Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyatakan dengan
mengadakan hubungan dengan Dia melalui serangkaian kegiatan ibadah
yang sesuai dengan ajaran agama itu.
Sudah menjadi kodrat manusia sebagai ciptaan Tuhan. Sejatinya,
manusia adalah makhluk yang lemah, manusia tidak dapat hidup tanpa
adanya perlindungan dari Tuhannya. Dengan agama yang dimiliki, manusia
akan memperoleh perlindungan dengan menjalin hubungan dengan
Tuhannya.
Manusia adalah makhluk yang sangat menarik, makhluk yang paling
unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan Tuhan yang paling
sempurna, seperti yang dinyatakan Allah SWT di dalam Al Qur’an Surat
At-Tin Ayat 4 :

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik-baiknya. (QS. At Tin (Buah Tin) - surah 95 ayat 4)
Dapat disimpulkan bahwa agama sangat perlu bagi manusia,
terutama bagi orang yang berilmu.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu manusia ?
2. Bagaimana hakikat manusia ?
3. Bagaimana proses kejadian manusia dalam Al Qur’an ?
4. Apa itu agama ?
5. Apa hajat manusia terhadap agama ?
6. Apa saja klasifikasi agama ?
7. Kenapa agama sebagai sumber kebenaran ?
8. Mengapa manusia sebagai khalifah di muka bumi ?
9. Apa hubungan manusia dengan agama ?
10. Apa tujuan beragama ?
11. Apa manfaat beragama ?

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian manusia.
2. Mahasiswa mengetahui proses kejadian manusia dalam Al Qur’an.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang pengertian agama.
4. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi agama.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang hubungan manusia dengan
agama.
6. Mahasiswa dapat mengetahui agama sebagai sumber kebenaran.
7. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan beragama.
8. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat beragama.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN MANUSIA
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta),
“mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang
berakal budi. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau
sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. Sedangkan kata ‘manusia’ dalam al-Qur’an disebut
dengan an-Nas yang memiliki arti manusia.

2.2 HAKIKAT MANUSIA


Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang bukan tercipta
secara kebetulan. Manusia digambarkan dengan menggunakan berbagai
pensifatan; mulai dari makhluk terbaik dan mulia, berakal dan kreatif,
hingga makhluk lemah tetapi sombong, serta ceroboh sekaligus juga bodoh.
Dari hal tersebut dapat ditegaskan apa sesungguhnya yang menjadi
hakikat manusia? Atau dengan kalimat lain, apa itu manusia? Pertanyaan
singkat ini sesungguhnya telah sejak lama menarik perhatian manusia. Ini
adalah sebuah pertanyaan besar yang jawabannya setelah diupayakan
perumusan beratus bahkan beribu tahun silam. Namun, sampai sekarang
tetap penting dan menarik perhatian banyak orang untuk menelaah manusia.
Apalagi jika pertanyaan itu divariasikan, untuk apa, dari mana, dan hendak
ke mana arus sejarah manusia. Manusia juga merupakan makhluk yang
unik. Oleh karena itu, ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan
kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji
manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat
dan lingkungan hidupnya. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang
studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum
mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya
penamaan manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo

3
economicus (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut economic animal
(binatang ekonomi), dan sebagainya.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah perkaitan antara
badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri sendiri,
yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan
bahwa kedua substansi adalah substansi alam. Sedang alam adalah makhluk.
Maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt, sebagaimana
firman-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah. (12) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).(13) Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.(14)

Setidaknya ada empat kata yang digunakan al-Qur‟an untuk


menunjuk makna manusia, yaitu: al-basyar, al-insān, al-nās, dan banī ādam.
Meskipun kata tersebut menunjuk pada makna manusia, namun secara
khusus memiliki penekanan pengertian yang berbeda. Perbedaan berikut
dapat dilihat pada uraian berikut :

