemp
at tinggi tidak
mengubah
komposisi
udara,
tapimenyeba
bkan tekanan
O
2

menurun.
Reaksi awal
yang timbul
berupatanda
dan gejala
yang sama
terlilhat pada
setiap orang
yangkekurang
an okskigen.
Tandanya
berupa: nyeri
kepala, sesak,
lemah,mual,
berkeringat,
palppitasi,
penglihatan
kabur,
pendengaran
berkurang,
dan
mengantuk
pada kondisi
hipoksia
bera.Oksigen
asi
dipengaruhi
oleh:1)
Peningkatan
ventilasi
alveolus.2)

Penyesuaian
komposisi
asam basa
darah dan
cairan tubuh
lain.3)

Peningkatan
kapasitas
pengangkutan
O
2
dan
peningkatan
curah jantung
.b.

Saluran udara
yang
utuhPernapas
an bisa
terganggu /
tidak karena
faaktor
penghambatp
ada saluran
pernapasan
(seperti
adanya
obstruksi).c.

Fungsi
pergerakan
dinding dada
dan
diafragma ya
ng
normal.Gangg
uannya bisa
disebabkan
oleh fraktur
iga atau luka
tembuspada
dada.d.
Adanya
alveoli dan
kapiler yang
bersama-
sama
berfungsi
membentuk u
nit
pernapasan
terminal
dalam jumlah
yang cukup.e.

Jumlah
hemoglobin
yang adekuat
untuk
membawa O
2

pada sel
tubuh.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
8

f.
Suatu system
sirkulasi yang
utuh dan
pompa
jantung
efekif.g.
Berfungsinya
pusat pernap
asan.
B.

TUJUAN
PEMBERIAN
OKSIGEN
1.

Untuk
mempertahka
n oksigen
yang adekuat
pada
jaringan.2.
Untuk
menurunkan
kerja
jantung.3.
Untuk
menurunkan
kerja paru-
paru.
C.

ANATOMI
SISTEM
PERNAPASA
N
1.

Saluran
Pernapasan
Bagian Atasa.
Hidungb.

Sinus
Paranasalisc.

Faringd.
Laringe.

Trakhea2.

Saluran
Pernapasan
Bagian
Bawaha.

Bronkhusb.

Bronkhiolusc.
Bronkhiolus
Terminalisd.

Bronkhiolus
Respiratorye.
Duktus
Alveolar dan
Sakus Alveola
rf.

Alveolig.
Paru

paruh.

Pleura
D.
FISIOLOGI
SISTEM
PERNAPASA
N
Bernapas /
pernapasan
merupakan
proses
pertukaran
udara
diantaraindivi
du dan
lingkunganny
a dimana O
2
yang dihirup
dan CO
2

yang dibuang.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
9

Pernapasan
ini terjadi
secara
otomatis
walau dapalm
keadaan
tertidursekali
pun karena
pengaruh
susunan saraf
otonom.
Menurut
tempat
terjadinya,per
napasan
terdiri dari:1.

Pernapasan
LuarAdalah
pertukaran
udara yang
terjadi antara
udara dalam
alveolus
dengandarah
dalam
kapiler.2.

Pernapasan
DalamAdalah
pernapaasan
yang terjadi
antara darah
dalam kapiler
dengan sel

sel tubuh.
E.
FAKTOR

FAKTOR
YANG
MEMPENGAR
UHI
PERNAPASA
N
1.

Tahap
Perkembanga
nSaat lahir
terjadi
perubahan
respirasi yang
besar yaitu
paru

paruyang
sebelumnya
berisi cairan
menjadi berisi
udara. Bayi
memiliki
dadayang
kecil dan jalan
napas yang
pendek.
Bentuk dada
bulat pada
waktubayi
dan masa
kanak

kanak,
diameter dari
depan ke
belakang
berkurangden
gan proporsi
terhadap
diameter
transversal.
Pada orang
dewasa
thoraksdiasu
msikan
berbentuk
oval. Sampai
lanjut usia
akan terjadi
perubahanpa
da thoraks
dan pola
napas.2.

LingkunganKe
tinggian,
panas, dingin,
dan polusi
mempengaru
hi
oksigenasi.Ma
kin tinggi
daratan,
makin rendah
PaO
2
, sehingga
semakin
sedikitoksigen
yang dapat
dihirup
individu.
Sebagai
respon panas,
pembuluhdar
ah perifer
akan
berdilatasi,
sehingga
darah akan
mengalir ke
kulit.3.
Gaya Hidup

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
10
Aktivitas dan
latihan fisik
meningkatkan
laju,
kedalamanper
napasan dan
denyut
jantung.4.
Status
KesehatanOra
ng yang sehat
system
kardiovaskule
r dan
pernapsan
dapatmenyedi
akan oksigen
yang cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan
tubuh.5.
NarkotikaSep
erti morfin
dapat
menurunkan
laju dan
kedalaman
pernapasanke
tika depresi
pusat
pernapasan di
medulla.
Sehingga bila
memberikano
bat-obatan
narkotik
analgetik
perawat
harus
memantau
laju
dankedalama
n
pernapasan.6.
Perubahan /
Gangguan
pada Fungsi
PernapasanKo
ndisi yang
berpengaruh
pada
pernapasan
:a.

Pergerakan
udara ke luar
atau ke
dalam paru

paru.b.

Difusi O
2

dan Co
2
antara alveoli
dan kapiler
paru.c.

Transport O
dan O
2
dari dank e
sel
jaringan melal
lui darah.7.

Perubahan
Pola
NapasPernapa
san normal
dilakukan
tanpa usaha.
Bernapas
yang
sulitdisebut
dypsnoe
(sesak
napas).
Kadang

kadang
terdapat
pernapasancu
ping hidung.
Orthopnoe
yaitu
ketidakmamp
uan untuk
bernapas
kecualipada
posisi duduk
dan erdiri
seperti pada
penderita as
ma.8.

Obstruksi
Jalan Napas
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
11

Obstruksi
lengkap atau
sebagian
dapat terjadi
sepanjang
salluranperna
pasan di
sebelah atas
atau bawah.
Obstruksi
sebagian
jalan
napasditandai
dengan
adanya suara
mengorok
selama
inhalasi (inspi
rasi).
F.

PERUBAHAN
FUNGSI
PERNAPASA
N
1.

Hiperventilasi
Merupakan
upaya tubuh
meningkatkan
jumlah O
2
dari paru

paru,agar
pernapasan
lebih cepat
dan dalam.
Hal
ini disebabka
n oleh:a.

Kecemasanb.

Infeksi/sepsis
c.
Keracunan
obat

obatan.d.
Ketidakseimb
angan asam
basa
seperti asidos
is
metabolic.Tan
da dan gejala
berupa: napas
pendek, nyeri
dada,menuru
nnyakonsentr
asi,
disorientasi,
dan tinnitus.2
.
HipoventilasiT
erjadi ketika
ventilasi
slveolar tidak
adekuat
memenuhipen
ggunaan O
2
untuk
mengeluarkan
CO
2

dengan
cukup. Seperti
apdaatelektak
sis (kolaps
paru).Tanda
dan gejala
berupa: nyeri
kepala,
penurunan
kesadaran,dis
orientasi,
kardiakdisritm
ia,
ketidakseimb
angan
elektrolit,
kejanng,
dankardiak
arrest.3.
HipoksiaYaitu
suatu kondisi
ketidakcukup
an O
2

di dalam
tubuh
yangdiinspira
si sampai
jaringan.
Disebabkan
olleh:a.

