Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai


dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
dan hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ
dalam jangka panjang. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kealinan pada mata, glomerulus ginjal,
syaraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar
(makrovaskuler) berupa pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung kororner)
dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa
kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadinya infeksi saluran
kemih, tuberculosis paru, dan infeksi kaki, yang dapat berkembang menjadi ulkus /
gangrene kaki diabetes.

Diperkirakan 15% pasien diabetes akan berkembang menjadi ulkus pada


ekstremitas bawah selama perjalanan penyakit. Menurut satu studi besar inggris tentang
pasien neuropati, kejadian insidensi ulkus kaki awal tahun adalah 7%. Prevalensi ulkus
kaki dilaporkan untuk berbagai populasi berkisar antara 2% sampai 10%. Terjadinya
masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati baik neuropati sensorik maupun motoric dan autonomic
dan kelainan pada pembuluh darah, hingga trauma mekanis.

Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit, dan pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi. yaitu pencegahan agar tidak
terjadi kecacatan yang lebih parah.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekumpulan penyakit metabolism yang ditandai
dengan hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
dan hiperglikemia yang kronis akan menimbulkan kerusakan, disfungsi berbagai organ
dalam jangka panjang. Satu diantaranya adalah ulkus yang mengenai tungkai bawah,
dengan atau tanpa infeksi dan menyebabkan kerusakan jaringan di bawahnya yang
selanjutnya disebut dengan kaki diabetes (KD) 1
2. Epidemiologi kaki diabetic
Diabetes adalah salah satu penyebab utama kematian di banyak negara dan
penyebab utama kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi nontraumatik. Prevalensi
diabetes di seluruh dunia diperkirakan mencapai 131 juta pada tahun 2000 dan
diperkirakan meningkat menjadi 366 juta pada tahun 2030 karena harapan hidup lebih
lama dan perubahan kebiasaan makan. Pasien dengan diabetes berisiko tinggi terkena
neuropati, penyakit arteri perifer dan infeksi dan karena itu berisiko tinggi terkena
patologi kaki termasuk ulkus. Salah satu komplikasi diabetes yang paling umum di
ekstremitas bawah adalah ulkus kaki diabetik. Diperkirakan 15% pasien diabetes akan
berkembang menjadi ulkus pada ekstremitas bawah selama perjalanan penyakit.
Menurut satu studi besar inggris tentang pasien neuropati, kejadian insidensi ulkus
kaki awal tahun adalah 7%. Prevalensi ulkus kaki dilaporkan untuk berbagai populasi
berkisar antara 2% sampai 10%. Neuropati, deformitas, tekanan tinggi pada plantar,
kontrol glukosa yang buruk, dan jenis kelamin laki-laki adalah faktor penyebab ulkus
kaki. 2,3
3. Faktor risiko 3,4
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami
masalah kaki.
a. Neuropati
Ganngguan motoric, sensorik, dan otonom masing-masing memiliki peranan
pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan perubahan
keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan dan akan menyebabkan titik
tumpu baru pada telapak kaki sehingga akan terbentuk kalus di daerah tersebut.
gangguan sensorik akan menyebabkan mati rasa setempat dan menimbulkan
hilangnya perlindungan pada trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa
disadari. Akibatnya kalus dapat berkembang menjadi ulkus yang bila disertai
infeksi akan menjadi selulitis dan berakhir dengan gangrene. Gangguan saraf
otonom akan menyebabkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit akan menjadi
kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh.
b. Angiopati

Sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi
pada tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
tindakan amputasi. Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan
degenarasi dari serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di
samping itu, dari kasus ulkus/gangren diabetes, kaki DM 50% akan mengalami
infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah yang subur untuk berkembanguya
bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen, bakteri-bakteri yang akan
tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma darah penderita
diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas) yang tinggi.
Sehingga aliran darah menjadi melambat.
c. Infeksi
Berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah
putih memakan dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah
(KGD) diatas 200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal
dan terkontrol baik. Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman
akan menambah persoalan baru pada ulkus. Kuman pada ulkus akan berkembang
cepat ke seluruh tubuh melalui aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang
disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita
diabetes sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain : mobilitas
sendi terbatas, kelainan bentuk kaki, tekanan pada kaki, trauma ringan, riwayat
ulserasi atau amputasi
d. Faktor risiko demografis :
1) Usia: semakin tua semakin berisiko
2) Jenis kelamin: laki-laki dua kali lebih tinggi. Mekanisme perbedaan jenis
kelamin tidak jelas, mungkin dari perilaku, mungkin juga dari psikologis
3) Etnik: diakibatkan bisa dari faktor perilaku, psikologis, atau berhubungan
dengan status sosial ekonomi, atau transportasi menuju klinik terdekat.
4) Faktor risiko perilaku : Ketrampilan manajemen diri sendiri sangat berkaitan
dengan adanya komplikasi kaki diabetik. Ini berhubungan dengan perhatian
terhadap kerentanan.
e. Faktor risiko lain :
1) Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko paling utama dari ulkus)
2) Berat badan
3) Merokok

Gambar 1. Faktor risiko ulkus kaki pada penderita diabetes mellitus 3


4. Klasifikasi Ulkus
Klasifikasi harus memfasilitasi pengobatan dan umumnya memprediksi hasil
yang diharapkan. Mungkin sistem yang paling mudah adalah mengklasifikasikan lesi
sebagai neuropati, iskemik, atau neuroischemic, dengan deskriptor ukuran luka,
kedalaman, dan infeksi.Terlepas dari sistem mana yang digunakan, dokter harus dapat
dengan mudah mengkategorikan luka, setelah diklasifikasikan, perawatan selanjutnya
harus diarahkan oleh tingkat keparahan patologi yang mendasarinya. Klasifikasi
Wagner, ulkus kaki dibagi menjadi enam kelas berdasarkan kedalaman luka dan
tingkat nekrosis jaringan. Klasifikasi ini kurang mempertimbangkan peran penting
dari infeksi, iskemia, dan faktor komorbid lainnya. Klasifikasi Universitas Texas San
Antonio (UTSA), lebih mengacu kepada pengelolaan kaki diabetes, menghubungkan
lesi dengan iskemia dan infeksi. Klasifikasi PEDIS mengevaluasi lima karakteristik
dasar: perfusi, luas / ukuran, kehilangan kedalaman / jaringan, infeksi dan sensasi.
Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan,
vascular, infeksi atau neuropati, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan
lebih baik. Misalnya ulkus gangrene dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih
perlu memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan
mikrovaskularnya dulu 3,4.
Tabel 1. Klasifikasi kaki diabetic menurut wagner 3
Klasifikasi kaki diabetic menurut Wagner
Wagner 0 Tidak ada lesi terbuka: bisa disertai deformitas atau
selulitis
Wagner 1 Ulkus superfisial
Wagner 2 Ulkus dalam sampai tendon atau kapsul sendi
Wagner 3 Ulkus dalam disertai abses dan osteomyelitis
Wagner 4 Gangrene lokal – kaki depan atau tumit
Wagner 5 Gangrene seluruh kaki

Tabel 2. Klasifikasi Texas 1


Tabel . 3 Klasifikasi PEDIS 1

Tabel 4. Klasifikasi Liverpool 1

5. Patofisiologi 3,5
Terjadinya masalah kaki diawali dengan adanya hiperglikemia pada penyandang
DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah, hingga
trauma mekanis.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motoric dan autonomic akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan
terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah terjadinya ulkus.
Penyakit arteri perifer (PAD) jarang menyebabkan ulkus langsung. Namun,
setelah ulkus berkembang, insufisiensi arteri akan menyebabkan proses penyembuhan
yang berkepanjangan, sehingga menimbulkan peningkatan amputasi. Selain itu, upaya
untuk mengatasi infeksi akan terganggu karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan
dalam memberikan antibiotik ke tempat infeksi.
Mobilitas sendi terbatas juga merupakan sebagai faktor risiko potensial
terjadinya ulkus. Glikosilasi kolagen sebagai akibat diabetes yang sudah berlangsung
lama dapat menyebabkan kekakuan struktur kapsul dan ligamen (cheiroarthropathy).
Sehingga terjadi penurunan mobilitas sendi pergelangan kaki, subtalar, dan mobilitas
metatarsofalangeal pertama (mtp) telah terbukti menghasilkan tekanan plantar fokal
yang tinggi dengan meningkatnya risiko ulkus pada pasien dengan neuropati.
Perubahan jaringan lunak (selain cheiroarthropathy) di kaki pasien diabetes juga
menyebabkan terjadinya ulkus melalui jalur distribusi tekanan yang berubah melalui
telapak kaki. Perubahan tersebut meliputi peningkatan ketebalan fasia plantar yang
dilaporkan dengan keterbatasan dorsofleksi hallux, penurunan ketebalan jaringan
lunak plantar, kekerasan / kekakuan kulit yang meningkat, dan kecenderungan untuk
menjadi callus. Perubahan ini diduga disebabkan oleh glikosilasi kolagen.
6. Mekanisme cedera 3,5
Etiologi multifaktorial ulkus kaki diabetik dibuktikan oleh banyak jalur
patofisiologis yang berpotensi menyebabkan gangguan ini. Di antaranya adalah dua
mekanisme umum dimana kelainan bentuk kaki dan neuropati dapat menyebabkan
kerusakan kulit pada penderita diabetes.
Mekanisme pertama cedera mengacu pada tekanan rendah yang berkepanjangan
karena tulang yang menonjol (yaitu deformasi bunion atau hammertoe). Hal ini
umumnya menyebabkan luka pada aspek medial, lateral, dan punggung kaki depan
dan dikaitkan dengan sepatu yang sempit atau tidak pas.
Trauma sepatu, bersamaan dengan hilangnya proteksi dan kelainan bentuk sendi,
merupakan peristiwa utama yang memicu ulkus pada penderita diabetes. Daerah
tekanan tinggi sering dikaitkan dengan deformitas kaki. Bila fokus tekanan yang tidak
normal ditambah dengan kurangnya proteksi, hasilnya bisa berupa pengembangan
kalus, lecet, dan tukak. Mekanisme ulkus umum lainnya melibatkan tekanan sedang
berulang. Hal ini biasanya terjadi di telapak kaki dan berhubungan dengan kepala
metatarsal yang menonjol, bantalan lemak yang atrophi , deformitas dari ekstremitas
bawah, dan berjalan lama. Kelainan kaku seperti hallux valgus, hallux rigidus,
hammertoe, arthropathy charcot, dan rentang pergerakan sendi pergelangan kaki
(equinus), subtalar, dan mtp yang terbatas telah dikaitkan dengan perkembangan ulkus
kaki diabetik.
Gambar 2. Patofisiologi ulkus kaki pada penderita DM 3