4
1. Al-Basyar
Kata al-basyar dinyatakan dalam al-Qur‟an sebanyak 36 kali dan
tersebar dalam 26 Surah. Secara etimologi, al-basyar berarti kulit
kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Menurut Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang
pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah.
Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit.
Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda
dengan kulit binatang. Di bagian lain dari al-Qur‟an disebutkan
bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian
manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap hingga mencapai
kedewasaan.
Berdasarkan konsep al-basyar, manusia tak jauh berbeda dengan
makhluk biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia
terikat kepada kaidah prinsip kehidupan biologis seperti
berkembangbiak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan
dalam mencapai tingkat kematangan dan kedewasaan. Manusia
memerlukan makanan dan minuman untuk hidup, dan juga
memerlukan pasangan hidup untuk melanjutkan proses pelanjut
keturunannya. Sebagai makhluk biologis, manusia juga mengalami
proses akhir secara fisik, yaitu mati. Mati merupakan tahap akhir
dari proses pertumbuhan dan perkembangan manusia sebagai
makhluk biologis.
2. Al-Insān
Islam sebagai agama samawi paling belakangan muncul juga
menawarkan pandangan tentang manusia. Manusia dalam bahasa
Arab disebut al-nās atau al-insān. Kata al-insān dalam al-Qur‟an
disebut sebanyak 60 kali. Kata al-insān berasal dari kata al-uns yang
berarti jinak, harmonis, dan tampak. Dalam al-Qur‟an kata insān
sering juga dihadapkan dengan kata jin atau jān, yaitu makhluk yang
tidak tampak. Kata insān dalam al-Qur’an digunakan untuk

5
menunjuk manusia sebagai totalitas (jiwa dan raga). Potensi tersebut
antara lain berupa potensi untuk bertumbuh dan berkembang secara
fisik dan secara mental spiritual.
Perkembangan tersebut antara lain, meliputi kemampuan untuk
berbicara. Menguasai ilmu pengetahuan melalui proses tertentu,
dengan mengajarkan manusia dengan kalam (baca tulis), dan segala
apa yang tidak diketahui. Kemampuan untuk mengenal Tuhan atas
dasar perjanjian awal di dalam ruh, dalam bentuk kesaksian. Potensi
untuk mengembangkan diri ini (yang positif) memberi peluang bagi
manusia untuk mengembangkan kualitas sumber daya insaninya.
Integritas ini akan tergambar pada nilai iman dan bentuk
amaliyahnya. Dengan kemampuan ini, manusia akan mampu
mengemban amanah Allah di muka bumi secara utuh. Namun
demikian, manusia sering lalai bahkan melupakan nilai insaniyah
yang dimilikinya dengan berbuat kerusakan di bumi.
3. Al-Nās
Kata al-nās dinyatakan dalam al-Qur‟an sebanyak 240 kali dan
tersebar dalam 53 Surah. Kata al-nās menunjukkan pada eksistensi
manusia sebagai makhluk sosial secara keseluruhan tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya. Dilihat dari kandungan
maknanya, kata ini lebih bersifat umum dibandingkan dengan kata
al-insān.
Dalam al-Qur’an, kosa kata al-nās umumnya dihubungkan dengan
fungsi manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai
makhluk bermasyarakat, yang berawal dari pasangan laki-laki dan
wanita, kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa, untuk
saling mengenal. Kata al-nās juga dijelaskan oleh Allah untuk
menunjuk kepada manusia bahwa ada sebagian yang beriman dan
ada juga yang munafik. Adapun secara umum, penggunaan kata al-
nās memiliki arti peringatan dari Allah kepada semua manusia untuk
selalu menjaga perbuatannya karena semua itu pasti ada

6
konsekuensinya, seperti jangan terlampau hemat memakai harta
bendanya atau pelit, jangan sombong, bangga karena telah berbuat
baik dan jangan menjadikan setan sebagai temannya karena setan
merupakan seburuk-buruk teman, jangan takut kepada manusia
tetapi takutlah kepada-Nya. Kemampuan untuk memerankan diri
dalam kehidupan sosial, sehingga dapat mendatangkan manfaat,
merupakan usaha yang sangat dianjurkan. Dengan demikian konsep
al-nās, mengacu kepada peran dan tanggung jawab manusia sebagai
makhluk sosial dalam statusnya sebagai makhluk ciptaan Allah Swt.
4. Banī Ādam
Dalam al-Qur‟an, kata banī ādam dijumpai sebanyak 7 kali dan
tersebar dalam 3 Surat. Secara etimologi kata banī ādam
menunjukkan arti pada keturunan Nabi Adam. Namun yang jelas,
menurut Al-Qur’an pada hakikatnya manusia berasal dari nenek
moyang yang sama, yakni Adam dan Siti Hawa. Berdasarkan asal
usul yang sama ini, berarti manusia masih memiliki hubungan darah,
serta pertalian kekerabatan. Dari ras manapun dia berasal. Atas
kesamaan ini sudah semestinya manusia mampu menempatkan
dirinya dalam komunitas persaudaraan umat sejagat. Persaudaraan
antar sesama manusia dengan merujuk kepada kesamaan asal usul
dan keturunan.
Dalam konteks ayat-ayat yang mengandung konsep banī ādam,
manusia diingatkan Allah agar tidak tergoda setan, menyuruh
manusia memakai pakaian yang bagus ketika beribadah dan
mencegah dari makan minum secara berlebih-lebihan, bertakwa dan
mengadakan perbaikan, kesaksian manusia terhadap Tuhannya, dan
terakhir peringatan agar manusia menyadari bahwa setan itu
merupakan musuh yang nyata. Dengan demikian bahwa pemaknaan
kata banī ādam lebih ditekankan pada aspek amaliyah manusia
sekaligus pemberi arah ke mana dan dalam bentuk apa aktifitas itu
dilakukan. Di sini terlihat demikian demokratisnya Allah terhadap