Menurunnya
Hb.
Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
12

b.
Berkurangnya
konsentrasi
oksigen jika
di pegununga
n.c.

Ketidakmamp
uan
jaringan men
gikat oksigen
seperti pada
keracunan.d.

Menurunnya
difusi O
2
seperti pada
pneumonia.e.

Menurunnya
perfusi
jaringan,
seperti syok.f.
Kerusakan/
gangguan
ventilasi.Tand
a hipoksia :
kelelahan,
kecemasan,
menurunnya
konsentrasi,n
adi
meningkat,
pernapasan
cepat dan
dalam,
sianosis,
sesak napas,
danclubbing.
G.

PEMERIKSAA
N
DIAGNOSIS
PADA
PASIEN
DENGAN
GANGGUANS
ISTEM
PERNAPASA
N
1.
Metode
Morfologisa.

RadiologiPare
nkim paru
yang berisi
udara
memberikan
resistensi
yangkecil
terhadap
jalannya sinar
X sehingga
memberi
bayangan
yangsangat
memancar.
Bagian padat
udara akan
memberikan
udarabayanga
n yang lebih
padat karena
sulit ditembus
sinar X. benda
yangpadat
member
kesan warna
lebih
putih dari
bagian
berbentuk
udara.b.

BronkoskopiM
erupakan
teknik yang
memungkinka
n visualisasi
langsungtrach
ea dan
cabang
utamanya.
Biasanya
digunakan
untuk
memastikank
arsinoma
bronkogenik,
atau untuk
membuang
benda asing.
Setelahtindak
an ini pasien
tidak bolelh
makan atau
minum
selama 2 -3
jamsampai
tikmbul reflex
muntah. Jika
tidak, pasien
mungki9n
akanmengala
mi aspirasi ke
dalam cabang
a
trakeobronke
al.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
13

c.
Pemeriksaan
BiopsiManfaat
biopsy paru

paru
terutama
berkaitan
dengan
penyakitparu
yang bersifat
menyebar
yang tidak
dapat
didiagnosis
dengan
caralain.d.
Pemerikasaan
SputumBersif
at
mikroskopik
dan penting
untuk
mendiagnosis
etiologiberba
gai penyakit
pernapasan.
Dapat
digunakan
untuk
menjelaskano
rganisme
penyebab
penyakit
berbagai
pneumonia,
bacterial,tube
rkulosa, serta
jamur.
Pemeriksaan
sitologi
eksploitatif
pada
sputummemb
antu proses
diagnosis
karsinoma
paru. Waktu
yang baik
untuk pengu
mpulan
sputum
adalah pagi
hari bangun
tidur karena
sekresiabnor
mal bronkus
cenderung
berkumpul
waktu tidur.2.

Metode
FisiologisTes
fungsi
paru menggu
nakan
spirometer
akan
menghasilkan
:a.
Volume Alun
Napas (Tidal
Volume

TV)Yaitu
volume udara
yang keluar
masuk paru
pada keadaan
istirahat(±50
0ml).b.

Volume
Cadangan
Inspirasi
(Inspiration
Reserve
Volume

IRV)Yaitu
volume udara
yang masih
dapat masuk
paru pada
inspirasimaksi
mal setelah
inspirasi
secara biasa.
L = ±3300
ml, P =
±1900 ml.c.
Volume
Cadangan
Ekspirasi
(Ekspirasi
Reserve
Volume

ERV)Yaitu
jumlah udara
yang dapat
dikeluarkan
secara aktif
dari
parumelalui
kontraksi otot
ekspirasi
setelah
ekspirasi
biasa. L = ±
1000 ml,P =
± 700 ml.d.
Volume
Residu
(Residu
Volume

RV)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
14

Yaitu udara
yang masih
tersisa dlam
paru setelah
ekpsirasi
maksimal.L =
± 1200 ml, P
= ±1100
ml.Kapasitas
pulmonal
sebagai hasil
penjumnlahan
dua jenis
volume
ataulebih
dalam
satu kesatuan
.e.
Kapasitas
Inspirasi
(Inspiration
Capacity

IC)Yaitu
jumlah udara
yang dapat
dimasukkan
ke dalam paru
setelahakhir
ekspirasi
biasa (IC =
IRV + TV)f.
Kapasitas
Residu
Fungsional
(Fungtional
Residual
Capacity

FRC)Yaitu
jumlah udara
paru pada
akhir respirasi
biasa (FRC =
ERV + RV)g.
Kapasitas
Vital (Vital
Capacity

VC)Yaitu
volume udara
maksimal
yang dapat
masuk dan
keluar
paruselama
satu siklus
pernapasan
yaitu setelah
inspirasi dan
ekspirasimaks
imal (VC =
IRV + TV +
ERV)h.

Kapasitas
Paru

paru Total
(Total Lung
Capacity

TLC)Yaitu
jumalh udara
maksimal
yang masih
ada di paru

paru (TLC
=VC + RV). L
= ± 6000 ml,
P = ± 4200
ml.i.
Ruang Rugi
(Anatomical
Dead
Space)Yaitu
area
disepanjang
saluran napas
yangvtidak
terlibat
prosespertuka
ran gas (±150
ml). L = ± 500
ml. j.
Frekuensi
napas (f)Yaitu
jumalh
pernapsan
yang
dilakukan
permenit
(±15
x/menit).Seca
ra umum,
volume dan
kapasitas
paru akan
menurun bila
seseorangber
baring dan
meningkat
saat berdiri.
Menurun
karena isi
perutmeneka
n ke atas atau
ke diafragma,
sedangkan
volume udara
parumenungk
at sehingga
ruangan yang
diisi udara
berkurang.k.
Analisis Gas
Darah
(Analysis
Blood Gasses

ABGs)Sampel
darah yang
digunakan
adalah arteri
radialis
(mudah
diambil).

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
15

H.

ASUHAN
KEPERAWA
TAN
1.

PENGKAJIAN
a.

Riwayat
Kesehatan
1)

Keluhan
utama
Yang biasa
muncul pada
pasien
dengan
ganguan
siklus O
2

dan CO
2

antara lain:
batuk,
peningkatan
produksi
sputum,
dipsnea,hemo
ptisis,
wheezing,
stridor, dan
nyeri dada.a)
Batuk
(Cough)Yang
perlu dikaji
yaitu
lamanya,
bagaimana
timbulnya,hu
bungannya
dengan aktivit
as, adanya
sputum atau
dahak.Pening
katan
produksi
sputum;
meliputi
warna,
konsistensi,ba
u, jumlah
karena hal itu
menunjukkan
keadaan dari
prosespatolog
is. Jika ada
infeksi
sputum akan
berwarna
kuning
atauhijau,
putih atau
kelabu, dan
jernih. Jika
edema paru,
sputumberwa
rna merah
muda karena
mengandung
darah dalam
jumlahyang
banyak.b)
DipsneaMeru
pakan
persepsi
kesulitan
bernapas/
napas pendek
dansebagai
perasaan
subjektif
pasien. Yang
perlu dikaji,
apakahpasien
sesak saat
berjalan, dll.c)
HemoptisisYai
tu darah yang
keluar melalui
mulut saat
batuk.
Keadaan
inibiasanya
menandakan
adanya
kelainan
berupa
bronchitiskron
is,
bronkhiektasi
s, TB-paru,
cystic fibrosis,
upper
airwaynecroti
zing
granuloma,
emboli paru,
pneumonia,
kanker
paru,dan
abses paru.d)

