Anda di halaman 1dari 23

STEP 1

1. Pemeriksaan otoskopi : pemeriksaan telinga dgn bantuan alat bernama otoskop, yg dimana
otoskop merupakan alat untuk memeriksa atau mengauskulltasi telinga.
2. Canalis auditorious eksternus : saluran luar dari pendengaran yg berfungsi untuk
menghantarkan gelombang suara yg ditangkap daun telinga diteruskan menuju membran
timpani

STEP 2
1. Anatomi pendengaran?
2. Fisiologi pendengaran?
3. Histologi pendengaran ?
4. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada telinga kanannya sejak semalam dan hilang timbul?
5. Mengapa telinga kanan kurang dapat mendengar?
6. Apa saja faktor resiko dan etiologi dari kasus di skenario?
7. Bagaimana alur diagnosis kasus skenario?
8. Apa diagnosis dan diagnosis banding kasus di skenario?
9. Bagaiman patofisiologi dari kasus di skenario?
10. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario?
12. Apa komplikasi kasus dari skenario?
- Peny telinga
- Gg pendengaran

STEP 7
1. Anatomi pendengaran?
Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar,
telinga tengah dan telinga dalam.

a. Telinga Luar
Telinga luar berfungsi menangkap rangsang getaran bunyi atau bunyi
dari luar. Telinga luar terdiri dari daun telinga (pinna auricularis), saluran
telinga (canalis auditorius externus) yang mengandung rambut-rambut halus
dan kelenjar sebasea sampai di membran timpani.
Daun telinga terdiri atas tulang rawan elastin dan kulit. Bagian-
bagian daun telinga lobula, heliks, anti heliks, tragus, dan antitragus.
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk
seperti huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3
distal memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-
rambut halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut alus berfungsi untuk
melindungi lorong telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara
kelenjar sebasea berfungsi menghasilkan serumen. Serumen adalah hasil
produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan
partikel debu. Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga.
b. Telinga Tengah
Telinga tengah atau cavum tympani. Telinga bagian tengah berfungsi
menghantarkan bunyi atau bunyi dari telinga luar ke telinga dalam. Bagian
depan ruang telinga dibatasi oleh membran timpani, sedangkan bagian dalam
dibatasi oleh foramen ovale dan foramen rotundum. Pada ruang tengah
telinga terdapat bagian-bagian sebagai berikut:
 Membran timpani
Membran timpani berfungsi sebagai penerima gelombang
bunyi. Setiap ada gelombang bunyi yang memasuki lorong telinga
akan mengenai membran timpani, selanjutnya membran timpani akan
menggelembung ke arah dalam menuju ke telinga tengah dan akan
menyentuh tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang-tulang pendengaran akan meneruskan gelombang
bunyi tersebut ke telinga bagian dalam
 Tulang-tulang pendengaran
Tulang-tulang pendengaran yang terdiri atas maleus (tulang
martil), incus (tulang landasan) dan stapes (tulang sanggurdi).
Ketiga tulang tersebut membentuk rangkaian tulang yang melintang
pada telinga tengah dan menyatu dengan membran timpani

 Tuba auditiva eustachius


Tuba auditiva eustachius atau saluran eustachius adalah
saluran penghubung antara ruang telinga tengah dengan rongga
faring. Adanya saluran eustachius, memungkinkan keseimbangan
tekanan udara rongga telinga telinga tengah dengan udara luar
c. Telinga Dalam
Telinga dalam berfungsi menerima getaran bunyi yang dihantarkan
oleh telinga tengah. Telinga dalam atau labirin terdiri atas dua bagian yaitu
labirin tulang dan labirin selaput. Dalam labirin tulang terdapat vestibulum,
kanalis semisirkularis dan koklea. Di dalam koklea inilah terdapat organ
Corti yang berfungsi untuk mengubah getaran mekanik gelombang bunyi
menjadi impuls listrik yang akan dihantarkan ke pusat pendengaran.
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua
setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semi-
sirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan
skala timpani dengan skala vestibule.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Koklea atau rumah siput
merupakan saluran spiral dua setengah lingkaran yang menyerupai rumah
siput.
Koklea terbagi atas tiga bagian yaitu:
 Skala vestibuli terletak di bagian dorsal
 Skala media terletak di bagian tengah
 Skala timpani terletak di bagian ventral
Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe, sedangkan skala
media berisi endolimfe. Ion dan garam yang terdapat di perilimfe berbeda
dengan endolimfe. Hal ini penting untuk proses pendengaran.
Antara skala satu dengan skala yang lain dipisahkan oleh suatu
membran.
Ada tiga membran yaitu:
 Membran vestibuli, memisahkan skala vestibuli dan skala media.
 Membran tektoria, memisahkan skala media dan skala timpani.
 Membran basilaris, memisahkan skala timpani dan skala vestibule
Pada membran membran basalis ini terletak organ Corti dan pada
membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.
2. Fisiologi pendengaran?
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dihantarkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani dan diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan memperkuat getaran melalui
daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani
dan foramen ovale. Energi getar yang teiah diperkuat ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan foramen ovale sehingga cairan perilimfe pada skala vestibuli
bergerak.
Getaran akibat getaran perilimfe diteruskan melalui membran Reissner yang
akan mendorong endolimfe, sehingga akan terjadi gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter
ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 - 40) di
lobus temporalis.
Mekanisme Pendengaran
Gelombang bunyi merupakan suatu gelombang getaran udara yang timbul
akibat getaran suatu obyek. Bunyi yang didengar oleh setiap orang muda antara 20
dan 20.000 siklus per detik. Akan tetapi, batasan bunyi sangat tergantung pada
intensitas. Bila intesitas kekerasan 60 desibel di bawah 1 dyne/cm2 tingkat tekanan
bunyi, rentang bunyi menjadi 500 sampai 5000 siklus per detik. Pada orang yang
lebih tua rentang frekuensi yang bisa didengarnya akan menurun dari pada saat
seseorang berusia muda, frekuensi pada orang yang lebih tua menjadi 50 sampai 8000
siklus perdetik atau kurang.
Kekerasan bunyi ditentukan oleh sistem pendengaran yang melalui tiga cara.
Cara yang pertama di mana ketika bunyi menjadi keras, amplitudo getaran membran
basiler dan sel-sel rambut menjadi meningkat sehingga akan mengeksitasi ujung saraf
dengan lebih cepat. Kedua, ketika amplitudo getaran meningkat akan menyebabkan
sel-sel rambut yang terletak di pinggir bagian membran basilar yang beresonansi
menjadi terangsang sehinga menyebabkan penjumlahan spasial implus menjadi
transmisi yang melalui banyak serabut saraf. Ketiga, sel-sel rambut luar tidak akan
terangsang secara bermakna sampai dengan getaran membran basiler mencapai
intensitas yang tinggi dan perangsangan sel-sel ini tampaknya yang menggambarkan
pada sistem saraf bahwa tersebut sangat keras.
Jaras persarafan pendengaran utama menunjukan bahwa serabut saraf dari
ganglion spiralis Corti memasuki nukleus koklearis dorsalis dan ventralis yang
terletak pada bagian atas medulla. Serabut sinaps akan berjalan ke nukleus olivarius
superior kemudian akan berjalan ke atas melalui lemnikus lateralis. Dari lemnikus
lateralis ada beberapa serabut yang berakhir di lemnikus lateralis dan sebagian besar
lagi berjalan ke kolikus inferior di mana tempat semua atau hampir semua serabut
pendengaran bersinaps. Jaras berjalan dari kolikus inferior ke nukleus genikulum
medial, kemudian jaras berlanjut melalui radiasio auditorius ke korteks auditorik yang
terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.

