Ambar
Ambar
Abstract
Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard
yang didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua
ventrikel, tanpa adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit
perikard. Kejadian DCM yang dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima
hingga delapan kasus per 100.000 populasi. Kejadian sesungguhnya mungkin tidak
diketahui karena tidak dilaporkan atau tidak terdeteksinya kasus DCM yang
asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien. Kira-kira 50% dari kasus
kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien selebihnya
berhubungan dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis;
sedangkan sisanya akibat penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik,
dan beberapa penyebab lain. Jelas sekarang bahwa tidak hanya sistem saraf
simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron yang penting bagi perkembangan
gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinase,
peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak
faktor lain juga tampaknya memainkan peran penting.
Abstrak Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard yang
didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua ventrikel, tanpa
adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit perikard. Kejadian DCM yang
dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima hingga delapan kasus per 100.000 populasi.
Kejadian sesungguhnya mungkin tidak diketahui karena tidak dilaporkan atau tidak terdeteksinya
kasus DCM yang asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien. Kira-kira 50% dari kasus
kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien selebihnya berhubungan
dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis; sedangkan sisanya akibat
penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik, dan beberapa penyebab lain. Jelas sekarang
bahwa tidak hanya sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron yang penting bagi
perkembangan gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinase,
peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak faktor lain juga
tampaknya memainkan peran penting. Kata kunci: Kardiomiopati dilatasi, Patofisiologi, Etiologi
penulis: 1. PPDS Kardiologi dan Kedokteran Vascular Fakultas Kedokteran UNAND/RSUP Dr. M.
Djamil, Padang; 2. Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vascular Fakultas Kedokteran UNAND/RSUP
Dr. M. Djamil, Padang Korespondensi: Jalan Perintis Kemerdekaan Padang
kardiologiunand@yahoo.com Telp 075136494
Pendahuluan Kardiomiopati dilatasi atau dilated cardiomyopathy (DCM) adalah gangguan miokard
yang didefinisikan oleh dilatasi dan gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri, atau kedua ventrikel, tanpa
adanya penyakit arteri koroner, kelainan katup, atau penyakit perikard.
Terdapat sejumlah penyakit jantung dan sistemik yang berbeda terkait dengan pelebaran ventrikel kiri
dan gangguan kontraktilitas, tetapi pada kebanyakan pasien, tidak ada penyebab yang dapat
diidentifikasi.
1,2,3. Kejadian DCM yang dilaporkan bervasiasi setiap tahunnya mulai dari lima hingga delapan
kasus per 100.000 populasi. Kejadian sesungguhnya mungkin tidak diketahui karena tidak dilaporkan
atau tidak terdeteksinya kasus DCM yang asimptomatis, yang dapat mengenai 50%-60% pasien.
Pada kebanyakan penelitian acak di banyak pusat mengenai gagal jantung, sekitar satu per tiga dari
pasien yang dirawat merupakan noniskemik DCM.
4,5 Prevalensi kejadian DCM di Amerika Serikat rata-rata 36 kasus per 100.000 populasi dan tercatat
10.000 kematian akibat DCM setiap tahunnya.
6 Kira-kira 50% dari kasus kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik. Pada 20-30% pasien
selebihnya berhubungan dengan fenomena genetik, inflamasi dan imunologi seperti miokarditis;
sedangkan sisanya akibat penyakit jantung iskemik, hipertensi, infeksi HIV, toksik, dan beberapa
penyebab lain.
7,8 Baru-baru ini, banyak data telah muncul mengenai patogenesis rumit pada DCM.
Jelas sekarang bahwa tidak hanya sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensin-aldosteron
yang penting bagi perkembangan gagal jantung pada DCM. Autoimunitas, cacat genetik,
metallomatrixproteinase, peningkatan deposisi dan degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan
banyak faktor lain juga tampaknya memainkan peran penting.
Pembahasan Etiologi Dasar Untuk Kardiomiopati Dilatasi Faktor Genetik dan Familial
Terdapat tiga kategori utama dari mekanisme genetik yang terlibat dalam pengembangan DCM yang
mengarah kepada perubahan fenotipe pada miosit jantung, yaitu mutasi gen, variasi polimorfik pada
gen perubah, perubahan pengeluaran dari gen normal atau wild-type gen. Kardiomiopati dilatasi
familial berhubungan dengan beberapa mutasi gen tunggal, biasanya enkoding cytoskeletal,
membran nuklir, atau protein kontraktil, termasuk desmin, titin, dan troponin T. Transmisi biasanya
autosomal dominan, meskipun warisan autosomal resesif dan X-linked juga dikenal.
11. Dalam semua jenis kardiomiopati, ketika terjadi perburukan gagal jantung, ekspresi gen yang
berubah dari normal, disebut wild type gen dapat ditemukan, seperti penurunan regulasi dari beta1-
adrenoreseptor, gen ATPase, peningkatan regulasi atrial natriuretik peptida (ANP), angiotensin
converting enzyme (ACE), tumor nekrosis faktor alfa (TNFα), endothelin, dll.
12. Mekanisme genetik terakhir, yang mungkin bisa berkontribusi untuk asal-usul DCM idiopatik,
berdasarkan variasi polimorfik dari gen pengubah. Keadaan ini tidak begitu langka di populasi, dan
biasanya tidak menyebabkan perbedaan dalam fungsi dan dianggap normal. Namun beberapa
polimorfisme ini bisa menyebabkan perbedaan dalam fungsi koding protein, yang mungkin dianggap
sebagai variasi biologis, tetapi juga mungkin wadah untuk kerentanan yang lebih tinggi untuk penyakit
atau respon yang berbeda terhadap pengobatan. Varian polimorfik gen yang mengkode ACE,
reseptor AT1 angiotensin, beta1- adrenoreseptor, beta2-adrenoreseptor, alfa1 adrenoreseptor dan
endotelin jenis reseptor A diketahui mempengaruhi perjalanan penyakit kardiomiopati, serta memiliki
respon yang berbeda untuk pengobatan.11,12 Faktanya adalah bahwa kelainan genetik berperan
menawarkan wawasan pada fenotip secara umum. Sangat jelas bahwa predisposisi genetik dapat
menjadi faktor sentral dalam berkembangnya DCM primer dan sekunder. Contoh utama adalah
infeksi virus dan hipertensi, dimana dalam pemaparannya d apat mengarah kepada DCM hanya pada
subpopulasi dari individu yang terkena. Predisposisi genetik merupakan hal yang penting dan
mendasar terhadap variasi perjalanan penyakit DCM dan dapat berkontribusi terhadap respon
terapi.13 Ilmu pengetahuan genetik dari DCM mengarah pada skrining genetik pada area klinis dan
perkembangan dari klinis khusus pada pusat rujukan. Panduan yang diterbitkan oleh Heart Failure
Society of America (HFSA) 2010 menyarankan skrining dan konseling genetik harus dipertimbangkan
pada keluarga dimana DCM familial dicurigai, sebagai deteksi awal dari kardiomiopati pada anggota
keluarga.13 Faktor Inflamasi dan Infeksi Miokarditis adalah penyakit inflamasi miokardium, yang bisa
merupakan penyebab idiopatik, infeksi atau autoimun dan dapat menyebabkan DCM. Miokarditis
dapat diakibatkan oleh virus (atau patogen lainnya), penyakit autoimun, atau kombinasi (reaksi
autoimun dirangsang oleh infeksi virus). Hal ini juga semakin menjelaskan bahwa faktor genetik juga
meningkatkan risiko perkembangan penyakit jantung setelah infeksi virus.14 Telah lama diduga
bahwa infeksi virus pada host yang rentan dapat menjadi penyebab langsung dari kardiomiopati dan
dapat menjadi prekursor untuk terjadinya DCM. Hipotesis ini sulit untuk dibuktikan karena tantangan
dalam mengkonfirmasikan infeksi virus pada individu yang terkena ditambah dengan fakta bahwa
virus umum yang terlibat dalam kardiomiopati virus, yang menunjukkan tingkat positif palsu tinggi
ketika virus terdeteksi pada pasien dengan gagal jantung. Limfositik miokarditis dengan atau tanpa
nekrosis miosit telah dianggap temuan khas yang diperlukan untuk diagnosis, dan kriteria yang
ditetapkan untuk evaluasi histologis yang disebut kriteria Dallas. Hubungan antara
http://jurnal.fk.unand.ac.id 137 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) Gambar 1.
Patofisiologi DCM fokus pada miokarditis14 miokarditis dan penyakit jantung akibat virus bermasalah
karena inflamasi miokarditis yang sebenarnya dapat terjadi tanpa adanya agen infeksius. Penerapan
polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi partikel virus dalam sampel miokard yang diambil
dari pasien dengan DCM telah memberikan wawasan penting ke dalam peran yang dimainkan oleh
virus penyakit otot jantung.11 Infeksi virus dapat menyebabkan miokarditis akut dan kronik. Sampai
tahun 1990an, virus penyebab miokarditis yang paling banyak dilaporkan pada negara berkembang
adalah adenovirus dan enterovirus. Barubaru ini parvovirus B19 (B19V) dan human herpees virus-6
banyak ditemukan dengan persentase yang signifikan pada pasien yang didiagnosa dengan
kardiomiopati akut dan kronik. Dimana lebih dari 50% dewasa muda dan lebih dari 90% orang tua
telah terinfeksi oleh virus kardiotropik ini, dan hanya beberapa yang kurang beruntung yang
mendapatkan sequele pada jantung.11 Dua mekanisme umum untuk cedera jantung paska infeksi
virus telah ditemukan; yaitu reaksi autoimun dan cedera jaringan langsung akibat infeksi virus dari
jantung (Gambar 1). Kedua mekanisme ini tidak sepenuhnya terbukti dan tetap kontroversial. Ada
atau tidak adanya peradangan pada biopsi endomiokardial, yang bervariasi dari berbagai penelitian,
digunakan untuk mendukung cedera imunologi. Namun, penelitian lain telah menyarankan kriteria
yang berbeda (misalnya, pelengkap atau deposisi imunoglobulin). Hipotesis paska infeksi virus telah
mendapat banyak dukungan, dimana material virus telah terdeteksi atas dasar peningkatan titer virus,
kehadiran materi virus genom dengan PCR, dan deteksi partikel virus.11 Cooper et al menjabarkan
penelitian pendukung mengenai kelainan imunitas humoral dan seluler pada DCM. Dua teori umum
diusulkan untuk penyebab DCM autoimun: (1) komponen virus yang masuk ke dalam membran miosit
jantung, merangsang respon antigen; dan (2) anti-jantung antibodi dihasilkan sebagai akibat
http://jurnal.fk.unand.ac.id 138 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) dari kerusakan
miokard. Antigen leukosit spesifik manusia (HLA) antigen kelas II (terutama DR4) berhubungan
dengan DCM. Sebagai tambahan, banyak beredar antibodi antimiocardial telah dihitung pada pasien
DCM yang bereaksi dengan berbagai antigen, termasuk rantai berat myosin, adrenoreseptor beta,
reseptor muscarinik, sarcolemmal natrium-kalium trifosfatase adenosin, laminin, dan protein
mitokondria.14 Fitur autoimun di DCM termasuk hubungan yang lemah dengan HLA-DR4 ekspresi
abnormal kelas HLA II pada endotelium jantung dan peningkatan kadar peredaran sitokin dan
autoantibodi jantung. Baru-baru ini,banyak penelitian telah dilakukan mengenai autoantibodi jantung
pada DCM. Autoantibodi ini tidak terlalu patogenik, tetapi merupakan penanda cedera
immunemediated; mereka ditemukan pada pasien dan keluarga yang beresiko, tapi tidak dalam
subyek kontrol normal dan sakit, dan bereaksi dengan autoantigen unik untuk jantung. Antibodi untuk
sarcolemmal dan antigen miofibrillar, untuk antigen mitokondria, seperti M7, adenosin nukleotida
translocator dan enzim rantai pernapasan lainnya telah ditemukan pada pasien DCM, tetapi beberapa
dari mereka bereaksi silang dengan otot skeletal, atau spesifisitas mereka untuk DCM belum benar-
benar diuji. Kepentingan tertentu barubaru ini ditampilkan untuk autoantibodi terhadap beta1-
adrenoreseptor, terutama orang-orang yang menargetkan fungsional penting ekstraseluler loop
kedua. Keadaan ini telah ditemukan dapat mengaktifkan sinyal kaskade beta1-adrenoreseptor in vitro,
dan pada in vivo mereka berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri yang lebih jelek, prevalensi yang
lebih tinggi untuk terjadinya aritmia ventrikel yang serius dan insiden yang lebih tinggi dari kematian
jantung mendadak. Masih belum jelas apakah DCM berkembang karena antibodi ini, atau apakah
antibodi berkembang sebagai hasil cederanya jaringan jantung.9 Cytotoxicity Aksi langsung dari
berbagai faktor yang beredar terlibat dalam patofisiologi disfungsi miosit. Misalnya, tumor nekrosis
faktor dan tingkat endotelin yang meningkat pada DCM. Peran yang tepat dari faktorfaktor ini tetap
tidak sepenuhnya dipahami, dan terapi untuk melawan efeknya belum sepenuhnya ditemukan.
Sebuah mekanisme molekuler tambahan yang mendapatkan peningkatan eksperimental dan
dukungan klinis adalah ketidakseimbangan nitrosoredoks, sebuah fenomena intraseluler yang
ditandai dengan disregulasi produksi nitrat oksida ditambah dengan peningkatan produksi reaktif
oksigen species.16 Ketidakseimbangan ini dijelaskan dalam model hewan percobaan dan pada
manusia dengan DCM dan menyebabkan disfungsi seluler dan kemungkinan sitotoksisitas. Meskipun
tidak secara definitif terbukti, salah satu postulat mekanisme menjelaskan respon pasien DCM untuk
hydralazine-isosorbid dinitrat adalah pemulihan keseimbangan nitroso-redoks.11 Hilangnya Sel dan
Keadaan Tidak Normal Dalam Mekanisme Perbaikan Endogen Berbagai penyebab lain terkait
dengan kerusakan konstituen seluler jantung diusulkan sebagai faktor etiologi, meskipun tidak ada
yang diterima sebagai penyebab mutlak. Banyak mekanisme, seperti gangguan endokrin dan
eksposur beracun, berasal dari keberadaan contoh spesifik kardiomiopati sekunder. Munculnya DCM
hanya sebagian kecil dari subyek dengan gangguan umum merupakan gagasan yang mendukung
bahwa interaksi host(gen) dengan lingkungan tertentu menyebabkan manifestasi jantung terhadap
pemaparan.11 Iskemia karena hiperaktivitas atau spasme mikrovaskulatur dapat berkontribusi untuk
nekrosis miosit difus dan penggantian fibrosis. Gangguan klasik yang bermanifestasi menjadi
penyakit scleroderma jantung. Peningkatan apoptosis miosit dijelaskan dalam DCM dan ARVD/C,
mengarah pada saran yang menyatakan hilangnya sel dapat berkontribusi untuk remodeling ventrikel
kiri dalam proses DCM. Meski begitu, terdapat peningkatan jumlah penelitian eksperimental yang
mendukung pemulihan jantung ketika agen antiapoptotic diberikan pada model binatang. Peran
sesungguhnya dari apoptosis dalam kondisi ini tidak diketahui. Lebih lanjut, baru-baru ini dikumpulkan
data pendukung gagasan bahwa stem sel jantung endogen mengisi kembali miosit jantung sepanjang
hidup, sehingga menyajikan mekanisme keseimbangan homeostasis untuk hilangnya sel dan
penggantian sel setelah cedera jaringan. Beberapa penelitian sudah mendukung ide penuaan sel
induk jantung yang berkontribusi untuk berkembangnya kardiomiopati pada manusia. Dengan
demikian, http://jurnal.fk.unand.ac.id 139 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) penipisan
atau disfungsi sel endogen dengan kapasitas untuk membagi dan membedakan pada konstituen
selular jantung dapat menjadi kontributor utama patofisiologi proses kardiomiopati.11 Patofisiologi
kardiomiopati dilatasi Perubahan Biologi Sel Kardiomiosit Perbesaran ke empat ruangan jantung
merupakan tanda tipikal dari DCM (Gambar 2), walaupun terkadang penyakit ini terbatas pada sisi
kanan atau kiri jantung. Ketebalan dari dinding ventrikel dapat bertambah, tapi dilatasi ruangan
jantung melebihi dari proporsi seluruh hipertrofi konsentrik. Secara mikroskopik, terdapat bukti
degenerasi dari miosit dengan hipertrofi yang ireguler dan atrofi dari miofiber. Fibrosis intersisial dan
perivaskular sering terjadi sangat luas.10 Sistem Neuroendokrin Perkembangan gagal jantung
konsisten pada pasien dengan etiologi yang berbeda, dimana hal ini dilakukan oleh molekul aktif
biologis yang sangat mirip, terlepas dari penyebab yang memicunya.17 Mekanisme kompensasi yang
diaktifkan setelah penurunan kapasitas pompa jantung dapat memodulasi fungsi LV dalam kisaran
fisiologis. Oleh karena itu, kapasitas fungsional pasien di awal hanya tertekan minimal.9 Aktivasi awal
dari sistem saraf simpatis atau sympathetic nervous system (SNS) dan penahan airgaram renin-
angiotensin-aldosteron sistem (RAAS) menjaga curah jantung dengan meningkatkan denyut jantung
dan kontraktilitas dan memperluas volume plasma, dalam rangka untuk mengurangi berkembangnya
tekanan hipertrofi dinding jantung, untuk mencegah vasokonstriksi berlebihan akibat Gambar 2.