7. Gejala klinis dan tanda


Gejala klinis dengan penentuan tipe angiopati dan neuropati berupa kelainan
mikroangiopati atau makroangiopati, sifat obstruksi, dan status vaskuler. Gangren
diabetik akibat mikroangiopati disebut juga sebagai gangren panas karena walaupun
terjadi nekrosis, daerah akral akan tampak tetap merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses makroangiopati
menyebabkan sumbatan pembuluh darah. Bila sumbatan terjadi secara akut, emboli
akan memberikan gejala klinis berupa 5P, yaitu Pain, Paleness, Paresthesia,
Pulselessness dan Paralisis dan bila terjadi sumbatan secara kronis, akan timbul
gambaran klinik menurut pola dari Fontaine, yaitu Pada stadium I; asimptomatis atau
gejala tidak khas (semutan atau geringgingan), stadium II; terjadi klaudikasio
intermiten, stadium III; timbul nyeri saat istirahat dan stadium IV; berupa manifestasi
kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) 6,7.
Tabel 5. Perbedaan tipe iskemia dan neuropati 6
Iskemia Neuropati
Gejala Klaudikasio Biasanya tidak nyeri
Nyeri saat istirahat Kadang nyeri neuropati
Inspeksi Tergantung rubor Lengkung tinggi
Perubahan tropik Kuku-kuku jari kaki
Tidak ada perubahan tropik
Palpasi Dingin Hangat
Tidak teraba nadi Nadi teraba
Ulserasi Nyeri Tidak nyeri
Tumit dan jari kaki Plantar

8. Pemeriksaan penunjang
a. Tes laboratorium
Tes laboratorium klinis yang mungkin diperlukan dalam situasi klinis yaitu
meliputi glukosa darah puasa atau glukosa darah sewaktu, glikohemoglobin
(HbA1c), darah lengkap (CBC), sedimentasi eritrosit (ESR), kimia serum, C-reaktif
protein, basa Fosfatase, kultur luka dan kultur darah, serta urinalisis 13 .
Faktor penting penyebab anemia pada DM adalah penurunan fungsi ginjal
dan peningkatan sitokin proinflamasi. Keadaan hiperglikemia pada DM
mengakibatkan inflamasi yang ditandai dengan peningkatan pelepasan sitokin
proinflamasi seperti interleukin 6 (IL-6), tumor necrosis factor α (TNFα), dan
nuclear factor kappa B (NFκB). Peningkatan sitokin proinflamasi, terutama IL-6
dapat menimbulkan efek antieritropoietin, karena sitokin tersebut dapat mengubah
sensitivitas progenitor terhadap eritropoietin. Selain itu, IL-6 dapat meningkatkan
apoptosis eritrosit yang imatur sehingga eritrosit dalam sirkulasi semakin berkurang
dan kadar Hb juga akan berkurang. Proses inflamasi dan defisiensi eritropoietin
tersebut dapat mengakibatkan penurunan kadar Hb, Ht, eritrosit, serta dapat
dikaitkan dengan anemia normokromik normositik yang merupakan karakteristik
anemia penyakit kronis 13.
DM dapat menimbulkan komplikasi berupa nefropati diabetik yang
menurunkan produksi eritropoietin oleh ginjal sehingga terjadi anemia. Kerusakan
sel spesifik dan vaskular pada tubulointerstisial ginjal, serta inflamasi sistemik yang
terjadi karena kerusakan tersebut mengakibatkan gangguan pelepasan eritropoietin
oleh ginjal. Selain itu, neuropati otonom dapat diselesaikan defisiensi eritropoietin
yang produksinya diatur oleh persarafan splanchnic ginjal 13.

Pada penderita DM dijumpai leukosit yang meningkat. Peningkatan leukosit


dapat terjadi karena aktivasi oleh AGE, stres oksidatif, angiotensin II yang
dihasilkan akibat hiperglikemia, dan dapat menghasilkan TNFα dan interleukin β1
yang terlibat dalam patogenesis komplikasi kronik pada DM. Jumlah leukosit yang
tinggi berkaitan dengan komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular pada DM.
Perhatian harus dilakukan dalam interpretasi tes laboratorium pada pasien ini,
karena beberapa laporan telah mendokumentasikan tidak adanya leukositosis
dengan adanya infeksi kaki yang parah. Tanda umum infeksi persisten adalah
hiperglikemia tidak terkontrol 3.
Pada penderita DM juga dijumpai platelet yang hiperaktif yang ditandai
dengan peningkatan adhesi, aktivasi, dan agregasi. Terdapat beberapa mekanisme
yang terlibat dalam peningkatan aktivitas platelet. Glycation protein pada
permukaan platelet dapat mengurangi membrane fluidity dan meningkatkan adhesi
platelet. Selain itu, peningkatan mobilisasi kalsium dari tempat penyimpanan
intraseluler mengakibatkan peningkatan kalsium intraseluler sehingga membrane
fluidity berkurang 13.
b. Studi Pencitraan
Studi pencitraan hanya boleh diperintahkan untuk menetapkan atau
mengkonfirmasi dugaan diagnosis dan / atau penanganan pasien secara langsung.
Membedakan osteomielitis dari arthropati neuropati aseptik tidaklah mudah, dan
semua penelitian pencitraan harus dinilai bersamaan dengan gejala klinis 3.
Modalitas pencitraan yang berguna dalam evaluasi infeksi kaki diabetes
meliputi radiografi, computed tomography (CT), ultrasound, skintigrafi skeletal,
magnetic resonance imaging (MRI), dan angiografi. Teknik pencitraan bervariasi
dalam sensitivitasnya untuk mendeteksi osteomielitis, dengan spesifisitas terbatas
pada adanya selulitis, iskemia perifer, dan neuroarthropathy diabetes 8.
1) Radiografi polos
Radiografi polos merupakan pencitraan awal pada pasien diabetes dengan
tanda dan gejala kelainan kaki diabetes. Radiografi dapat mendeteksi
osteomielitis, osteolisis, patah tulang, dislokasi yang terlihat pada arthropathy
neuropati, kalsifikasi arterial medial, gas jaringan lunak, dan benda asing serta
kelainan bentuk kaki struktural, adanya artritis, dan perubahan biomekanik.
Osteomielitis akut mungkin tidak menunjukkan perubahan tulang sampai 14
hari. Radiografi serial harus diperoleh saat radiografi pertama didapatkan hasil
negatif dan kecurigaan klinis tinggi terhadap penyakit pada tulang. Radiografi
("sinar-X") tetap merupakan pemeriksaan skrining pertama pada setiap pasien
dengan infeksi yang dicurigai. Pengapuran di arteri interdigital mengidentifikasi
pasien yang tidak dicurigai dengan diabetes karena pembuluh darah ini jarang
mengkalsifikasi pada pasien tanpa diabetes, selain itu juga gas mudah terdeteksi
pada radiografi. Perubahan gambaran radiografi hanya menjadi jelas setelah
osteomielitis telah ada selama 10-14 hari. Dengan demikian, radiografi kurang
sensitif dibandingkan dengan modalitas pencitraan lainnya. Pada sebagian besar
penelitian, sensitivitas berkisar antara 52% dan 93% dan spesifisitas berkisar
antara 33% dan 92% untuk deteksi osteomyelitis 9.