Pada batang otak terjadi persilangan antara kedua jaras di dalam korpus
trapezoid dalam komisura di antara dua inti lemniskus lateralis dan dalam komnisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Adanya serabut kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung ke dalam sistem aktivasi retikuler di batang otak. Pada
sistem ini akan mengaktivasi seluruh sistem saraf untuk memberikan respon terhadap
bunyi yang keras. Kolateral lain yang menuju ke vermis serebelum juga akan di
aktivasikan seketika jika ada bunyi keras yang timbul mendadak. Orientasi spasial
dengan derajat tinggi akan dipertahankan oleh traktus serabut yang berasal dari
koklea sampai ke korteks.
Lokalisasi Bunyi
Penentuan keras bunyi di tentukan oleh amplitudo suatu getaran suatu
membran basilaris dan sel-sel rambut. Peningkatan amplitudo getaran merangsang
ujung saraf lebih cepat dan dapat menyebabkan sel-sel rambut pada mambrana basiler
yang bergetar mulai terangsang akibatnya menyebabkan sumasi ruang bagi implus.
Pada tiap telinga memiliki keseragaman sensitivitas keseragaman pada rentan
pendengaran yang berbeda-beda. Sensitivitas terbaiknya berfrekuensi 2 sampai 5
kHz. Pada telinga yang baik membutuhkan intesitas lebih dari 0 dB unuk mendeteksi
bunyi berfrekuensi 100 dari pada bunyi berfrekuensi 1000 siklus per detik (Hertz
/Hz).
Lokalisasi bunyi membutuhkan kerjasama kedua telinga. Seseorang dapat
menentukan bunyi pada arah horizontal melalui perbedaan waktu antara masuknya
bunyi ke dalam suatu telinga dengan frekuensi di bawah 2000 Hz dan masuk ke
dalam telinga yang lain.
Perbedaan antara intensitas bunyi dalam pada kedua telinga bekerja paling
baik bila frekuensi bunyi yang lebih tinggi, karena kepala bertindak sebagai sawar
bunyi yang lebih baik terhadap frekuensi lainnya. Mekanisme perbedaan waktu dalam
membedakan arah jauh lebih baik dari pada mekanisme intesitas, karena mekanisme
ini tidak bergantung pada faktor-faktor luar, melainkan bergantung pada interval
waktu yang tepat antara dua sinyal akustik. Perbedaan waktu datangnya gelombang
bunyi pada telinga kanan telinga kiri digunakan untuk mendeteksi sumber bunyi pada
bidang datar. Pada bunyi dengan frekuensi kurang dari 2000 Hz struktur bunyi dapat
diketahui dengan proses Interaural Time Differences (ITD). Pada frekuensi yang
lebih besar dari 2000 Hz, efek dari “bayangan kepala” meningkatkan perbedaan
intensitas bunyi antara telinga kanan dan telinga kiri. Perbedaan ini digunakan untuk
melokalisasi sumber bunyi.
Apabila seseorang melihat lurus ke arah sumber bunyi maka bunyi akan
mencapai kedua telinga dengan jarak waktu yang bersamaan. Sedangkan jika telinga
kanan lebih dekat dengan bunyi dari pada telinga kiri maka sinyal bunyi yang berasal
dari telinga sebelah kanan akan memasuki otak lebih dahulu dari pada telinga sebelah
kiri.
Bayangan kepala atau bayangan akustik adalah area di mana terjadi
perlemahan amplitudo bunyi akibat terhalang oleh kepala. Bunyi berjalan menembus
dan mengelilingi kepala untuk mencapai telinga. Adanya halangan oleh kepala
menyebabkan terjadinya perlemahan amplitudo yang merupakan filter bunyi yang
menuju ke telinga. Efek filter ini sangat penting dalam menentukan lokasi sumber
bunyi. Telinga yang tertutup bayangan kepala menerima bunyi 0,7 mili detik lebih
lambat dibanding telinga yang tidak tertutup bayangan kepala.
Mekanisme Saraf untuk Mendeteksi Bunyi
Destruksi korteks pendengaran pada kedua sisi otak, baik yang terjadi pada
manusia atau pada mamalia yang lebih rendah menyebabkan kehilangan sebagian
besar kemampuan mendeteksi asal bunyi.

