Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUALITAS DASAR DENGAN METODE DINAMIKA

KELOMPOK TERHADAP PENURUNAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL


PADA REMAJA

Yulia Risma Dame


Rahma Widyana
Sri Muliati Abdullah
Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan seksualitas dasar


dengan metode dinamika kelompok terhadap penurunan kecenderungan perilaku
seksual pada remaja. Hipotesis dalam penelitian ini adalah penurunan kecenderungan
perilaku seksual subjek yang mendapat pendidikan seksualitas dasar dengan metode
dinamika kelompok lebih tinggi daripada subjek yang tidak mendapat perlakuan
tersebut. Kelompok yang diberikan pendidikan seksualitas dasar dengan metode
dinamika kelompok memiliki penurunan kecenderungan perilaku seksual yang lebih
tinggi daripada kelompok yang tidak diberi perlakuan tersebut. Subjek dalam
penelitian ini adalah 40 siswa kelas 2 SMA, dengan karakteristik : 1) berusia 16-18
tahun, 2) memiliki skor pretest Skala Kecenderungan Perilaku Seksual tinggi dan
sedang, 20 siswa adalah kelompok eksperimen yang mendapat pendidikan seksualitas
dasar dengan metode dinamika kelompok dan 20 siswa lainnya adalah kelompok
kontrol yang tidak mendapat perlakuan yang ditempatkan dengan cara random
assignment. Metode pengumpulan data dengan menggunakan Skala Kecenderungan
Perilaku Seksual Remaja.
Hasil analisis Independent-Samples T Test diperoleh hasil t = 4,750
(p < 0,01) yang menunjukkan ada perbedaan penurunan kecenderungan perilaku
seksual antar kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol, kelompok eksperimen
menunjukkan penurunanan kecenderungan perilaku seksual lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Hasil analisis tambahan dengan menggunakan Paired-Samples T
Test diperoleh t = 5,062 (p < 0,01) yang menunjukkan ada penurunan kecenderungan
perilaku seksual subjek sebelum dan sesudah mengikuti perlakuan. Analisis tambahan
lain dengan menggunakan metode analisis kovariansi untuk mereduksi variabel-
variabel luar yang tidak diinginkan dalam penelitian menunjukkan F = 43,557 (p <
0,05) berarti ada perbedaan penurunan kecenderungan perilaku seksual sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan. Hal ini berarti bahwa pendidikan seksualitas dasar
dengan metode dinamika kelompok efektif untuk menurunkan kecenderungan perilaku
seksual remaja.

Kata kunci : pendidikan seksualitas dasar, dinamika kelompok, kecenderungan


perilaku seksual

Pendahuluan remaja telah mengalami kematangan seksual


Masa remaja merupakan masa transisi, yang menyebabkan timbulnya dorongan
yaitu masa peralihan dari masa anak-anak ke seksual yang kuat dan menyebabkan
masa dewasa, masa terjadinya perubahan fisik, ketegangan-ketegangan yang menuntut
emosional, maupun seksual (Dianawati, 2003). kepuasan sehingga sukar dikendalikan (Yusup,
Dalam masa transisi ini, perkembangan fisik 2002). Remaja juga mudah terpengaruh, mudah

1
meniru, mudah diiming-imingi, tanpa remaja laki-laki dan 5% perempuan berstatus
memikirkan akibatnya pada masa mendatang kawin pernah melakukan HUS pranikah.
(Badan Narkotika Nasional, 2003), sehingga Menurut hasil penelitian dari Tim
sering remaja terlibat dalam masalah Peneliti Pusat Studi Seksualitas (PSS),
seksualitas seperti kehamilan tidak diinginkan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(KTD), aborsi, pemerkosaan, sampai pelacuran Daerah Istimewa Yogyakarta (PKBI DIY,
(Sofyan, 2005). 2004) yang melibatkan 33 orang responden,
Perilaku seksual merupakan perilaku mengungkap beberapa perilaku seksual yang
yang berkaitan dengan kebutuhan dan dilakukan remaja yang belum menikah antara
perkembangan biologis setiap orang. Banyak lain ; bergandengan, cium pipi, cium bibir,
hasil penelitian menunjukkan perilaku seksual berpelukan, meraba, petting sampai hubungan
yang beresiko yang dilakukan oleh remaja seksual (HUS). Dari hasil penelitian tersebut,
mulai dari kehamilan sampai tertular juga diungkap bahwa 63,5% responden pernah
HIV/AIDS (Human Immunodeficiency berpacaran. Dari jumlah itu diungkap bahwa
Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome). frekuensi berpacaran (berganti pacar) sebanyak
Survey Baseline Reproduksi Remaja Sejahtera 2-3 kali mencapai 32,7%, serta 19,2% nya
oleh Lembaga Demografi FE-UI 1993 (dalam mengaku pernah berpacaran lebih dari 3 kali.
Embrio, 2004) menemukan bahwa 17,5% Pada aktivitas berpacaran maupun non-
remaja laki-laki dan 8,3% remaja perempuan pacaran, perilaku seksual yang dilakukan
belum menikah sudah pernah melakukan remaja terkadang sulit dihindari. Lebih jelasnya
hubungan seksual (HUS). Sementara 11,6% hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 1 dan
tabel 2.

