PENDAHULUAN
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit, dan pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi. yaitu pencegahan agar tidak
terjadi kecacatan yang lebih parah.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
dan hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ
dalam jangka panjang. Satu diantaranya adalah ulkus yang mengenai tungkai bawah,
dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang
selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD) 1
2. Epidemiologi kaki diabetic
Diabetes adalah salah satu penyebab utama kematian di banyak negara dan
penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi nontraumatik. Prevalensi
diabetes di seluruh dunia diperkirakan mencapai 131 juta pada tahun 2000 dan
diperkirakan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 karena harapan hidup lebih
lama dan perubahan kebiasaan makan. Pasien dengan diabetes berisiko tinggi terkena
neuropati, penyakit arteri perifer dan infeksi dan karena itu berisiko tinggi terkena
patologi kaki termasuk ulkus. Salah satu komplikasi diabetes yang paling umum di
ekstremitas bawah adalah ulkus kaki diabetik. Diperkirakan 15% pasien diabetes akan
berkembang menjadi ulkus pada ekstremitas bawah selama perjalanan penyakit.
Menurut satu studi besar inggris tentang pasien neuropati, kejadian insidensi ulkus
kaki awal tahun adalah 7%. Prevalensi ulkus kaki dilaporkan untuk berbagai populasi
berkisar antara 2% sampai 10%. Neuropati, deformitas, tekanan tinggi pada plantar,
kontrol glukosa yang buruk, dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor penyebab ulkus
kaki. 2,3
3. Faktor risiko 3,4
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki.
a. Neuropati
Ganngguan motoric, sensorik, dan otonom masing-masing memiliki peranan
pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan
keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan dan akan menyebabkan titik
tumpu baru pada telapak kaki sehingga akan terbentuk kalus di daerah tersebut.
gangguan sensorik akan menyebabkan mati rasa setempat dan menimbulkan
hilangnya perlindungan pada trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa
disadari. Akibatnya kalus dapat berkembang menjadi ulkus yang bila disertai
infeksi akan menjadi selulitis dan berakhir dengan gangrene. Gangguan saraf
otonom akan menyebabkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan menjadi
kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh.
b. Angiopati
Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan
degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di
samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya
bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan
tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat.
c. Infeksi
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
(KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal
dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman
akan menambah persoalan baru pada ulkus. Kuman pada ulkus akan berkembang
cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita
diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain : mobilitas
sendi terbatas, kelainan bentuk kaki, tekanan pada kaki, trauma ringan, riwayat
ulserasi atau amputasi
d. Faktor risiko demografis :
1) Usia: semakin tua semakin berisiko
2) Jenis kelamin: laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis
kelamin tidak jelas, mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
3) Etnik: diakibatkan bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan
dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.
4) Faktor risiko perilaku : Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan
dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian
terhadap kerentanan.
e. Faktor risiko lain :
1) Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
2) Berat badan
3) Merokok
5. Patofisiologi 3,5
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah, hingga
trauma mekanis.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motoric dan autonomic akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus.
Penyakit arteri perifer (PAD) jarang menyebabkan ulkus langsung. Namun,
setelah ulkus berkembang, insufisiensi arteri akan menyebabkan proses penyembuhan
yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan peningkatan amputasi. Selain itu, upaya
untuk mengatasi infeksi akan terganggu karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan
dalam memberikan antibiotik ke tempat infeksi.
Mobilitas sendi terbatas juga merupakan sebagai faktor risiko potensial
terjadinya ulkus. Glikosilasi kolagen sebagai akibat diabetes yang sudah berlangsung
lama dapat menyebabkan kekakuan struktur kapsul dan ligamen (cheiroarthropathy).
Sehingga terjadi penurunan mobilitas sendi pergelangan kaki, subtalar, dan mobilitas
metatarsofalangeal pertama (mtp) telah terbukti menghasilkan tekanan plantar fokal
yang tinggi dengan meningkatnya risiko ulkus pada pasien dengan neuropati.
Perubahan jaringan lunak (selain cheiroarthropathy) di kaki pasien diabetes juga
menyebabkan terjadinya ulkus melalui jalur distribusi tekanan yang berubah melalui
telapak kaki. Perubahan tersebut meliputi peningkatan ketebalan fasia plantar yang
dilaporkan dengan keterbatasan dorsofleksi hallux, penurunan ketebalan jaringan
lunak plantar, kekerasan / kekakuan kulit yang meningkat, dan kecenderungan untuk
menjadi callus. Perubahan ini diduga disebabkan oleh glikosilasi kolagen.
6. Mekanisme cedera 3,5
Etiologi multifaktorial ulkus kaki diabetik dibuktikan oleh banyak jalur
patofisiologis yang berpotensi menyebabkan gangguan ini. Di antaranya adalah dua
mekanisme umum dimana kelainan bentuk kaki dan neuropati dapat menyebabkan
kerusakan kulit pada penderita diabetes.
