Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebakaran hutan dan lahan awalnya terjadi pada tahun 1870 yakni
hilangnya hutan – hutan primer karena cepatnya peningkatan populasi
penduduk yang disertai dengan aktivitas manusia seperti api untuk berburu
dan pembersihan lahan, akses jalan, serta perubahan hutan menjadi lahan
peternakan (Whitmore, 1975). Berdasarkan pengalaman sejarah, tingkat
kebakaran hutan di Indonesia yang cukup tinggi, terjadi di Kalimantan
Timur pada tahun 1972, Kemudian tahun 1982/1983 yang menghancurkan
3,2 juta hektar, hingga puncaknya pada tahun 1997/1998 (Wijaya, 2000).

Data terbaru menunjukan bahwa dalam kurun tiga tahun terakhir


tercatat sedikitnya empat kasus besar kebakaran hutan dan lahan di pulau
sumatera dan Kalimantan. Berdasarkan data yang kami dapatkan pada
tahun 2012 di Kab. Kayong Utara, Prov. Kalimantan Barat 50 Ha lahan
terbakar. Pada tahun 2013 kebakaran terjadi di Kab. Siak dan Kota Dumai,
Prov. Riau menghanguskan 2.500 s/d 3.000 ha area hutan, Kab Pekan
Raya, Prov. Riau lahan seluas 800 ha lahan gambut terbakar, di Kota
Banjar Baru dan Kab. Banjar Provinsi Kalimantan Selatan ± 100 ha lahan
gambut dan lahan pertanian terbakar. (geospasial.bnpb.go.id)

Setidaknya ada tiga aspek permasalahan utama yang diterima oleh


negara Indonesia antara lain : aspek ekologi, aspek ekonomi, aspek sosial
politik. Upaya menjawab problematika tersebut dilakukan dengan
mengembangkan pengetahuan lokal masyarakat suku Dayak Benuaq
dalam pengelolaan dan pengendalian penggunaan api. Dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat mempunyai cara-cara pengendalian api (Marepm
Api) yang sudah dikenal sejak jaman leluhur mereka dan diwariskan
2

kepada penerusnya. Cara tradisional atau disebut teknologi tradisional


pengendalian api (Marepm api) ini digunakan oleh masyarakat umumnya
pada waktu kegiatan berladang, khususnya pada tahap pembakaran ladang.
Pada peristiwa kebakaran tahun 1997/1998 seluruh masyarakat ikut serta
dalam proses pengendalian kebakaran hutan yang terjadi termasuk kaum
ibu-ibu. Dengan skala yang lebih luas keadaan ini berbeda dengan saat
pembukaan ladang, dalam hal mana pembakaran hanya dilakukan oleh
para pemilik ladang. Kegiatan ini dikoordinir langsung oleh kepala desa
dengan dibantu oleh staf desa. (Wijaya, 2002).

Melihat potensinya yang begitu besar, eksplorasi ini sengaja


dilakukan untuk menambah perbendaharaan solusi tepat guna yang efekif
dan efisien bagi pemangku kebijakan – kebijakan publik bahwa pelibatan
penyelesaian masalah ini haruslah meliputi semua elemen baik sipil
maupun pemerintahan.
3

1.2. Rumusan Masalah

Untuk mencapai tujuan penulisan makalah ini, maka berikut adalah


rumusan masalah yang akan diuraikan antara lain:

1. Bagaimana sejarah terjadinya kebakaran hutan dan lahan

2. Apa penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan


Timur

3. Jelaskan apa saja upaya untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran


hutan?