7
manusia. Hukum sebab-akibat tersebut memungkinkan Allah Swt
untuk meminta pertanggungjawaban pada manusia terhadap semua
perbuatan yang dilakukannya.

2.3 PROSES KEJADIAN MANUSIA MENURUT AL QUR’AN


Al-Qur’an menguraikan tentang kejadian manusia dalam dua tahap.
Tahap pertama adalah tentang kejadian manusia pertama. Dan tahap kedua
tentang kejadian manusia keturunan dari manusia pertama tadi.
Tentang kejadian manusia pertama al-Qur’an menjelaskan, pertama,
permulaannya dijadikan Allah seorang manusia (Adam), setelah itu baru
dijadikan Allah istrinya (Siti Hawa) dari bahan yang sama. Dari kedua
manusia inilah dikembangbiakkan keturunannya yang amat banyak. Kedua,
yang mula-mula di jadikan Allah ini adalah jasadnya, yang dijadikannya
daripada tanah. Ketiga, setelah kejadian jasad ini sempurna barulah
ditiupkan oleh Allah ke dalamnya ruh ciptaaan-Nya.
Adapun tentang kejadian manusia keturunan manusia pertama, al-
Qur’an menjelaskan, pertama, keturunan manusia pertama ini dijadikan
Allah dari air mani. Kedua, air yang dijelaskan al-Qur’an adalah air mani
yang memancar dan bercampur dari pihak laki-laki. Tampaknya unsur
“campuran” (amsyaz) yang dikatakan al-Qur’an itulah yang menentukan.
Al-Qur’an lebih jauh mengatakan bahwa sperma yang subur bagian dari air
yang mencucur itu.

8
Adapun firman Allah SWT sebagai berikut :
1. QS al-Nisa ayat 1

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang


telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.
2. QS Al-Hijr ayat 28

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para


malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk.

3. QS Al-Hijr ayat 29

‫س َّو ْيتُهُ فَإِذَا‬ ِ ‫اجدِينَ لَهُ فَقَعُوا ُر‬


َ ُ‫وحي ِم ْن ِفي ِه َونَ َف ْخت‬ ِ ‫س‬َ
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan
telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.

9
4. QS Al-Mu’min ayat 67

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari


setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian
dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu
dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa
(dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua,
di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

Ketiga, menurut informasi al-Qur’an, bahwa sel yang akan jadi


manusia disimpan dalam suatu tempat (qarar), yaitu di sekitar daerah
kandungan ibu. Tempat ini merupakan tempat yang aman, yaitu tempat yang
stabil dan serasi. Qarar yang disebut al-Qur’an, sudah barang tentu
menunjukkan tempat dimana anak manusia bisa berkembang, yaitu
kandungan. Dalam kandungan ini anak akan berkembang dengan baik dan
sempurna sampai nanti lahir ke dunia.

Keempat, perkembangan di dalam rahim ibunya berlangsung secara


bertahap, yaitu air mani menjadi segumpal darah, darah ini menjadi sekerat
daging, daging itu oleh Allah SWT dijadikan tulang, tulang itu dibalut
dengan daging lagi, sesudah itu terbentuklah makhluk yang lain sifatnya
dari yang diproses tadi, yaitu manusia. Kelima, setelah sampai pada
waktunya manusia yang ada dalam rahim ibunya akan lahir sebagai bayi.

10
Bila diilustrasikan secara singkat, proses perkembangan jasmani
manusia dalam rahim, hingga lahirnya manusia menurut QS. Al Muminun
ayat 12-14, al-Hajj ayat 5 dan al-Mu’min, ayat 67, adalah sebagai berikut:
(1) Benih (ovarium, female nucleus) yang berasal dari sari pati tanah. (2).
Sperma (spermatozoon)yang berasal dari sari pati tanah. (3). Benih
(ovarium) dan spermatozoon dalam rahim, mengalami pembuahan. (4).
Menjadi segumpal darah (‘alaqah). (5). Menjadi segumpal daging
(mudhghah). (6). Menjadi tulang belulang . (7). Menjadi tulang belulang
yang dibungkus dengan daging dan ruh ditiupkan. (8). Menjadi makhluk
hidup (bayi). (9). Menanti saat kelahiran.

