Anda di halaman 1dari 15

A.

Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Tulang

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi
organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price & Wilson, 2006). Berikut adalah
gambar anatomi tulang manusia:

Gambar 1: Anatomi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang memiliki suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam- garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis
(Price dan Wilson, 2006).

2. Fisiologi Tulang

Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam

1
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid, osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteblas dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan tulang disekresikan oleh kelenjar
hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, indung telur dan testis. Kelenjar hipofisis,
mensekresikan hormon pertumbuhan (GH) yang disebut juga somatotropin yang
menstimulasi aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin memainkan peranan yang
penting dalam tubuh dengan merangsang pertumbuhan otot, mempertahankan tingkat
normal sintesis protein dalam semua sel tubuh, serta membantu dalam pelepasan
lemak sebagai sumber untuk hormon lain yang berperanan dalam mempertahankan
kekuatan matriks tulang. Ini adalah untuk mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain
itu, kalsium juga diperlukan untuk sejumlah proses metabolisme lain selain daripada
pembentukan tulang seperti pembentukan bekuan darah, konduksi impuls saraf, dan
kontraksi sel otot. Bila kuantiti kalsium dalam darah adalah rendah, kelenjar paratiroid
berespon dengan mensekresikan hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang
osteoklas untuk memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke
dalam darah. Di sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar tiroid
merespon dengan mensekresi hormon yang disebut calcitonin. Efeknya adalah
antagonis dengan hormon paratiroid, yaitu menghambat aktivitas osteoclast dengan

2
menstimulasi osteoblast untuk membentuk jaringan tulang. Secara umum fungsi
tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
a) Sebagai kerangka tubuh
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
b) Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga dada
(cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang- tulang kostae (iga).
c) Ambulasi dan mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di gerakan
oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit
yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
d) Deposit mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium, dan elemen- elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh.
e) Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel- sel
darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.

3
B. Definisi

Skoliosis adalah suatu kelainan yang menyebabkan suatu lekukan yang abnormal
dari spine (tulang belakang) hal ini biasanya disebabkan oleh idiopatik skoliosis (70% -
80% dari kasus) tidak di ketahui penyebabnya. Spine mempunyai lekukan-lekukan yang
normal ketika dilihat dari samping, namun tampak lurus ketika dilihat dari depan.
Skoliosis dapat dibagi atas dua yaitu skoliosis struktural dan non struktural (postural).
Pada skoliosis postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap
beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek, atau
kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau dalam keadaan fleksi
maka kurva tersebut menghilang. Pada skoliosis struktural terapat deformitas yang tidak
dapat diperbaiki pada segmen tulang belakang yang terkena.

Gambar 2. Skoliosis

C. Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis

Klasifikasi dari derajat kurva skoliosis :


1. Skoliosis ringan : kurva kurang dari 20º
2. Skoliosis sedang : kurva 20º –40º /50º. Mulai terjadi perubahan struktural vertebra
dan costa.
3. Skoliosis berat : lebih dari 40º /50º. Berkaitan dengan rotasi vertebra yang lebih
besar, sering disertai nyeri, penyakit sendi degeneratif, dan pada sudut lebih dari 60º -
70º terjadi gangguan fungsi kardiopulmonal bahkan menurunnya harapan hidup.
Sedangkan menurut letaknya, dapat di klafisikasikan menjadi thoracal, lumbal
atau kombinasi. Menurut bentuknya dapat dapat di klafisikasikan menjadi:

4
a. Kurva C : umumnya di thoracolumbal tidak terkompensasi, kemungkinan posisi
asimetris dalam waktu yang lama, kelemahan otot atau sitting balance yang tidak baik
b. Kurva S : lebih sering terjadi pada skoliosis idiophatik, di thoracal kanan dan lumbal
kiri, umumnya struktural.