Gambar 3. Osteomielitis tulang navicular pada radiografi. Tampilan AP menunjukkan kaki


kanan. Udara jaringan lunak dan ulkus dalam radiografi. Pandangan lateral kaki kanan dari
Pasien dengan diabetes menunjukkan udara subkutan (panah) di jaringan lunak dorsal dan
plantar di sekitar metatarsals. Ulkus yang dalam menembus ke dalam lemak tumit (panah).
Tukak yang dalam (panah) di atas tulang navicular. Korteks medial navicular hancur,
mewakili osteomielitis. Pada pemeriksaan klinis, tulang terbuka tampak jelas pada ulkus 8.
2) Scan tulang teknesium-99 methylene diphosphonate (Tc-99 MDP)
Tc-99 MDP merupakan pencitraan tulang yang terdiri dari tiga fase
melibatkan injeksi intravena dari teknetium-99m methylene diphosphonate
radioaktif, diikuti dengan pencitraan dengan kamera pada tiga titik waktu yang
berbeda. Gambar yang didapat setiap 2-5 detik segera setelah injeksi
memberikan angiogram radionuklida (fase aliran) dan dapat menunjukkan
peningkatan aliran darah secara asimetris ke daerah target. Fase jaringan atau
fasa darah diperoleh dalam waktu 10 menit dan menunjukkan peningkatan cairan
ekstraselular yang terlihat bersamaan dengan peradangan jaringan lunak. Fase
kerangka yang tertunda diperoleh 2-4 jam setelah injeksi. Fase kerangka
menunjukkan daerah pergantian tulang aktif, yang telah memasukkan pelacak
radionuklida, dan dipandang sebagai "titik panas" fokus aktivitas pelacak yang
meningkat. Pelacak diambil oleh tulang dalam jumlah yang bergantung pada
tingkat aktivitas osteoblastik. Osteomielitis menghasilkan peningkatan serapan
pada ketiga fase, sedangkan selulitis sederhana menunjukkan peningkatan
serapan dalam dua fase pertama saja 8.
Meski sangat sensitif, modalitas ini tidak memiliki spesifisitas pada kaki
neuropati. American College of Radiology untuk mendeteksi osteomielitis
merekomendasikan pencitraan tulang tiga fase hanya jika temuan komplikasi
tulang tidak ada pada radiografi. 9
3) Scan Leukosit berlabel
Scan leukosit berlabel, dilakukan dengan mengekstraksi darah pasien,
memfraksinasi leukosit dari darah, menginkubasi sel darah putih dengan indium
111-oxine atau technetium 99m-hexamethylpropylene amine oxime (Tc-
HMPAO) kemudian diberi label, dan kemudian reinjeksi sel darah putih berlabel
ke pasien yang sama. Pencitraan dilakukan 16-24 jam kemudian, menggunakan
kamera ᵞ-standar. Secara teoritis, sel-sel darah putih berlabel hanya menumpuk
di tempat-tempat infeksi dan tidak berada pada lokasi aktivitas osteoblastik yang
meningkat dan harus sangat berguna dalam diagnosis osteomielitis yang rumit.
Selain itu, pencitraan leukosit berlabel indium dapat digunakan untuk memantau
respons terhadap terapi, dengan gambaran kembali normal 2-8 minggu setelah
dimulainya terapi antibiotik. Indium-111 secara selektif mencantumkan leukosit
polimorfonuklear dan lebih spesifik untuk infeksi akut daripada pemindaian
MDP-99 MDP 8,9.
4) Computed Tomography
CT scan berguna untuk mendeteksi benda asing yang tersembunyi secara
radiografis. Ini lebih unggul dari radiografi dalam mendeteksi kerusakan
kortikal, periostitis, dan jaringan lunak atau gas intraosseous. Pada tahap awal,
temuan osteomielitis akut ini mungkin sulit dideteksi pada radiografi, namun
seringkali dapat didokumentasikan pada CT. Sekustrum tulang (fokus tulang
nekrotik yang memisahkan tulang yang hidup oleh jaringan granulasi), temuan
osteomielitis kronis, ditampilkan dengan bagus pada CT-Scan. Secara
keseluruhan, data kepekaan atau spesifisitas CT-Scan untuk diagnosis
osteomielitis diabetik kurang 8,9..
5) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI penting untuk kontras jaringan lunak intrinsiknya yang tinggi, yaitu
menggambarkan spektrum penuh jaringan lunak tanpa menggunakan kontras
intravena. Ini dengan mudah menggambarkan tingkat infeksi, membantu
membimbing operasi, mencirikan kelainan jaringan lunak, dan tidak termasuk
osteomielitis. Kelebihannya pada scintigraphy adalah definisi anatomis yang
tepat dan karakterisasi lesi yang lebih baik 8,9.
6) Angiografi
Angiografi diindikasikan pada pasien diabetes tanpa penyembuhan ulkus
atau osteomielitis yang memerlukan perencanaan endovaskular dan bedah.
Hampir tanpa kecuali, pasien dengan ulkus nonhealing ini akan mengalami
penyakit steno occlusive yang parah yang melibatkan ketiga pembuluh darah
betis (tibialis anterior, tibialis posterior, dan arteri peroneal). Angiografi telah
dilakukan dengan menggunakan angiografi konvensional. Angiografi
konvensional adalah prosedur invasif, dilakukan serangkaian angiografi dengan
panduan fluoroskopik (real-time X-ray imaging). Kateter tipis dan fleksibel
dimasukkan ke dalam aorta atau arteri, biasanya melalui pendekatan arteri
femoralis. Sebuah bolus kontras yodium yang relatif besar disuntikkan ke kateter
intraluminal dan radiograf dengan cepat terpapar. Meskipun pemeriksaan pada
aorta abdomen dan pembuluh iliaka dapat segera dilakukan dengan kateter di
aorta abdomen, pemeriksaan arteri femoral, popliteal, tibioperoneal,
memerlukan penempatan kateter arteri iliaka ipsilatera eksternal. Penempatan
kateter selektif memiliki keuntungan untuk membatasi beban kontras pada
kelompok pasien yang cenderung mengalami insufisiensi ginjal 8,9.

Gambar 4. Contoh gambar osteomielitis (panah) dengan menggunakan Tc-99 MDP.


(A) Fase aliran skintigrafi skeletal 99mTc-MDP. (B) Fase jaringan atau fasa darah dari
skintigrafi tulang 99mTc-MDP. (C) Fase kerangka yang tertunda skintigrafi skematik
99mTc-MDP. (D) Skintigrafi 99mTc-IgG lima jam. (E) Skintigrafi 99mTc-IgG dua
puluh empat jam 9.

Gambar 5. Contoh gambar selulitis (panah) menggunakan 99mTc-MDP terlihat pada


metatarsi kelima kiri. (A) Fase aliran skintigrafi skeletal 99mTc-MDP. (B) fase jaringan
atau fase darah dari skintigrafi tulang 99mTc-MDP. (C) Fase kerangka yang tertunda
skintigrafi skematik 99 mTc-MDP (D) Skintigrafi 99mTc-IgG lima jam. (E) Skintigrafi
99mTc-IgG dua puluh empat jam. 9
Gambar 6. Osteomyelitis-indium berlabel leukosit
scan. Meningkatnya akumulasi indium sekitar
Pergelangan kaki mewakili fokus osteomielitis 8.

Gambar 7. Metatarsal osteonekrosis pada CT-Scan. Kepala metatarsal kedua


dan ketiga rata. Radiolusen di bawah kepala metatarsal yang cacat membentuk
fraktur subchondral. CT-Scan dengan baik menunjukkan kelainan korteks ini 8.
Gambar 8. Edema sumsum pada MRI. Gambar Sagittal pergelangan kaki
menunjukkan edema sumsum (*). Edema sumsum ini tidak spesifik dan mirip
dengan perubahan sumsum pada osteomielitis. Spesifisitas dan akurasi dapat
ditingkatkan dengan pemberian gadolinium, karena osteomielitis sering
menunjukkan peningkatan sumsum. C, calcaneus; N, navicula; T, talus; TIB, tibia 8.

Gambar 9. Algoritma pendekatan diagnosis osteomyelitis pada pasien


dengan diabetes 8.
c. Pemeriksaan khusus 3

1) Evaluasi Vaskular

Gambar 10. Pasien diabetes dengan ulkus kaki


iskemik menunjukkan oklusi arteri peroneal dan
anterior (panah) dan arteri tibialis posterior (panah).
Ada pemulihan dari arteri peroneal distal kecil
(panah panjang) dan arteri tibialis anterior. AT,
arteri tibialis anterior; DP, dorsalis pedis arteri 8.