Mekanisme pertama cedera mengacu pada tekanan rendah yang berkepanjangan
karena tulang yang menonjol (yaitu deformasi bunion atau hammertoe). Hal ini
umumnya menyebabkan luka pada aspek medial, lateral, dan punggung kaki depan
dan dikaitkan dengan sepatu yang sempit atau tidak pas.
Trauma sepatu, bersamaan dengan hilangnya proteksi dan kelainan bentuk sendi,
merupakan peristiwa utama yang memicu ulkus pada penderita diabetes. Daerah
tekanan tinggi sering dikaitkan dengan deformitas kaki. Bila fokus tekanan yang tidak
normal ditambah dengan kurangnya proteksi, hasilnya bisa berupa pengembangan
kalus, lecet, dan tukak. Mekanisme ulkus umum lainnya melibatkan tekanan sedang
berulang. Hal ini biasanya terjadi di telapak kaki dan berhubungan dengan kepala
metatarsal yang menonjol, bantalan lemak yang atrophi , deformitas dari ekstremitas
bawah, dan berjalan lama. Kelainan kaku seperti hallux valgus, hallux rigidus,
hammertoe, arthropathy charcot, dan rentang pergerakan sendi pergelangan kaki
(equinus), subtalar, dan mtp yang terbatas telah dikaitkan dengan perkembangan ulkus
kaki diabetik.
Gambar 2. Patofisiologi ulkus kaki pada penderita DM 3
8. Pemeriksaan penunjang
a. Tes laboratorium
Tes laboratorium klinis yang mungkin diperlukan dalam situasi klinis yaitu
meliputi glukosa darah puasa atau glukosa darah sewaktu, glikohemoglobin
(HbA1c), darah lengkap (CBC), sedimentasi eritrosit (ESR), kimia serum, C-reaktif
protein, basa Fosfatase, kultur luka dan kultur darah, serta urinalisis 13 .
Faktor penting penyebab anemia pada DM adalah penurunan fungsi ginjal
dan peningkatan sitokin proinflamasi. Keadaan hiperglikemia pada DM
mengakibatkan inflamasi yang ditandai dengan peningkatan pelepasan sitokin
proinflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), tumor necrosis factor α (TNFα), dan
nuclear factor kappa B (NFκB). Peningkatan sitokin proinflamasi, terutama IL-6
dapat menimbulkan efek antieritropoietin, karena sitokin tersebut dapat mengubah
sensitivitas progenitor terhadap eritropoietin. Selain itu, IL-6 dapat meningkatkan
apoptosis eritrosit yang imatur sehingga eritrosit dalam sirkulasi semakin berkurang
dan kadar Hb juga akan berkurang. Proses inflamasi dan defisiensi eritropoietin
tersebut dapat mengakibatkan penurunan kadar Hb, Ht, eritrosit, serta dapat
dikaitkan dengan anemia normokromik normositik yang merupakan karakteristik
anemia penyakit kronis 13.
DM dapat menimbulkan komplikasi berupa nefropati diabetik yang
menurunkan produksi eritropoietin oleh ginjal sehingga terjadi anemia. Kerusakan
sel spesifik dan vaskular pada tubulointerstisial ginjal, serta inflamasi sistemik yang
terjadi karena kerusakan tersebut mengakibatkan gangguan pelepasan eritropoietin
oleh ginjal. Selain itu, neuropati otonom dapat diselesaikan defisiensi eritropoietin
yang produksinya diatur oleh persarafan splanchnic ginjal 13.
1) Evaluasi Vaskular
Gambar 11. Penilaian ulkus kaki diabetes tidak hanya mencakup deskripsi
tentang lesi kulit tetapi juga temuan yang diperlukan untuk penilaian yang
akurat mengenai faktor penyebab dan etiologi 3.
9. Penanganan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit, dan pencegahan sekunder
dan pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi. yaitu pencegahan agar
tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.
Pencegahan primer berupa penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes yang
berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli
perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan.
Keadaan kaki penyandang kaki diabetes digolongkan berdasarkan risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki
diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg): 1) sensasi normal normal tanpa
deformitas, 2) sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi, 3)
insensitivitas tanpa deformitas, 4) iskemia tanpa deformitas, 5) kombinasi /
complicated : (a) kombinasi insensitivitas, iskemia dan atau deformitas, (b) riwayat
adanya tukak, deformitas Charcot.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: untuk kaki yang
kurang merasa / insensitif (kategori 3 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu
/ alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kategori 4 (permasalahan vaskuler), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki 1.
Pencegahan sekunder berupa pengelolaan holistic ulkus/gangrene diabetik 1.