Tabel 1
Perilaku Seksual Remaja dalam Pacaran
Pernah Frekuensi Berpacaran
No Perilaku Seksual 1 kali 2-3 kali Lebih dari
N % 3x
N % N % N %
1 Bergandengan 33 100 3 9,1 20 60,6 10 30,3
2 Cium Pipi 27 81,8 3 11,1 15 55,6 9 33,3
3 Cium Bibir 22 66,7 4 18,2 13 59,1 5 22,7
4 Pelukan 29 87,9 4 13,8 18 62,1 7 24,1
5 Saling Meraba 15 45,5 2 13,3 9 60,0 4 26,7
6 Petting 7 21,2 1 14,3 4 57,1 2 28,6
7 Hubungan seksual 4 12,2 1 25,0 3 75,0 0 0,0
Sumber : PSS PKBI DIY, 2004

Tabel 2
Perilaku Seksual Remaja Non- Pacaran
No Perilaku Seksual Dengan (%)
Teman Saudara Pekerja Seks Waria
1 Bergandengan 94,2 78,8 9,6 3,8
2 Cium Pipi 71,2 78,8 3,8 1,9
3 Cium Bibir 7,7 3,8 5,8 0,0
4 Berpelukan 78,8 71,2 5,8 1,9
5 Meraba 17,3 5,8 5,8 1,9
6 Petting 1,9 1,9 3,8 3,8
7 Hubungan seksual 1,9 0,0 1,9 0,0
Sumber : PSS PKBI DIY, 2004

2
Menurut Sarwono (2004), berbagai 2. Adanya penundaan usia perkawinan.
perilaku seksual pada remaja yang belum Penyaluran hasrat seksual tidak dapat
saatnya untuk melakukan hubungan seksual segera dilakukan karena adanya penundaan
secara wajar antara lain dikenal sebagai: usia perkawinan.
1. Masturbasi atau onani, yaitu suatu 3. Adanya norma-norma agama yang tetap
kebiasaan buruk berupa manipulasi berlaku (tabu-larangan). Sementara usia
terhadap alat genital dalam rangka kawin ditunda, norma-norma agama tetap
menyalurkan hasrat seksual untuk berlaku di mana seseorang dilarang untuk
pemenuhan kenikmatan yang seringkali berciuman dan masturbasi apalagi
menimbulkan goncangan pribadi dan melakukan hubungan seks sebelum
emosi. menikah. Untuk remaja yang tidak dapat
2. Berpacaran dengan berbagai perilaku menahan diri akan terdapat kecenderungan
seksual seperti sentuhan, pegangan tangan, untuk melanggar saja larangan-larangan
sampai pada ciuman dan sentuhan-sentuhan tersebut.
seks yang pada dasarnya adalah keinginan 4. Adanya penyebaran informasi dan
untuk menikmati dan memuaskan dorongan rangsangan seksual melalui media massa
seksual. dan teknologi canggih. Remaja yang
Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan sedang dalam periode ingin tahu dan ingin
bahwa kecenderungan perilaku seksual remaja mencoba, akan meniru apa yang dilihat
merupakan keinginan akan dorongan seksual atau didengarnya dari media massa,
beserta ketegangan-ketegangan yang menuntut khususnya karena mereka pada umumnya
kepuasan melalui berbagai perilaku sebagai belum pernah mengetahui masalah seksual
penyalurannya yang timbul akibat mulai secara lengkap dari orang tuanya.
berfungsinya hormon seks remaja sehingga 5. Kurangnya pengetahuan orang tua
remaja sering melakukan perilaku yang tidak mengenai seksualitas. Orang tua sendiri,
wajar, seperti masturbasi atau onani. baik karena ketidaktahuannya maupun
Schofield & The Diagram Group karena sikapnya yang masih mentabukan
(dalam Rahayu 2005) mengemukakan tahapan- pembicaraan mengenai seks secara tidak
tahapan perilaku seksual secara lebih terperinci terbuka dengan anak, malah cenderung
sebagai berikut : membuat jarak dengan anak dalam masalah
1. Kontak mata (Melirik, memandang, yang satu ini.
mengedip) 6. Adanya kecenderungan pergaulan yang
2. Kontak suara (Menyapa, berbicara/ngobrol) semakin bebas. Di pihak lain, tidak dapat
3. Bergandengan tangan. diingkari adanya kecenderungan pergaulan
4. Berpelukan (Memeluk atau dipeluk lawan yang semakin bebas antara pria dan wanita
jenis) dalam masyarakat.
5. Berciuman (Mencium atau dicium pipi, Menurut Dianawati (2003), faktor-
mencium atau dicium kening, mencium faktor yang mempengaruhi kecenderungan
atau dicium bibir) perilaku seksual remaja yang paling utama
6. Eksplorasi daerah sensitif (Meraba atau adalah kurangnya informasi dan pendidikan
diraba bagian tubuh sensitif diantaranya tentang seksualitas yang didapatkan remaja
alat kelamin, atau payudara) dari sekolah maupun keluarga. Remaja lebih
7. Melakukan hubungan seksual. banyak mendapatkan informasi tentang
Sarwono (2004), mengemukakan seksualitas dari teman pergaulannya,
bahwa masalah seksualitas pada remaja sedangkan informasinya sangat bebas dan tidak
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan
1. Peningkatan libido seksual remaja. menurut Pavanel (2003), informasi seputar
Peningkatan hasrat seksual ini seksualitas yang didapatkan remaja dari
membutuhkan penyaluran dalam bentuk lingkungan pergaulannya selama ini tidak
tingkah laku seksual tertentu.

