Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah dalam pembiayaan kesehatan adalah

dengan memantapkan penjaminan kesehatan melalui jaminan kesehatan. Permenkes No.

71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional

menyebutkan bahwa jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yangtelah

membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Implementasi program Jaminan

Kesehatan Nasional (JKN) dimulai pada tanggal 1 Januari 2014 yang dibentuk oleh BPJS

kesehatan.

BPJS adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial merupakan badan hukum yang

dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan 1ersam. Jaminan 1ersam adalah salah

satu bentuk perlindungan 1ersam untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya yang layak (UU No. 24 tahun 2011 tentang BPJS). Sistem JKN

yang dibentuk oleh BPJS Kesehatan tahun 2014 merupakan program jaminan kesehatan

lanjutan pemerintah ditahun sebelumnya. Sistem pembayaran dalam jaminan kesehatan

nasional ini juga mengikuti 1ersam pembayaran pembayaran dengan paket pembayaran

sesuai dengan tarif Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs).

Sistem Casemix INA-CBGs adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan

pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal

sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang

sejenis.(George Palmer, Beth Reid). Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran

perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama.

1
Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan

oleh untuk suatu kelompok diagnosis.

Dalam pembayaran menggunakan system INA-CBGs, baik Rumah Sakit maupun pihak

pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan,

melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG (Disease

Related Group). Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati

bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan

waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien juga sudah

diperkirakan sebelumnya disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.

Skema pembiayaan paket INA-CBGs yang digunakan adalah casemix dimana

diagnosis utama menjadi acuan untuk menghitung biaya pelayanan. Penentuan tarif klaim

INA-CBGs didasarkan atas diagnosis akhir dan tindakan atau prosedur medis terhadap

pasien yang nantinya oleh petugas rumah sakit di entry ke dalam software INA-CBGs dan

keluar dalam bentuk Grouping atau kelompok kasus dan Severity Level (SL) nya yang

menentukan tarif klaim yang dibayarkan.Oleh karena, diagnosis akhir serta komplikasi

yang di entry sebagai penentu dari besarnya klaim harus mewakili dari segala biaya yang

dikeluarkan rumah sakit dalam menangani pasien sehingga data dalam rekam medis harus

benar-benar akurat untuk menghindari ketidaktelitian dalam pencatatan yang

mengakibatkan kerugian fatal bagi rumah sakit. Kelengkapan diagnosis didalam berkas

rekam medis sangat mempengaruhi kualitas data bersama penyakit dan dalam proses

pembayaran biaya kesehatan dengan software INA-CBGs. Berkas rekam medis yang tidak

lengkap secara tidak langsung dapat mengurangi biaya klaim yang berdasarkan software

INA-CBGs. Salah satunya adalah pasien dengan dua atau lebih dokter spesialis yang

merawat atau sering disebut pasien rawat bersama (Raber) yang diklaim menggunakan tarif

INA CBGs. Jika pasien dirawat oleh beberapa dokter atau pasien raber, hal ini

2
kemungkinan akan terjadi ketidaktelitian dan kekurangan dalam penulisan diagnosis akhir

didalam lembar resume medis, karena penulis diagnosis akhir harus satu Dokter

Penanggung Jawab Pasien (DPJP).

B. Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pada

makalah ini adalah :

1. Pengertian pemtarifan pelayanan kesehatan.

2. Jenis-jenis pemtarifan pelayanan kesehatan.

3. Pengertian INA-CBGs.

4. Kelebihan dan kekurangan system pembayaran INA-CBGs.

5. Manfaat INA-CBGs.

6. Sejarah INA-CBGs di Indonesia.

7. Struktur kode dalam INA-CBGs.

8. Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan pembuatan makalah ini adalah memberikan gambaran umum tentang INA-

CBGs.

2. Tujuan Khusus

a. Memberikan penjelasan tentang pemtarifan pelayanan kesehatan.

b. Memberikan penjelasan tentang pengertian INA-CBGs, kelebihan dan kekurangan

system pembayaran INA-CBGs, manfaat INA-CBGs, struktur kode dalam INA-CBGs,

regionalisasi dalam tarif INA-CBGs.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

1. Pengertian Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

Pemtarifan kesehatan adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan untuk

menyelenggarakan dan memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh

perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dari pengertian tersebut terdapat dua

sudut pandang yang ditinjau dari :

a. Penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) yaitu besarnya dana untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana

operasional.

b. Pemakai jasa pelayanan yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat

memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

Dalam membicarakan pemtarifan kesehatan yang paling penting adalah bagaimana

memanfaatkan tarif tersebut secara efektif dan efisien baik ditinjau dari aspek ekonomi

maupun sosial dengan tujuan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang

membutuhkan. Dengan demikian suatu pemtarifan kesehatan dikatakan baik, bila

jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan

dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta pemanfaatan yang diatur dengan baik,

efektif, dan efisien.