D. Etiologi

Skoliosis di bagi dalam 2 jenis yaitu struktural dan non struktural, skoliosis non
stuktural biasanya disebabkan oleh :
1. Seperti membawa tas yang berat pada sebelah bahu saja (menyebabkan sebelah
menjadi tinggi), postur badan yang tidak bagus (seperti selalu membongkok atau
badan tidak seimbang).
2. Posisi duduk yang tidah simetris atau miring ke salah satu tulang belakang
3. Kaki tidak sama panjang
4. Kesakitan, biasanya yang disebabkan cidera pada ekstermitas bawah menyebabkan
aantara tulang vertebra tidak simetris dan menekan jaringan saraf di daerah tersebut.
5. Olahraga yang tidak terorganisir
6. Skoliosis stuktural di sebabkan oleh pertumbuhan tulang yang tidak nornal. Ciri –ciri
fisiknya adalah sebagai berikut :
a. Bahu tidak sama tinggi.
b. Garis pinggang tidak sama tinggi.
c. Badan belakang menjadi bongkok sebelah.
d. Payudara besar sebelah ( pada wanita)
e. Pinggul tidak sama tinggi
f. Badan kiri dan kanan menjadi tidak simetri.

Penyebab seseorang dapat mengalami skoliosis tidak dapat diketahui secara pasti
(idiopatik). Penyebab skoliosis 70-90 % belum dapat diketahui (idiopatik) sebagian kecil
yang penyebabnya sudah diketahui dikelompokan pada: Kelainan tulang dan sendi,
kelainan pada otot (miopati). Kelainan pada syaraf (neuropati) infeksi, trauma dan lain-
lain (Anonim, 2009).

Selain itu ada beberapa perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya lain
selain idiopatik seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan
biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa.

5
Klasifikasi penyebab skoliosis dan sisi postural (non struktural) karena kebiasaan
postur tubuh yang kurang baik, nyeri pada tulang belakang, ataupun karena tungkai
bawah yang tidak sama panjang. Skoliosis jenis ini bersifat dapat berubah kembali
seperti sedia kala (reversible) apabila penyebabnya diatasi dan sisi struktural,
penyebabnya karena kelainan bawaan dan lahir ataupun yang didapat pada masa
perkembangan tubuh. Kelainan tersebut dapat berasal dari kelainan tulang (osteopathic
skoliosis), kelainan pada sistem syaraf (neuropathic skoliosis), kelainan pada otot
(myopathic skoliosis), ataupun skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya (skoliosis
idiopatik).

Skoliosis pada klasifikasi berdasarkan usia penderita terdiri atas tipe; Infantile
terjadi pada usia 0 hingga 3 tahun, Juvenile muncul di antara usia 4 hingga 9 tahun, dan
Adolescent kelainannya muncul di antara usia 10 tahun hingga akhir masa pertumbuhan
tulang (16-17 tahun). Sebab-sebab pembengkokan (skoliosis) belum seluruhnya
diketahui, tetapi ada beberapa sebab yang jelas diantaranya:

a. Conginental
Disini pembengkakan disebabkan semenjak lahir dan sifatnya bisa progresif.
b. Karena salah sikap
c. Imbalance

Skoliosis ini disebabkan karena rusaknya keseimbangan otot-otot disebelah


kiri dan kanan tulang punggung, terutama pada penyakit polio dan Pontius dapat
menyebabkan imbalance skoliosis ini.

d. Metabolic skoliosis

Beberapa kali menamakan metabolic skoliosis ini idiopathic skoliosis, sebab


musababnya tidak begitu jelas, akan tetapi dipikirkan adanya hubungan antara
idiophatik skoliosis dan proses metabolisme didalam tubuh terutama yang
berhubungan dengan pertumbuhan tulang. Skoliosis yang banyak dijumpai pada
penyakit neurofibromatosis dimana juga terdapat bintik-bintik cafeaulit pada kulit
gejala-gejala klinis biasanya sudah jelas karena skoliosis merupakan cacat yang
mudah dilihat kadang-kadang sama sekali tidak disertai perasaan nyeri. Penderita
datang pada dokter umum atas pertimbangan-pertimbangan kosmetik tubuh memang

6
ada kalanya skoliosis, terutama yang sangat berat, menimbulkan gejala-gejala sesak
napas atau lebih berat gejala-gejala jantung.

Penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa perbedaan


teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik, hormonal, abnormalitas
pertumbuhan, gangguan biomekanik dan neuromuskular tulang, otot dan jaringan
fibrosa.

a. Faktor genetik

Dilaporkan bahwa faktor genetik mempunyai komponen pada perkembangan


skoliosis, terjadi peningkatan insiden pada keluarga pasien dengan skoliosis idiopatik
dibandingkan dengan pasien yang tidak mempunyai riwayat penyakit skoliosis.

b. Faktor hormonal

Defisiensi melatonin diajukan sebgai penyebab skoliosis. Sekresi melatonin


pada malam hari menyebabkan penurunan progresivitas skoliosis dibandingkan
dengan pasien tanpa progresivitas. Hormon pertumbuhan juga diduga mempunyai
peranan pada perkembangan skoliosis. Kecepatan progresivitas skoliosis pada
umumnya dilaporkan pada pasien dengan growth hormone.

c. Perkembangan spinal dan teori biomekanik

Abnormalitas dari mekanisme pertumbuhan spinal juga menunjukkan


penyebab dari perkembangan dan progresivitas skoliosis, dimana dihubungkan
dengan waktu kecepatan pertumbuhan pada remaja.

d. Abnormalitas Jaringan.
Beberapa teori diajukan sebagai komponen struktural pada komponen tulang
belakang (otot, tulang, ligamentum dan atau diskus) sebagai penyebab skoliosis.
Beberapa teori didasari atas observasi pada kondisi seperti syndrome Marfan
(gangguan fibrillin), duchenne muscular dystrophy (gangguan otot) dan displasia
fibrosa pada tulang.

7
E. Patofisiologi

Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut skoliosis ini berawal dari adanya
syaraf–syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas –ruas tulang belakang.
Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang belakang berada pada garis yang normal
yang bentuk nya seperti penggaris atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya
kebiasaan duduk yang miring, membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah.
Bila ini terus berulang menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini
berakibat pada ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu,
tulang belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf “S” ataupun
huruf “C”. Dari 4% populasi terdapat 10-15 tahun yang kebanyakan perempuan bentuk
normal dari tulang belakang dilihat dari belakang berbentuk lurus dari atas sampai os
coccygeus.

Bentuk skoliosis yang paling sering dijumpai adalah deformitas tripanal dengan
komponen lateral, anterior posterior dan rotasional (Rosadi, 2008). Gambaran patologi
anatomi skoliosis non idhiopatik sangat berhubungan dengan penyebab (etiologi). Pada
skoliosis idiopatik, terdapat gambaran yang khas yang dapat diikuti. Pada skoliosis
idiopatik, kurva struktural dimulai sebagai kurva non struktural (fungsional). Tidak
semua kurva non struktural akan menjadi struktural akan terjadi perubahan struktur
jaringan lunak sebagai berikut:

1. Kapsul sendi intervertebralis memendek pada sisi cekung (konkaf), terjadi komperesi
pada sendi facet
2. Pemendekan ligamen-ligamen pada sisi cekung (konkaf)

a. ligamen longitudinal anterior

b. ligamen longitudinal posterior

c. ligamen interspinosus

Pada otot-otot juga terjadi suatu perubahan seperti kontraktur (pemendekan) otot-otot sisi
konkaf yaitu:

