Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan pada
empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,
penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit
menular dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan status
gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi salah
satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran pokok
Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target
penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019).1

Diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek pada tahun 2012, jika tren
berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta pada
tahun 2025. Sebanyak 56% anak pendek hidup di Asia dan 36% di Afrika.
Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita
pendek di Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang
harus ditanggulangi.1

Di Indonesia, diperkirakan 7,8 juta anak mengalami stunting, data ini


berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan
Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang
mengalami stunting tinggi. Hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi
kependekan pada anak umur 6-12 tahun di Indonesia adalah 35,6 persen yang
terdiri dari 15,1 persen sangat pendek dan 20 persen pendek, masih tidak jauh
berbeda dengan pada anak balita. Prevalensi kependekan pada kelompok
umur 6-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun masih tinggi yaitu masih di
atas 30,0 persen, tertinggi pada umur 6-12 tahun yaitu 35,6 persen dan
terendah pada kelompok umur 16-18 tahun yaitu 31,2 persen.2

1
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calonibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Oleh karenanya upaya
perbaikan harus meliputi upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan
secara langsung (intervensi gizi spesifik) dan upaya untuk mencegah dan
mengurangi gangguan secara tidak langsung (intervensi gizi sensitif).1

Puskesmas Penengahan merupakan salah satu puskesmas yang melaksanakan


program pemeriksaan keadaan status gizi balita untuk mengetahui keadaan
stunting di wilayah kerjanya. Berdasarkan laporan hasil per bulan posyandu
yang diadakan oleh puskesmas tersebut ditemukan adanya keadaan stunting
pada anak balita di wilayah Banjarmasin, puskesmas Penengahan sekitar 20%
dari 100% kunjungan balita per bulan.

1.2. Perumusan Masalah


1. Berdasarkan latar belakang diatas, masalah yang ditemukan adalah
kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai stunting dan perbaikan
gizi pada balita diwilayah kerja Puskesmas Penengahan.
2. Permasalahan yang akan dievaluasi adalah pengetahuan tentang
hubungan MP-ASI dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Penengahan.

1.3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Melakukan evaluasi stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Penengahan
periode Februari – April 2018 yang bertujuan untuk meningkatkan
keberhasilan program perbaikan gizi pada tahun-tahun berikutnya.

b. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya keadaan status gizi balita (stunting) di Wilayah Kerja
Puskesmas Penengahan.
2. Diketahuinya hubungan pemberian MP-ASI dengan kejadian stunting
balita pada wilayah kerja Banjarmasin, Puskesmas Penengahan.

2
1.4. Manfaat
a. Bagi Penulis
Dapat mengaplikasikan ilmu kedokteran mengenai evaluasi pertumbuhan
dan perkembangan status gizi balita dan keadaan stunting pada balita.
b. Bagi Puskesmas
Dapat mengatasi masalah stunting dengan cara melaksanakan berbagai
alternatif pemecahan masalah yang telah disusun.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Stunting
Stunting atau malnutrisi kronik merupakan bentuk lain dari kegagalan
pertumbuhan. Definisi lain menyebutkan bahwa pendek dan sangat pendek
adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur
(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan
istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Kategori status
gizi berdasarkan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi
badan menurut umur (TB/U) anak umur 0-60 bulan dibagi menjadi sangat
pendek, pendek normatinggi. Sangat pendek jika Z-score < -3 SD, pendek jika
Z-score -3 SD sampai dengan -2 SD normal jika Z-score -2 SD sampai dengan
2 SD dan tinggi jika Z-score > 2 SD. Seorang anak yang mengalami
kekerdilan (stunted) sering terlihat seperti anak dengan tinggi badan yang
normal, namun sebenarnya mereka lebih pendek dari ukuran tinggi badan
normal untuk anak seusianya. Stunting sudah dimulai sejak sebelum kelahiran
disebabkan karena gizi ibu selama kehamilan buruk, pola makan yang buruk,
kualitas makanan juga buruk, dan intensitas frekuensi menderita penyakit
sering. Berdasarkan ukuran tinggi badan, seorang anak dikatakan stunted jika
tinggi badan menurut umur kurang dari -2 z score berdasarkan referensi
internasional WHO-NCHS. Stunting menggambarkan kegagalan pertumbuhan
yang terjadi dalam jangka waktu yang lama, dan dihubungkan dengan
penurunan kapasitas fisik dan psikis, penurunan pertumbuhan fisik, dan
pencapaian di bidang pendidikan rendah.manusia seutuhnya.1,3
2.2. MP-ASI
2.2.1 Definisi
Makanan Pendamping ASI/ MP-ASI adalah makanan atau minuman selain
ASI yang mengandung nutrient yang diberikan kepada bayi selama periode
pemberian makanan peralihan (complementary feeding) yaitu pada saat
makanan/ minuman lain diberikan bersama pemberian ASI.4
Periode peralihan dari ASI eksklusif ke makanan keluarga dikenal pula
sebagai masa penyapihan (weaning) yang merupakan suatu proses
dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI secara bertahap jenis,

4
jumlah, frekuensi maupun tekstur dan konsistensinya sampai seluruh
kebutuhan nutrisi anak dipenuhi oleh makanan keluarga.5
Menurut WHO tahun 2002, complementary feeding adalah suatu proses
ketika ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi,
sehingga dibutuhkan makanan lain yang diberikan bersamaan ASI.6

2.2.2 Persyaratan MP-ASI


Pada GSIYCF dinyatakan bahwa MP-ASI harus memenuhi syarat
sebagai berikut ini :3
1. Tepat waktu (Timely): MP-ASI mulai diberikan saat kebutuhan energi dan
nutrien melebihi yang didapat dari ASI.
2. Adekuat (Adequate): MP-ASI harus mengandung cukup energi, protein,
dan mikronutrien.
3. Aman (Safe): Penyimpanan, penyiapan, dan sewaktu diberikan, MP-ASI
harus higienis.
4. Tepat cara pemberian (Properly): MP-ASI diberikan sejalan dengan tanda
lapar dan nafsu makan ditunjukkan bayi serta frekuensi dan cara
pemberiannya sesuai dengan usia bayi.

2.2.3 Waktu Pemberian MP-ASI


Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum memulai pemberian
MP-ASI, antara lain:3
1. Kesiapan/ kematangan saluran cerna: perkembangan enzim pencernaan
sudah sempurna pada usia bayi 3-4 bulan.
2. Perkembangan keterampilan oromotor: kesiapan bayi untuk menerima
makanan padat bervariasi antara 4-6 bulan.
3. Kebutuhan nutrisi selain dari ASI: tidak diperlukan sebelum usia 6 bulan
karena ASI masih dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, kecuali bila
terbukti lain yang ditunjukkan dengan adanya gangguan pertumbuhan/
kenaikan berat badan yang kurang tanpa penyebab jelas (sakit, dan lain-
lain).
4. Kebutuhan akan variasi dan perubahan tekstur sejalan dengan
perkembangan oromotornya, dalam 1 tahun pertama bayi perlu dikenalkan
dengan berbagai variasi rasa, aroma, tekstur dan konsistensi. Selain untuk

5
pemberian selera, juga untuk melatih keterampilan makan (mengunyah)
yang mulai timbul pada usia 6 bulan. Usia 6-9 bulan merupakan periode
kritis dalam perkembangan keterampilan makan. Bila pada periode ini
bayi tidak dilatih untuk makan yang semakin padat dan kasar, maka di usia
selanjutnya bayi hanya dapat makan yang cair atau lembut saja dan tidak
mampu menerima makanan keluarga sehingga timbul masalah makan.