Mekanisme saraf bunyi berlangsung mulai pada nukleus olivarius superior di


dalam batang otak. Nucleus olivarius dibagi menjadi nucleus olivarius superior
medial dan nucleus superior lateral. Nucleus superior lateral untuk mendeteksi arah
sumber bunyi dan nukeus superior medial untuk mendeteksi perbedaan waktu antara
sinyal akustik yang memasuki kedua telinga.
Bila bunyi masuk pada satu telinga maka telinga pertama akan menghambat
neuron-neuron pada nukleus olivarius superior lateral dan penghambatan berlangsung
selama kurang lebih satu mili detik. Nukleus terdiri atas sejumlah besar neuron yang
mempunyai dua dendrit utama, satu yang menonjol ke kanan dan satu yang menonjol
ke kiri. Sinyal pada akustik dari telinga kanan mengenai dendrit kanan, dan sinyal
dari telinga kiri mengenai dendrit kiri. Intensitas eksitasi setiap neuron sangat sensitiv
terhadap perbedaan waktu spesifik antara dua sinyal akustik yang berasal dari kedua
telinga. Neuron yang di dekat dengan perbatasan nukleus berespon secara maksimal
terhadap perbedaan waktu yang singkat, sedangkan neuron di dekat perbatasan yang
berlawan berespon terhadap perbedaan waktu yang sangat panjang dan di antara
perbedaan waktu yang sangat singkat dan panjang terdapat perbedaan waktu yang
sedang, sehingga pola spasial stimulasi neuron berkembang dalam nukleus superior
medial.
Bunyi yang datang langsung dari arah depan kepala menstimulasi satu
perangkat neuron olivarius secara maksimal dan bunyi yang sudut berbeda
menstimulasi perangkat neuron pada sisi yang berlawanan di depan neuron. Orientasi
spasial dijalarkan pada seluruh jalur ke korteks auditorius, di mana arah bunyi
ditentukan oleh lokus neuron yang dirangsang secara maksimal. Sinyal pada
penentuan arah bunyi dijalarkan melalui jaras yang merangsang lokus dalam korteks
serebral. Mekanisme untuk mendeteksi arah datangnya bunyi kembali menunjukan
bagaimana informasi dalam sinyal sensorik diputuskan ketika sinyal melalui tingkat
aktivitas neuron yang berbeda dalam kualitas arah sumber dipisahkan dari kualitas
gaya bunyi pada tingkat nukleus olivarius superior.
3. Histologi pendengaran ?
Telinga merupakan organ pendengaran sekaligus juga organ
keseimbangan. Telinga terdiri atas 3 bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
Gelombang suara yang diterima oleh telinga luar di ubah menjadi getaran mekanis
oleh membran timpani. Getaran ini kemudian di perkuat oleh tulang-tulang padat di
ruang telinga tengah (tympanic cavity) dan diteruskan ke telinga dalam. Telinga
dalam merupakan ruangan labirin tulang yang diisi oleh cairan perilimf yang berakhir
pada rumah siput / koklea (cochlea). Di dalam labirin tulang terdapat labirin membran
tempat terjadinya mekanisme vestibular yang bertanggung jawab untuk pendengaran
dan pemeliharaan keseimbangan. Rangsang sensorik yang masuk ke dalam seluruh
alat-alat vestibular diteruskan ke dalam otak oleh saraf akustik (N.VIII).
TELINGA LUAR
Telinga luar terdiri atas daun telinga (auricle/pinna), liang telinga luar
(meatus accus-ticus externus) dan gendang telinga (membran timpani).
Daun telinga /aurikula disusun oleh tulang rawan elastin yang ditutupi oleh
kulit tipis yang melekat erat pada tulang rawan. Dalam lapisan subkutis terdapat
beberapa lembar otot lurik yang pada manusia rudimenter (sisa perkembangan), akan
tetapi pada binatang yang lebih rendah yang mampu menggerakan daun telinganya,
otot lurik ini lebih menonjol.
Liang telinga luar merupakan suatu saluran yang terbentang dari daun telinga
melintasi tulang timpani hingga permukaan luar membran timpani. Bagian
permukaannya mengandung tulang rawan elastin dan ditutupi oleh kulit yang
mengandung folikel rambut, kelenjar sebasea dan modifikasi kelenjar keringat yang
dikenal sebagai kelenjar serumen. Sekret kelenjar sebacea bersama sekret kelenjar
serumen merupakan komponen penyusun serumen. Serumen merupakan materi
bewarna coklat seperti lilin dengan rasa pahit dan berfungsi sebagai pelindung.
Membran timpani menutup ujung dalam meatus akustiskus eksterna.
Permukaan luarnya ditutupi oleh lapisan tipis epidermis yang berasal dari ectoderm,
sedangkan lapisan sebelah dalam disusun oleh epitel selapis gepeng atau kuboid
rendah turunan dari endoderm. Di antara keduanya terdapat serat-serat kolagen,
elastis dan fibroblas. Gendang telinga menerima gelombang suara yang di sampaikan
lewat udara lewat liang telinga luar. Gelombang suara ini akan menggetarkan
membran timpani. Gelombang suara lalu diubah menjadi energi mekanik yang
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran di telinga tengah.
TELINGA TENGAH
Telinga tengah atau rongga telinga adalah suatu ruang yang terisi udara yang
terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Ruang ini berbatasan di sebelah
posterior dengan ruang-ruang udara mastoid dan disebelah anterior dengan faring
melalui saluran (tuba auditiva) Eustachius.
Epitel yang melapisi rongga timpani dan setiap bangunan di dalamnya
merupakan epitel selapis gepeng atau kuboid rendah, tetapi di bagian anterior pada
pada celah tuba auditiva (tuba Eustachius) epitelnya selapis silindris bersilia. Lamina
propria tipis dan menyatu dengan periosteum.
Di bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang
maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompak tanpa rongga
sumsum tulang. Tulang maleus melekat pada membran timpani. Tulang maleus dan
inkus tergantung pada ligamen tipis di atap ruang timpani. Lempeng dasar stapes
melekat pada tingkap celah oval (fenestra ovalis) pada dinding dalam. Ada 2 otot
kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. Otot tensor timpani
terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonya berjalan mula-mula ke arah
posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi
rongga timpani dari dinding medial ke lateral untuk berinsersi ke dalam gagang
maleus. Tendo otot stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam
dinding posterior dan berjalan anterior untuk berinsersi ke dalam leher stapes. Otot-
otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi
tinggi.
Tingkap oval pada dinding medial ditutupi oleh lempeng dasar stapes,
memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skal vestibuli koklea. Oleh
karenanya getaran-getaran membrana timpani diteruskan oleh rangkaian tulang-
tulang pendengaran ke perilimf telinga dalam. Untuk menjaga keseimbangan tekanan
di rongga-rongga perilimf terdapat suatu katup pengaman yang terletak dalam
dinding medial rongga timpani di bawah dan belakang tingkap oval dan diliputi oleh
suatu membran elastis yang dikenal sebagai tingkap bulat (fenestra rotundum).
Membran ini memisahkan rongga timpani dari perilimf dalam skala timpani koklea.
Tuba auditiva (Eustachius) menghubungkan rongga timpani dengan
nasofarings lumennya gepeng, dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan
biasanya saling berhadapan menutup lumen. Epitelnya bervariasi dari epitel
bertingkat, selapis silindris bersilia dengan sel goblet dekat farings. Dengan menelan
dinding tuba saling terpisah sehingga lumen terbuka dan udara dapat masuk ke
rongga telinga tengah. Dengan demikian tekanan udara pada kedua sisi membran
timpani menjadi seimbang.
TELINGA DALAM
Telinga dalam adalah suatu sistem saluran dan rongga di dalam pars
petrosum tulang temporalis. Telinga tengah di bentuk oleh labirin tulang (labirin
oseosa) yang di da-lamnya terdapat labirin membranasea. Labirin tulang berisi
cairan perilimf sedangkan labirin membranasea berisi cairan endolimf.
LABIRIN TULANG
Labirin tulang terdiri atas 3 komponen yaitu kanalis semisirkularis,
vestibulum, dan koklea tulang. Labirin tulang ini di sebelah luar berbatasan dengan
endosteum, sedangkan di bagian dalam dipisahkan dari labirin membranasea yang
terdapat di dalam labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan endolimf.
Vestibulum merupakan bagian tengah labirin tulang, yang berhubungan
dengan rongga timpani melalui suatu membran yang dikenal sebagai tingkap oval
(fenestra ovale). Ke dalam vestibulum bermuara 3 buah kanalis semisirkularis yaitu
kanalis semisirkularis anterior, posterior dan lateral yang masing-masing saling tegak
lurus. Setiap saluran semisirkularis mempunyai pelebaran atau ampula. Walaupun
ada 3 saluran tetapi muaranya hanya lima dan bukan enam, karena ujung posterior
saluran posterior yang tidak berampula menyatu dengan ujung medial saluran anterior
yang tidak bermapula dan bermuara ke dalam bagian medial vestibulum oleh krus
kommune. Ke arah anterior rongga vestibulum berhubungan dengan koklea tulang
dan tingkap bulat (fenestra rotundum).
Koklea merupakan tabung berpilin mirip rumah siput. Bentuk
keseluruhannya mirip kerucut dengan dua tiga-perempat putaran. Sumbu koklea
tulang di sebut mediolus. Tonjolan tulang yang terjulur dari modiolus membentuk
rabung spiral dengan suatu tumpukan tulang yang disebut lamina spiralis. Lamina
spiralis ini terdapat pembuluh darah dan ganglion spiralis, yang merupakan bagian
koklear nervus akustikus.
LABIRIN MEMBRANASEA
Labirin membransea terletak di dalam labirin tulang, merupakan suatu sistem
saluran yang saling berhubungan dilapisi epitel dan mengandung endolimf. Labirin
ini dipisahkan dari labirin tulang oleh ruang perilimf yang berisi cairan perilimf.
Pada beberapa tempat terdapat lembaran-lembaran jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah melintasi ruang perilimf untuk menggantung labirin membranasea.
Labirin membranasea terdiri atas:
 Kanalis semisirkularis membranasea
 Ultrikulus
 Sakulus
 Duktus endolimfatikus merupakan gabungan duktus ultrikularis dan duktus
sakularis.
 Sakus endolimfatikus merupakan ujung buntu duktus endolimfatikus
 Duktus reuniens, saluran kecil penghubung antara sakulus dengan duktus
koklearis
 Duktus koklearis mengandung organ Corti yang merupakan organ
pendengaran.
Terdapat badan-badan akhir saraf sensorik dalam ampula saluran
semisirkularis (krista ampularis) dan dalam ultrikulus dan sakulus (makula sakuli
dan ultrikuli) yang berfungsi sebagai indera statik dan kinetik.
SAKULUS DAN ULTRIKULUS
Dinding sakulus dan ultrikulus dibentuk oleh lapisan jaringan ikat tebal yang
mengandung pembuluh darah, sedangkan lapisan dalamnya dilapisi epitel selapis
gepeng sampai selapis kuboid rendah. Pada sakulus dan ultrikulus terdapat reseptor
sensorik yang disebut makula sakuli dan makula ultrikuli. Makula sakuli terletak
paling banyak pada dinding sehingga berfungsi untuk mendeteksi percepatan vertikal
lurus sementara makula ultrikuli terletak kebanyakan di lantai /dasar sehingga
berfungsi untuk mendeteksi percepatan horizontal lurus.
Makula disusun oleh 2 jenis sel neuroepitel (disebut sel rambut) yaitu tipe I
