Anda di halaman 1dari 48

.

1 Latar Belakang
Indonesia memiliki peluang yang
pontesial dalam pencarian sumber obat
baru dari bahan alam. Negara tropis
yang kaya sumber daya hayati ini
memilik sekitar 30.000 spesies tumbuhan
dan kurang lebih 7.000 spesies di
antaranya yang baru diketahui sebagai
tanaman berkhasiat obat.
Berdasarkan pengalaman empiris
tanaman daun jambu biji oleh
masyarakat digunakan untuk suplemen
diet, diare, antioksidan, antinflamasi dan
antihipertensi sebagai zat kimia yang
ditambahkan sedikit untuk makanan dan
industri kecil, oleh sebab itu digunakan
dalam obat tradisional untuk mengatasi
berbagai gangguang kesehatan dan
sebagai bahan baku industri.
Dalam proses ektraksi suatu bahan
tanaman, banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kandungan senyawa
hasil ektraksi diantaranya : jenis pelarut,
konsentrasi pelarut, metode ektraksi dan
suhu yang digunakan untuk
mengekstraksi. Pada pengujian yang
dilakukan menggunakan metanol dengan
dua macam metode ektraksi yaitu
pengadukan (dingin) dan reflux (panas).

1.2 Maksud dan Tujuan Praktikum


1.2.1 Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami
cara ekstraksi daun jambu biji (Psidium
guajava) dengan penyarian yang sesuai
dan dengan pelarut tertentu.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Mengekstraksi daun jambu
biji (Psidium guajava) secara
maserasi untuk mendapatkan ekstrak
kental.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Ekstraksi Bahan Alam


1. Klasifikasi (K.Heyne edisi III : 1987)
Regnum : Plantae
Subregnum : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas :
Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Myrales
Famili : mytaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava.
2. Tujuan Ekstraksi
Tujuan dari ekstraksi adalah untuk
menarik bahan atau zat-zat yang dapat
larut dalam bahan yang tidak larut
dengan menggunakan pelarut cair
(Tobo, 2001).
Ekstraksi didasarkan pada
perpindahan massa komponen zat padat
ke dalam pelarut dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka,
kemudian berdifusi ke dalam pelarut dan
setelah pelarut diuapkan maka zat
aktifnya akan diperoleh (Adrian, 2000).
Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian
komponen kimia atau zat-zat aktif dari
bagian tanaman obat, hewan dan
beberapa jenis hewan termasuk biota
laut. Komponen kimia yang terdapat
pada tanaman, hewan dan beberapa
jenis ikan pada umumnya mengandung
senyawa-senyawa yang mudah larut
dalam pelarut organik (Adrian, 2000).
Proses pengekstraksian komponen
kimia dalam sel tanaman adalah pelarut
organik akan menembus dinding sel dan
masuk ke dalam rongga sel yang
mengandung zat aktif, zat aktif akan larut
dalam pelarut organik di luar sel, maka
larutan terpekat akan berdifusi keluar sel
dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara
konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan
di luar sel (Adrian, 2000).
3. Jenis-jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi bahan alam yang
sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) :
a. Secara panas seperti refluks dan
destilasi uap air karena sampel langsung
dipanaskan dengan pelarut; dimana
umumnya digunakan untuk sampel yang
mempunyai bentuk dan dinding sel yang
tebal.
b. Secara dingin misalnya maserasi,
perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk
maserasi dilakukan dengan cara
merendam simplisia, sedangkan soxhlet
dengan cara cairam penyari dipanaskan
dan uap cairan penyari naik ke
kondensor kemudian terjadi kondensasi
dan turun menyari simplisia.
4. Cara-cara Ekstraksi