Bayi akan menunjukkan tanda-tanda bahwa dirinya siap untuk menerima


makanan selain ASI. Sebaliknya setiap petugas kesehatan dan para ibu atau
pengasuh bayi mampu mengenali tanda tersebut agar dapat memberikan MP-
ASI tepat waktu dan sesuai dengan perkembangan keterampilan makannya.
Adapun tanda-tanda yang dimaksud, antara lain:
1. Kesiapan fisik:
 Refleks ekstrusi telah sangat berkurang atau sudah menghilang
 Keterampilan oromotor :
- Dari hanya mampu menghisap dan menelan yang cair menjadi
menelan makanan yang lebih kental dan padat.
- Memindahkan makanan dari bagian depan ke bagian belakang
mulut.
 Mampu menahan kepala tetap tegak.
 Duduk tanpa/hanya dengan sedikit bantuan dan mampu menjaga
keseimbangan badan ketika tangan meraih benda di dekatnya.

Tabel 1. Perkembangan keterampilan makan pada bayi

Umur Perkembangan Oromotor Perkembangan motorik Keterampilan makan


umum

0-4  Refleks rooting  Tangan, kepala, leher  Menelan makanan yang


bulan  Refleks menghisap dan menelan
dan punggung belum cair (ASI), tetapi
 Refleks ekstrusi
 Arah gerakan rahang dan lidah : ke terkontrol dengan baik mendorong keluar
depan & ke belakang makanan yang padat
 Mulut belum dapat menutup dengan
baik

4-6  Gerakan refleks menghilang  Duduk dengan bantuan,  Dapat mengontrol


 Arah gerakan rahang dan lidah ke posisi makanan dalam

6
bulan depan-belakang dan atas-bawah kepala tegak mulut
 Menarik bibir bawah ketika sendok  Tangan dapat meraih  Menelan makanan
ditarik dari mulut objek/ benda di dekatnya tanpa tersedak
 Memindahkan makanan dari bagian  Mengambil makanan
depan mulut ke belakang untuk dari sendok
ditelan

6-9  Menggigit dan mengunyah gerakan  Duduk sendiri atau  Mampu makan
bulan rahang ke atas dan ke bawah hanya dengan sedikit makanan lumat atau
 Menelan dengan mulut tertutup
bantuan cincang
 Menempatkan makanan di antara  Mulai menggunakan ibu  Makan pakai sendok
rahang atas dan bawah jari dan telunjuk untuk dengan mudah
mengambil objek/ benda

9-12  Gerakan lidah ke samping kiri dan  Duduk sendiri dengan  Mampu makan
bulan kanan serta memutar mudah makanan lunak, cincang
 Mulai mencakupkan bibir pada  Memegang makanan dan
kasar
cangkir memakannya  Mulai mencoba makan
 Memegang sendok dengan tangannya
sendiri sendiri

12-23  Gerakan mengunyah berputar,  Berjalan, bicara  Makanan keluarga


bulan  Makan sendiri tetapi
rahang stabil
masih dengan bantuan.

Sumber : Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid 1.

2. Kesiapan psikologis
Bayi akan memperlihatkan prilaku makan lanjut:
 Dari reflektif ke imitatif
 Lebih mandiri dan eksploratif
 Pada usia 6 bulan bayi mampu menunjukkan:
- Keinginan makan dengan cara membuka mulutnya.
- Rasa lapar dengan memajukan tubuhnya ke depan/ ke arah makanan.
- Tidak berminat atau kenyang dengan menarik tubuh ke belakang/
menjauh.
Alasan pemberian makanan pendamping ASI pada usia 4 – 6 bulan
adalah kebutuhan energi bayi untuk pertumbuhan dan aktivitas fisik makin
bertambah, sedangkan produksi ASI relatif tetap. Pada usia 4 bulan bayi
sudah mengeluarkan air liur lebih banyak dan produksi enzim amilase lebih
banyak sehingga bayi siap menerima makanan lain selain ASI. Dalam proses
menelan pada usia tersebut, apabila makanan disuapkan ke dalam mulutnya

7
bayi sudah dapat menutup mulutnya dengan rapat dan menggerakkan lidah ke
muka dan ke atas untuk mendorong makanan ke belakang,untuk ditelan. Pada
saat inilah bayi diberikan kesempatan mempraktekkan kepandaiannya
tersebut dengan memberikan makanan lumat.8,9

Dengan bertambah matangnya kemampuan oromotor, bayi usia 6–9 bulan


mulai belajar mengunyah dengan menggerakkan rahang ke atas dan ke bawah,
sehingga dapat diberikan makanan yang lebih kasar. Demikian juga dengan
kemampuan motorik halus pada awalnya bayi memegang dengan kelima jari
tangannya kemudian pada umur 9 bulan bayi sudah dapat menjimpit, maka
untuk mengembangkan kemampuan tersebut, bayi dapat diberikan makanan
yang dapat dipegang sendiri atau makanan kecil yang dapat dijimpit. Pada
usia6 – 7 bulan bayi sudah dapat duduk, sehingga dapat diberikan makanan
dalam posisi duduk. Pada usia 6 – 9 bulan bibir bayi sudah dapat mengatup
rapat pada cangkir, sehingga dapat dilatih minum memakai cangkir atau gelas
yang dipegang oleh orang lain.8,9
Pada saat bayi berusia 6 bulan, umumnya kebutuhan nutrisi tidak lagi
terpenuhi oleh ASI semata khususnya energi, protein, dan beberapa
mikronutrien terutama zat besi (Fe), Seng (Zn), dan Vitamin A. 4,10 Dari usia 6
bulan, kebutuhan bayi tidak dapat terpenuhi hanya dengan ASI, sehingga bayi
memasuki periode kritis atau “vulnerable period”, dimana bayi mengalami
masa transisi dengan mengenal makanan keluarga. Insiden malnutrisi
meningkat secara tajam selama periode 6-18 bulan di hampir seluruh Negara.11
Energi yang dibutuhkan sebanyak 600 kkal/hari pada usia 6-8 bulan, 700
kkal/hari pada 9-11 bulan, dan 900 kkal/hari pada 12-24 bulan.12 Kesenjangan
ini haruslah dipenuhi melalui pemberian MP ASI yang sesuai, adekuat, aman,
serta cara pemberian yang tepat.4

2.3 Jenis MP-ASI


2.3.1 MP-ASI lokal

MP-ASI lokal adalah MP-ASI yang diolah di rumah tangga atau di


Posyandu, terbuat dari bahan makanan yang tersedia setempat, mudah

8
diperoleh dengan harga terjangkau oleh masyarakat, dan memerlukan
pengolahan sebelum dikonsumsi sasaran.3
Pemberian MP-ASI Lokal
Pemberian MP-ASI lokal dilakukan dengan proses, yaitu:
1. Diberikan sebulan sekali pada hari pelaksanaan posyandu :
a. MP-ASI lokal dibuat di posyandu sebulan sekali oleh ibu sasaran
dibantu kader posyandu.
b. Bahan makanan diperoleh dari kader posyandu.
c. Kader memberikan penyuluhan kepada peserta posyandu.
d. Bidan di desa memantau pelaksanaan.
e. Apabila seluruh bayi dan anak usia 6-24 bulan yang hadir di Posyandu
akan diberikan MP-ASI.
2. Diberikan seminggu sekali dalam kelompok sasaran :
a. MP-ASI lokal dibuat oleh ibu secara berkelompok.
b. MP-ASI lokal dibagikan kepada masing-masing sasaran.
c. Kader memberikan penyuluhan.
d. Bidan di desa memantau pelaksanaan.
3. Diberikan setiap hari di rumah masing-masing yaitu :
a. MP-ASI lokal dibuat oleh ibu di rumah masing-masing
b. Ibu memperoleh bahan makanan dari kader atau dana pembeli bahan
makanan dari kader.
c. Kader dan Bidan di desa melakukan pemantauan. Pemberian MP-ASI
di rumah tangga dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan
keterampilan dan kesinambungan pemberian MP-ASI secara mandiri.
Ketiga proses pemberian MP-ASI merupakan satu kesatuan yang harus
dilaksanakan. Apabila diperlukan untuk meningkatkan efisiensi, maka
frekuensi pemberian MP-ASI lokal dalam kelompok dan di rumah tangga dapat
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah setempat.