Potongan melintang dari jantung normal (kanan) dan jantung dari pasien dengan DCM. Pada
spesimen DCM, trdapat dilatasi buventrikular tanpa peningkatan yang proposional dari ketebalan
dinding. LV, left ventricle: RV, right ventricle. 10 peningkatan aktivasi SNS dan RAAS, keluarga
molekul vasodilatasi, termasuk peptida natriuretik, prostaglandin (PGE2,PGEI2) dan oksida nitrat,
diaktifkan.17 Namun untuk waktu yang lebih lama semua mekanisme kompensasi ini menunjukkan
pengaruh yang merugikan, seperti perubahan ekspresi gen, sehingga terjadi perubahan di miosit
jantung, pertumbuhan, remodeling dan apoptosis (Gambar 3). Angiotensin II melalui deposisi kolagen
diduga meningkatkan fibrosis miokard. Stimulasi adrenergik yang berlebihan memiliki efek toksik
pada miosit dan menyebabkan nekrosis Gambar 3. Hubungan dari aktivasi neurohormonal dan
kematian miosit jantung disebabkan oleh apoptosis dan nekrosis serta perubahan gen.9 miosit. Telah
didokumentasikan, bahwa pada tikus transgenik pengeluaran berlebih dari beta1- adrenoreseptor
menyebabkan hipertrofi miosit, diikuti oleh fibrosis dan gagal jantung, sedangkan pengeluaran
berlebihan dari beta2-adrenoreseptor umumnya lebih dapat ditoleransi dengan baik atau bahkan
bermanfaat, meskipun juga masih kontroversial.9 Perubahan Pada Tingkat Miosit Perubahan ekspresi
gen menyebabkan cacat pada pengkodean protein atau mekanisme peraturan dan disfungsi lanjut
dari kontraktil miokard. Fenomena ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: perubahan
http://jurnal.fk.unand.ac.id 140 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) intrinsik dan
perubahan termodulasi dari fungsi jantung. Fungsi instrinsik jantung berarti kontraksi dan relaksasi
miokardium pada saat istirahat, yang tidak dipengaruhi oleh faktor hormonal atau neural. Fungsi
jantung termodulasi dirangsang atau dihambat oleh faktor ekstrinsik (neurotransmitter, sitokin,zat
autokrin / parakrin dan hormon). Hal ini sangat penting untuk menanggapi perubahan kondisi
fisiologis atau rangsangan fisik. Perubahan struktur miosit jantung dapat dilihat pada gambar 4.18
Gambar 4. Struktur miosit jantung. (A) pada miokardium normal dan pada DCM (B). Miosit jantung di
pisahkan darimiokardium pada pasien dengan DCM memiliki bentuk memanjang sebagai hasil dari
sarkomer yang dibentuk dalam bentuk serial18 Sebagian besar perubahan dalam modulasi fungsi
jantung terjadi pada transduksi sinyal betaadrenergik. Terdapat empat jenis beta-adrenoreseptor yang
telah diidentifikasi yaitu: beta-1, beta-2, beta-3 dan beta-4. Dua reseptor pertama, terutama-beta 1
penting dalam patogenesis gagal jantung. Meskipun banyak kesamaan, dua reseptor ini memiliki
karakteristik genetik dan farmakologi yang berbeda. Beta1-adrenoreseptor merangsang produksi c-
AMP dengan berinteraksi secara eksklusif dengan stimulator protein G, sedangkan beta2-
aderenoreseptor dapat berpasangan dengan stimulator dan penghambat protein G. Selanjutnya,
respon beta1-adrenoreseptor terutama terkait dengan produksi c-AMP, sedangkan beta2-
adrenoreceptor lebih kompleks dan tidak didefinisikan seluruhnya. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan penurunan regulasi dari beta1- adrenoreseptor pada gagal jantung dengan
desensitisasi dari reseptor yang tersisa. Keadaan ini, bersama-sama dengan perubahan pada
stimulasi protein G dan c-AMP, berefek kepada kemampuan stimulasi beta-adrenergik untuk
meningkatkan denyut jantung dan mempengaruhi respon latihan dan sebaliknya pada miokard.
Meskipun tingkat beta2- adrenoreseptor dilaporkan tetap tidak berubah pada gagal jantung, terdapat
data dimana stimulasi dari reseptor ini adalah aritmogenik, dimediasi oleh retikulum sarkoplasma atau
sarcoplasmic reticulum (SR), Ca-overload induced spontaneous SR, pengeluaran Ca dan setelah
kontraksi. Selain itu, telah disarankan bahwa pasien dengan gagal jantung dengan Thr164Ile
polimorfisme beta2-adrenoreseptor memiliki kapasitas latihan yang lebih rendah dan mungkin
memiliki angka kematian lebih tinggi atau mengarah kepada transplantasi.18,19 Namun demikian,
penghambatan dari modulasi fungsi jantung juga abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
berkurangnya pengaruh parasimpatis.12,18 Perubahan Pada Tingkat Miokardium Pada tingkat
miokard, pertama hilangnya miosit kontribusi untuk memompa disfungsi pada gagal jantung.
Hilangnya miosit dapat terjadi melalui mekanisme beracun, memproduksi nekrosis, atau dengan
diprogram kematian sel, memproduksi apoptosis.12 Terdapat bukti eksperimental bahwa myonecrosis
mungkin dipicu oleh peningkatan kadar peredaran norepinefrin atau norepinefrin jaringan, atau oleh
stimulasi yang berlebihan dari angiotensin II atau endotelin. Selain itu, gagal jantung ditandai dengan
peningkatan kematian miosit apoptosis 232-kali lipat lebih tinggi dilepaskan dari produk gen anti-
apoptosis Bcl-2 didalam sel. Hal ini telah dibuktikan dalam model in vitro dan in vivo dimana apoptosis
dapat dipicu oleh beberapa faktor yang mengambil bagian dalam patogenesis gagal jantung, seperti
stretch miokard, norepinefrin, TNF, stres oksidatif, angiotensin II. Namun semua penilaian saat ini
tersedia dari apoptosis miosit pada gagal jantung telah dilakukan dalam jantung yang di
transplantasikan dari penerima transplantasi jantung, dimana banyak dari mereka yang mendapatkan
inotropik. Katekolamin juga dikenal dapat memprovokasi apoptosis, tetapi masih belum jelas apakah
apoptosis hanya terjadi di stadium akhir gagal jantung atau apakah memberikan kontribusi untuk
perkembangan remodeling jantung dan disfungsi sistolik.9,17 http://jurnal.fk.unand.ac.id 141 Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) Peningkatan deposisi kolagen telah dilaporkan dalam
stadium akhir idiopatik DCM. Setelah kematian miosit, deposisi kolagen fibril berlangsung di
ekstraseluler matriks. Penggantinan fibrosis serta perivaskular fibrosis sekitar pembuluh darah
intramyocardial bisa dipicu oleh angiotensin II, endotelin dan aldosteron, dan diperkirakan
berkontribusi terhadap peningkatan kekakuan ventrikel yang mengurangi kepatuhan miokard dan
selanjutnya mengganggu fungsinya. Perubahan orientasi kolagen serat miokard juga telah dilaporkan
dalam pembentukan DCM, yang mungkin lebih penting untuk fungsi mekanik miokard dibanding
jumlah absolut kolagen miokard. Penggantian bertahap kolagen tipe III dengan kolagen tipe I yang
lebih kuat, terjadi pada perkembangan gagal jantung, juga memberikan kontribusi untuk pelebaran
kavitas. Selain itu, peningkatan fibrosis miokard yang terdeteksi pada akhir peningkatan gadolinium
pada MRI jantung memprediksi dampak buruk dari kardiomiopati noniskemik.12, Namun, meskipun
deposisi kolagen meningkat, meningkat kadar plasma dari produk degradasi kolagen dilaporkan pada
pasien dengan gagal jantung pada DCM sekunder. Tampaknya dalam miokardium gagalnya aktivitas
enzim dari collagenolytic, dikenal sebagai peningkatan metalloproteinase (MMP). MMP adalah
keluarga dari enzim Zinc-dependen, masingmasing mampu menurunkan beberapa matriks
ekstraseluler (ECM) dan non-ECM substrat. Mereka terlibat dalam renovasi jaringan normal, serta
kondisi patologis (metastasis tumor, arthritis, peradangan, penyakit kardiovaskular). Dari 25 MMP
yang berbeda, enam disajikan dalam jantung dan bertanggung jawab untuk sebagian besar fisiologis.
Peran mereka dalam perkembangan penyakit jantung dan gagal jantung kini sedang gencar diselidiki.
Sebagai contoh, pengeluaran yang berlebihan dari kardiak spesifik MMP-1 dan MMP9 mengarah ke
degradasi progresif dari ECM, yang menyebabkan dinding LV menipis, pelebaran dan gagal jantung.
Dampaknya terhadap remodeling LV juga digambarkan oleh fakta bahwa di Framingham Heart
substudi peningkatan jumlah plasma MMP-9 dikaitkan dengan dilatasi LV. Stres oksidatif, TNF dan
sitokin lain dan faktor pertumbuhan peptida yang disajikan pada miokardium mampu mengaktifkan
MMP. Selain itu, tingkat inhibitor jaringan endogen dari metaloproteinases terbukti menurun pada
proses gagal jantung.20,21 Obat penghambat MMP telah dikembangkan. Pertama, mereka yang
ditargetkan pada penyakit dengan indikasi seperti kanker dan gangguan rematologi, dan selanjutnya
muncul studi hewan yang nanti dampaknya terhadap remodeling LV. Inhibitor MMP tidak selektif
berhasil digunakan pada model binatang untuk remodeling LV; kemudian, inhibitor MMP selektif
dikembangkan, yang berkembang dari hewan ke studi klinis. Namun, meskipun pada model binatang
remodeling LV sukses, tidak ada keuntungan yang terlihat dalam studi klinis yang dilakukan.22,23
Perubahan Geometri dan Arsitektur Ventrikel Kiri Ada dua pendapat yang berbeda tentang peran LV
remodeling. Beberapa peneliti melihatnya sebagai respon end-organ stimulasi neurohormonal tahan
lama dan perubahan terjadi di tingkat miokard; penelitian lain menunjukkan bahwa LV remodeling
mungkin berkontribusi secara independen untuk perkembangan gagal jantung dan terutama
peningkatan tekanan dinding LV.9 Peningkatan telanan akhir diastolik dinding LV terjadi sebagai hasil
dari peningkatan ukuran LV dan perubahan geometri dari ellipsical ke bentuk yang lebih bulat.
Mengingat bahwa beban ventrikel pada akhir diastol berkontribusi untuk afterload yang dihadapi
ventrikel pada awal sistol, selanjutnya LV dilatasi meningkatkan pemanfaatan oksigen kerja.
Peningkatan afterload, dibentuk oleh LV dilatasi bersama-sama dengan penipisan dinding LV yang
terjadi selama remodeling, hal ini memberikan kontribusi penurunan curah jantung. Tingginya tekanan
dinding pada akhir diastolik dapat menyebabkan episodik hipoperfusi dari subendokardium, dengan
resultan memburuknya fungsi LV dan peningkatan stres oksidatif, dengan aktivasi yang dihasilkan
gen sensitif terhadap generasi radikal bebas (misalnya TNFa dan interleukin-1beta).9,17 Selain itu,
pada ventrikel yang memanjang dan dilatasi, papiler otot ditarik terpisah, yang menghasilkan
ketidakmampuan katup mitral dan pengembangan mitral regurgitasi fungsional. Hal ini menyebabkan
hilangnya aliran darah keluar jantung, dan kedua aliran http://jurnal.fk.unand.ac.id 142 Jurnal
Kesehatan Andalas. 2018; 7(Supplement 2) regurgitasi selanjutnya menyebabkan overload
ventrikel.17 Perubahan kompleks yang terjadi di miosit, miokard dan tingkat ventrikel, seperti
kehilangan miosit, peregangan dan penyelipan, fibrosis yang berlebihan dan degradasi matriks
ekstraseluler, mungkin mengakibatkan hilangnya pengaturan serat normal di miokardium, dan yang
terakhir signifikan selama adaptasi kompleks yang berkaitan dengan transfer energi yang optimal dari
miokardium ke darah pada jantung normal. Orientasi serat yang abnormal dapat berkontribusi
hilangnya sinkronisitas dan homogenitas dari fungsi sistolik. Studi yang telah dipublikasikan Yildirim
dkk, menunjukkan bahwa pada DCM idiopatik gerakan dinding LV tidak selalu hipokinetik seluruhnya
dan heterogenitas regional fungsi ventrikel kiri selalu muncul; selain itu pasien dengan gagal jantung
memiliki ketidaksinkronan intraventrikular yang lebih jelas dibanding subjek normal, yang merupakan
prediktor jangka panjang independen dari kejadian penyakit jantung dan yang dapat dikurangi dengan
terapi beta bloker atau terapi sinkronisasi jantung. Modalitas ekokardiografi yang baru, seperti
pencitraan Doppler jaringan atau pencitraan peregangan dua dimensi, serta resonansi magnetik
tomography memungkinkan evaluasi yang tepat dari sinkronisitas ventrikel.24,25 Simpulan Sebagian
besar kasus kardiomiopati dilatasi adalah penyakit idiopatik dan selebihnya berhubungan dengan
fenomena genetik, inflamasi dan imunologi. Patogenesis terjadinya DCM tidak hanya melibatkan
sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotensinaldosteron yang penting bagi perkembangan gagal
jantung pada DCM, autoimunitas, cacat genetik, metallomatrixproteinases, peningkatan deposisi dan
degradasi kolagen, beta2-adrenoreseptor dan banyak faktor lain juga memainkan peran penting.
Patofisiologi DCM sendiri melibatkan perubahan biologi sel kardiomiosit, sistem neuroendokrin,
perubahan pada tingkat miokardium, perubahan geometri dan arsitektur ventrikel kiri Daftar Pustaka
1. Wexlaer R, Elton T, Pleister A, Feldman D. Cardiomegaly. An Overview. Am Fam Physician.
2009;79(9):778-784 2. Johnson WH, Moller JH . Congestive heart failure in infants and children.
Pediatric Cardiology: The Essential Pocket Guide. 3rd ed. Minneapolis, MN: Wiley-Blackwell; 2010:
315-317. 3. Lipshultz SE. Sleeper LA, Towbin JA, Lowe AM, Orav EJ, Cox GF, et al. The incidence of
pediatric cardiomyopathy in two regions of the United States. N Engl J Med 2003; 348:1647-1655. 4.
Richardson P, McKenna W, Bristow M, Maisch B, Mautner B, O'Connell J, et al. Report of the 1995
World Health Organization/International Society and Federation of Cardiology Task Force on the
Definition and Classification of Cardiomyopathies. Circulation. 1996; 93:841-842 5. Hazebroek M,
Dennert N dan Heymans S. Idiopathic dilated cardiomyopathy: possible triggers and treatment
strategies. Neth Heart J. 2012; 20:332–335 6. Manolio TA, Baughman KL, Rodeheffer R. Prevalance
and etiology in idiopathic dilated cardiomyopathy (summary of a National Heart, Lung, and Blood
Institute Workshop. Am J Cardiol 1992;69(17):1458-1466 7. Francone M. Role of Cardiac Magnetic
Resonance in the Evaluation of Dilated Cardiomyopathy: Diagnostic Contribution and Prognostic
Significance. ISRN Radiology 2014;2014:365-404. 8. Andrews RE, Fenton MJ, Ridout DA, Burch M.
British Congenital Cardiac A. New-Onset Heart Failure Due To Heart Muscle Disease In Childhood: A
Prospective Study In The United Kingdom And Ireland. Circulation 2008;117:79-84. 9. Jasaityte R and
Grabauskiene V. The Pathogenesis Of Heart Failure Due To Dilated Cardiomyopathy. Acta Medica
Lituanica. 2009. 17:83–91 10. lee CT, Dec GW, Lilly LS. The Cardyomyopathies. In: Pathophysiology
of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Wlliams&Wilkins; 2008:244-60. 11. Zipes DP, Libby
P, Bonow RO. Braunwald’s Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. WB
Saunders; 2007:1563-1570 12. Fuster V, O’Rourke RA, Walsh RA, Poole-Wilson P. Hurst’s The Heart.
12th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2007:528-540 13. McCartan C, Mason R, Jayasinghe SR,
Griffiths LR. Cardiomyopathy Classification: Ongoing Debate in the Genomics Era. Biochemistry
Research International 2012; 12:1-10 14. Cooper LT. Myocarditis. N Engl J Med. 2009; 360:1526-38.
15. Frustaci A, Russo MA, Chimenti C. Randomized Study On The Efficacy Of Immunosuppressive
Therapy In Patients With Virus-Negative Inflammatory Cardiomyopathy: The TIMIC study. Eur Heart J.
2009; 30:199-205. 16. Zimmet JM, Hare JM. Nitroso-Redox Interactions In The Cardiovascular
System. Circulation. 2006. 114:1531-40. 17. Mann DL, Bristow MR. Mechanisms And Models In Heart
Failure: The Biomedical Model And Beyond. Circulation 2005; 111: 2837–49 18. Bristow MR. Why
Does Myocardium Fail? Insights From Basic Science. Lancet 1998; 352: 8–14. 19. Sata M, Sugiura S,
Yamashita H, Momomura S, Serizawa T. Coupling Between Myosin ATLASE Cycle And Ceratine
Kinase Cycel Facilitates http://jurnal.fk.unand.ac.id 143 Jurnal Kesehatan Andalas. 2018;
7(Supplement 2) Cardiac Actomyosin Sliding In Vitro: A Clue To Mechanical Dysfunction During
Myocardial Ischemia. Circulation 1996; 93: 310–7. 20. Sundstrom J, Evans JC, Benjamin EJ, Levy D,
Larson MG, Sawyer DB, et al. Relations Of Plasma Matrix Metalloproteinase-9 To Clinical
Cardiovascular Risk Factors And Echocardiographic Left Ventricular Measures: The Framingham
Heart Study. Circulation 2004; 109: 2850–6. 21. Peterson JT, Hallak H, Johnson L, Li H, O’Brien PM,
Sliskovic DR, et al. Matrix Metalloproteinase Inhibition Attenuates Left Ventricular Remodeling And
Dysfunction In A Rat Model Of Progressive Heart Failure. Circulation 2001; 103: 2303–9. 22. Spinale
FG. Myocardial Matrix Remodeling And The Matrix Metalloproteinases: Influence On Cardiac Form
And Function. Physiol Rev 2007; 87: 1285–342. 23. Hudson MP, Armstrong PW, Ruzyllo W, Brum J,
Cusmano L, Krzeski P, et al. Effects Of Selective Matrix Metalloproteinase Inhibitor (PG-116800) To
Prevent Ventricular Remodelling Aft Er Myocardial Infarction: Results of the PREMIER (Prevention of
Myocardial Infarction Early Remodelling) atrial. J Am Soc Cardiol 2006; 48: 15–20. 24. Yu CM, Lin H,
Zhang Q, Sanderson JE. High Prevalence Of Left Ventricular Systolic And Diastolic Asynchrony In
Patients With Congestive Heart Failure And Normal QRS Duration.Heart 2003; 89: 54–60. 25. Yildirim
A, Soylu O, Dagdeviren B, Zor U, Tezel T. Correlation between Doppler derived dP / dT and left
ventricular asynchrony in patients with dilated cardiomyopathy: a combined study using strain rate
imaging and conventional doppler echocardiography. Echocardiography 2007; 24 :508–14
61 Hidrosefalus Pada Anak Apriyanto1 , Rhonaz Putra Agung2 , Fadillah Sari3 1Dokter Spesialis
Bedah Saraf RSUD Raden Mattaher, Jambi 2Dokter Umum Bagian Bedah Saraf RSUD Raden
Mattaher, Jambi 3Dokter Internship RSUD Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan
email: apriyantonc@hotmail.com ABSTRACT Hydrocephalus is a common clinical problem found in
pediatric neurosurgical practice. This condition involves dilatation of cerebral ventricular system due to
various etiologies. It is classified into two conditions, communicative and obstruction type. Various
etiologies cause different clinical features and need different modality of treatments.
