Isi Mini Project
Isi Mini Project
PENDAHULUAN
Diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek pada tahun 2012, jika tren
berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada
tahun 2025. Sebanyak 56% anak pendek hidup di Asia dan 36% di Afrika.
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita
pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang
harus ditanggulangi.1
1
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calonibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Oleh karenanya upaya
perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan
secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan
mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif).1
1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Melakukan evaluasi stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Penengahan
periode Februari – April 2018 yang bertujuan untuk meningkatkan
keberhasilan program perbaikan gizi pada tahun-tahun berikutnya.
b. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya keadaan status gizi balita (stunting) di Wilayah Kerja
Puskesmas Penengahan.
2. Diketahuinya hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting
balita pada wilayah kerja Banjarmasin, Puskesmas Penengahan.
2
1.4. Manfaat
a. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran mengenai evaluasi pertumbuhan
dan perkembangan status gizi balita dan keadaan stunting pada balita.
b. Bagi Puskesmas
Dapat mengatasi masalah stunting dengan cara melaksanakan berbagai
alternatif pemecahan masalah yang telah disusun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1 Stunting
Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan
pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur
(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status
gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi
badan menurut umur (TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat
pendek, pendek normatinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek jika
Z-score -3 SD sampai dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan
2 SD dan tinggi jika Z-score > 2 SD. Seorang anak yang mengalami
kekerdilan (stunted) sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan yang
normal, namun sebenarnya mereka lebih pendek dari ukuran tinggi badan
normal untuk anak seusianya. Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran
disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk,
kualitas makanan juga buruk, dan intensitas frekuensi menderita penyakit
sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan, seorang anak dikatakan stunted jika
tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score berdasarkan referensi
internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan dihubungkan dengan
penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan
pencapaian di bidang pendidikan rendah.manusia seutuhnya.1,3
2.2. MP-ASI
2.2.1 Definisi
Makanan Pendamping ASI/ MP-ASI adalah makanan atau minuman selain
ASI yang mengandung nutrient yang diberikan kepada bayi selama periode
pemberian makanan peralihan (complementary feeding) yaitu pada saat
makanan/ minuman lain diberikan bersama pemberian ASI.4
Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal pula
sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses
dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis,
4
jumlah, frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh
kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan keluarga.5
Menurut WHO tahun 2002, complementary feeding adalah suatu proses
ketika ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi,
sehingga dibutuhkan makanan lain yang diberikan bersamaan ASI.6
5
pemberian selera, juga untuk melatih keterampilan makan (mengunyah)
yang mulai timbul pada usia 6 bulan. Usia 6-9 bulan merupakan periode
kritis dalam perkembangan keterampilan makan. Bila pada periode ini
bayi tidak dilatih untuk makan yang semakin padat dan kasar, maka di usia
selanjutnya bayi hanya dapat makan yang cair atau lembut saja dan tidak
mampu menerima makanan keluarga sehingga timbul masalah makan.
6
bulan depan-belakang dan atas-bawah kepala tegak mulut
Menarik bibir bawah ketika sendok Tangan dapat meraih Menelan makanan
ditarik dari mulut objek/ benda di dekatnya tanpa tersedak
Memindahkan makanan dari bagian Mengambil makanan
depan mulut ke belakang untuk dari sendok
ditelan
6-9 Menggigit dan mengunyah gerakan Duduk sendiri atau Mampu makan
bulan rahang ke atas dan ke bawah hanya dengan sedikit makanan lumat atau
Menelan dengan mulut tertutup
bantuan cincang
Menempatkan makanan di antara Mulai menggunakan ibu Makan pakai sendok
rahang atas dan bawah jari dan telunjuk untuk dengan mudah
mengambil objek/ benda
9-12 Gerakan lidah ke samping kiri dan Duduk sendiri dengan Mampu makan
bulan kanan serta memutar mudah makanan lunak, cincang
Mulai mencakupkan bibir pada Memegang makanan dan
kasar
cangkir memakannya Mulai mencoba makan
Memegang sendok dengan tangannya
sendiri sendiri
2. Kesiapan psikologis
Bayi akan memperlihatkan prilaku makan lanjut:
Dari reflektif ke imitatif
Lebih mandiri dan eksploratif
Pada usia 6 bulan bayi mampu menunjukkan:
- Keinginan makan dengan cara membuka mulutnya.