Tabel 2 Bahan dan Komposisi MP-ASI Lokal


Bahan Komposisi
Formula Kacang Hijau Kuning Telur Hasil 340 g
Energi 463 Kal
Protein 16,5 g
Lemak 17,4 g
Protein Energi % 14,3
Fe 1,1 mg
Zn 0,7 mg
Formula Ayam Tempe Hasil 284 g
Energi 264 Kal
Protein 10,2 g
Lemak 6.9 g

9
Protein Energi % 15,4
Fe 2,8 mg
Zn 0,4 mg
Formula Hati Ayam Hasil 425 g
Energi 340 Kal
Protein 10,1 g
Lemak 8,5 g
Protein Energi % 11,9
Fe 0,2 mg
Zn 0,4 mg
Formula Telur Hasil 370 g
Energi 371 Kal
Protein 11,24 g
Lemak 13,63 g
Protein Energi % 12,13
Fe 0,5 mg
Zn 0,8 mg
Formula Susu Pisang Hasil 275,5 g
Energi 278 Kal
Protein 11,89 g
Lemak 3,40 g
Protein Energi % 17,08
Fe 1,0 mg
Zn 0,4 mg
Formula Kedele Hasil 320 g
Energi 298 Kal
Protein 14,5 g
Lemak 7,6 g
Protein Energi % 19,4
Fe 0,4 mg
Zn 0,4 mg
Formula Kentang Susu Hasil 325 g
Energi 262 Kal
Protein 8 g
Lemak 5,3 g
Protein Energi % 12,2
Densitas 0,8
PER 2,1
Fe 0,5 mg
Zn 0,4 mg
Formula Tempe Hasil 360 g
Energi 430 Kal
Protein 16,3 g
Lemak 11 g
Protein Energi % 6,8
Fe 2,4 mg
Zn 0,2 mg
Sumber: Pedoman MP-ASI Lokal
Departemen Kesehatan RI, 2006

2.3.2 MP-ASI Pabrikan13


MP-ASI Bubuk Instan untuk Bayi 6-12 Bulan
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Bubuk Instan
terbuat dari campuran beras dan atau beras merah, kacang hijau dan atau

10
kedelai, susu, gula, minyak nabati, dan diperkaya dengan vitamin dan
mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour).

3. Tabel 3 Komposisi Gizi Per 100 Gram MP-ASI Bubuk Instan


Zat Gizi Satuan Kadar
Energi kkal 400-440
Protein (kualitas protein tidak kurang g 15-22
dari 70% kasein)
Lemak (kadar asam linoleat minimal G 10 – 15
300 mg per 100 kkal atau 1,4 gram per
100 gram produk)g
Karbohidrat:
4.1. Serat g maksimum 30
4.2. Gula (gula sederhana) g maksimum 5
Vitamin A (acetate) mcg 250 – 350
Vitamin D mcg 3 – 10
Vitamin E mg 4–6
Vitamin K mg 7-10
Vitamin B1 (Thiamin) mg 0,3 – 0,4
Vitamin B2 (Riboflavin) mg 0,3 – 0,5
Niasin mcg 2,5 – 4,0
Vitamin B12 mcg 0,3 - 0,6
Asam folat mg 40 - 100
Vitamin B6 mg 0,4 - 0,7
Asam Pantotenat mg 1,3 - 2,1
Vitamin C mg 27 - 35
Besi mg 5–8
Kalsium mg 200 – 400
Natrium mg 240 – 400
Seng mcg 2,5 – 4,0
Iodium mg 45 – 70
Fosfor mcg perbandingan Ca:P =
1,2 – 2,0
Selenium g 10 – 15
Air % maksimal 4

Sumber : Kepmenkes Nomor 224/Menkes/SK/II/2007


MP-ASI Biskuit untuk Anak 12-24 Bulan

11
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Biskuit terbuat dari campuran
terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya
dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma
(flavour). Gula yang digunakan dalam bentuk sukrosa dan atau fruktosa dan atau
sirup glukosa dan atau madu.

Tabel 4 Komposisi Gizi Per 100 Gram MP-ASI Biskuit


Zat Gizi Satuan Kadar
Energi kkal minimum 400
Protein (kualitas protein tidak kurang g 8 – 12
dari 70% kasein)
Lemak (kadar asam linoleatminimal g 10 – 18
300 mg per 100 kkal atau 1,4 gram per
100 gram produk)
Karbohidrat: g maksimum 5
4.1. Serat \ g maksimum 30
4.2. Gula (gula sederhana) mcg 250 – 700
Vitamin A (acetate) mcg 3 – 10
Vitamin D mg 4–6
Vitamin E mg minimum 10
Vitamin K mg 0,4 – 0,5
Vitamin B1 (Thiamin) mg 0,4 – 0,5
Vitamin B2 (Riboflavin) mg 0,3 – 0,5
Vitamin B6 (Pyridoksin) mcg 0,5 – 0,9
Vitamin B12 mg 4,0 – 6,0
Niasin mcg 60 – 100
Folic acid mg 5,0 – 6,0
Iron (Fumarate) mcg 60 – 70
Iodine mg 2,5 – 3,0
Zinc mg 200 – 300
Kalsium mg maksimum 800
Natrium mcg 10 – 15
Selenium mg perbandingan Ca:P = 1,2
Fosfor – 2,0
% maksimum 5
Air
2.4 Cara Pemberian MP-ASI
2.4.1 Prinsip Pemberian MP-ASI4,14

12
Menurut GSIYCF:
1. Berikan ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan, selanjutnya
tambahkan MP-ASI mulai usia 6 bulan (180 hari) sementara ASI
diteruskan.
2. Lanjutkan ASI on demand sampai usia 2 tahun atau lebih.
3. Lakukan ‘responsive feeding’ dengan menerapkan prinsip asuhan
psikososial.
4. Terapkan perilaku hidup bersih dan higienis serta penanganan makanan
yang baik dan tepat.
5. Mulai pemberian MP-ASI pada usia 6 bulan dengan jumlah sedikit,
bertahap dinaikkan sesuai usia bayi, sementara ASI tetap sering
diberikan.
6. Bertahap konsistensi dan variasi ditambah sesuai kebutuhan dan
kemampuan bayi.

Menurut Nelson Textbook of Pediatric 18th Edition, prinsip pemberian


MP-ASI:15
1. Dimulai usia 6 bulan.
2. Hindari makanan yang berpotensi menimbulkan alergi seperti susu
sapi, telur, ikan , kacang-kacangan.
3. Di usia yang tepat, ajarkan anak untuk menggunakan gelas dibanding
botol susu.
4. Perkenalkan satu makanan dalam satu waktu.
5. Kepadatan energi yang diberikan harus lebih banyak dari ASI.
6. Berikan makanan yang mengandung zat besi (daging, cereal dengan
suplemen besi).
7. Kebutuhan Zinc juga harus dimasukkan ke dalam makanan seperti
daging, gandum, dan nasi.
8. ASI harus dilanjutkan sampai usia 12 bulan , lalu bisa diganti dengan
susu sapi atau susus formula. Pemberian susu sapi tidak boleh lebih
dari 24 oz/ hari.
9. Minuman selain ASI atau susu formula sebaiknya dibatasi. Pemberian
jus buah tidak boleh lebih dari 4-6 oz/hari. Tidak boleh diberikan soda.

2.4.2 Cara Mengenalkan Makanan kepada Bayi4

13
Pengenalan jenis, tekstur, dan konsisten makanan harus secara bertahap,
demikian pula dengan frekuensi dan jumlah makanan yang diberikan.
Berikut ini, beberapa hal penting yang berkaitan dengan hal tersebut:
1. ‘Tes Makanan’ pertama kali: bubur tepung beras yang diperkaya zat
besi merupakan makanan yang dianjurkan sebagai makanan pertama
yang diberikan kepada bayi. Dapat ditambahkan ASI atau susu formula
yang biasa diminumnya setelah bubur dimasak.
2. Sebaiknya diberikan mulai 1-2 sendok teh saja dulu, sesudah bayi
minum sejumlah ASI atau formula, kecuali bila selalu menolak maka
diberikan sebelumnya. Selanjutnya jumlah makanan ditambah bertahap
sampai jumlah yang sesuai atau yang dapat dihabiskan bayi.

