Anda di halaman 1dari 20

The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist

Vol.1No.2, Mei 2018


p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus


Say, 1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan
Metode PCR-RAPD

Anindita Riesti Retno Arimurti1


Prodi D3 Teknologi Laboratorium Medik, FIK, Universitas Muhammadiyah Surabaya
1)
aninditariesti@fik.um-surabaya.ac.id

ABSTRACT
Mosquito Culex quinquefasciatus is a vector of
Tanggal Submit: nematode worms, namely Wuchereria bancrofti which is the
2 Mei 2018
cause of filariasis in tropical and subtropical
Tanggal Review: countries. Distributed of Cx. quinquefasciatus is widely in
18 Mei 2018 Indonesia with differences the geographical, resulting in the
adaptation to the environment and may results in a high
Tanggal Publish variation, both phenotypic (morphology) and genotypic
Online: (genetic) variation. This study aims was to determine the
23 Mei 2018 genetic diversity of mosquitoes Cx.quinquefasciatus as vector
filariasis in Pekalongan City and Regent. Genetic
characterization performed by PCR-RAPD using three primers,
ie OPA-11, OPA-12, and OPA-15. Data were analyzed by using
UPGMA algorithm and Simple Matching Coefficient and
presented as dendrogram. The results showed a high genetic
diversity with the polymorphisms up to 100%.

Keywords: Culex quinquefasciatus, vector, filariasis, PCR-


RAPD

PENDAHULUAN
Nyamuk Culex tubuh manusia ke nyamuk. Di tubuh
quinquefasciatus merupakan vektor nyamuk, mikrofilaria akan
cacing nematoda Wuchereria memendek, menjadi L-1. Kemudian
bancrofti yang merupakan penyebab menembus mukosa usus menuju
penyakit filariasis di negara tropis thoraks dan berkembang menjadi L-
dan subtropis (Barbosa et al., 2007). 2. Selanjutnya akan menuju ke
Nyamuk ini memiliki aktivitas pada kelenjar ludah (di bagian kepala) dan
malam hari. Pada malam hari, menjadi L-3. Jika nyamuk tersebut
mikrofilaria cacing W. bancrofti aktif menggigit manusia lagi, maka
berada di darah tepi tubuh penderita. nyamuk memindahkan larva (L-3)
Saat nyamuk Cx. quinquefasciatus W. bancrofti sehingga manusia sehat
menggigit, maka mikrofilaria dari akan terinfeksi W. bancrofti.
penderita tersebut akan pindah dari Menurut data WHO di tahun 1984,

42
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

lebih dari 90 juta orang diseluruh (genetik) (Ellegren, 2009). Variasi


dunia terinfeksi penyakit filariasis ini dapat disebabkan oleh seleksi,
(Maheswaran et al., 2008). Habitat rekombinasi, dan mutasi (Frankham
nyamuk Cx. quinquefasciatus adalah et al., 2002).
genangan air hujan, drainase yang Penanda molekuler
terhambat, dan tempat – tempat merupakan suatu analisis dengan
dengan genangan air yang kotor. teknik PCR (Polymerase Chain
Filariasis merupakan masalah Reaction) yang efektif untuk
kesehatan masyarakat di Indonesia, mengetahui variasi genetik. Penanda
khususnya didaerah endemik seperti RAPD merupakan pengembangan
Pekalongan, Jawa Tengah. teknik PCR dan banyak digunakan
Berdasarkan data Depkes RI, jumlah untuk analisis variasi genetik pada
penderita filariasis kronis hingga serangga. Penanda RAPD telah
Oktober 2009 mencapai 11.699 digunakan dalam analisis variasi
kasus, tersebar di 386 kabupaten atau genetik nyamuk Cx. quinquefasciatus
kota di Indonesia (DEPKES, 2009). dari India (Sharma et al., 2009).
Oleh karena itu harus dicegah Hasil penelitian tersebut
terjadinya penularan hingga menunjukkan penanda RAPD dapat
munculnya kecacatan akibat filariasis mendeteksi variasi antara individu
melalui pengobatan massal di dalam suatu populasi dan variasi
wilayah endemik, menghindarkan antar populasi yang berbeda letak
diri dari gigitan nyamuk, juga geografisnya.
membersihkan lingkungan yang Sejauh ini masih sangat
menjadi tempat perindukan nyamuk. terbatas informasi mengenai
Distribusi Cx. penelitian yang mengungkap variasi
quinquefasciatus yang luas di genetik nyamuk Cx. quinquefasciatus
wilayah Indonesia dengan perbedaan di Indonesia, khususnya di Kota dan
letak geografis, mengakibatkan Kabupaten Pekalongan, sehingga
adanya adaptasi terhadap lingkungan perlu dilakukan penelitian ini.
sehingga menyebabkan terjadinya
variasi yang tinggi, baik variasi
fenotip (morfologi) maupun genotip

43
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

METODE PENELITIAN Tabel 1. Sampel nyamuk Cx.