- Rasa lapar dengan memajukan tubuhnya ke depan/ ke arah makanan.
- Tidak berminat atau kenyang dengan menarik tubuh ke belakang/
menjauh.
Alasan pemberian makanan pendamping ASI pada usia 4 – 6 bulan
adalah kebutuhan energi bayi untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik makin
bertambah, sedangkan produksi ASI relatif tetap. Pada usia 4 bulan bayi
sudah mengeluarkan air liur lebih banyak dan produksi enzim amilase lebih
banyak sehingga bayi siap menerima makanan lain selain ASI. Dalam proses
menelan pada usia tersebut, apabila makanan disuapkan ke dalam mulutnya
7
bayi sudah dapat menutup mulutnya dengan rapat dan menggerakkan lidah ke
muka dan ke atas untuk mendorong makanan ke belakang,untuk ditelan. Pada
saat inilah bayi diberikan kesempatan mempraktekkan kepandaiannya
tersebut dengan memberikan makanan lumat.8,9
8
diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan
pengolahan sebelum dikonsumsi sasaran.3
Pemberian MP-ASI Lokal
Pemberian MP-ASI lokal dilakukan dengan proses, yaitu:
1. Diberikan sebulan sekali pada hari pelaksanaan posyandu :
a. MP-ASI lokal dibuat di posyandu sebulan sekali oleh ibu sasaran
dibantu kader posyandu.
b. Bahan makanan diperoleh dari kader posyandu.
c. Kader memberikan penyuluhan kepada peserta posyandu.
d. Bidan di desa memantau pelaksanaan.
e. Apabila seluruh bayi dan anak usia 6-24 bulan yang hadir di Posyandu
akan diberikan MP-ASI.
2. Diberikan seminggu sekali dalam kelompok sasaran :
a. MP-ASI lokal dibuat oleh ibu secara berkelompok.
b. MP-ASI lokal dibagikan kepada masing-masing sasaran.
c. Kader memberikan penyuluhan.
d. Bidan di desa memantau pelaksanaan.
3. Diberikan setiap hari di rumah masing-masing yaitu :
a. MP-ASI lokal dibuat oleh ibu di rumah masing-masing
b. Ibu memperoleh bahan makanan dari kader atau dana pembeli bahan
makanan dari kader.
c. Kader dan Bidan di desa melakukan pemantauan. Pemberian MP-ASI
di rumah tangga dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan
keterampilan dan kesinambungan pemberian MP-ASI secara mandiri.
Ketiga proses pemberian MP-ASI merupakan satu kesatuan yang harus
dilaksanakan. Apabila diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, maka
frekuensi pemberian MP-ASI lokal dalam kelompok dan di rumah tangga dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah setempat.
9
Protein Energi % 15,4
Fe 2,8 mg
Zn 0,4 mg
Formula Hati Ayam Hasil 425 g
Energi 340 Kal
Protein 10,1 g
Lemak 8,5 g
Protein Energi % 11,9
Fe 0,2 mg
Zn 0,4 mg
Formula Telur Hasil 370 g
Energi 371 Kal
Protein 11,24 g
Lemak 13,63 g
Protein Energi % 12,13
Fe 0,5 mg
Zn 0,8 mg
Formula Susu Pisang Hasil 275,5 g
Energi 278 Kal
Protein 11,89 g
Lemak 3,40 g
Protein Energi % 17,08
Fe 1,0 mg
Zn 0,4 mg
Formula Kedele Hasil 320 g
Energi 298 Kal
Protein 14,5 g
Lemak 7,6 g
Protein Energi % 19,4
Fe 0,4 mg
Zn 0,4 mg
Formula Kentang Susu Hasil 325 g
Energi 262 Kal
Protein 8 g
Lemak 5,3 g
Protein Energi % 12,2
Densitas 0,8
PER 2,1
Fe 0,5 mg
Zn 0,4 mg
Formula Tempe Hasil 360 g
Energi 430 Kal
Protein 16,3 g
Lemak 11 g
Protein Energi % 6,8
Fe 2,4 mg
Zn 0,2 mg
Sumber: Pedoman MP-ASI Lokal
Departemen Kesehatan RI, 2006
10
kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya dengan vitamin dan
mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour).