3
mengarah ke pemahaman seksualitas yang baik aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan
dan utuh sesuai jenjang usia mereka. kemasyarakatan. Masalah-masalah pendidikan
Pada masa remaja, informasi tentang seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan
masalah seksual sudah seharusnya mulai dengan norma-norma yang berlaku di
diberikan, agar remaja tidak mencari informasi masyarakat, apa yang dilarang, apa yang
dari orang lain atau dari sumber-sumber yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya
tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di
Pemberian informasi masalah seksual menjadi masyarakat.
penting terlebih lagi mengingat remaja berada Tujuan dari pendidikan seksual adalah
dalam potensi seksual yang aktif, hal ini bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan
berkaitan dengan dorongan seksual yang ingin mencoba hubungan seksual antar remaja,
dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu
informasi yang cukup mengenai aktivitas tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila
seksual mereka sendiri. Fakta menunjukkan dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum,
bahwa sebagian besar remaja tidak mengetahui agama dan adat istiadat serta kesiapan mental
dampak dari perilaku seksual yang mereka dan material seseorang. Selain itu, pendidikan
lakukan terlebih lagi jika harus menanggung seksual juga bertujuan untuk memberikan
resiko dari hubungan seksual tersebut seperti pengetahuan dan mendidik anak agar
hamil diluar nikah, aborsi, penyakit kelamin, berperilaku yang baik dalam hal seksual, sesuai
dan lain-lain (Dianawati, 2003) dengan norma agama, sosial dan kesusilaan.
Menurut Sarwono (2004), pandangan Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak
sebagian besar masyarakat yang menganggap menganggap seks sebagai sesuatu yang
seksualitas merupakan suatu hal yang alamiah, menjijikkan dan kotor, tetapi lebih sebagai
yang nantinya akan diketahui dengan bawaan manusia, yang merupakan anugerah
sendirinya setelah mereka menikah sehingga Tuhan dan berfungsi penting untuk
dianggap suatu hal tabu untuk dibicarakan kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya
secara terbuka, nampaknya secara perlahan- anak-anak itu bisa belajar menghargai
lahan harus diubah. Sudah saatnya pandangan kemampuan seksualnya dan hanya
semacam ini harus diluruskan agar tidak terjadi menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan
hal-hal yang tidak diinginkan dan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang
membahayakan bagi anak dan remaja sebagai tertentu saja (Sarwono, 2004).
generasi penerus bangsa. Remaja yang hamil Dengan demikian, pendidikan
diluar nikah, melakukan aborsi, menderita seksualitas dasar bermaksud untuk
penyakit kelamin, dan lain-lain, adalah contoh menerangkan segala hal yang berhubungan
dari beberapa kenyataan pahit yang sering dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang
terjadi pada remaja sebagai akibat pemahaman wajar dan mendasar (Marjadi, 2004).
yang yang keliru mengenai seksualitas. Seiring Pendidikan seksualitas dasar selain
perkembangan yang terjadi, sudah saatnya menerangkan tentang aspek-aspek anatomis
pemberian penerangan dan pengetahuan dan biologis juga menerangkan tentang aspek-
masalah seksualitas remaja ditingkatkan. aspek psikologis dan moral.
Pendidikan seksual merupakan cara Pendidikan seksualitas dasar sangat
pengajaran atau pendidikan yang dapat efektif jika dikemas dalam bentuk dinamika
menolong remaja untuk menghadapi masalah kelompok yang di dalamnya berbagai macam
hidup yang bersumber pada dorongan seksual. bentuk permainan yang menjadi sarana
Menurut Sarwono (2004), secara umum penyampaian materi secara tepat dan
pendidikan seksual adalah suatu informasi menyenangkan. Penyampaian materi juga
mengenai persoalan seksualitas manusia yang melibatkan peserta secara aktif dalam setiap
jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya permainan sehingga mereka sungguh
pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, memahami materi yang disampaikan (Marjadi,
tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan 2004).