2.4.3 Panduan Dasar Pemberian Makan


1. Urutan pemberian :
 Menurut American Association of Pediatric (AAP) tidak ada urutan
khusus dalam pengenalan jenis bahan makanan yang diberikan kepada
bayi.
 Yakini makanan tersebut aman, bergizi dengan tekstur yang sesuai
kemampuan bayi.
2. Tekstur dan konsistensi :
 Dimulai dengan tekstur yang lembut/ halus dan konsistensi masih agak
encer, selanjutnya secara bertahap tekstur dan konsistensinya
ditingkatkan menjadi makin kental sampai padat dan kasar

3. Jumlah :
Mulai dengan jumlah sedikit (1-2 sendok teh) pada saat pengenalan
jenis makanan
4. Bertahap ditingkatkan sampai jumlah yang sesuai usia
Jarak waktu antara pemberian makanan baru :
 Kenalkan satu-persatu jenis makanan sebelum diberikan berupa
campuran dengan jarak 2-3 hari (4-7 hari bila terdapat riwayat
alergi) agar bayi dapat mengenali rasa dan aroma setiap jenis
makanan baru (rasa wortel, apel, daging, ayam/sapi,dlsb)
 Makanan baru sebaiknya diberikan pada pagi hari (oleh ibu) agar
cukup waktu bila ada reaksi simpang
5. Keamanan pangan

14
 Cuci tangan dan semua peralatan sebelum digunakan
 Tidak menggunakan peralatan makan bersama-sama, atau
mengunyah makanan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada
bayi

Tabel 5 Pedoman Pemberian Makan pada Bayi/ Anak Usia 6-23 Bulan
Umur Tekstur Frekuensi Jumlah Rata-rata/kali
Makan
6-8 bulan Mulai dengan bubur 2-3x/hari, ASI tetap Mulai dengan 2-3
halus,lembut, cukup sering diberikan. sendok makan/kali,
kental, dilanjutkan menjadi Tergantung nafsu ditingkatkan bertahap
lebih kasar makannya, dapat sampai ½ mangkok
diberikan 1-2x selingan (=125 ml). Waktu
makan tidak lebih dari
30 menit

9-11 bulan Makanan yang dicincang 3-4x/hari, ASI tetap ½-¾ mangkok ( =
halus atau disaring kasar, diberikan. Tergantung 125-175 ml ). Waktu
ditingkatkan semakin kasar nafsu maknnya, dapat makan tidak lebih dari
sampai makanan bisa diberikan 1-2x selingan 30 menit
dipeegang/diambil dengan
tangan

12-23 bulan Makanan keluarga, bila 3-4x/hari, ASI tetap ¾- 1 mangkok ( 175-
perlu masih dicincang atau diberikan. Tergantung 250 ). Waktu makan
disaring kasar nafsu makannya =, dapat tidak lebih dari 30
diberikan 1-2x selingan menit

Sumber: Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid 1.

2.4.4 Pemberian Makanan Harus Dilakukan Secara “Responsive Feeding”


Pemberian makan bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan zat gizi.
Saat makan juga merupakan periode pembelajaran dan pemberian kasih
sayang, berbicara dan kontak mata selama memberi makan akan dirasakan
sebagai suasana yang menyenangkan bagi anak.4 WHO menyatakan bahwa
penerapan prinsip responsive feeding sama pentingnya dengan pemilihan
jenis makanan yang akan diberikan pada bayi.15 Responsive feeding adalah

15
perilaku pemberian dengan menerapkan prinsip asuhan psikososial, antara
lain:13,15,16

1. Beri makan secara langsung dan dampingi anak sewaktu makan,


ibu/pengasuh harus peka terhadap tanda lapar dan kenyang yang
ditunjukkan anak.
Tabel 6 Tanda Bayi Lapar atau Kenyang
Lapar Kenyang
Riang/ antusias sewatu didudukkan dikursi Memalingkan muka, atau menutup mulut
makannya ketika melihat sendok berisi makanan
Gerakan mengisap atau mengecapkan bibir Menutup mulut dengan tangannya
Membuka mulut ketika melihat sendok atau Rewel atau menangis karena terus diberi
makanan makan
Memasukkan tangan ke dalam mulut Tertidur
Menangis atau rewel karena ingin makan
Mencondongkan tubuh ke arah makanan atau
berusaha menjangkaunya

Sumber : Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid 1.


IDAI 2011

2. Untuk membantu anak memahami rasa lapar, buatlah jadwal makan secara
teratur. Jangan memberikan snack, jus, atau susu 3-4 jam sebelum jam
makan.
3. Beri makan dengan sabar, dorong anak untuk makan, bukan dengan
paksaan. Bicaralah sewaktu pemberian makan, pelihara kontak mata.
4. Hindari atau sedikit mungkin adanya distraktor (hal-hal yang dapat
mengalihkan perhatian) selama pemberian makan seperti menonton TV,
memberikan mainan
5. Bila anak menolak makan, cobalah dengan makanan lain yang berbeda
tekstur dan rasanya
6. Makan tidak boleh lebih dari 30 menit, walaupun saat itu asupan porsi
makan mereka sangat sedikit. Anak-anak akan menambah porsi makan
mereka dengan sendirinya di waktu yang akan datang
7. Sediakan porsi kecil dan biarkan anak menambahkan beberapa kali apabila
mereka menginginkan. Hal ini akan membuat anak tertarik dalam proses

16
makan dan mencegah mereka menjadi bosan atau merasa kenyang terlebih
dahulu dengan melihat begitu banyak makanan di dalam piring mereka.

Variasi keberagaman makanan diberikan sejak awal pemberian mp-asi 6


bulan yang terdiri dari aneka sumber karbohidrat; aneka sumber protein nabati
(kacang-kacangan) termasuk aneka jamur; aneka sumber protein hewani seperti
daging merah, termasuk telur, aneka ikan laut, aneka ikan tawar; aneka sayuran
dan aneka buah-buahan; serta sumber lemak tambahan (mentega, santan, aneka
minyak, margarin). Keberagaman makanan diperlukan untuk keseimbangan
antara masukan dan kebutuhan gizi karena tidak ada 1 jenis makanan yang
memiliki semua unsur gizi yang dibutuhkan. Dengan mengkonsumsi makanan
yang beraneka ragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu dapat
dilengkapi oleh zat gizi dari jenis makanan lainnya, sehingga diperoleh
masukan zat gizi yang seimbang.18

Prinsip variasi keberagaman ini menjadi dasar atau panduan menyusun


menu harian, untuk mudahnya mari kita sebut sebagai panduan 4 bintang yang
harus memenuhi tiga fungsi makanan (disebut juga sebagai tri guna makanan :
zat tenaga, zat pembentuk dan zat pengatur). Selalu sertakan 1 bahan makanan
dari setiap kelompok jenis makanan (kelompok bintang) dalam menu harian
MP-ASI dan makanan keluarga yang terdiri dari :
 Sumber karbohidrat dikenal sebagai makanan pokok sumber penghasil
energi (memenuhi fungsi zat tenaga)
 Sumber protein hewani sebagai sumber pembentuk sel tubuh dan
sumber zat besi (memenuhi fungsi zat pembentuk)
 Kacang-kacangan sebagai sumber protein nabati dan mineral zat besi
(memenuhi fungsi zat pengatur)
 Sumber vitamin A dari sayuran dan buah (memenuhi fungsi zat
pengatur)

Untuk perkenalan awal mp-asi, maksimal 2 minggu pertama (10-14 hari)


disarankan dikenalkan menu tunggal untuk tiap makan dari aneka sumber
karbohidrat sebagai makanan pokok keluarga, menyegerakan pemberian aneka
protein hewani, aneka kacang-kacangan/protein nabati, aneka sayuran dan aneka
buah-buahan. Pengenalan menu tunggal dianjurkan ditambah dengan lemak
tambahan kecuali pada buah. Jadi tidak hanya fokus di buah dan sayur saja. Bayi

17
butuh asupan serat dari sayur dan buah, tapi tidak banyak. Asupan serat yang
banyak justru dapat mengganggu pencernaan bayi.18
Masuk minggu ketiga sudah WAJIB diberikan menu lengkap gizi seimbang
yang memenuhi komposisi menu 4 bintang dalam bentuk bubur saring dalam 1
mangkuk/piring untuk tiap makan yang terdiri dari dari : sumber karbohidrat +
protein hewani + kacang-kacangan + sayuran , dan dilengkapi dengan sumber
lemak tambahan.18

Memilih salah satu program yang belum mencapai target yaitu


mengenai program stunting

Memilih salah satu desa BABdiIIIkecamatan Penengahan yang


kemungkinan memiliki angka kejadian stunting yang lebih
BAHAN DAN
tinggi dibandingkan desa METODE
lain. EVALUASI

3.1 MetodeMelakukan
Evaluasi kunjungan langsung ke posyandu desa Banjarmasin
dan melakukan pengukuran tinggi badan pada balita

Menentukan jumlah anak yang mengalami stunting dan


melakukan wawancara kepada keluarganya mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak tersebut.