Ventriculoperitoneal shunt is the gold standard of treatment, but Endoscopic 3rd ventriculostomy is
considered as a treatment of choice nowadays. This article concerns all aspect of this condition:
epidemiology, etiology, pathophysiology, simptoms and clinical findings, treatment, and prognosis. Key
words: Hydocephalus in Pediatric, neurosurgery, VP Shunt, Endoscopic 3rd , ventriculostomy.
ABSTRAK Kasus hidrosefalus merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah
saraf. Proses terjadinya hidrosefalus melibatkan dilatasi sistem ventrikel akibat beragam etiologi.
Kondisi ini diklasifikasikan menjadi tipe komunikans dan obstruktif. Beragam etiologi menyebabkan
gambaran klinis yang berbeda-beda dan membutuhkan terapi yang berbeda pula.
Ventriculoperitoneal shunt merupakan terapi gold standard, namun Endoscopic 3rd ventriculostomy
saat ini dipertimbangkan sebagai terapi pilihan. Artikel ini membahas seluruh aspek dari kondisi ini:
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala dan tanda klinis, terapi, dan prognosis. Kata kunci:
Hidrosefalus pada anak, bedah saraf, VP Shunt, Endoscopic 3rd ,ventriculostomy. PENDAHULUAN
Hidrosefalus merupakan gangguan yang terjadi akibat kelebihan cairan serebrospinal pada sistem
saraf pusat. Kasus ini merupakan salah satu masalah yang sering ditemui di bidang bedah saraf,
yaitu sekitar 40% hingga 50%. Penyebab hidrosefalus pada anak secara umum dapat dibagi menjadi
dua, prenatal dan postnatal. Baik saat prenatal maupun postnatal, secara teoritis patofisiologi
hidrosefalus terjadi karena tiga hal yaitu produksi liquor yang berlebihan, peningkatan resistensi liquor
yang berlebihan, dan peningkatan tekanan sinus venosa.1-3 JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal:
61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 62 Hidrosefalus pada anak dapat didiagnosis dan
diterapi sejak dini. Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat adanya empat tanda hipertensi
intrakranial. Pemeriksaan penunjang seperti USG dapat membantu penegakan diagnosis di masa
prenatal maupun postnatal, sedangkan CT Scan dan MRI pada masa postnatal.1-3 Terapi pada
kasus ini sebaiknya dilakukan secepat mungkin. Pada kebanyakan kasus, pasien memerlukan
tindakan operasi shunting namun terdapat pula pilihan atau terapi alternatif non-shunting seperti
terapi etiologik dan penetrasi membran.1-4 Prognosis ditentukan oleh berbagai macam faktor, di
antaranya adalah kondisi yang menyertai, durasi dan tingkat keparahan, serta respon pasien
terhadap terapi. Tingkat kematian pada pasien hidrosefalus dengan terapi shunting masih tinggi
karena berbagai komplikasi yang terjadi, salah satunya adalah infeksi pasca operasi.5,6 Hidrosefalus
bukanlah suatu penyakit tunggal melainkan hasil akhir dari proses patologis yang luas baik secara
kongenital maupun akibat dari kondisi yang didapat. Gejala klinis, perubahan dan prognosis jangka
panjang dari hidrosefalus akan bervariasi tergantung dari usia saat munculnya onset dan keadaan
yang menyertai serta yang menjadi penyebabnya. Sangat penting untuk mempertimbangkan banyak
hal yang mempengaruhi kondisi ini sehingga penatalaksanaan yang paling tepat dapat direncanakan
dan dilakukan.3,7 DEFINISI Kata hidrosefalus diambil dari bahasa Yunani yaitu Hydro yang berarti air,
dan cephalus yang berarti kepala.5 Secara umum hidrosefalus dapat didefiniskan sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, maupun penyerapan dari cairan serebrospinal sehingga terjadi
kelebihan cairan serebrospinal pada susunan saraf pusat, kondisi ini juga dapat diartikan sebagai
gangguan hidrodinamik cairan serebrospinal.1-3 EPIDEMIOLOGI Kasus ini merupakan salah satu
masalah dalam bedah saraf yang paling sering ditemui. Data menyebutkan bahwa hidrosefalus
kongenital terjadi pada 3 dari 1000 kelahiran di Amerika Serikat dan ditemukan lebih banyak di
negara berkembang seperti Brazil yaitu sebanyak 3,16 dari 1000 kelahiran.3,8 Sedangkan di
Indonesia ditemukan sebanyak 40% hingga 50% dari kunjungan berobat atau tindakan operasi bedah
saraf.2 PATOFISIOLOGI Pembentukan cairan serebrospinal terutama dibentuk di dalam sistem
ventrikel. Kebanyakan cairan tersebut dibentuk oleh pleksus koroidalis di ventrikel lateral, yaitu
kurang lebih sebanyak 80% dari total cairan serebrospinalis. Kecepatan pembentukan cairan
serebrospinalis lebih kurang 0,35- 0,40 ml/menit atau 500 ml/hari, kecepatan pembentukan cairan
tersebut sama pada orang dewasa maupun anak-anak. Dengan jalur aliran yang dimulai dari ventrikel
lateral menuju ke foramen monro kemudian ke ventrikel 3, selanjutnya mengalir ke akuaduktus sylvii,
lalu ke ventrikel 4 dan menuju ke foramen luska dan magendi, JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013,
Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 63 hingga akhirnya ke ruang subarakhnoid dan
kanalis spinalis.2,5 Secara teoritis, terdapat tiga penyebab terjadinya hidrosefalus, yaitu:1,5,9 1.
Produksi likuor yang berlebihan. Kondisi ini merupakan penyebab paling jarang dari kasus
hidrosefalus, hampir semua keadaan ini disebabkan oleh adanya tumor pleksus koroid (papiloma
atau karsinoma), namun ada pula yang terjadi akibat dari hipervitaminosis vitamin A. 2. Gangguan
aliran likuor yang merupakan awal kebanyakan kasus hidrosefalus. Kondisi ini merupakan akibat dari
obstruksi atau tersumbatnya sirkulasi cairan serebrospinalis yang dapat terjadi di ventrikel maupun vili
arakhnoid. Secara umum terdapat tiga penyebab terjadinya keadaan patologis ini, yaitu: a.
Malformasi yang menyebabkan penyempitan saluran likuor, misalnya stenosis akuaduktus sylvii dan
malformasi Arnold Chiari. b. Lesi massa yang menyebabkan kompresi intrnsik maupun ekstrinsik
saluran likuor, misalnya tumor intraventrikel, tumor para ventrikel, kista arakhnoid, dan hematom. c.
Proses inflamasi dan gangguan lainnya seperti mukopolisakaridosis, termasuk reaksi ependimal,
fibrosis leptomeningeal, dan obliterasi vili arakhnoid. 3. Gangguan penyerapan cairan serebrospinal.
Suatu kondisi seperti sindrom vena cava dan trombosis sinus dapat mempengaruhi penyerapan
cairan serebrospinal. Kondisi jenis ini termasuk hidrosefalus tekanan normal atau pseudotumor
serebri. Dari penjelasan di atas maka hidrosefalus dapat diklasifikasikan dalam beberapa sebutan
diagnosis. Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, sedangkan hidrosefalus
eksterna menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus komunikans adalah keadaan di mana ada hubungan antara sistem ventrikel dengan
rongga subarakhnoid otak dan spinal, sedangkan hidrosefalus nonkomunikans yaitu suatu keadaan
dimana terdapat blok dalam sistem ventrikel atau salurannya ke rongga subarakhnoid. Hidrosefalus
obstruktif adalah jenis yang paling banyak ditemui dimana aliran likuor mengalami obstruksi. Terdapat
pula beberapa klasifikasi lain yang dilihat berdasarkan waktu onsetnya, yaitu akut (beberapa hari),
subakut (meninggi), dan kronis (berbulan-bulan). Terdapat dua pembagian hidrosefalus berdasarkan
gejalanya yaitu hidrosefalus simtomatik dan hidrosefalus asimtomatik.1 ETIOLOGI Penyebab
hidrosefalus pada anak secara garis besar dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab prenatal dan
postnatal. Penyebab prenatal Sebagian besar anak dengan hidrosefalus telah mengalami hal ini sejak
lahir atau segera setelah lahir. Beberapa penyebabnya terutama adalah stenosis JMJ, Volume 1,
Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 64 akuaduktus sylvii,
malfromasi Dandy Walker, Holopresencephaly, Myelomeningokel, dan Malformasi Arnold Chiari.
Selain itu, terdapat juga jenis malformasi lain yang jarang terjadi. Penyebab lain dapat berupa infeksi
in-utero, lesi destruktif dan faktor genetik.1,2,10-12 Stenosis Akuaduktus Sylvius terjadi pada 10%
kasus pada bayi baru lahir. Insidensinya berkisar antara 0,5-1 kasus/1000 kelahiran. Insidennya 0,5-
1% kasus/1000 kelahiran. Malformasi Dandy Walker terjadi pada 2-4% bayi yang baru lahir dengan
hidrosefalus. Malformasi ini mengakibatkan hubungan antara ruang subarakhnoid dan dilatasi
ventrikel 4 menjadi tidak adekuat, sehingga terjadilah hidrosefalus. Penyebab yang sering terjadi
lainnya adalah Malformasi Arnold Chiari (tipe II), kondisi ini menyebabkan herniasi vermis serebelum,
batang otak, dan ventrikel 4 disertai dengan anomali inrtakranial lainnya. Hampir dijumpai di semua
kasus myelomeningokel meskipun tidak semuanya berkembang menjadi hidrosefalus (80%
kasus).1,11,12 Penyebab postnatal Lesi massa menyebabkan sekitar 20% kasus hidrosefalus, kista
arakhnoid dan kista neuroepitelial merupakan kedua terbanyak yang mengganggu aliran likuor.
Perdarahan, meningitis, dan gangguan aliran vena juga merupakan penyabab yang cukup sering
terjadi.1,10 Dari penjelasan di atas, hidrosefalus dapat diklasifikasikan menjadi hidrosefalus obstruktif
dan hidrosefalus komunikans seperti yang dapat dilihat pada tabel 1.1,2,7 Tabel 1. Klasifikasi
Hidrosefalus Hidrosefalus obstruktif Hidrosefalus komunikans Kongenital Stenosis akuaduktus Kista
Dandy Walker Benign intracranial cysts (seperti kista arachnoid) Malformasi vaskular (seperti
aneurisma vena Galen) Didapat Tumor (seperti ventrikel 3, regio pineal, fossa posterior) Lessi massa
lainnya (seperti giant aneurysms, abses) Ventricular scarring Kongenital Malformasi Arnold Chiari
(tipe II, jarang pada type I) Ensefalokel Deformitas basis kranii Didapat Infeksi (intrauterin misalnya
CMV, toxoplasma, postbacterial meningitis) Perdarahan (IVH pada infan, sub-arachnoid
haemorrhage) Hipertensi vena (seperti trombosis sinus venosa, arterio–venous shunts) Meningeal
carcinomatosis Sekresi berlebihan CSF (papiloma pleksus koroidalis) JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei
2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 65 DIAGNOSIS Diagnosis dapat
ditegakkan melalui tanda dan gejala klinis. Makrokrania merupakan salah satu tanda dimana ukuran
kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal atau persentil 98 dari kelompok
usianya. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dan menyebabkan empat gejala
hipertensi intrakranial yaitu fontanel anterior yang sangat tegang (37%), sutura tampak atau teraba
melebar, kulit kepala licin, dan sunset phenomenon dimana kedua bola mata berdiaviasi ke atas dan
kelopak mata atas tertarik. Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar
daripada bayi, gejala ini mencakup nyeri kepala, muntah, gangguan okulomotor, dan gejala gangguan
batang otak (bradikardia, aritmia respirasi). Gejala lainnya yaitu spastisitas pada eksremitas inferior
yang berlanjut menjadi gangguan berjalan dan gangguan endokrin1,2,10 Pemeriksaan penunjang
dengan menggunakan USG dapat mendeteksi hidrosefalus pada periode prenatal, dapat pula
digunakan untuk mengukur dan memonitor ukuran ventrikel, terutama digunakan pada anak
prematur. CT Scan dapat digunakan untuk mengukur dilatasi ventrikel secara kasar dan menentukan
sumber obstruksi. CT Scan dapat menilai baik secara fungsional maupun anatomikal namun tidak
lebih baik daripada MRI, namun karena pemeriksaannya cukup lama maka pada bayi perlu dilakukan
pembiusan.1,13 PENATALAKSANAAN Terapi sementara Terapi konservatif medikamentosa berguna
untuk mengurangi cairan dari pleksus khoroid (asetazolamid 100 mg/kg BB/hari; furosemid 0,1 mg/kg
BB/hari) dan hanya bisa diberikan sementara saja atau tidak dalam jangka waktu yang lama karena
berisiko menyebabkan gangguan metabolik. Terapi ini direkomendasikan bagi pasien hidrosefalus
ringan bayi dan anak dan tidak dianjurkan untuk dilatasi ventrikular posthemoragik pada anak.1,14
Pada pasien yang berpotensi mengalami hidrosefalus transisi dapat dilakukan pemasangan kateter
ventrikular atau yang lebih dikenal dengan drainase likuor eksternal. Namun operasi shunt yang
dilakukan pasca drainase ventrikel eksternal memiliki risiko tertinggi untuk terjadinya infeksi.15 Cara
lain yang mirip dengan metode ini adalah dengan pungsi ventrikel yang dapat dilakukan berulang
kali.1 Operasi shunting Sebagian besar pasien memerlukan tindakan ini untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor (ventrikel atau lumbar) dengan kavitas drainase (seperti peritoneum, atrium kanan,
dan pleura). Komplikasi operasi ini dibagi menjadi tiga yaitu infeksi, kegagalan mekanis, dan
kegagalan fungsional. Tindakan ini menyebabkan infeksi sebanyak >11% pada anak setelahnya
dalam waktu 24 bulan yang dapat merusak intelektual bahkan menyebabkan kematian. 1,16 JMJ,
Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus pada Anak 66 Endoscopic
third ventriculostomy Metode Endoscopic third ventriculostomy (ETV) semakin sering digunakan di
masa sekarang dan merupakan terapi pilihan bagi hidrosefalus obstruktif serta diindikasikan untuk
kasus seperti stenosis akuaduktus, tumor ventrikel 3 posterior, infark serebral, malformasi Dandy
Walker, syringomyelia dengan atau tanpa malformasi Arnold Chiari tipe 1, hematoma intraventrikel,
myelomeningokel, ensefalokel, tumor fossa posterior dan kraniosinostosis. ETV juga diindikasikan
pada kasus block shunt atau slit ventricle syndrome. Kesuksesan ETV menurun pada kondisi
hidrosefalus pasca perdarahan dan pasca infeksi. Perencanaan operasi yang baik, pemeriksaan
radiologis yang tepat, serta keterampilan dokter bedah dan perawatan pasca operasi yang baik dapat
meningkatkan kesuksesan tindakan ini.17 Prognosis Pada pasien hidrosefalus, kematian dapat terjadi
akibat herniasi tonsilar yang dapat menyebabkan penekanan pada batang otak dan terjadinya henti
nafas. Sedangkan ketergantungan pada shunt sebesar 75% dari kasus hidrosefalus yang diterapi dan
50% pada anak dengan hidrosefalus komunikans. 3 Pada anak dengan hidrosefalus obstruktif yang
memiliki korteks serebral intak, perkembangan yang adekuat dapat dicapai hanya dengan ETV,
meskipun pencapaian tersebut lebih lambat. Pada anak dengan perkembangan otak tidak adekuat
atau serebrum telah rusak oleh hidrosefalus maka perkembangan yang optimal tidak dapat dicapai
hanya dengan terapi ETV meskipun tekanan intrakranial terkontrol.18 DAFTAR PUSTAKA 1.
Satyanegara. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama; 2010. P.267-
89 2. Ibrahim S, Rosa AB, Harahap AR. Hydrocephalus in children. In: Sastrodiningrat AD, ed.
Neurosurgery lecture notes. Medan: USU Press; 2012. P.671-80. 3. Espay AJ. Hydrocephalus
[internet]. [place unknown]: Medscape reference; 1994 [updated 2012 Sept 17; cited 2013 April 28].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1135286-overview 4. National Institute of
Neurosurgical Disorders and Stroke [internet]. Bethesda: National Institutes of Health; 2013 [cited
2013 April 28]. Available from: http://www.ninds.nih.gov/disorders/hydrocephalus/hydrocephalus.htm
5. Rizvi R, Anjum Q. Hydrocephalus in children [internet]. Pakistan: Journal of Pakistan Medical
Association; 2005 [cited 2013 April 28]. Available from: http://jpma.org.pk/full_article_text.php?
article_id=956 6. Rashid QT, Salat MS, Enam K, Kazim SF, Godil SS, Enam SA, et al. Time trends
and age-related etiologies of pediatric hydrocephalus: results of a groupwise analysis in a clinical
cohort. Childs Nerv JMJ, Volume 1, Nomor 1, Mei 2013, Hal: 61 - 67 Apriyanto, dkk, Hidrocephalus
pada Anak 67 Syst [internet]. 2012 [cited 2013 April 28];28(2):[1 screen]. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/21818584 7. Thompson D. Hydrocephalus and
shunts. In: Moore JA, Newell DW, ed. Neurosurgery principles and practice. London: Springer; 2005.
P.425-40. 8. Melo JR, de Melo EN, de Vasconcellos AG, Pacheco P. Congenital hydrocephalus in the
northeast of Brazil: epidemiological aspects, prenatal diagnosis, and treatment. Child Nerv Syst
[internet]. 2013 [cited 2013 April 28]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23609898 9.