quinquefasciatus yang digunakan dalam
A. Bahan Penelitian penelitian
Kode Sampel Lokasi
Bahan yang digunakan dalam Sampling
KT/BB/IN/3/003
penelitian ini adalah nyamuk Cx.
KT/BR/IN/3/001
quinquefasciatus betina dari wilayah KT/CR/IN/3/003
KT/AB/IN/6/002 Kota
Kota dan Kabupaten Pekalongan, KT/AR/IN/2/001 Pekalongan
KT/CB/IN/6/002
Jawa Tengah (Tabel 1). KT/AR/OUT/3/001
Bahan yang digunakan saat KT/AB/OUT/3/001
KT/BB/OUT/4/001
sampling nyamuk Cx. KT/BR/OUT/4/001
KT/CR/OUT/4/001
quinquefasciatus antara lain KT/CB/OUT/4/001
KB/AB/IN/3/001
kloroform untuk membius nyamuk KB/AR/IN/3/001
dan kertas label. KB/BB/IN/3/001
KB/BR/IN/3/001
Sedangkan bahan yang KB/AB/IN/4/001
KB/AR/IN/2/001 Kabupaten
digunakan untuk analisis variasi KB/AR/IN/6/001 Pekalongan
KB/BB/IN/4/003
genetik meliputi: Kit isolasi DNA
KB/BR/IN/2/001
®Fermentas : GeneJET Genomic KB/CB/OUT/1/001
KB/CR/OUT/3/003
DNA Purification Kit, gel agarosa KB/BB/OUT/4/001
KB/BR/OUT/2/004
1,75 %, buffer TBE 1X, dan etidium KB/CB/OUT/6/001
bromide (EtBr), primer RAPD, yaitu KB/CR/OUT/2/001
KB/CR/OUT/5/002
OPA-11, OPA-12, OPA-15, PCR Kit
B. Alat Penelitian
®Fermentas (DreamTaqTM Green
Alat yang digunakan dalam
PCR Master Mix (2x)), ethanol 70%,
penelitian ini dibedakan menjadi dua
PBS, akuabides (water nukleasefree),
macam, yaitu :
akuades steril, alumunium foil, dan
1. Alat untuk sampling nyamuk Cx.
ladder DNA (marker) 100 – 3000 bp
quinquefasciatus antara lain
®Vivantis.
sweep net untuk menjaring
nyamuk, aspirator, paper cup
yang ditutup kain kasa, mikroskop
dan buku identifikasi untuk
mengidentifikasi jenis nyamuk
yang didapatkan.

44
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

2. Sedangkan untuk analisis tempat dan waktu penangkapan. Lalu


polimorfisme DNA digunakan dibawa ke Laboratorium Parasitologi
mortar dan pestel, ultracentrifuge UGM untuk diidentifikasi.
(Gyrozen Co., Ltd.), vortex mixer, Identifikasi nyamuk
refrigerator, pipet mikro menggunakan mikroskop dan buku
(eppendorf pippet) P2, P100, dan identifikasi yaitu Borror (1992) dan
P1000, Thermal cycler PCR Stojanovich et al., (1965),
Machine (Boeco), elektroforator berdasarkan karakter morfologi tiap
(Mini Run Gel Electrophoresis nyamuk. Identifikasi dilakukan
System GE-100), UV dengan mengamati persamaan antara
transilluminator (BioRad), ice bentuk antena, panjang proboscis
box, microwave, inkubator, dan palpus, dan warna abdomen.
autoclave dan kamera digital Nyamuk yang digunakan sebagai
untuk memfoto hasil sampel penelitian adalah nyamuk Cx.
elektroforesis. quinquefasciatus betina.
C. Cara Kerja 2. Analisis Variasi Genetik
1. Sampling Nyamuk Cx. a. Isolasi DNA
quinquefasciatus Isolasi DNA nyamuk Cx.
Penangkapan dilakukan tiap
quinquefasciatus menggunakan Kit
dua jam sekali, dimulai pukul 18.00
isolasi GeneJET Genomic DNA
– 06.00. Selama 40 menit pertama
Purification Kit ®Fermentas dengan
dilakukan penangkapan nyamuk saat
prosedur kerja sesuai dengan
nyamuk sedang menggigit manusia
prosedur dari GeneJET Genomic
(biting) dengan aspirator. Kemudian
DNA Purification Kit ®Fermentas.
10 menit berikutnya dilakukan
Seluruh tubuh nyamuk digerus.
penangkapan nyamuk saat istirahat
Setelah itu, ditambahkan 200µl PBS
(resting) disekitar lokasi dengan
kemudian dimasukkan ke
menggunakan sweep net.
microcentrifuge tube. Selanjutnya
Penangkapan nyamuk dilakukan di
ditambah 180 µl Digestion solution
dalam dan di luar rumah secara
dan 20 µl proteinase-K lalu di-
bersamaan. Nyamuk – nyamuk yang
vortex,di-spindown, dan diinkubasi
tertangkap dikumpulkan dalam paper
pada 56°C dengan menggunakan
cup dan diberi label sesuai dengan