11
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Biskuit terbuat dari campuran
terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya
dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma
(flavour). Gula yang digunakan dalam bentuk sukrosa dan atau fruktosa dan atau
sirup glukosa dan atau madu.
12
Menurut GSIYCF:
1. Berikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya
tambahkan MP-ASI mulai usia 6 bulan (180 hari) sementara ASI
diteruskan.
2. Lanjutkan ASI on demand sampai usia 2 tahun atau lebih.
3. Lakukan ‘responsive feeding’ dengan menerapkan prinsip asuhan
psikososial.
4. Terapkan perilaku hidup bersih dan higienis serta penanganan makanan
yang baik dan tepat.
5. Mulai pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan dengan jumlah sedikit,
bertahap dinaikkan sesuai usia bayi, sementara ASI tetap sering
diberikan.
6. Bertahap konsistensi dan variasi ditambah sesuai kebutuhan dan
kemampuan bayi.
13
Pengenalan jenis, tekstur, dan konsisten makanan harus secara bertahap,
demikian pula dengan frekuensi dan jumlah makanan yang diberikan.
Berikut ini, beberapa hal penting yang berkaitan dengan hal tersebut:
1. ‘Tes Makanan’ pertama kali: bubur tepung beras yang diperkaya zat
besi merupakan makanan yang dianjurkan sebagai makanan pertama
yang diberikan kepada bayi. Dapat ditambahkan ASI atau susu formula
yang biasa diminumnya setelah bubur dimasak.
2. Sebaiknya diberikan mulai 1-2 sendok teh saja dulu, sesudah bayi
minum sejumlah ASI atau formula, kecuali bila selalu menolak maka
diberikan sebelumnya. Selanjutnya jumlah makanan ditambah bertahap
sampai jumlah yang sesuai atau yang dapat dihabiskan bayi.
3. Jumlah :
Mulai dengan jumlah sedikit (1-2 sendok teh) pada saat pengenalan
jenis makanan
4. Bertahap ditingkatkan sampai jumlah yang sesuai usia
Jarak waktu antara pemberian makanan baru :
Kenalkan satu-persatu jenis makanan sebelum diberikan berupa
campuran dengan jarak 2-3 hari (4-7 hari bila terdapat riwayat
alergi) agar bayi dapat mengenali rasa dan aroma setiap jenis
makanan baru (rasa wortel, apel, daging, ayam/sapi,dlsb)
Makanan baru sebaiknya diberikan pada pagi hari (oleh ibu) agar
cukup waktu bila ada reaksi simpang
5. Keamanan pangan
14
Cuci tangan dan semua peralatan sebelum digunakan
Tidak menggunakan peralatan makan bersama-sama, atau
mengunyah makanan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada
bayi
Tabel 5 Pedoman Pemberian Makan pada Bayi/ Anak Usia 6-23 Bulan
Umur Tekstur Frekuensi Jumlah Rata-rata/kali
Makan
6-8 bulan Mulai dengan bubur 2-3x/hari, ASI tetap Mulai dengan 2-3
halus,lembut, cukup sering diberikan. sendok makan/kali,
kental, dilanjutkan menjadi Tergantung nafsu ditingkatkan bertahap
lebih kasar makannya, dapat sampai ½ mangkok
diberikan 1-2x selingan (=125 ml). Waktu
makan tidak lebih dari
30 menit
9-11 bulan Makanan yang dicincang 3-4x/hari, ASI tetap ½-¾ mangkok ( =
halus atau disaring kasar, diberikan. Tergantung 125-175 ml ). Waktu
ditingkatkan semakin kasar nafsu maknnya, dapat makan tidak lebih dari
sampai makanan bisa diberikan 1-2x selingan 30 menit
dipeegang/diambil dengan
tangan
12-23 bulan Makanan keluarga, bila 3-4x/hari, ASI tetap ¾- 1 mangkok ( 175-
perlu masih dicincang atau diberikan. Tergantung 250 ). Waktu makan
disaring kasar nafsu makannya =, dapat tidak lebih dari 30
diberikan 1-2x selingan menit
15
perilaku pemberian dengan menerapkan prinsip asuhan psikososial, antara
lain:13,15,16
2. Untuk membantu anak memahami rasa lapar, buatlah jadwal makan secara
teratur. Jangan memberikan snack, jus, atau susu 3-4 jam sebelum jam
makan.