Adapun firman Allah SWT sebagai berikut :

1. QS. Al Muminun ayat 12-14

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari


suatu saripati (berasal) dari tanah. (12) Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim).(13) Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta Yang Paling Baik.(14)

11
2. Al-Hajj ayat 5

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan


(dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah
menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani,
kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal
daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak
sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai
waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan
kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur)
kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada
yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang
dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak
mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi
itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam
tumbuh-tumbuhan yang indah.

12
3. QS Al-Mu’min ayat 67

Dialah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari


setetes mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian
dilahirkannya kamu sebagai seorang anak, kemudian (kamu
dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa
(dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi) sampai tua,
di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami
perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang
ditentukan dan supaya kamu memahami(nya).

13
2.4 PENGERTIAN AGAMA
Secara etimologis, kata agama biasanya diterjemahkan dengan kata
al-din (bahasa Arab atau religion (bahasa Inggris). Selanjutnya din al-Islam
diterjemahkan dengan kata The Religion of Islam atau Agama Islam.
Kata al-din berarti agama terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an,
di antaranya :

1. QS. Al-Baqarah (2): 256 :

tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);


sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan
yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.

14
2. Q.S Al-Hajj (22): 78 :

dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang


sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-
kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim
dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua
menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah
sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu
pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah
sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.
Kata Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Satu pendapat
mengatakan bahwa Agama berasal dari asal kata A= tidak, dan Gam= Pergi
dan kacau. Jadi agama tidak pergi, tidak kacau, tetap di tempat, diwarisi
turun temurun, karena agama memang mempunyai sifat demikian. Ada
pendapat yang mengatakan Gam berarti tuntunan, karena agama memang
memberi tuntunan.
Kata religion, dari kata religi berasal dari bahasa Latin. Menurut satu
pendapat religi, asalnya dari kata religere atau religio, yang mengandung
arti mengumpulkan, dan membaca. Agama memang merupakan kumpulan

15
cara-cara pengabdian kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang
harus dibaca. Pendapat lain mengatakan religere berarti mengikat. Dalam
agama memang terdapat aturan-aturan yang mengikat.
Walaupun antara Ad-diin dan religion, sama-sama berarti agama,
namun mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut sebagai berikut :
Faktor Pembeda Ad-diin al-Islami Religion
Asal-usul penamaan Langsung dari Allah dan Oleh manusia yang
tidak di kaitkan dengan di kaitkan dengan
Nabi Muhammad SAW pendirinya
Sumber kata Dari kitab suci Al- Bukan dari kitab
Qur’an suci
Subtansi(luang-lingkup) Suatu totalitas yang Suatu sektor atau
komprehensif segmen saja
Kata Ad-diin dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau
hukum. Dalam bahasa Arab, kata ini mengandung arti, menguasai,
menundukan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan.
Agama juga mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan
dipatuhi manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh yang besar sekali
terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal dari satu
kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tak dapat
ditangkap dengan panca indra.
Oleh karena itu, agama diberi definisi sebagai berikut :
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan
kekuatan gaib yang harus di patuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai
manusia.
3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang
mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di
luar diri manusia dan mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia.

16
4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan
cara hidup tertentu.
5. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal
dari suatu kekuatan gaib.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang
diyakini bersumber dari kekuatan gaib.
7. Ajaran-ajaran yang di wahyukan Allah kepada manusia
melalui seorang Rasul.

Mahmud Syaltut mengatakan bahwa “Agama adalah ketetapan-


ketetapan Ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi pedoman
hidup manusia. Sementara itu Syekh Muhammad Abdullah Badran, dalam
bukunya Al- Madkhal ila Al-Adyan, berupaya untuk menjelaskan arti
agama dengan merujuk kepada Al-Qur’an. Ia memulai bahasannya dengan
pendekatan kebahasaan.

Diin yang biasa diterjemahkan “agama” menurut Guru Besar Al-


Azhar itu, menggambarkan “hubungan antara dua pihak dimana yang
pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua”. Seluruh
kata yang menggunakan huruf-huruf dal, ya, dan nun seperti dain yang
berarti utang atau dana yadinu yang berarti menghukum atau taat, dan
sebagainya, kesemuanya menggambarkan adanya dua pihak yang
melakukan interaksi seperti yang digambarkan diatas.