45
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

inkubator selama 3 jam. Kemudian b. PCR dengan Metode RAPD


sampel dikeluarkan dan ditambahkan DNA nyamuk Cx.
20 µl RNase A, lalu di-vortex dan quinquefasciatus yang telah diisolasi
diinkubasi pada suhu ruang selama dikeluarkan dari freezer -20oC lalu
10 menit. Kemudian ditambahkan di-thawing menggunakan tangan lalu
200 µl Lysis solution dan di-vortex di-vortex dan spindown. DNA
selama 15 detik, lalu ditambahkan nyamuk Cx. quinquefasciatus akan
400 µl 50% ethanol dan di-vortex. digunakan sebagai template DNA.
Selanjutnya suspensi Tahap selanjutnya dibuat mix ramuan
dipindahkan ke column, disentrifuge untuk PCR dengan komposisi seperti
6600 rpm selama 1 menit. pada Tabel 2 .
Supernatant diluar column dibuang. Tabel 2. Komposisi Reaksi PCR
Komposisi dalam Reaksi Volume yang
Kemudian ditambahkan 500 µl wash PCR Digunakan
Master Mix dream Taq 12,5 μl
buffer I, lalu disentrifuge 8800 rpm Primer RAPD (10 pmol/
1,5 μl
μl)
selama 1 menit. Supernatan diluar
DNA template (0,2 pg –
1 μl
column dibuang lagi. Kemudian 20 ng/ μl)
dH2O 10 μl
ditambahkan 500 µl wash buffer II Volume total 25 μl
lalu disentrifuge 13200 rpm selama 3
menit. Column dipindahkan ke Semua komponen tersebut

microcentrifuge tube dan disiapkan dalam PCR tube. Setelah

ditambahkan 200µl Elution buffer. tercampur semua, PCR tube tersebut

Kemudian diinkubasi selama 2 menit di-vortex dan di-spindown dengan

pada suhu ruang, lalu disentrifuge kecepatan 3000 rpm. Kemudian PCR

selama 1 menit dengan kecepatan tube dimasukkan ke Thermal cycler

8800 rpm. DNA dalam Elution buffer PCR Machine. Tahapan PCR yang

pada microcentrifuge tube diluar dilakukan sesuai pada Tabel 3.


Tabel 3. Tahapan PCR
column disimpan pada suhu -20ºC. Tahap Suhu Waktu
(ºC)
DNA yang diperoleh digunakan
Pre denaturation 94°C 3 menit
dalam proses PCR-RAPD Denaturation 94°C 30 detik
Annealing 36°C 1 menit
selanjutnya. Elongasi 72°C 2 menit
Post Elongasi 72°C 5 menit
Endless 4°C ∞
(Tiwari et al., 2004).

46
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

e. Visualisasi hasil PCR


dengan elektroforesis
Total siklus PCR diatas
TBE 1x dituangkan ke
adalah 45 siklus. Setelah proses PCR
elektroforesis kit sampai batas
selesai, dilanjutkan dengan proses
pertama. Kemudian gel agarosa yang
elektroforesis menggunakan agarosa
telah menjendal ditaruh di bagian
1,75% dalam buffer TBE 1x dan
tengah kit. Lalu hasil PCR sebanyak
digunakan DNA ladder sebagai
5µl dimasukkan ke sumuran gel
acuan pita-pita DNA yang
agarosa. Sumuran pertama diisi
tervisualisasi.
dengan ladder DNA sebagai penanda
c. Pembuatan buffer TBE 1x
dan sumuran selanjutnya diisi hasil
Sebanyak 50 ml buffer TBE
PCR. TBE 1x dituangkan sampai
10x diambil dan dimasukkan dalam
batas kedua elektroforator.
labu ukur 500 ml. Kemudian
Selanjutnya gel di-running dengan
ditambahkan akuades sampai batas
voltase 50V, selama 60 menit.
tanda, lalu digojog sampai tercampur
Kemudian elektroforator dimatikan
homogen.
dan gel agarosa direndam dalam
d. Pembuatan gel agarosa
Agarosa sebanyak 1,75 gram etidium bromide (EtBr) selama 30
dilarutkan kedalam 100 ml TBE 1X. menit. Setelah 30 menit, gel agarosa
Setelah itu dipanaskan dengan kemudian dipindahkan pada UV
microwave dengan suhu 120°C transiluminator untuk dilihat
selama 2 menit dan sampai larut. hasilnya dan difoto dengan kamera
Lalu didinginkan sampai kurang digital.
lebih 60oC. Setelah itu, larutan gel Etidium bromide (EtBr) yang
agarosa dituangkan secara perlahan digunakan dalam proses staining
ke cetakan dan dijaga agar tidak mempunyai konsentrasi 0,5 µg/ml
terdapat gelembung udara. Lalu dalam TBE 1x.
diletakkan sisir sumuran di bagian
atas cetakan. Ditunggu hingga
menjendal. Setelah menjendal, gel
agarosa disimpan dalam larutan TBE
1x.