4
Pendidikan seksualitas dasar dilakukan
untuk pembaruan program-program pendidikan Metode
seksualitas di Indonesia yang selama ini hanya Perilaku seksual adalah dorongan
mengajarkan anatomi dan fisiologi belaka dan (hasrat) seksual dengan tujuan mencapai
dilakukan dengan metode yang masih kepuasan atau kenikmatan seksual yang
konvensional seperti ceramah, seminar, dimulai dengan perasaan tertarik baik dengan
sarasehan dan lain-lain. Pendidikan seksualitas sejenis maupun lawan jenis, bercumbu, sampai
dasar ini selain membahas anatomi dan melakukan hubungan seksual. Indikator
fisiologi juga akan membahas secara tuntas perilaku seksual yang diukur dalam penelitian
aspek-aspek dasar dari ekspresi seksualitas ini mengacu pada Schofield & The Diagram
manusia, sehingga diharapkan akan membuka Group (Rahayu, 2005) meliputi : kontak mata
tersumbatnya informasi tentang seksualitas (melirik, memandang, mengedip), kontak suara
yang selama ini masih dianggap sesuatu yang (menyapa, berbicara), bergandengan tangan,
tidak lazim untuk dibicarakan secara terbuka berpelukan baik memeluk atau dipeluk lawan
dalam masyarakat Indonesia. Keterbukaan ini jenis, berciuman (mencium atau dicium pipi,
akan memberi dampak besar dalam kehidupan kening atau bibir), eksplorasi daerah sensitif
sosial, khususnya kehidupan remaja. Untuk baik meraba atau diraba bagian tubuh sensitif,
membantu keterbukaan dan rasa aman dari melakukan hubungan seksual (HUS). Semakin
peserta, pendidikan seksualitas dasar tinggi skor Skala Perilaku Seksual yang
disampaikan dengan metode dinamika diperoleh, semakin tinggi perilaku seksualnya,
kelompok yang bertujuan untuk mempermudah dan sebaliknya semakin rendah skor Skala
dan mempercepat peserta mengenali dirinya Perilaku Seksual yang diperoleh akan semakin
sendiri dengan bantuan orang lain. Menurut rendah pula perilaku seksualnya.
Wenzler (2003), melalui teknik-teknik yang Pendidikan seksualitas dasar adalah
diterapkan dalam dinamika kelompok pemberian informasi yang khusus diberikan
(misalnya role play, permainan gerak tubuh, pada remaja tentang ekspresi-ekspresi dan
permainan yang mempergunakan daya dorongan-dorongan seksualitas manusia yang
imajinasi, umpan balik, diskusi) dan dengan dikemas dalam bentuk metode dinamika
dibantu oleh fasilitator, proses belajar dari kelompok (misalnya role play, permainan
pengalaman dipercepat dan diarahkan. Metode gerak tubuh, permainan yang mempergunakan
yang ditawarkan dalam pendidikan seksualitas daya imajinasi, umpan balik, diskusi). Materi
dasar ini adalah melibatkan remaja sebagai Pendidikan Seksualitas Dasar ini mengacu
peserta secara aktif dalam setiap permainan pada modul “Menyusun Batu Penjuru”
sehingga mereka sungguh memahami materi Pendidikan Seksualitas Dasar dengan Metode
yang disampaikan (Marjadi, 2004) Permainan Interaktif dan Inovatif yang disusun
Prasyarat lain yang juga sangat penting oleh dr. E.G. Brahmaputra Marjadi, M.P.H.
dalam keberhasilan suatu program pendidikan (2004).
seksualitas adalah rasa percaya diri dan harga Metode pengumpulan data dalam
diri yang sehat dari peserta. Peserta diajak penelitian ini adalah dengan metode skala yaitu
untuk membicarakan hal-hal yang tidak Skala Kecenderungan Perilaku Seksual yang
normal, yaitu Penyakit Menular Seksual (PMS) disusun oleh peneliti. Skala Kecenderungan
termasuk infeksi HIV/AIDS. Peserta juga Perilaku Seksual diberikan sebelum perlakuan
diajak untuk mempelajari hubungannya dengan (pretest) dan setelah perlakuan (posttest).
orang lain. Peserta juga akan dibimbing untuk Posttest diberikan setelah 2 minggu atau 10
dapat mengambil keputusan yang bertanggung hari setelah perlakuan dengan asumsi adanya
jawab serta berperilaku asertif (Marjadi, 2004). pemberian jarak waktu dapat diketahui ada atau
Penelitan ini bertujuan untuk tidak perubahan perilaku seksualnya.
mengetahui apakah ada pengaruh pendidikan Analisis data yang digunakan untuk
seksualitas dasar dengan dinamika kelompok menguji data-data yang diperoleh dalam
terhadap perilaku seksual pada remaja. penelitian ini menggunakan teknik analisis