Pengobatan Ulkus Diabetik: Prinsip panduan tujuan pengobatan utama untuk ulkus
kaki diabetik adalah agar luka secepat mungkin tertutup. Mengatasi ulkus kaki dan
mengurangi tingkat kekambuhan dapat menurunkan probabilitas amputasi ekstremitas
bawah pada pasien diabetes. Luka kronik didefinisikan di mana kaskade penyembuhan
telah terganggu pada beberapa titik, menyebabkan peradangan berkepanjangan dan
kegagalan untuk melakukan reepitelisasi dan memungkinkan terjadinya kerusakan dan
infeksi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus
dikelola bersama:
Pengelolaan komorditas
Mechanical control-pressure control
Wound control
Microbial control-infection control
Vascular control
Metabolic control
Educational control
Selain itu Area terapeutik yang penting dari pengelolaan ulkus diabetes adalah;
Evaluasi status vaskular dan pengobatan yang tepat; Penilaian faktor gaya hidup /
psikososial; Penilaian dan evaluasi ulkus; Manajemen jaringan / preparasi luka; Dan
bantuan tekanan 3
a. Pengelolaan komorbiditas
Karena diabetes adalah penyakit sistemik multi organ, semua komorbiditas
yang mempengaruhi penyembuhan luka harus dinilai dan dikelola untuk hasil
optimal pada ulkus kaki diabetik. Banyak manifestasi sistemik mempengaruhi
penyembuhan luka. Di antara komorbiditas yang paling umum adalah
hiperglikemia dan penyakit vaskular seperti serangan iskemik transien, infark
miokard, angina, penyakit jantung katup, fibrilasi atrium, aneurisma, disfungsi
ginjal, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan hiperlipidemia. 3
b. Kontrol metabolik.
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar
glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Berbagai hal lain
harus diperbaiki dan diperhatikan, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi
Hb dan derajat oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjal 1.
c. Evaluasi Status Vaskular
Perfusi arterial adalah komponen penting untuk penyembuhan dan harus
dinilai pada pasien yang mengalami ulkus, karena sirkulasi yang terganggu
berkontribusi secara signifikan terhadap perkembangan ulkus dan risiko amputasi
berikutnya. Gejala insufisiensi vaskular meliputi edema, karakteristik kulit yang
berubah (kaku, kuku yang sakit, kelembaban yang berubah), penyembuhan lambat,
ekstremitas dingin, dan gangguan pulsasi arteri. Disamping itu mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif maupun yang invasive dan
semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ancle pressure, toe pressure,
TcPO2, dan pemeriksaan ekhopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskularnya, berupa:
Modifikasi faktor risiko, stop merokok, memperbaiki berbagai faktor risiko terkait
aterosklerosis (hiperhlikemia, hipertensi, dislipidemia). Walking program – latihan
kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitas medik.
Therapeutic exercise walking yang dilakukan secara rutin dapat mencegah
asterosklerosis. Therapeutic exercise walking dapat meningkatkan produksi NO
dengan meningkatkan ekspresi protein eNOS (endothelial nitric oxide synthase).
Apabila kadar NO meningkat maka peran dalam profilaksis aterosklerosis akan
berjalan maksimal dan hasil akhirnya akan memperbaiki penyempitan pembuluh
darah akibat aterosklerosis. Ketika aterosklerosis mengalami perbaikan atau plaque
yang menempel di dinding pembuluh darah menipis, maka suplai darah dan oksigen
pada jaringan akan meningkat. Peningkatan suplai darah dan oksigen di kaki akan
mencegah terjadinya kesemutan, rasa tidak nyaman, dan nekrosis jaringan, hal
tersebut mengakibatkan aliran darah perifer menjadi lancar. Aktivitas berjalan kaki
akan mengaktifkan beberapa kelompok otot besar akan berkontraksi seperti otot
ekstensor lutut (paha depan), ekstensor hip (paha belakang dan otot gluteal) dan
otot-otot bagian bawah (gastrocnemius dan soleus di bagian belakang, tibia
anterior, dan otot achiles pada kaki). Otot-otot ini akan membantu memompa darah
kembali ke jantung sehingga meningkatkan sirkulasi darah, daya tahan otot, dan
keseimbangan dinamis. Therapeutic exercise walking dapat mengakibatkan
terbukanya pembuluh darah semakin banyak, bahkan ketika tubuh melakukan ini
secara teratur saluran darah tambahan akan terbentuk di dalam jantung, pembuluh
darah akan melebar dan mengatasi adanya penyumbatan pembuluh darah, sehingga
mampu memperlancar aliran darah.
Selain dapat menurunkan kadar gula darah therapeutic exercise walking juga
dapat melenturkan otot dan sendi serta ligament disekitar kaki, pembuluh darah
balik akan lebih aktif memompa darah ke jantung sehingga sirkulasi darah di kaki
menjadi lancar yang membawa nutrisi dan oksigen ke pembuluh darah perifer.