Chest
painNyeri
dada bisa
berkaitan
dengan
masalah
jantung
sepertigangg
uan konduksi
(disritmia),
perubahan
kardiak
output,kerusa
kan fungsi
katup, atau
infark, dll.
Paru tidak
memiliki
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
16

saraf yang
sensitive
terhadap
nyeri tapi
saraf itu
dimiliki
olehiga, otot,
pleura parieta
l, dan
percabangan
trakheobronk
hial.
2)

Riwayat
kesehatan
sekarang
Ditanyakan /
menjelaskan
kronologi
berjalannya
penyakit
pasien :a)
Waktu
terjadinya
sakit

Berapa lama
sudah
terjadinya
sakitb)

Proses
terjadinya
sakit

Kapan mulai
terjadinya
sakit

Bagaimana
sakit itu mulai
terjadi
c)

Upaya yang
telah
dilakukan

Selama sakit
sudah
berobat
kemana

Obat-obatan
yang pernah
dikonsumsi
d)

Hasil
pemeriksaan
sementara /
sekarang

TTV meliputi
tekanan
darah, suhu,
respiratorik
rate, dannadi

Adanya
patofisiologi
lain seperti
saat
diauskultasi
adanyaronky,
wheezing.

3)
Riwayat
kesehatan
terdahulu
Ditanyakan:a)

Riwayat
merokok,
yaitu sebagi
penyebab
utama kanker
paru

paru,
emfisema,
dan bronchitis
kronis.
Anamnesa
harusmencak
up:

Usia mulai
merokok
secara rutin

Rata

rata jumlah
rokok yang
dihisap setiap
hari.

Usai
menghentikan
kebiasaan
merokok.b)
Pengobatan
saat ini dan
masa laluc)

Alergid)
Tempat
tinggal
Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
17

4)

Riwayat
kesehatan
keluarga
Tujuan
pengkajian
ini:a)

Penyakit
infeksi
tertentu
seperti TBC
ditularkan
melalui
orangke
orang.b)

Kelainan
alergi seperti
asma
bronchial,
menujukkan
suatupredispo
sisi keturunan
tertentu.
Asma bisa
juga terjadi
akibatkonflik
keluarga.c)

Pasien
bronchitis
kronis
mungkin
bermukim di
daerah
yangtingkat
polusi
udaranya
tinggi. Polusi
ini bukan
sebagaipenye
bab
timbulnya
penyakit tapi
bisa
memperberat.
.
b.
Pola Fungsi
Kesehatan
(Gordon)
1)

Persepsi
terhadap
kesehatan

manajemen
kesehatan2)

Pola aktivitas
dan latihan3)
Pola istirahat
tidur4)

Pola nutrisi -
metabolic5)
Pola
eliminasi6)

Pola kognitif
perceptual7)
Pola konsep
diri8)

Pola koping9)

Pola seksual

reproduksi
10)

Pola peran
hubungan

11)
Pola nilai dan
kepercayaan
c.

Pemeriksaan
Fisik
1)

Data klinik,
meliputi:a)

TTVb)
KU2)

Data hasil
pemeriksaan
yang mungkin
ditemukan:a)
Mata

Konjungtiva
pucat (karena
anemia)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
18


Konjungitva
sianosis
( karena
hipoksemia)

Konjungtiva
terdapat
pethecia
( karena
emboli lemak
atauendokard
itis)b)

Kulit

Sianosis
perifer
(vasokontriksi
dan menurun
nya aliran
darahperifer).

Sianosis
secara
umum (hipoks
emia)

Penurunan
turgor
(dehidrasi)

Edema

Edema
periorbitalc)

Jari dan kuku


Sianosis

Clubbing
fingerd)

Mulut dan
bibir

Membran
mukosa
sianosis

Bernapas
dengan
mengerutkan
mulut.e)

Hidung

Pernapasan
dengan
cuping
hidung,
deviasi
sputum,perfor
asi, dan
kesimetrisan.f
)

Vena Leher

Adanya
distensi/ bend
ungan.g)

Dada

Inspeksi

Pemeriksaan
mulai dada
posterior
sampai yang
lainnya,pasie
n harus
duduk.

Observasi
dada pada
sisi kanan
atau kiri serta
depan
ataubelakang.

Dada
posterior
amati adanya
skar, lesi, dan
masa
sertaganggua
n tulang
belakang
(kifosis,
skoliosis,
danlordosis)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
19


Catat jumlah,
irama,
kedalaman
pernapasan,
dankesimetris
an
pergerakan
dada.

Observasi
pernapasan
seperti
pernapasan
hidung,
ataupernapas
an diafragma
serta
penggunaan
otot
bantupernapa
san.

Observasi
durasi
inspirasi dan
ekspirasi.
Ekspirasi
yangpanjang
menandakan
adanya
obstruksi
jalan
napasseperti
pada pasien
Chronic
Airflow
Limitation
(CAL)/ Chronic
Obstructive
Pulmonary
Disease
(COPD).

Kaji
konfigurasi
dada.

Kelainan
bentuk
dada:Barrel
chestAkibat
overinflation
paru
pada pasien
emfisema.Fun
nel
chestMissal
pada pasien
kecelakaan
kerja yaitu
depresibagian
bawah
sternum.Pigeo
n chestAkibat
ketidaktepata
n sternum
yang
mengakibatka
npeningkatan
diameter
AP.Kofiskoliosi
sMissal pada
pasien
osteoporosis
dan
kelainanmusc
uloskeletal.

Observasi
kesimetrisan
pergerakan
dada.
Gangguanper
gerakan
dinding dada
mengindikasik
an
adanyapenya
kit paru/
pleura.

Observasi
retraksi
abnormal
ruang
interkostal
selamainpsira
si yang
mengindikasik
an adanya
obstruksi
jalannapas.

Palpasi

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
20
Untuk
mengkaji
kesimetrisan
pergerakan
dada
danmengobse
rvasi
abnormalitas,
mengidentifik
asi
keadaankulit,
dan
mengetahui
tactil
premitus
(vibrasi).

PerkusiMengk
aji resonansi
pulmoner,
organ yang
ada
di sekitarnya,
dan
pengembang
an (ekskursi)
diafragma.
Ada dua
suaraperkusi
yaitu:

Suara perkusi
normal:Reson
an (sonor) :
dihasilkan
pada jaringan
parunormal,
umumnya
bergaung dan
bernada
rendah.Dullne
ss : dihasilkan
di atas
jantung
atau paru.Tym
pany :
dihasilkan di
atas
perut yang
berisi udara.

Suara perkusi
abnormal:Hip
eresonan :
lebih rendah
dari resonan
seperti
paruabnormal
yang berisi
udara.Flatnes
s : nada lebih
tinggi dari
dullness
sepertiperkusi
pada paha,
bagian
jaringan lainn
ya.

Auskultasi

Suara napas
normalBronch
ial/ tubular
sound seperti
suara dalam
pipa,keras,
nyaring, dan
hembusan
lembut.Bronk
ovesikuler
sebagai
gabungan
antara
suaranapas
bronchial
dengan
vesikuler.Vesi
kuler
terdengar
lembut, halus,
sperti
hembusanang
in sepoi

sepoi.