47
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

HASIL DAN PEMBAHASAN optimum annealing. Seleksi primer


a. Identifikasi Cx. RAPD dilakukan karena tidak semua
quinquefasciatus
primer RAPD memiliki sekuens
Lokasi pengambilan sampel
yang homolog dengan sekuens
nyamuk baik di Kota maupun
tertentu pada utas DNA sampel. Pada
Kabupaten Pekalongan cenderung
penelitian ini diseleksi sembilan
sama, dicirikan dengan banyaknya
primer yaitu OPA 1, OPA 2, OPA 8,
saluran air menggenang, sangat
OPA 9, OPA 11, OPA 12, OPA 15,
kotor, dan penuh sampah. Setelah
OPA 16, dan OPA 20. Primer yang
diamati menunjukkan populasi larva
dipilih adalah primer yang dapat
nyamuk yang banyak. Pada
menghasilkan pita yang jelas
penelitian ini, hanya dikoleksi
(Wilkerson et al., 1993) serta
nyamuk dewasa yang diambil pada
banyaknya perbedaan dan variasi
tiga titik sampling, yaitu titik A, B,
genetik yang dapat dianalisis
dan C di rumah warga penderita
(Haymer, 1994). Dari kesembilan
filariasis dan sekitarnya.
primer tersebut diperoleh tiga
Pengambilan sampel nyamuk
primer, yaitu OPA 11, OPA 12, dan
dilakukan saat nyamuk menggigit
OPA 15.
atau biting (B) maupun terbang
Suhu optimum untuk
bebas atau resting (R). Selain itu
annealing pada penelitian ini adalah
dibedakan juga antara didalam
37ºC untuk semua primer. Nilai Tm
ruangan (indoor) maupun diluar
(Temperatur melting) (Tabel 4.) pada
ruang (outdoor). Hasil sampling
masing-masing primer digunakan
kemudian diidentifikasi. Beberapa
sebagai landasan optimasi suhu
sampel nyamuk Cx. quinquefasciatus
annealing. Suhu optimum dapat
betina kemudian dianalisis
diperoleh dengan cara nilai Tm
genotipnya.
dikurangi 5. Namun, optimasi ini
b. Seleksi Primer dan
Optimasi Suhu Annealing dapat diperoleh antara suhu yang
Tahap terpenting dari
sama dengan nilai Tm hingga Tm-5
penelitian ini adalah seleksi primer
tergantung masing – masing
yang akan digunakan dalam proses
organisme.
PCR-RAPD dan penentuan suhu

48
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Seleksi primer perlu pada gel elektroforesis. Pita DNA


dilakukan untuk menentukan profil yang muncul pada semua individu
DNA yang dihasilkan. Sedangkan sampel disebut pita monomorfik,
optimasi suhu annealing sangat sedangkan pita yang muncul pada
diperlukan karena jika suhu beberapa individu tetapi tidak
annealing terlalu tinggi atau terlalu muncul pada individu lainnya disebut
rendah menyebabkan daerah yang pita polimorfik (Grosberg et al.,
teramplifikasi tidak spesifik (Harini 1996).
et. al., 2008). Menurut Grosberg et al.
Reaksi PCR-RAPD dilakukan (1996), jumlah pita yang
selama 45 siklus yaitu siklus teramplifikasi oleh primer tergantung
maksimal untuk metode PCR-RAPD. pada genom individu. Perbedaan ini
Pemilihan siklus ini diharapkan dapat dapat terjadi karena tiap – tiap
memaksimalkan jumlah amplikon individu memiliki urutan nukleotida
yang dihasilkan, sehingga sekuens yang berbeda – beda, sehingga
nukleotida yang diamplifikasi dapat beberapa pita DNApada suatu
lebih banyak. Semakin banyak individu teramplifikasi dan pada
sekuens nukleotida yang individu lainnya tidak. Pita DNA
diamplifikasi, semakin mudah dengan ukuran yang berbeda dari
menganalisis hasil amplifikasi. satu primer diasumsikan dari lokus
Tabel 4. Nilai Tm masing – masing primer yang berbeda, sehingga variasi
yang digunakan
Jenis Urutan Basa Tm ( °C) munculnya pita DNA dapat
Primer Nitrogen
( 3- 5-) digunakan sebagai dasar analisis
OPA-11 CAA TCG 39,5
CCGT
keanekaragaman genetik (Williams
OPA-12 TCG GCG 39,5 et al., 1990).
ATAG
OPA-15 TTC CGA 39,5 Pita – pita DNA yang
ACCC
diamplifikasi berulang kali akan

c. Analisis Hasil Amplifikasi terlihat jelas dan tebal, sedangkan


dengan PCR-RAPD pita DNA yang hanya diamplifikasi
Penelitian keanekaragaman
beberapa kali saja akan terlihat tipis.
genetik ini dengan metode PCR-
Akan tetapi tebal tipisnya pita DNA
RAPD dilakukan berdasarkan ada
tidak berpengaruh pada hasil
dan tidaknya pita (fragmen) DNA
49
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