Kondisi ini akan mempermudah saraf menerima nutrisi dan oksigen yang dapat
meningkatkan fungsi saraf. Terdapat pengaruh treatment latihan fisik senam kaki
terhadap efektifitas fungsi sensori di daerah telapak kaki yang dilakukan selama 2
minggu dengan frekuensi 5 kali setiap minggu. Aliran darah yang lancar
menyebabkan sirkulasi darah ke kaki lancar dan dapat menurunkan risiko ulkus
kaki diabetik padapenyandang DM tipe 2 11.
Terapi farmakologis. Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak),
mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat,
akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. tapi sampai saat
ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara
rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki pada
penyandang DM.
Revaskularisasi. Jika memungkinkan kesembuhan luka rendah atau jikalau
ada klaudikasio intermiten yang hebat. Sebelum tindakan revaskularisasi
diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah
yang lebih jelas. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular-
PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dan dapat pula dilakukan trombo-arterektomi.
Operasi rekonstruksi vaskular anggota badan yang tersumbat memperbaiki
prognosis dan mungkin diperlukan sebelum debridemen, operasi kaki, dan amputasi
parsial.
Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai ajuvan.
Pasien akan terpapar dengan 100% oksigen dalam keadaan tekanan 2 sampai 3 kali
atmosphere absolute (ATA), sehingga jaringan terinfeksi dan luka akan terpapar
dengan oksigen berkonsentrasi tinggi. Terapi oksigen hiperbarik mempunyai 2
mekanisme utama, yaitu hiperoksigenasi dan penurunan ukuran gelembung. 1,3, 12
d. Penilaian Faktor Gaya Hidup / Psikososial
Faktor gaya hidup dan psikososial dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Misalnya, merokok memiliki efek pada penyembuhan luka karena vasokonstriksi
yang terkait dan kapasitas pembawa darah rendah. Faktor lain (misalnya
penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, kebiasaan makan, obesitas, kekurangan
gizi, dan tingkat mobilitas dan aktivitas) harus berpengaruh. Selain itu, depresi dan
penyakit jiwa dapat mempengaruhi hasil pengobatan, karena kondisi ini dapat
secara langsung mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan sikap
terhadap penyembuhan 3.
e. Penilaian dan Evaluasi Ulkus
Pentingnya evaluasi menyeluruh dan sistematis dari setiap ulkus tidak dapat
terlalu ditekankan; temuan pemeriksaan ulkus-spesifik akan langsung menuntun
pengobatan selanjutnya. Namun, tindakan debridement adekuat merupakan syarat
mutlak yang harus dilakukan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasi luka.
Evaluasi awal dan deskripsi mendetail tentang ulkus harus mencakup lokasi,
ukuran, kedalaman, bentuk, radang, edema, eksudat (kualitas dan kuantitas),
perawatan, dan durasi. Margin ulkus harus dinilai untuk pembentukan kalus,
maserasi, dan eritema. Kehadiran eritema bersama dengan tanda lain seperti nyeri
tekan dan kehangatan mungkin memberi kesan adanya infeksi. Kualitas jaringan
(yaitu, lembab, granular, kering, nekrotik, atau cair) harus dicatat. Evaluasi
menyeluruh digunakan untuk mengetahui adanya sinus atau abses yang dalam.
Untuk evaluasi luka setelah debridement biasa digunakan klasifikasi PEDIS 1,3.
f. Debridement
Debridement yang adekuat dan akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik, dengan demikian akan mengurangi push / atau cairan dari ulkus gangrene
1
. Debridement jaringan nekrotik merupakan penanganan yang baik dalam
pengobatan luka kronis karena luka tidak akan sembuh dan jaringan yang rusak
akan membahayakan pertumbuhan bakteri. Debridement menyajikan berbagai
fungsi: pengangkatan jaringan nekrotik dan kalus; Pengurangan tekanan; Evaluasi
luka, Dan pengurangan bakteri. Debridement memfasilitasi drainase dan
merangsang penyembuhan. Namun, debridement dikontraindikasikan pada ulkus
arteri. Selain itu, kecuali pada kasus avaskular, debridemen yang adekuat harus
selalu mendahului penerapan agen penyembuhan luka ringan, atau prosedur
penutupan luka. Dari kelima jenis debridement (bedah, enzimatik, autolitik,
mekanik, biologis), hanya debridement bedah yang terbukti berkhasiat dalam uji
klinis 3.