Meskipun pemeriksaan neurologis didapatkan kelainan namun jarang


memerlukan evaluasi lebih lanjut, berbeda dengan insufisiensi vaskular mungkin
memerlukan konsultasi lebih lanjut. Indikasinya mencakup tekanan darah kaki
kurang dari 40 mmHg, atau tingkat tekanan oksigen transkutan (TcPO2) kurang
dari 30 mmHg, karena ukuran perfusi arteri ini dikaitkan dengan gangguan
penyembuhan luka. Jika anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan iskemia
(yaitu, denyut kaki tidak ada) atau jika ulkus tidak sembuh, evaluasi lebih lanjut
dalam bentuk pengujian non-invasif diperlukan. Pemeriksaan arteri noninvasif
harus dilakukan untuk menentukan perfusi ekstremitas bawah. Studi semacam
itu dapat mencakup tekanan arteri segmental Doppler dan analisis bentuk
gelombang, indeks ankle-brachial (ABI), tekanan darah kaki, dan TcPO2. Indeks
Ankle-brachial mungkin bisa memberikan hasil yang tidak akurat, karena
tekanan pergelangan kaki dapat meninggi karena kalsinosis arteri medial dan
tidak terkompresnya arteri yang terkena. Tekanan darah pada pasien diabetes
mungkin berperan dalam memprediksi risiko ulkus kaki serta memprediksikan
keberhasilan penyembuhan luka. Meskipun pengukuran TcPO2 tidak konsisten
memprediksi hasil penyembuhan luka, ukuran fisiologis oksigenasi jaringan ini
sangat prediktif terhadap kegagalan penyembuhan luka pada tingkat di bawah
25 mmHg. Kedua tes dapat dilakukan pada bagian distal di kaki, dan keduanya
dapat memberikan hasil yang baik pada tekanan rentang velocimetry Laser
Doppler 40 mmHg. Namun secara akurat dapat menilai aliran darah dan tekanan
oksigen pada arteriol superfisial dan kapiler kulit. Beberapa laporan baru-baru
ini menunjukkan bahwa pengukuran Doppler laser tekanan perfusi kulit dapat
sangat memprediksi iskemia tungkai dan kegagalan penyembuhan luka pada
tingkat kurang dari 30 mmHg. Arteriografi dengan jelas memungkinkan
penilaian yang tepat untuk potensial revaskularisasi. Magnetic resonance
angiography atau CT angiogram adalah alternatif untuk evaluasi perfusi arteri
distal.
2) Evaluasi Neurologis
Neuropati sensorik perifer adalah faktor risiko utama terjadinya ulkus kaki
diabetik. Riwayat pasien dan pemeriksaan fisik dengan menggunakan kawat
5,07 Semmes-Weinstein monofilamen (10 g) cukup untuk mengidentifikasi
individu yang berisiko ulkus. Penilaian ambang persepsi vibrasi dengan
biotesiometer juga berguna dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi
mengalami ulkus.
3) Penilaian Tekanan Kaki Plantar
Tekanan kaki plantar yang tinggi merupakan faktor risiko ulkus. Beberapa
sistem komputerisasi dapat memberikan pengukuran kuantitatif tekanan kaki
plantar. Sementara pengukuran ini mungkin penting dalam mengidentifikasi
area kaki yang beresiko mengalami ulkus. Harris mat, meski tidak canggih, dapat
memberikan pengukuran kualitatif tentang tekanan kaki plantar dan dapat
mengidentifikasi daerah yang rentan terhadap ulkus. Perangkat nonkomputer
yang lebih baru (PressureStat®, FootLogic, New York City, NY), yang serupa
dengan matras Harris memberikan perkiraan kuantitatif distribusi tekanan di
bawah kaki.
Deskripsi karakteristik ulkus pada presentasi sangat penting untuk
menggambarkan perkembangan ulkus selama pengobatan dan menentukan prognosis.
Keberadaan dan karakter bau atau eksudat harus diperhatikan. Kultur mungkin
diperlukan saat tanda-tanda peradangan hadir. Umumnya, ulkus yang tidak terinfeksi
secara klinis tanpa pembengkakan tidak boleh dikultur. Rekomendasi terkini untuk
kultur dan sensitivitas meliputi persiapan bedah menyeluruh dari lokasi luka dengan
kuretase dasar luka untuk spesimen atau dengan aspirasi abses.

Gambar 11. Penilaian ulkus kaki diabetes tidak hanya mencakup deskripsi
tentang lesi kulit tetapi juga temuan yang diperlukan untuk penilaian yang
akurat mengenai faktor penyebab dan etiologi 3.

9. Penanganan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu
pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit, dan pencegahan sekunder
dan pengelolaan ulkus / gangrene diabetic yang sudah terjadi. yaitu pencegahan agar
tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.
Pencegahan primer berupa penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes yang
berlaku untuk semua pihak terkait pengelolaan DM, baik para ners, ahli gizi, ahli
perawatan kaki, maupun dokter sebagai dirigen pengelolaan.
Keadaan kaki penyandang kaki diabetes digolongkan berdasarkan risiko
terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki
diabetes berdasar risiko terjadinya masalah (Frykberg): 1) sensasi normal normal tanpa
deformitas, 2) sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi, 3)
insensitivitas tanpa deformitas, 4) iskemia tanpa deformitas, 5) kombinasi /
complicated : (a) kombinasi insensitivitas, iskemia dan atau deformitas, (b) riwayat
adanya tukak, deformitas Charcot.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: untuk kaki yang
kurang merasa / insensitif (kategori 3 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai sepatu
/ alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kategori 4 (permasalahan vaskuler), latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki 1.
Pencegahan sekunder berupa pengelolaan holistic ulkus/gangrene diabetik 1.
Pengobatan Ulkus Diabetik: Prinsip panduan tujuan pengobatan utama untuk ulkus
kaki diabetik adalah agar luka secepat mungkin tertutup. Mengatasi ulkus kaki dan
mengurangi tingkat kekambuhan dapat menurunkan probabilitas amputasi ekstremitas
bawah pada pasien diabetes. Luka kronik didefinisikan di mana kaskade penyembuhan
telah terganggu pada beberapa titik, menyebabkan peradangan berkepanjangan dan
kegagalan untuk melakukan reepitelisasi dan memungkinkan terjadinya kerusakan dan
infeksi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus
dikelola bersama:
 Pengelolaan komorditas
 Mechanical control-pressure control
 Wound control
 Microbial control-infection control
 Vascular control
 Metabolic control
 Educational control