Jenis suara
tambahanWh
eezing : suara
nyaring,
musical, terus

menerusakiba
t jalan napas
yang
menyempit.Ro
nchi : suara
mengorok
karena ada
sekresi
kentaldan
peningkatan
produksi
sputum.

Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
21
Pleural
friction rub :
suara kasar,
berciut, dan
sepertigessek
an akibat
inflamasi dim
pleura, nyeri
saatbernapas.
Crakles :

Fine cracles :
suara
meletup
akibat
melewatidaer
ah alveoli,
seperti suara
rambut
digesekkan.

Coars cracles:
lemah, kasar,
akibat ada
cairan
di jalan salura
n napas yang
besar. Beruba
h jikapasien
batuk.
d.

Pemeriksaan
Penunjang
1)
Tes untuk
menentukan
keadekuatan
system
konduksi
jantung.a)
EKGb)

Exercise
stress test2)

Tes untuk
menentukan
kontraksi
miokardium
aliran darah.a
)

Echocardiogra
phyb)
Kateterisasi
jantungc)

Angiografi3)
Tes untuk
mengetahui
ventilasi dan
oksigenasia)

Tes fungsi
paru

paru dengan
spirometri.b)

Tes astrupc)

Oksimetrid)
Pemeriksaan
darah
lengkap.4)

Melihat
struktur
system perna
pasana)
X- Ray
thoraksb)

Bronkhoskopic
)
CT scan
paru5)

Menentukan
sel abnormal/
infeksi system
pernapasana)
Kultur apus
tenggorok b)

Sitologic)
Specimen
sputum (BTA)
Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members


Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members

Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Trusted by over 1 million members


Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!

Start Free Trial


Cancel Anytime.

Reward Your Curiosity


Everything you want to read.

Anytime. Anywhere. Any device.


Read Free For 30 Days

No Commitment. Cancel anytime.

Share this document

Share or Embed Document


Sharing Options
 Share On Facebook, Opens A New Window
 Share On Twitter, Opens A New Window
 Share On LinkedIn, Opens A New Window
 Share With Email, Opens Mail Client
 Copy Text

Documents Similar To LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN


KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA TB. PARU
Carousel Next

LP tb paru

UPLOADED BY

Rizki Nurse Bee Edogawa


LAPORAN PENDAHULUAN Bronkopneumonia

UPLOADED BY

Ilham Yello

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA TB. PARU

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Laporan Pendahuluan Bp

UPLOADED BY

SUJANA, S.Kep., Ns

LP TB PARU

UPLOADED BY

Uswatun Hasanah

(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF

UPLOADED BY

vinda astri permatasari

Askep anak bronkopneumonia

UPLOADED BY

andita

LP Bronkopneumonia.docx

UPLOADED BY

mutiarahmah30

Laporan Kasus Bronkopneumonia

UPLOADED BY

Linda Pasamboan Waromi


Laporan Pendahuluan Dan Askep Kasus Tb Paru

UPLOADED BY

M Taufan

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA PADA ANAK _ Nurse Rifa Sa'yan.pdf

UPLOADED BY

Jajang Jamaludin

MAKALAH BRONKOPNEUMONIA REVISI

UPLOADED BY

Nining Ratnasari

Makalah Askep Bronkopneumonia Pada Anak

UPLOADED BY

abu rasyid


Pathway Bronkopneumonia

UPLOADED BY

Suparjo, Skep.Ns

Askep bronkopneumonia pada anak.doc

UPLOADED BY

AnnisaNuraini

LAPORAN KASUS bronkopneumonia.docx

UPLOADED BY

Prasetya Setya

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKOPNEUMONIA

UPLOADED BY

ChiyouaLoverz Tharaztic JRs


askep bronkopneumonia.pdf

UPLOADED BY

Dwi Ari Shandy

KTI Bersihan jalan nafas pada Bronkopneumonia/pneumonia

UPLOADED BY

Dwijo Utomo

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA PADA.doc

UPLOADED BY

Jery Rhatsa Croztian

Pathway Bronkopneumonia

UPLOADED BY

MegHa Pisc'girLz


Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum

UPLOADED BY

anon_138290814

ASKEP ANAK BRONKOPNEUMONIA

UPLOADED BY

Devi Sarah Fauziyah

Lk Bronkopneumonia

UPLOADED BY

Lalune Lovegood

PRESENTASI KASUS BRONKOPNEUMONIA FK UNSRI

UPLOADED BY

Ernila Rizar


Pathways TB Paru

UPLOADED BY

Ieand Uti

96797524-BRONKOPNEUMONIA-docx

UPLOADED BY

dr.Angga Fajri

Laporan Pendahuluan Tb Paru

UPLOADED BY

Ratno Abidin

Askep TBC Paru

UPLOADED BY

Lp Askep Cuii Eaty

More From Satya Putra Lencana


Carousel Next

Asuhan Keperawatan (Abses Mandibula)

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

LOGBOOK

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Formulir Kta (Rev)

UPLOADED BY

damas_semarang

LOOG BOOK

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana


Asuhan Keperawatan Hemoroid

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

LP ANC

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

CEKLIST KREDENSIAL ayu.docx

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Tantangan Karir Perawat di Era 4.0

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana


4. REHOSPITALISASI - PROFIL INDIKATOR MUTU PROGRAM GERIATRI.docx

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

BAB IV Revisi 2.docx

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

CV Satya Putra Lencana - Clinic Elaj Riyadh.docx

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Booklet Rumaysho - Belum Berani Nikah.pdf

UPLOADED BY

Faris


Jurnal Kesehatan

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Abstrak English

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

LEMBAR PENGESAHAN

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Kisah Pemuda Dan Terong (Autosaved)

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana


PENGKAJIAN FISIK KEPERAWATAN

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

ASKEP AN.I POST OP APP.pdf

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Proposal Kegiatan Even (International Nurses Day)

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

PROPOSAL SPONSORSHIP EVENT / KEGIATAN

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana


LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) Penyakit Ginjal Kronis (CHROCIC KIDNEY DISEASE )

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

TUGAS MENEJEMEN KEPERAWATAN

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

ASKEP STROKE & DM

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana


LP Diabetes Melitus

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

1- Lp Fraktur

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

ASKEP KMB - FRAKTUR MANDIBULA

UPLOADED BY

Satya Putra Lencana

Footer Menu
Back To Top

ABOUT
 About Scribd

 Press

 Our blog

 Join our team!

 Contact Us
 Join today

 Invite Friends

 Gifts

SUPPORT
 Help / FAQ

 Accessibility

 Purchase help

 AdChoices

 Publishers

LEGAL
 Terms

 Privacy

 Copyright

Social Media


o

 Copyright © 2019 Scribd Inc.