4. Apa usaha-usaha pemerintah yang telah dilakukan untuk mencegah dan


menanggulangi kebakaran hutan?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah terjadinya kebakaran hutan dan lahan

2. Untuk mengetahui penyebab dan dampak kebakaran hutan dan lahan di


Kalimantan Timur

3. Untuk mengetahui cara memadamkan kebakaran

4. Untuk mengetahui upaya untuk mencegah dan menanggulangi


kebakaran hutan

5. Untuk mengetahui usaha-usaha pemerintah yang telah dilakukan untuk


mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan
4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Kebakaran Hutan dan Lahan

Analisis terhadap arang (karbon) dari tanah Kalimantan menunjukkan


bahwa hutan telah terbakar secara berkala dimulai, setidaknya sejak 17.500
tahun yang lalu. Kebakaran besar kemungkinan terjadi secara alamiah selama
periode iklim yang lebih kering dari iklim saat itu. Namun, manusia juga
telah membakar hutan lebih dari 10 ribu tahun yang lalu untuk mempermudah
perburuan dan membuka lahan pertanian. Catatan tertulis satu abad yang lalu
dan sejarah lisan dari masyarakat yang tinggal di hutan membenarkan bahwa
kebakaran hutan bukanlah hal yang baru bagi hutan Indonesia (Schweithelm
dan Glover, 1999).

Sedangkan, Kejadian kebakaran hutan dan lahan yang terekam sebagai


kebakaran hutan terbesar di Kalimantan Timur adalah kejadian pada tahun
1982/1983. Sejak itu, kebakaran besar yang menjadi perhatian nasional dan
dunia secara periodik terulang kembali seperti tahun 1987, 1991, 1994 dan
yang paling hebat adalah tahun 1997/1998 yang lalu.

Namun, data persis pertama kali terjadinya kebakaran hutan dan lahan
di Kalimantan Timur (Kaltim) tidak dapat diketahui dengan pasti. Sangat
dimungkinkan bahwa dibeberapa tempat pernah terjadi kebakaran hutan dan
lahan mengingat api sebagai teknologi pertama yang dikenal manusia dalam
perladangan merupakan bagian penting dari usaha pembukaan dan persiapan
lahan. Menurut mitologi pada beberapa kelompok suku tradisional di Kaltim
(antara lain Suku Kenyah dan Kayan) sangat mempercayai bahwa peristiwa
kebakaran hutan dan lahan di bumi Kaltim pernah terjadi pada masa lampau.
Mereka menyebutnya sebagai ‘zaman kejadian’ pada ribuan tahun yang lalu
dimana kebakaran yang terjadi sangat hebat dan api merayap hingga dibawah
5

permukaan bumi. Konon, akibat kebakaran hutan itulah hingga saat ini
banyak dijumpai ‘arang hitam’ yang berlimpah dibawah perut bumi Kaltim.
Secara kronologis, kejadian kebakaran hutan dan lahan yang seringkali
terjadi di Kalimantan Timur diawali oleh musim kemarau yang panjang.
Berdasarkan catatan sejarah musim kemarau panjang selama lebih dari 6
bulan pernah terjadi pada tahun 1778. Kemarau terpanjang yang lebih dari 9
bulan pernah terjadi pada tahun 1940-an. Namun demikain hingga sebelum
tahun 1970-an, meski terjadi kemarau panjang lebih dari 6 bulan tersebut
belum pernah terjadi kebakaran hutan dan lahan. Oleh karenanya sewaktu
peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang hebat tahun 1982/1983 dinilai
sangat mengejutkan karena secara teoritis hutan hujan tropis lembab sulit
terbakar secara alami.

2.2. Sebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan di Kalimantan Timur

Pada dasarnya tidak semua areal hutan dan lahan mudah terbakar. Menurut
Oemijati (1986) mengutip dari Bahruni, kelas kebakaran di hutan hujan tropis
sangat rendah, yaitu kelas satu. Dengan demikian tipe hutan ini pada dasarnya
sulit sekali untuk terbakar.

Namun kenyataanya, Davis (1959), dalam Oemijati (1986),


menyatakan bahwa 90% dari 120.000 peristiwa kebakaran penyebabnya
adalah manusia. Sedangakan alam dan lain-lain (penyebab yang belum
diketahui secara pasti) hanya mengambil bagian yang sangat kecil. Faktor
manusia sebagai penyebab kebakaran dapat disebabkan oleh kesengajaan
maupun ketidaksengajaan. Seberapa besar perbandingan antara yang
disengaja dengan yang sengaja belum diketahui secara pasti diperlukan studi
yang khusus dan mendalam untuk mengetahuinya.