amplifikasi, karena hasil metode dari sumuran gel. Hal ini dapat
PCR-RAPD dipengaruhi ada atau terjadi karena, molekul yang lebih
tidaknya pita DNA. Pemisahan pita – besar bergerak lebih lambat dalam
pita DNA mengguakan gel agarose gel elektroforesis (Grosberg et al.,
dengan prinsip dasar perbedaan berat 1996).
molekul. Pita DNA dengan berat Hasil amplifikasi pita DNA
molekul terbesar terletak paling semua sampel ditunjukkan pada
dekat dengan sumuran gel. Gambar 4 – 6.
Sedangkan pita DNA dengan berat
molekul terkecil berada paling jauh

(a)

(b)
Gambar 4. Hasil amplifikasi DNA Nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan primer OPA-11. (a)
DNA nyamuk Cx. quinquefasciatus dari Kota Pekalongan dan (b) DNA nyamuk dari Kabupaten
Pekalongan

50
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Dari Gambar 4. diatas, hasil Pekalongan. Selain itu ada juga pita
amplifikasi nyamuk Cx. DNA spesifik pada ukuran 600 bp
quinquefasciatus pada kedua lokasi pada sampel ARI 2 dan 450 bp pada
dengan primer OPA-11 diperoleh sampel BRI 2 dari Kabupaten
132 pita DNA polimorfik. Pita DNA Pekalongan.
pada ukuran 900 bp merupakan pita
DNA spesifik karena hanya muncul
pada sampel CRO 4 dari Kota

(a)

(b)
Gambar 5. Hasil amplifikasi DNA Nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan primer OPA-12. (a)
DNA nyamuk Cx. quinquefasciatus dari Kota Pekalongan dan (b) DNA nyamuk dari Kabupaten
Pekalongan

51
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Dari Gambar 5. diatas, hasil pada ukuran 650 bp merupakan pita


amplifikasi nyamuk Cx. DNA spesifik karena hanya muncul
quinquefasciatus pada kedua lokasi pada sampel CRO 3 dari Kabupaten
dengan primer OPA-12 diperoleh Pekalongan.
139 pita DNA polimorfik. Pita DNA

(a)

(b)
Gambar 6. Hasil amplifikasi DNA Nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan primer OPA-15. (a)
DNA nyamuk Cx. quinquefasciatus dari Kota Pekalongan dan (b) DNA nyamuk dari Kabupaten
Pekalongan

Dari Gambar 6. diatas, hasil pada ukuran 750 bp merupakan pita


amplifikasi nyamuk Cx. DNA spesifik karena hanya muncul
quinquefasciatus pada kedua lokasi pada sampel BRI 3 dan pita ukuran
dengan primer OPA-15 diperoleh 350 bp pada sampel BBI 3 dari
163 pita DNA polimorfik. Pita DNA Kabupaten Pekalongan.

52
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Berdasarkan Gambar 4 – 6. datang pada lokasi tersebut, sehingga


diatas, ketiga primer yang digunakan, terjadi perbedaan induk dan dapat
yaitu OPA-11, OPA-12, dan OPA-15 menimbulkan variasi genetik.
menghasilkan pita spesifik, sehingga Selain itu faktor seleksi alam,
primer tersebut optimal untuk spesies yaitu adanya perubahan kondisi
Cx. quinquefasciatus. Pita spesifik lingkungan juga mendukung
adalah pita yang muncul pada sampel terjadinya variasi genetik, karena
tertentu dengan primer tertentu juga. dengan adanya perubahan
Dengan adanya pita DNA spesifik lingkungan maka nyamuk akan
pada individu tertentu, kemungkinan melakukan adaptasi lingkungan,
merupakan variasi genetik individu kemudian menyebabkan perubahan
tersebut. fenotip dan kelamaan akan
Variasi genetik dalam suatu mempengaruhi genotipnya. Menurut
spesies seringkali dipengaruhi oleh Frankham et al. (2002), individu
perilaku reproduksi individu – dengan genotip yang sama dapat
individu dalam populasi tersebut memiliki fenotip berbeda, dan
(Indrawan dkk., 2007). Hal ini sebaliknya individu dengan fenotip
berkaitan dengan pemilihan individu sama dapat memiliki genotip yang
yang akan dijadikan pasangannya berbeda. Hal ini disebabkan adanya
dan pemilihan ini berlangsung secara interaksi antara genotip dengan
acak sehingga terjadi perkawinan faktor lingkungan sehingga
acak (random mating). Menurut menyebabkan perbedaan ekspresi
Frankham et al. (2002), populasi – genotip menjadi fenotip akibat
populasi besar yang secara alami pengaruh lingkungan. Faktor – faktor
melakukan perkawinan acak, dapat yang mempengaruhi kemampuan
memiliki variasi genetik yang tinggi nyamuk (serangga) beradaptasi
karena keturunan akan menerima dengan lingkungannya (Rismayadi,
kombinasi gen – gen dari 2005) :
parentalnya. Adanya aliran gen (gen 1. Ukuran tubuh dan habitat
flow) disebabkan individu pada suatu yang efektif
lokasi tertentu dapat melakukan Sebagian besar serangga
perkawinan dengan individu yang vektor penyakit berukuran