 Browse Books

 Site Directory

 Site Language:
EnglishChange Language

Related titles
Carousel Next

LP tb paru

LAPORAN PENDAHULUAN Bronkopneumonia

LAPORAN PENDAHULUAN & ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA TB. PARU

Laporan Pendahuluan Bp

LP TB PARU

(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF

Askep anak bronkopneumonia

LP Bronkopneumonia.docx

Laporan Kasus Bronkopneumonia

Laporan Pendahuluan Dan Askep Kasus Tb Paru

ASKEP BRONCHOPNEUMONIA PADA ANAK _ Nurse Rifa Sa'yan.pdf

MAKALAH BRONKOPNEUMONIA REVISI

Webpack.Doc_page.Src.App.Page.Body.OnScrollViewportBottomRecommenders.OnScrollViewportBo
ttomRecommenders.Click_to_expand_collapse_expand_related_titles
 Info Kesehatan

 Cari Dokter

 Cari Rumah Sakit

 Tanya Dokter

Masuk

Download Aplikasi

 Virus
 Kanker

 Jantung

 Otak

 Psikologi

 Defisiensi

 Infeksi

 Mata

 Pencernaan

 Semua Penyakit

TANYA DOKTER

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah penyakit peradangan paru


yang berkembang dalam jangka waktu panjang. Penyakit ini menghalangi
aliran udara dari paru-paru karena terhalang pembengkakan dan lendir
atau dahak, sehingga penderitanya sulit bernapas.
Sebagian besar pederita PPOK adalah orang-orang yang berusia paruh
baya dan perokok. Penderita penyakit ini memiliki risiko untuk mengalami
penyakit jantung dan kanker paru-paru.
Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda
khusus. Gejala penyakit ini baru muncul ketika sudah terjadi kerusakan
yang signifikan pada paru-paru, umumnya dalam waktu bertahun-tahun.
Terdapat sejumlah gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya
diwaspadai, yaitu:
 Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh dengan warna lendir dahak
berwarna agak kuning atau hijau.
 Pernapasan sering tersengal-sengal, terlebih lagi saat melakukan aktivitas
fisik.

 Mengi atau napas sesak dan berbunyi.

 Lemas.

 Penurunan berat badan.

 Nyeri dada.

 Kaki, pergelangan kaki, atau tungkai menjadi bengkak.

 Bibir atau kuku jari berwarna biru.

Penyebab dan Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Dari tenggorokan, saluran pernapasan terbagi menjadi 2 cabang yang
menuju paru-paru kiri dan kanan. Di dalam paru-paru, saluran pernapasan
terbagi lagi menjadi banyak cabang yang berujung pada kantong kecil
(alveoli) tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Paru-paru
mengandalkan kelenturan alami dari saluran udara dan alveoli untuk
mendorong udara berisi karbon dioksida keluar dari tubuh. Saat
mengalami penyakit paru obstruktif kronis, baik alveoli dan seluruh
cabang saluran napas menjadi tidak lentur lagi, sehingga sulit mendorong
udara. Selain itu, saluran pernapasan juga menjadi bengkak dan
menyempit, serta memproduksi banyak dahak. Akibatnya, karbon
dioksida tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan pasokan oksigen juga
menjadi berkurang.
Beberapa kondisi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami
penyakit paru obstrukstif kronis. Di antaranya adalah:
 Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan
faktor utama yang dapat memicu PPOK, serta sejumlah penyakit
pernapasan lainnya. Bahan kimia berbahaya dalam rokok dapat merusak
lapisan paru-paru dan jalan napas. Diperkirakan, sekitar 20-30 persen
perokok aktif menderita PPOK. Menghentikan kebiasaan merokok dapat
mencegah kondisi PPOK bertambah parah.
 Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau
bahan kimia. Polusi udara dapat menggangggu kerja paru-paru dan
meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis.

 Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun.


Gejala penyakit umumnya muncul di usia 40 tahunan.

 Penyakit asma. Penderita penyakit asma, terutama yang merokok,


rentan mengalami penyakit paru obstruktif kronis.

 Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang menderita PPOK,


Anda juga memiliki risiko untuk terkena penyakit yang sama. Selain itu,
adanya defisensi antitripsin alfa-1 juga dapat meningkatkan risiko
terjadinya PPOK. Antitripsin alfa-1 adalah zat yang melindungi paru-paru.
Defisiensi antitripsin alfa-1 dapat bermula pada usia di bawah 35 tahun,
terutama jika penderita gangguan ini juga merokok.

Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Dokter akan menanyakan gejala, meninjau riwayat kesehatan (termasuk
riwayat merokok), serta memeriksa kondisi fisik pasien . Pemeriksaan fisik
terutama pada paru-paru.
Tes fungsi paru-paru (spirometri) akan dilakukan dengan menggunakan
alat yang disebut spirometer. Fungsi paru-paru akan dinilai melalui volume
hembusan napas pasien, yang dikonversikan dalam sebuah grafik.
Jika dibutuhkan, dokter akan menganjurkan beberapa pemeriksaan yang
lebih detail seperti:
 Tes darah, untuk memastikan apakah pasien menderita penyakit lain,
seperti anemia dan polisitemia, yang memiliki gejala serupa dengan PPOK.
Tes darah juga digunakan untuk memeriksa antitripsin alfa-1.
 Analisis gas darah arteri. Tes ini untuk melihat kandungan oksigen dan
karbondioksida dalam darah.

 Foto Rontgen dada. Foto Rontgen dada dilakukan untuk mendeteksi


ganguan pada paru-paru.

 CT scan, yang dapat menunjukkan gambaran paru-paru secara lebih


detail.

 Elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram, guna memeriksa


kondisi jantung.

 Pengambilan sampel dahak.

Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Hingga saat ini, PPOK termasuk penyakit yang belum bisa disembuhkan.
Pengobatannya bertujuan untuk meringankan gejala dan menghambat
perkembangan penyakit ini.
Meski demikian, kombinasi pengobatan yang tepat dapat mengendalikan
gejala PPOK, sehingga penderita dapat menjalani kegiatan dengan
normal. Beberapa langkah pengobatan yang bisa dilakukan meliputi:
 Penggunakan obat-obatan. Obat yang umumnya diberikan dokter
paru untuk mengatasi gejala PPOK adalah inhaler (obat hirup). Contohnya
adalah kombinasi bronkodilator yang melebarkan saluran pernapasan,
dengan obat hirup kortikosteroid yang mengurangi peradangan pada jalan
napas. Jika obat hirup belum bisa mengendalikan gejala PPOK, maka
dokter dapat memberikan obat minum berupa kapsul atau tablet. Obat
yang biasa diberikan adalah teofilin untuk melegakan napas dan
membuka jalan napas, mukolitik untuk mengencerkan dahak atau lendir,
kortikosteroid untuk mengurangi peradangan jalan napas jangka pendek
saat gejala bertambah parah, serta obat antibiotik jika terjadi tanda-tanda
infeksi paru-paru.
 Fisioterapi dada. Program fisioterapi dada atau dikenal juga
dengan rehabilitasi paru-parumerupakan program yang dilakukan untuk
memberikan edukasi mengenai PPOK, efeknya terhadap kondisi psikologi,
dan pola makan yang sebaiknya dilakukan, serta memberikan latihan fisik
dan pernapasan untuk penderita PPOK seperti berjalan dan mengayuh
sepeda.

 Tindakan operasi. Tindakan ini hanya dilakukan pada penderita PPOK


yang gejalanya tidak dapat direndakan dengan pemberian obat atau
terapi. Contohnya adalah transplantasi paru-paru, yaitu operasi
pengangkatan paru-paru yang rusak untuk diganti dengan paru-paru
sehat dari donor.

Di samping penanganan medis, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan


oleh penderita untuk menghambat bertambahnya kerusakan pada paru-
paru. Di antaranya adalah:
 Berhenti merokok atau menghindari pajanan asap rokok. Ini merupakan
langkah utama agar PPOK tidak bertambah parah.
 Menghindari polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor.
 Memasang alat pelembap udara ruangan (air humidifier).