3. Beri makan dengan sabar, dorong anak untuk makan, bukan dengan
paksaan. Bicaralah sewaktu pemberian makan, pelihara kontak mata.
4. Hindari atau sedikit mungkin adanya distraktor (hal-hal yang dapat
mengalihkan perhatian) selama pemberian makan seperti menonton TV,
memberikan mainan
5. Bila anak menolak makan, cobalah dengan makanan lain yang berbeda
tekstur dan rasanya
6. Makan tidak boleh lebih dari 30 menit, walaupun saat itu asupan porsi
makan mereka sangat sedikit. Anak-anak akan menambah porsi makan
mereka dengan sendirinya di waktu yang akan datang
7. Sediakan porsi kecil dan biarkan anak menambahkan beberapa kali apabila
mereka menginginkan. Hal ini akan membuat anak tertarik dalam proses
16
makan dan mencegah mereka menjadi bosan atau merasa kenyang terlebih
dahulu dengan melihat begitu banyak makanan di dalam piring mereka.
17
butuh asupan serat dari sayur dan buah, tapi tidak banyak. Asupan serat yang
banyak justru dapat mengganggu pencernaan bayi.18
Masuk minggu ketiga sudah WAJIB diberikan menu lengkap gizi seimbang
yang memenuhi komposisi menu 4 bintang dalam bentuk bubur saring dalam 1
mangkuk/piring untuk tiap makan yang terdiri dari dari : sumber karbohidrat +
protein hewani + kacang-kacangan + sayuran , dan dilengkapi dengan sumber
lemak tambahan.18
3.1 MetodeMelakukan
Evaluasi kunjungan langsung ke posyandu desa Banjarmasin
dan melakukan pengukuran tinggi badan pada balita
18
19
1. Menetapkan beberapa tolak ukur dari unsur keluaran
Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian
hasil output adalah dengan menetapkan beberapa tolak ukur atau standar
yang ingin dicapai.
20
di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai
penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.
7. Membuat alternatif pemecahan masalah
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa
alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah
tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah
ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan
memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.
8. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah
Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka
akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing
penyebab masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan.
21
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RAJABASA INDAH
22
Gandri
Dari 22 desa yang ada terdapat 2 desa perbukitan (daerah terpencil : dusun
merambung desa Padan dan desa Way Kalam dan 16 desa yang berada disekitar
terpencil seperti dusun Banyu Urip, desa Kuripan, dusun Selapan, desa Rawi,
23
dusun Gunung Botol dan dusun PKS desa Penengahan. Berdasarkan kondisi
tersebut masih terdapat 1 desa terisolasi dari 22 desa yang ada dikecamatan
Jalan menuju ke Ibu kota Propinsi dan Kabupaten seluruhnya berupa jalan
aspal, kecuali sebagian desa-desa yang berada cukup jauh dari puskesmas, masih
yaitu, 16-55 tahun sebesar 56% dan sisanya usia ketergantungan, yaitu usia 0-6
tahun sebesar 12%, usia 7-15 tahun sebesar 23%, dan usia 56 tahun ke atas
sebesar 9%.