Selain itu Area terapeutik yang penting dari pengelolaan ulkus diabetes adalah;
Evaluasi status vaskular dan pengobatan yang tepat; Penilaian faktor gaya hidup /
psikososial; Penilaian dan evaluasi ulkus; Manajemen jaringan / preparasi luka; Dan
bantuan tekanan 3
a. Pengelolaan komorbiditas
Karena diabetes adalah penyakit sistemik multi organ, semua komorbiditas
yang mempengaruhi penyembuhan luka harus dinilai dan dikelola untuk hasil
optimal pada ulkus kaki diabetik. Banyak manifestasi sistemik mempengaruhi
penyembuhan luka. Di antara komorbiditas yang paling umum adalah
hiperglikemia dan penyakit vaskular seperti serangan iskemik transien, infark
miokard, angina, penyakit jantung katup, fibrilasi atrium, aneurisma, disfungsi
ginjal, hipertensi, hiperkolesterolemia, dan hiperlipidemia. 3
b. Kontrol metabolik.
Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk
memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar
glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Berbagai hal lain
harus diperbaiki dan diperhatikan, seperti konsentrasi albumin serum, konsentrasi
Hb dan derajat oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjal 1.
c. Evaluasi Status Vaskular
Perfusi arterial adalah komponen penting untuk penyembuhan dan harus
dinilai pada pasien yang mengalami ulkus, karena sirkulasi yang terganggu
berkontribusi secara signifikan terhadap perkembangan ulkus dan risiko amputasi
berikutnya. Gejala insufisiensi vaskular meliputi edema, karakteristik kulit yang
berubah (kaku, kuku yang sakit, kelembaban yang berubah), penyembuhan lambat,
ekstremitas dingin, dan gangguan pulsasi arteri. Disamping itu mengevaluasi
keadaan pembuluh darah dengan cara non-invasif maupun yang invasive dan
semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ancle pressure, toe pressure,
TcPO2, dan pemeriksaan ekhopler dan kemudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskularnya, dapat dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskularnya, berupa:
Modifikasi faktor risiko, stop merokok, memperbaiki berbagai faktor risiko terkait
aterosklerosis (hiperhlikemia, hipertensi, dislipidemia). Walking program – latihan
kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh jajaran rehabilitas medik.
Therapeutic exercise walking yang dilakukan secara rutin dapat mencegah
asterosklerosis. Therapeutic exercise walking dapat meningkatkan produksi NO
dengan meningkatkan ekspresi protein eNOS (endothelial nitric oxide synthase).
Apabila kadar NO meningkat maka peran dalam profilaksis aterosklerosis akan
berjalan maksimal dan hasil akhirnya akan memperbaiki penyempitan pembuluh
darah akibat aterosklerosis. Ketika aterosklerosis mengalami perbaikan atau plaque
yang menempel di dinding pembuluh darah menipis, maka suplai darah dan oksigen
pada jaringan akan meningkat. Peningkatan suplai darah dan oksigen di kaki akan
mencegah terjadinya kesemutan, rasa tidak nyaman, dan nekrosis jaringan, hal
tersebut mengakibatkan aliran darah perifer menjadi lancar. Aktivitas berjalan kaki
akan mengaktifkan beberapa kelompok otot besar akan berkontraksi seperti otot
ekstensor lutut (paha depan), ekstensor hip (paha belakang dan otot gluteal) dan
otot-otot bagian bawah (gastrocnemius dan soleus di bagian belakang, tibia
anterior, dan otot achiles pada kaki). Otot-otot ini akan membantu memompa darah
kembali ke jantung sehingga meningkatkan sirkulasi darah, daya tahan otot, dan
keseimbangan dinamis. Therapeutic exercise walking dapat mengakibatkan
terbukanya pembuluh darah semakin banyak, bahkan ketika tubuh melakukan ini
secara teratur saluran darah tambahan akan terbentuk di dalam jantung, pembuluh
darah akan melebar dan mengatasi adanya penyumbatan pembuluh darah, sehingga
mampu memperlancar aliran darah.
Selain dapat menurunkan kadar gula darah therapeutic exercise walking juga
dapat melenturkan otot dan sendi serta ligament disekitar kaki, pembuluh darah
balik akan lebih aktif memompa darah ke jantung sehingga sirkulasi darah di kaki
menjadi lancar yang membawa nutrisi dan oksigen ke pembuluh darah perifer.
Kondisi ini akan mempermudah saraf menerima nutrisi dan oksigen yang dapat
meningkatkan fungsi saraf. Terdapat pengaruh treatment latihan fisik senam kaki
terhadap efektifitas fungsi sensori di daerah telapak kaki yang dilakukan selama 2
minggu dengan frekuensi 5 kali setiap minggu. Aliran darah yang lancar
menyebabkan sirkulasi darah ke kaki lancar dan dapat menurunkan risiko ulkus
kaki diabetik padapenyandang DM tipe 2 11.
Terapi farmakologis. Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah
dikerjakan pada kelainan akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak),
mungkin obat seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat,
akan bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM. tapi sampai saat
ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara
rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki pada
penyandang DM.
Revaskularisasi. Jika memungkinkan kesembuhan luka rendah atau jikalau
ada klaudikasio intermiten yang hebat. Sebelum tindakan revaskularisasi
diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran pembuluh darah
yang lebih jelas. Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas
terbuka. Untuk oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular-
PTCA. Pada keadaan sumbatan akut dan dapat pula dilakukan trombo-arterektomi.
Operasi rekonstruksi vaskular anggota badan yang tersumbat memperbaiki
prognosis dan mungkin diperlukan sebelum debridemen, operasi kaki, dan amputasi
parsial.
Terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetes sebagai ajuvan.
Pasien akan terpapar dengan 100% oksigen dalam keadaan tekanan 2 sampai 3 kali
atmosphere absolute (ATA), sehingga jaringan terinfeksi dan luka akan terpapar
dengan oksigen berkonsentrasi tinggi. Terapi oksigen hiperbarik mempunyai 2
mekanisme utama, yaitu hiperoksigenasi dan penurunan ukuran gelembung. 1,3, 12
d. Penilaian Faktor Gaya Hidup / Psikososial
Faktor gaya hidup dan psikososial dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Misalnya, merokok memiliki efek pada penyembuhan luka karena vasokonstriksi
yang terkait dan kapasitas pembawa darah rendah. Faktor lain (misalnya
penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, kebiasaan makan, obesitas, kekurangan
gizi, dan tingkat mobilitas dan aktivitas) harus berpengaruh. Selain itu, depresi dan
penyakit jiwa dapat mempengaruhi hasil pengobatan, karena kondisi ini dapat
secara langsung mempengaruhi kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dan sikap
terhadap penyembuhan 3.
e. Penilaian dan Evaluasi Ulkus
Pentingnya evaluasi menyeluruh dan sistematis dari setiap ulkus tidak dapat
terlalu ditekankan; temuan pemeriksaan ulkus-spesifik akan langsung menuntun
pengobatan selanjutnya. Namun, tindakan debridement adekuat merupakan syarat
mutlak yang harus dilakukan dahulu sebelum menilai dan mengklasifikasi luka.
Evaluasi awal dan deskripsi mendetail tentang ulkus harus mencakup lokasi,
ukuran, kedalaman, bentuk, radang, edema, eksudat (kualitas dan kuantitas),
perawatan, dan durasi. Margin ulkus harus dinilai untuk pembentukan kalus,
maserasi, dan eritema. Kehadiran eritema bersama dengan tanda lain seperti nyeri
tekan dan kehangatan mungkin memberi kesan adanya infeksi. Kualitas jaringan
(yaitu, lembab, granular, kering, nekrotik, atau cair) harus dicatat. Evaluasi
menyeluruh digunakan untuk mengetahui adanya sinus atau abses yang dalam.
Untuk evaluasi luka setelah debridement biasa digunakan klasifikasi PEDIS 1,3.
f. Debridement
Debridement yang adekuat dan akan sangat membantu mengurangi jaringan
nekrotik, dengan demikian akan mengurangi push / atau cairan dari ulkus gangrene
1
. Debridement jaringan nekrotik merupakan penanganan yang baik dalam
pengobatan luka kronis karena luka tidak akan sembuh dan jaringan yang rusak
akan membahayakan pertumbuhan bakteri. Debridement menyajikan berbagai
fungsi: pengangkatan jaringan nekrotik dan kalus; Pengurangan tekanan; Evaluasi
luka, Dan pengurangan bakteri. Debridement memfasilitasi drainase dan
merangsang penyembuhan. Namun, debridement dikontraindikasikan pada ulkus
arteri. Selain itu, kecuali pada kasus avaskular, debridemen yang adekuat harus
selalu mendahului penerapan agen penyembuhan luka ringan, atau prosedur
penutupan luka. Dari kelima jenis debridement (bedah, enzimatik, autolitik,
mekanik, biologis), hanya debridement bedah yang terbukti berkhasiat dalam uji
klinis 3.
Debridement bedah pengelolaan ulkus kaki diabetik dilakukan terutama
dengan pisau bedah, tangkai jaring, kuret, dan gunting melengkung. Eksisi jaringan
nekrotik memanjang secara dalam dan secara proksimal seperlunya sampai jaringan
tubuh dan tulang yang sehat terjadi perdrahan. Setiap jaringan kalus yang
mengelilingi ulkus juga harus diangkat. Tujuan utama debridement bedah adalah
untuk mengubah luka kronis menjadi luka akut 3.
Reseksi sendi atau amputasi parsial kaki diperlukan jika osteomielitis, infeksi
sendi, atau gangren terjadi. Jaringan nekrotik diangkat secara teratur dapat
mempercepat tingkat penyembuhan luka. Debridement bedah diulang sesering
yang dibutuhkan jika jaringan nekrotik terus terbentuk 3.
g. Antibiotic
Setiap luka pada kaki membutuhkan antibiotik, walaupun demikian tidaklah
berarti pemberian antibiotik boleh dilakukan secara serampangan. Biakan kuman
mutlak harus dilakukan untuk mendapat jenis antibiotik yang sesuai. Dari
pengalaman, hampir setiap infeksi menghasilkan biakan kuman ganda. Dari salah
satu penelitian di New England Deaconess Hospital selalu ditemukan 3 kelompok
kuman, yaitu: gram positif coccus, gram negatif coccus dan kelompok anaerob.
Tampaknya semakin buruk keadaan infeksi, semakin banyak pula jenis
kuman gram negatif. Bila infeksi yang berat ditemukan adanya jenis gram negatif
Proteus, Enterococcus, dan Pseudomonas, prognosis umumnya buruk. Gas gangren
harus dicurigai sebagai tanda adanya infeksi oleh kuman anaerob. Oleh karena
infeksi pada diabetes cenderung untuk cepat memburuk, pengobatan antibiotik
sebaiknya segera dimulai. Pada infeksi kaki yang memburuk, sebaiknya pilihan
antibiotik (sambil menunggu hasil biakan) ialah pemberian intravena. Dua
kelompok kombinasi yang dianggap baik yaitu kombinasi aminoglikosida,
ampisilin dan klindamisin atau sefalosporin dan kloramfenikol 3,4.