 Menjaga pola makan yang sehat.

 Rutin berolahraga.

 Menjalani vaksinasi secara rutin, contohnya vaksin flu dan vaksin


pneumokokus.

 Memeriksakan diri secara berkala ke dokter agar kondisi kesehatan bisa


tetap terpantau.

Terakhir diperbarui: 16 Mei 2018


Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy

Referensi

Diskusi Terkait
Punya pertanyaan seputar kesehatan?

Tanya Dokter

 Home

 About Me

 Contact Me

 Macrofag Television

 Tukeran Link Yuk

 Sahabat Macrofag
PESAN SEGERA

Home » Askep Tumor Paru » Askep Tumor Paru

Sunday, February 24, 2013


Askep Tumor Paru
Unknown | 1:41 PM | Askep Tumor Paru

Laporan Pendahuluan
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUMOR PARU

I. Konsep dasar
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma,
hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.

Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik.

I. Pengertian

Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas
paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson
dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak
terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.

II. Etiologi

Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
perana predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status
imunologis.

1. Pengaruh rokok.

2. Pengaruh paparan industri


3. Pengaruh adanya penyakit lain atau predisposisi oleh karena adanya penyakit lain.

4. Pengaruh genetik dan status imunologis.

III. Patofisiologi.

Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel
skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi)
dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk
di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma
umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan
karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk.
Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini
pertumbuhan lambat.

IV. Gejala klinis

Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2
minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea,
hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah
berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava
superior syndroma).

Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5
tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke
daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien dengan kondisi
penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.

V. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)

Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.

1. T : T0 : tidak tampak tumor primer

T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus

T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak
lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina dan
atau disetai efusi pleura.

2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional

N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral

N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau kontralateral

N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal

3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh

M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.

VI. Studi Diagnostik

1. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi dada dan CT


scanning.

2. Radioisotop scanning

3. Tes laboratorium

a. Pengumpulan sputum untu sitologi, bronkoskopi dengan biopsi, hapusan dan


perkutaneus biopsi

b. Mediastinoskopi

VII. Manajemen medis

1. Manajemen umum : terapi radiasi

2. Pembedahan : Lobektomi, pneumonektomi, dan reseksi.

3. Terapi obat : kemoterapi

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Kanker Paru

I. Pengkajian

Riwayat :
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen, penyakit paru
kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan
fibrosis pada jaringan paru.

b. Pemeriksaan fisik pada pernapasan

Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi
kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi
sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan
berulang, nyeri dada karena penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila
tumor mengganggu dinding par, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.

c. Nutrisi :

Kelemahan, berat badan menurun dan anoreksia

d. Psikososial :

Takut, cemas, tanda –tanda kehilangan.

e. Tanda vital

Penngkatan suhu tubuh, takipnea

f. Pemeriksaan diagnostik.

II. Diagnosa keperawatan

1. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi bronkial


sekunder karena invasi tumor.

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor
paru.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan


dan dyspnea

4. Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara umum.


III. Rencana Keperawatan

Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Tidak efektif bersihan jalan Bersihan jalan napas akan paten dengan Auskultasi paru akan ronkii, rales atau mengi.
napas berhubungan dengan kriteria batuk hilang, suara napas bersih,
obstruksi bronkial sekunder x –ray bersih.
karena invasi tumor.
Monotr ABGs

Monitor hasil sputum sitologi

Beri posisi optimal kepala tempat tidru ditinggikan

Atur humifier oksigen

bantu pasien dengan ambulasi atau ubah posisi

anjurkan intake 1,5 – 2 L/hari kecuali kontraindikas

Bantu pasien yang batuk

2. Gangguan rasa nyaman nyeri Mendemonstrasikan bebas nyeri dengan Beri analgesik dan evaluasi keefektifannya
berhubungan dengan kriteria ekspresi wajah rileks,
penekanan saraf oleh tumor pengembangan paru optimal,
paru. menyatakan nyeri hilang

Untuk meminimalkan nyeri dada pleural : anjurkan


untuk menahan dada dengan kedua tangan atau
dengan bantal saat batuk, dorong pasien untuk
berhenti merokok, dan berikan pelembab udara ses
order dan obat antitusif

Untuk meminimalkan nyeri tulang : mmembalik ha


hati dan berikan dukungan, hindari menarik
ekstremitas, berikan matras yang lembut, ubah pos
tiap 2 jam.

3. Perubahan nutrisi kurang dari Status nutrisi ditingkatkan dengan kriteria Kaji diet harian dan kebutuhannya
kebutuhan tubuh BB bertambah, makan sesuai diet
berhubungan dengan seimbanmg, albumin, limfosit normal, Timbang BB tiap minggu
kelelahan dan dyspnea lingkar lengan normal
Kaji faktor psikologi

Moniitor albumin dan limfosit

Beri oksigen selama makan sesuai keperluan

Anjurkan oral care sebelum makan

Atur anti emetik sebelum makan

Berikan diet TKTP

Atur pemberian vitamin sesuai order

4. Aktivitas intolerans Pasien mampu melakukan akvitas tanpa Observasi respon terhadap aktivitas
berhubungan dengan keleahan atau dyspnea dengan kriteria
kelemahan secara umum. hasil mampu melakukan aktivitas Identifikasi faktor yang mempengaruhi intolerans
hariannya. seperti stres, efek samping obat

rencanakan periode istirahat di antara waktu beker

anjurkan untuk lakukan aktivitas sesuai kemampua


pasien

berikan program latihan aktivitas sesuai toleransi

Rencanakan bersama keluarga mengurangi energi y


berlebihan saat melakukan aktivitas harian

Daftar Pustaka

Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta

Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk,
volume 4, edisi V, EGC, Jakarta

Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter
Soetomo, Surabaya

Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year
Book, Toronto.

Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN TN. MOCH. ZEN DENGAN TUMOR PARU

Tgl. MRS : 12 – 11 – 2001

No. Register : 10103611

Tempat/tanggal pengkajian :PARU LAKI,13 – 11 - 2001

II. Pengkajian
I. Biodata

A. Identitas pasien

1. Nama : Tn. Moch. Zen (Laki – laki /65 tahun)


2. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

3. Agama : Islam

4. Status perkawinan : kawin

5. Pendidikan/pekerjaan : SD/petani.

6. Bahasa yang digunakan : Jawa dan Indonesia

7. Alamat : Kali Sampurno Rt 1 Rw 1 Sidoarjo

8. Kiriman dari : datang sendiri

B. Penanggung jawab pasien

Penanggung jawab pasien adalah pasien sendiri dan anak – anaknya.

II. Alasan masuk rumah sakit

A. Alasan dirawat :

Nyeri dada yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri terasa terutama pada
kanan atas dan tembus ke skapula dan napsu makan menurun.

B. Keluhan utama :

Pasien mengatakan ia merasa nyeri pada dada kanan atas. Menurut pasien
penyebab nyeri tidak diketahui, dimana faktor yang memperberat adalah
lingkungan yang dingin terutama di malam hari. Usaha yang dilakukan adalah
duduk tenang, mernarik napas dalam. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan rasa
terbakar. Lokasinya pada dada kanan atas dan menyebar ke skapula (belikat), serta
lengan kanan. Skala keparahan yaitu angka 5 pada skala 5. Timbulnya nyeri tidak
tentu, kadang-kadang dan lamanya kira – kira 5-10 menit.