Merumuskan masalah dari timbulnya angka kejadian stunting


melalui diskusi dengan pemegang program, kader dan bidan di
desa tersebut.

Menentukan tujuan, sasaran, dan informasi yang akan diberikan


selama intervensiyang berkaitan dengan program.

Melakukan intervensi pada keluarga dan anak yang mengalami


stunting dengan cara penyuluhan, memabagikan leaflet dan
melakukan demonstrasi memasak MPASI yang baik dan bergizi.

18

Melakukan evaluasi pengukuran tinggi badan anak setelah 1


bulan dari intervensi.
3.2 Bahan
1. Laporan bulanan posyandu di Wilayah Kerja Banjarmasin, Puskesmas
Penengahan Periode Februari - April 2018.
2. Hasil wawancara dengan keluarga balita stunting terkait pemberian MP-
ASI di Wilayah Kerja Banjarmasin.

3.3 Cara Pengumpulan Data


Data-data yang digunakan diperoleh dari:
A. Sumber data
a. Sumber data primer
Sumber data primer berupa pengukuran tinggi badan
balita dan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja
Banjarmasin, Puskesmas Penengahan.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder dapat berupa Laporan bulanan
posyandu Februari – April 2018.
B. Cara pengambilan data
Data diambil dengan cara pemeriksaan tinggi badan balita,
wawancara dengan masyarakat, dan laporan bulanan program gizi.

3.4 Cara Analisa


Evaluasi balita stunting di Puskesmas Penengahan dilakukan dengan cara
sebagai berikut:

19
1. Menetapkan beberapa tolak ukur dari unsur keluaran
Langkah awal untuk dapat menentukan adanya masalah dari pencapaian
hasil output adalah dengan menetapkan beberapa tolak ukur atau standar
yang ingin dicapai.

2. Menentukan satu tolak ukur yang akan digunakan


Dari beberapa tolak ukur yang ada, dipilih satu tolak ukur yang akan
digunakan.
3. Membandingkan pencapaian keluaran program dengan tolak ukur
keluaran.
Bila terdapat kesenjangan, ditetapkan sebagai masalah.Setelah diketahui
tolak ukur, selanjutnya adalah membandingkan hasil pencapaian keluaran
Puskesmas (output) dengan tolak ukur tersebut. Bila pencapaian keluaran
Puskesmas tidak sesuai dengan tolak ukur, maka ditetapkan sebagai
masalah.
4. Menetapkan prioritas masalah
Masalah-masalah pada komponen output tidak semuanya dapat diatasi
secara bersamaan mengingat keterbatasan kemampuan Puskesmas. Selain
itu adanya kemungkinan masalah-masalah tersebut berkaitan satu dengan
yang lainnya dan bila diselesaikan salah satu masalah yang dianggap
paling penting, maka masalah lainnya dapat teratasi pula. Oleh sebab itu,
ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk
memecahkannya.
5. Membuat kerangka konsep dari masalah yang diprioritaskan
Untuk menentukan penyebab masalah yang telah diprioritaskan tersebut,
maka dibuatlah kerangka konsep masalah. Hal ini bertujuan untuk
menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang telah diprioritaskan
tadi yang berasal dari komponen sistem yang lainnya, yaitu komponen
input, proses, lingkungan dan umpan balik. Dengan menggunakan
kerangka konsep diharapkan semua faktor penyebab masalah dapat
diketahui dan diidentifikasi sehingga tidak ada yang tertinggal.
6. Identifikasi penyebab masalah
Berbagai penyebab masalah yang terdapat pada kerangka konsep
selanjutnya akan diidentifikasi. Identifikasi penyebab masalah dilakukan
dengan membandingkan antara tolak ukur atau standar komponen-
komponen input, proses, lingkungan dan umpan balik dengan pencapaian

20
di lapangan. Bila terdapat kesenjangan, maka ditetapkan sebagai
penyebab masalah yang diprioritaskan tadi.
7. Membuat alternatif pemecahan masalah
Setelah diketahui semua penyebab masalah, dicari dan dibuat beberapa
alternatif pemecahan masalah. Alternatif-alternatif pemecahan masalah
tersebut dibuat untuk mengatasi penyebab-penyebab masalah yang telah
ditentukan. Alternatif pemecahan masalah ini dibuat dengan
memperhatikan kemampuan serta situasi dan kondisi Puskesmas.
8. Menentukan prioritas cara pemecahan masalah
Dari berbagai alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat, maka
akan dipilih satu cara pemecahan masalah (untuk masing-masing
penyebab masalah) yang dianggap paling baik dan memungkinkan.

21
BAB IV
GAMBARAN WILAYAH KERJA
PUSKESMAS RAJABASA INDAH

4.1 Gambaran Umum


4.1.1 Geografi
Puskesmas Rawat Inap Penengahan adalah Puskesmas induk di
Kecamatan Penengahan yang terletak di jalan lintas sumatera km.69, desa
Pasuruan kecamatan Penengahan Lampung Selatan. Kecamatan
Penengahan ini mempunyai luas wilayah seluas 97,590 km2 dengan batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Palas
Sebelah Selatan: Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Bakauheni
Sebelah Barat : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kalianda
Sebelah Timur : Berbatasan dengan wilayah Kecamatan Ketapang.
Puskesmas Rawat Inap Penengahan yang terletak di jalan lintas Sumatera
ini mempunyai letak yang sangat strategis dengan kecamatan lain.
Puskesmas Rawat Inap Penengahan yang terletak pada Kecamatan
Penengahan berbatasan dengan wilayah Kecamatan Kalianda, Kecamatan
Palas, Kecamatan Ketapang dan Kecamatan Bakau Heni Adapun
gambaran peta wilayah Kecamatan Penengahan dapat dilihat dibawah ini.

Gambar 2.1 Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan

*Sumber : BPS Lampung Selatan.

22
Gandri

1. Jumlah Desa / Kelurahan

Wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan terdapat 22 Desa


dengan 22 Kelurahan.Adapun 22 Desa yang berada di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Penengahan adalah :

1). Desa Pasuruan 12). Desa Tanjung Heran


2). Desa Sukabaru 13). Desa Blambangan
3). Desa Kelaten 14). Desa Kelau
4). Desa Kuripan 15). Desa Ruang Tengah
5). Desa Kekiling 16). Desa Gedung Harta
6). Desa Rawi 17). Desa Way Kalam
7). Desa Padan 18). Desa Gandri
8). Desa Penengahan 19). Desa Taman Baru
9). Desa Banjarmasin 20). Desa Pisang
10). Desa Gayam 21). Desa Sukajaya
11). Desa Tetaan 22). Desa Kampung Baru.

Dari 22 desa yang ada terdapat 2 desa perbukitan (daerah terpencil : dusun

merambung desa Padan dan desa Way Kalam dan 16 desa yang berada disekitar

pusat kecamatan Penengahan dan 3 desa yang mempunyai wilayah dusun

terpencil seperti dusun Banyu Urip, desa Kuripan, dusun Selapan, desa Rawi,

23
dusun Gunung Botol dan dusun PKS desa Penengahan. Berdasarkan kondisi

tersebut masih terdapat 1 desa terisolasi dari 22 desa yang ada dikecamatan

Penengahan yaitu desa Gandri, sehingga masih sulit untuk dijangkau.

