1. Pemeriksaan otoskopi : pemeriksaan telinga dgn bantuan alat bernama otoskop, yg dimana
otoskop merupakan alat untuk memeriksa atau mengauskulltasi telinga.
2. Canalis auditorious eksternus : saluran luar dari pendengaran yg berfungsi untuk
menghantarkan gelombang suara yg ditangkap daun telinga diteruskan menuju membran
timpani
STEP 2
1. Anatomi pendengaran?
2. Fisiologi pendengaran?
3. Histologi pendengaran ?
4. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada telinga kanannya sejak semalam dan hilang timbul?
5. Mengapa telinga kanan kurang dapat mendengar?
6. Apa saja faktor resiko dan etiologi dari kasus di skenario?
7. Bagaimana alur diagnosis kasus skenario?
8. Apa diagnosis dan diagnosis banding kasus di skenario?
9. Bagaiman patofisiologi dari kasus di skenario?
10. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario?
12. Apa komplikasi kasus dari skenario?
- Peny telinga
- Gg pendengaran
STEP 7
1. Anatomi pendengaran?
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam.
a. Telinga Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi
dari luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran
telinga (canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus
dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani.
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-
bagian daun telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk
seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3
distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-
rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk
melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara
kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil
produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian
depan ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam
dibatasi oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah
telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut:
Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang
bunyi. Setiap ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga
akan mengenai membran timpani, selanjutnya membran timpani akan
menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan
menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang
bunyi tersebut ke telinga bagian dalam
Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang
martil), incus (tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi).
Ketiga tulang tersebut membentuk rangkaian tulang yang melintang
pada telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani
Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus
trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam komnisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di batang otak. Pada
sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberikan respon terhadap
bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di
aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial
dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari
koklea sampai ke korteks.
Lokalisasi Bunyi
Penentuan keras bunyi di tentukan oleh amplitudo suatu getaran suatu
membran basilaris dan sel-sel rambut. Peningkatan amplitudo getaran merangsang
ujung saraf lebih cepat dan dapat menyebabkan sel-sel rambut pada mambrana basiler
yang bergetar mulai terangsang akibatnya menyebabkan sumasi ruang bagi implus.
Pada tiap telinga memiliki keseragaman sensitivitas keseragaman pada rentan
pendengaran yang berbeda-beda. Sensitivitas terbaiknya berfrekuensi 2 sampai 5
kHz. Pada telinga yang baik membutuhkan intesitas lebih dari 0 dB unuk mendeteksi
bunyi berfrekuensi 100 dari pada bunyi berfrekuensi 1000 siklus per detik (Hertz
/Hz).
Lokalisasi bunyi membutuhkan kerjasama kedua telinga. Seseorang dapat
menentukan bunyi pada arah horizontal melalui perbedaan waktu antara masuknya
bunyi ke dalam suatu telinga dengan frekuensi di bawah 2000 Hz dan masuk ke
dalam telinga yang lain.
Perbedaan antara intensitas bunyi dalam pada kedua telinga bekerja paling
baik bila frekuensi bunyi yang lebih tinggi, karena kepala bertindak sebagai sawar
bunyi yang lebih baik terhadap frekuensi lainnya. Mekanisme perbedaan waktu dalam
membedakan arah jauh lebih baik dari pada mekanisme intesitas, karena mekanisme
ini tidak bergantung pada faktor-faktor luar, melainkan bergantung pada interval
waktu yang tepat antara dua sinyal akustik. Perbedaan waktu datangnya gelombang
bunyi pada telinga kanan telinga kiri digunakan untuk mendeteksi sumber bunyi pada
bidang datar. Pada bunyi dengan frekuensi kurang dari 2000 Hz struktur bunyi dapat
diketahui dengan proses Interaural Time Differences (ITD). Pada frekuensi yang
lebih besar dari 2000 Hz, efek dari “bayangan kepala” meningkatkan perbedaan
intensitas bunyi antara telinga kanan dan telinga kiri. Perbedaan ini digunakan untuk
melokalisasi sumber bunyi.
Apabila seseorang melihat lurus ke arah sumber bunyi maka bunyi akan
mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang bersamaan. Sedangkan jika telinga
kanan lebih dekat dengan bunyi dari pada telinga kiri maka sinyal bunyi yang berasal
dari telinga sebelah kanan akan memasuki otak lebih dahulu dari pada telinga sebelah
kiri.