Tabel 2.2 . Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Wilayah KerjaPuskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2017
JUMLAH PENDUDUK
KELOMPOK UMUR
LAKI-LAKI dan
(TAHUN)
LAKI-LAKI PEREMPUAN PEREMPUAN
1 0-4 2.008 1.888 3.896
2 5-9 2.004 1.581 3.585
3 10-14 2.081 1.952 5.033
4 15-19 1.837 1.639 3.476
5 20-24 1.625 1.558 3.183
6 25-29 1.792 1.736 2.436
7 30-34 1.746 1.644 3.390
8 35-39 1.195 1.426 2.621
9 40-44 1.294 1.224 2.518
10 45-49 1.084 1.057 2.141
11 50-54 664 807 1.222
12 55-59 664 558 1.222
13 60-64 432 446 878
14 65-69 346 343 689
15 70-74 257 278 535
16 75+ 232 354 586
24
JUMLAH 19.830 18.792 38.622
Jumlah Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun
2017 adalah sebanyak 11.645 kk. Sehingga rata-rata jiwa/ Rumah Tangga adalah
sebesar 3,90%.
3. Kepadatan Penduduk
Bila ditinjau dengan melihat luas wilayah dan jumlah penduduk yang
km2. Tingkat kepadatan penduduk terbesar berada di desa Rawi, yaitu sebesar
desa Ruang Tengah, yaitu 214,14 Penduduk/ km2. Desa Pasuruan, dimana
25
Kelau 1.120 3.250 0,45
Ruang Tengah 1.167 5.800 0,20
Gedong Harta 1.401 3.200 0,47
Way kalam 981 4.300 0,25
Gandri 934 2.450 0,63
Taman Baru 981 3.500 0,25
Pisang 1.167 3.100 0,32
Suka Jaya 888 1.650 0,47
Kampung Baru 1.214 1.520 0,53
Jumlah total 38.622 165.090
belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65
tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64
tahun). Adapun Rasio Beban Tanggungan di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap
banyaknya orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak
produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) sebesar 1916 jiwa dengan banyaknya orang
banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Adapun
Rasio Jenis Kelamin di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun
2017 adalah sebesar 106,6%, yakni dengan perbandingan jumlah penduduk laki-
26
b. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Melek Huruf.
5. SUMBERDAYA KESEHATAN.
PEMILIKAN/ PENGELOLA
NO UNIT KERJA PEMKAB/ TNI/
KEMENKES PEMPROV JUMLAH
KOTA POLRI BUMN SWASTA
1 Rumah Sakit Umum - - - - - - 0
2 Rumah sakit Jiwa - - - - - - 0
3 Rumah Sakit Bersalin - - - - - - 0
4 Rumah Sakit Khusus lainnya - - - - - - 0
5 Puskesmas Perawatan - - 1 - - - 1
6 Puskesmas Non-Perawatan - - - - - - 0
7 Puskesmas Keliling - - 2 - - - 2
8 Puskesmas Pembantu - - 3 - - - 3
9 Rumah Bersalin - - - - - - 0
10 Balai Pengobatan Klinik - - - - - -
11 Praktek Dokter Bersama - - - - - - 0
12 Praktek Dokter Perorangan - - 2 - - - 2
13 Praktek Pengobatan Tradisional - - - -
14 Poskesdes - - 8 - - - 8
15 Posyandu - - 43 - - - 43
16 Apotek - - 0 - - 2 1
17 Toko Obat - - - - - 2 2
18 GFK - - - - - -
19 Industri Obat Tradisional - - - - - 0 0
20 Industri Kecil Obat Tradisional - - - - - 1 1
a. SARANA KESEHATAN
27
Jumlah Puskesmas dan Jaringannya.