Sebelum meninjau faktor kesengajaan, fakta membuktikan bahwa


api sebagai alat atau teknologi awal yang dikuasai manusia untuk
mengubah lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang pada
6

penggunaannya dimulai pada pertengahan hingga akhir zaman Paleolitik,


1.400.000 - 700.000 tahun yang lalu. Sejak manusia mengenal dan
menguasai teknologi api, maka api dianggap sebagai modal dasar bagi
perkembangan manusia karena dapat digunakan untuk membuka hutan,
meningkatkan kualitas lahan pengembalaan, memburu satwa liar, mengusir
satwa liar, berkomunikasi sosial disekitar api unggun dan sebagainya
(Soeriaatmadja, 1997).

Dalam dunia penanggulangan bencana kita semua tentu telah


mengenal istilah trilogi kebakaran yang menjadi dasar timbulnya api,
komponen penyusunnya adalah bahan bakar, udara, panas yang kemudian
saling bereaksi membentuk api. Tiga komponen ini sangat mungkin hadir
ketika musim kemarau panjang datang, dengan diperkuat fakta bahwa
sebagian besar manusia menggunakan teknologi api sebagai alat pengubah
lingkungan hidup dan sumber daya alam tanpa memeperhitungkan kondisi
iklim setempat karena rendahnya taraf pendidikan. Hal itu dibuktikan
dengan catatan Oemijati (1986) mengutip dari Bahruni, yang menyatakan
bahwa kebakaran hutan dan lahan yang terbesar tahun 1982/1983 dan
tahun 1997/1998 terjadi karena dukungan musim kemarau yang sangat
panjang, sehingga bahan bakar di hutan semakin banyak dan mongering.

Data menunjukan bahwa dalam kurun tiga tahun terakhir tercatat


sedikitnya empat kasus besar kebakaran hutan dan lahan di pulau Sumatera
dan Kalimantan. Berdasarkan data yang kami dapatkan pada tahun 2012 di
Kec. Simpang Hilir, Kab. Kayong Utara, Prov. Kalimantan Barat 50 Ha
lahan terbakar, pada tahun 2013 kebakaran terjadi di Kec. Mandau, Kab.
Siak. Kec. Bukit Kapur, Kota Dumai, Prov. Riau menghanguskan 2.500 s/d
3.000 ha area hutan, Desa Rimba Panjang dan Desa Siabu, Kec. Kuwok,
kec. Tapung Hulu, Kec. Tiga Belas, Kec. Tambang, Kota kampar, Kab
Pekan Raya, Prov. Riau lahan seluas 800 ha lahan gambut terbakar, di Kota
Banjar Baru Kab. Banjar Provinsi Kalimantan Selatan 2013 ± 100 ha lahan
gambut dan lahan pertanian terbakar (geospasial.bnpb.go.id).
7