1. Maserasi
Metode maserasi merupakan cara
penyarian yang sederhana, yang
dilakukan dengan cara merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya
(Adrian,2000).
Metode maserasi digunakan untuk
menyari simplisia yang mengandung
komponen kimia yang mudah larut dalam
cairan penyari, tidak mengandung
benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000).
Maserasi umumnya dilakukan dengan
cara : memasukkan simplisia yang sudah
diserbukkan dengan derajat halus
tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam
bejana maserasi yang dilengkapi
pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari
ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada
temperatur kamar terlindung dari cahaya
sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3
hari, disaring kedalam dalam bejana
penampung, kemudian ampasnya
diperas dan ditambah cairan penyari lagi
secukupnya dan diaduk kemudian
disaring lagi hingga diperoleh sari 100
bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan
disimpan pada tempat yang terlindung
dari cahaya selama 2 hari, endapan yang
terbentuk dipisahkan dan filtratnya
dipekatkan (Adrian, 2000).
Keuntungan cara penyarian dengan
maserasi adalah cara pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana
dan mudah diusahakan (Adrian, 2000).
Kerugian cara maserasi adalah
pengerjaannya lama dan penyariannya
kurang sempurna (Adrian, 2000).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi
misalnya (Adrian, 2000):
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan
menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pada suhu 40 – 50oC. Cara maserasi ini
hanya dapat dilakukan untuk simplisia
yang zat aktifnya tahan terhadap
pemanasan. Dengan pemanasan akan
diperoleh keuntungan antara lain
kekentalan pelarut berkurang, yang
dapat mengakibatkan berkurangnya
lapisan-lapisan batas, daya melarutkan
cairan penyari akan meningkat, sehingga
pemanasan tersebut mempunyai
pengaruh yang sama dengan
pengadukan, koefisien difusi berbanding
lurus dengan suhu absolut dan
berbanding terbalik dengan kekentalan,
hingga kenaikan suhu akan berpengaruh
pada kecepatan difusi. Umumnya
kelarutan zat aktif akan meningkat bila
suhu dinaikkan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang
berputar terus- menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6
sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruh serbuk
simplisia dimaserasi dengan cairan
penyari pertama, sesudah
dienaptuangkan dan diperas, ampas
dimaserasi lagi dengan cairan penyari
yang kedua.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan
mengusahakan agar cairan penyari
selalu bergerak dan menyebar. Dengan
cara ini penyari selalu mengalir kembali
secara berkesinambungan
melalui serbuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya. Keuntungan
cara ini :
1. Aliran cairan penyari mengurangi
lapisan batas.
2. Cairan penyari akan didistribusikan
secara seragam, sehingga akan
memperkecil kepekatan setempat.
3. Waktu yang diperlukan lebih pendek.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak
dapat dilaksanakan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan
berhenti bila keseimbangan telah terjadi.
Masalah ini dapat diatas dengan
maserasi melingkar bertingkat.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang
dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang
telah dibasahi. Kekuatan yang berperan
pada perkolasi antara lain : gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya gesekan (friksi) (Tobo,
2001).
Alat yang digunakan untuk perkolasi
disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan
penyari atau menstrum, larutan zat aktif
yang keluar dari perkolator disebut
sari/perkolat, sedang sisa setelah
dilakukannnya penyarian disebut ampas
atau sisa perkolasi(Tobo, 2001).
Kecuali dinyatakan lain, perkolasi
dilakukan sebagai berikut : 10 bagian
simplisia atau campuran simplisia
dengan derajat halus yang cocok
dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5
bagian cairan penyari, lalu dimasukkan
ke dalam bejana tertutup sekurang-
kurangnya selama 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke
dalam perkolator sambil tiap kali ditekan
hati-hati, dituangi dengan cairan penyari
secukupnya sambil cairan mulai menetes
dan di atas simplisia masih terdapat
selapis cairan penyari. Lalu perkolator
ditutup dan dibiarkan selama 24
jam (Tobo, 2001).
Cara perkolator lebih baik
dibandingkan dengan cara maserasi
karena(Tobo, 2001) :
a. Aliran cairan penyari menyebabkan
adanya pergantian larutan yang terjadi
dengan larutan yang konsentasinya lebih
rendah, sehingga meningkatkan derajat
perbedaan konsentrasi.