53
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

kecil, sehingga 4. Hewan penutup tubuh


mempunya relung Penutup tubuh serangga
ekologis luas, sebab tersusun dari kitin yang
mampu mengeksploitasi memiliki fleksibilitas
berbagai jenis habitat. namun secara periodik
Kemampuan terkelupas dan digantikan
mengeksploitasi habitat jaringan baru seiring
inilah yang menyebabkan pertumbuhan serangga
serangga dijumpai dimana 5. Kemampuan untuk
– mana (cosmopolitan) terbang
2. Kemelimpahan dan laju Serangga merupakan
reproduksi hewan pertama yang
Kemelimpahan serangga mengembangkan
dapat dikatakan tinggi kemampuan untuk
pada suatu luasan tertentu terbang dan kemampuan
dan mampu mencapai ini sangat berperan dalam
usia dewasa dengan cepat kesuksesan berkompetisi
untuk bereproduksi. dengan predator (salah
Kedua faktor ini satunya adalah manusia)
mendukung serangga
untuk beradaptasi dengan d. Analisis Polimorfisme DNA
Polimorfisme pita DNA
lingkungannya
dengan ketiga primer pada kedua
3. Kemampuan adaptasi
lokasi sampling nyamuk Cx.
Serangga merupakan
quinquefasciatus disajikan pada
hewan yang sangat
Tabel 5 dan 6.
toleran terhadap
perubahan lingkungan.
Kemampuan beradaptasi
dengan lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya
variasi pada serangga
tersebut

54
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Tabel 5. Primer dan Karakteristik Produk Perbedaan letak pengambilan


Amplifikasi DNA Nyamuk Cx.
quinquefasciatus dari Kota Pekalongan sampel nyamuk secara geografis,
dapat mempengaruhi siklus hidup
nyamuk tersebut, yaitu dengan
melakukan penyesuaian
perkembangan tanpa mengubah
urutan rangkaian dalam siklus hidup
(Gullan and Craston, 2000).
Tabel 6. Primer dan Karakteristik Produk
Amplifikasi DNA Nyamuk Cx. Perubahan lama siklus hidup pada
quinquefasciatus dari Kabupaten
Pekalongan serangga merupakan salah satu
fenomena plastisitas fenotip yang
diatur melalui regulasi gen (Braendle
et al., 2005; Whitman and Agrawal,
2009) dan kemungkinan dipengaruhi
oleh aktivitas transposon. Menurut
Hasil amplifikasi DNA
Yuwono (2005), transposon
populasi nyamuk Cx.
merupakan elemen genetik yang
quinquefasciatus baik dari Kota dan
dapat berpindah dari satu lokus
Kabupaten Pekalongan,
kromosom ke bagian lain kromosom
menunjukkan tingkat polimorfisme
maupun ke lokus kromosom lain.
DNA yang sama, yaitu 100%. Hal ini
Adanya transposon ini dapat
menunjukkan bahwa tingkat
mengubah urutan nukleotida pada
keanekaragaman genetik keduanya
genom individu, sehingga
tinggi, sejalan dengan hal tersebut
memungkinkan terjadinya variasi
disampaikan bahwa menurut Qun-
genetik.
Liu et al. (2010), persentase
e. Analisis Similaritas Cx.
polimorfik diatas 50% menunjukkan quinquefasciatus
keanekaragaman genetik yang tinggi. Hasil amplifikasi semua
Adanya keanekaragaman genetik ini sampel DNA nyamuk Cx.
mempengaruhi tingkat kemampuan quinquefasciatus dianalisi
individu tersebut beradaptasi dengan menggunakan software NTSYSpc.
perubahan lingkungan (Frankham et 21 dan disajikan dalam bentuk
al., 2002). dendogram berdasarkan koefisien

55
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

similaritas, yaitu nilai yang koefisien Simple Matching (SM)


menunjukkan kesamaan genetik terhadap sampel DNA nyamuk Cx.
sehingga dapat dikelompokkan quinquefasciatus dari Kota dan
menggunakan UPGMA. Kabupaten Pekalongan, maka dapat
Berdasarkan analisis disajikan seperti pada Gambar 7 - 9.
similaritas karakter genetis dengan

Gambar 7. Dendrogram Similaritas (Fenetik) Karakter Genetis Nyamuk dari Kota Pekalongan
dengan Koefisien SM. Keterangan : = sampel dengan pita DNA spesifik.