III. Riwayat kesehatan

A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini :

Pasien tidak pernah menderita penyakit apapun. Pasien merupakan penggemar


dalam hal merokok, sehari bisa 2-3 bungkus. Hal ini dijalani selama 30 tahun.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit dan sekarang ini merupakan hal yang
bagi pasien. Tidak ada alergi makanan ataupun obat.
B. Riwayat kesehatan sekarang :

Pasien mengatakan bahwa sejak 1 dada kanan atas terasa sakit sekali. Kadang-
kadang batuk Berusaha minum jamu tetapi tidak membantu. Membeli obat
(pasien lupa nama) kurangi nyeri tetapi bersifat sementara saja. Karena nyeri tidak
bisa ditahan lagi akhirnya oleh keluarga dianjurkan untuk dibawa ke IRD dan oleh
dokter dianjurkan untuk opname.

C. Riwayat kesehatan keluarga :

Kakek, nenek, saudara kandung pasien tidak ada yang sakit.

IV. Informasi khusus

A. Masa balita

1. Keadaan bayi lahir

Pasien waktu lahir normal dan sehat. Tidak tahu APGAR score, BB dan PB lahir,
dan lingkar kepala dan dada.

2. Riwayat sehari – hari

Pasien mengatakan sebagai anak desa ia tumbuh dan berkembang sebagaimana


layaknya teman – teman yang lain selama dalam proses tumbuh kembang.

B. Klien wanita

Tidak dikaji

V. Aktivitas hidup sehari – hari

Aktivitas sehari – hari Pre masuk RS Di rumah sakit

A. Makan dan minum

1. Nutrisi Pasien makan tiga kali sehari, Pasien mengatakan napsu makan
tidak ada makanan pantangan, menurun, tidak bisa menghabiskan
napsu makan menurun sejak 1 porsi yang disiapkan.
bulan yang lalu. Mengatakan
Pasien suka minum susu yang
berat badannya turun.
disiapkan oleh rumah sakit.
Pasien minum air putih 6 – 8
gelas/hari kadang - kadang
2. Minum minum jamu

B. Eliminasi

1. BAB 1 kali sehari, tidak konstipasi, Sejak masuk BAB normal dan tidak
warna dan jumlah normal serta ada kelainan.
tidak ada kelainan dan bau

BAK 2 kali/hari, tidak ada


kelainan
BAK 2 kali perhari, jumlah tidak
2. BAK
tentu, warna kuning dan tidak ada
Berkeringat terutama pada kelainan
malam hari
Berkeringat terutama pada malam
hari
3. Keringat

C. Istirahat dan tidur

1. Istirahat Siang istirahat siang jam 11.00- Istirahat di tempat tidur.


13.00, malam jam 19.00-21.00

Siang tidur jam 22.00 – 05.00.


kesulitan tidur yaitu bila timbul
2. Tidur nyeri dan keringat dingin. Cara Pasien mengatakan tadi malam
mengatasi bangun dan duduk. tidurnya tidak cukup karena jam
23.00 – 01.00 merasa nyeri yang
sekali. Pasien hanya bisa duduk
saja.

D. Aktivitas Pasien pagi-pagi sudah ke Pasien hanya duduk dan tidur-


sawah sebagai seoragn petani. tiduran saja.
Waktu perjalanan ke tempat
kerja 15-20 menit dengan jalan
kaki.

E. Kebersihan diri Pasien mandi 2 X/hari, tidak ada Pasien mandi pagi dan sore,
hambatan dalam melakukan menggosok gigi. Melakukan
personal hygiene personal hygiene di kamar mandi.

F. Rekreasi Pasien menonton tv, Tidak bisa dilakukan karena masuk


mendengar tape dan juga radio rumah sakit

VI. Psikososial
A. Psikologis

1. Persepsi klien terhadap penyakit :

Pasien mengatakan belum mengetahui proses penyakit yang diderita sekarang ini.
Sebab dokter mengatakan pengobatan sekarang ini adalah untuk mengurangi
nyeri.

2. Konsep diri :

Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga perannya terganggu.

3. Keadaan emosi :

Pasien nampak pasrah saja terhadap apa yang dialaminya, mengatakan apa saja
yang dilakukan terhadapnya akan diterima dengan senang hati.

4. Kemampuan adaptasi :

Pasien mampu beradaptasi terhadap apa yang dialaminya sekarang.

5. Mekanisme pertahanan diri :

Pasien pasrah pada keadaannya, dan berdoa.

B. Sosial

Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak-
anaknya scara bergantian menunggu dan membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya. Saat berinteraksi dengan perawat, pasien kontak mata.

C. Spiritual

Pelaksanaan ibadah : pasien beribadah 5 waktu. Keyakinan tentang kesehatan


penting memperhatikan kebersihan dan makan yang cukup.

VII. Pemeriksaan fisik

A. Keadaan umum :

Nampak berusaha tenang, kesadaran baik, tampak sakit sedang : lemah. Tingkat
kesadaran compos mentis, GCS : 4 – 5 – 6. TB 159 cm dan BB 40 Kg. Ciri tubuh
kulit pucat dan sawo matang, rambut air. Tanda vital : nadi 108 X/menit, RR 24
X/menit, tekanan darah 130/80 mmHg dan suhu 367 oC.
B. Head to toe

1. Kepala

Bentuk kepala bulat, tidak ada luka atau cedera kepala dan kulit kepala tidak ada
kotoran atau bersih.

2. Rambut

Rambut lurus, warna putih sebagian, nampak bersih, tidak ada ketombe, tidak
tertata rapih (awut-awutan).

3. Mata (penglihatan).

Visus normal, tidak menggunakan alat bantu. Konjungtiva anemis. Kelopak mata
bawah nampak membengkak.

4. Hidung (penciuman).

Bentuk normal, tidak ada kelainan seperti deviasi septum, mempunyai dua
lubang, peradangan mukosa dan polip tidak ada, sedangkan fungsi penciuman
normal.

5. Telinga (pendengaran).

Ketajaman pendengaran baik, bentuk normal : simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran baik, tidak ada serumen dan cairan, serta alat bantu tidak ada.

6. Mulut dan gigi.

Bentuk bibir normal, bau mulut tidak holitosis. Tidak ada perdarahan dan
peradangan pada mulut. Jumlah gigi seri atas tanggal dua, ada karang/caries, tepi
lidah tidak hiperemik, tidak ada benda asing atau gigi palsu. Sedangkan fungsi
pengecapan baik, bentuk dan ukuran tonsil normal serta tidak ada peradangan
pada faring.

7. Leher

Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran, leher membesar, tidak ada
kaku kuduk.

8. Thoraks (fungsi pernapasan)


Inspeksi : asimetris dimana dada kanan tertinggal, pengembangan dada kurang
optimal. Palpasi : hangat, ada vokal fremitus ekspirasi maksimal. Perkusi : ada
bunyi pekak pada dada kanan. Auskultasi : tidak ada ronchii, ataupun wheezing,
bunyi vesikuler menurun pada paru kanan.