Data diatas menunjukkan peningkatan kejadian kebakaran hutan dan


lahan yang secara langsung berdampak pada kerugian yang lebih besar lagi.
Setidaknya ada tiga aspek kerugian utama yang dialami oleh negara
Indonesia. Aspek ekologi, Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak
ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai
sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata
air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam
hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata
dan sebagainya, hutan tropis Indonesia sangatlah kaya akan keanekaragaman
hayati (mega diversity) bahkan tercatat 10 % keanekaragaman jenis dunia
terdapat di hutan tropis Indonesia tentu dengan adanya kebakaran hutan dan
lahan kerugian besar bagi Indonesia dengan hilangnya keanekaragaman
hayati. Lebih lanjut Chandler (1983) dalam Oemijati (1986), menyebutkan
bahwa dampak ekologi kebakaran hutan banyak memberikan pengaruh
terhadap areal tersebut yaitu antara lain tanah, udara, iklim, vegetasi,
margasatwa dan ekosistem di samping itu kebakaran hutan dan lahan juga
telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %, yang berimplikasi pada
kecenderungan pemanasan global. Aspek ekonomi, sektor kehutanan
merupakan salah satu kontributor bagi perekonomian nasional bila dilihat dari
sisi penyedia lapangan kerja, penerimaan negara bukan pajak, pendapatan asli
daerah, dll. Di tahun 1997 ekspor kayu meraup keuntungan 6,2 milyar yang
berarti 11 % dari total ekspor nasional, dan meningkat di tahun berikutnya
yaitu sebesar 3,42 triliun. Namun, deforestasi akibat kebakaran hutan
menyebabkan pada tahun 2006 tercatat terjadi penurunan PNBP dengan nilai
dibawah 3 triliun pertahunnya, serta dapat melumpuhkan lalu lintas
penerbangan udara, darat dan laut. Aspek sosial budaya, selain kerugian
ekologi dan ekonomi, salah satu kerugian terbesar dari aspek ini adalah
hubungan politik internasional yang turut memberikan dampaknya.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di perparah dengan pola pergerakan
angin yang membawa kabut asap kebakaran di kalimantan dan sumatera
menuju Malaysia dan Singapura yang berujung pada pengajuan singapura
8

kepada negara ASEAN lainnya tentang undang-undang kerjasama ASEAN


baru yang memungkinkan pemerintah untuk menjatuhkan sanksi kepada
perusahaan domestik maupun asing yang menyebabkan kabut asap lintas-
negara yang merugikan pemerintah negara tersebut. Inilah yang membuat
kebakaran hutan dan lahan menjadi isue internasional yang harus segera
dituntaskan dan dicarikan solusinya.

2.3 Cara Memadamkan Kebakaran

Pada saat terjadi kebakaran hutan, ada beberapa cara untuk


memadamkan kebakaran, diantaranya dengan memanggil mobil pemadam
kebakaran dengan jumlah yang banyak dengan menyambungkan beberapa
selang lalu atur selang dalam menembakan pada bagian yang terkena
kebakaran,Agar api segera padam.

Ada metode lain dengan menggunakan paku bumi, paku bumi ini
bekerja dengan cara ditancapkan di adanya tanah yang terdeteksi adanya
api. Karena paku bumi ini menggunakan air dicampur zat kimia, sehingga
pemadamannya lebih cepat.[5]

2.4 Upaya Untuk Mencegah Dan Menanggulangi Kebakaran Hutan

1. Pencegahan Kebakaran Hutan


2. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat didaerah-daerah rawan
kebakaran.

3. Sosialisasi sistem pembukaan lahan tanpa bakar.

4. Pembentukan brigade kebakaran swakarsa di hutan yang rawan kebakaran.

5. Gelar regu dan peralatan pemadam kebakaran.

6. Pembangunan greenbelt.

7. Rehabilitasi kawasan bekas kebakaran.


9

8. Pelatihan bagi masyarakat.

9. Pemadaman dan Deteksi Dini

10. Pengecekan titik api dan pemanfaatan data hotspot dari satelit untuk
disebarluaskan.

11. Pengaktifan posko siaga kebakaran hutan.

12. Pemadaman kebakaran hutan.

13. mengakses titik api dari satelit NOAA.

14. Pelatihan penanggualngan kebakaran hutan bagi polisi hutan dan


masyarakat.

15. Melaksanakan kegiatan pusdalkarhutla (pusat pengendalian kebakaran


hutan dan lahan).

16. Pasca kebakaran

17. Melakukan rehabilitasi pada kawasan bekas kebakaran.

18. Melakukan koordinasi dengan penegak hukum.

19. Menyiapkan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) untuk melaksanakan


penyidikan dalam masalah kebakaran hutan dan lahan.

20. Mengusulkan anggaran.[6]

21. Penanggulangan kebakaran

Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di


dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang
dimaktub tersebut antara lain:

1. Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran


hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan
10

langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika
kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.
2. Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan
serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan
hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.