Bayangan kepala atau bayangan akustik adalah area di mana terjadi
perlemahan amplitudo bunyi akibat terhalang oleh kepala. Bunyi berjalan menembus
dan mengelilingi kepala untuk mencapai telinga. Adanya halangan oleh kepala
menyebabkan terjadinya perlemahan amplitudo yang merupakan filter bunyi yang
menuju ke telinga. Efek filter ini sangat penting dalam menentukan lokasi sumber
bunyi. Telinga yang tertutup bayangan kepala menerima bunyi 0,7 mili detik lebih
lambat dibanding telinga yang tidak tertutup bayangan kepala.
Mekanisme Saraf untuk Mendeteksi Bunyi
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak, baik yang terjadi pada
manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian
besar kemampuan mendeteksi asal bunyi.
Palpasi telinga luar : tidak ada nyeri tarik auricula, tdk ada nyeri tekan tragus, tdk
ditemukan nyeri ketok retroaurikula tidak sampai tellinga bagian luar.
Px otoskop : CAE dextra : tdk kemerahan, membran timpani retraksi berdengung,
krn yg ada kelainan membran timpani kanan
CAE sinistra: tdk ada kelainan normal
Membran timpani sin : tdk ada kelainan
9. Apa diagnosis dan diagnosis banding kasus di skenario?
Kriteria Diagnosis OMA:
- Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
- Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
- Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal
Keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas
membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran
timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu,
juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,
gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap
berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam
melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium
perforasi dan stadium resolusi.
Stadium ResolusiKeadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani
berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret
purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium
ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi,
maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini
berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-
menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala
sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani
10. Bagaiman patofisiologi dari kasus di skenario?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang
dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus
tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak
dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung
dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.
Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius
melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan
memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga
tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan
efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau
alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring. Obstruksi
fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong tuba.
Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius
mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika menetap
mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius mengalami
obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari telinga dapat
terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami perforasi), karena
aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin. Perubahan tekanan atau
barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga tengah yang bersifat
hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan
dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasofaring.
Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas yang
berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema
mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan
otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis.
Otitis media akut merupakan inflamasi telinga tengah dengan onset gejala
dan tanda klinis yang cepat, seperti nyeri, demam, anoreksia, iritabel, atau juga
muntah. otitis media yang disertai efusi ditandai dengan ditemukannya efusi telinga
tengah yang asimtomatik. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran
timpani yang menurun, dengan bentuk menjadi cembung, kemerahan dan keruh
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada
mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga
tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan
aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur
proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan
ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis
media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus
saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan
akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum
pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario?
Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari
komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran
timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis
untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi
harus diobati dengan pemberian antibiotic.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi rupture.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2
3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak
membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata
pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari
tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah
risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat.
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA
yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik
sebagai berikut:
Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,
terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga
tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari
39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga
sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya
dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan
gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas
dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin
merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi
antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus
penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan
sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-
klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7valent
conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis
media.
Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani
OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi.
a. MiringotomiMiringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah
ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat
dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat
dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-
inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak
perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar,
2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah
satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap
anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-
line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur
b. Timpanosintesistimpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk
tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik
tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir
atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
c. AdenoidektomiAdenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko
terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang
pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,
tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas
dan rinosinusitis rekuren.
12. Apa komplikasi kasus dari skenario?
Komplikasi yang timbul dapat berupa kehilangan pendengaran yang dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
Kehilangan KonduktifBiasanya terjadi akibat kelainan telinga luar,
seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau
otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara efisien suara melalui
udara ke telinga dalam terputus.
Kehilangan SensorisMelibatkan kerusakan koklea atau saraf
vestibulokoklear. Selain kehilangan konduksi dan sensori neural, dapat juga
terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga kehilangan
pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran
mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi
konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fungsional
bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural
mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi
gangguan emosional
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri
dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga
tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang
dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak,
abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis.
Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya
antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan
OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas,
dan pembedahan seperti mastoidektomi.