Haberland C. Congenital and neonatal hydrocephalus. In: Clinical Neuropathology, Text and color
atlas. USA: Demos Medical Publishing; 2007. P. 291-4. 10. Fazl M, Rowel DW, Laxton A, Panu N,
Tawadros P. Neurosurgery. MCCQE; 2006. P. 33. 11. Kaye HA. Essential Neurosurgery. Australia:
Blackwell Publishing; 2005. P. 27-35. 12. Sahu S, Lata I, Srivastava V, Gupta D. Respiratory
depression during VP shunting in Arnold Chiari malformation Type-II, a rare complication (Case
reports and review of literature). J Pediatr Neurosci [internet]. 2009 Jan-Jun [cited 2013 April
28];4(1):44–46. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3162838/ 13. Dincer A,
Ozek MM. Radiologic evaluation of pediatric hydrocephalus. Childs nerv Syst [internet]. 2011 [cited
2013 April 28].27(10):1543-62. Available from:
http://reference.medscape.com/medline/abstract/21928020 14. Zahl SM, Egge A, Helseth E, Wester
K. Benign external hydrocephalus: a review, with emphasis on management. Neurosurg Rev
[Internet]. 2011 October [cited 2013 April 28];34(4): 417–432. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3171652/ 15. Kestle JR, Cambrin-Riva J, Wellons JC,
Kulkarni AV, et al. A standardized protocol to reduce cerebrospinal fluid shunt infection: The
Hydrocephalus Clinical Research Network Quality Improvement Initiative. J neurosurg [Internet]. Jul
2011 [cited 2013 April 27]; 8(1): 22-29. Available from:
http://thejns.org/doi/full/10.3171/2011.4.PEDS10551 16. Simon TM, Hall M, Riva-Cambrin J, Albert
JE, et al. Infection rates following initial cerebrospinal fluid shunt placement across pediatric hospitals
in the United States. J neurosurg [Internet]. August 2009 [cited 2013 April 27];4(2): 156-165. Available
from: http://thejns.org/doi/full/10.3171/2009.3.PEDS08215 17. Yadav YR, Parihar V, Pande S,
Namdev H, Agarwal M. Endoscopic third ventriculostomy. J Neurosci Rural Pract [Internet]. 2012 May-
Aug [cited 2013 April 27]; 3(2): 163–173. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3409989/ 18. Takahashi Y. Long-term outcome and
neurologic development after endoscopic third ventriculostomy versus shunting during infancy. Childs
Nerv Syst [Internet]. 2006 Dec [cited 2013 April 28];22(12):1591-602. Availabel from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17021728
1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum dan atau kortek tulang dapat berupa eksogen (infeksi masuk dari luar tubuh) atau
hemotogen (infeksi yang berasal dari dalam tubuh). (Reeves, 2001:257). Osteomyelitis adalah infeksi
substansi tulang oleh bakteri piogenik (Overdoff, 2002:571). Sedangkan menurut Bruce, osteomyelitis
adalah infeksi pada tulang yang disebabkan oleh mikroorganisme. Osteomyelitis biasanya merupakan
infeksi bakteri, tetapi mikrobakterium dan jamur juga dapat menyebabkan osteomyelitis jika mereka
menginvasi tulang (Ros, 1997:90). Menurut Price (1995:1200). Osteomyelitis adalah infeksi jaringan
tulang. Osteomyelitis akut adalah infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal akut atau
trauma tulang, biasanya disebabkan oleh escherichia coli, staphylococcus aureus, atau streptococcus
pyogenes (Tucker, 1998:429). Jadi pengertian osteomyelitis yang paling mendasar adalah infeksi
jaringan tulang yang mencakup sumsum atau kortek tulang yang disebabkan oleh bakteri piogenik.
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam
sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat
dari osteomyelitis akut yang tidak ditangani dengan baik (Price, 1995:1200). Ada dua macam infeksi
tulang menurut Robbins dan Kumar (1995:463-464) yaitu : 1. Osteomyelitis piogenik hematogen
Biasanya terjadi pada anak-anak, osteomyelitis piogenik hematogen terutama disebabkan oleh
staphylococcus aureus kemudian diikuti oleh bacillus colli. Kecuali samonela, osteomyelitis
hematogen biasanya 1 2 bermanisfestasi sebagai suatu penyakit demam sistemik akut yang disertai
dengan gejala nyeri setempat, perasaan tak enak, kemerahan dan pembengkakan. 2. Osteomyelitis
tuberkulosis Timbulnya secara tersembunyi dan cenderung mengenai rongga sendi. Daerah yang
sering kena adalah tulang-tulang panjang dari ekstremitas dan tulang belakang. Osteomyelitis
tuberkulosis dapat menyebabkan deformitas yang serius (kifosis, skoliosis) berkaitan dengan
destruksi dan perubahan sumbu tulang belakang dari posisi normalnya. B. Etiologi Penyebab paling
sering adalah staphylococcus aerus (70% - 80%). Organisme penyebab yang lain adalah salmonela
streptococcus dan pneumococcus (Overdoff, 2002:571). Luka tekanan, trauma jaringan lunak,
nekrosis yang berhubungan dengan keganasan dan terapi radiasi serta luka bakar dapat
menyebabkan atau memperparah proses infeksi tulang. Infeksi telinga dan sinus serta gigi yang
berdarah merupakan akibat dari osteomyelitis pada rahang bawah dan tulang tengkorak. Faktur
compound, prosedur operasi dan luka tusuk yang dapat melukai tulang pokok sering menyebabkan
traumatik osteomyelitis. Osteomyelitis sering ditemukan pada orang yang lebih tua karena faktor
penyebabnya berhubungan dengan penuaan (Reeves, 2001:273). C. Tanda dan Gejala Gejala umum
akut seperti demam, toksemia, dehidrasi, pada tempat tulang yang terkena panas dan nyeri,
berdenyut karena nanah yang tertekan kemudian terdapat tanda-tanda abses dengan pembengkakan
(Overdoff, 2002:572). 3 D. Patofisiologi Osteomyelitis paling sering disebabkan oleh staphylococcus
aureus. Organisme penyebab yang lain yaitu salmonella, streptococcus, dan pneumococcus.
Metafisis tulang terkena dan seluruh tulang mungkin terkena. Tulang terinfeksi oleh bakteri melalui 3
jalur : hematogen, melalui infeksi di dekatnya atau scara langsung selama pembedahan. Reaksi
inflamasi awal menyebabkan trombosis, iskemia dan nekrosis tulang. Pus mungkin menyebar ke
bawah ke dalam rongga medula atau menyebabkan abses superiosteal. Suquestra tulang yang mati
terbentuk. Pembentukan tulang baru dibawah perioteum yang terangkan diatas dan disekitar jaringan
granulasi, berlubang oleh sinus-sinus yang memungkinkan pus keluar (Overdoff, 2002:541, Rose,
1997:90). E. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboratorium - Peningkatan laju endap eritrosit (Ros,
1997:90) - Lukosit dan LED meningkat (Overdoff, 2002:572) 2. Rontgen Menunjukkan pembengkakan
jaringan lunak sampai dua minggu kemudian tampak bintik-bintik dekalsifikasi pada batang tulang,
yang kemudian dapat meluas dan diikuti oleh tanda-tanda pembentukan involukrom (Overdoff,
2002:572). 3. Scan tulang, biasanya sebelum rontgen (Overdoff, 2002:572). 4. Biopsi tulang,
mengidentifikasi organisme penyebab. F. Penatalaksanaan Sasaran awal adalah untuk mengontrol
dan memusnahkan proses infeksi (Boughman, 2000:389). 1. Imobilisasi area yang sakit : lakukan
rendam salin noral hangat selama 20 menit beberapa kali sehari. 4 2. Kultur darah : lakukan smear
cairan abses untuk mengindentifikasi organisme dan memilih antibiotik. 3. Terapi antibiotik intravena
sepanjang waktu. 4. Berikan antibiotik peroral jika infeksi tampak dapat terkontrol : teruskan selama 3
bulan. 5. Bedah debridement tulang jika tidak berespon terhadap antibiotik pertahankan terapi
antibiotik tambahan. 5 G. Pathways (Overdoff, 2002: 571; Rose, 1997:980; Reeves, 2001:273)
Kemampuan melakukan pergerakan menurun Luka tekanan, trauma jaringan lunak, nekrose
berhubungan dengan keganasan, terapi radiasi serta luka bakar Faktur compound, prosedur operasi,
luka tusuk yang melukai tulang Trauma Luka tembus/terbuka Staphylococcus aureus Kuman masuk
Metafisis tulang Reaksi inflamasi Pertahanan tubuh menurun Osteomyelitis Pembedahan Insisi
pembedahan Port de’entry Kuman masuk Pertahanan sekunder menurun Resti penyebaran infeksi
Hospitalisasi Mis interpretasi Kurang pengetahun Infeksi berlebihan Abses tulang Nekrosis tulang
pembentukan squestrum) Perubahan bentuk (ankylosing) Fungsi tulang menurun Kerusakan jaringan
tulang Terputusnya kontinuitas jaringan Merangsang syaraf mielin c Alarm nyeri Gangguan rasa
nyaman : nyeri Gerak terbatas Imobilisasi Kelemahan Personal hygiene terganggu Peningkatan
peristaltik usus Konstipasi Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi Kurang perawatan diri : personal
hygiene Gangguan rasa nyaman : nyeri 6 Dasar data pengkajian pasien menurut Doenges
(2000:761) Aktifitas atau istirahat Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau
hipotensi (kehilangan darah). Takikardi (respon stress, hipovolemia) Penurunan / tak ada nadi pada
bagian distal yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena. Pembengkakan
jaringan atau massa hematoma pada sisi cidera. Neurosensori Gejala : Hilang gerakan/ sensasi,
spasme otot, Kebas/kesemutan (parastesis). Tanda : Deformitas lokal; angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi. Krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Nyeri
/kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi). Keamanan Tanda : Laserasi kulit,
avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna, pembekakan lokal (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba-tiba) Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Lingkungan cidera Rencana Pemulangan :
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas pemeliharaan
perawatan rumah. 7 H. Fokus Interfeksi 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan (Doenges, 2000 : 801). Tujuan : Nyeri hilang/terkontrol Intervensi : a.
Kaji tanda-tanda vital. b. Kaji keluhan nyeri, perhatikan intensitas, lama dan lokasinya. c. Pertahankan
posisi tepat pada ekstrimitas yang dilakukan pembedahan. d. Berikan tindakan kenyamanan. e.
Kolaborasi pemberian analgetik. f. Anjurkan menggunakan teknik relaksasi. 2. Resiko tinggi
penyebaran infeksi berhubungan dengan tidak adequatnya pertahanan sekunder : adanya infeksi
(Doenges, 2000:169). Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi Intervensi : a. Pantau tanda-tanda
vital. b. Dorong teknik mencuci tangan dengan baik c. Batasi pengunjung sesuai indikasi. d. Rawat
luka dengan teknik septik dan antiseptik. e. Dorong keseimbangan istirahat dengan aktivitas yang
sedang dan tingkatkan masukan nutrisi yang adequate. 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan pembatasan gerak (Doenges, 2000:797). Tujuan : Gangguan mobilitas fisik tidak terjadi
Intervensi : a. Kaji derajat mobilitas. b. Pertahankan tirah baring awal dengan sendi yang sakit pada
posisi yang dianjurkan. c. Bantu pasien memenuhi kebutuhannya. d. Dekatkan alat-alat yang
dibutuhkan pasien. e. Beri papan/alas pada ekstremitas yang sakit. 8 f. Kolaborasi ahli fisioterapi. 4.
Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi (Doenges, 2000:506). Tujuan :
Eliminasi BAB kembali normal Intervensi : a. Selidiki keluhan nyeri abdomen. b. Anjurkan cairan
peroral. c. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi serat. d. Kolaborasi pemberian obat pencahar. 5.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan mis interpretasi (Doenges, 2000:802). Tujuan :
Menyatakan pemahaman pasien. Intervensi : a. Kaji tingkat pengetahuan pasien. b. Kaji ulang proses
penyebab atau prognosis dan kemungkinan yang akan dialami. c. Diskusikan masalah nutrien. d.
Dorong pemasukan kalori tinggi. e. Diskusikan terapi obat. 6. Kurang perawatan diri : Personal
hygiene berhubungan dengan kelemahan terhadap gerak terbatas (Doenges, 2000:401). Tujuan :
Personal hygiene dapat mandiri. Intervensi : a. Kaji derajat ketidakmampuan pasien. b. Beri
perawatan sesuai kebutuhan. c. Bantu perawatan diri sesuai kebutuhan. d. Bantu perawatan kuku.
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah salah satu jenis penyakit ginjal di mana terjadi
peradangan pada glomerulus. Glomerulus merupakan bagian ginjal yang
berfungsi sebagai penyaring dan membuang cairan serta elektrolit
berlebih, juga zat sisa (sampah) dari aliran darah. Kerusakan pada
glomelurus akan menyebabkan terbuangnya darah serta protein melalui
urine.
Gejala-gejala Glomerulonefritis
Gejala yang muncul pada penderita glomerulonefritis bergantung kepada
jenis penyakit ini, apakah akut atau kronis. Gejala yang umumnya muncul,
antara lain adalah:
Urine yang berbuih dan berwarna kemerahan.
Hipertensi.
Kelelahan.
Frekuensi buang air kecil berkurang.
Diagnosis Glomerulonefritis
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan menganjurkan beberapa
pemeriksaan, seperti:
Pemeriksaan urine. Pemeriksaan urine merupakan metode terpenting
dalam mendiagnosis glomerulonefritis karena dapat mendeteksi adanya
kerusakan struktur glomerulus. Beberapa parameter yang dianalisis
melalui pemeriksaan urine, antara lain adalah:
o Keberadaan sel darah merah sebagai penanda adanya kerusakan
glomerulus.
Pengobatan Glomerulonefritis
Langkah pengobatan untuk tiap penderita glomerulonefritis tentu
berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu jenis
glomerulonefritis yang diderita (kronis atau akut), penyebabnya, serta
tingkat keparahan gejala yang dialami.
Tujuan utama pengobatan glomerulonefritis adalah untuk mencegah
kerusakan ginjal yang lebih parah. Glomerulonefritis akut terkadang bisa
sembuh dengan sendirinya tanpa membutuhkan penanganan tertentu,
biasanya yang diakibatkan oleh infeksi Streptokokus pada tenggorokan.
Beberapa jenis pengobatan glomerulonefritis yang dapat diberikan, antara
lain adalah:
Obat imunosupresan. Imunosupresan dapat diberikan untuk menangani
glomerulonefritis akibat gangguan sistem imun. Contoh obat ini
adalah kortikosteroid, cyclophosphamide, ciclosporin, mycophenolate
mofetil, dan azathioprine.
Obat pengatur tekanan darah. Glomerulonefritis dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat dan menimbulkan kerusakan ginjal yang lebih
parah. Oleh karena itu, tekanan darah penderita glomerulonefritis perlu
diatur untuk mencegah kerusakan ginjal. Dua golongan obat yang dapat
digunakan untuk mengatur tekanan darah adalah ACE
inhibitors (contohnya captropil dan lisinopril) dan ARB
(contohnya losartan dan valsartan). Selain itu, kedua golongan obat
tersebut juga dapat mengurangi kadar protein yang bocor melalui urine,
sehingga obat bisa tetap diberikan walaupun tekanan darah tidak tinggi.
Komplikasi Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut terkadang bisa sembuh tanpa penanganan
tertentu. Tetapi secara umum, baik glomerulonefritis akut maupun kronis
bila tidak ditangani secara benar, bisa bertambah parah dan memicu
penyakit lain. Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
Hipertensi.
Sindrom nefrotik.
Referensi
Diskusi Terbaru
Punya pertanyaan seputar kesehatan?
Tanya Dokter
1 Balasan
Pre-eklamsia
Oleh: Anggiselv
Dokter saya mau tanya,saya baru test urine di minggu ke 36 dan hasilnya ada
protein positif 2 dihasil test tersebut,bisakah saya melahirkan...
1 Balasan
Dok sy mau bertanya,bbrpa hari ini sya baru tersadar sblah atas lubang pipis itu
ada sesuatu yg kepegang ukuranya kecil pas cebok.apakah...
1 Balasan
Info Kesehatan
Cari Dokter
Tanya Dokter
Masuk
Download Aplikasi
Virus
Kanker
Jantung
Otak
Psikologi
Defisiensi
Infeksi
Mata
Pencernaan
Semua Penyakit
TANYA DOKTER
Syok
Syok adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara drastis, sehingga
terjadi gangguan aliran darah dalam tubuh. Aliran darah yang terganggu
membuat pasokan nutrisi dan oksigen yang berperan pada sel dan organ
tubuh agar berfungsi secara normal, menjadi terhambat. Syok dapat
memburuk dengan cepat, maka penanganannya harus segera dilakukan.
Jika tidak, syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian.
Penyebab Syok
Penyebab syok dapat berbeda-beda. Berikut adalah penyebab syok
berdasarkan tipenya:
Syok kardiogenik. Disebabkan oleh gangguan pada jantung,
seperti serangan jantung atau gagal jantung.
Syok neurogeni. Disebabkan oleh cedera saraf tulang belakang,
akibat kecelakan atau cedera saat beraktivitas.
Gejala Syok
Pasokan nutrisi dan oksigen yang turun akibat syok dapat mengakibatkan
gejala, antara lain:
Sesak napas.
Jantung berdebar, serta denyut nadi menjadi lemah.
Pusing.
Kelelahan.
Diagnosis Syok
Syok merupakan keadaan gawat darurat yang membutuhkan diagnosis
cepat agar penanganannya dapat segera dilakukan. Syok dapat
didiagnosis dengan melihat gejala yang muncul, serta melihat tanda-
tanda klinis, seperti denyut jantung yang cepat dan lemah, serta tekanan
darah yang menurun.
Setelah aliran oksigen kembali normal dan pasien sudah stabil,
pemeriksaan lanjutan akan dilakukan untuk mendeteksi penyebab dan
tipe syok yang diderita pasien. Dokter dapat melakukan serangkaian
pemeriksaan, seperti:
Tes darah
Foto Rontgen
Elektrokardiografi
Endoskopi
CT scan
MRI
Pengobatan Syok
Syok merupakan kondisi yang berbahaya. Segera lakukan pertolongan
pertama dan hubungi rumah sakit terdekat ketika melihat seseorang
diduga mengalami syok. Jika tidak segera ditangani, syok dapat
menyebabkan komplikasi bahkan kematian.
Berikut adalah pertolongan pertama yang dapat dilakukan saat melihat
penderita yang dicurigai mengalami syok:
Baringkan penderita secara perlahan.
Jangan gerakkan penderita jika tidak diperlukan.
Jika penderita tidak bernapas atau tidak ada denyut nadi, lakukan
resusitasi jantung-paru (CPR).
Ketika pasien sudah ditangani petugas medis, pasien akan diberikan infus
cairan agar tekanan darah yang ada kembali normal. Beberapa
penanganan yang akan berbeda, tergantung dari tipe syok dan penyabab
timbulnya syok, yaitu:
Syok hipovolemik. Dalam mengatasi penyebab syok hipovolemik,
tindakan medis yang dapat dilakukan dapat berupa transfusi darah,
baik sel darah merah mau pun faktor-faktor pembekuan darah
(seperti trombosit).
Syok kardiogenik. Syok ini akan ditangani dengan menggunakan
obat-obatan yang berfungsi untuk memperbaiki pompa jantung.
Obat-obatan tersebut di antaranya adalah dopamine
atau dobutamin.
Pencegahan Syok
Untuk mencegah terjadinya syok, penyakit tertentu perlu segera
ditangani, misalnya penyakit jantung, diare, atau perdarahan hebat.
Penderita alergi yang pernah mengalami syok anafilaktik, perlu
menghindari hal-hal yang dapat memicu alergi, misalnya makanan atau
minuman tertentu. Penderita juga dianjurkan untuk selalu
membawa epinephrine dalam bentuk autoinjector (berbentuk seperti
pen), sebagai pertolongan pertama saat terpapar alergen yang dapat
menimbulkan syok anafilaktik. Konsultasikan dengan dokter sebelum
menggunakan obat tersebut.
Komplikasi Syok
Syok dapat menyebabkan komplikasi bahkan kematian. Beberapa kondisi
yang dapat muncul akibat syok adalah:
Gangguan ginjal
Henti jantung
Aritmia
Diskusi Terkait
Punya pertanyaan seputar kesehatan?