b. Ruangan diantara butir-butir serbuk


simplisia membentuk saluran tempat
mengalir cairan penyari. Karena kecilnya
saluran kapiler tersebut, maka kecepatan
pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan
perbedaan konsentrasi.
Untuk menghindari kehilangan
minyak atsiri pada pembuatan sari, maka
cara perkolasi diganti dengan cara
reperkolasi. Dalam proses perkolasi
biasa, perkolat yang dihasilkan tidak
dalam kadar yang maksimal (Tobo,
2001).
Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu
perkolator berbentuk tabung, perkolator
berbentuk paruh dan perkolator
berbentuk corong. Pemilihan perkolator
bergantung pada jenis serbuk simplisia
yang akan disari. Serbuk kina yang
mengandung sejumlah besar zat aktif
yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit,
sebab perkolat akan segera menjadi
pekat dan berhenti mengalir. Pada
pembuatan tingtur dan ekstrak cair,
jumlah cairan penyari yang diperlukan
untuk melarutkan zat aktif. Pada
keadaan tersebut, pembuatan sediaan
digunakan perkolator lebar untuk
mempercepat proses perkolasi (Tobo,
2001).
3. Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian
simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan hingga
menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul cairan
oleh pendingin balik dan turun menyari
simplisia di dalam klonsong dan
selanjutnya masuk kembali ke dalam
labu alas bulat setelah melewati pipa
siphon, proses ini berlangsung hingga
proses penyarian zat aktif sempurna
yang ditandai dengan beningnya cairan
penyari yang melalui pipa siphon
tersebut atau jika diidentifikasi dengan
KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian,
2000).
Keuntungannya cairan penyari yang
diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat.
Penyarian dapat diteruskan sesuai
dengan keperluan, tanpa menambah
volume cairan penyari. Kerugiannya :
larutan dipanaskan terus-menerus,
sehingga zat aktif yang tidak tahan
pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000).
Metode soxhlet bila dilihat secara
keseluruhan termasuk cara panas
namun proses ekstraksinya secara
dingin, sehingga metode soxhlet
digolongkan dalam cara dingin (Tobo,
2001).
Sampel atau bahan yang akan
diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan
dan ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sampel
dalam klonsong tidak boleh lebih dari
pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat
diisi dengan cairan penyari yang sesuai
kemudian ditempatkan di atas water bath
atau heating mantel dan diklem dengan
kuat kemudian klonsong yang telah diisi
sampel dipasang pada labu alas bulat
yang dikuatkan dengan klem dan cairan
penyari ditambahkan untuk
membasahkan sampel yang ada dalam
klonsong (diusahakan tidak terjadi
sirkulasi). Setelah itu kondensor
dipasang tegak lurus dan diklem pada
statif dengan kuat. Aliran air dan
pemanas dilanjutkan hingga terjadi
proses ekstraksi zat aktif sampai
sempurna (biasanya 20 – 25 kali
sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada alat
rotavapor (Adrian, 2000).
4. Refluks
Metode refluks merupakan metode
berkesinambungan dimana cairan
penyari secara kontinu akan menyari zat
aktif di dalam simplisia. Cairan penyari
dipanaskan sehingga menguap dan uap
tersebut dikondensasikan oleh pendingin
balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan
jatuh kembali ke dalam labu alas bulat
sambil menyari simplisia, proses ini
berlangsung secara berkesinambungan
dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam
(Adrian, 2000).
Keuntungan metode refluks (Adrian,
2000) :
a. Cairan penyari yang diperlukan lebih
sedikit dan secara langsung diperoleh
hasil yang lebih pekat.
b. Serbuk simplisia disari oleh cairan
penyari yang murni, sehingga dapat
menyari zat aktif lebih banyak.
Simplisia yang biasa diekstraksi
dengan cara ini adalah simplisia yang
mempunyai komponen kimia yang tahan
terhadap pemanasan dan mempunyai
tekstur yang keras seperti akar, batang,
buah/biji dan herba (Adrian, 2000).
Serbuk simplisia atau bahan yang
akan diekstraksi secara refluks ditimbang
kemudian dimasukkan ke dalam labu
alas bulat dan ditambahkan pelarut
organik misalnya metanol sampai serbuk
simplisia terendam kurang lebih 2 cm
diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari
volume labu kemudian labu alas bulat
dipasang kuat pada statif pada water
bath atau heating mantel lalu kondensor
dipasang pada labu alas bulat yang
dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran
air dan pemanasan (water bath)
dijalankan sesuai dengan suhu pelarut
yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan
penyaringan filtratnya ditampung dalam
wadah penampung dan ampasnya
ditambah lagi pelarut dan dikerjakan
seperti semula, ekstraksi dilakukan
sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
dengan alat rotavapor, kemudian
dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian,
2000).
5. Destilasi Uap Air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan
untuk menyari serbuk simplisia yang
mengandung komponen yang
mempunyai titik didih tinggi pada tekanan
udara normal. Pada pemanasan biasa
kemungkinan akan terjadi kerusakan zat
aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut
maka penyarian dilakukan dengan
destilasi uap (Tobo, 2001).
Dengan adanya uap air yang masuk,
maka tekanan kesetimbangan uap zat
kandungan akan diturunkan menjadi
sama dengan tekanan bagian di dalam
suatu sistem, sehinggga produk akan
terdestilasi dan terbawa oleh uap air
yang mengalir. Destilasi uap bukan
semata-mata suatu proses penguapan
pada titik didihnya, tetapi suatu proses
perpindahan massa ke suatu media yang
bergerak. Uap jenuh akan membasahi
permukaan bahan, melunakkan jaringan
dan menembus ke dalam melalui dinding
sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga
uap air yang aktif dan selanjutnya akan
pindah ke rongga uap yang bergerak
melalui antar fase. Proses ini disebut
hidrodifusi (Tobo, 2001).