Jalan menuju ke Ibu kota Propinsi dan Kabupaten seluruhnya berupa jalan

aspal, kecuali sebagian desa-desa yang berada cukup jauh dari puskesmas, masih

berupa jalan batu. Jarak Kecamatan Penengahan ke sekitar 17 Km yang dapat

ditempuh selama 30 menit dengan menggunakan kendaraan umum.

2. Jumlah penduduk menurut Jenis Kelamin dan kelompok umur.

Dilihat dari demografi jumlah penduduk wilayah kerja Kecamatan

Penengahan menurut pendataan keluarga Kecamatan Penengahan akhir tahun

2017adalah sejumlah 38.622 jiwa dengan persentase komposisi usia produktif

yaitu, 16-55 tahun sebesar 56% dan sisanya usia ketergantungan, yaitu usia 0-6

tahun sebesar 12%, usia 7-15 tahun sebesar 23%, dan usia 56 tahun ke atas

sebesar 9%.

Tabel 2.2 . Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Wilayah KerjaPuskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2017

JUMLAH PENDUDUK
KELOMPOK UMUR
LAKI-LAKI dan
(TAHUN)
LAKI-LAKI PEREMPUAN PEREMPUAN
1 0-4 2.008 1.888 3.896
2 5-9 2.004 1.581 3.585
3 10-14 2.081 1.952 5.033
4 15-19 1.837 1.639 3.476
5 20-24 1.625 1.558 3.183
6 25-29 1.792 1.736 2.436
7 30-34 1.746 1.644 3.390
8 35-39 1.195 1.426 2.621
9 40-44 1.294 1.224 2.518
10 45-49 1.084 1.057 2.141
11 50-54 664 807 1.222
12 55-59 664 558 1.222
13 60-64 432 446 878
14 65-69 346 343 689
15 70-74 257 278 535
16 75+ 232 354 586

24
JUMLAH 19.830 18.792 38.622

2. Jumlah Rumah Tangga/ Kepala Keluarga.

Jumlah Rumah Tangga di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun

2017 adalah sebanyak 11.645 kk. Sehingga rata-rata jiwa/ Rumah Tangga adalah

sebesar 3,90%.

3. Kepadatan Penduduk

Bila ditinjau dengan melihat luas wilayah dan jumlah penduduk yang

menempati wilayah Kecamatan Penengahan, diketahui bahwa kepadatan

penduduk/ km2 di wilayah Kecamatan Penengahan adalah 10.270 Penduduk/

km2. Tingkat kepadatan penduduk terbesar berada di desa Rawi, yaitu sebesar

1.205 Penduduk/ km2 dan tingkat kepadatan penduduk terendah berada di

desa Ruang Tengah, yaitu 214,14 Penduduk/ km2. Desa Pasuruan, dimana

terdapat pusat pemerintahan Kecamatan Penengahan memiliki kepadatan

penduduk sebesar 935,87 Penduduk/ km2. Data lebih lengkap terkait

korelasianatarajumlah penduduk dan luas wilayah dari setiap desa di

Kecamatan Penengahan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.3. Data Kepadatan Penduduk


Kecamatan Penengahan Kab. Lampung Selatan Tahun 2017
KEPADATAN
DESA JUMLAH LUAS WILAYAH KM 2 PENDUDUK/KM2
PENDUDUK
Pasuruan 3.923 4.600 0,92
Suka Baru 2.943 6.000 0,49
Kelaten 2.617 75.000 0,04
Kuripan 2.615 5.600 0,47
Kekiling 1.915 5.250 0,44
Rawi 1.915 2.200 0,94
Padan 1.821 4.460 0,44
Penengahan 2.335 9.280 0,23
Banjar Masin 2.055 6.200 0,37
Gayam 1.961 3.200 0,62
Tetaan 2.008 4.480 0,39
Tanjung Heran 1.354 5.200 0,30
Blambangan 1.307 4.850 0,33

25
Kelau 1.120 3.250 0,45
Ruang Tengah 1.167 5.800 0,20
Gedong Harta 1.401 3.200 0,47
Way kalam 981 4.300 0,25
Gandri 934 2.450 0,63
Taman Baru 981 3.500 0,25
Pisang 1.167 3.100 0,32
Suka Jaya 888 1.650 0,47
Kampung Baru 1.214 1.520 0,53
Jumlah total 38.622 165.090

*Sumber: rekapitulasi hasil pendataan keluarga tingkat kecamatan Tahun 2017.

4. Rasio Beban Tanggungan

Rasio Beban Tanggungan adalah perbandingan antara banyaknya orang yang

belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65

tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang termasuk usia produktif (15-64

tahun). Adapun Rasio Beban Tanggungan di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap

Penengahan Tahun 2017 adalah sebesar 54,67%yakni perbandingan antara

banyaknya orang yang belum produktif (usia kurang dari 15 tahun) dan tidak

produktif lagi (usia 65 tahun ke atas) sebesar 1916 jiwa dengan banyaknya orang

yang termasuk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 27.610 jiwa.

a. Rasio Jenis Kelamin

Rasio Jenis Kelamin adalah perbandingan banyaknya laki-laki dengan

banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu. Adapun

Rasio Jenis Kelamin di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun

2017 adalah sebesar 106,6%, yakni dengan perbandingan jumlah penduduk laki-

laki sebesar 19.830 jiwa dan penduduk perempuan 18.792jiwa.

26
b. Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Melek Huruf.

Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke atas yang Melek Huruf

diwilayah kecamatan penengahan pada tahun 2017 tidak didapatkan data

dari upt dinas pendidikan wilayah Kecamatan Penengahan.

5. SUMBERDAYA KESEHATAN.

Tabel 5.1. Data Sumber Daya Kesehatan


Puskesmas Rawat Inap Penengahan Tahun 2016

PEMILIKAN/ PENGELOLA
NO UNIT KERJA PEMKAB/ TNI/
KEMENKES PEMPROV JUMLAH
KOTA POLRI BUMN SWASTA
1 Rumah Sakit Umum - - - - - - 0
2 Rumah sakit Jiwa - - - - - - 0
3 Rumah Sakit Bersalin - - - - - - 0
4 Rumah Sakit Khusus lainnya - - - - - - 0
5 Puskesmas Perawatan - - 1 - - - 1
6 Puskesmas Non-Perawatan - - - - - - 0
7 Puskesmas Keliling - - 2 - - - 2
8 Puskesmas Pembantu - - 3 - - - 3
9 Rumah Bersalin - - - - - - 0
10 Balai Pengobatan Klinik - - - - - -
11 Praktek Dokter Bersama - - - - - - 0
12 Praktek Dokter Perorangan - - 2 - - - 2
13 Praktek Pengobatan Tradisional - - - -
14 Poskesdes - - 8 - - - 8
15 Posyandu - - 43 - - - 43
16 Apotek - - 0 - - 2 1
17 Toko Obat - - - - - 2 2
18 GFK - - - - - -
19 Industri Obat Tradisional - - - - - 0 0
20 Industri Kecil Obat Tradisional - - - - - 1 1

a. SARANA KESEHATAN

Jumlah Rumah Sakit Umum dan Khusus

Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kecamatan Penengahan


Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2016 jumlah Rumah Sakit dan
khusus belum ada.

27
Jumlah Puskesmas dan Jaringannya.

Pada wilayah kerja Puskesmas Rawat inap Penengahan tahun 2016 jumlah
puskesmas induk 1, Puskesmas pembantu ada 3 ( Pustu Kekiling, Pustu Gayam
dan Pustu Gandri ) ada pun jaringan dokter peraktek ada 2 dokter di desa
Blambangan dan desa Kelau, untuk klinik bersalin ada 3 ( Bidan Indah Suprihatin,
Bidan Emalia dan Bidan Husniati )

Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola.