dan II serta sel penyokong yang duduk di lamina basal.Serat-serat saraf dari bagian
vestibular nervus vestibulo-akustikus (N.VIII) akan mempersarafi sel-sel neuroepitel
ini.
Sel rambut I berbentuk seperti kerucut dengan bagian dasar yang membulat
berisi inti dan leher yang pendek. Sel ini dikelilingi suatu jala terdiri atas badan akhir
saraf dengan beberapa serat saraf eferen, mungkin bersifat penghambat/ inhibitorik.
Sel rambut tipe II berbentuk silindris dengan badan akhir saraf aferen maupun eferen
menempel pada bagian bawahnya. Kedua sel ini mengandung stereosilia pada
apikal, sedangkan pada bagian tepi stereosilia terdapat kinosilia. Sel penyokong
(sustentakular) merupakan sel berbentuk silindris tinggi, terletak pada lamina basal
dan mempunyai mikrovili pada permukaan apikal dengan beberapa granul sekretoris.
Pada permukaan makula terdapat suatu lapisan gelatin dengan ketebalan 22
mikrometer yang dikenal sebagai membran otolitik. Membran ini mengandung
banyak badan-badan kristal yang kecil yang disebut otokonia atau otolit yang
mengandung kalsium karbonat dan suatu protein. Mikrovili pada sel penyokong dan
stereosilia serta kinosilia sel rambut terbenam dalam membran otolitik. Perubahan
posisi kepala mengakibatkan perubahan dalam tekanan atau tegangan dalam
membran otolitik dengan akibat terjadi rangsangan pada sel rambut. Rangsangan ini
diterima oleh badan akhir saraf yang terletak di antara sel-sel rambut.
KANALIS SEMISIRKULARIS
Kanalis semisirkularis membranasea mempunyai penampang yang oval. Pada
permukaan luarnya terdapat suatu ruang perilimf yang lebar dilalui oleh trabekula.
Pada setiap kanalis semisirkularis ditemukan sebuah krista ampularis, yaitu
badan akhir saraf sensorik yang terdapat di dalam ampula (bagian yang melebar)
kanalis. Tiap krista ampularis di bentuk oleh sel-sel penyokong dan dua tipe sel
rambut yang serupa dengan sel rambut pada makula. Mikrovili, stereosilia dan
kinosilianya terbenam dalam suatu massa gelatinosa yang disebut kupula serupa
dengan membran otolitik tetapi tanpa otokonia.
Dalam krista ampularis, sel-sel rambutnya di rangsang oleh gerakan
endolimf akibat percepatan sudut kepala. Gerakan endolimf ini mengakibatkan
tergeraknya stereosilia dan kinosilia. Dalam makula sel-sel rambut juga terangsang
tetapi perubahan posisi kepala dalam ruang mengakibatkan suatu peningkatan atau
penurunan tekanan pada sel-sel rambut oleh membran otolitik.
KOKLEA
Koklea tulang berjalan spiral dengan 23/4 putaran sekiitar modiolus yang
juga merupakan tempat keluarnya lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke
dinding luar koklea suatu membran basilaris. Pada tempat perlekatan membran
basilaris ke dinding luar koklea terdapat penebalan periosteum yang dikenal sebagai
ligamentum spiralis. Di samping itu juga terdapat membran vestibularis (Reissner)
yang membentang sepanjang koklea dari lamina spiralis ke dinding luar. Kedua
membran ini akan membagi saluran koklea tulang menjadi tiga bagian yaitu:
 Ruangan atas (skala vestibuli)
 Ruangan tengah (duktus koklearis)
 Ruang bawah (skala timpani).
Antara skala vestibuli dengan duktus koklearis dipisahkan oleh membran
vestibularis (Reissner). Antara duktus koklearis dengan skala timpani dipisahkan
oleh membran basilaris. Skala vesibularis dan skala timpani mengandung perilimf
dan di dindingnya terdiri atas jaringan ikat yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu
sel mesenkim, yang menyatu dengan periosteum disebelah luarnya. Skala vestibularis
berhubungan dengan ruang perilimf vestibularis dan akan mencapai permukaan
dalam fenestra ovalis. Skala timpani menjulur ke lateral fenestra rotundum yang
memisahkannya dengan ruang timpani. Pada apeks koklea skala vestibuli dan timpani
akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut helikotrema.
Duktus koklearis berhubungan dengan sakulus melalui duktus reuniens tetapi
berakhir buntu dekat helikotrema pada sekum kupulare.
Pada pertemuan antara lamina spiralis tulang dengan modiolus terdapat
ganglion spiralis yang sebagian diliputi tulang. Dari ganglion keluar berkas-berkas
serat saraf yang menembus tulang lamina spiralis untuk mencapai organ Corti.
Periosteum di atas lamina spiralis menebal dan menonjol ke dalam duktus koklearis
sebagai limbus spiralis. Pada bagian bawahnya menyatu dengan membran basilaris.
Membran basilaris yang merupakan landasan organ Corti dibentuk oleh
serat-serat kolagen. Permukaan bawah yang menghadap ke skala timpani diliputi oleh
jaringan ikat fibrosa yang mengandung pembuluh darah dan sel mesotel.
Membran vestibularis merupakan suatu lembaran jaringan ikat tipis yang
diliputi oleh epitel selapis gepeng pada bagian yang menghadap skala vestibuli.
DUKTUS KOKLEARIS
Epitel yang melapisi duktus koklearis beragam jenisnya tergantung pada
lokasinya, diatas membran vestibularis epitelnya gepeng dan mungkin mengandung
pigmen, di atas limbus epitelnya lebih tinggi dan tak beraturan. Di lateral epitelnya
selapis silindris rendah dan di bawahnya mengandung jaringan ikat yang banyak
mengandung kapiler. Daerah ini disebut stria vaskularis dan diduga tempat sekresi
endolimf.
ORGAN CORTI
Organ Corti terdiri atas sel-sel penyokong dan sel-sel rambut. Sel-sel yang
terdapat di organ Corti adalah
 Sel tiang dalam merupakan sel berbentuk kerucut yang ramping dengan
bagian basal yang lebar mengandung inti, berdiri di atas membran basilaris
serta bagian leher yang sempit dan agak melebar di bagian apeks.
 Sel tiang luar mempunyai bentuk yang serupa dengan sel tiang dalam hanya
lebih panjang. Di antara sel tiang dalam dan luar terdapat terowongan dalam.
 Sel falangs luar merupakan sel berbentuk silindris yang melekat pada
membrana basilaris. Bagian puncaknya berbentuk mangkuk untuk menopang
bagaian basal sel rambut luar yang mengandung serat-serat saraf aferen dan
eferen pada bagian basalnya yang melintas di antara sel-sel falangs dalam
untuk menuju ke sel-sel rambut luar. Sel-sel falangs luar dan sel rambut luar
terdapat dalam suatu ruang yaitu terowongan Nuel. Ruang ini akan
berhubungan dengan terowongan dalam.
 Sel falangs dalam terletak berdampingan dengan sel tiang dalam. Seperti sel
falangs luar sel ini juga menyanggah sel rambut dalam.
 Sel batas membatasi sisi dalam organ corti
 Sel Hansen membatasi sisi luar organ Corti. Sel ini berbentuk silindris
terletak antara sel falangs luar dengan sel-sel Claudius yang berbentuk
kuboid. Sel-sel Claudius terletak di atas sel-sel Boettcher yang berbentuk
kuboid rendah.
Permukaan organ Corti diliputi oleh suatu membran yaitu membrana tektoria
yang merupakan suatu lembaran pita materi gelatinosa. Dalam keadaan hidup
membran ini menyandar di atas stereosilia sel-sel rambut.
GANGLION SPIRALIS
Ganglion spiralis merupakan neuron bipolar dengan akson yang bermielin
dan berjalan bersama membentuk nervus akustikus. Dendrit yang bermielin berjalan
dalam saluran-saluran dalam tulang yang mengitari ganglion, kehilangan mielinnya
dan berakhir dengan memasuki organ Corti untuk selanjutnya berada di antara sel
rambut. Bagian vestibular N VIII memberi persarafan bagian lain labirin.
Ganglionnya terletak dalam meatus akustikus internus tulang temporal dan aksonnya
berjalan bersama dengan akson dari yang berasal dari ganglion spiralis. Dendrit-
dendritnya berjalan ke ketiga kanalikulus semisirkularis dan ke makula sakuli dan
ultrikuli.
Telinga luar menangkap gelombang bunyi yang akan diubah menjadi
getaran-getaran oleh membran timpani. Getaran-getaran ini kemudian diteruskan oleh
rangkaian tulang –tulang pendengaran dalam telinga tengah ke perilimf dalam
vestibulum, menimbulkan gelombang tekanan dalam perilimf dengan pergerakan
cairan dalam skala vestibuli dan skala timpani. Membran timpani kedua pada tingkap
bundar (fenestra rotundum) bergerak bebas sebagai katup pengaman dalam
pergerakan cairan ini, yang juga agak menggerakan duktus koklearis dengan
membran basilarisnya. Pergerakan ini kemudian menyebabkan tenaga penggunting
terjadi antara stereosilia sel-sel rambut dengan membran tektoria, sehingga terjadi
stimulasi sel-sel rambut. Tampaknya membran basilaris pada basis koklea peka
terhadap bunyi berfrekuensi tinggi , sedangkan bunyi berfrekuensi rendah lebih
diterima pada bagian lain duktus koklearis.
4. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada telinga kanannya sejak semalam dan hilang
timbul?
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan faktor utama penyebab terjadinya
penyakit ini. Dengan terganggunya fungsi tuba Eustachius, terganggu pula
pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah sehingga kuman masuk dan terjadi
peradangan. Gangguan fungsi tuba Eustachius ini menyebabkan terjadinya tekanan
negatif di telingah tengah, yang menyebabkan transudasi cairan hingga supurasi.
Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan
terjadinya OMA. Pada bayi dan anak terjadinya OMA dipermudah karena:
 morfologi tuba eustachius yang pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal
 sistem kekebalan tubuh masih dalam perkembangan
 adenoid pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit
telinga tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan/atau sinus, dan
kelainan sistem imun
5. Mengapa telinga kanan kurang dapat mendengar?
6. Apa saja faktor resiko dan etiologi dari kasus di skenario?
 Faktor Resiko
Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras,
faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu
(ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain,
abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri atau
virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustachius, inmatur tuba
Eustachius dan lain-lain.
Faktor umur juga berperan dalam terjadinya OMA. Peningkatan
insidens OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan disebabkan oleh
struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba Eustachius. Selain itu,
sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak juga masih rendah.
Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki lebih tinggi dibanding
dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras Native American, Inuit, dan
Indigenous Australian menunjukkan prevalensi yang lebih tinggi dibanding
dengan ras lain. Faktor genetik juga berpengaruh. Status sosioekonomi juga
berpengaruh, seperti kemiskinan, kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang
terbatas, status nutrisi rendah, dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga
mendorong terjadinya OMA pada anakanak. ASI dapat membantu dalam
pertahanan tubuh. Oleh karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI
banyak menderita OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak
mengalami OMA yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain.
Dengan adanya riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di
pusat penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan
adanya abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena
fungsi tuba Eustachius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit
telinga tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat
infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.
 Etiologi
Nyeri telinga sendiri dapat merupakan nyeri telinga primer atau yang
berasal dari telinga sendiri, primer dan sekunder yang merupakan nyeri alih.
Penyebab nyeri telinga dibagi menjadi penyebab primer dan sekunder,
adalah:
A. Penyebab primer (umum)
 Otitis eksterna adalah proses inflamasi dari meatus
akustikus eksterna yang dapat disebabkan oleh kelembapan
ataupun trauma. Biasanya penyakit ini sering muncul saat
musim panas karena meningkatnya intensitas orang untuk
pergi berenang, karena itulah penyakit ini biasa disebut
sebagai “telinga perenang”. Otitis eksterna lazim terjadi dan
selalu terasa nyeri yang sangat hebat. Tanda utama otitis
eksterna bahwa tarikan pada aurikula atau penekanan pada
tragus dapat memperhebat nyeri ini. Bila otitis eksterna
karena jamur, sering nyeri terlihat tidak sesuai dengan
gambaran fisik kulit liang telinga berwarna merah, tetapi
biasanya edema lebih ringan dibandingkan dengan yang
terjadi pada infeksi bakteri dan mungkin terdapat eksudat
jernih yang minimum. Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan debris atau eksudat yang biasa ditemukan pada
liang telinga dan tidak jarang juga menutupi membran
timpani.
 Otitis media akut (OMA) dapat mengembangkan otalgia
berat dan biasanya didahului oleh batuk pilek yang
berkepanjangan, demam, iritabilitas dan hilangnya
pendengaran. Organisme yang sering menyebabkan
terjadinya OMA adalah Streptococcus B Haemoliticus,
Pneumococcus dan Haemophillas influenzae. Pada anak dan
orang dewasa gejala utamanya adalah nyeri telinga. Mungkin
juga terdapat sensasi penuh ditelinga dan gangguan
pendengaran, dapat juga timbul tinnitus.
 Barotrauma biasanya pada anak kecil yang mempunyai
disfungsi tuba eustachius saat terjadi perubahan tekanan
secara tiba-tiba. Bila tuba Eustachius tidak dapat terbuka
maka nyeri cepat menghambat di dalam telinga serta terjadi
gangguan pendengaran. Kadang-kadang membran timpani
akan ruptur.
 Mastoiditis Supuratif akut timbul sebagai akibat terapi
otitis media supuratif akut yang tidak adekuat. Kadang-
kadang pasien otitis media supuratif akut tidak mencari
pertolongan medis karena nyeri terhenti dengan mulainya
otore. Tetapi, setelah beberapa hari otore, dapat terjadi
kekambuhan demam dan nyeri yang menunjukkan mulainya
proses mastoiditis akut. Biasanya pada pemeriksaan telinga
menunjukkan banyak sekret purulen dari performasi
membrana timpani dan “sagging” dinding posterior superior
bagian dalam meatus akustikus eksternus.
 Miringitis bulosa terdiri dari nyeri telinga serta gelembung
hemoragik dikulit meatus akustikus eksterna dan pada
membrana timpani. Penyaki tini sembuh sendiri dengan nyeri
yang mereda serta gelembung mengering dan menghilang
setelah beberapa hari. Tidak terdapat demam, eksudat
purulen atau tuli tanpa infeksi bakteri sekunder.
B. Penyebab sekunder (nyeri alih atau referred pain)
 Nervus Trigeminus (N.V)
- Penyakit gigi dimana nyeri telinga dari karies gigi,
infeksi periapikal dari gigi belakang dan infeksi
subperiosteal rahang atas dan bawah
- Inflamasi dan iritasi dari cabang nervus trigeminus
pada sinus paranasal terutama sinus maksilla dapat
menimbulkan nyeri alih pada telinga
- Lesi di rongga mulut
- Inflamasi, obstruksi glandula salivatori dan penyakit
neoplasma dari submandibula, sublingual dan
kelenjar parotis
- Iritasi durameter oleh infeksi atau tumor durameter
bagian tengah atau posterior fossa cranial
 Nervus fasialis adalah saraf motorik dari otot mimik tetapi
ada serat sensoris dari saraf fasialis yang mempersarafi kulit
yang terletak pada bagian lateral dari konka dan antiheliks
dan juga pada lobus posterior dan kulit yang terletak pada
daerah mastoid. Penyebab paling sering nyeri alih oleh saraf
fasialis adalah bell’s palsy sebelum terjadinya paralysis pada
wajah. Pasien dengan herpes zoster otikus (Ramsay Hunt
syndrome) juga dapat mengalami otalgia. Pada penyakit ini
dapat ditemukan vesikel sepanjang konka dan liang posterior.
 Nervus glossopharyngeal (N. IX) seperti tonsilitis akut,
peritonsilitis atau abes peritonsilar adalah penyakit yang
sering menyebabkan nyeri alih pada telinga. Pasien biasanya
mengeluh otalgia setelah melakukan tonsilektomi.
 Nervus vagus (N. X) merupakan cabang utama dari saraf
vagus mempersarafi mukosa laring, hipofaring, fraken,
esofagus dan kelenjar tiroid. Nyeri pada setiap bagian ini
dialihkan ke telinga. Laringitis Semua bentuk laringitis dapat
menyebabkan nyeri alih otalgia. Luka pada laring atau
adanya benda asing pada laring dapat menyebabkan adanya
nyeri yang menjalar ke telinga.
 Nervus cervical, penyebab otalgia dari pleksus servikal
adalah limfadenopati servikal yang biasanya terdapat pada
jaringan limfe di oksipital dan mastoid .
 Tumor daerah kepala, leher dan dada dapat menyebabkan
sakit telinga. Rasa sakit telinga mungkin satu-satunya
awalnya keluhan. Jadi evaluasi menyeluruh untuk tumor
okultisme pada pasien dengan risiko tinggi untuk kanker
tersebut adalah langkah yang paling penting. Orang dianggap
beresiko tinggi adalah pengguna tembakau atau alkohol,
mereka yang di atas 50 tahun, dan mereka yang juga
memiliki berat badan atau kesulitan dalam menelan atau
suara serak
7. Bagaimana alur diagnosis kasus skenario?
Pemeriksaan FisikPada inspeksi telinga dapat tanpa kelainan atau ditemukan
adanya kemerahan, bengkak maupun serumen ditemukan pada liang telinga dapat
juga ditemukan membran timpani kemerahan dan bulging dengan menggunakan
otoskop dan lampu kepala. Palpasi telinga didapatkan adanya nyeri tekan pada bagian
yang sakit ataupun nyeri tarik.
Pemeriksaan PenunjangTelinga akan diperiksa dengan seksama baik
menggunakan otoskop atau endoskopi jika perlu. Organ sekitarnya juga akan
diperiksa untuk memastikan etiologi rasa nyeri tersebut. Adapun pemeriksaan yang
dapat dilakukan, adalah :
A. Tes fungsi Tes Valsava dan Toynbee dilakukan untuk mengetahui
fungsi tuba eustachius. Valsava dilakukan dengan cara meniupkan
dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta mulut
ditutup.Bila tuba terbuka maka terasa udara masuk ke dalam rongga
telinga tengah yang menekan membran timpani kea rah lateral. Tes
Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sambil hidung
dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa
membran timpani tertarik ke arah medial.
B. Tes pendengaran
Tujuan dari tes pendengaran adalah :
- Menentukan apakah pendengaran seseorang normal atau
tidak.
- Menentukan derajat kekurangan pendengaran.
- Menentukan lokalisasi penyebab gangguan pendengaran.
 Tes Suara
Tes Bisik : Normalnya tes bisik dapat didengar 10 – 15
meter. Tetapi biasa dipakai patokan 6 meter. Syarat
melakukan tes Bisik :
- Pemeriksa berdiri di belakang pasien supaya pasien
tidak dapat membaca gerakan bibir pemeriksa.
- Perintahkan pasien untuk meletakkan satu jari pada
tragus telinga yang tidak diperiksa untuk mencegah
agar pasien tidap dapat mendengar suara dari telinga
itu.
- Bisikkan kata pada telinga pasien yang akan
diperiksa. Kata harus dimengerti oleh pasien, kata
dibagi atas : yang mengandung huruf lunak ( m, n, l,
d, h, g ) dan yang mengandung huruf desis ( s, c, f, j,
v, z ).
- Suruh pasien untuk mengulang kata – kata tersebut.
- Sebut 10 kata ( normal 80 % ), yaitu 8 dari 10 kata
atau 4 dari 5 kata.
- Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf
desis → tuli persepsi.
- Apabila penderita tidak / kurang mendengar huruf
lunak → tuli konduksi
Tes Konversasi : Caranya sama dengan tes bisik, tetapi tes
ini menggunakan percakan biasa.
C. Tes Garpu Tala.
 Tes Schwabach : Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui tulang penderita dan pemeriksa.
Syarat melakukan tes Schwabach :
- Gunakan garpu tala 256 atau 512 Hz.
- Getarkan garpu tala.
- Letakkan tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa.
- Apabila bunyi sudah tidak didengar lagi, segera
garpu tala diletakkan pada planum mastoid
penderita.
- Lakukan hal ini sekali lagi tetapi sebaliknya lebih
dahulu ke telinga penderita lalu ke telinga pemeriksa.
Lakukan cara ini untuk telinga kiri dan kanan.
- Normal jika pemeriksa sudah tak dapat mendengar
suara dari garpu tala, maka penderita juga tidak
dapat mendengar suara dari garpu tala tersebut.
- Tuli Konduksi apabila pemeriksa sudah tidak dapat
mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita
masih dapat mendengarnya ( Schwabach memanjang
).
- Tuli persepsi apabila pemeriksa masih dapat
mendengar suara dari garpu tala tetapi penderita
sudah tidak dapat mendengar lagi.
 Tes Rinne
Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui tulang dan melalui udara pada
penderita. Syarat melakukan tes Rinne :
- Garpu tala digetarkan.
- Letakkan tegak lurus pada planum mastoid
penderita, ini disebut posisi 1
- Setelah bunyi sudah tidak terdengar lagi letakkan
garpu tala tegak lurus di depan meatus akustikus
eksterna, ini disebut posisi 2 (dua ).
- Kalau pada posisi 2 masih terdengar bunyi → Tes
Rinne (+).
- Kalau pada posisi 2 tidak terdengar bunyi → Tes
Rinne (–).
- Kalau pada posisi 1 terdengar berlawanan → Tes
Rinne ragu – ragu.
 Tes Weber
Tes ini digunakan untuk membandingkan
penghantaran bunyi melalui sebelah kanan / kiri penderita.
Syarat melakukan tes Weber :
- Garpu tala digetarkan.
- Letakkan tegak lurus pada garis tengah kepala
penderita, mis : dahi, ubun – ubun, rahang, kemudian
suara yamg paling keras di kiri dan kanan.
- Pada tes ini terdapat beberapa kemungkinan.
- Bisa didapat hasil telinga kiri dan kanan sama keras
terdengarnya, hal ini bisa berarati : normal atau ada
gangguan pendengaran yang jenisnya sama.
- Bisa juga didapatkan hasil telinga kiri > telinga
kanan atau kiri < telinga kanan.
- Lateralisasi ke kanan dapat berarti : adanya tuli
konduksi sebelah kanan, telinga kiri dan kanan ada
tuli konduksi, tetapi yang kanan lebih berat dari yang
kiri, terdapat tuli persepsi disebelah kiri, keduanya
tuli persepsi, keduanya tuli persepsi tetapi lebih berat
yang kiri, kedua telinga tuli, kiri tuli persepsi, kanan
tuli konduksi.
Adapun tes lain yang dilakukanCT scan kepala, Audiogram, Pemeriksaan
sitology, Naso pharynges copy, Laringos copy, Endoscopy
8. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik ?