B. Prosedur Kerja (Anonim,


2012)

1. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara
memasukkan serbuk simplisia dengan
derajat halus tertentu sebanyak 10
bagian kedalam bejana maserasi
(toples), kemudian ditambah 75 bagian
cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 3 hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah 3 hari, disa
ring kedalam bejana penampung,
kemudian ampas diperas dan ditambah
cairan penyari lagi secukupnya dan
diaduk kemudian disaring lagi sehingga
diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada
tempat yang terlindung dari cahaya
selama 3 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
2. Perkolasi
Simplisia atau bahan yang dikstraksi
secara perkolasi diserbuk dengan derajat
halus yang sesuai dan ditimbang
kemudian dirnaserasi selama 3 jam,
kemudian massa dipindahkan ke dalam
perkolator dan cairan penyari
ditambahkan hingga selapis di atas
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan
kemudian dilakukan pengujian.
3. Refluks
Bahan yang akan diekstraksi
direndam dalam cairan penyari dalam
labu alas bulat yang dilengkapi dengan
pendingin tegak, kemudian dipanaskan
sampai mendidih cairan penyari akan
menguap, uap tersebut diembunkan oleh
pendingin tegak dan turun kembali
menyari zat aktif dalam simplisia
demikian seterusnya. Ekstraksi secara
refluks biasanya dilakukan selama 3 - 4
jam.
4. Soxhlet
Sampel atau bahan yang akan
diekstraksi terlebih dahulu disebukkan
dan ditimbang kemudian dimasukkan ke
dalam klonsong yang telah dilapisi kertas
saring sedemikian rupa (tinggi sample
dalam klonsong tidak boleh lebih tinggi
dari pipa siphon). Selanjutnya labu alas
bulat diisi dengan cairan penyari yang
sesuai, kemudian ditempatkan di atas
water bath atau heating mantel dan
diklem dengan kuat, kemudian klonsong
yang telah diisi sample dipasang pada
labu alas bulat yang dikuatkan dengan
klem, dan cairan penyari ditambahkan
untuk membasahi sample yang ada
dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi
sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada alat
rotavapor.
5. Destilasi Uap Air
Sampel yang telah diekstraksi
direndam di dalam gelas kimia selama 3
jam, setelah itu dimasukkan ke dalam
bejana II, bejana I diisi dengan air dan
pipa penyambung serta kondensor dan
penampung corong pisah dipasang
dengan kuat. Api bunsen pada bejana I
dinyalakan sehingga airnya mendidih
dan diperoleh uap air yang selanjutnya
masuk ke dalam bejana II melalui pipa
penghubung untuk menyari sampel
dengan adanya bantuan api kecil pada
bejana II, minyak menguap yang telah
terisi selanjutnya menguap ini mengalami
kondensasi menjadi molekul molekul
minyak menguap yang menetes ke
dalam corong pisah penampung yang
telah berisi air. Lapisan minyak menguap
dan air dipisahkan dan dilakukan
pengujian berikutnya.
BAB III

PROSEDUR KERJA

III.1. Alat dan bahan


A. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan
dalam ekstraksi sampel yaitu batang
pengaduk, Gelas kimia dan toples
B. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan
pada ektraksi sampel yaitu Aluminium
foil, metanol (penyari), kapas, kertas
saring, sampel (daun jambu biji) dan
tissue.
III.2. Prosedur Kerja dan Pengolahan
Sampel
1. Pengambilan dan Pengolahan
Sampel
a) Sampel dikumpulkan sesuai dengan
karakteristik pengambilannya.
b) Sampel yang telah dikumpulkan
dibersihkan kemudian dipotong
potong kecil dan ditimbang
sebanyak 360 kg.
c) Sampel diangin-anginkan beberapa hari
hingga diperoleh susut pengeringan 10
% dan siap untuk diekstraksi.
2. Ekstraksi Sampel
a) Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara
memasukkan serbuk simplisia dengan
derajat halus tertentu sebanyak 10
bagian kedalam bejana maserasi
(toples), kemudian ditambah 75 bagian
cairan penyari, ditutup dan dibiarkan
selama 3 hari pada temperatur kamar
terlindung dari cahaya, sambil berulang-
ulang diaduk. Setelah 3 hari, di
saring kedalam bejana penampung,
kemudian ampas diperas dan ditambah
cairan penyari lagi secukupnya dan
diaduk kemudian disaring lagi sehingga
diperoleh sari 100 bagian. Sari yang
diperoleh ditutup dan disimpan pada
tempat yang terlindung dari cahaya
selama 3 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.

Anda mungkin juga menyukai