Pada Tahun 2016 di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan jumlah

sarana pelayanan kesehatan yang ada15 tempat kepemilikan, 2 tempat peraktek

dokter umum, 12 tempat peraktek bidan swasta ( BPS ).

Dilihat dari tabel diatas jumlah posyandu menurut kriteria strata di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Penengahan Kecamatan Penengahan

Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2016 dari jumlah 43 posyandu telah

menjadi kriteriaposyandu madya.

28
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pelaksanaan


Berikut hasil pelaksanaan evaluasi stunting balita di wilayah kerja
Blambangan

JENIS TANGGAL ALAMAT BB TB


No NAMA TB/U KET
KELAMIN LAHIR RT/RW (kg) (cm)
1 An. AA Laki-Laki 3/08/2015 009/003 9,9 86 -2,-3 Stunting
2 An. YO Laki-Laki 30/10/2015 010/003 9,9 85 -2,-3 Stunting
3 An. AS Laki-Laki 16/04/2016 011/003 9,3 77 -2,-3 Stunting
4 An. M Laki-Laki 14/06/2014 006/002 9,8 87 < -3 Stunting
5 An.ANP Perempuan 4/05/2014 003/001 12,8 92 < -2 Stunting
6 An. SA Laki-laki 27/09/2016 001/001 8,6 77 -2,-3 Stunting
7 An.ZE Perempuan 14/04/2016 002/001 9,3 76 -2,-3 Stunting
8 An. EA Perempuan 17/12/2013 002/001 9 95 -3 Stunting
9 An.MF Perempuan 26/02/2017 005/002 11,3 68 < -3 Stunting
10 An. AP Perempuan 26/06/2015 006/002 9,9 86 -2,-3 Stunting
11 An. GNA Laki-Laki 30/04/2016 007/002 12,3 81 -2,-3 Stunting
12 An.RS Laki-laki 21/09/2015 004/001 12 87 -2,-3 Stunting
13 An. ZH Laki-Laki 6/02/2017 002/001 9,5 67 -2,-3 Stunting
14 An.IRP Laki-Laki 20/11/2015 009/002 11,5 85 -3 Stunting
15 An. MDA Laki-Laki 27/04/2017 011/003 9,4 71 < -2 Stunting
16 An. KO Perempuan 26/10/2014 004/001 12,5 88 < -2 Stunting
17 An. RA Perempuan 8/05/2015 004/001 11,5 84 -3 Stunting
18 An. RF Laki-Laki 12/02/2015 002/001 12 89 < -2 Stunting
19 An. SDN Perempuan 3/11/2016 008/002 9,2 78 -2,-3 Stunting
20 An. MAZ Perempuan 10/01/2016 009/003 9,5 78 -2,-3 Stunting
21 An. A Perempuan 9/03/2013 004/001 10,5 105 < -2 Stunting
22 An. R Laki-Laki 20/03/2013 011/003 11,2 103 -3 Stunting
23 An. NA Perempuan 24/04/2013 008/002 11,4 100,5 < -2 Stunting

Dari tabel diatas didapatkan 23 anak yang mengalami stunting dari .Perhitungan
stunting pada tabel tersebut ditentukan dengan menggunakan rumus TB/U dan
dicocokan hasilnya menggunakan tabel standar antropometri penilaian status gizi
anak yang dikeluarkan oleh Menteri kesehatan RI. Dari 23 anak yang mengalami
stunting terdapat 5 orang anak yang memiliki TB/U kurang dari sama dengan -3.

29
5.2 Pembahasan
Stunting disebabkan oleh factor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh factor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita.
Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada
kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu
Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek
yang paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK.1

Pada 23 anak yang mengalami stunting di desa Banjarmasin terdapat 4


faktor dominan yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya stunting
tersebut, keempat factor tersebut diantaranya adalah:

1. Pemberian Makanan Bergizi


2. Pemberian MPASI ( Usia Makan Pertama)
3. Sanitasi dan Penggunaan Air Bersih
4. Frekuensi Kunjungan Posyandu

Keempat faktor tersebut menjadi hal dominan sebagai penyebab terjadinya


stunting didesa Banjarmasin. Factor tersebut didapatkan dari hasil
wawancara tim dokter internsip puskesmas penengahan kepada orang tua
dari 23 orang anak yang mengalami stunting. Salah satu permasalahan
terjadi dalam pemberian makanan pada bayi adalah terhentinya pemberian
air susu ibu (ASI) dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup. WHO
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif 6 bulan pertama kehidupan
dan dilanjutkan dengan pengenalan MP-ASI dengan terus memberikan
ASI sampai usia 2 tahun. Menurut penelitian Teshome, anak yang diberi
MP-ASI terlalu dini (<4 bulan) berisiko menderita kejadian stunting.
Dalam penelitian lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada anak balita di wilayah pedesaan dan perkotaan, hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa praktik pemberian MP-ASI pada
anak balita merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
stunting pada anak balita yang berada di daerah pedesaan dan perkotaan.
Penelitian ini sesuai dengan Departemen Kesehatan (Depkes) yang

30
menyatakan bahwa gangguan pertumbuhan pada awal masa kehidupan
bayi antara lain disebabkan oleh kekurangan gizi sejak bayi, pemberian
MP-ASI terlalu dini atau terlalu lambat, MP-ASI tidak cukup gizinya
sesuai kebutuhan bayi atau kurang baiknya pola pemberiannya menurut
usia, dan perawatan bayi yang kurang memadai. Anak balita yang
diberikan ASI eksklusif dan MP-ASI sesuai dengan kebutuhannya dapat
mengurangi risiko terjadinya stunting. Hal ini karena pada usia 0-6 bulan
ibu balita yang memberikan ASI eksklusif dapat membentuk imunitas atau
kekebalan tubuh anak balita sehingga dapat terhindar dari penyakit infeksi.
Setelah itu, pada usia 6 bulan anak balita diberikan MP-ASI dalam jumlah
dan frekuensi yang cukup sehingga anak balita terpenuhi kebutuhan zat
gizinya yang dapat mengurangi risiko terjadinya stunting.18

Stunting disebabkan oleh efek kumulatif dari rendahnya asupan zat gizi
makro dan mikro selama periode yang lama ataupun hasil infeksi kronis.
Kualitas MP-ASI sama pentingnya dengan kuantitas MP-ASI karena
kualitas keragaman MP-ASI berhubungan dengan kepadatan zat gizi mikro
dalam MP ASI. Kualitas dan kuantitas MP-ASI dapat secara positif
mempengaruhi pertumbuhan linear. Meningkatkan kuantitas MP-ASI tidak
akan efektif bila tidak didukung oleh kualitas MP-ASI. Zat gizi mikro
yang penting untuk pertumbuhan dan berkaitan dengan kejadian stunting
adalah zat besi, seng, tembaga, kalsium, dan vitamin A.19

Pada penelitian terdahulu di Dodota-Sire, Ethiopia menyebutkan frekuensi


pemberian MP-ASI dikategorikan menjadi <3 dan ≥3 kali pemberian MP-
ASI dalam sehari. Penelitian lainnya mengategorikan frekuensi pemberian
MP-ASI menjadi <4 dan ≥4 kali pemberian MP-ASI dalam sehari. Selain
perbedaan cut off, tidak adanya hubungan antara frekuensi pemberian MP-
ASI dan kejadian stunting diduga karena porsi yang tidak cukup dalam
setiap kali pemberian MPASI. Meskipun pemberian MP-ASI dalam sehari
sudah cukup, jumlah yang kecil tidak mampu memenuhi kecukupan energi
dan zat gizi anak. Bayi memerlukan makanan tambahan selain ASI untuk