Palpasi telinga luar : tidak ada nyeri tarik auricula, tdk ada nyeri tekan tragus, tdk
ditemukan nyeri ketok retroaurikula  tidak sampai tellinga bagian luar.
Px otoskop : CAE dextra : tdk kemerahan, membran timpani retraksi  berdengung,
krn yg ada kelainan membran timpani kanan
CAE sinistra: tdk ada kelainan  normal
Membran timpani sin : tdk ada kelainan
9. Apa diagnosis dan diagnosis banding kasus di skenario?
Kriteria Diagnosis OMA:
- Penyakitnya muncul secara mendadak dan bersifat akut.
- Ditemukan adanya tanda efusi. Efusi merupakan pengumpulan cairan di
telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda
berikut, seperti menggembungnya membran timpani atau bulging, terbatas
atau tidak ada gerakan pada membran timpani, terdapat bayangan cairan di
belakang membran timpani, dan terdapat cairan yang keluar dari telinga.
- Terdapat tanda atau gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan
dengan adanya salah satu di antara tanda berikut, seperti kemerahan atau
erythema pada membran timpani, nyeri telinga atau otalgia yang
mengganggu tidur dan aktivitas normal
Keparahan OMA dibagi kepada dua kategori, yaitu ringan-sedang, dan berat.
Kriteria diagnosis ringan-sedang adalah terdapat cairan di telinga tengah, mobilitas
membran timpani yang menurun, terdapat bayangan cairan di belakang membran
timpani, membengkak pada membran timpani, dan otore yang purulen. Selain itu,
juga terdapat tanda dan gejala inflamasi pada telinga tengah, seperti demam, otalgia,
gangguan pendengaran, tinitus, vertigo dan kemerahan pada membran timpani. Tahap
berat meliputi semua kriteria tersebut, dengan tambahan ditandai dengan demam
melebihi 39,0°C, dan disertai dengan otalgia yang bersifat sedang sampai berat.
Stadium OMA
OMA dalam perjalanan penyakitnya dibagi menjadi lima stadium,
bergantung pada perubahan pada mukosa telinga tengah, yaitu stadium oklusi tuba
Eustachius, stadium hiperemis atau stadium pre-supurasi, stadium supurasi, stadium
perforasi dan stadium resolusi.