Pada wilayah kerja Puskesmas Rawat inap Penengahan tahun 2016 jumlah
puskesmas induk 1, Puskesmas pembantu ada 3 ( Pustu Kekiling, Pustu Gayam
dan Pustu Gandri ) ada pun jaringan dokter peraktek ada 2 dokter di desa
Blambangan dan desa Kelau, untuk klinik bersalin ada 3 ( Bidan Indah Suprihatin,
Bidan Emalia dan Bidan Husniati )
Pada Tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan jumlah
Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2016 dari jumlah 43 posyandu telah
28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari tabel diatas didapatkan 23 anak yang mengalami stunting dari .Perhitungan
stunting pada tabel tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus TB/U dan
dicocokan hasilnya menggunakan tabel standar antropometri penilaian status gizi
anak yang dikeluarkan oleh Menteri kesehatan RI. Dari 23 anak yang mengalami
stunting terdapat 5 orang anak yang memiliki TB/U kurang dari sama dengan -3.
29
5.2 Pembahasan
Stunting disebabkan oleh factor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh factor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu
Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek
yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.1
30
menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan
bayi antara lain disebabkan oleh kekurangan gizi sejak bayi, pemberian
MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup gizinya
sesuai kebutuhan bayi atau kurang baiknya pola pemberiannya menurut
usia, dan perawatan bayi yang kurang memadai. Anak balita yang
diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI sesuai dengan kebutuhannya dapat
mengurangi risiko terjadinya stunting. Hal ini karena pada usia 0-6 bulan
ibu balita yang memberikan ASI eksklusif dapat membentuk imunitas atau
kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi.
Setelah itu, pada usia 6 bulan anak balita diberikan MP-ASI dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga anak balita terpenuhi kebutuhan zat
gizinya yang dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.18
Stunting disebabkan oleh efek kumulatif dari rendahnya asupan zat gizi
makro dan mikro selama periode yang lama ataupun hasil infeksi kronis.
Kualitas MP-ASI sama pentingnya dengan kuantitas MP-ASI karena
kualitas keragaman MP-ASI berhubungan dengan kepadatan zat gizi mikro
dalam MP ASI. Kualitas dan kuantitas MP-ASI dapat secara positif
mempengaruhi pertumbuhan linear. Meningkatkan kuantitas MP-ASI tidak
akan efektif bila tidak didukung oleh kualitas MP-ASI. Zat gizi mikro
yang penting untuk pertumbuhan dan berkaitan dengan kejadian stunting
adalah zat besi, seng, tembaga, kalsium, dan vitamin A.19
31
memenuhi asupan energi dan zat gizi yang lain. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan energi atau zat gizi yang cukup, bayi harus diberi makanan
dengan konsentrasi energi dan zat gizi yang tinggi atau diberi makanan
lebih sering. Karena lambung bayi kecil, maka volume setiap kali makan
harus tidak terlalu besar. Jadi, bayi atau anak harus makan lebih sering
daripada orang dewasa. Kuantitas dan jenis makanan yang diberikan
kepada anak dan frekuensi pemberian makan adalah faktor penting yang
berhubungan dengan stunting. Anak- anak yang mengonsumsi jumlah
makanan yang relatif besar (>600 mL/hari) mempunyai skor PB/U yang
lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan konsumsi yang kurang (<600
mL/hari). Anak-anak yang diberi makan <3 mangkok sedang (<200 mL)
per hari mempunyai skor PB/U yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak-anak yang diberi makan >3 mangkok sedang (>200 mL). Oleh karena
itu, konsumsi MP-ASI dengan jumlah yang kecil dan frekuensi yang
kurang menjadi salah satu penyebab penting kejadian stunting.19
Pemberian MP-ASI pada usia yang tidak sesuai pada anak yang tidak
diberikan ASI lagi mempunyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk mengalami
kejadian stunting dibandingkan anak-anak yang diberi MP-ASI pada usia
yang sesuai. Pemberian MP-ASI pada usia yang tidak sesuai pada anak
yang masih diberi ASI merupakan faktor proteksi bagi kejadian stunting.