3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait


melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan
PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga
hutan.

4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal


menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang
berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-
nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat.[7]

2.5 Usaha-Usaha Pemerintah Yang Telah Dilakukan Untuk Mencegah Dan


Menanggulangi Kebakaran Hutan

Usaha usaha pemerintah untuk mencegah terjadinya kebakaran


kembali diantaranya:

1. Memperingatkan warga sekitar hutan untuk tidak membakar rumput atau


puing-puing.
2. Memeriksa peraturan setempat tentang perjanjian dan pembatasan
larangan pembkaran.

3. Melakukan aktivitas pembakaran minimal dengan jarak yang telah


ditentukan.

4. Jangan melakukan aktifitas pembakaran ketika cuaca berangin.


11

5. Jangan merokok ketika melakukan kerjaan atau kegiatan yang dilakukan


dihutan.

6. Mobil, truk dan mesin harus memiliki sistem tempat pembuangan uap
ketika beroperasi didekat hutan.

Penanggulangan hutan di Indonesia telah di atur dengan jelas di


dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.12/Menhut-Ii/2009 Tentang
Pengendalian Kebakaran Hutan. Adapun upaya penanggulangan yang
dimaktub tersebut antara lain:

1. Memberdayakan sejumlah posko yang bertugas menanggulangi kebakaran


hutan di semua tingkatan. Pemberdayaan ini juga harus disertai dengan
langkah pembinaan terkait tindakan apa saja yang harus dilakukan jika
kawasan hutan telah memasuki status Siaga I dan juga Siaga II.
2. Memindahkan segala macam sumber daya baik itu manusia, perlengkapan
serta dana pada semua tingkatan mulai dari jajaran Kementrian Kehutanan
hingga instansi lain bahkan juga pihak swasta.

3. Memantapkan koordinasi antara sesame instansi yang saling terkait


melalui dengan PUSDALKARHUTNAS dan juga di lever daerah dengan
PUSDALKARHUTDA tingkat I dan SATLAK kebakaran lahan dan juga
hutan.

4. Bekerjasama dengan pihak luar seperti Negara lainnya dalam hal


menanggulangi kebakaran hutan. Negara yang potensial adalah Negara yang
berbatasan dengan kita misalnya dengan Malaysia berama pasukan BOMBA-
nya. Atau juga dengan Australia bahkan Amerika Serikat
12

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penyebab utama terjadinya kebakaran hutan di Kalimantan adalah


karena aktivitas manusia dan hanya sebagian kecil yang disebabkan oleh
kejadian alam. Proses kebakaran alami bisa terjadi karena sambaran petir,
benturan longsuran batu, sing- kapan batu bara, dan tumpukan srasahan.
Dampak yang ditimbulkan dari kebakaran liar antara lain:Menyebarkan
emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Terbunuhnya satwa liar dan
musnahnya tanaman baik karena kebakaran, Menyebabkan banjir selama
beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan di saat musim
kemarau, Kekeringan yang ditimbulkan dapat menyebabkan terhambatnya
jalur pengangkutan lewat sungai dan menyebabkan kelaparan di daerah-
daerah terpencil, Kekeringan juga akan mengurangi volume air waduk
pada saat musim kemarau yang mengakibatkan terhentinya pembangkit
listrik (PLTA) pada musim kemarau, Musnahnya bahan baku industri
perkayuan, Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru, Asap yang ditimbulkan
menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat antara lain
13