Debridement bedah pengelolaan ulkus kaki diabetik dilakukan terutama
dengan pisau bedah, tangkai jaring, kuret, dan gunting melengkung. Eksisi jaringan
nekrotik memanjang secara dalam dan secara proksimal seperlunya sampai jaringan
tubuh dan tulang yang sehat terjadi perdrahan. Setiap jaringan kalus yang
mengelilingi ulkus juga harus diangkat. Tujuan utama debridement bedah adalah
untuk mengubah luka kronis menjadi luka akut 3.
Reseksi sendi atau amputasi parsial kaki diperlukan jika osteomielitis, infeksi
sendi, atau gangren terjadi. Jaringan nekrotik diangkat secara teratur dapat
mempercepat tingkat penyembuhan luka. Debridement bedah diulang sesering
yang dibutuhkan jika jaringan nekrotik terus terbentuk 3.
g. Antibiotic
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian tidaklah
berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan. Biakan kuman
mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik yang sesuai. Dari
pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan kuman ganda. Dari salah
satu penelitian di New England Deaconess Hospital selalu ditemukan 3 kelompok
kuman, yaitu: gram positif coccus, gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif. Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram negatif
Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya buruk. Gas gangren
harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh kuman anaerob. Oleh karena
infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat memburuk, pengobatan antibiotik
sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan
antibiotik (sambil menunggu hasil biakan) ialah pemberian intravena. Dua
kelompok kombinasi yang dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida,
ampisilin dan klindamisin atau sefalosporin dan kloramfenikol 3,4.
f. Keseimbangan Kelembaban.
Keseimbangan kelembaban jaringan adalah istilah yang digunakan untuk
menyampaikan pentingnya menjaga luka lembab dan bebas dari cairan berlebih.
Lingkungan luka yang lembab mendorong proses granulasi dan autolitik.
Penatalaksanaan cairan luka kronis yang efektif merupakan bagian penting dari
persiapan lapisan luka; Ini juga membantu mengatasi masalah disfungsi seluler dan
ketidakseimbangan biokimia. Dressing luka bisa dikategorikan pasif, aktif, atau
interaktif. Perban pasif terutama memberikan fungsi pelindung. Dressing dan terapi
aktif dan interaktif mampu memodifikasi fisiologi luka dengan merangsang
aktivitas seluler dan pelepasan faktor pertumbuhan. Contohnya adalah ORC /
kolagen. Terdiri dari kolagen dan selulosa regenerasi, matriks bioreabsorbable ini
mengurangi kerusakan jaringan dan mencegah degradasi faktor pertumbuhan 3.
Dressing yang mengandung zat penyerap seperti carbonate dressing, alginate
dressing akan bermanfaat bagi luka yang masih produktif. Demikian pula
hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing akan lebih bermanfaat
untuk luka produktif dan terinfeksi. Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka,
atau yodine encer, senyawa silver sebagai bagian dari dressing dan lain-lain. Jika
luka sudah lebih baik dan sudah tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Selama proses
inflamasi masih ada, proses penyembuhan tidak akan beranjak pada proses
selanjutnya yatu proses granulasi kemudian epitelialisasi. Untuk menjaga Susana
kondusif dapat pula digunakan kasa yang dibasahi larutan saline 1.
g. Modalitas Perawatan Luka Lanjutan
Perawatan tingkat lanjut terkadang menjadi satu-satunya cara untuk
menyelesaikan luka dengan cepat dan efektif. Munculnya faktor pertumbuhan
terapeutik, terapi gen, konstruksi rekayasa-jaringan, terapi sel induk, dan obat-
obatan dan perangkat lain yang bertindak melalui mekanisme berbasis seluler dan
molekuler dapat mempercepat angiogenesis luka untuk mempercepat
penyembuhan 3.
1) Terapi faktor pertumbuhan.
Produk rekayasa genetika seperti protein gel pertumbuhan rekombinan
yang dihasilkan oleh gel protein gelatin. Agen ini telah ditunjukkan untuk
merangsang kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblas, monosit dan
komponen lainnya yang membentuk dasar seluler penyembuhan luka. Perawatan
plasma kaya platelet autologous memanfaatkan darah pasien sendiri untuk
menciptakan gel yang diaplikasikan pada luka. Aktivasi plasma setelah
sentrifugasi merangsang pelepasan beberapa faktor pertumbuhan dari butiran
alfa platelet dan konversi fibrinogen plasma ke matriks fibrin 3,5.
2) Jaringan bioengineering.