Jika demikian, agama adalah hubungan antara makhluk dan


khaliknya. Hubungan ini menunjukan sikap batinnya serta tampak dalam
ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.

Prof. Muhammad Daud Ali mengatakan, istilah Ad-diin yang


tercantum dalam QS. Ali Imran (5): 3, tidak hanya mengandung pengertian
pengaturan hubungan manusia dengan Tuhan saja(bersifat vertikal) tetapi
juga mengandung pengaturan hubungan manusia dengan manusia lain
dalam masyarakat dan alam lingkungan hidupnya (yang bersifat horizontal).

17
Kedua tata hubungan ini merupakan komponen yang berjalan dan berjalin
dalam sistem ajaran Islam.

Sebuah agama biasanya menyangkut beberapa hal pokok yang


menjadi ruang lingkup ajarannya, yaitu :

1. Keyakinan adanya suatu kekuatan supranatural yang


mengatur dan menciptakan alam dan seisinya.
2. Peribadatan yang merupakan tingkah laku manusia dalam
berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai
konsekuensi atas pengakuannya.
3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia dan alam semesta berkaitan dengan keyakinannya.

2.5 HAJAT MANUSIA TERHADAP AGAMA


Menurut Bustanuddin Agus, dalam menelusuri asal usul kenapa
manusia beragama, kebanyakan ilmuan sosial mengembalikan pada faktor
kelemahan manusia. Manusia beragama karena beberapa hal berikut:
1. Tidak mampu mengatasi bencana alam dengan kemampuan
sendiri.
2. Tidak mampu melestarikan sumber daya dan keharmonisan
alam, seperti tidak mampu menjamin matahari tetap bersinar
dan padi mereka tetap menjadi.
3. Tidak mampu mengatur tindakan manusia untuk dapat hidup
damai satu sama lain dalam masyarakat.

Hajat manusia terhadap agama bersifat kodrati, sebab dengan


adanya agama inilah manusia menjadi makhluk yang berbeda dengan
makhluk lainnya, misalnya dengan binatang. Dilihat dari beberapa ciri,
manusia tidak berbeda dengan binatang, baik nalurinya untuk makan dan
minum, berkembang biak ataupun mempertahankan hidupnya.

18
Menurut konsep Al-Qur’an, manusia hajat terhadap agama, karena
memang agama itu adalah fitrah manusia, hal ini dijelaskan dalam QS. Ar-
Ruum (30):30 :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Fitrah Allah : Maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah


mempunyai naluri beragama yaitu, agama tauhid, kalau ada manusia
tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanya lantaran pengaruh lingkungan.

Fungsi dan tujuan hidup manusia, hanya dapat dijelaskan oleh


agama. Agama justru datang karena ternyata bekal-bekal yang dilimpahkan
kepada manusia tidak cukup mampu menemukan apa perlunya ia lahir ke
dunia ini. Agama diturunkan untuk mengatur hidup manusia, meluruskan
mengendalikan akal yang bersifat bebas. Kebebasan akal tanpa kendali,
bukan saja menyebabkan manusia lupa diri, melainkan juga akan membawa
ia ke jurang kesesatan, mengingkari Tuhan, tidak percaya kepada yang gaib,
dan berbagai akibat negatif lainnya.

Oleh karena itu, sesungguhnya kapan pun manusia hidup dan di


manapun ia berada, agama tetap menjadi kebutuhan asasi, di abad modern
sekarang ini pun agama tetap diperlukan. Bahkan lebih jauh manusia
mencapai kemajuan lebih terasa perlunya agama. Dengan tanpa agama,
segala kemajuan bukannya akan memberikan kebahagiaan kepada manusia
akan tetapi malah akan membinasakan manusia.

19
2.6 KLASIFIKASI AGAMA
Di tinjau dari sumbernya, agama yang dikenal manusia terdiri atas
dua jenis agama, yakni sebagai berikut :
1. Agama wahyu, yaitu agama yang diterima oleh manusia dari
Allah melalui malaikat Jibril yang disebarkan oleh Rasul-
Nya kepada manusia. Agama wahyu disebut juga sebagai
agama samawi atau agama langit. Agama Islam termasuk
agama wahyu, agama samawi atau agama langit.
2. Agama budaya, yaitu agama yang bersumber dari ajaran
seorang manusia yang di pandang mempunyai pengetahuan
yang mendalam tentang kehidupan. Agama budaya disebut
juga agama ardhi atau agama bumi. Contoh agama budaya
adalah agama Budha yang merupakan ajaran Budha
Gautama.