Dari Gambar 7. dapat kemungkinan terjadi karena sampel


diketahui sampel nyamuk Cx. CBO 4 tersebut mempunyai variasi
quinquefasciatus dari Kota genetik yang sangat tinggi.
Pekalongan dibagi menjadi dua Sedangkan individu dengan pita
kluster besar, yaitu A dan B dengan spesifik, yaitu CRO 4, mengelompok
koefisien similaritas 0,56. Pada dengan sampel ARI 2 dengan
kluster A tampak hampir semua koefisien similaritas 0,87. Individu
sampel nyamuk Cx. quinquefasciatus dengan koefisien similaritas tertinggi
mengelompok, sedangkan pada adalah ABO 3 dan ARO 3, yaitu
kluster B hanya terdiri dari satu sebesar 0,92.
sampel saja, yaitu CBO 4. Hal ini

56
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Gambar 8. Dendrogram Similaritas (Fenetik) Karakter Genetis Nyamuk dari Kabupaten


Pekalongan dengan Koefisien SM. . Keterangan : = sampel dengan pita DNA spesifik.

Dari Gambar 8. dapat nyamuk Cx. quinquefasciatus, karena


diketahui sampel nyamuk Cx. sampel ini juga mempunyai pita
quinquefasciatus dari Kabupaten spesifik. Sedangkan individu dengan
Pekalongan dibagi menjadi dua pita spesifik, yaitu CRO 3,
kluster besar, yaitu A dan B dengan mengelompok dengan sampel CBO 1
koefisien similaritas 0,58. Pada dengan koefisien similaritas 0,83.
kluster A tampak hampir semua Sampel lain yang mempunyai pita
sampel nyamuk Cx. quinquefasciatus spesifik, yaitu BRI 3 mengelompok
mengelompok, sedangkan pada dengan BRI 2, ARI 2 mengelompok
kluster B hanya terdiri dari satu dengan BRO 2 dan kedua kelompok
sampel saja, BBI 3. Hal ini tersebut mengelompok dengan
kemungkinan terjadi karena sampel koefisien similaritas 0,75. Individu
BBI 3 tersebut mempunyai variasi dengan koefisien similaritas tertinggi
genetik yang sangat tinggi atau ada adalah CRO 2 dan CRO 5, yaitu
kemungkinan bukan nyamuk sebesar 0,83.

57
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Gambar 9. Dendrogram Similaritas (Fenetik) Karakter Genetis Nyamuk dari Kota dan Kabupaten
Pekalongan dengan Koefisien SM. Keterangan : = sampel dengan pita DNA spesifik

Keanekaragaman genetik outbreeding. Terjadinya outbreeding


nyamuk Cx. quinquefasciatus dari dapat meningkatkan nilai
Kota dan Kabupaten Pekalongan heterozigositas, sehingga variasi
hampir sama, terbukti dari Gambar genetiknya semakin tinggi.
9., ada 11 sampel dari kota dan Hasil penelitian
kabupaten yang mengelompok keanekaragaman genetik nyamuk Cx.
menjadi satu. Hal ini dapat terjadi quinquefasciatus di Kota dan
karena jarak antara Kota dan Kabupaten Pekalongan ini dapat
Kabupaten Pekalongan sangat dekat dijadikan database ataupun acuan
dan tidak ada batas khusus, sehingga Dinas Kesehatan sebagai informasi
dimungkinkan adanya mobilitas mengenai kondisi nyamuk Cx.
nyamuk dari Kota ke Kabupaten quinquefasciatus di Kota dan
Pekalongan dan sebaliknya. Adanya Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini
mobilitas ini, menyebabkan adanya harus dilakukan secara berkala. Jika
interaksi dan breeding antara pada penelitian selanjutnya terdapat
nyamuk Cx. quinquefasciatus dari perbedaan hasil, kemungkinan
Kota dan Kabupaten Pekalongan. populasi nyamuk telah mengalami
Breeding yang terjadi adalah mutasi. Sehingga perlu dilakukan

58
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

perbaruan atau inovasi baik cara Cx. quinquefasciatus dan di sampel


pencegahan maupun pengobatan. darah penderita filariasis.
Karena dengan adanya mutasi
tersebut, menandakan nyamuk telah DAFTAR PUSTAKA
resisten dengan cara pencegahan dan Barbosa, R. M. R., Antonio S.,
pengobatan yang ada. Alvaro E. E., and Leda R.
2007. Laboratory and Field
Berdasarkan hasil diatas, Evaluation of An Oviposition
maka hipotesis ”keanekaragaman Trap for Culex
quonquefasciatus (Diptera:
sampel nyamuk Cx. quinquefasciatus Culicidae). Mem Inst
sebagai vektor filariasis dari Kota Oswaldo Cruz. 102(5): 523 -
529
dan Kabupaten Pekalongan tinggi
yang mencapai 100% polimorfisme” Borror, D. J., L. A. Triplehorn, dan
N. F. Johnson. 1995.
dapat diterima. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
KESIMPULAN DAN SARAN
Braendle, C., Friebe I., Caillaud M.
a. Kesimpulan C., Strein D. L. 2005. Genetic
Keanekaragaman genetik Variation for An Aphid Wing
Polyphenism is Genetically
nyamuk Cx. quinquefasciatus dari
Linked to a Naturally
Kota dan Kabupaten Pekalongan Occurring Wing
Polymorphism. Proceedings
tinggi. Genotip nyamuk Cx.
of The Royal Society B. 272 :
quinquefasciatus kota dan kabupaten 657 – 664
hampir sama. DEPKES. 2009. Penderita Filariasis
b. Saran Tersebar di 386
Kabupaten/Kota.
Perlu perlu dilakukan http://www.depkes.go.id/inde
penelitian lebih lanjut dalam bidang x.php/berita/press-
release/453-penderita-
genetika molekuler mengenai filariasis-tersebar-di-386-
genotip nyamuk yang membawa kabupatenkota.html. Diakses
tanggal 29 September 2011
larva cacing W. bancrofti dan yang
tidak. Selain itu perlu juga diteliti Ellegren, H. 2009. Is Genetic
Diversity Really Higher in
mengenai deteksi larva cacing Large Populations? Journal
penyebab filariasis dalam nyamuk of Biology, 8:41