5
Independent-Samples T Test. Analisis data ini ditentukan (Azwar, 2002). Karakteristik subjek
digunakan untuk menguji perbedaan hasil gain sebagai berikut:
score (selisih skor pretest-posttest) pada a. Siswa kelas 2 SMA dengan usia 16-18
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. tahun, dengan pertimbangan bahwa siswa
Bentuk rancangan eksperimen tersebut dengan rentang usia tersebut sedang
adalah seperti berikut : mengalami pemasakan seksual (Monks,
2001).
Rancangan Eksperimen b. Memiliki skor perilaku seksual yang tinggi
Kelompok 01 X 02 dan sedang.
R Eksperimen
Kelompok 01 ~ 02 Hasil dan Pembahasan
Kontrol Data yang digunakan sebagai dasar
Keterangan : untuk pengujian hipotesis adalah data yang
R : Random Assignment. diperoleh dari pretest dan posttest Skala
01 : Pengambilan nilai Pretest. Kecenderungan Perilaku Seksual remaja. Hasil
02 : Pengambilan nilai Posttest pengumpulan data menunjukkan skor terendah
X : Pemberian perlakuan berupa Pendidikan pretest pada kelompok eksperimen sebesar 57
Seksualitas Dasar dan skor tertingginya sebesar 97, sedangkan
~ : Tanpa perlakuan Pendidikan Seksualitas skor terendah pretest pada kelompok kontrol
Dasar. sebesar 59 dan skor tertingginya sebesar 104.
Skor terendah posttest pada kelompok
Subjek Penelitian eksperimen adalah 51 dan skor tertingginya
Subjek penelitian adalah siswa-siswi adalah 88, sedangkan skor terendah posttest
SMA N 1 Sedayu yang memiliki skor Skala pada kelompok kontrol adalah 57 dan skor
Kecenderungan Perilaku Seksual sedang tertingginya adalah 93. Deskripsi data
sampai tinggi. Cara pengambilan subjek penelitian secara ringkas dapat dilihat pada
dilakukan dengan metode purposive sampling tabel di bawah ini.
yaitu dengan mengikuti kriteria yang telah
Tabel 3
Deskripsi Data Penelitian (n = 40)
Data Empiris Data
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Hipotetik
Pretest Posttest Pretest Posttest
Rerata 76,15 67,70 73,00 75,65 70
SD 11,33 10,44 9,73 8,70 14
Min 57 51 59 57 28
Maks 97 88 104 93 112

Kriteria dan distribusi skor subjek pada selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 dan
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tabel 5.

Tabel 4
Kategorisasi Skor Pretest Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja
Pada Kelompok Eksperimen
Kategorisasi Formulasi Rentang Jumlah Prosentase
Nilai Subjek
Tinggi X > µ + 1σ X > 85 6 30 %
Sedang µ - 1σ < X ≤ µ + 1σ 56 < X ≤ 84 14 70 %
Rendah X ≤ µ - 1σ X ≤ 56 - -

6
Jumlah 20 100%
Tabel 5
Kategorisasi Skor Pretest Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja Pada Kelompok Kontrol
Kategorisasi Formulasi Rentang Jumlah Prosentase
Nilai Subjek
Tinggi X > µ + 1σ X > 85 2 10 %
Sedang µ - 1σ < X ≤ µ + 1σ 56 < X ≤ 84 18 90 %
Rendah X ≤ µ - 1σ X ≤ 56 - -
Jumlah 20 100%
Ket :
µ : Rerata hipotetik
σ : Standar Deviasi

Kategorisasi skor pretest di atas dinamika kelompok dan sesudah diberi


menunjukkan bahwa perilaku seksual subjek perlakuan. Uji ini menggunakan teknik
baik kelompok eksperimen maupun kelompok Independent-Samples T Test dengan
kontrol berada pada kategorisasi tinggi dan mengontrol nilai pretest. Hasil yang diperoleh
sedang. adalah nilai t = 0,943 (p > 0.05), yang
Sebelum melakukan analisis data untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
menguji hipotesis, peneliti terlebih dahulu perilaku seksual pada kelompok eksperimen
melakukan uji asumsi yang meliputi uji dan kelompok kontrol sebelum perlakuan
normalitas dan uji homogenitas. diberikan, hal ini berarti kondisi awal antara
Uji Normalitas dilakukan untuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
mengetahui suatu sampel berasal dari populasi sebelum perlakuan diberikan adalah sama
dengan distribusi normal atau tidak normal. Uji (setara). Pengujian hipotesis dalam penelitian
normalitas sebaran data dilakukan dengan ini menggunakan metode Independent-Samples
metode Kolmogorov-Smirnov (KS-Z). Hasil T Test. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
pengujian normalitas data selisih posttest dan selisih nilai pretest dan posttest (KE, KK)
pretest menunjukkan nilai KS-Z sebesar 0,096 menunjukkan t = -4,750 (p<0,01). Hasil
(p>0,05). Berdasarkan hasil uji coba normalitas tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan
tersebut, diketahui bahwa data yang terkumpul penurunan perilaku seksual remaja antara KE
terdistribusi secara normal. dan KK. Perbedaan kedua kelompok tersebut
Uji homogenitas dilakukan untuk dapat juga diketahui dari rerata yang
mengetahui apakah subjek penelitian berasal menunjukkan bahwa nilai penurunan selisih
dari populasi yang homogen atau tidak posttest-pretest kelompok eksperimen sebesar
homogen. Pengujian homogenitas varian antar (–8.45) lebih rendah dibanding kelompok
kelompok dilakukan dengan menggunakan kontrol (+2.65).
metode dari Levene Test. Hasil yang diperoleh Perubahan dapat dilihat dari hasil
dari uji homogenitas menunjukkan koefisien pretest yang berkisar antara 57 sampai 97
homogenitas sebesar 0,105 (p>0,05). menunjukkan bahwa kelompok eksperimen
Berdasarkan hasil uji homogenitas tersebut berada pada kategori tinggi dan sedang,
dapat diketahui bahwa subjek dalam penelitian kemudian pada posttest, skor yang diperoleh
ini mempunyai varians homogen. subjek berkisar antara 51 sampai dengan 88
Pada uji hipotesis, peneliti melakukan menunjukkan bahwa skor subjek mengalami
uji T pretest kelompok eksperimen dan penurunan. Hasil skor pretest yang berkisar
kelompok kontrol terlebih dahulu guna melihat antara 59 sampai dengan 104 menunjukkan
apakah kelompok berbeda sebelum diberikan bahwa kelompok kontrol berada pada kategori
pendidikan seksualitas dasar dengan metode sedang dan tinggi. Pada posttest skornya