pendidikan, agama dan ekonomi. Cara mengatasi kebakarn hutan dengan


memanggil mobil pemadam kebakaran dan paku bumi. Upaya Pencegahan
Kebakaran Hutan dengan ;Melakukan penyuluhan kepada masyarakat
didaerah-daerah rawan kebakaran, Sosialisasi sistem pembukaan lahan
tanpa bakar, Pembentukan brigade kebakaran swakarsa di hutan yang
rawan kebakaran, Gelar regu dan peralatan pemadam kebakaran. Untuk
menanggulangi Kebakaran bisa dengan : Memberdayakan sejumlah posko
yang bertugas menanggulangi kebakaran hutan di semua tingkatan,
memindahkan segala macam sumber daya, memantapkan koordinasi
antara sesama instansi, dan bekerjasama dengan pihak luar. Usaha usaha
pemerintah untuk mencegah terjadinya kebakaran kembali diantaranya:
Memperingatkan warga sekitar hutan untuk tidak membakar rumput atau
puing-puing, memeriksa peraturan setempat tentang perjanjian dan
pembatasan larangan pembakaran, Melakukan aktivitas pembakaran
minimal dengan jarak yang telah ditentukan, Jangan melakukan aktifitas
pembakaran ketika cuaca berangin dan lain sebagainya.

5.2 Saran

Demikianlah makalah yang saya buat, sebagai manusia biasa saya


menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif
sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
14

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M.J., M.R. Ibrahim, dan A.R. Abdul Rahim. 2002. The influence of
forest fire in Peninsular Malaysia: History, root causes, prevention, and
control.

Anonim, 1998. Laporan Kebakaran Hutan dan Lahan Propinsi Kalimantan Timur.
Departemen Kehutanan dan Perkebunan Kantor Wilayah Propinsi
Kalimantan Timur, Samarinda

Anonim, 2005. Pengelolaan Kolaboratif. Peraturan Menteri Kehutanan No.


19/Menhut-II/2004. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta.

Direktotar Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2003. Kebakaran


Hutan Menurut Fungsi Hutan, Lima Tahun Terakhir. Direktotar Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Jakarta.

Oemiyati, R. 1986. Kebakaran Hutan Di Indonesia dan Masalahnya: Makalah


Disampaikan pada Seminar Nasional “Ancaman Gangguan Terhadap
Hutan Tanaman Industri 20 Desember 1986” (photo copy lepas). FMIPA
UI, Jakarta.

Pemda Kaltim, 2000. Kalimantan Timur dalam Angka 2000. Bappeda Kaltim dan
Kantor Statistik Kaltim, Samarinda.

Pemda Kaltim, 1990. Sejarah Pemerintahan Di Kalimantan Timur dari Masa Ke


Masa. Pemerintah Propinsi daerah Tingkat I Kaltim, Samarinda.
15

Sardjono, M.A. 2004. Mosaik Sosiologi Kehutanan: Masyarakat Lokal, Politik


dan Kelestarian Sumberdaya. Yogyakarta: Debut Press.

Schweithelm, J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. dalam


Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat
Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup

Soeriaatmadja, R.E. 1997. Dampak Kebakaran Hutan Serta Daya Tanggap


Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Sumberdaya Alam Terhadapnya.
Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap
Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di
Yogyakarta. hal: 36-39.

Sutisna, M. dkk, 1998. Rehabilitasi Kawasan Hutan Bekas Kebakaran Aspek


Teknis dan Sosial, Makalah Disampaikan pada Lokakarya “Kebakaran
Hutan dan Lahan Pencegahan dan Rehabilitasinya Serta Penata Ulang
Hutan Wisata Bukit Soeharto tanggal 14-15 Mei 1998”. Bapedalda
Kaltim, Samarinda.

Tacconi L. 2003. Kebakaran hutan di Indonesia: Penyebab, biaya dan implikasi


kebijakan. Bogor: CIFOR.

Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forest Forest of The Far East. Clarendon
Press. Oxford.

Wijaya, A. 2002. Kajian Aspek Sosial Ekonomi Kebakaran Hutan dan Lahan Di
Kalimantan Timur. Yayasan Bioma, Samarinda.

Wijaya, A. 2014. Ensiklopedi Suku-Suku Asli Di Kalimantan Timur. Yayasan


Bioma, Samarinda

Wirakusumah, S dan M.Y. Rasid, 1987. Cita dan Fenomena Hutan Tropika
Humida. Pradnya Paramita, Jakarta.

http://www.wri.org

http://geospasial.bnpb.go.id

Anda mungkin juga menyukai