Sistem pembiyaan yang tepat untuk suatu negara adalah sistem yang mampu

mendukung tercapainya cakupan semesta. Cakupan semesta (universal coverage)

rehabilitatif, yang bermutu dan dibutuhkan, dengan tarif yang terjangkau. Cakupan

semesta mengandung dua elemen inti:

4
a. Akses pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga; dan

b. Perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan kesehatan

(WHO, 2005).

2. Jenis-jenis Pemtarifan Pelayanan Kesehatan

Tarif pelayanan kesehatan masyarakat adalah tarif untuk menyelenggarakan

dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tujuan utama lebih ke

arah peningkatan kesehatan dan pencegahan (aspek preventif-promotif). Sumber

pemtarifan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan

kabupaten/kota) berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit financial (pinjaman

luar negeri) serta asuransi sosial. Sedang pemtarifan dari sektor swasta bersumber dari

perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga

serta communan self help.

Sistem Pemtarifan kesehatan terdiri atas :

a. Out of Pocket Payment (OOP).

Out of Pocket Payment (OOP) adalah pasien membayar langsung kepada dokter

atau pemberi pelayanan kesehatan lainnya untuk pelayanan kesehatan yang sudah

diterima. Aspek positif metode ini, pasien menjadi lebih menghargai nilai ekonomi

dari pelayanan kesehatan yang diterima sehingga menghindari penggunaan

pelayanan kesehatan secara berlebihan. Aspek negatifnya adalah pasien dan

keluarga akan sangat rentan untuk mengalami pengeluaran bencana (catastrophic

expenditure) karena harus membayar tarif kesehatan yang mahal dan tak terduga

pada saat sakit, sehingga bisa menyebabkan pasien dan keluarganya jatuh miskin.

5
b. Pajak (Taxation)

Sistem pemtarifan pajak ini adalah dengan menarik pajak umum (general

taxatin) dari warga yang digunakan untuk memtarifi pelayanan kesehatan.

Pemerintah membayar sebagian dari tarif pelayanan kesehatan pasien yang

diberikan pada fasilitas kesehatan.

c. Asuransi (Insurance)

Sistem asuransi menarik premi yang dibayarkan oleh individu - individu peserta

asuransi. Penerapan pemtarifan kesehatan dengan sistem asuransi akan menggeser

tanggung jawab perorangan menjadi tanggung jawab kelompok. Sistem asuransi

juga akan mengubah sistem pembayaran dari setelah pelayanan diberikan menjadi

sebelum pelayanan diberikan serta sesudah sakit menjadi sebelum sakit. Sistem

asuransi ini menguntungkan masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan dan

menjadi sarana sektor swasta untuk berperan dalam upaya kesehatan nasional.

d. Medical Saving Account

Medical Saving Account mengharuskan warga menabung uang untuk memtarifi

pelayanan kesehatannya sendiri. Sejauh ini hanya Singapura yang menggunakan

sistem ini. Sistem ini memproteksi generasi berikutnya dari tarif-tarif akibat

generasi kini.

B. Indonesia Case Bases Groups (INA-CBG’s)

1. Pengertian Indonesia Case Bases Groups (INA-CBG’s)

Rumah sakit merupakan organisasi yang kompleks yang memberikan pelayanan

yang bersifat heterogen kepada pasien, keadaan ini cukup menyulitkan dalam

perhitungan besaran pembayaran baik secara langsung dari pasien yang dilayani (out

of pocket) maupun dari Badan Penyelenggara Asuransi. Sehingga casemix merupakan

6
salah satu solusi untuk pemecahan masalah ini. Casemix adalah pembayaran dengan

tarif per diagnosisi, bukan tarif/harga satuan jenis pelayanan dalam rangka

penyembuhan penyakit. Dalam pembayaran casemix, rumah sakit maupun pihak

pembayar tidak lagi merinci tagihan pelayanan apa saja yang telah diberikan kepada

seorang pasien, akan tetapi rumah sakit hanya menyampaikan diagnosis pasien waktu

pulang dan memasukkan kode untuk kasus tersebut. Menurut Jacobs, casemix adalah

suatu indeks atau alat ukur rata - rata penggunaan sumber daya untuk kelompok khusus

yang sejenis. Besaran yang dihasilkan memperlihatkan perkiraan sumber daya yang

digunakan untuk masing - masing kasus.