Ciri-ciri agama wahyu, yaitu sebagai berikut :

1. Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai


utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama,
melainkan menyampaikannya.
2. Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
3. Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah
sesuai dengan situasi dan kondisi, atau sesuai dengan
kemampuan rasio, kecerdasan dan kepekaan.
4. Konsep ketuhanannya bersifat monoteisme mutlak(tauhid).
5. Kebenarannya bersifat universal, yaitu berlaku untuk setiap
manusia, masa dan keadaan.

20
Sedangkan ciri-ciri agama budaya, yaitu sebagai berikut :

1. Tidak disampaikan oleh utusan Allah (Rasul), melainkan


tumbuh secara kumulatif dalam masyarakat penganutnya.
2. Umumnya tidak memiliki kitab suci, kalaupun ada akan
mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan
sejarahnya.
3. Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan
akal pikiran masyarakat penganutnya.
4. Konsep ketuhanan bukan monoteisme, bisa animisme,
dinamisme, politeisme, dan yang paling tinggi menganut
monoteisme nisbi.
5. Kebenaran ajaran agama nya tidak bersifat universal,
sehingga pada keadaan dan masa tertentu dapat berubah-
ubah.

Jika kita perhatikan ciri-ciri dan kelompok agama tersebut nyatalah


hanya agama Islam yang memenuhi syarat sebagai agama wahyu sedangkan
yang selain Islam tidak., terutama bila dilihat dari segi ketuhanan dan
keaslian kitab sucinya. Asumsi ini dikuatkan oleh firman Allah dalam QS.
Ali Imran (3): 19 :

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.


Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali
sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-
ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.

21
2.7 AGAMA SEBAGAI SUMBER KEBENARAN
Sudah dijelaskan dalam uraian di atas bahwa agama Islam adalah
satu-satunya agama wahyu yang masih terpelihara kemurnian tauhidnya dan
kemurnian kitab sucinya. Oleh karena itu, kebenaran agama Islam adalah
mutlak dan abadi. Kebenaran hakiki hanyalah berasal dari Allah SWT
(wahyu) , bahwa yang berasal dari Allah adalah kebenaran yang pasti. Hal
ini dijelaskan dalam beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya sebagai berikut
:
1. QS. Ali Imran (3): 60:

‫ا لْ ُم ْم ت َ ِر ي َن ِم َن ت َك ُْن ف َ َل َر ب ِ كَ ِم ْن ا لْ َح ق‬
(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang
datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk
orang-orang yang ragu-ragu.
2. QS. Al-Israa’ (17): 105 :

Dan Kami turunkan (Al Quran) itu dengan sebenar-benarnya


dan Al Quran itu telah turun dengan (membawa) kebenaran.
Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan sebagai
pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
3. QS. Al-Kahfi (18): 29 :

Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;


maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia

22
beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika
mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan
muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat
istirahat yang paling jelek.

2.8 MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH


Manusia diberi kewenangan oleh Allah SWT, untuk menggunakan
akal pikirannya dalam kehidupan sebagai khalifah fi al-ardli, sebagai
penguasa (khalifah) di bumi. Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang
dua kali dalam Al-Qur’an yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 30 dan Shad
ayat 25.
Ada dua bentuk plural yang digunakan oleh Al-Qur’an, yaitu :
a. Khulafa yang terulang sebanyak empat kali, yakni pada :
 Surah Al-An’am (6): 165 :

Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-


penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian
kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat,
untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat
siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

23
 Surah Yunus (10): 73 :

Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami


selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di
dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu
pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.
Maka perhatikanlah bagaimana kesesudahan orang-
orang yang diberi peringatan itu.

 Surah Yunus (10): 14 :

Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti


(mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya
Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat.

 Surah Fathir (35): 39 :

Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di


muka bumi. Barangsiapa yang kafir, maka (akibat)
kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan
kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi

24
Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu
tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka
belaka.
b. Khulafa terulang sebanyak tiga kali pada surah-surah, yakni
:
 Surah Al-A’raf (7): 69 :

Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa


datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang
dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk
memberi peringatan kepadamu? Dan ingatlah oleh
kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu
sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa)
sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah
melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu
(daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-
nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
 Surah An-Naml (27): 62 :

Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang


yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya,
dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di

25
bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang
lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).