f. Keseimbangan Kelembaban.
Keseimbangan kelembaban jaringan adalah istilah yang digunakan untuk
menyampaikan pentingnya menjaga luka lembab dan bebas dari cairan berlebih.
Lingkungan luka yang lembab mendorong proses granulasi dan autolitik.
Penatalaksanaan cairan luka kronis yang efektif merupakan bagian penting dari
persiapan lapisan luka; Ini juga membantu mengatasi masalah disfungsi seluler dan
ketidakseimbangan biokimia. Dressing luka bisa dikategorikan pasif, aktif, atau
interaktif. Perban pasif terutama memberikan fungsi pelindung. Dressing dan terapi
aktif dan interaktif mampu memodifikasi fisiologi luka dengan merangsang
aktivitas seluler dan pelepasan faktor pertumbuhan. Contohnya adalah ORC /
kolagen. Terdiri dari kolagen dan selulosa regenerasi, matriks bioreabsorbable ini
mengurangi kerusakan jaringan dan mencegah degradasi faktor pertumbuhan 3.
Dressing yang mengandung zat penyerap seperti carbonate dressing, alginate
dressing akan bermanfaat bagi luka yang masih produktif. Demikian pula
hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing akan lebih bermanfaat
untuk luka produktif dan terinfeksi. Berbagai terapi topical dapat dimanfaatkan
untuk mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka,
atau yodine encer, senyawa silver sebagai bagian dari dressing dan lain-lain. Jika
luka sudah lebih baik dan sudah tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Selama proses
inflamasi masih ada, proses penyembuhan tidak akan beranjak pada proses
selanjutnya yatu proses granulasi kemudian epitelialisasi. Untuk menjaga Susana
kondusif dapat pula digunakan kasa yang dibasahi larutan saline 1.
g. Modalitas Perawatan Luka Lanjutan
Perawatan tingkat lanjut terkadang menjadi satu-satunya cara untuk
menyelesaikan luka dengan cepat dan efektif. Munculnya faktor pertumbuhan
terapeutik, terapi gen, konstruksi rekayasa-jaringan, terapi sel induk, dan obat-
obatan dan perangkat lain yang bertindak melalui mekanisme berbasis seluler dan
molekuler dapat mempercepat angiogenesis luka untuk mempercepat
penyembuhan 3.
1) Terapi faktor pertumbuhan.
Produk rekayasa genetika seperti protein gel pertumbuhan rekombinan
yang dihasilkan oleh gel protein gelatin. Agen ini telah ditunjukkan untuk
merangsang kemotaksis dan mitogenesis neutrofil, fibroblas, monosit dan
komponen lainnya yang membentuk dasar seluler penyembuhan luka. Perawatan
plasma kaya platelet autologous memanfaatkan darah pasien sendiri untuk
menciptakan gel yang diaplikasikan pada luka. Aktivasi plasma setelah
sentrifugasi merangsang pelepasan beberapa faktor pertumbuhan dari butiran
alfa platelet dan konversi fibrinogen plasma ke matriks fibrin 3,5.
2) Jaringan bioengineering.
Jaringan bioengineering telah terbukti secara signifikan meningkatkan
penutupan luka lengkap pada ulkus kaki diabetik. Saat ini, dua jaringan
bioengineering telah disetujui untuk mengobati ulkus kaki diabetik di AS:
Apligraf ™ (Organogenesis Inc., Kanton, MA), dan Dermagraft ™ (Smith &
Nephew, Inc., London, Inggris); Pengganti kulit yang direkayasa oleh jaringan
dapat menyediakan substrat seluler dan komponen molekuler yang diperlukan
untuk mempercepat penyembuhan luka dan angiogenesis. Berfungsi baik
sebagai dressing biologis dan sebagai sistem pengiriman untuk faktor
pertumbuhan dan komponen matriks ekstraselular melalui aktivitas fibroblas
manusia hidup yang terkandung dalam unsur dermal 3,5.
h. Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan, luka yang selalu mendapat tekanan tidak
akan sempat menyembuh, apalagi luka tersebut terletak di daerah plantar seperti
luka pada kaki charcot.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan non weight-bearing dapat dilakukan
antara lain: removable cast walker, total contact casting, temporary shoes, felt
padding, crutches, wheelchair, electric cast, cradled insoles 1,3.
Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka
seperti: 1) dekompresi ulkus / abses dengan insisi abses, 2) prosedur koreksi bedah
seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon
lengthening, partial calcanectomy 1,3.
10. Pencegahan
Hal dilakukan melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan tim spesialis
dan personil yang memberikan proses perawatan yang terkoordinasi. Anggota tim
mungkin termasuk ahli penyakit kaki, internis, dokter mata, ahli endokrinologi,
spesialis penyakit menular, ahli jantung, nefrologi, ahli bedah vaskular, ahli bedah
ortopedi, perawat dan ahli ortotis. Pendidikan pasien dan keluarga mengasumsikan
peran utama dalam pencegahan. Pendidikan semacam itu mencakup pengajaran dalam
penilaian glukosa, pemberian insulin, diet, pemeriksaan dan perawatan kaki setiap
hari, alas kaki yang tepat, dan perlunya pengobatan segera terhadap lesi baru.
Kunjungan podiatrik yang dijadwalkan secara teratur, termasuk debridemen kalus dan
kuku kaki, adalah kesempatan untuk pemeriksaan kaki dan memberkan pendidikan
kepada pasien yang sering. Stratifikasi risiko berdasarkan pada adanya faktor risiko
penyebab predisposisi, termasuk riwayat ulkus sebelumnya, juga berfungsi sebagai
panduan untuk frekuensi kunjungan perawatan kaki 3.
Dengan mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dan menyesuaikan program
pencegahan perawatan kaki secara keseluruhan, kejadian ulkus dan amputasi
ekstremitas bawah dapat dikurangi. Sepatu terapeutik tanpa tekanan dan alas kaki yang
tinggi merupakan perawatan tambahan yang penting yang dapat mengurangi
terjadinya ulkus dan amputasi pada pasien berisiko tinggi. Namun demikian, pasien
dengan kelainan bentuk kaki yang tidak dapat diakomodasi oleh alas kaki terapi
standar harus memiliki sepatu khusus yang sesuai, kedalaman. Jika cacat struktural
tidak dapat diakomodasi oleh alas kaki terapeutik, koreksi bedah profilaksis harus
dipertimbangkan, namun pasien harus dipilih dengan cermat. Pasien diabetes yang
berisiko terkena lesi kaki harus dididik tentang faktor risiko dan pentingnya perawatan
kaki termasuk kebutuhan untuk pemeriksaan diri dan pengawasan, pemantauan suhu
kaki, kebersihan kaki sehari-hari yang sesuai, penggunaan alas kaki yang tepat, kontrol
diabetes yang baik. Penilaian suhu kaki telah ditunjukkan untuk mengurangi kejadian
tukak kaki 10 kali lipat dibandingkan dengan perawatan pencegahan standar 3.
11. Komplikasi kaki diabetik
a. Risiko infeksi
Infeksi umum terjadi pada pasien diabetes dan seringkali lebih parah daripada
infeksi yang ditemukan pada pasien nondiabetes. Orang dengan diabetes memiliki
peningkatan risiko untuk mengembangkan infeksi dalam bentuk apapun dan
beberapa kali berisiko terkena osteomielitis. Didokumentasikan dengan baik bahwa
infeksi kaki diabetik sering bersifat polymicrobial. Hyperglycemia, gangguan
respon imunologis, neuropati, dan penyakit arteri perifer adalah faktor predisposisi
utama yang menyebabkan infeksi kaki diabetes yang mengancam jiwa. Diabetes
yang tidak terkontrol mengakibatkan gangguan kemampuan host leukosit untuk
melawan bakteri patogen, dan iskemia juga mempengaruhi kemampuan melawan
infeksi karena pemberian antibiotik ke tempat infeksi terganggu. Akibatnya, infeksi
dapat berkembang, menyebar dengan cepat, dan menghasilkan kerusakan jaringan
yang signifikan dan ireversibel. Bahkan walaupun dengan adanya perfusi arteri
yang memadai, namun neuropati sensoris perifer yang mendasari seringkali
memungkinkan perkembangan infeksi melalui jalan kaki terus menerus atau
terlambat dalam pengenalan 3.
b. Risiko terjadinya charcot neuropathic osteoarthropathy (cn)
Charcot neuropathic osteoarthropathy (cn), yang biasa disebut sebagai kaki
charcot, adalah kondisi yang mempengaruhi tulang, sendi, dan jaringan lunak kaki
dan pergelangan kaki, yang ditandai dengan peradangan pada fase paling awal.
Interaksi beberapa faktor komponen (diabetes, neuropati sensorik, neuropati
motorik, trauma, dan kelainan metabolik tulang) menghasilkan kondisi inflamasi
lokal yang akut yang dapat menyebabkan berbagai tingkat dan pola penghancuran
tulang, subluksasi, dislokasi, dan deformitas. Deformitas ciri yang terkait dengan
kondisi ini adalah kolapsnya midfoot, digambarkan sebagai kaki "rocker-bottom".
Nyeri atau ketidaknyamanan mungkin merupakan ciri gangguan ini pada
tahap aktif (akut), namun tingkat rasa sakit dapat berkurang secara signifikan bila
dibandingkan dengan individu dengan sensasi normal dan tingkat cedera yang
setara 10.
Tidak ada penyebab tunggal untuk pengembangan kaki charcot, namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangannya, dan juga sejumlah
peristiwa yang memicu terjadinya presipitasi. Keyakinan saat ini adalah bahwa
sekali penyakit ini dipicu pada individu yang rentan, hal itu dimediasi melalui
proses peradangan yang tidak terkontrol di kaki. Peradangan ini menyebabkan
osteolisis dan secara tidak langsung bertanggung jawab atas fraktur dan dislokasi
progresif yang menjadi ciri penyajiannya. Bukti untuk mendukung hipotesis ini
sebagian besar bersifat tidak langsung. Refleks vaskular yang dimediasi secara
neurologis yang mengarah ke peningkatan aliran darah tepi dan resorpsi tulang aktif
telah diusulkan sebagai faktor etiologis dalam pengembangan penghancuran tulang
dan sendi pada pasien neuropati 10.