7
berkisar antara 57 sampai dengan 93 yang distribusi skor subjek hasil posttest pada
menunjukkan bahwa meskipun skornya kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
menurun, tetapi cenderung berada pada dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7.
kategori sedang dan tinggi. Perubahan

Tabel 6
Kategorisasi Skor Posttest Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja Pada Kelompok
Eksperimen

Kategorisasi Formulasi Rentang Jumlah Prosentase


Nilai Subjek
Tinggi X > µ + 1σ X > 85 2 10 %
Sedang µ - 1σ < X ≤ µ + 1σ 56 < X ≤ 84 15 75 %
Rendah X ≤ µ - 1σ X ≤ 56 3 15 %
Jumlah 20 100%

Tabel 7
Kategorisasi Skor Posttest Kecenderungan Perilaku Seksual Remaja Pada Kelompok Kontrol

Kategorisasi Formulasi Rentang Jumlah Prosentase


Nilai Subjek
Tinggi X > µ + 1σ X > 85 3 15 %
Sedang µ - 1σ < X ≤ µ + 1σ 56 < X ≤ 84 17 85 %
Rendah X ≤ µ - 1σ X ≤ 56 - -
Jumlah 20 100%
Keterangan :
µ : Rerata hipotetik
σ : Standar deviasi

Berdasarkan kategorisasi skor pretest untuk mengetahui efektivitas dari pendidikan


dan skor posttest yang terlihat pada tabel seksualitas dasar dengan metode dinamika
diatas, diketahui bahwa terjadi penurunan kelompok. Hasil analisis menggunakan teknik
kategorisasi dari tinggi ke sedang dan rendah Paired Sample t test menunjukkan skor t =
pada kelompok eksperimen. Subjek pada 5,062 (p<0,01), yang menunjukkan ada
kelompok eksperimen yang diberikan perbedaan perilaku seksual pada subjek
pendidikan seksualitas dasar dengan metode eksperimen sebelum dan sesudah mengikuti
dinamika kelompok lebih menurun skor pendidikan seksualitas dasar dengan metode
perilaku seksualnya daripada kelompok kontrol dinamika kelompok, dimana setelah mengikuti
yang tidak mendapatkan perlakuan tersebut. pendidikan seksualitas dasar dengan metode
Berdasarkan analisis dengan dinamika kelompok perilaku seksual subjek
Independent-Samples T Test diperoleh hasil cenderung menurun dibandingkan dengan
bahwa ada perbedaan penurunan perilaku sebelum mengikuti perlakuan tersebut. Hal
seksual antar kelompok eksperimen dengan tersebut juga dapat diketahui dari perbedaan
kelompok kontrol, kelompok eksperimen rerata kedua kelompok bahwa perilaku seksual
memiliki penurunan perilaku seksual lebih subjek lebih rendah (67,70) setelah mengikuti
tinggi daripada kelompok kontrol. Analisis lain pendidikan seksualitas dasar dengan metode
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dinamika kelompok daripada sebelum
analisis perbedaan skor prestest dan posttest mengikuti perlakuan tersebut (76,.15). Selain
pada kelompok eksperimen, tujuannya adalah analisis pada kelompok eksperimen, dilakukan