Membrana Tympani Normal


Stadium Oklusi Tuba EustachiusPada stadium ini, terdapat sumbatan tuba
Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan
intratimpani negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi
membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal, refleks cahaya
juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustachius juga menyebabkannya
tersumbat. Selain retraksi, membran timpani kadangkadang tetap normal dan tidak
ada kelainan, atau hanya berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi
tidak dapat dideteksi. Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media
serosa yang disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini
Stadium Hiperemis atau Stadium Pre-supurasiPada stadium ini, terjadi
pelebaran pembuluh darah di membran timpani, yang ditandai oleh membran timpani
mengalami hiperemis, edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit
terlihat. Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga
terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku di telinga
tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini merupakan tanda infeksi
bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan otalgia, telinga rasa penuh dan
demam. Pendengaran mungkin masih normal atau terjadi gangguan ringan,
tergantung dari cepatnya proses hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan
udara yang meningkat di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam
sampai dengan satu hari.

Stadium SupurasiStadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat


purulen atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu edema
pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel superfisial terhancur.
Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani menyebabkan membran
timpani menonjol atau bulging ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat. Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur
nyenyak. Dapat disertai dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam
tinggi dapat disertai muntah dan kejang.
Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan iskemia membran timpani, akibat timbulnya nekrosis mukosa dan
submukosa membran timpani. Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di
kavum timpani dan akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler
membran timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa
lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot.
Keadaan stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi.
Bedah kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani
sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga luar. Luka insisi
pada membran timpani akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur,
lubang tempat perforasi lebih sulit menutup kembali. Membran timpani mungkin
tidak menutup kembali jikanya tidak utuh lagi.

Membran Tympani Bulging dengan Pus Purulen


Stadium PerforasiStadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani
sehingga sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga
tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat pulsasi
(berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya pemberian antibiotik
dan tingginya virulensi kuman. Setelah nanah keluar, anak berubah menjadi lebih
tenang, suhu tubuh menurun dan dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap
perforasi dan pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,
maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan tersebut
tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai dengan dua bulan, maka
keadaan itu disebut otitis media supuratif kronik.