Muhammad Baqir Al-Shadr, dalam bukunya Al-Sunan Al-


Tarikhiyah fi Al-Qur’an yang antara lain mengupas ayat 30 surah Al-
Baqarah dengan menggunakan metode tematika, mengemukakan bahwa
kekhalifahan mempunyai tiga unsur yang saling kait-berkait. Kemudian , di
tambahkannya unsur ke empat yang berada di luar, namun amat menentukan
arti kekhalifahan dalam pandangan Al-Qur’an. Ketiga unsur pertama adalah
:

1. Manusia, yang dalam hal ini dinamai khalifah.


2. Alam raya, yang ditunjuk oleh ayat Al-Baqarah sebagai ardh.
3. Hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya,
termasuk dengan manusia.

Itulah ketiga unsur yang saling kait-berkait, sedangkan unsur ke


empat yang berada di luar adalah digambarkan oleh ayat tersebut dengan
kata inni ja’il / inna ja’alna khalifah yaitu yang memberi penugasan, yakni
Allah SWT. Dialah yang memberi penugasan itu dan dengan demikian yang
di tugasi harus memperhatikan kehendak yang menugasinya.

2.9 HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA


Dalam makna sederhana, ketika manusia tidak dapat memahami
sesuatu atau peristiwa yang pada akhirnya disebut hal yang ghaib dan dalam
menghadapi hal tersebut manusia merasa lemah tidak memiliki kemampuan
maka dari sinilah manusia merasa perlu mendapatkan perlindungan dari
yang menguasai hal yang ghaib. Hubungan antara manusia dengan yang
ghaib (tuhan) inilah yang pada akhirnya melahirkan agama.
Sejarah telah membuktikan tentang pentingnya peranan agama bagi
ketentraman dan kedamaian manusia, hal ini dapat kita lihat ketika eropa
mencapai kemajuan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, kemudian

26
meninggalkan agama terjadilah kekacauan dikarenakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan yang mengabaikan aspek agama, sebagai
contoh pengembangan teknologi senjata yang berakibat terjadinya perang
dunia I, II dan perang-perang lainnya, oleh karenanya banyak para ilmuwan
yang sebelumnya meninggalkan agama, kembali ke agama sebagai
pegangan hidup yang sesungguhnya, serta paham yang begitu
mengagungkan aspek rasio dan materi pun mengalami kebuntuan karena
ada hal-hal yang tidak dapat diselesaikan oleh rasio semata. Berdasarkan
kondisi tersebut maka keberadaan agama bagi manusia terutama bagi yang
memiliki ilmu (apapun disiplin ilmunya) menjadikan ilmu yang dimiliki
memiliki makna dan manfaat.

2.10 TUJUAN BERAGAMA


Semua agama monoteisme mempunyai tujuan akhir sama, yaitu
selamat, bahagia, dan sejahtera, hidupnya di dunia dan di akhirat (sa’adatun
fiddunya wal akhirah). Jadi tujuan seseorang beragama tidak hanya
mengutamakan keselamatan hidup duniawi yang bersifat materi saja tetapi
yang lebih penting lagi adalah keselamatan dan kebahagiaan hidup ukhrowi
yang bersifat spiritual.

2.11 MANFAAT BERAGAMA


Agama bagi kehidupan manusia menjadi pedoman hidup (way of
Life). Orang yang biasa menjalankan perintah dan aturan agama, tanpa
adanya pengawasan akan ringanlah menjalankan aturan-aturan dan undang-
undang masyarakat atau negaranya. Karena sudah terbiasa menjalankan
peraturan dan undang-undang tanpa pengawasan.
Jelaslah bahwa agama sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia
terutama bagi siapa yang memeluknya.

27
a. Agama mendidik manusia supaya mempunyai pendirian
yang kokoh dan sikap yang positif.
b. Agama mendidik manusia supaya memiliki ketentraman
jiwa. Orang beragama akan dapat merasakan manfaat
agamanya, lebih-lebih ketika dia ditimpa kesusahan dan
kesulitan.
c. Agama mendidik manusia supaya berani menegakkan
kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan. Jika
kebenaran sudah tegak, akan mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat.
d. Agama adalah alat untuk membebaskan manusia dari
perbudakan terhadap materi. Agama mendidik manusia
supaya tidak ditundukkan oleh materi yang bersifat duniawi.
Akan tetapi, manusia hanyalah disuruh tunduk kepada Tuhan
yang Maha Esa. (Moh. Rifai:1984).