Tanya Dokter
1 Balasan
23 hari yang lalu
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Seputar Alergi Protein yang Perlu Anda Ketahui
Kesehatan
HOME
ANALYTICS
SESSIONS
PREMIUM
U PL OAD
1
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Nyeri
Dwi Siswantara
Nyeri
Show more ▾
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
77,566 Views
•Top 0.1%
Download
Save to Library
Share
A.
TINJAUAN TEORI1.
Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibatdari
kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual karen
arespon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu sama
lain(Asmadi,
2008). Nyeri merupakan keadaan ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam
merespons suatu rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012). Nyeri akut
adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yangmuncul akibat
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam halkerusakan
sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); serangan yang tiba-tiba
atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantidipasi
ataudiprediksi dan berlangsung < 6 bulan (NANDA,
2012). Nyeri kronis adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkanya
ng muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam
halkerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of Pain); serangan
yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantidipasi ataudiprediksi dan berlangsung > 6 bulan (NANDA, 2012).
2.
Etiologi
Faktor resiko1)
Nyeri akuta.
Menunjukan kerusakanc.
Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, tempat, dan orang, proses berpilur) j.
Respon otonom (perubahan tekanan darah, suhu tubuh, nadi, dilatasi pupil)l.
Nyeri kronisa.
c.
Takut cederah.
Traumaa)
Mekanik : rasa nyeri timbul akibat ujung saraf bebas mengalami kerusakan,misalnya akibat
benturan, gesekan, luka b)
Thermis : nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsanganakibat panas,
dingin, misalnya api atau air panasc)
Khermis : nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asamatau basa kuatd)
Elektrik : nyeri timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenaireseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar2)
Peradangan4)
Ligkungan2)
Suhu ekstrim3)
Kegiatan4)
Emosi
3.
Proses terjadinya
a)
Teori pola (Pathern theory)Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla
spinalis danmerangsang sel T. Hal ini mengakibatkan suatu reson yang merangsang ke
bagianyang lebih tinggi yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi danotot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri.c)
Nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalamakar ganglion
dorsalis. Rangsangan pada serabut saraf besar akan mengakibatkanaktivitas substansia
gelatinosa yang mengakibatkan tutupnya pintu mekanismesehingga aktivitas sel T
terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan akutterhambat. Rangsangan saraf besar
dapat langsung merangsang korteks serebri.Hasil persepsi ini akan dikembalikan dalam
medula spinalis melaui serat eferendan reaksinya mempengaruhi aktivitas sel T.
Rangsangan pada serat kecil akanmenghambat aktivitas substansia gelatinosa dan
membuka pintu mekanisme,sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan
menghantarkanrangsangan nyeri.d)
Teori transmisi dan inhibisiAdanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls-
impuls saraf,sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls saraf.
Padaserabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls lamban dan endogen opialssystem
supresif.
4.
Komplikasi
a)
Syok neurogenik
5.
Pemeriksaan penunjang
a)
CT scanc)
MRId)
EKG
6.
Penatalaksanaan keperawatan
a)
Guided imagery
SearchSearch
Upload
ENChange Language
Sign InJoin
Home
Saved
Bestsellers
Books
Audiobooks
Snapshots
Magazines
Documents
Sheet Music
Download
Jump to Page
16
2.5K views
jhvchjbxjajxFull description
SaveSave Laporan Asuhan Asuhan Keperawatan Gigi Dan Mulut R... For Later
Embed
Share
RELATED TITLES
Carousel Next
ALAT PENAMBALAN
gigi
Oral Physiotherapy
Makalah ''PPAKG''
kartu status KEPERAWATAN GIGI.doc
Makalah Menjaga Kesehatan Gigi Dan Mulut
Download
Jump to Page
16
BAB IPENDAHULUANA.
Latar Belakang
B.
Tujuana.
Tujuan umum
b.
Tujuan khusus
Untuk memelihara kesehatan gigi dan mulut pada pasien febris diRumah Sakit Ibu dan Anak
Kota Banda Aceh.-
Untuk mengetahui kondisi gigi dan mulut pasien febris di RumahSakit Ibu dan Anak Kota Banda Aceh.
C.
MANFAAT
Dapat meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut pada pasienfebris di Rumah Sakit Ibu dan
Anak Kota Banda Aceh.-
Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pada pasien febris diRumah Sakit Ibu dan Anak Kota Banda
Aceh.
FEBRIS
1.
Pengertian febrisMenurut Suriadi (2001), demam adalah meningkatnya temperatur suhutubuh secara
abnormal. Febris/ demam adalah kenaikan suhu tubuh diatasvariasi sirkardian yang normal sebagai
akibat dari perubahan pada pusattermoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior
(Isselbacher,1999).Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 380 Catau
lebih.Ada juga yang yang mengambil batasan lebih dari37,80C.Sedangkan bila suhu tubuh lebih dari
400C disebut demam tinggi(hiperpireksia)(Julia, 2000).Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena
adanya perubahan pusattermoregulasi hipotalamus (Berhman, 1999). Seseorang mengalamidemam
bila suhu tubuhnya diatas 37,8ºC (suhu oral atau aksila) atau suhurektal (Donna L. Wong, 2003). Tipe
demam yang mungkin kita jumpaiantara lain :a.
Demam septikSuhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali padamalam hari dan turun
kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila
demam yang
Demam remitenSuhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapaisuhu badan normal.
Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapatmencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu
yang dicatatdemam septik.c.
Demam intermitenSuhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jamdalam satu hari. Bila
demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekalidisebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas
demam diantara duaserangan demam disebut kuartana.d. Demam kontinyuVariasi suhu sepanjang
hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali
disebuthiperpireksia.e. Demam siklikTerjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang
diikutioleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yangkemudian diikuti oleh kenaikan
suhu seperti semula.Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakittertentu
misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasiendengan keluhan demam mungkin
dapat dihubungkan segera dengan
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!
Cancel Anytime.
suatu sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi salurankencing, malaria, tetapi kadang
sama sekali tidak dapat dihubungkansegera dengan suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari
para pasien dengan demam yang baru saja dialami, pada dasarnyamerupakan suatu penyakit yang
self-limiting seperti influensa
atau penyakit virus sejenis lainnya. Namun hal ini tidak berarti kita tidakharus tetap waspada terhadap
infeksi bakterial.
2.
PENYEBAB FEBRIS
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.Demam dapat berhubungan dengan
infeksi, penyakit kolagen,
keganasan, penyakit metabolik maupun penyakit lain. (Julia, 2000).Menurut Guyton(1990) demam
dapat disebabkan karena kelainan dalam otak sendiri atauzat toksik yang mempengaruhi pusat
pengaturan suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.Penyebab demam selain
infeksi juga dapat disebabkan olehkeadaan toksemia, keganasan atau reaksi terhadap pemakaian
obat, juga pada gangguan pusat regulasi suhu sentral (misalnya: perdarahan otak,koma). Pada
dasarnya untuk mencapai ketepatan diagnosis penyebabdemam diperlukan antara lain: ketelitian
penggambilan riwayat
penyakit pasien, pelaksanaan pemeriksaan fisik, observasi perjalanan penyakit danevaluasi
pemeriksaan laboratorium.serta penunjang lain secara tepat danholistik.
Beberapa hal khusus perlu diperhatikan pada demam adalah caratimbul demam, lama demam, tinggi
demam serta keluhan dan gejala lianyang menyertai demam. Demam belum terdiagnosa adalah
suatu keadaandimana seorang pasien mengalami demam terus menerus selama 3 minggudan suhu
badan diatas 38,3 derajat celcius dan tetap belum
didapat penyebabnya walaupun telah diteliti selama satu minggu secara intensifdengan
menggunakan sarana laboratorium dan penunjang medis lainnya.
3.
Adapun tanda dan gejala demam antara lain :1. Anak rewel (suhu lebih tinggi dari 37,8 C
40 C)2. Kulit kemerahan3. Hangat pada sentuhan4. Peningkatan frekuensi pernapasan5. Menggigil6.
Dehidrasi7. Kehilangan nafsu makanBanyak gejala yang menyertai demam termasuk gejala
nyeri punggung, anoreksia dan somlolen. Batasan mayornya yaitu suhutubuh lebih tinggi dari 37,5
ºC-40ºC, kulit hangat, takichardi,sedangkan batasan karakteristik minor yang muncul yaitu
kulitkemerahan, peningkatan kedalaman pernapasan,menggigil/merinding perasaan hangat dan
dingin, nyeri dan sakit
9
yang spesifik atau umum (misal: sakit kepala verigo), keletihan,kelemahan, dan berkeringat
(Isselbacher. 1999, Carpenito. 2000).
B.
Menggunakan sikat gigi yang baik, yang lembut dan tak melukai gusi.
10
Menggunakan pasta gigi yang mengandung zat-zat yang diperlukan,misalnya fluoride dan kalsium.
Menggunakan obat kumur sehabis menggosok gigi untuk mematikan bakteri yang teringgal di sela-
sela gigi.
Menghindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin serta makananyang manis dan lengket di
gigi.
C.
a.
Gigi berlubang (karies)Ternyata gigi yang berlubang, bila tidak dirawat, lama kelamaan akanmenjadi
gigi busuk, artinya sudah mati saraf yang terletak di ruang gigi(
pulpa
) dan tidak mendapat aliran darah dari tubuh, didunia Kedokterangigi disebut
Gangrene Pulpa
atau
Gangrene Radix
tunggak
gigi.Pada keadaan tubuh kita sudah letih, maka menyebabkan kondisitubuh menurun dan tidak
fit
. Hal ini akan menyebabkan suhu tubuhmenjadi naik atau panas selama berhari-hari. Bahkan
penderita harusopname karena panas, yang ternyata disebabkan infeksi gigi pada gigi berlubang. b.
Gingivitis
11
Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva). Gingivitis hampirselalu terjadi akibat penggosokan
dan flosing (membersihkan gigi denganmenggunakan benang gigi) yang tidak benar, sehingga plak
tetap ada disepanjang garis gusi. Plak merupakan suatu lapisan yang terutama terdiridari bakteri.
Plak lebih sering menempel pada tambalan yang salah atau disekitar gigi yang terletak bersebelahan
dengan gigi palsu yang jarangdibersihkan.c.
Bau mulut (halitosis)Bau mulut umum terjadi pada semua demam. Bahkan demam akut
dapatmenyebabkan bau mulut. Bau mulut yang parah akan muncul pada kasustifoid. Penyakit
infeksius lainnya seperti tuberculosis dan AIDS akanmenyebabkan bau mulut.Pada pasien rawat inap
Pasien yang terus berbaring di tempat tidurakan menderita bau mulut dikarenakan lapisan kotor yang
tebal di lidah.Asupan air juga dibatasi pada pasien ini. Regurgitasi makan memperburukkeadaan ini.
Karena mereka juga jarang bicara, maka udara yang masuk kerongga mulut juga berkurang, ini
menyebabkan kondisi yang baik bagi bakteri anaerob untuk aktif.d.
Karang gigi (Calculus)Umumnya plak dan karang gigi menumpuk di celah antara gigi dangusi. Ini
akan memberikan perlindungan bagi sisa makanan dan
bakteri pada pasien febris. Ketika pasien dirawat membuat pasien malas untuk
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!
Cancel Anytime.
12
menyikat gigi karena kondisi yang tidak memungkinkan bagi pasien,sehingga mudah terjadinya
karang gigi.
13
BAB IIIPEMBAHASANASUHAN KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN GIGIDAN
MULUT PADA PASIEN FEBRIS DI RAWAT INAP RUMAH SAKITIBU DAN ANAKA.
Pengkajian
(Assessment)
a.
Identitas pasienData diperoleh dari pasien, keluarga, catatan medic, dan catatankeperawatan. Pasien
yang dirawat inap bernama Nora Adhelina berusia 10tahun, berjenis kelamin perempuan,pasien
beragama islam, ia berasal dariAteuk kab. Aceh Besar, Orang tua pasien bernama M. Fajar. b.
Keluhan pasienPasien masuk ke rumah sakit pada tanggal 16 Januari 2016, dengankeluhan demam,
batuk, pilek, sakit perut, BAB cair selama 4 hari.Berdasarkan diagnose keperawatan pasien
menderita febris.Berdasarkan keluhan utama pasien yang berhubungan dengan gigidan mulut pasien
menyatakan gigi geraham atas kanan sering menyangkutmakanan.c.
14
Bibir kering dan pecah-pecah
Bau mulut
Karang gigi
B.
a.
Gingivitisc.
Halitosisd.
Calculus
C.
Rencana Perawatan
Pasien akan diberikan penyuluhan mengenai pemeliharaankesehatan gigi dan mulut yang baik dan
benar dengan kontak waktuyang telah disepakati oleh perawat gigi dan pasien yang ditemani olehCI
dari ruang anak RSIA Banda Aceh.Setelah mendapatkan kesepakatan, perawat gigi
memberikan penyuluhan kepada pasien dalam jangka watu 15 menit, sesuai waktuyang telah
disepakati bersama.
D.
Implementasi
15
a.
Memberikan instruksi untuk menyikat gigi 2 kali sehari dengancara yang baik dan benar . b.
Memberikan informasi mengenai penyebab, akibat, pengertian danakibat lanjut dari karies gigi,
karang gigi, gingivitis dan halitosis.c.
Memotivasikan pasien untuk membiasakan minum air putih yangcukup terutama sebelum tidur dan
setelah bangun tidur supayakondisi bibir tetap normal.
E.
Evaluasi
a.
PromotifTingkat pengetahuan pasien tentang pemeliharaan kesehatan gigi danmulut sebelum dan
sesudah diberikan penyuluhan ada perubahan dankemajuan, pasien sudah mengetahui bagaimana
cara pemeliharaankesehatan gigi dan mulut ketika ditanyakan oleh perawat gigi setelahdiberikan
penyuluhan. b.
16
BAB IVPENUTUPA.
KESIMPULAN
Radang merupakan respons tubuh terhadap injuri pada jaringan atau organyang melibatkan
persarafan, vaskularisasi, cairan tubuh dan reaksi selulerdi daerah terjadinya injuri. Infeksi merupakan
bagian dari peradanganyang ditandai dengan adanya mikroorganisme dalam jaringan.Inflamasi pada
rongga mulut dapat diakibatkan oleh flora normal ronggamulut yang berubah menjadi patogen. Pada
kasus dalam pemicu, NoraAdhelina mengalami demam ( febris), disamping itu ia juga
mengalami peradangan pada gigi dan mulut yang berupa lubang gigi (karies),gingivitis, halitosis dan
karang gigi.
B.
SARAN
1.
Diharapkan pasien febris dapat selalu mengontrol gigi dan mulut nyaselama 6 bulan sekali ke
dokter/klinik gigi.
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or interruptions!
Cancel Anytime.
17
DAFTAR PUSTAKA
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC : JakartaSumijati M.E, dkk. 2000. Asuhan
Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang LazimTerjadi Pada Anak.PERKANI : SurabayaWahidiyat
Iskandar. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 2. Info Medika : JakartaDoenges, M.E, Marry F.
MandAlice, C.G, 2000, Rencana AsuhanKeperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
PendokumentasianPerawatan Pasien. Jakarta: EGC.Wong, Dona L, dkk,. 2003. Maternal child
nursing care 2nd edition. Santa Luis:Mosby Inc.Lynda juall, Carpenito, 2000, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan / Lynda juallCarpenito, Editor Edisi Bahasa Indonesia, Monica Ester (Edisi 8),
Jakarta:EGC.Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta:
MedikaAesculapius. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : JakartaBrooks GF, Butel JS,
Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Ed 1. Jakarta: SalembaMedika, 2005: 433-
442. Nasution MI, Rasyid LU. Mikrobiologi umum. Medan: USU Press, 2009: 194-200.Vianzto. Karies
gigi. http://vianzto.multiply.com/journal/item/9 <11 Maret 2010>Medicastore.Karies
gigi.http://medicastore.com/penyakit/140/Karies_Gigi_Kavitasi.html. < 11 Maret 2010>.Sudiono J,
Kurniadhi B, Hendrawan Adhy, Djimantoro B. Ilmu Patologi.. Jakarta:EGC, 2003: 81-98.
Upload
Login
Signup
Submit Search
Home
Explore
Presentation Courses
PowerPoint Courses
by LinkedIn Learning
1 of 17
Share
Like
Download
...
Sujana Pkm
Follow
...
0 Comments
4 Likes
Statistics
Notes
Post
allanseto
Health Care
Skip to content
HOME
ABOUT
ASUHAN KEPERAWATAN
PNEUMONIA PADA ANAK
Leave a reply
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pneumonia adalah peradangan pada paru-.paru dan bronkiolus yang
disebabkan oleh bakteri, jamur ,virus, atau aspirasi karena makanan atau
benda asing. Pneumonia adalah infeksi pada parenkim paru, biasanya
berhubungan dengan pengisian cairan didalam alveoli hal ini terjadi akibat
adanya infeksi agen/ infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tekanan
saluran trakheabronkialis. (Ngastiyah, 1997)
B. Etiologi
2. adenovirus
3. virus parainfluenza
4. virus influenza.
C. Patofisiologi
3. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan
sek¬ ret fiat yang dikeluarkan oleh set epitel tersebut.
4. Refleks batuk
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau
tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Faktor lain yang
mem¬pengaruhi timbulnya pneumonia ialah daya tahan badan yang menurun,
misal¬nya akibat malnutrisi energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor
iatrogen seperti trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.
3. kekakuan sendi.
E. Pemeriksaan Penunjang
4. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh
lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya
sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma
yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada keadaan klinisnya.
Gambaran lain yang dapat dijumpai :
F. Penatalaksanaan Terapi
1. PENGKAJIAN
a. Data demografi
d. Pengkajian
3. Intervensi
KH:
Intervensi:
2) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan
batuk efektif.
R : Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia
dan membutuhkan intervensi medik segera.
Dx 2: Infeksi, Resiko Tinggi Terhadap (penyebaran) berhungan dengan
Ketidakadekuatan pertahanan utama.
KH:
Intervensi:
KH:
Intervensi :
R : Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi
napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau
ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
I. Biodata
1) Identitas klien
Nama : “An.R”
Umur : 7 bulan
Agama : Islam
Ayah
Nama : “Tn.N”
Umur : 28 Thn
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Ibu
Nama : “Ny.M”
Umur : 24 Thn
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Ibu klien mengatakan anaknya mengalami sesak nafas sejak 3 hari yang lalu,
batuk berlendir, beringus dan disertai dengan demam yang tinggi.
a. Prenatal care
b. Natal
3. 3.Penolong persalinan:bidan
c. Post natal
– PBL: 50 cm
Ibu mengatakan anggota keluarga ada yang batuk-batuk yang disertai darah,
yaitu nenek yang tinggal serumah dengan klien. Keluarga pasien tidak ada
yang menderita penyakit menurun seperti diabetes melitus.
No.