Sistem casemix adalah pengelompokan diagnosis dan prosedur dengan mengacu

pada ciri klinis yang mirip/sama dan penggunaan sumber daya/tarif perawatan yang

mirip/sama, pengelompokan dilakukan dengan menggunakan software grouper. Sistem

casemix saat ini banyak digunakan sebagai dasar sistem pembayaran kesehatan di

negara-negara maju dan sedang dikembangkan di negara-negara berkembang. (PMK.

No 27 Tahun 2014)

2. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembayaran Indonesia Case Base Groups

(INA-CBG’s)

Menurut Thabrany (2014), pembayaran casemix ini membawa konsekuensi rumah

sakit dan tim dokter harus bekerja secara efisien agar surplus, lewat casemix pendapatan

sebuah rumah sakit ditentukan dari keberhasilan tim, bukan orang per orang. Sehingga

seluruh elemen rumah sakit harus bekerja sama dengan baik untuk menghindari risiko.

Adapun kelebihan dan kekurangan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups

(INA-CBG‟s)

Kelebihan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s):

7
a. Memudahkan administrasi pembayaran bagi rumah sakit dan pihak pembayar.

b. Memudahkan pasien memahami besaran tarif yang harus dibayar.

c. Memudahkan perhitungan pendapatan rumah sakit.

d. Memberikan intensif kepada rumah sakit dan tenaga kesehatan untuk menggunakan

sumber daya seefisien mungkin.

e. Mendorong kerja tim rumah sakit yang berpotensi meningkatkan kualitas layanan

dan menurunkan risiko kesalahan medis.

Kekurangan sistem pembayaran Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) :

a. Penerapannya membutuhkan pembayar pihak ketiga yang cukup dominan.

b. Penerapannya membutuhkan sistem informasi kesehatan, seperti rekam medis,

teknologi, jaringan computer, dll.

c. Membatasi dokter dari upaya coba-coba produk obat, medis, yang ditawarkan oleh

perusahaan farmasi atau alat kesehatan.

d. Menimbulkan goncangan bagi para dokter yang biasa menentukan sendiri besaran

jasa medisnya.

e. Membutuhkan komitmen yang kuat dari seluruh elemen rumah sakit.

3. Manfaat Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s)

Casemix memberikan informasi tentang klasifikasi kasus-kasus dengan diagnosa

yang sejenis disertai standar-standar pelayanan yang digunakan sehingga memudahkan

dalam perhitungan tarif yang tercermin pada casemix (unit cost per jenis penyakit).

Menurut Thabrany (2014), jika ditinjau dari beberapa aspek,

casemix mempunyai manfaat antara lain :

8
a. Dari aspek perencanaan, casemix dapat menyediakan informasi yang akurat tentang

tarif kesehatan yang dibutuhkan per penyakit.

b. Dari aspek pemtarifan, casemix dapat digunakan sebagai dasar persamaan persepsi

dan alat ukur untuk penetapan kerjasama dengan Bapel.

c. Dari aspek pemeliharaan, casemix dapat digunakan sebagai alat ukur dari output

rumah sakit dan menjadi dasar dari negosiasi tarif dengan pasien ataupun badan

penyelenggara.

d. Dari mutu pelayanan kesehatan, casemix membantu meningkatkan mutu melalui

penyediaan informasi bagi para tenaga medis dan tenaga kesehatan lain tentang

jenis perawatan, rata-rata lama hari rawat serta tarif pelayanan kesehatan.

4. Sejarah Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s) di Indonesia

Di Indonesia, metode pembayaran prospektif dikenal dengan Casemix (case based

payment). Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006

dengan nama INA-DRG (Indonesia-Diagnosis Related Group). Implementasi

pembayaran dengan INA-DRG dimulai pada 1 September 2008 pada 15 rumah sakit

vertikal, dan pada 1 Januari 2009 diperluas pada seluruh rumah sakit yang bekerja sama

untuk program Jamkesmas. (PMK. No 27 Tahun 2014)

Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG

(Indonesia Diagnosis Related Group) menjadi INA-CBG (Indonesia Case Based

Group) seiring dengan perubahan grouper dari 3M Grouper ke UNU (United Nation

University) Grouper. Dengan demikian, sejak bulan Oktober 2010 sampai Desember

2013, pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) Lanjutan dalam

Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menggunakan INA- CBG.