Gambar 12. "rocker-bottom" 10


C. Risiko amputasi

Faktor risiko yang sama yang menjadi predisposisi ulkus juga dapat
dipertimbangkan secara umum sebagai penyebab amputasi, walaupun dengan
beberapa modifikasi. Sementara penyakit arteri perifer mungkin tidak selalu menjadi
faktor risiko independen untuk ulkus saat mengendalikan neuropati, namun dapat
menjadi faktor risiko yang signifikan untuk amputasi. Insiden amputasi adalah 4
sampai 7 kali lebih besar untuk pria dan wanita diabetes daripada nondiabetes.
Penurunan perfusi arteri bisa menjadi penyebab terisolasi untuk amputasi dan faktor
predisposisi gangren. Diagnosis dini, pengendalian faktor risiko, dan manajemen
medis serta revaskularisasi tepat waktu dapat membantu menghindari terjadinya
amputasi 3.
Infeksi merupakan faktor risiko yang signifikan dalam kausal terhadap amputasi.
Kurangnya penyembuhan luka, sepsis sistemik, atau infeksi yang tidak terus menerus
dapat menyebabkan nekrosis jaringan dan gangren luas, memerlukan amputasi untuk
mencegah kehilangan anggota tubuh lebih proksimal. Ini termasuk infeksi jaringan
lunak dengan kerusakan jaringan yang parah, abses dalam rongga, atau osteomielitis.
Debridement yang memadai mungkin memerlukan amputasi pada tingkat tertentu
sebagai sarana untuk menghlangkan semua bahan yang terinfeksi 3.
Faktor risiko amputasi lain yang sering dijelaskan adalah hiperglikemia kronis
yang dapat menyebabkan komplikasi sistemik meliputi neuropati perifer,
mikroangiopati, gangguan mikrosirkulasi, fagositosis leukosit terganggu, dan
glikosilasi protein jaringan. Masing-masing memiliki efek buruk pada kaki diabetik:
mereka dapat berkontribusi pada etiologi ulserasi kaki, menunda penyembuhan luka
normal, dan kemudian menyebabkan amputasi 3.
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama `: Ny. Sudarmin
Umur `: 52 tahun
Jenis Kelamin``` : Perempuam
Agama : Islam
Alamat : Desa Karya Jaya, Siotampina
Tanggal Masuk : 02 Januari 2019 (Perawatan Interna)
04 Januari 2019 (Perawatan Bedah)
No. Rekam Medik : 50. 21. 62

Anamnesis
Heteroanamnesis, anamnesis kepada pasien dan orang terdekat (anak pasien), pada 05
Januari 2019
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Anamnesis Terpimpin :
Pasien konsul dari interna dengan DM tipe 2 disertai luka pada kaki kiri. Kaki
pasien awalnya tertusuk tulang ikan yang tidak disadarinya sekitar 10 hari sebelum masuk
rumah sakit, luka dibiarkan dan mulai membesar dan menghitam pada jari III kaki kiri
sekitar 6 hari berikutnya. Selain itu, ibu jari kaki kanan terdapat luka yang muncul 7 hari
SMRS, terkena suhu panas yang tidak disadarinya, luka membesar dan tidak sembuh,
awalnya bengkak kemudian terkelupas. 3 hari smrs, pasien demam selama 2 hari. Sekitar
> 1 tahun pasien mengeluh kesemutan pada kedua tungkai bawah, dan mati rasa pada
kedua kaki, serta terjadi penebalan (kalus) pada kaki pasien.
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat luka sebelumnya (+) dikaki kiri sekitar 1 tahun yang lalu dan mengering
Riwayat DM (+) sekitar 12 tahun, tidak rutin berobat
Riwayat hiperkolestrolemia (+) sejak lama
Riwayat HT (+) tidak rutin berobat.
Riwayat stroke, kelainan retina mata, ginjal, dan jantung, disangkal oleh pasien
Riwayat operasi :
Pasien tidak pernah masuk rumah sakit sebelumnya.
Riwayat Pengobatan :
1 hari sebelum masuk RS, pasien mendapatkan perawatan luka di PKM.
Riwayat alergi :
Alergi disangkal oleh pasien
Riwayat Kebiasaan :
Pasien dulu mempunyai berat badan berlebih karena pola makan yang tidak teratur, dan
jarang berolahraga.
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluarga dengan DM (+) yaitu orang tua pasien

PEMERIKSAAN FISIK (05 Januari 2019)


Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis, E4 M6 V5
TB : 158 cm
BB : 65 kg
IMT : 26 kg/m2
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37 oC
Vas :3
Kepala : Normocephaly
Mata : Conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Hidung : Septum deviasi -/-, sekret -/-
Telinga : Liang telinga lapang, serumen -/-
Mulut : Sianosis (-), caries (-), stomatitis (-), candidiasis (-)
Leher : KGB tidak teraba membesar
Tenggorok : Faring tidak hiperemis, Tonsil T1/T1
Jantung : Bunyi jantung I dan II murni reguler
Paru : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen :
Inspeksi : Perut cembung ikut gerak napas (+), distensi abdomen (-), darm
contour (-), darm steifung (-)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal, metalic sound (-)
Palpasi : Defans Muscular (-), organomegali (-), massa (-)
Perkusi : Timphani (+)
Alat genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung :
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
Nyeri ketok : (-)
Auskultasi : BP vesikuler
Gerakan : Dalam batas normal
Ekstremitas atas : Akral hangat. CRT<2”, tidak ada edema dan sianosis
Status Lokalis
Regio Pedis Sinistra
Inspeksi : Ulkus (+), push (+), jaringan nekrotik (+), kalus (+),
deformitas (+), gangrene digiti III pedis sinistra.
Palpasi : Nyeri tekan (-), teraba dingin (-)
ROM : Gerak aktif (+)
NVD : CRT < 2 detik, sensibilitas menurun.
Regio Pedis Dekstra
Inspeksi : Ulkus (+), jaringan nekrotik (+) pada digiti I
Palpasi : Nyeri tekan (-), teraba dingin (-)
ROM : Gerak aktif (+)
NVD : CRT < 2 detik, sensibilitas menurun.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13,4 103/mm3
RBC : 3,96 106/mm3
HGB : 10,0 g/dl
HCT : 27,8 %
MCV :76 L µm3
MCH :27,3 L pg
MCHC :34,0 g/dL
PLT : 347 103/mm3
LYMPH : 1,7 103/mm3
MON : 0,4 103/mm3
GRA :11,3 103/mm3
GDS : 375 mg /dl
Ureum : 50 mg/dl
SC : 1,0 mg/dl
GFR : 65 mL/min
FOTO KLINIS

Gambar 13. Foto klinis pedis sinistra

Gambar 14. Foto klinis pedis


dekstra

DIAGNOSA
Gangren digiti III pedis sinistra + ulkus DM pedis dekstra
DM tipe 2
RENCANA TERAPI
Terapi Konservatif
Rawat luka + ganti verban
Imobilisasi kaki
Bed rest
Diet 1300 kalori
Terapi Farmakologis
IVFD RL
Antibiotik
Analgetic
H2R antagonis
Insulin
Rencana operasi: Amputasi jari III pedis sinistra + debridement pedis dekstra dan
sinistra.
Follow Up
Tgl Follow up
05/01 S : Luka pada ke dua kaki P:
O: T : 140/90 mmHg  IVFD RL 500cc/24jam
N : 76 x/menit  Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
R : 20 x/menit  Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
S : 36,6 0C  Antrain 1 amp / 12 jam / IV
SpO2 : 99 %  Novorapid 10-10-10 iu/SC
GDP: 304 mg/dl  Levemir 0-0-0-10 iu / SC
A: Gangren digiti III pedis sinistra +
 Bed rest
ulkus DM pedis dekstra
 Imobilisasi kaki
DM II
 Diet 1300 kalori
 GV
 Rawat luka
06/01 S : Luka pada ke dua kaki P:
O: T : 145/94 mmHg  IVFD RL 500cc/24jam
N : 84 x/menit  Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
R : 20 x/menit  Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
S : 36,4 0C  Antrain 1 amp / 12 jam / IV
SpO2 : 98 %  Novorapid 10-10-10 iu/SC
GDP: 259 mg/dl  Levemir 0-0-0-10 iu / SC
A: Gangren digiti III pedis sinistra +
 Bed rest
ulkus DM pedis dekstra
 Imobilisasi kaki
DM II
 Diet 1300 kalori
 GV
 Rawat luka
 Puasa  rencana operasi besok

7/01 S : Luka pada ke dua kaki P:


O: T : 140/90 mmHg  IVFD RL 500cc/24jam
N : 78 x/menit  Operasi amputasi digiti III pedis
R : 20 x/menit sinistra + Debridement pedis
S : 36,7 0C dektra et sinistra
SpO2 : 99 %  Instruksi post op:
GDP: 215 mg/dl  Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
A: Gangren digiti III pedis sinistra +  Metronidazole 1 gr / 12 jam / IV
ulkus DM pedis dekstra  Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
DM II
 Ketorolac 30 mg / 12 jam / IV
 Novorapid 10-10-10 iu / SC
 Levemir 0-0-0-12 iu / SC