1. otot erector spine


2. otot kuadratus lumborum
3. otot psoas mayor dan minor

8
4. otot latisimus dorsi
5. otot perut obeliqus abdominis, Kecuali otot multifidus dikatakan lebih pendek disisi
konveks akibat kurva kelateral bersama rotasi vertebra. Apabila sudah terjadi
”malaligement” posisi struktur berubah kolumna vertebralis terjadi rotasi korpus
vertebra kearah konveks.
Perbedaan tekanan antara kedua sisi vertebra menyebabkan perbedaan kepadatan
dan kesempatan bertumbuh. Terjadi kondisi asimetris dimana sisi konkaf cekung
menjadi lebih pendek. Diskus intervertebralis sisi konkaf menipis. Vertebra yang
mengalami gaya tekan terbesar akan terdorong lebih menjauh dari gaya kompresi
tersebut akan menjadi apex puncak vertebra dari skoliosis. Ruas vertebra torakalis
menyebabkan tulang-tulang iga pada sisi konveks tergeser kearah posterior, akan timbul
tonjolan iga rib hump ke posterior. Tulang-tulang iga sisi konkaf bergeser ke anterior,
sehingga rongga thorak bebentuk oval. Pada anak wanita akan tampak buah dada
(mammae) sisi konvek lebih kecil.
Terkadang ditemukan ”rib hump” yang ternyata pada skoliosis lumbalis sebagai
akibat kompresi vertebra thorakalis, meskipun dari gambaran klinis dan radiologis
terlihat skoliosis daerah thorakal sangat minim. Penamaan skoliosis dihubungkan dengan
letak konveksitas (Keim HA, Rakasiwi, 2008). Skoliosis menyebabkan deformitas pada
tulang vertebra dan costa. Pada skoliosis postural, deformitas terjadi karena akibat
sekunder atau kompensasi dari beberapa kondisi di luar vertebrae, contoh: tungkai yang
berbeda panjangnya dan pelvis yang miring oleh kerena kontraktur hip. Dengan posisi
duduk, kurva struktur, deformitas awal segmen vertebra yang terlibat mungkin masih
dapat sikap atau postur tubuh tidak akan menghilangkan bentuk deformitas.

Deformitas skala tinggi dapat menyebabkan gangguan fungsi kardiopulmonal


akibat kompensasi dari ketidaknormalan tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk
costa. Akibat terus menerus berkontraksi. Jika berlanjut akan mengkibatkan pemendekan
jaringan (kontraktur). Komplikasi dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.

F. Manifestasi Klinis

Gejala yang ditimbulkan berupa:


1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung

9
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60) bisa
menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke kanan
dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri; sehingga bahu
kanan lebih tinggi dari bahu kiri.Pinggul kanan juga mungkin lebih tinggi dari pinggul
kiri.
Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan sakit pada tubuhnya
karena memang skoliosis tidak selalu memberikan gejala–gejala yang mudah
dikenali.Jika ada pun, gejala tersebut tidak terlalu dianggap serius karena kebanyakan
mereka hanya merasakan pegal–pegal di daerah punggung dan pinggang mereka saja.
Menurut Dr Siow dalam artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin
(Jamaluddin, 2007), skoliosis tidak menunjukkan gejala awal.Kesannya hanya dapat
dilihat apabila tulang belakang mulai bengkok.Jika keadaan bertambah buruk, skoliosis
menyebabkan tulang rusuk tertonjol keluar dan penderita mungkin mengalami masalah
sakit belakang serta sukar bernafas.
Dalam kebanyakan kondisi, skoliosis hanya diberi perhatian apabila penderita mulai
menitik beratkan soal penampilan diri.Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa
sakit, rata-rata penderita merasa malu dan rendah diri.

G. Prognosis Skoliosis

Prognosis tergantung atas besarnya derajat kurva, deformitas dan maturitas


derajat kurva yang ringan dengan skeletal yang sudah matur umumnya tidak mengalami
progresif (Rosadi,2008). Pada umumnya skoliosis tidak akan memburuk dalam waktu
yang singkat. Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
menjadi lebih parah, sebab waktu perkembangan skoliosis juga menjadi lebih lama.
Semakin besar sudut, semakin besar skoliosis kemungkinan akan memburuk
(Safitri,2010). Adapun kondisi yang dapat memperburuk scoliosis adalah:

1. Kegemukan

Kelebihan berat badan dapat memperberat beban terhadap tulang belakang


disamping memengaruhi keberhasilan pemakaian brace dan latihan

2. Usia

10
Semakin muda usia munculnya skoliosis, semakin besar kemungkinan
gangguan ini akan menjadi semakin parah jika tidak diperbaiki.