Jaringan bioengineering telah terbukti secara signifikan meningkatkan
penutupan luka lengkap pada ulkus kaki diabetik. Saat ini, dua jaringan
bioengineering telah disetujui untuk mengobati ulkus kaki diabetik di AS:
Apligraf ™ (Organogenesis Inc., Kanton, MA), dan Dermagraft ™ (Smith &
Nephew, Inc., London, Inggris); Pengganti kulit yang direkayasa oleh jaringan
dapat menyediakan substrat seluler dan komponen molekuler yang diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan luka dan angiogenesis. Berfungsi baik
sebagai dressing biologis dan sebagai sistem pengiriman untuk faktor
pertumbuhan dan komponen matriks ekstraselular melalui aktivitas fibroblas
manusia hidup yang terkandung dalam unsur dermal 3,5.
h. Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan, luka yang selalu mendapat tekanan tidak
akan sempat menyembuh, apalagi luka tersebut terletak di daerah plantar seperti
luka pada kaki charcot.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan
antara lain: removable cast walker, total contact casting, temporary shoes, felt
padding, crutches, wheelchair, electric cast, cradled insoles 1,3.
Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti: 1) dekompresi ulkus / abses dengan insisi abses, 2) prosedur koreksi bedah
seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon
lengthening, partial calcanectomy 1,3.
10. Pencegahan
Hal dilakukan melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan tim spesialis
dan personil yang memberikan proses perawatan yang terkoordinasi. Anggota tim
mungkin termasuk ahli penyakit kaki, internis, dokter mata, ahli endokrinologi,
spesialis penyakit menular, ahli jantung, nefrologi, ahli bedah vaskular, ahli bedah
ortopedi, perawat dan ahli ortotis. Pendidikan pasien dan keluarga mengasumsikan
peran utama dalam pencegahan. Pendidikan semacam itu mencakup pengajaran dalam
penilaian glukosa, pemberian insulin, diet, pemeriksaan dan perawatan kaki setiap
hari, alas kaki yang tepat, dan perlunya pengobatan segera terhadap lesi baru.
Kunjungan podiatrik yang dijadwalkan secara teratur, termasuk debridemen kalus dan
kuku kaki, adalah kesempatan untuk pemeriksaan kaki dan memberkan pendidikan
kepada pasien yang sering. Stratifikasi risiko berdasarkan pada adanya faktor risiko
penyebab predisposisi, termasuk riwayat ulkus sebelumnya, juga berfungsi sebagai
panduan untuk frekuensi kunjungan perawatan kaki 3.
Dengan mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dan menyesuaikan program
pencegahan perawatan kaki secara keseluruhan, kejadian ulkus dan amputasi
ekstremitas bawah dapat dikurangi. Sepatu terapeutik tanpa tekanan dan alas kaki yang
tinggi merupakan perawatan tambahan yang penting yang dapat mengurangi
terjadinya ulkus dan amputasi pada pasien berisiko tinggi. Namun demikian, pasien
dengan kelainan bentuk kaki yang tidak dapat diakomodasi oleh alas kaki terapi
standar harus memiliki sepatu khusus yang sesuai, kedalaman. Jika cacat struktural
tidak dapat diakomodasi oleh alas kaki terapeutik, koreksi bedah profilaksis harus
dipertimbangkan, namun pasien harus dipilih dengan cermat. Pasien diabetes yang
berisiko terkena lesi kaki harus dididik tentang faktor risiko dan pentingnya perawatan
kaki termasuk kebutuhan untuk pemeriksaan diri dan pengawasan, pemantauan suhu
kaki, kebersihan kaki sehari-hari yang sesuai, penggunaan alas kaki yang tepat, kontrol
diabetes yang baik. Penilaian suhu kaki telah ditunjukkan untuk mengurangi kejadian
tukak kaki 10 kali lipat dibandingkan dengan perawatan pencegahan standar 3.
11. Komplikasi kaki diabetik
a. Risiko infeksi
Infeksi umum terjadi pada pasien diabetes dan seringkali lebih parah daripada
infeksi yang ditemukan pada pasien nondiabetes. Orang dengan diabetes memiliki
peningkatan risiko untuk mengembangkan infeksi dalam bentuk apapun dan
beberapa kali berisiko terkena osteomielitis. Didokumentasikan dengan baik bahwa
infeksi kaki diabetik sering bersifat polymicrobial. Hyperglycemia, gangguan
respon imunologis, neuropati, dan penyakit arteri perifer adalah faktor predisposisi
utama yang menyebabkan infeksi kaki diabetes yang mengancam jiwa. Diabetes
yang tidak terkontrol mengakibatkan gangguan kemampuan host leukosit untuk
melawan bakteri patogen, dan iskemia juga mempengaruhi kemampuan melawan
infeksi karena pemberian antibiotik ke tempat infeksi terganggu. Akibatnya, infeksi
dapat berkembang, menyebar dengan cepat, dan menghasilkan kerusakan jaringan
yang signifikan dan ireversibel. Bahkan walaupun dengan adanya perfusi arteri
yang memadai, namun neuropati sensoris perifer yang mendasari seringkali
memungkinkan perkembangan infeksi melalui jalan kaki terus menerus atau
terlambat dalam pengenalan 3.
b. Risiko terjadinya charcot neuropathic osteoarthropathy (cn)
Charcot neuropathic osteoarthropathy (cn), yang biasa disebut sebagai kaki
charcot, adalah kondisi yang mempengaruhi tulang, sendi, dan jaringan lunak kaki
dan pergelangan kaki, yang ditandai dengan peradangan pada fase paling awal.