28
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Secara bahasa manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta),
“mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang
berakal budi. Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau
sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu. Sedangkan kata ‘manusia’ dalam al-Qur’an disebut
dengan an-Nas yang memiliki arti manusia.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah perkaitan antara
badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri sendiri,
yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan
bahwa kedua substansi adalah substansi alam.
Proses perkembangan jasmani manusia dalam rahim, hingga
lahirnya manusia menurut QS. Al Muminun ayat 12-14, al-Hajj ayat 5 dan
al-Mu’min, ayat 67, adalah sebagai berikut: (1) Benih (ovarium, female
nucleus) yang berasal dari sari pati tanah. (2). Sperma (spermatozoon)yang
berasal dari sari pati tanah. (3). Benih (ovarium) dan spermatozoon dalam
rahim, mengalami pembuahan. (4). Menjadi segumpal darah (‘alaqah). (5).
Menjadi segumpal daging (mudhghah). (6). Menjadi tulang belulang . (7).
Menjadi tulang belulang yang dibungkus dengan daging dan ruh ditiupkan.
(8). Menjadi makhluk hidup (bayi). (9). Menanti saat kelahiran.
Secara etimologis, kata agama biasanya diterjemahkan dengan kata
al-din (bahasa Arab atau religion (bahasa Inggris). Selanjutnya din al-Islam
diterjemahkan dengan kata The Religion of Islam atau Agama Islam.
Kata Agama berasal dari bahasa Sanskrit. Satu pendapat mengatakan bahwa
Agama berasal dari asal kata A= tidak, dan Gam= Pergi dan kacau. Jadi
agama tidak pergi, tidak kacau, tetap di tempat, diwarisi turun temurun,
karena agama memang mempunyai sifat demikian.

29
Hajat manusia terhadap agama bersifat kodrati, sebab dengan
adanya agama inilah manusia menjadi makhluk yang berbeda dengan
makhluk lainnya, misalnya dengan binatang. Dilihat dari beberapa ciri,
manusia tidak berbeda dengan binatang, baik nalurinya untuk makan dan
minum, berkembang biak ataupun mempertahankan hidupnya.
Di tinjau dari sumbernya, agama yang dikenal manusia terdiri atas
dua jenis agama, yakni Agama wahyu dan Agama budaya.
Kebenaran agama Islam adalah mutlak dan abadi. Kebenaran hakiki
hanyalah berasal dari Allah SWT (wahyu) , bahwa yang berasal dari Allah
adalah kebenaran yang pasti.
Manusia diberi kewenangan oleh Allah SWT, untuk menggunakan
akal pikirannya dalam kehidupan sebagai khalifah fi al-ardli, sebagai
penguasa (khalifah) di bumi. Kata khalifah dalam bentuk tunggal terulang
dua kali dalam Al-Qur’an yaitu dalam surah Al-Baqarah ayat 30 dan Shad
ayat 25.
Semua agama monoteisme mempunyai tujuan akhir sama, yaitu
selamat, bahagia, dan sejahtera, hidupnya di dunia dan di akhirat (sa’adatun
fiddunya wal akhirah).
Manfaat beragama yaitu, agama mendidik manusia supaya
mempunyai pendirian yang kokoh dan sikap yang positif, agama mendidik
manusia supaya memiliki ketentraman jiwa karena orang beragama akan
dapat merasakan manfaat agamanya, lebih-lebih ketika dia ditimpa
kesusahan dan kesulitan, agama mendidik manusia supaya berani
menegakkan kebenaran dan takut untuk melakukan kesalahan. Jika
kebenaran sudah tegak, akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dan agama adalah alat untuk membebaskan manusia dari perbudakan
terhadap materi. Agama mendidik manusia supaya tidak ditundukkan oleh
materi yang bersifat duniawi. Akan tetapi, manusia hanyalah disuruh tunduk
kepada Tuhan yang Maha Esa.

30
3.2 SARAN
Sebagai mahasiswa, penerus generasi bangsa dan negara di masa yang akan
datang. Sudah seharusnya kita mempelajari pengetahuan dan menguasainya
diimbangi dengan nilai-nilai agama yang ada, untuk menciptakan sebuah
kesempurnaan bahwa pengetahuan dengan diimbangi ketakwaan akan jauh
lebih bermanfaat ketimbang mengandalkan pengetahuan semata.

31
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Mardani. 2017. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi.
Depok : Kencana
Wahyuddin, Achmad, M.Ilyas. 2008. Pendidikan Agama Islam. Jakarta :
Grasindo
Fanhas, Elfan. 2018. Pendidikan Agama Islam. Tasikmalaya : Edu Publisher
Syahidin. 2003. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Proyek Dikti

32

Anda mungkin juga menyukai