9. Abdomen

Inspeksi : tidak ada massa abdomen, simetris, tidak ada jaringan parut, dilatasi
vena ataupun kemerahan. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, hati
dan limpa tidak teraba. Perkusi : normal. Auskultasi : bising usus normal (15
X/menit).

10. Reproduksi (alat kelamin)

Tidak dikaji.

11. Ekstremitas

Tidak ada luka pada tangan kiri dan kanan. Kekuatan cukup, dimana mampu
membolak – balikan tangan dan menggerakan kakinya.

12. Integumen

Secara umum kulit kelihatan bersih, tidak ada penyakit kulit. Teraba hangat di dahi
dan daerah thoraks. Kulit kering, lemak subkutis kurang.

VIII. Pemeriksaan penunjang

A. Laboratorium :

Tanggal 12 – 11- 2001 : WBC 9,6 X 10,e9/L, Hb 14,5 gr/dl, Hct 47,0 dan PLT 405 X
10,e9/l

B. Radiologi : Foto thorax PA : 12 – 11- 2001 : jantung tampak terdorong ke kiri dan
ada bayangan massa pada daerah parahiler sampai suprahiler kanan. Kesimpulan :
tumor paru kanan, tumor pancoast.

C. USG : Tidak ada

D. Endoskopi : tidak ada

Analisa data
Data Etiologi Masalah

Subyektif :

Pasien mengatakan belum mengerti proses Kurang terpapar Kurang pengetahuan


penyakitnya, menanyakan penyebab sakitnya. terhadap informasi

Obyektif :

Pendidikan SD, belum pernah mendengar


penyakit tumor paru, tidak bisa menjawab saat
ditanyakan mengenai proses dan penyebab
penyakit serta pengobatan yang akan dijalani.

Subyektif :

Mengatakan sebelum MRS napsu makan Intake inadekuat Perubahan nutrisi


menurun, mengatakan baju dam celana yang
dipakai longgar.

Obyektif :

Nampak lemah, konjungitva anemis, BB 40 Kg,


menghabiskan ¾ porsi yang disiapkan, kurus

Subyektif :

Mengatakan nyeri pada dada kanan atas, Penekanan saraf oleh Gangguan rasa nyaman
merambat ke skapula, terasa seperti tertekan tumor
dan terbakar, mengatakan angka 5 pada skala
nyeri 5, mengatakan nyeri muncul tidak tentu.

Obyektif :

Nampak lemah dan berusaha menahan sakit,


x-ray dada tumor pancoast, tidak mau tidur,
hanya duduk saja.

Diagnosa keperawatan (berdasarkan prioritas)


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
saraf oleh tumor.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang inadekuat.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
terhadap informasi.
III. Rencana perawatan
Diagnosa keperawatan Perencanaan

No Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan Setelah diberikan tindakan Tanyakan pasien tentang nyeri dan tentukan
dengan penekanan saraf oleh tumor paru. keperawatan, pasien karakteristiknya.
menunjukkan
/demonstrasikan bebas nyeri Kaji pengetahuan verbal dan non verbal
dengan kriteria ekspresi
wajah rileks, pengembangan
paru optimal, menyatakan
nyeri hilang (skala 1 atau 0)

Dorong penggunaan teknik relaksasi

Beri analgesik dan evaluasi keefektifannya

Untuk meminimalkan nyeri dada pleural : anjurkan


untuk menahan dada dengan kedua tangan atau d
bantal saat batuk, dorong pasien untuk berhenti
merokok.

2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah 1 minggu perawatan Kaji diet harian dan kebutuhannya
tubuh berhubungan dengan kelelahan dan status nutrisi ditingkatkan
dyspnea dengan kriteria BB bertambah Timbang BB tiap 3 hari
1-2 Kg, makan sesuai diet
Kaji faktor psikologi
seimbanmg, menghabiskan
porsi yang disiapkan

Moniitor albumin dan limfosit

Beri oksigen selama makan sesuai keperluan

Anjurkan oral care sebelum makan

Atur anti emetik sebelum makan


Berikan diet TKTP

Atur pemberian vitamin sesuai order

Kurang pengetahuan tentang proses Setelah 3 kali pertemuan 1. Jelaskan tentang penyebab tumor paru
penyakit, dan penyebabnya berhubungan pengetahun akan meningkat dihubungkan dengan riwayat hidup pasien.
dengan kurang terpapar akan informasi dengan kriteria mampu
menjelaskan penyebab, Jelaskan kepada pasien proses penyakit tumor par
proses penyakit dan
penanganannya. 3. Jelaskan kepada pasien tentang pengobatan tumor
paru.

4. Evaluasi tingkat pengetahuan pasien dan keluarga

IV. Pelaksanaan dan Evaluasi


Dx.
Hari/tgl Implementasi
kep

Selasa, 13–11 –
2001
Jam 20.30
15.00
1 Memberi codein 1 tablet peroral pasien mengatakan

Meganjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi : tarik napas dalamO : rileks, menghabiskan
dan memeluk bantal.
A : masalah belum terat
19.00 Memberi minum codein 1 tablet
P : rencana intervensi di
Menganjurkan pasien untuk melakukan posisi yang dikehendakinya
untuk kenyamanannya.

Jam 13.30

2. 10.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien dan keluarga
pasti, menanyakan a
Menanyakan siapa saja yang merawat/menemani pasie selama MRS
O : napsu makan menur
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain perasaannya, kadan
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien A : masalah belum terat
Memberitahukan kepada pasien bila diagnosis pasti sudah ditegakkanP : rencana intervensi di

Rabu, 07– 11 –
2001
Jam 13.30
08.00
Menganjurkan untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur – pasien mengatakan n
kumur dan sikat gigi menghabiskan pors
1
Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada
O : Hb 9 g/dl, konjungtiv
pasien Kg, nampak lemah,

Memberi minum Roborantia 1 tablet. A : masalah belum terat

Menganjurkan untuk duduk setelah makan P : rencana interven

Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit

Menimbang berat badan pasien

Jam 13.30

2 10.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien mengatakan n
keadaan penyakitny
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain diagnosis pasti.
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien O : istirahat cukup, men
Memberitahukan kepada pasien bila diagnosis pasti sudah ditegakkanA : masalah belum terat

P : tindakan keperawata

Jumat, 08 – 11 –
2001
Jam 13.30
08.00
1 Mengingatkan pasien untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur pasien mengatakan n
– kumur dan sikat gigi menghabiskan pors
penuh.
Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada
pasien O : konjungtiva anemis,
lemah, jalan pelan -
Memberi minum Roborantia 1 tablet.
A : masalah belum terat
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit
P : rencana interven
Jam 13.30

2 11.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien mengatakan n
keadaan penyakitny
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain sakit yang sedang d
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien O : tenang, rileks, mene
samping tempat tid
Memberitahukan kepada pasien tentang diagnosis pasti berdasarkan
hasil biopsi PA A : masalah teratasi

P : tindakan keperawata

Sabtu, 10 -11 –
2001
Jam 13.30
08.30
1 Menganjurkan untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur – pasien mengatakan n
kumur dan sikat gigi menghabiskan pors

Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada O : Hb 9 g/dl, konjungtiv
pasien
A : masalah belum terat
Memberi minum Roborantia 1 tablet.
P : rencana interven
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit

Menimbang berat badan

PELAKSANAAN DAN EVALUASI


DP HR/TGL/JAM IMPLEMENTASI

Anda mungkin juga menyukai