59
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Frankham, R., J. D. Ballou, and D. Qun-Liu, Y., Li Qini, Ping Li, Y.,
A. Briscoe. 2002. Wang, H., Run-XiXi, Hong
Introduction to Conservation Qi, Y., Sheng Li, X. 2010.
Genetics. Cambridge : Comparative Genetic
Cambridge University Press Diversity and Genetic
Structure of Three Chinese
Grosberg, R. K., Levitan, D. R., and Silkworm Species Bombyx
Cameron, B. B. 1996. mori L. (Lepidoptera:
Characterization of Genetic Bombycidae), Antheraea
Structure and Genealogies pernyi Guerin-Meneville and
Using RAPD-PCR Marker : Samia Cynthia ricini
A Random Primer for the Donovan (Lepidoptera:
Novice and Nervous. In Saturniidae). Neotropical
Ferraris, J. D., Palumbi, S. R. Entomology. 39(6) : 967 –
(EDs) Molecular Biology : 976
Advances, Strategies, and
Protocols. John Wiley&Sons, Rismayadi, Y. 2005. Ekosistem
Inc. Publication, New York. Pemukiman dan Keberadaan
Pp : 67 – 132 vektor penyakit. Diakses
tanggal 22 Juni, pukul 16.53
Harini, S. S., Leelambika, M.,
Kameshwari, M. N. S., and Sharman, A. K., M.J. Mendki, S.N.
Sathyanarayana, N. 2008. Tikar, K. Chandel, D.
Optimization of DNA Sukumaran, B.D. Parashar,
Isolation and PCR-RAPD Vijay Veer, O.P. Agarwal,
Method for Molecular and Shri Prakash. 2009.
Analysis of Urginea indica Genetic Variability in
Kunth. International Journal Geographical Populations of
of Integrative Biology. 2(2) : Culex quinquefasciatus Say
138 – 144 (Diptera : Culicidae) from
India Based on Random
Indrawan, M., Primack, R. B., Amplified Polymorphic DNA
Supriatna, J. 2007. Biologi Analysis. Acta Tropica,
Konservasi. Edisi Revisi. Science Direct. 112(1): 71-76
Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta. Hal : 23 – 25 Tiwari, P., R. Arya, L. M. Tripathi,
S. M. Bhattacharya, and V.
Maheswaran, R., S. Sathish, and S. M. L. Srivastava. 2004.
Ignacimuthu. 2008. Genetic Variation among
Larvicidal Activity of Leucas Filarial Spesies as Detected
aspera (Willd.) Against The by Random Amplified
Larvae of Culex Polymorphic DNA (RAPD).
quinquefasciatus Say and Journal of Parasitic
Aedes aegypti L. Diseases. 28(2) : 73-77
International Journal of
Integrative Biology. 2(3) :
214 - 217

60
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).
The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory Technologist
Vol.1No.2, Mei 2018
p-ISSN: 2597-3681 e-ISSN:2614-2805

Whitman, D. W. and Agrawal, A.


2009. Phenotype Plasticity of
Insect : What is Phenotype
Plasticity and Why is it
important? Science
Publishers, Inc. Enfield, NH.
www.insect.htm. Diakses
tanggal 22 Juni 2012 pukul
19.31

Williams, J.G.K, A.R. Kubelik, K.J.


Livak, J.A. Rafalski, S.V.
Tingey. 1990. DNA
polymorphisms amplified by
arbitrary primers are useful as
genetic markers. Nucleic
Acids Res. 18 : 6531-6535

Yuwono, T. 2005. Bilogi Molekuler.


Erlangga. Jakarta. Pp : 245

61
Arimurti, A. R. R. 2018. Keanekaragaman Genetik Nyamuk Vektor Filariasis Culex quinquefasciatus Say,
1823 (Diptera: Culicidae) di Kota dan Kabupaten Pekalongan Dengan Metode PCR-RAPD. Surabaya : The
Journal of Muhamadiyah Medical Laboratory Technologist. Vol: 1, No.2 (42-61).

Anda mungkin juga menyukai