Anda di halaman 1dari 3

A Critical Review of Mitija et al, 2010, Facebook Profiles Reflect Actual

Personality, Not Self-Idealization, Psychological Science, vol. 21, no. 3, pp


372-374.

Athifa An Umillah

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

Introduction
Mitjia et al (2010) menggunakan dimensi kepribadian the Big Five (John, Naumann, & Soto,
2008) dalam menganalisis perilaku respondennya yang merupakan pengguna Facebook berusia
17-22 tahun. Secara umum temuan ini terlihat paling akurat untuk tipe Extraversion dan
Openness, namun kurang relevan untuk tipe Neuroticism—relevan dengan temuan sebelumnya
yang mengatakan bahwa tipe ini susah untuk dideteksi dalam keadaan zero-acquaintance
(Funder, 1999; Kenny, 1994). Artinya, tipe Extraversion dan Openness terbukti
memperlihatkan informasi kepbriadian yang sebenarnya pada profil sosial media mereka.
Namun terdapat beberapa batasan yang membuat temuan ini tidak dapat diterapkan di semua
kondisi dan semua pengguna sosial media.

Summary
Mitjia et al (2010) mempublikasikan penelitiannya karena belum ada penelitian yang menjawab
pertanyaan fundamental tentang profil sosial media: apakah mereka menampilkan kesan yang
akurat atau sesuai dengan kepribadian penggunanya?. Secara umum, sumber informasi yang
mengungkapkan kepribadian yang meliputi ide atau gagasan, foto diri, perilaku sosial, dan pola
identitas yang ingin ditonjolkan (Ambady & Skowronski, 2008; Funder, 1999; Hall & Berni-
eri, 2001; Kenny, 1994; Vazire & Gosling, 2004) dapat kita lihat dalam profil sosial media
penggunanya, missal dalam status update, grup favorit, ataupun pilihan profile picture. Temuan
ini sekaligus menempatkan penulis dalam posisi kontra terhadap hipotesis idealized virtual-
identity yang percaya bahwa profil sosial media memperlihatkan ekspektasi yang ideal dari
penggunanya.

Critique
Menanggapi temuan penulis, saya berargumen bahwa terdapat beberapa batasan yang
seharusnya diperhatikan: (1). Menunjukkan kepribadian yang sebenarnya di sosial media
adalah hal yang mudah bagi tipe Openness dan Extraversion, karena menurut (Craig et al,
2009), bagi tipe kepribadian ini, sosial media bukan sebagai pengganti apa yang tidak bisa
mereka lakukan saat berinteraksi di dunia nyata. Namun bagi Neuroticism dan Intraversion,
sosial media justru menjadi sarana bagi mereka untuk melakukan apa yang tidak dapat
dilakukan dalam interaksi sosial sehari-hari. Misalnya, mereka cenderung untuk lebih aktif,
lebih sering membuat status dan berkomentar di sosial media, dan memberikan informasi cukup
lengkap pada profil mereka, berkebalikan dengan perilaku mereka sehari-hari. (2). Lingkup
penelitian penulis hanya mencakup usia 17-22 dan didominasi oleh user perempuan. Memang
age group ini merupakan presentase terbesar dan paling aktif dalam sosial media khususnya
Facebook, tapi berarti hasilnya tidak dapat diterapkan pada age group lainnya. Penulis juga
hanya mendeskripsikan latar belakang pendidikan responden dari University of Texas dan
mahasiswa Jerman, tapi tidak dijelaskan lebih lanjut apakah mereka termasuk golongan middle
class atau bukan, yang menyebabkan penelitian ini tidak dapat diterapkan untuk semua kelas
ekonomi.

Conclusion
Saya setuju pada posisi penulis yang berargumen bahwa profil sosial media penggunanya sesuai
dengan kepribadian mereka, bukan berdasarkan pada gambaran ideal yang ingin mereka
ciptakan (idealized virtual-identity). Namun, lingkup penelitian yang terbatas membuat hasil
penelitiannya tidak dapat diterapkan untuk semua golongan.

References
Craig, R., et al. (2009). Personality and motivations associated with Facebook use, Computers
in Human Behavior, 25 (2), 578-586.
Mitjia, D.B., et al. (2010). A Critical Review of Mitija et al, 2010, Facebook Profiles Reflect
Actual Personality, Not Self-Idealization, Psychological Science, vol. 21, no. 3, pp 372-
374.
Greenwald, E. (2014). This Is What Your Facebook Profile Really Says About You. Retrieved
from http://time.com/2904093/my-facebook-profile/

Refleksi Penulisan Ilmiah


Dalam menulis karya ilmiah, kesulitan yang saya hadapi adalah menemukan sumber
literature yang mendukung argument saya. Terkadang sumber yang saya dapatkan sudah tidak
relevan, karena tahun penerbitannya sudah sangat lama, dan terkadang terdapat perbedaan
definisi sebuah istilah dari beberapa penulis.
Untuk mengatasi kesulitan ini, biasanya saya akan menentukan konstrak apa yang
akan saya gunakan, lalu mengenali beberapa teori yang menggunakan konstrak tersebut,
sehingga membatasi saya dari perbedaan definisi atau pendapat. Selanjutnya saya akan
membuat kerangka berpikir agar penulisan saya menjadi lebih sistematis.

Anda mungkin juga menyukai