8
juga analisis perbedaan skor pretest-posttest kecenderungan perilaku seksual subjek yang
pada kelompok kontrol. Hasil analisis mendapat perlakuan pendidikan seksualitas
menunjukkan skor t = - 1,620 (p > 0,05). Hal dasar dengan metode dinamika kelompok lebih
tersebut berarti tidak ada perbedaan perilaku tinggi daripada subjek yang tidak mendapat
seksual pada subjek kelompok kontrol. Hal ini perlakuan tersebut.
dapat dilihat pada rerata pretest (73,00) dan Hasil pengujian tersebut membuktikan
posttest (75,65). Pada pengujian Paired Sample konsep Sarwono (2004), bahwa pendidikan
t-test ini, hasil korelasi yang diperoleh pada seks merupakan salah satu cara untuk
kelompok eksperimen sebesar 0,768 (p<0,01) mengurangi atau mencegah penyalahgunaan
yang menunjukkan ada hubungan antara seks, khususnya untuk mencegah dampak-
pretest dengan posttest, dan pada kelompok dampak negatif yang tidak diharapkan seperti
kontrol korelasi sebesar 0,690 (p<0,01) yang kehamilan yang tidak direncanakan, penyakit
menunjukkan ada hubungan antara pretest dan menular seksual, depresi dan perasaan berdosa.
posttest. Hal ini mengindikasikan adanya efek Hal senada juga didukung oleh teori Dianawati
testing yaitu pengukuran yang diberikan (2003) yang menyatakan bahwa pendidikan
sebelum perlakuan (pretest) terhadap seksualitas merupakan cara pengajaran atau
pengukuran setelah diberi perlakuan (posttest) pendidikan yang dapat menolong remaja untuk
(Azwar, 2003). Untuk itu perlu dilakukan menghadapi masalah hidup yang bersumber
pengendalian statistik dengan menggunakan pada dorongan seksual. Dengan demikian
analisis kovariansi untuk mengendalikan pendidikan seksual ini bermaksud untuk
kondisi-kondisi awal dari variabel terikat, menerangkan segala hal yang berhubungan
mereduksi variabel-variabel luar yang tidak dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang
diinginkan dalam penelitian. Variabel-variabel wajar.
luar tersebut diduga secara kuat dapat Pendidikan seksualitas lebih efektif jika
mempengaruhi perubahan-perubahan yang informasi dan metode di dalamnya sesuai
terjadi pada variabel-variabel yang sedang kebutuhan dari remaja itu sendiri. Kebutuhan
diteliti (Winarsunu, 2004). Dari hasil analisis yang dimaksud adalah kebutuhan-kebutuhan
kovariansi diperoleh hasil F = 43,557 dalam usia perkembangan mereka, selain itu
(p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa juga harus sesuai sudut pandang remaja sebagai
perbedaan kecenderungan perilaku seksual pelaku utama dalam pendidikan seksualitas.
setelah perlakuan kelompok eksperimen dan Lebih lanjut menurut Hidayana (2004),
kelompok kontrol memang disebabkan karena pendidikan seksualitas remaja harus dipahami
perlakuan yang diberikan yaitu mendapatkan dari sudut pandang dan kebutuhan remaja,
pendidikan seksualitas dasar dengan metode demikian juga melibatkan remaja secara
dinamika kelompok dan pada kelompok langsung dengan memberikan kepercayaan dan
kontrol tidak mendapatkan perlakuan tersebut.. tanggungjawab untuk menyelesaikan
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pendidikan persoalannya sendiri, sehingga metode
seksualitas dasar dengan metode dinamika pendidikan seksualitas juga menyesuaikan
kelompok efektif dalam menurunkan kondisi seperti ini.
kecenderungan perilaku seksual. Hasil tersebut Pendidikan seksualitas yang dikemas
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut dalam pendidikan seksualitas dasar mampu
mempunyai pengaruh terhadap perubahan memberikan dasar-dasar tentang ekspresi
perilaku seksual pada remaja. Penurunan yang seksualitas manusia secara utuh dan mendalam
terjadi pada kelompok eksperimen terjadi sehingga mampu menghantarkan remaja dalam
karena kelompok tersebut mendapat melewati dan melakukan tugas-tugas
pendidikan seksualitas dasar dengan metode perkembangannya dengan baik dan secara
dinamika kelompok. khusus mampu mengendalikan perilaku seksual
Berdasarkan hasil tersebut dapat remaja menjadi lebih sehat dan
dikatakan bahwa hipotesis yang diajukan pada bertanggungjawab. Menurut Marjadi (2004),
awal penelitian dapat diterima, yaitu penurunan pendidikan seksualitas dasar adalah pendidikan