31
memenuhi asupan energi dan zat gizi yang lain. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan energi atau zat gizi yang cukup, bayi harus diberi makanan
dengan konsentrasi energi dan zat gizi yang tinggi atau diberi makanan
lebih sering. Karena lambung bayi kecil, maka volume setiap kali makan
harus tidak terlalu besar. Jadi, bayi atau anak harus makan lebih sering
daripada orang dewasa. Kuantitas dan jenis makanan yang diberikan
kepada anak dan frekuensi pemberian makan adalah faktor penting yang
berhubungan dengan stunting. Anak- anak yang mengonsumsi jumlah
makanan yang relatif besar (>600 mL/hari) mempunyai skor PB/U yang
lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan konsumsi yang kurang (<600
mL/hari). Anak-anak yang diberi makan <3 mangkok sedang (<200 mL)
per hari mempunyai skor PB/U yang lebih rendah dibandingkan dengan
anak-anak yang diberi makan >3 mangkok sedang (>200 mL). Oleh karena
itu, konsumsi MP-ASI dengan jumlah yang kecil dan frekuensi yang
kurang menjadi salah satu penyebab penting kejadian stunting.19

Pemberian MP-ASI pada usia yang tidak sesuai pada anak yang tidak
diberikan ASI lagi mempunyai risiko 1,6 kali lebih besar untuk mengalami
kejadian stunting dibandingkan anak-anak yang diberi MP-ASI pada usia
yang sesuai. Pemberian MP-ASI pada usia yang tidak sesuai pada anak
yang masih diberi ASI merupakan faktor proteksi bagi kejadian stunting.
Anak-anak yang diberi MP-ASI dini mempunyai kemungkinan lebih besar
untuk mengalami penyakit infeksi akibat praktik penyiapan MP-ASI yang
kurang bersih dan kekurangan gizi akibat belum sempurnanya saluran
pencernaan bayi untuk mencerna makanan. Pemberian MP-ASI yang tidak
beragam pada anak yang masih diberikan ASI mempunyai risiko 1,3 kali
lebih besar untuk mengalami kejadian stunting dibandingkan anak-anak
yang yang diberi MP-ASI yang beragam.18

32
BAB VI
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Dari keempat masalah tersebut adapun intervensi yang diberikan kepada
masyarakat desa Banjarmasin khususnya yang mengalami stuntingdiantaranya
adalah:

No Masalah Intervensi Evaluasi


1. Pemberian makanan Edukasi mengenai Orang tua lebih
bergizi sumber makanan bergizi mengerti mengenai
yang bisa didapat pemilihan makanan
dengan harga terjangkau, bergizi dengan harga
edukasi cara pengolahan terjangkau dan cara
makanan bergizi. pengolahan
makanan dengan
Media intervensi: leaflet baik.

Media evaluasi:
wawancara
2. Pemberian MPASI Edukasi mengenai Orang tua lebih
MPASI dan demo cara mengerti tentang
memasak MPASI MPASI ( mulai
dengan benar kapan harus nya
diberikan, frekuensi,
Media intervensi: leaflet menu-menu yang
dan demo masak. dapat diberikan,
serta cara
pengolahannya).

Media intervensi:
wawancara
3. Sanitasi dan Penggunaan Edukasi mengenai PHBS Orang tua lebih
Air Bersih dan penyakit kecacingan mengerti mengenai
pada anak serta edukasi PHBS serta deteksi
mengenai pentingnya dini kecacingan
konsumsi obat cacing pada anak.
secara rutin.
Media intervensi:
Media intervensi: leaflet wawancara
4. Frekuensi Kunjungan Edukasi mengenai Orang tua memahami
Posyandu pentingnya kunjungan pentingnya kunjungan
posyandu secara rutin. posyandu secara rutin.
Media intervensi:
Media intervensi: leaflet wawancara

33
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
7.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan Evaluasi pertumbuhan dan perkembangan gizi, keadaan
stunting di wilayah Banjarmasin masih cukup tinggi.
2. Faktor penyebab masalah utama yang telah diidentifikasi adalah masalah
pemberian makanan bergizi, pemberian MP-ASI, sanitasi dan penggunaan
air bersih, serta frekuensi kunjungan balita ke posyandu.
3. Pemberian MP-ASI harus berlandaskan syarat Tepat waktu (Timely),
Adekuat (Adequate), Aman (Safe), dan Tepat cara pemberian (Properly)
untuk mengurangi kejadian stunting.
4. Alternatif pemecahan masalah MP-ASI yang dapat dilakukan secara
berkesinambungan meliputi memberikan edukasi kepada ibu ataupun
keluarga mengenai pengertahuan pentingnya MP-ASI bagi pertumbuhan
dan perkembangan balita, menyediakan sarana dan prasarana serta
pertemuan rutin untuk saling bertukar informasi mengenai pengetahuan
MP-ASI.

7.2 Saran
1. Petugas kesehatan dan masyarakat hendaknya lebih memberikan perhatian
dalam mendeteksi pertumbuhan dan perkembangan balita terutama yang
berhubungan dengan stunting balita.
2. Pemerintah lebih meningkatkan kerja sama dengan petugas medis untuk
meningkatkan kemampuan dalam mendeteksi keadaan stunting balita.
3. Pemerintah dan petugas medis lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan
dan edukasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan balita.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusat data dan Informasi Kementrian dan Kesehatan RI. Jakarta.2016


2. Laporan Tahuna Unicef Indonesia. Ringkasan Kajian Kesehatan
Unicef Indonesia. 2012
3. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
lokal. 2006. DepartemenKesehatan RI
4. Atmawikarta, Arum. Pengaruh Pemberian Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) Formula Tempe terhadap Diare, AktivitasFisik, dan
Pertumbuhan Bayi Status Gizi Baik Usia 6-12 Bulan di Bogor Jawa Barat.
Gizi Indon (2007) 30 (2): 73-97
5. Sjarif, DamayantiRusli et al. Buku Ajar
NutrisiPediatrikdanPenyakitMetabolik. IDAI. 2011. 117-125
6. More, Judy. Weaning Infants onto Solid Foods. April. 2010
7. Scientific Opinion on the Appropriate Age for Introduction of
Complementary Feeding of Infants. EFSA Journal. 2009 7(12): 1423
8. Complementary Food, in Focus: Complementary Food at the 65th World
Health Assembly. International Food Manufactured. 2012
9. SoepardiSoedibyo,Winda F. PemberianMakananPendamping ASI Bayi yang
Berkunjungke Unit PediatriRawatJalan. Sari PediatriVol 8 No. 4. Maret
2007
10. Narendra, Moersintowati B.
TumbuhKembangAnakdanRemajaEdisiPertamaTahun 2002.
IkatanDokterAnak Indonesia. 2002.
11. Santika, Otte, et al. Development of Food Based Complementary Feeding
Recommendations for 9-to 11- Month- Old Periurban Indonesian Infant
Using Linear Programming. The Journal of Nutrition 139.1 Jan 2009 : 135-
41
12. Complementary Feeding, Report of the Global Consultation Summary of
Guiding Principles. WHO. 2002.
13. Feeding the Non-Breastfed Child 6-24 Months of Age. WHO/FCH/CAH.
Geneva. 2004
14. Dewey, Kathryn. Guiding Principles for Complementary Feeding of the
Breastfed Child. WHO. 2001
15. Dewey, Kathryn G., Adu-Afarwuah. Systematic Review of the Efficacy and
Effectiveness of Complementary Feeding Intervention in Developing
Countries in Maternal and Child Nutrition. Blackwell Publishing. 2008

35
16. Sonya L. Cameron, et al. How Feasible Is Baby-Led Weaning as an
Approach to Infant Feeding? A Review of the Evidence. Nutrients 2012, 4,
1575-1609
17. Rao S., Swathi PM, Unnikrishnan B, Hedge A. Study of Complementary
Feeding Practices among Mothers of Children Aged Six Months to Two
Years-A Study from Coastal South India in Australasian Medical Journal
AMJ. 2011
18. Dwi P.K, Hamam H, Bunga A.P. Time of complementary feeding
introduction was associated with stunting in children 6-23 months old in
Sedayu, Bantul. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 4, No. 2, Mei 2016:
105-111
19. Hildagardis M.E. Nai, I Made A.G, Esti N. Complementary feeding
practices were not risk factors of stunting among children 6-23 months.
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. Vol. 2, No. 3, September 2014: 126-139

36

Anda mungkin juga menyukai