Stadium ResolusiKeadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan
berkurangnya dan berhentinya otore. Stadium resolusi ditandai oleh membran timpani
berangsur normal hingga perforasi membran timpani menutup kembali dan sekret
purulen akan berkurang dan akhirnya kering. Pendengaran kembali normal. Stadium
ini berlangsung walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya
tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi gagal terjadi,
maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini
berupa perforasi membran timpani menetap, dengan sekret yang keluar secara terus-
menerus atau hilang timbul. Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala
sisa berupa otitis media serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di
kavum timpani tanpa mengalami perforasi membran timpani
10. Bagaiman patofisiologi dari kasus di skenario?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan otitis lebih sering terjadi pada anak
dibandingkan dewasa. Tuba eustakius anak berbeda dibandingkan dengan orang
dewasa yakni tuba eustakius anak lebih horizontal dan lubang pembukaan tonus
tubarius dikelilingi oleh folikel limfoid yang banyak jumlahnya. Adenoid pada anak
dapat mengisi nasofaring, sehingga secara mekanik dapat menyumbat lubang hidung
dan tuba eustakius serta dapat berperan sebagai fokus infeksi pada tuba.
Tuba eustakius secara normal tertutup pada saat menelan. Tuba eustakius
melindungi telinga tengah dari sekresi nasofaring, drainase sekresi telinga tengah, dan
memungkinkan keseimbangan tekanan udara dengan tekanan atmosfer dalam telinga
tengah. Obstruksi mekanik ataupun fungsional tuba eustakius dapat mengakibatkan
efusi telinga tengah. Obstruksi mekanik intrinsik dapat terjadi akibat dari infeksi atau
alergi dan obstruksi ekstrinsik akibat adenoid atau tumor nasofaring. Obstruksi
fungsional dapat terjadi karena jumlah dan kekakuan dari kartilago penyokong tuba.
Obstruksi fungsional ini lazim terjadi pada anak-anak. Obstruksi tuba eustakius
mengakibatkan tekanan telinga tengah menjadi negatif dan jika menetap
mengakibatkan efusi transudat telinga tengah. Bila tuba eustakius mengalami
obstruksi tidak total, secara mekanik, kontaminasi sekret nasofaring dari telinga dapat
terjadi karena refluks (terutama bila membran timpani mengalami perforasi), karena
aspirasi, atau karena peniupan selama menangis atau bersin. Perubahan tekanan atau
barotrauma yang cepat juga dapat menyebabkan efusi telinga tengah yang bersifat
hemoragik. Bayi dan anak kecil memiliki tuba yang lebih pendek dibandingkan
dewasa, yang mengakibatkannya lebih rentan terhadap refluks sekresi nasofaring.
Faktor lain yaitu respon imun bayi yang belum sempurna. Infeksi saluran nafas yang
berulang juga sering mengakibatkan otitis media melalui inflamasi dan edema
mukosa dan penyumbatan lumen tuba eustakius. Kuman yang sering menyebabkan
otitis media diantaranya Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenzae, dan
Moraxella catarrhalis.
Otitis media akut merupakan inflamasi telinga tengah dengan onset gejala
dan tanda klinis yang cepat, seperti nyeri, demam, anoreksia, iritabel, atau juga
muntah. otitis media yang disertai efusi ditandai dengan ditemukannya efusi telinga
tengah yang asimtomatik. Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan gerakan membran
timpani yang menurun, dengan bentuk menjadi cembung, kemerahan dan keruh
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi
saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada
mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba
Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga
tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan
aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba
Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur
proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan
ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis
media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah
terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah,
kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus
saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan
akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat
meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum
pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses
inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi
cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal.
Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu
timbul edema pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu,
sebagian besar pasien dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi
abnormal dari tuba Eustachius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu.
Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.
11. Bagaimana penatalaksanaan kasus di skenario?
 Pengobatan
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.
Pengobatan pada stadium awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran
napas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal atau sistemik, dan
antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media adalah untuk menghindari
komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi, mengobati
gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran
timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka
kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang.
Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk
anak kurang dari 12 tahun atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologis
untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang dewasa. Sumber infeksi
harus diobati dengan pemberian antibiotic.
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung
dan analgesik. Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau
eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam
klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan penisilin
intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi
tehadap penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-
100 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau
eritromisin masing-masing 50 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis.
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus
dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh
sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi rupture.
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang
secara berdenyut atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2
3% selama 3 sampai dengan 5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3
minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi akan menutup kembali
dalam 7 sampai dengan 10 hari.
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali,
sekret tidak ada lagi, dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi
biasanya sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran
timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila keadaan ini
berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis.
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian
antibiotik. Observasi dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak
membaik dalam dua sampai tiga hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata
pemberian antibiotik yang segera dan dosis sesuai dapat terhindar dari
tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang muncul adalah
risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat.
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) mengkategorikan OMA
yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik
sebagai berikut:

Diagnosis pasti OMA harus memiliki tiga kriteria, yaitu bersifat akut,
terdapat efusi telinga tengah, dan terdapat tanda serta gejala inflamasi telinga
tengah. Gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam kurang dari
39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga
sedang-berat atau demam 39°C. Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya
dapat dilakukan pada anak usia enam bulan sampai dengan dua tahun, dengan
gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada anak di atas
dua tahun. Follow-up dilaksanakan dan pemberian analgesia seperti
asetaminofen dan ibuprofen tetap diberikan pada masa observasi.
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin
merupakan first-line terapi dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi
antibiotik awal selama lima hari. Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus
penumoniae. Jika pasien alergi ringan terhadap amoksisilin, dapat diberikan
sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi seperti amoksisilin-
klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Pneumococcal 7valent
conjugate vaccine dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis
media.
 Pembedahan
Terdapat beberapa tindakan pembedahan yang dapat menangani
OMA rekuren, seperti miringotomi dengan insersi tuba timpanosintesis, dan
adenoidektomi.
a. MiringotomiMiringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa
membran timpani, supaya terjadi drainase sekret dari telinga tengah
ke liang telinga luar. Syaratnya adalah harus dilakukan secara dapat
dilihat langsung, anak harus tenang sehingga membran timpani dapat
dilihat dengan baik. Lokasi miringotomi ialah di kuadran posterior-
inferior. Bila terapi yang diberikan sudah adekuat, miringotomi tidak
perlu dilakukan, kecuali jika terdapat pus di telinga tengah (Djaafar,
2007). Indikasi miringostomi pada anak dengan OMA adalah nyeri
berat, demam, komplikasi OMA seperti paresis nervus fasialis,
mastoiditis, labirinitis, dan infeksi sistem saraf pusat. Miringotomi
merupakan terapi third-line pada pasien yang mengalami kegagalan
terhadap dua kali terapi antibiotik pada satu episode OMA. Salah
satu tindakan miringotomi atau timpanosintesis dijalankan terhadap
anak OMA yang respon kurang memuaskan terhadap terapi second-
line, untuk menidentifikasi mikroorganisme melalui kultur
b. Timpanosintesistimpanosintesis merupakan pungsi pada membran
timpani, dengan analgesia lokal supaya mendapatkan sekret untuk
tujuan pemeriksaan. Indikasi timpanosintesis adalah terapi antibiotik
tidak memuaskan, terdapat komplikasi supuratif, pada bayi baru lahir
atau pasien yang sistem imun tubuh rendah.
c. AdenoidektomiAdenoidektomi efektif dalam menurunkan risiko
terjadi otitis media dengan efusi dan OMA rekuren, pada anak yang
pernah menjalankan miringotomi dan insersi tuba timpanosintesis,
tetapi hasil masih tidak memuaskan. Pada anak kecil dengan OMA
rekuren yang tidak pernah didahului dengan insersi tuba, tidak
dianjurkan adenoidektomi, kecuali jika terjadi obstruksi jalan napas
dan rinosinusitis rekuren.
12. Apa komplikasi kasus dari skenario?
Komplikasi yang timbul dapat berupa kehilangan pendengaran yang dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
 Kehilangan KonduktifBiasanya terjadi akibat kelainan telinga luar,
seperti infeksi serumen, atau kelainan telinga tengah, seperti otitis media atau
otosklerosis. Pada keadaan seperti itu, hantaran suara efisien suara melalui
udara ke telinga dalam terputus.
 Kehilangan SensorisMelibatkan kerusakan koklea atau saraf
vestibulokoklear. Selain kehilangan konduksi dan sensori neural, dapat juga
terjadi kehilangan pendengaran campuran begitu juga kehilangan
pendengaran fungsional. Pasien dengan kehilangan suara campuran
mengalami kehilangan baik konduktif maupun sensori neural akibat disfungsi
konduksi udara maupun konduksi tulang. Kehilangan suara fungsional
bersifat inorganik dan tidak berhubungan dengan perubahan struktural
mekanisme pendengaran yang dapat dideteksi biasanya sebagai manifestasi
gangguan emosional
Komplikasi dari OMA dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu
melalui erosi tulang, invasi langsung dan tromboflebitis. Komplikasi ini dibagi
menjadi komplikasi intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal terdiri
dari: mastoiditis akut, petrositis, labirintitis, perforasi pars tensa, atelektasis telinga
tengah, paresis fasialis, dan gangguan pendengaran. Komplikasi intrakranial yang
dapat terjadi antara lain yaitu meningitis, encefalitis, hidrosefalus otikus, abses otak,
abses epidural, empiema subdural, dan trombosis sinus lateralis.
Komplikasi tersebut umumnya sering ditemukan sewaktu belum adanya
antibiotik, tetapi pada era antibiotik semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan
sebagai komplikasi dari otitis media supuratif kronik (OMSK). Penatalaksanaan
OMA dengan komplikasi ini yaitu dengan menggunakan antibiotik spektrum luas,
dan pembedahan seperti mastoidektomi.

Anda mungkin juga menyukai