8/01 S : Post Op Hari I P:


O: T: 150/90 mmHg  IVFD RL 500cc/24jam
N: 86 x/menit  Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
R: 20 x/menit  Metronidazole 1 gr / 12 jam / IV
S : 36,5 0C  Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
SpO2: 97 %  Ketorolac 30 mg / 12 jam / IV
GDP : 195 mg/dl  Novorapid 10-10-10 iu / SC
VAS : 4
 Levemir 0-0-0-12 iu / SC
A: Gangren digiti III pedis sinistra +
 Bed rest
ulkus DM pedis dekstra
DM II  Imobilisasi kaki
 Diet 1300 kalori

9/01 S : POH II, nyeri berkurang. P:


O: T: 140/90 mmHg
N: 77x/menit (ireguler)
R: 20 x/menit
S : 36,6 0C
SpO2: 99 %
VAS : 3
Verban basah
GDP : 28 mg/dl  IVFD RL 500cc/24jam
A: Gangren digiti III pedis sinistra +  Ceftriaxone 1 gr / 12 jam / IV
ulkus DM pedis dekstra  Metronidazole 1 gr / 12 jam / IV
DM II  Ranitidine 50 mg / 12 jam / IV
 Ketorolac 30 mg / 12 jam / IV
 Novorapid 10-10-10 iu / SC
 Levemir 0-0-0-12 iu / SC
 Diet 1300 kalori
 Bed rest
 Imobilisasi kaki
 GV
 Rawat luka

10/01 S : POH III P:


O: T: 140/90 mmHg  Aff infus
N: 70x/menit (ireguler)  Levofloxacin 2x500 mg / PO
R: 20 x/menit  Paracetamol 2x500 mg /PO
S : 36,5C  Ranitidine 2x150 mg / PO
SpO2: 99 %  Novorapid 10-10-10 iu / SC
GDP : 267 mg/dl  Levemir 0-0-0-12 iu / SC
A: Gangren digiti IIIpedis sinistra +
 GV
ulkus DM pedis dekstra
 Rawat luka
DM II
 Boleh pulang
BAB IV
PEMBAHASAN

Kaki diabetes adalah komplikasi jangka panjang dari hiperglikemia kronis pada
penderita DM. Faktor risiko terjadinya kaki diabetes diantaranya angiopati, neuropati,
infeksi. Pada anamnesis, pasien mengalami luka pada kaki kiri akibat tertusuk tulang
ikan, dan ibu jari kaki kanan akibat terkena suhu panas. Luka-luka tersebut tidak disadari
oleh pasien. Selain itu, sekitar > 1 tahun pasien mengeluh kesemutan pada kedua tungkai
bawah, dan mati rasa pada kedua kaki, serta terjadi penebalan (kalus) pada kaki pasien
yang disebabkan karena kaki pasien sudah mengalami gangguan neuropati.
Gangguan neuropati ini disebabkan oleh gangguan mikrosirkulasi karena terjadi
kekurangan aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf yang kemudian
menyebabkan degenarasi dari serabut saraf. Di sisi lain, karena perfusi jaringan bagian
distal kurang baik akibat gangguan mikrosirkulasi, ulkus akan berkembang menjadi
nekrosis / gangrene yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan
amputasai. Pada anamnesis didapatkan pada jari III kaki kiri menghitam sekitar 6 hari
berikutnya.

Terdapat beberapa faktor lain terjadinya kaki diabetik yang terdapat pada pasien
diantaranya usia pasien yaitu 52 tahun, dimana usia yang semakin tua akan lebih berisiko
terjadinya kaki diabteik. Faktor risiko perilaku, dimana pasien tidak memperhatikan
kerentanan kaki sehingga mudah mengalami luka. Ulserasi terdahulu (inilah faktor risiko
paling utama dari ulkus), pada pasien terdapat riwayat luka sebelumnya (+) dikaki kiri
sekitar 1 tahun yang lalu dan mengering.

Keadaan hiperglikemia pada DM mengakibatkan inflamasi yang ditandai dengan


peningkatan pelepasan sitokin proinflamasi sehingga dapat menimbulkan efek
antieritropoietin. Selain itu, dapat meningkatkan apoptosis eritrosit yang imatur sehingga
eritrosit dalam sirkulasi semakin berkurang dan kadar Hb juga akan berkurang. Proses
inflamasi dan defisiensi eritropoietin tersebut dapat mengakibatkan penurunan kadar Hb,
Ht, eritrosit, serta dapat dikaitkan dengan anemia normokromik normositik yang
merupakan karakteristik anemia penyakit kronis. Kerusakan sel spesifik dan vaskular
pada tubulointerstisial ginjal, serta inflamasi sistemik yang terjadi karena kerusakan
tersebut mengakibatkan gangguan pelepasan eritropoietin oleh ginjal. Selain itu, pada
penderita DM dijumpai leukosit yang meningkat. Hal ini terbukti pada pemeriksaan
laboratorium yang ditemukan pada pasien yaitu WBC : 13,4 103/mm3, RBC: 3,96
106/mm3, HGB: 10,0 g/dl, HCT: 27,8 %, GDS: 375 mg /dl, Ureum: 50 mg/dl, SC: 1,0
mg/dl.

Untuk penanganan kaki diabetikum yaitu meliputi menangani hiperglikemia.


Konsentrasi glukosa darah diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki
berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka.
Umumnya diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi
harus diperhatikan dan diperbaiki. Pada kasus terapi diberikan insulin dan memperbaiki
status nutrisi dengan diet kalori 1300 kalori.

Debridement jaringan nekrotik merupakan penanganan yang baik dalam


pengobatan luka kronis karena luka tidak akan sembuh dan jaringan yang rusak akan
membahayakan pertumbuhan bakteri. Dari kelima jenis debridement (bedah, enzimatik,
autolitik, mekanik, biologis), hanya debridement bedah yang terbukti berkhasiat dalam
uji klinis. Reseksi sendi atau amputasi parsial kaki diperlukan jika osteomielitis, infeksi
sendi, atau gangren terjadi . Untuk Antibiotic lini pertama yang harus diberikan yaitu
spectrum luas mencakup kuman gram positif dan negative (misanya golongan
sefalosporin), dikombinasikan dengan antibiotic terhadap kuman anaerob (misalya
metronidazole). Pada kasus penanganan lain yang diberikan yaitu pemberian kombinasi
antibiotic ceftriaxone dan metronidazole secara intravena serta tindakan debridement
bedah dan amputasi pada jari kaki yang mengalami gangrene.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, Waspadji S,


et al (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keenam. Jakarta. Internal
Publishing, 2014;2323-2345.\
2. Teik H, Richard D, Janice T. Diabetic foot disease and oedema. The British Journal
of Diabetes & Vascular Disease. 2012. 13(1) 45–50
3. Robert K, ect. Diabetic Foot Disorders: a Clinical Practice Guideline (2006 version).
The Journal of Foot and Ankle Surgery. 2006. Volume 45, number 5.
4. Sjamsuhidajat R, Warko K, Theddeus OP, Reno R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: EGC, 2010: 578-580
5. Boulton A, Henry C, Peter R. The Foot in Diabetes Third Edition. 2000
6. Gerassimidis T, Karkos C, Karamanos D, Kamparoudis A. Current Endovascular
Management of the Ischemic Diabetic Foot. Quarterly Medical Journal. 2008: 67-73
7. Kota SK, Meher LK, Satyajit S, Sudeep M, Kritikumar DM. Surgical
Revascularisation Technique For Diabetic Foot. Cardiovascular Journal. 2013: 79-83
8. Mary G. Hochman, MD, Yvonne Cheung, MD, David P. Brophy, MD, FFRRCSI,
FRCR, MSCVIR, Hochmar MG, Yvonne C, David P, Anthony P. Imaging of the
Diabetic Foot. 2013
99m
9. Asli IN, etc. The Diagnostic Value of Tc-IgG Scintigraphy in the Diabetic Foot
99m
and Comparison with Tc-MDP Scintigraphy. Journal of Nuclear Medicine
Technology. 2011 vol. 39 no. 3 226-230
10. Rogers LC etc. The Charcot Foot in Diabetes. American Diabetes Association and
the American Podiatric Medical Association, 2011: 34:2123–2129.
11. American College of Sport Medicine (ACSM). Starting a walking program.
[Internet]. 2011.
[diambil tanggal 20 Oktober 2015]. dari: https://www.acsm.org.
12. Bhutani S, Vishwanath G. Hyperbaric oxygen and wound healing. Indian J Plast
Surg. 2012;45:316-24.
13. Barbieri, J., Fontela, P. C., Winkelmann, E. R., Zimmermann, C. E. P., Sandri, Y.
P., Mallet, E. K. V. & Frizzo, M. N. 2015, 'Anemia in patients with type 2 diabetes
mellitus', Anemia, vol. 2015, no. 354737, pp. 1-7. doi: 10.1155/2015/354737

Anda mungkin juga menyukai