Jenis Imunisasi Waktu Pemberian
1 BCG 1bulan
2 DPT(I,II.III) 2bln,3bln.4bln
3 POLIO(I.II.III.IV) 2bln.3bln.4bln,6bln
5 HEPATITIS(I,II,III) 2bln,3bln,4bln
1. Pertumbuhan fisik
a. Berguling :4bulan
b. duduk :6bulan
c. merangkak :7bulan
1. Pemberian asi
1. Anak tunggal
Support sistem dalam keluarga: Orang tua klien selalu berdoa agar klien
cepat sembuh dan diberikan umur yang panjang oleh Allah SWT.
X. Aktivitas sehari-hari
Pola Makan:
3. 3x sehari 2x sehari
Pola minum:
Pola minum Sebelum sakit Selama
Pola Eliminasi
BAK
BAB
Mandi
2 kali sehari
Pola aktivitas
1. Tanda-tanda Vital
c) Suhu :39 ºC
2. Antropometri
a) Panjang badan : 75 cm
b) Berat badan : 8 kg
c) LILA : 10 cm
d) Lingkar kepala : 30 cm
e) Lingkar dada : 35 cm
f) Lingkar perut : 40 cm
3. Sistem pernapasan
4. Sistem cardiovaskuler
5. Sistem pencernaan
c. Peristaltik : 30 x/Mnt
6. Sistem indra
a. Mata
3) Alis : Menyebar
4) Mata : Reaksi terhadap rangsangan cahaya ada
b. Hidung
1) Stuktur hidung simetris kiri & kanan , penciuman baik, tidak ada trauma
di hidung, mimisan tidak ada
c. Telinga
1) Keadaan daun telinga simetris kiri & kanan ,kanal Auditorius kurang
bersih, serumen tidak ada.
7. Sistem Saraf
a. Fungsi Serebral
2) Kesadaran
a) Eyes : 4
b) Motorik : 6
c) Verbal : 5
b. Fungsi Cranial
c. Fungsi motorik
d. Fungsi sensorik
e. Fungsi Cerebellum
f. Refleks
g. Iritasi Meningen
8. Sistem Muskuloskeletal
a. Kepala
1) Bentuk : Normal
b. Vertebrae
c. Pelvis
d. Lutut
e. Kaki
tidak bergerak.
f. Tangan
9. Sistem Integument
Tidak dikaji
c) Bicara
2) LED = 7 mm/jm
XIII. Penatalaksanaan
a. Terapi oksigen
B. Analisa Data
Umur : 7 bulan
No.Registrasi : 7544
DS:
T : 100/80
N : 98 X/ menit
S : 39 C
P : 32 X/ menit
DS :
DO :
– KU : Lemah
– Suu : 39 C
DS :
– BB : 15 kg
TB : 120 cm
Termoregulator
3
DS :
Peningkatan metabolisme
– Ibu klien mengatakan anaknya malas makan.
– Ibu klien mengatakan porsi makan anaknya tidak dihabiskan. Edema antara kapiler dan
alveoli Kompensasi cadangan lema
No.Regristasi : 7544
28 oktober 2012 Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan mucus dijalan nafas
29 oktober 2012 Hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada jaringan parenkim paru
30 oktober 2012
31 oktober 2012
D. Intervensi keperawatan
No.Regristasi : 7544
E. Evaluasi
No.Regristasi : 7544
No Tanggal Evaluasi
bunyi ronchi.
Suhu 38 c
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
SearchSearch
Upload
ENChange Language
Sign InJoin
Home
Saved
Bestsellers
Books
Audiobooks
Snapshots
Magazines
Documents
Sheet Music
Download
Jump to Page
17
3.4K views
Embed
Share
RELATED TITLES
Carousel Next
LP tb paru
LAPORAN PENDAHULUAN Bronkopneumonia
Laporan Pendahuluan Bp
LP TB PARU
(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF
LP Bronkopneumonia.docx
Pathway Bronkopneumonia
Askep bronkopneumonia pada anak.doc
askep bronkopneumonia.pdf
Download
Jump to Page
17
You are on page 17of 62
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
1
BAB
1PENDAHU
LUAN
A.
Latar
Belakang
Masalah
Di Indonesia
salah satu
penyakit yang
ditakuti pada
abad ke-19,
TBCadalah
penyebab
nomor 8
kematian
anak usia 1
hingga 4
tahun pada
tahun
‟20
- Berdasarkan
data dari
WHO tahun
1993
didapatkan
fakta
bahwaseperti
ga penduduk
bumi telah
diserang oleh
penyakit TBC.
Sekitar 8
jutaorang
dengan
kematian 3
juta orang
pertahun.
Diperkirakan
dalam
tahun2002-
2020 akan
ada 1 miliar
manusia
terinfeksi,
sekitar 5-10
%
berkembang
menjadi
penyakit dan
40 persen
yang terkena
penyakit
berakhir
dengankemati
anan.
Tuberkulosis
(TBC) adalah
penyakit
lama, namun
sampai saat
ini
masihbelum
bisa
dimusnahkan.
Jika dilihat
secara global,
TBC
membunuh 2
jutapenduduk
dunia setiap
tahunnya,
dimana angka
ini melebihi
penyakit
infeksilainnya.
Bahkan
Indonesia
adalah
negara
terbesar
ketiga dengan
jumlah pasien
TBC
terbanyak di
dunia, setelah
Cina dan
India. Sulitnya
memusnahka
npenyakit
yang
disebabkan
oleh bakteri
Mycobacteriu
m tuberculosis
inidisebabkan
oleh
beberapa hal.
Diantaranya
adalah
munculnya
bakteri
yangresisten
terhadap obat
yang
digunakan.
Karena
itu, upaya
penemuan
obat
baruterus
dilakukan.
Penyakit
saluran nafas
menjadi
penyebab
angka
kematian dan
kecacatanyang
tinggi di
seluruh
dunia.Sekitar
80% dari
seluruh kasus
baru
berhubungand
engan infeksi
saluran
nafas.Baik
yang mengenai
cabang-cabang
pembuluh
paru(bronkus,
bronkiolus)
atau yang
mengenai
jaringan paru-
paru
(pneumonia,
TBC)(Barbara
Engram, 1999).
Penyakit infeksi
paru
merupakan
penyakit infeksi
yangpaling
sering
ditemukan
dimasyarakat
maupun yang
dirawat di
rumah sakit,
danmasih
merupakan
masalah
kesehatan
utama di
seluruh dunia.
Penyakit infeksi
paruberkisar
60-80 % dari
seluruh
penyakit paru,
sedangkan
sisanya 20-40
%
adalahpenyakit
noninfeksi
( Agung
Waluyo, 2000 ).
Pola Penyakit
50 Peringkat
Utama
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
2
menurut
Departemen
Kesehatan RI
untuk pasien
rawat jalan di
rumah sakit
diIndonesia
mencatat
bahwa
bronchitis
kronis,
emfisema,
PPOK
menempati
urutan
14dengan
persentase
kunjungan
(1,2%),
bronkitis akut
dan bronkiolitis
akut urutan
35(0,5%), dan
pneumonia
urutan 39
(0,4%) ( Agung
Waluyo,
2005).Pneumo
nia merupakan
bagian dari
Infeksi Saluran
Pernafasan
Akut
(ISPA)bawah
yang banyak
menimbulkan
kematian,
hingga
berperan besar
dalamtingginya
angka
kematian
.Pneumonia di
negara
berkembang
disebabkan
terutama oleh
bakteri.Tanda
–
tanda fisis
pada
pneumonia
adalah demam,
sesak nafas,
nyeri dada
dantanda-
tanda
konsolidasi
paru ( perkusi
paru yang
pekak, ronkhi
nyaring,
suarapernafasa
n bronchial.
Untuk memberi
rasa nyaman
dan
mengurangi
nyeri pada
pasienpneumo
nia adalah
dengan cara
pijatan
punggung,
perubahan
posisi,
mendengaraka
nmusik tenang,
latihan nafas
dalam dan
anjurkan teknik
menekan dada
selama
episodebatuk. (
Doengus,
2000).Sejak
tahun 1984
Depkes sesuai
dengan
pedoman WHO
mulai
melancarkanPr
ogram
Penanggulanga
n ISPA dengan
tujuan utama
menurunkan
angka
kematianpneu
monia pada
anak-anak
balita. Strategi
penanggulanga
nnya ialah
meningkatkanc
akupan
imunisasi,
tatalaksana
baku ISPA
untuk setiap
tingkat
pelayanan,pen
yuluhan
mengenai ISPA.
Penyuluhan ini
bertujuan agar
mengenal
ISPApneumonia
dan segera
mencari
pertolongan
yang tepat,
memberi
pengobatan
secaratuntas.
( Agung
Waluyo, 2000 ).
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana
gambaran
perawatan
pada penyakit
pneumonia
C.
Tujuan
1.
Tujuan
UmumMengeta
hui gambaran
perawatan atau
asuhan
keperawatan
pada
pasienPneumo
nia.2.
Tujuan
Khususa.
Mampu
melaksanakan
pengkajian
pada pasien
Pneumoniab.
Mampu
membuat
analisa data
pada pasien
Pneumonia.c.
Mampu
menegakkan
diagnosa
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.d.
Mampu
merencanakan
asuhan
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
3
e.
Mampu
melaksanakan
tindakan
keperawatan
pada pasien
Pneumonia.f.
Mampu
membuat
evaluasi pada
pasien
Pneumonia
D.
Manfaat
1.
Secara umuma.
Menambah
wawasan,
pengetahuan
penulis dan
pembaca
di bidang
kesehatankhus
usnya
pneumonia.b.
Memberikan
informasi
mengenai
masalah
keperawatan
pada
pasiendenganp
neumonia dan
penatalaksana
an masalah
keperawatan.c.
Meningkatkan
ketrampilan
penulis dalam
melakukan
asuhan
keperawatanpa
da pasien
Pneumonia.2.
Secara
khususa.
Bagi
PenulisSetelah
menyelesaikan
makalah ini
diharapkan
kami sebagai
mahasiswadap
at
meningkatkan
pengetahuan
dan wawasan
mengenai
penyebab
sertaupaya
pencegahan
penyakit
pneumonia
agar
terciptanya
kesehatanmasy
arakat yang
lebih baik.b.
Bagi
PembacaDihara
pkan agar
pembaca dapat
mengetahui
tentang
pneumonia
lebih
dalamsehingga
dapat
mencegah
serta
mengantisipasi
diri dari
penyakit pneu
monia.c.
Bagi Petugas
KesehatanDiha
rapkan dapat
menambah
wawasan dan
informasi
dalam
penangananpn
eumonia
sehingga dapat
meningkatkan
pelayanan
keperawatan
yang baik d.
Bagi Institusi
PendidikanDiha
rapkan dapat
menambah
informasi
tentang
pneumonia
serta
dapatmeningka
tkan
kewaspadaan
terhadap
penyakit ini.
E.
Metode
dan Teknik
Pengumpula
n Data
1.
WawancaraBa
ik secara
autoanamesa
maupun
allowanamnes
a
2.
Observasi
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
4
Mengadakan
pengamatan
langsung
pada pasien
dan ikut
memberikana
suhan
keperawatan
pada
pasien.3.
Studi Kepusta
kaan
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
5
BAB
IILAPORAN
PENDAHUL
UAN
A.
PENGERTIAN
Oksigenasi
adalah
memberikan
aliran gas O
2
lebih dari
21%
padatekanan
atmosfer
sehingga
konsentrasi
oksigen
meningkat
dalam tubuh.
(http://athear
obiansyah.blo
gspot.com) O
ksigen adalah
salah satu
komponen
gas dan
unsure vital
dalam
prosesmetabo
lisme untuk
mempertahan
kan
kelangsungan
hidup seluruh
sel
–
seltubuh.
Secara
normal
elemen
tersebut
diperoleh
dngan cara
menghirupoks
igen setiap
kali bernapas.
Penympaian
O
2
kejaringan
tubuh
ditentukan
olehsystem
respirasi,
kardiovaskule
r, dan
keadaan
hemaatologi.
Dalam
keadaanbiasa
, manusia
membutuhka
n sekitar 300
cc oksigen
sehari (24
jam)
atausekitar
0,5 cc tiap
menit.Respira
si berperan
dalam
mempertahan
kan
kelangsungan
metabolismes
el. Sehingga
diperlukan
fungsi
respirasi yang
adekuat. Agar
sel
melakukanme
tabolisme
untuk
menghasilkan
energi, sel
memerlukan
suplai oksigen
dannutrisi
yang cukup
pada tubuh.
Nutrisi
diperoleh
dari asupan
(intake)
makanandan
cairan.Proses
respirasi
adalah proses
keluar
masuknya
udara ke paru
–
parudan
terjadi
pertukaran
gas.(
taroto
martonah
,
2009)Respiras
i juga
berarti gabun
gan aktivitas
mekanisma
yang
berperandala
m proses
suplai O
2
ke seluruh
tubuh dan
pembuangan
CO
2
( hasilpembak
aran sel).
(Iman
Somantri,
2001)
1.
Factor
–
faktor yang
mempengar
uhi
kebutuhan
oksigen
yaitu:
a.
Faktor
Fisiologi
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
6
1)
Menurunnya
kemampuan
mengikat
oksigen
seperti pada
anemia.2)
Menurunya
konsentrasi
oksigen yang
diinspirasi
seperti
padaobstruksi
saluran
pernapasan
bagian atas.3)
Hipovolemia,
sehingga
tekanan
darah
menurun
yangnengakib
atkan
terganggunya
O
2.
4)
Meningkatnya
metabolisme
seperti
adanya
infeksi,
demam,
ibuhamil, luka
dll.5)
Kondisi yang
mempengaru
hi pergerakan
dinding dada
seperti
padakehamila
n, obesitas,
muskulus
skeleton yang
abnormal,
penyakitkroni
s seperti TBC
paru.b.
Faktor
Perkembanga
n1)
Bayi
premature
yang
disebabkan
kurangnya
pembentukan
surfaktan.2)
Bayi dan
toddler,
adanya resiko
infeksi
saluran
pernapasan
akut.3)
Usia sekolah
dan remaja,
resiko infeksi
saluran
pernapasan
danmerokok.4
)
Dewasa muda
dan
pertengahan,
diet yang
tidak sehat,
kurangaktivita
s, stress yang
mengakibatka
n penyakit
jantung dan
paru-paru.5)
Dewasa tua,
adanya proses
penuaan yang
mengakibatka
nkemungkina
n
arteriosclerosi
s, elastisitas
menurun,
ekspansi
parumenurun.
c.
Faktor
Perilaku1)
Nutrisi:
misalnya
pada obesitas
mengakibatka
n penurunan
ekspansiparu,
gizi yang
buruk
menjadi
anemia
sehingga
daya ikat
oksigenberkur
ang, diet
tinggi
lemak menim
bullkan
arteriosclerosi
s.2)
Exercise :
akan
meningkatkan
kebutuhan
oksigen.3)
Merokok :
nikotin dapat
menyababkan
vasokontriksi
pembuluhdar
ah perifer dan
koroner.
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
7
4)
Substance
abuse (obat-
obatan dan
alcohol):
menyebabkan
intakenutrisi/
Fe menurun
mengakibatka
n hemoglobin
menurun,
alcoholmenye
babkan
depresi pusat
pernapasan.5)
Kecemasan :
menyebabkan
metabolisme
meningkat.d.
Faktor
Lingkungan1)
Tempat kerja
(polusi)2)
Suhu
lingkungan3)
Ketinggian
tempat dari
permukaan
laut.
2.
Factor
–
faktor yang
mempengar
uhi
pernapasan
bisa
berlangsung
normal,
yaitu:
a.
Suplai oksigen
yang
adekuatTemp
at tinggi tidak
mengubah
komposisi
udara,
tapimenyeba
bkan tekanan
O
2
menurun.
Reaksi awal
yang timbul
berupatanda
dan gejala
yang sama
terlilhat pada
setiap orang
yangkekurang
an okskigen.
Tandanya
berupa: nyeri
kepala, sesak,
lemah,mual,
berkeringat,
palppitasi,
penglihatan
kabur,
pendengaran
berkurang,
dan
mengantuk
pada kondisi
hipoksia
bera.Oksigen
asi
dipengaruhi
oleh:1)
Peningkatan
ventilasi
alveolus.2)
Penyesuaian
komposisi
asam basa
darah dan
cairan tubuh
lain.3)
Peningkatan
kapasitas
pengangkutan
O
2
dan
peningkatan
curah jantung
.b.
Saluran udara
yang
utuhPernapas
an bisa
terganggu /
tidak karena
faaktor
penghambatp
ada saluran
pernapasan
(seperti
adanya
obstruksi).c.
Fungsi
pergerakan
dinding dada
dan
diafragma ya
ng
normal.Gangg
uannya bisa
disebabkan
oleh fraktur
iga atau luka
tembuspada
dada.d.
Adanya
alveoli dan
kapiler yang
bersama-
sama
berfungsi
membentuk u
nit
pernapasan
terminal
dalam jumlah
yang cukup.e.
Jumlah
hemoglobin
yang adekuat
untuk
membawa O
2
pada sel
tubuh.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
8
f.
Suatu system
sirkulasi yang
utuh dan
pompa
jantung
efekif.g.
Berfungsinya
pusat pernap
asan.
B.
TUJUAN
PEMBERIAN
OKSIGEN
1.
Untuk
mempertahka
n oksigen
yang adekuat
pada
jaringan.2.
Untuk
menurunkan
kerja
jantung.3.
Untuk
menurunkan
kerja paru-
paru.
C.
ANATOMI
SISTEM
PERNAPASA
N
1.
Saluran
Pernapasan
Bagian Atasa.
Hidungb.
Sinus
Paranasalisc.
Faringd.
Laringe.
Trakhea2.
Saluran
Pernapasan
Bagian
Bawaha.
Bronkhusb.
Bronkhiolusc.
Bronkhiolus
Terminalisd.
Bronkhiolus
Respiratorye.
Duktus
Alveolar dan
Sakus Alveola
rf.
Alveolig.
Paru
–
paruh.
Pleura
D.
FISIOLOGI
SISTEM
PERNAPASA
N
Bernapas /
pernapasan
merupakan
proses
pertukaran
udara
diantaraindivi
du dan
lingkunganny
a dimana O
2
yang dihirup
dan CO
2
yang dibuang.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
9
Pernapasan
ini terjadi
secara
otomatis
walau dapalm
keadaan
tertidursekali
pun karena
pengaruh
susunan saraf
otonom.
Menurut
tempat
terjadinya,per
napasan
terdiri dari:1.
Pernapasan
LuarAdalah
pertukaran
udara yang
terjadi antara
udara dalam
alveolus
dengandarah
dalam
kapiler.2.
Pernapasan
DalamAdalah
pernapaasan
yang terjadi
antara darah
dalam kapiler
dengan sel
–
sel tubuh.
E.
FAKTOR
–
FAKTOR
YANG
MEMPENGAR
UHI
PERNAPASA
N
1.