Interaksi beberapa faktor komponen (diabetes, neuropati sensorik, neuropati
motorik, trauma, dan kelainan metabolik tulang) menghasilkan kondisi inflamasi
lokal yang akut yang dapat menyebabkan berbagai tingkat dan pola penghancuran
tulang, subluksasi, dislokasi, dan deformitas. Deformitas ciri yang terkait dengan
kondisi ini adalah kolapsnya midfoot, digambarkan sebagai kaki "rocker-bottom".
Nyeri atau ketidaknyamanan mungkin merupakan ciri gangguan ini pada
tahap aktif (akut), namun tingkat rasa sakit dapat berkurang secara signifikan bila
dibandingkan dengan individu dengan sensasi normal dan tingkat cedera yang
setara 10.
Tidak ada penyebab tunggal untuk pengembangan kaki charcot, namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangannya, dan juga sejumlah
peristiwa yang memicu terjadinya presipitasi. Keyakinan saat ini adalah bahwa
sekali penyakit ini dipicu pada individu yang rentan, hal itu dimediasi melalui
proses peradangan yang tidak terkontrol di kaki. Peradangan ini menyebabkan
osteolisis dan secara tidak langsung bertanggung jawab atas fraktur dan dislokasi
progresif yang menjadi ciri penyajiannya. Bukti untuk mendukung hipotesis ini
sebagian besar bersifat tidak langsung. Refleks vaskular yang dimediasi secara
neurologis yang mengarah ke peningkatan aliran darah tepi dan resorpsi tulang aktif
telah diusulkan sebagai faktor etiologis dalam pengembangan penghancuran tulang
dan sendi pada pasien neuropati 10.
Faktor risiko yang sama yang menjadi predisposisi ulkus juga dapat
dipertimbangkan secara umum sebagai penyebab amputasi, walaupun dengan
beberapa modifikasi. Sementara penyakit arteri perifer mungkin tidak selalu menjadi
faktor risiko independen untuk ulkus saat mengendalikan neuropati, namun dapat
menjadi faktor risiko yang signifikan untuk amputasi. Insiden amputasi adalah 4
sampai 7 kali lebih besar untuk pria dan wanita diabetes daripada nondiabetes.
Penurunan perfusi arteri bisa menjadi penyebab terisolasi untuk amputasi dan faktor
predisposisi gangren. Diagnosis dini, pengendalian faktor risiko, dan manajemen
medis serta revaskularisasi tepat waktu dapat membantu menghindari terjadinya
amputasi 3.
Infeksi merupakan faktor risiko yang signifikan dalam kausal terhadap amputasi.
Kurangnya penyembuhan luka, sepsis sistemik, atau infeksi yang tidak terus menerus
dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan gangren luas, memerlukan amputasi untuk
mencegah kehilangan anggota tubuh lebih proksimal. Ini termasuk infeksi jaringan
lunak dengan kerusakan jaringan yang parah, abses dalam rongga, atau osteomielitis.
Debridement yang memadai mungkin memerlukan amputasi pada tingkat tertentu
sebagai sarana untuk menghlangkan semua bahan yang terinfeksi 3.
Faktor risiko amputasi lain yang sering dijelaskan adalah hiperglikemia kronis
yang dapat menyebabkan komplikasi sistemik meliputi neuropati perifer,
mikroangiopati, gangguan mikrosirkulasi, fagositosis leukosit terganggu, dan
glikosilasi protein jaringan. Masing-masing memiliki efek buruk pada kaki diabetik:
mereka dapat berkontribusi pada etiologi ulserasi kaki, menunda penyembuhan luka
normal, dan kemudian menyebabkan amputasi 3.