2
seks yang khusus diberikan pada remaja untuk kecenderungan perilaku seksual atau
memberikan dasar-dasar tentang ekspresi keberhasilan mengendalikan dorongan
seksualitas manusia. seksualnya.
Lebih lanjut menurut Marjadi (2004), Berdasarkan pembahasan di atas,
keberhasilan dari proses pendidikan seksualitas dapat disimpulkan bahwa pemberian
yang ditawarkan dalam pendidikan seksualitas pendidikan seksualitas dasar dengan metode
dasar sangat tergantung pada keterbukaan di dinamika kelompok dapat memberikan
antara peserta. Untuk membantu keterbukaan pengaruh terhadap penurunan kecenderungan
dan rasa aman dari peserta, pendidikan perilaku seksual pada remaja. Terdapatnya
seksualitas dasar disampaikan dengan metode penurunan kecenderungan perilaku seksual
dinamika kelompok yang bertujuan untuk pada remaja memang dikarenakan pemberian
mempermudah dan mempercepat peserta pendidikan seksualitas dasar dengan metode
mengenali dirinya sendiri dengan bantuan dinamika kelompok.
orang lain.
Menurut Wenzler (2003), melalui Kesimpulan dan Saran
teknik-teknik yang diterapkan dalam dinamika Hasil penelitian menunjukkan
kelompok (misalnya role play, permainan penurunan kecenderungan perilaku seksual
gerak tubuh, permainan yang mempergunakan subjek yang mendapat perlakuan pendidikan
daya imajinasi, umpan balik, diskusi) dan seksualitas dasar dengan metode dinamika
dengan dibantu oleh fasilitator, proses belajar kelompok lebih tinggi daripada subjek yang
dari pengalaman dipercepat dan diarahkan. tidak mendapat perlakuan tersebut.
Dengan melakukan permainan dalam suasana Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan
yang rileks, peserta mendapat suatu bahwa pemberian pendidikan seksualitas dasar
pengalaman. Kemudian peserta diajak untuk dengan metode dinamika kelompok
menghayati pengalaman itu dan berpengaruh untuk menurunkan kecenderungan
merenungkannya (merefleksikannya), untuk perilaku seksual remaja.
menyadari perasaan dan reaksi-reaksi fisik Bagi peneliti selanjutnya yang ingin
mereka. Setelah itu, peserta diajak untuk melakukan penelitian sejenis diharapkan
mengungkapkan hal-hal yang dialami pada saat supaya :
permainan berlangsung. Lalu pengalaman itu a. Dalam memilih subjek yang akan dijadikan
diolah kelompok bersama fasilitatornya, kelompok penelitian, diharapkan tidak
dengan cara mendiskusikannya dan menarik dilakukan secara acak tetapi dilakukan
kesimpulan. Dengan demikian, timbul suatu dengan pemilihan. Subjek yang ikut dalam
kesadaran tentang tingkah laku sendiri. kelompok penelitian adalah subjek yang
Berdasarkan kesadaran tersebut para peserta berada pada kategori skor tinggi dan subjek
dapat mengetahui apa yang sebenarnya mereka yang berada pada kategori skor sedang
inginkan dan dapat lebih mudah mengambil dengan nilai yang tertinggi.
keputusan tentang jalan yang manakah yang b. Pemberian pendidikan seksualitas dasar
akan dipilih. Para peserta juga diberi tersebut dilakukan selama 2 hari dan pada
keberanian untuk mencoba tingkah laku yang jam pelajaran. Sebaiknya peneliti
baru. Selain itu, peserta belajar menganalisis selanjutnya memperpanjang waktu dalam
proses yang terjadi di dalam kelompok dan memberikan pendidikan seksualitas dasar
dengan demikian dapat mengenali faktor-faktor dengan metode dinamika kelompok
yang menghambat, baik kelompok, maupun sehingga waktu pemberian materi tidak
pribadi. terlalu padat dan tidak menghabiskan jam
Beberapa perubahan pengetahuan, pelajaran yang cukup lama.
sikap dan kemampuan remaja yang mengikuti c. Disarankan untuk melakukan posttest lebih
pendidikan seksualitas dasar dengan metode dari 10 hari setelah pemberian perlakuan
dinamika kelompok ke arah yang lebih baik, agar dapat mengetahui apakah pemberian
merupakan bukti terjadinya penurunan pendidikan seksualitas dasar dengan

3
metode dinamika kelompok tersebut dapat
menurunkan kecenderungan perilaku
seksual dalam jangka panjang.
Daftar Pustaka

Azwar, S. (2003). Sikap Manusia. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.
BNN. (2003). Pedoman Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba bagi Remaja.
Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
Dianawati, Ajen. (2003). Pendidikan Seks
Untuk Remaja. Jakarta: Kawan Pustaka.
Marjadi, B. (2004). Menyusun Batu Penjuru:
Pendidikan Seksualitas Dasar dengan
Metode Permainan Interaktif dan
Inovatif. Yogyakarta: Kanisius.
Pavanel, J. (2003). The Sex Book : Kamus Seks
Remaja. Jakarta: Gramedia.
Rahayu, D. (2005). Hubungan Minat Membaca
Bacaan Seks Dengan Perilaku Seksual
Pada Remaja Akhir. Skripsi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Universitas
Wangsa Manggala.
Sarwono, S. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Winarsunu, T. (2002). Statistik : dalam
penelitian Psikologi dan Pendidikan.
Malang: UMM Press.
Wulandari, I. (2005). Efektivitas Pelatihan
Relaksasi Progresif Untuk Mengurangi
Stres Pada Ibu Rumah Tangga Tidak
Bekerja. Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Universitas Wangsa
Manggala.
Yusup, S. (2002). Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja. Bandung: PT
Remaja Rosda Karya.

4
PENGARUH PENDIDIKAN SEKSUALITAS DASAR DENGAN METODE DINAMIKA
KELOMPOK TERHADAP PENURUNAN KECENDERUNGAN PERILAKU SEKSUAL
26
PADA REMAJA

NASKAH PUBLIKASI

5
Disusun Oleh :

YULIA RISMA DAME


01410265

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS WANGSA MANGGALA
YOGYAKARTA

2007

Anda mungkin juga menyukai