Tahap
Perkembanga
nSaat lahir
terjadi
perubahan
respirasi yang
besar yaitu
paru
–
paruyang
sebelumnya
berisi cairan
menjadi berisi
udara. Bayi
memiliki
dadayang
kecil dan jalan
napas yang
pendek.
Bentuk dada
bulat pada
waktubayi
dan masa
kanak
–
kanak,
diameter dari
depan ke
belakang
berkurangden
gan proporsi
terhadap
diameter
transversal.
Pada orang
dewasa
thoraksdiasu
msikan
berbentuk
oval. Sampai
lanjut usia
akan terjadi
perubahanpa
da thoraks
dan pola
napas.2.
LingkunganKe
tinggian,
panas, dingin,
dan polusi
mempengaru
hi
oksigenasi.Ma
kin tinggi
daratan,
makin rendah
PaO
2
, sehingga
semakin
sedikitoksigen
yang dapat
dihirup
individu.
Sebagai
respon panas,
pembuluhdar
ah perifer
akan
berdilatasi,
sehingga
darah akan
mengalir ke
kulit.3.
Gaya Hidup
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
10
Aktivitas dan
latihan fisik
meningkatkan
laju,
kedalamanper
napasan dan
denyut
jantung.4.
Status
KesehatanOra
ng yang sehat
system
kardiovaskule
r dan
pernapsan
dapatmenyedi
akan oksigen
yang cukup
untuk
memenuhi
kebutuhan
tubuh.5.
NarkotikaSep
erti morfin
dapat
menurunkan
laju dan
kedalaman
pernapasanke
tika depresi
pusat
pernapasan di
medulla.
Sehingga bila
memberikano
bat-obatan
narkotik
analgetik
perawat
harus
memantau
laju
dankedalama
n
pernapasan.6.
Perubahan /
Gangguan
pada Fungsi
PernapasanKo
ndisi yang
berpengaruh
pada
pernapasan
:a.
Pergerakan
udara ke luar
atau ke
dalam paru
–
paru.b.
Difusi O
2
dan Co
2
antara alveoli
dan kapiler
paru.c.
Transport O
dan O
2
dari dank e
sel
jaringan melal
lui darah.7.
Perubahan
Pola
NapasPernapa
san normal
dilakukan
tanpa usaha.
Bernapas
yang
sulitdisebut
dypsnoe
(sesak
napas).
Kadang
–
kadang
terdapat
pernapasancu
ping hidung.
Orthopnoe
yaitu
ketidakmamp
uan untuk
bernapas
kecualipada
posisi duduk
dan erdiri
seperti pada
penderita as
ma.8.
Obstruksi
Jalan Napas
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
11
Obstruksi
lengkap atau
sebagian
dapat terjadi
sepanjang
salluranperna
pasan di
sebelah atas
atau bawah.
Obstruksi
sebagian
jalan
napasditandai
dengan
adanya suara
mengorok
selama
inhalasi (inspi
rasi).
F.
PERUBAHAN
FUNGSI
PERNAPASA
N
1.
Hiperventilasi
Merupakan
upaya tubuh
meningkatkan
jumlah O
2
dari paru
–
paru,agar
pernapasan
lebih cepat
dan dalam.
Hal
ini disebabka
n oleh:a.
Kecemasanb.
Infeksi/sepsis
c.
Keracunan
obat
–
obatan.d.
Ketidakseimb
angan asam
basa
seperti asidos
is
metabolic.Tan
da dan gejala
berupa: napas
pendek, nyeri
dada,menuru
nnyakonsentr
asi,
disorientasi,
dan tinnitus.2
.
HipoventilasiT
erjadi ketika
ventilasi
slveolar tidak
adekuat
memenuhipen
ggunaan O
2
untuk
mengeluarkan
CO
2
dengan
cukup. Seperti
apdaatelektak
sis (kolaps
paru).Tanda
dan gejala
berupa: nyeri
kepala,
penurunan
kesadaran,dis
orientasi,
kardiakdisritm
ia,
ketidakseimb
angan
elektrolit,
kejanng,
dankardiak
arrest.3.
HipoksiaYaitu
suatu kondisi
ketidakcukup
an O
2
di dalam
tubuh
yangdiinspira
si sampai
jaringan.
Disebabkan
olleh:a.
Menurunnya
Hb.
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
12
b.
Berkurangnya
konsentrasi
oksigen jika
di pegununga
n.c.
Ketidakmamp
uan
jaringan men
gikat oksigen
seperti pada
keracunan.d.
Menurunnya
difusi O
2
seperti pada
pneumonia.e.
Menurunnya
perfusi
jaringan,
seperti syok.f.
Kerusakan/
gangguan
ventilasi.Tand
a hipoksia :
kelelahan,
kecemasan,
menurunnya
konsentrasi,n
adi
meningkat,
pernapasan
cepat dan
dalam,
sianosis,
sesak napas,
danclubbing.
G.
PEMERIKSAA
N
DIAGNOSIS
PADA
PASIEN
DENGAN
GANGGUANS
ISTEM
PERNAPASA
N
1.
Metode
Morfologisa.
RadiologiPare
nkim paru
yang berisi
udara
memberikan
resistensi
yangkecil
terhadap
jalannya sinar
X sehingga
memberi
bayangan
yangsangat
memancar.
Bagian padat
udara akan
memberikan
udarabayanga
n yang lebih
padat karena
sulit ditembus
sinar X. benda
yangpadat
member
kesan warna
lebih
putih dari
bagian
berbentuk
udara.b.
BronkoskopiM
erupakan
teknik yang
memungkinka
n visualisasi
langsungtrach
ea dan
cabang
utamanya.
Biasanya
digunakan
untuk
memastikank
arsinoma
bronkogenik,
atau untuk
membuang
benda asing.
Setelahtindak
an ini pasien
tidak bolelh
makan atau
minum
selama 2 -3
jamsampai
tikmbul reflex
muntah. Jika
tidak, pasien
mungki9n
akanmengala
mi aspirasi ke
dalam cabang
a
trakeobronke
al.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
13
c.
Pemeriksaan
BiopsiManfaat
biopsy paru
–
paru
terutama
berkaitan
dengan
penyakitparu
yang bersifat
menyebar
yang tidak
dapat
didiagnosis
dengan
caralain.d.
Pemerikasaan
SputumBersif
at
mikroskopik
dan penting
untuk
mendiagnosis
etiologiberba
gai penyakit
pernapasan.
Dapat
digunakan
untuk
menjelaskano
rganisme
penyebab
penyakit
berbagai
pneumonia,
bacterial,tube
rkulosa, serta
jamur.
Pemeriksaan
sitologi
eksploitatif
pada
sputummemb
antu proses
diagnosis
karsinoma
paru. Waktu
yang baik
untuk pengu
mpulan
sputum
adalah pagi
hari bangun
tidur karena
sekresiabnor
mal bronkus
cenderung
berkumpul
waktu tidur.2.
Metode
FisiologisTes
fungsi
paru menggu
nakan
spirometer
akan
menghasilkan
:a.
Volume Alun
Napas (Tidal
Volume
–
TV)Yaitu
volume udara
yang keluar
masuk paru
pada keadaan
istirahat(±50
0ml).b.
Volume
Cadangan
Inspirasi
(Inspiration
Reserve
Volume
–
IRV)Yaitu
volume udara
yang masih
dapat masuk
paru pada
inspirasimaksi
mal setelah
inspirasi
secara biasa.
L = ±3300
ml, P =
±1900 ml.c.
Volume
Cadangan
Ekspirasi
(Ekspirasi
Reserve
Volume
–
ERV)Yaitu
jumlah udara
yang dapat
dikeluarkan
secara aktif
dari
parumelalui
kontraksi otot
ekspirasi
setelah
ekspirasi
biasa. L = ±
1000 ml,P =
± 700 ml.d.
Volume
Residu
(Residu
Volume
–
RV)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
14
Yaitu udara
yang masih
tersisa dlam
paru setelah
ekpsirasi
maksimal.L =
± 1200 ml, P
= ±1100
ml.Kapasitas
pulmonal
sebagai hasil
penjumnlahan
dua jenis
volume
ataulebih
dalam
satu kesatuan
.e.
Kapasitas
Inspirasi
(Inspiration
Capacity
–
IC)Yaitu
jumlah udara
yang dapat
dimasukkan
ke dalam paru
setelahakhir
ekspirasi
biasa (IC =
IRV + TV)f.
Kapasitas
Residu
Fungsional
(Fungtional
Residual
Capacity
–
FRC)Yaitu
jumlah udara
paru pada
akhir respirasi
biasa (FRC =
ERV + RV)g.
Kapasitas
Vital (Vital
Capacity
–
VC)Yaitu
volume udara
maksimal
yang dapat
masuk dan
keluar
paruselama
satu siklus
pernapasan
yaitu setelah
inspirasi dan
ekspirasimaks
imal (VC =
IRV + TV +
ERV)h.
Kapasitas
Paru
–
paru Total
(Total Lung
Capacity
–
TLC)Yaitu
jumalh udara
maksimal
yang masih
ada di paru
–
paru (TLC
=VC + RV). L
= ± 6000 ml,
P = ± 4200
ml.i.
Ruang Rugi
(Anatomical
Dead
Space)Yaitu
area
disepanjang
saluran napas
yangvtidak
terlibat
prosespertuka
ran gas (±150
ml). L = ± 500
ml. j.
Frekuensi
napas (f)Yaitu
jumalh
pernapsan
yang
dilakukan
permenit
(±15
x/menit).Seca
ra umum,
volume dan
kapasitas
paru akan
menurun bila
seseorangber
baring dan
meningkat
saat berdiri.
Menurun
karena isi
perutmeneka
n ke atas atau
ke diafragma,
sedangkan
volume udara
parumenungk
at sehingga
ruangan yang
diisi udara
berkurang.k.
Analisis Gas
Darah
(Analysis
Blood Gasses
–
ABGs)Sampel
darah yang
digunakan
adalah arteri
radialis
(mudah
diambil).
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
15
H.
ASUHAN
KEPERAWA
TAN
1.
PENGKAJIAN
a.
Riwayat
Kesehatan
1)
Keluhan
utama
Yang biasa
muncul pada
pasien
dengan
ganguan
siklus O
2
dan CO
2
antara lain:
batuk,
peningkatan
produksi
sputum,
dipsnea,hemo
ptisis,
wheezing,
stridor, dan
nyeri dada.a)
Batuk
(Cough)Yang
perlu dikaji
yaitu
lamanya,
bagaimana
timbulnya,hu
bungannya
dengan aktivit
as, adanya
sputum atau
dahak.Pening
katan
produksi
sputum;
meliputi
warna,
konsistensi,ba
u, jumlah
karena hal itu
menunjukkan
keadaan dari
prosespatolog
is. Jika ada
infeksi
sputum akan
berwarna
kuning
atauhijau,
putih atau
kelabu, dan
jernih. Jika
edema paru,
sputumberwa
rna merah
muda karena
mengandung
darah dalam
jumlahyang
banyak.b)
DipsneaMeru
pakan
persepsi
kesulitan
bernapas/
napas pendek
dansebagai
perasaan
subjektif
pasien. Yang
perlu dikaji,
apakahpasien
sesak saat
berjalan, dll.c)
HemoptisisYai
tu darah yang
keluar melalui
mulut saat
batuk.
Keadaan
inibiasanya
menandakan
adanya
kelainan
berupa
bronchitiskron
is,
bronkhiektasi
s, TB-paru,
cystic fibrosis,
upper
airwaynecroti
zing
granuloma,
emboli paru,
pneumonia,
kanker
paru,dan
abses paru.d)
Chest
painNyeri
dada bisa
berkaitan
dengan
masalah
jantung
sepertigangg
uan konduksi
(disritmia),
perubahan
kardiak
output,kerusa
kan fungsi
katup, atau
infark, dll.
Paru tidak
memiliki
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
16
saraf yang
sensitive
terhadap
nyeri tapi
saraf itu
dimiliki
olehiga, otot,
pleura parieta
l, dan
percabangan
trakheobronk
hial.
2)
Riwayat
kesehatan
sekarang
Ditanyakan /
menjelaskan
kronologi
berjalannya
penyakit
pasien :a)
Waktu
terjadinya
sakit
Berapa lama
sudah
terjadinya
sakitb)
Proses
terjadinya
sakit
Kapan mulai
terjadinya
sakit
Bagaimana
sakit itu mulai
terjadi
c)
Upaya yang
telah
dilakukan
Selama sakit
sudah
berobat
kemana
Obat-obatan
yang pernah
dikonsumsi
d)
Hasil
pemeriksaan
sementara /
sekarang
TTV meliputi
tekanan
darah, suhu,
respiratorik
rate, dannadi
Adanya
patofisiologi
lain seperti
saat
diauskultasi
adanyaronky,
wheezing.
3)
Riwayat
kesehatan
terdahulu
Ditanyakan:a)
Riwayat
merokok,
yaitu sebagi
penyebab
utama kanker
paru
–
paru,
emfisema,
dan bronchitis
kronis.
Anamnesa
harusmencak
up:
Usia mulai
merokok
secara rutin
Rata
–
rata jumlah
rokok yang
dihisap setiap
hari.
Usai
menghentikan
kebiasaan
merokok.b)
Pengobatan
saat ini dan
masa laluc)
Alergid)
Tempat
tinggal
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
17
4)
Riwayat
kesehatan
keluarga
Tujuan
pengkajian
ini:a)
Penyakit
infeksi
tertentu
seperti TBC
ditularkan
melalui
orangke
orang.b)
Kelainan
alergi seperti
asma
bronchial,
menujukkan
suatupredispo
sisi keturunan
tertentu.
Asma bisa
juga terjadi
akibatkonflik
keluarga.c)
Pasien
bronchitis
kronis
mungkin
bermukim di
daerah
yangtingkat
polusi
udaranya
tinggi. Polusi
ini bukan
sebagaipenye
bab
timbulnya
penyakit tapi
bisa
memperberat.
.
b.
Pola Fungsi
Kesehatan
(Gordon)
1)
Persepsi
terhadap
kesehatan
–
manajemen
kesehatan2)
Pola aktivitas
dan latihan3)
Pola istirahat
tidur4)
Pola nutrisi -
metabolic5)
Pola
eliminasi6)
Pola kognitif
perceptual7)
Pola konsep
diri8)
Pola koping9)
Pola seksual
–
reproduksi
10)
Pola peran
hubungan
11)
Pola nilai dan
kepercayaan
c.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Data klinik,
meliputi:a)
TTVb)
KU2)
Data hasil
pemeriksaan
yang mungkin
ditemukan:a)
Mata
Konjungtiva
pucat (karena
anemia)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
18
Konjungitva
sianosis
( karena
hipoksemia)
Konjungtiva
terdapat
pethecia
( karena
emboli lemak
atauendokard
itis)b)
Kulit
Sianosis
perifer
(vasokontriksi
dan menurun
nya aliran
darahperifer).
Sianosis
secara
umum (hipoks
emia)
Penurunan
turgor
(dehidrasi)
Edema
Edema
periorbitalc)
Sianosis
Clubbing
fingerd)
Mulut dan
bibir
Membran
mukosa
sianosis
Bernapas
dengan
mengerutkan
mulut.e)
Hidung
Pernapasan
dengan
cuping
hidung,
deviasi
sputum,perfor
asi, dan
kesimetrisan.f
)
Vena Leher
Adanya
distensi/ bend
ungan.g)
Dada
Inspeksi
Pemeriksaan
mulai dada
posterior
sampai yang
lainnya,pasie
n harus
duduk.
Observasi
dada pada
sisi kanan
atau kiri serta
depan
ataubelakang.
Dada
posterior
amati adanya
skar, lesi, dan
masa
sertaganggua
n tulang
belakang
(kifosis,
skoliosis,
danlordosis)
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
19
Catat jumlah,
irama,
kedalaman
pernapasan,
dankesimetris
an
pergerakan
dada.
Observasi
pernapasan
seperti
pernapasan
hidung,
ataupernapas
an diafragma
serta
penggunaan
otot
bantupernapa
san.
Observasi
durasi
inspirasi dan
ekspirasi.
Ekspirasi
yangpanjang
menandakan
adanya
obstruksi
jalan
napasseperti
pada pasien
Chronic
Airflow
Limitation
(CAL)/ Chronic
Obstructive
Pulmonary
Disease
(COPD).
Kaji
konfigurasi
dada.
Kelainan
bentuk
dada:Barrel
chestAkibat
overinflation
paru
pada pasien
emfisema.Fun
nel
chestMissal
pada pasien
kecelakaan
kerja yaitu
depresibagian
bawah
sternum.Pigeo
n chestAkibat
ketidaktepata
n sternum
yang
mengakibatka
npeningkatan
diameter
AP.Kofiskoliosi
sMissal pada
pasien
osteoporosis
dan
kelainanmusc
uloskeletal.
Observasi
kesimetrisan
pergerakan
dada.
Gangguanper
gerakan
dinding dada
mengindikasik
an
adanyapenya
kit paru/
pleura.
Observasi
retraksi
abnormal
ruang
interkostal
selamainpsira
si yang
mengindikasik
an adanya
obstruksi
jalannapas.
Palpasi
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
20
Untuk
mengkaji
kesimetrisan
pergerakan
dada
danmengobse
rvasi
abnormalitas,
mengidentifik
asi
keadaankulit,
dan
mengetahui
tactil
premitus
(vibrasi).
PerkusiMengk
aji resonansi
pulmoner,
organ yang
ada
di sekitarnya,
dan
pengembang
an (ekskursi)
diafragma.
Ada dua
suaraperkusi
yaitu:
Suara perkusi
normal:Reson
an (sonor) :
dihasilkan
pada jaringan
parunormal,
umumnya
bergaung dan
bernada
rendah.Dullne
ss : dihasilkan
di atas
jantung
atau paru.Tym
pany :
dihasilkan di
atas
perut yang
berisi udara.
Suara perkusi
abnormal:Hip
eresonan :
lebih rendah
dari resonan
seperti
paruabnormal
yang berisi
udara.Flatnes
s : nada lebih
tinggi dari
dullness
sepertiperkusi
pada paha,
bagian
jaringan lainn
ya.
Auskultasi
Suara napas
normalBronch
ial/ tubular
sound seperti
suara dalam
pipa,keras,
nyaring, dan
hembusan
lembut.Bronk
ovesikuler
sebagai
gabungan
antara
suaranapas
bronchial
dengan
vesikuler.Vesi
kuler
terdengar
lembut, halus,
sperti
hembusanang
in sepoi
–
sepoi.
Jenis suara
tambahanWh
eezing : suara
nyaring,
musical, terus
–
menerusakiba
t jalan napas
yang
menyempit.Ro
nchi : suara
mengorok
karena ada
sekresi
kentaldan
peningkatan
produksi
sputum.
Bronkopne
umonia
TB Paru
Stikes
Madani
Yogyakart
a
|
21
Pleural
friction rub :
suara kasar,
berciut, dan
sepertigessek
an akibat
inflamasi dim
pleura, nyeri
saatbernapas.