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama `: Ny. Sudarmin
Umur `: 52 tahun
Jenis Kelamin``` : Perempuam
Agama : Islam
Alamat : Desa Karya Jaya, Siotampina
Tanggal Masuk : 02 Januari 2019 (Perawatan Interna)
04 Januari 2019 (Perawatan Bedah)
No. Rekam Medik : 50. 21. 62
Anamnesis
Heteroanamnesis, anamnesis kepada pasien dan orang terdekat (anak pasien), pada 05
Januari 2019
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Anamnesis Terpimpin :
Pasien konsul dari interna dengan DM tipe 2 disertai luka pada kaki kiri. Kaki
pasien awalnya tertusuk tulang ikan yang tidak disadarinya sekitar 10 hari sebelum masuk
rumah sakit, luka dibiarkan dan mulai membesar dan menghitam pada jari III kaki kiri
sekitar 6 hari berikutnya. Selain itu, ibu jari kaki kanan terdapat luka yang muncul 7 hari
SMRS, terkena suhu panas yang tidak disadarinya, luka membesar dan tidak sembuh,
awalnya bengkak kemudian terkelupas. 3 hari smrs, pasien demam selama 2 hari. Sekitar
> 1 tahun pasien mengeluh kesemutan pada kedua tungkai bawah, dan mati rasa pada
kedua kaki, serta terjadi penebalan (kalus) pada kaki pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat luka sebelumnya (+) dikaki kiri sekitar 1 tahun yang lalu dan mengering
Riwayat DM (+) sekitar 12 tahun, tidak rutin berobat
Riwayat hiperkolestrolemia (+) sejak lama
Riwayat HT (+) tidak rutin berobat.
Riwayat stroke, kelainan retina mata, ginjal, dan jantung, disangkal oleh pasien
Riwayat operasi :
Pasien tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.
Riwayat Pengobatan :
1 hari sebelum masuk RS, pasien mendapatkan perawatan luka di PKM.
Riwayat alergi :
Alergi disangkal oleh pasien
Riwayat Kebiasaan :
Pasien dulu mempunyai berat badan berlebih karena pola makan yang tidak teratur, dan
jarang berolahraga.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluarga dengan DM (+) yaitu orang tua pasien
DIAGNOSA
Gangren digiti III pedis sinistra + ulkus DM pedis dekstra
DM tipe 2
RENCANA TERAPI
Terapi Konservatif
Rawat luka + ganti verban
Imobilisasi kaki
Bed rest
Diet 1300 kalori
Terapi Farmakologis
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
H2R antagonis
Insulin
Rencana operasi: Amputasi jari III pedis sinistra + debridement pedis dekstra dan
sinistra.
Follow Up
Tgl Follow up
05/01 S : Luka pada ke dua kaki P:
O: T : 140/90 mmHg IVFD RL 500cc/24jam
N : 76 x/menit Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
R : 20 x/menit Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
S : 36,6 0C Antrain 1 amp / 12 jam / IV
SpO2 : 99 % Novorapid 10-10-10 iu/SC
GDP: 304 mg/dl Levemir 0-0-0-10 iu / SC
A: Gangren digiti III pedis sinistra +
Bed rest
ulkus DM pedis dekstra
Imobilisasi kaki
DM II
Diet 1300 kalori
GV
Rawat luka
06/01 S : Luka pada ke dua kaki P:
O: T : 145/94 mmHg IVFD RL 500cc/24jam
N : 84 x/menit Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
R : 20 x/menit Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
S : 36,4 0C Antrain 1 amp / 12 jam / IV
SpO2 : 98 % Novorapid 10-10-10 iu/SC
GDP: 259 mg/dl Levemir 0-0-0-10 iu / SC
A: Gangren digiti III pedis sinistra +
Bed rest
ulkus DM pedis dekstra
Imobilisasi kaki
DM II
Diet 1300 kalori
GV
Rawat luka
Puasa rencana operasi besok
Kaki diabetes adalah komplikasi jangka panjang dari hiperglikemia kronis pada
penderita DM. Faktor risiko terjadinya kaki diabetes diantaranya angiopati, neuropati,
infeksi. Pada anamnesis, pasien mengalami luka pada kaki kiri akibat tertusuk tulang
ikan, dan ibu jari kaki kanan akibat terkena suhu panas. Luka-luka tersebut tidak disadari
oleh pasien. Selain itu, sekitar > 1 tahun pasien mengeluh kesemutan pada kedua tungkai
bawah, dan mati rasa pada kedua kaki, serta terjadi penebalan (kalus) pada kaki pasien
yang disebabkan karena kaki pasien sudah mengalami gangguan neuropati.
Gangguan neuropati ini disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi karena terjadi
kekurangan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian
menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Di sisi lain, karena perfusi jaringan bagian
distal kurang baik akibat gangguan mikrosirkulasi, ulkus akan berkembang menjadi
nekrosis / gangrene yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan
amputasai. Pada anamnesis didapatkan pada jari III kaki kiri menghitam sekitar 6 hari
berikutnya.
Terdapat beberapa faktor lain terjadinya kaki diabetik yang terdapat pada pasien
diantaranya usia pasien yaitu 52 tahun, dimana usia yang semakin tua akan lebih berisiko
terjadinya kaki diabteik. Faktor risiko perilaku, dimana pasien tidak memperhatikan
kerentanan kaki sehingga mudah mengalami luka. Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko
paling utama dari ulkus), pada pasien terdapat riwayat luka sebelumnya (+) dikaki kiri
sekitar 1 tahun yang lalu dan mengering.