3. Sudut kurva

Semakin besar sudut, semakin besar kemungkinan akan mengalami


perburukan apabila tidak dilakukan tindakan.

4. Lokasi

Skoliosis di bagian tengah atau bawah tulang punggung lebih kecil


kemungkinan menjadi buruk ketimbang skoliosis di bagian atas karena beban berat
badan di bagian bawah lebih besar.

H. Komplikasi

Skoliosis adalah penyakit 3 dimensi yang sangat komplek walaupun prinsipnya


berasal dari kurva ke arah lateral yang kemudian membuat vertebra berputar. Perputaran
vertebra merubah bentuk dan volume dari rongga thorak maupun rongga abdominal.
Sehingga berujung pada organ di dalamnya misalnya berkurangnya system kerja
kardiopulmonal, jantung, dan dapaat menimbulkan nyeri (harjono,2006).

Skoliosis merupakan kelainan bentuk kurva tulang belakang. Bentuk tulang


belakang yang melengkung ke kiri ataupun ke kanan dengan tingkat derajad
kelengkungan besar akan mendesak organ-organ dalam tubuh. Akibatnya terjadi,
mempengaruhi sistem pencarnaan, pernapasan, jantung dan tentunya muscular dengan
manifestasinya berbagai macam, yaitu nyeri otot, spasme otot, kontraktur otot,
penurunan elasisitas otot, penurunan kekuatan otot dan penurunan lingkup gerak sendi
pada tulang belakang.

Skoliosis dengan derajat kurva tulang belakang yang besar dapat menyebabkan
gangguan fungsi kardiopulmonal yang disebabkan kompensasi dari ketidaknormalan
tulang vertebra sehingga mempengaruhi bentuk costa. Akibat terus menerus
berkontraksi, sehingga akan mengkibatkan pemendekan jaringan, kontraktur, komplikasi
dari kontraksi otot terus menerus di satu sisi tubuh.

11
I. Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk ke depan


sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi. Pemeriksaan
neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Skoliometer
Sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara pengukuran dengan
skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi membungkuk, kemudian atur
posisi pasien karena posisi ini akan berubah-ubah tergantung pada lokasi kurvatura,
sebagai contoh kurva dibawah vertebra lumbal akan membutuhkan posisi
membungkuk lebih jauh dibanding kurva pada thorakal.
Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva, biarkan skoliometer tanpa
ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh lebih
besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200 pada
pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi yang lanjut.
2. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap tulang
belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai derajat kurva dengan
metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan metode Risser. Kurva structural
akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada proyeksi posterior-anterior, vertebra yang
mengarah ke puncak prosessus spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan
bawah kurva diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas superior dari
vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus dari akhir inferior
vertebra paling bawah.Perpotongan kedua garis ini membentuk suatu sudut yang
diukur.
Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena kurva
sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan kerangka yang
cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera setelah pubertas;
ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista iliaka selesai, pertambahan
skoliosis hanya minimal. Menentukan maturitas skeletal melalui tanda Risser,
dimana ossifikasi pada apofisis iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior

12
(SIAS) ke posteriormedial.Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan
kedalam grade 0 sampai 5. Derajat Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi,
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
3. MRI (jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen)

J. Penatalaksaan

Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :

1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan


2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis

Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s” adalah :

a. Observasi

Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25o
pada tulang yang masih tumbuh atau <50o pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19 tahun. Pada
pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung pada waktu-waktu
tertentu.Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah kunjungan pertama ke
dokter.Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang derajat <20>20.

b. Orthosis

Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal dengan
nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :

1. Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-40 derajat


2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.

Jenis dari alat orthosis ini antara lain :

13
a). Milwaukee

b). Boston

c). Charleston bending brace

Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan secara
teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.

c. Operasi

Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi pada


skoliosis adalah :

1. Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa


2. Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45 derajat pada
anak yang
3. sedang tumbuh
4. Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis

14
K. Clinical Pathway

15

Anda mungkin juga menyukai