Crakles :
Fine cracles :
suara
meletup
akibat
melewatidaer
ah alveoli,
seperti suara
rambut
digesekkan.
Coars cracles:
lemah, kasar,
akibat ada
cairan
di jalan salura
n napas yang
besar. Beruba
h jikapasien
batuk.
d.
Pemeriksaan
Penunjang
1)
Tes untuk
menentukan
keadekuatan
system
konduksi
jantung.a)
EKGb)
Exercise
stress test2)
Tes untuk
menentukan
kontraksi
miokardium
aliran darah.a
)
Echocardiogra
phyb)
Kateterisasi
jantungc)
Angiografi3)
Tes untuk
mengetahui
ventilasi dan
oksigenasia)
Tes fungsi
paru
–
paru dengan
spirometri.b)
Tes astrupc)
Oksimetrid)
Pemeriksaan
darah
lengkap.4)
Melihat
struktur
system perna
pasana)
X- Ray
thoraksb)
Bronkhoskopic
)
CT scan
paru5)
Menentukan
sel abnormal/
infeksi system
pernapasana)
Kultur apus
tenggorok b)
Sitologic)
Specimen
sputum (BTA)
Trusted by over 1 million members
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
Try Scribd FREE for 30 days to access over 125 million titles without ads or
interruptions!
LP tb paru
UPLOADED BY
UPLOADED BY
Ilham Yello
UPLOADED BY
Laporan Pendahuluan Bp
UPLOADED BY
SUJANA, S.Kep., Ns
LP TB PARU
UPLOADED BY
Uswatun Hasanah
(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF
UPLOADED BY
UPLOADED BY
andita
LP Bronkopneumonia.docx
UPLOADED BY
mutiarahmah30
UPLOADED BY
Laporan Pendahuluan Dan Askep Kasus Tb Paru
UPLOADED BY
M Taufan
UPLOADED BY
Jajang Jamaludin
UPLOADED BY
Nining Ratnasari
UPLOADED BY
abu rasyid
Pathway Bronkopneumonia
UPLOADED BY
Suparjo, Skep.Ns
UPLOADED BY
AnnisaNuraini
UPLOADED BY
Prasetya Setya
UPLOADED BY
askep bronkopneumonia.pdf
UPLOADED BY
UPLOADED BY
Dwijo Utomo
UPLOADED BY
Pathway Bronkopneumonia
UPLOADED BY
MegHa Pisc'girLz
Asuhan Keperawatan Sepsis Neonatorum
UPLOADED BY
anon_138290814
UPLOADED BY
Lk Bronkopneumonia
UPLOADED BY
Lalune Lovegood
UPLOADED BY
Ernila Rizar
Pathways TB Paru
UPLOADED BY
Ieand Uti
96797524-BRONKOPNEUMONIA-docx
UPLOADED BY
dr.Angga Fajri
UPLOADED BY
Ratno Abidin
UPLOADED BY
UPLOADED BY
LOGBOOK
UPLOADED BY
UPLOADED BY
damas_semarang
LOOG BOOK
UPLOADED BY
Asuhan Keperawatan Hemoroid
UPLOADED BY
LP ANC
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
4. REHOSPITALISASI - PROFIL INDIKATOR MUTU PROGRAM GERIATRI.docx
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
Faris
Jurnal Kesehatan
UPLOADED BY
Abstrak English
UPLOADED BY
LEMBAR PENGESAHAN
UPLOADED BY
UPLOADED BY
PENGKAJIAN FISIK KEPERAWATAN
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
UPLOADED BY
LP Diabetes Melitus
UPLOADED BY
1- Lp Fraktur
UPLOADED BY
UPLOADED BY
Footer Menu
Back To Top
ABOUT
About Scribd
Press
Our blog
Contact Us
Join today
Invite Friends
Gifts
SUPPORT
Help / FAQ
Accessibility
Purchase help
AdChoices
Publishers
LEGAL
Terms
Privacy
Copyright
Social Media
o
Browse Books
Site Directory
Site Language:
EnglishChange Language
Related titles
Carousel Next
LP tb paru
Laporan Pendahuluan Bp
LP TB PARU
(CHF Part II) asuhan keperawatan (analisa data - intervensi) Bp. S Dengan CHF
LP Bronkopneumonia.docx
Webpack.Doc_page.Src.App.Page.Body.OnScrollViewportBottomRecommenders.OnScrollViewportBo
ttomRecommenders.Click_to_expand_collapse_expand_related_titles
Info Kesehatan
Cari Dokter
Tanya Dokter
Masuk
Download Aplikasi
Virus
Kanker
Jantung
Otak
Psikologi
Defisiensi
Infeksi
Mata
Pencernaan
Semua Penyakit
TANYA DOKTER
Lemas.
Nyeri dada.
Rutin berolahraga.
Referensi
Diskusi Terkait
Punya pertanyaan seputar kesehatan?
Tanya Dokter
Home
About Me
Contact Me
Macrofag Television
Sahabat Macrofag
PESAN SEGERA
Laporan Pendahuluan
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUMOR PARU
I. Konsep dasar
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain adenoma,
hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik.
I. Pengertian
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas
paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut Susan Wilson
dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu pertumbuhan yang tidak
terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.
II. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih belum
diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari bahan – bahan
karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa mengesampingkan kemungkinan
perana predisposisi hubungan keluarga ataupun suku bangsa atau ras serta status
imunologis.
1. Pengaruh rokok.
III. Patofisiologi.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid (sel
skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak terdeferensiasi)
dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk
di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma
umumnya tumbuh di cabang bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan
karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk.
Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini
pertumbuhan lambat.
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama dan
infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk lama 2
minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain dyspnea,
hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada keadaan yang sudah
berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti nyeri tulang, stagnasi (vena cava
superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis awal 2 – 5
tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa, sudah metastase ke
daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan pasien dengan kondisi
penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis, namun berjarak
lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah dekat karina dan
atau disetai efusi pleura.
2. Radioisotop scanning
3. Tes laboratorium
b. Mediastinoskopi
I. Pengkajian
Riwayat :
Perokok berat dan kronis, terpajan terhadpa lingkungan karsinogen, penyakit paru
kronis sebelumnya yang telah mengakibatkan pembentukan jaringan parut dan
fibrosis pada jaringan paru.
Batuk menetap akibat sekresi cairan, mengi, dyspnea, hemoptisis karena erosi
kapiler di jalan napas, sputum meningkat dengan bau tak sedap akibat akumulasi
sel yang nekrosis di daerah obstruksi akibat tumor, infeksi saluran pernapasan
berulang, nyeri dada karena penekanan saraf pleural oleh tumor, efusi pleura bila
tumor mengganggu dinding par, disfagia, edema daerah muka, leher dan lengan.
c. Nutrisi :
d. Psikososial :
e. Tanda vital
f. Pemeriksaan diagnostik.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan saraf oleh tumor
paru.
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Tidak efektif bersihan jalan Bersihan jalan napas akan paten dengan Auskultasi paru akan ronkii, rales atau mengi.
napas berhubungan dengan kriteria batuk hilang, suara napas bersih,
obstruksi bronkial sekunder x –ray bersih.
karena invasi tumor.
Monotr ABGs
2. Gangguan rasa nyaman nyeri Mendemonstrasikan bebas nyeri dengan Beri analgesik dan evaluasi keefektifannya
berhubungan dengan kriteria ekspresi wajah rileks,
penekanan saraf oleh tumor pengembangan paru optimal,
paru. menyatakan nyeri hilang
3. Perubahan nutrisi kurang dari Status nutrisi ditingkatkan dengan kriteria Kaji diet harian dan kebutuhannya
kebutuhan tubuh BB bertambah, makan sesuai diet
berhubungan dengan seimbanmg, albumin, limfosit normal, Timbang BB tiap minggu
kelelahan dan dyspnea lingkar lengan normal
Kaji faktor psikologi
4. Aktivitas intolerans Pasien mampu melakukan akvitas tanpa Observasi respon terhadap aktivitas
berhubungan dengan keleahan atau dyspnea dengan kriteria
kelemahan secara umum. hasil mampu melakukan aktivitas Identifikasi faktor yang mempengaruhi intolerans
hariannya. seperti stres, efek samping obat
Daftar Pustaka
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin Aih dkk,
volume 4, edisi V, EGC, Jakarta
Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga University
Press, Surabaya.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dokter
Soetomo, Surabaya
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby Year
Book, Toronto.
Laporan Kasus
II. Pengkajian
I. Biodata
A. Identitas pasien
3. Agama : Islam
5. Pendidikan/pekerjaan : SD/petani.
A. Alasan dirawat :
Nyeri dada yang dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, nyeri terasa terutama pada
kanan atas dan tembus ke skapula dan napsu makan menurun.
B. Keluhan utama :
Pasien mengatakan ia merasa nyeri pada dada kanan atas. Menurut pasien
penyebab nyeri tidak diketahui, dimana faktor yang memperberat adalah
lingkungan yang dingin terutama di malam hari. Usaha yang dilakukan adalah
duduk tenang, mernarik napas dalam. Nyeri dirasakan seperti tertekan dan rasa
terbakar. Lokasinya pada dada kanan atas dan menyebar ke skapula (belikat), serta
lengan kanan. Skala keparahan yaitu angka 5 pada skala 5. Timbulnya nyeri tidak
tentu, kadang-kadang dan lamanya kira – kira 5-10 menit.
Pasien mengatakan bahwa sejak 1 dada kanan atas terasa sakit sekali. Kadang-
kadang batuk Berusaha minum jamu tetapi tidak membantu. Membeli obat
(pasien lupa nama) kurangi nyeri tetapi bersifat sementara saja. Karena nyeri tidak
bisa ditahan lagi akhirnya oleh keluarga dianjurkan untuk dibawa ke IRD dan oleh
dokter dianjurkan untuk opname.
A. Masa balita
Pasien waktu lahir normal dan sehat. Tidak tahu APGAR score, BB dan PB lahir,
dan lingkar kepala dan dada.
B. Klien wanita
Tidak dikaji
1. Nutrisi Pasien makan tiga kali sehari, Pasien mengatakan napsu makan
tidak ada makanan pantangan, menurun, tidak bisa menghabiskan
napsu makan menurun sejak 1 porsi yang disiapkan.
bulan yang lalu. Mengatakan
Pasien suka minum susu yang
berat badannya turun.
disiapkan oleh rumah sakit.
Pasien minum air putih 6 – 8
gelas/hari kadang - kadang
2. Minum minum jamu
B. Eliminasi
1. BAB 1 kali sehari, tidak konstipasi, Sejak masuk BAB normal dan tidak
warna dan jumlah normal serta ada kelainan.
tidak ada kelainan dan bau
E. Kebersihan diri Pasien mandi 2 X/hari, tidak ada Pasien mandi pagi dan sore,
hambatan dalam melakukan menggosok gigi. Melakukan
personal hygiene personal hygiene di kamar mandi.
VI. Psikososial
A. Psikologis
Pasien mengatakan belum mengetahui proses penyakit yang diderita sekarang ini.
Sebab dokter mengatakan pengobatan sekarang ini adalah untuk mengurangi
nyeri.
2. Konsep diri :
3. Keadaan emosi :
Pasien nampak pasrah saja terhadap apa yang dialaminya, mengatakan apa saja
yang dilakukan terhadapnya akan diterima dengan senang hati.
4. Kemampuan adaptasi :
B. Sosial
Hubungan pasien dengan keluarga dan keluarga lain harmonis, dimana anak-
anaknya scara bergantian menunggu dan membantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya. Saat berinteraksi dengan perawat, pasien kontak mata.
C. Spiritual
A. Keadaan umum :
Nampak berusaha tenang, kesadaran baik, tampak sakit sedang : lemah. Tingkat
kesadaran compos mentis, GCS : 4 – 5 – 6. TB 159 cm dan BB 40 Kg. Ciri tubuh
kulit pucat dan sawo matang, rambut air. Tanda vital : nadi 108 X/menit, RR 24
X/menit, tekanan darah 130/80 mmHg dan suhu 367 oC.
B. Head to toe
1. Kepala
Bentuk kepala bulat, tidak ada luka atau cedera kepala dan kulit kepala tidak ada
kotoran atau bersih.
2. Rambut
Rambut lurus, warna putih sebagian, nampak bersih, tidak ada ketombe, tidak
tertata rapih (awut-awutan).
3. Mata (penglihatan).
Visus normal, tidak menggunakan alat bantu. Konjungtiva anemis. Kelopak mata
bawah nampak membengkak.
4. Hidung (penciuman).
Bentuk normal, tidak ada kelainan seperti deviasi septum, mempunyai dua
lubang, peradangan mukosa dan polip tidak ada, sedangkan fungsi penciuman
normal.
5. Telinga (pendengaran).
Ketajaman pendengaran baik, bentuk normal : simetris kiri dan kanan, fungsi
pendengaran baik, tidak ada serumen dan cairan, serta alat bantu tidak ada.
Bentuk bibir normal, bau mulut tidak holitosis. Tidak ada perdarahan dan
peradangan pada mulut. Jumlah gigi seri atas tanggal dua, ada karang/caries, tepi
lidah tidak hiperemik, tidak ada benda asing atau gigi palsu. Sedangkan fungsi
pengecapan baik, bentuk dan ukuran tonsil normal serta tidak ada peradangan
pada faring.
7. Leher
Kelenjar getah bening tidak mengalami pembesaran, leher membesar, tidak ada
kaku kuduk.
9. Abdomen
Inspeksi : tidak ada massa abdomen, simetris, tidak ada jaringan parut, dilatasi
vena ataupun kemerahan. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa, hati
dan limpa tidak teraba. Perkusi : normal. Auskultasi : bising usus normal (15
X/menit).
Tidak dikaji.
11. Ekstremitas
Tidak ada luka pada tangan kiri dan kanan. Kekuatan cukup, dimana mampu
membolak – balikan tangan dan menggerakan kakinya.
12. Integumen
Secara umum kulit kelihatan bersih, tidak ada penyakit kulit. Teraba hangat di dahi
dan daerah thoraks. Kulit kering, lemak subkutis kurang.
A. Laboratorium :
Tanggal 12 – 11- 2001 : WBC 9,6 X 10,e9/L, Hb 14,5 gr/dl, Hct 47,0 dan PLT 405 X
10,e9/l
B. Radiologi : Foto thorax PA : 12 – 11- 2001 : jantung tampak terdorong ke kiri dan
ada bayangan massa pada daerah parahiler sampai suprahiler kanan. Kesimpulan :
tumor paru kanan, tumor pancoast.
Analisa data
Data Etiologi Masalah
Subyektif :
Obyektif :
Subyektif :
Obyektif :
Subyektif :
Mengatakan nyeri pada dada kanan atas, Penekanan saraf oleh Gangguan rasa nyaman
merambat ke skapula, terasa seperti tertekan tumor
dan terbakar, mengatakan angka 5 pada skala
nyeri 5, mengatakan nyeri muncul tidak tentu.
Obyektif :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan Setelah diberikan tindakan Tanyakan pasien tentang nyeri dan tentukan
dengan penekanan saraf oleh tumor paru. keperawatan, pasien karakteristiknya.
menunjukkan
/demonstrasikan bebas nyeri Kaji pengetahuan verbal dan non verbal
dengan kriteria ekspresi
wajah rileks, pengembangan
paru optimal, menyatakan
nyeri hilang (skala 1 atau 0)
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Setelah 1 minggu perawatan Kaji diet harian dan kebutuhannya
tubuh berhubungan dengan kelelahan dan status nutrisi ditingkatkan
dyspnea dengan kriteria BB bertambah Timbang BB tiap 3 hari
1-2 Kg, makan sesuai diet
Kaji faktor psikologi
seimbanmg, menghabiskan
porsi yang disiapkan
Kurang pengetahuan tentang proses Setelah 3 kali pertemuan 1. Jelaskan tentang penyebab tumor paru
penyakit, dan penyebabnya berhubungan pengetahun akan meningkat dihubungkan dengan riwayat hidup pasien.
dengan kurang terpapar akan informasi dengan kriteria mampu
menjelaskan penyebab, Jelaskan kepada pasien proses penyakit tumor par
proses penyakit dan
penanganannya. 3. Jelaskan kepada pasien tentang pengobatan tumor
paru.
Selasa, 13–11 –
2001
Jam 20.30
15.00
1 Memberi codein 1 tablet peroral pasien mengatakan
Meganjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi : tarik napas dalamO : rileks, menghabiskan
dan memeluk bantal.
A : masalah belum terat
19.00 Memberi minum codein 1 tablet
P : rencana intervensi di
Menganjurkan pasien untuk melakukan posisi yang dikehendakinya
untuk kenyamanannya.
Jam 13.30
2. 10.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien dan keluarga
pasti, menanyakan a
Menanyakan siapa saja yang merawat/menemani pasie selama MRS
O : napsu makan menur
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain perasaannya, kadan
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien A : masalah belum terat
Memberitahukan kepada pasien bila diagnosis pasti sudah ditegakkanP : rencana intervensi di
Rabu, 07– 11 –
2001
Jam 13.30
08.00
Menganjurkan untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur – pasien mengatakan n
kumur dan sikat gigi menghabiskan pors
1
Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada
O : Hb 9 g/dl, konjungtiv
pasien Kg, nampak lemah,
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit
Jam 13.30
2 10.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien mengatakan n
keadaan penyakitny
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain diagnosis pasti.
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien O : istirahat cukup, men
Memberitahukan kepada pasien bila diagnosis pasti sudah ditegakkanA : masalah belum terat
P : tindakan keperawata
Jumat, 08 – 11 –
2001
Jam 13.30
08.00
1 Mengingatkan pasien untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur pasien mengatakan n
– kumur dan sikat gigi menghabiskan pors
penuh.
Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada
pasien O : konjungtiva anemis,
lemah, jalan pelan -
Memberi minum Roborantia 1 tablet.
A : masalah belum terat
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit
P : rencana interven
Jam 13.30
2 11.00 Mengobservasi napsu makan, pola tidur dan tingkat aktivitas pasien mengatakan n
keadaan penyakitny
Monitor perubahan komunikasi dengan orang lain sakit yang sedang d
Mendengarkan dan menerima ketakutan dan kemarahan pasien O : tenang, rileks, mene
samping tempat tid
Memberitahukan kepada pasien tentang diagnosis pasti berdasarkan
hasil biopsi PA A : masalah teratasi
P : tindakan keperawata
Sabtu, 10 -11 –
2001
Jam 13.30
08.30
1 Menganjurkan untuk oral hygiene sebelum makan seperti kumur – pasien mengatakan n
kumur dan sikat gigi menghabiskan pors
Membantu menyiapkan makanan tinggi kalori dan tinggi protein kepada O : Hb 9 g/dl, konjungtiv
pasien
A : masalah belum terat
Memberi minum Roborantia 1 tablet.
P : rencana interven
Menganjurkan untuk makan sedikit tapi sering seperti roti atau biskuit