Anak-anak yang diberi MP-ASI dini mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mengalami penyakit infeksi akibat praktik penyiapan MP-ASI yang
kurang bersih dan kekurangan gizi akibat belum sempurnanya saluran
pencernaan bayi untuk mencerna makanan. Pemberian MP-ASI yang tidak
beragam pada anak yang masih diberikan ASI mempunyai risiko 1,3 kali
lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan anak-anak
yang yang diberi MP-ASI yang beragam.18
32
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Dari keempat masalah tersebut adapun intervensi yang diberikan kepada
masyarakat desa Banjarmasin khususnya yang mengalami stuntingdiantaranya
adalah:
Media evaluasi:
wawancara
2. Pemberian MPASI Edukasi mengenai Orang tua lebih
MPASI dan demo cara mengerti tentang
memasak MPASI MPASI ( mulai
dengan benar kapan harus nya
diberikan, frekuensi,
Media intervensi: leaflet menu-menu yang
dan demo masak. dapat diberikan,
serta cara
pengolahannya).
Media intervensi:
wawancara
3. Sanitasi dan Penggunaan Edukasi mengenai PHBS Orang tua lebih
Air Bersih dan penyakit kecacingan mengerti mengenai
pada anak serta edukasi PHBS serta deteksi
mengenai pentingnya dini kecacingan
konsumsi obat cacing pada anak.
secara rutin.
Media intervensi:
Media intervensi: leaflet wawancara
4. Frekuensi Kunjungan Edukasi mengenai Orang tua memahami
Posyandu pentingnya kunjungan pentingnya kunjungan
posyandu secara rutin. posyandu secara rutin.
Media intervensi:
Media intervensi: leaflet wawancara
33
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan gizi, keadaan
stunting di wilayah Banjarmasin masih cukup tinggi.
2. Faktor penyebab masalah utama yang telah diidentifikasi adalah masalah
pemberian makanan bergizi, pemberian MP-ASI, sanitasi dan penggunaan
air bersih, serta frekuensi kunjungan balita ke posyandu.
3. Pemberian MP-ASI harus berlandaskan syarat Tepat waktu (Timely),
Adekuat (Adequate), Aman (Safe), dan Tepat cara pemberian (Properly)
untuk mengurangi kejadian stunting.
4. Alternatif pemecahan masalah MP-ASI yang dapat dilakukan secara
berkesinambungan meliputi memberikan edukasi kepada ibu ataupun
keluarga mengenai pengertahuan pentingnya MP-ASI bagi pertumbuhan
dan perkembangan balita, menyediakan sarana dan prasarana serta
pertemuan rutin untuk saling bertukar informasi mengenai pengetahuan
MP-ASI.
7.2 Saran
1. Petugas kesehatan dan masyarakat hendaknya lebih memberikan perhatian
dalam mendeteksi pertumbuhan dan perkembangan balita terutama yang
berhubungan dengan stunting balita.
2. Pemerintah lebih meningkatkan kerja sama dengan petugas medis untuk
meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi keadaan stunting balita.
3. Pemerintah dan petugas medis lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan
dan edukasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita.
34
DAFTAR PUSTAKA
35
16. Sonya L. Cameron, et al. How Feasible Is Baby-Led Weaning as an
Approach to Infant Feeding? A Review of the Evidence. Nutrients 2012, 4,
1575-1609
17. Rao S., Swathi PM, Unnikrishnan B, Hedge A. Study of Complementary
Feeding Practices among Mothers of Children Aged Six Months to Two
Years-A Study from Coastal South India in Australasian Medical Journal
AMJ. 2011
18. Dwi P.K, Hamam H, Bunga A.P. Time of complementary feeding
introduction was associated with stunting in children 6-23 months old in
Sedayu, Bantul. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 4, No. 2, Mei 2016:
105-111
19. Hildagardis M.E. Nai, I Made A.G, Esti N. Complementary feeding
practices were not risk factors of stunting among children 6-23 months.
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 2, No. 3, September 2014: 126-139
36