9
Sejak diimplementasikannya sistem casemix di Indonesia telah dihasilkan 4 kali

perubahan besaran tarif, yaitu tarif INA-DRG Tahun 2008, tarif INA-CBG Tahun 2013,

tarif INA-CBG Tahun 2014, dan tarif INA-CBG Tahun 2016. Tarif INA-CBG

mempunyai 1.077 kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan

288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10

untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan.

Pengelompokan kode diagnosis dan prosedur dilakukan dengan menggunakan

grouper UNU (UNU Grouper). UNU-Grouper adalah Grouper casemix yang

dikembangkan oleh United Nations University (UNU). (PMK. No. 27 Tahun 2014).

5. Struktur Kode dalam Indonesia Case Base Groups (INA-CBG’s)

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2014 Dasar pengelompokan

dalam INA-CBG’s menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan

tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan ICD 10 untuk

diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur. Pengelompokan menggunakan

sistem teknologi informasi berupa Aplikasi INA-CBG sehingga dihasilkan 1.077

Group/Kelompok Kasus yang terdiri dari 789 kelompok kasus rawat inap dan 288

kelompok kasus rawat jalan. Setiap group dilambangkan dengan kode kombinasi

alfabet dan numerik dengan contoh sebagai berikut :

Struktur Kode INA CBGs

10
Keterangan :

a. Digit ke-1 merupakan CMG (Casemix Main Groups)

b. Digit ke-2 merupakan tipe kasus

c. Digit ke-3 merupakan spesifik CBG kasus

d. Digit ke-4 berupa angka romawi merupakan severity level

Struktur Kode INA-CBGs terdiri atas :

a. Case-Mix Main Groups (CMGs)

1) Klasifikasi tahap pertama.

2) Dilabelkan dengan huruf Alphabet (A to Z)

3) Berhubungan dengan sistem organ tubuh.

4) Pemberian Label Huruf disesuaikan dengan yang ada pada ICD 10 untuk setiap

sistem organ.

5) Terdapat 30 CMGs dalam UNU Grouper (22 Acute Care CMGs, 2 Ambulatory

CMGs, 1 Subacute CMGs, 1 Chronic CMGs, 4 Special CMGs dan 1 Error

CMGs)

6) Total CBGs sampai saat ini sebanyak 1220.

7) 32 CMGs yang ada dalam INA-CBGs terdiri dari :

11
b. Case-Based Groups (CBGs)

Sub-group kedua yang menunjukkan tipe kasus (1-9)

12
c. Kode CBGs

Sub-group ketiga menunjukkan spesifik CBG’s yang dilambangkan dengan

numerik mulai dari 01 sampai dengan 99.

d. Severity Level

Sub-group keempat merupakan resource intensity level yang menunjukkan

tingkat keparahan kasus yang dipengaruhi adanya komorbiditas ataupun

komplikasi dalam masa perawatan. Keparahan kasus dalam INA-CBG terbagi

menjadi :

a. “0” Untuk Rawat jalan .

b. “I - Ringan” untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 1 (tanpa komplikasi

maupun komorbiditi)

c. “II - Sedang” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 2 (dengan mild

komplikasi dan komorbiditi)

d. “III - Berat” Untuk rawat inap dengan tingkat keparahan 3 (dengan major

komplikasi dan komorbiditi).

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013,

mengamanatkan tarif ditinjau sekurang-kurangnya setiap 2 (dua) tahun. Upaya

peninjauan tarif dimaksudkan untuk mendorong agar tarif makin merefleksikan

actual cost dari pelayanan yang telah diberikan rumah sakit. Selain itu untuk

meningkatkan keberlangsungan sistem pentarifan yang berlaku, mampu

mendukung kebutuhan medis yang diperlukan dan dapat memberikan reward

terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan dengan outcome yang baik.

Untuk itu keterlibatan rumah sakit dalam pengumpulan data koding dan data

costing yang lengkap dan akurat sangat diperlukan dalam proses updating tarif.

13
6. Tarif Pelayanan yang Diberikan Untuk FKRTL Dalam INA-CBG’s

Tarif Pelayanan yang diberikan untuk FKRTL dalam INA-CBG‟s adalah

pelayanan-pelayanan yang diperoleh oleh pasien yang akan diklaim oleh BPJS,

yang terdiri atas : (PERMENKES 27 Tahun 2014)

a. Aministrasi pelayanan.

b. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis dasar di unit gawat darurat.

c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan

subspesialis.

d. Tindakan medis spesialistik, baik bedah maupun non-bedah sesuai dengan

indikasi medis.

e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.

f. Pelayanan penunjang diagnostik lanjutan sesuai dengan indikasi medis.

g. Rehabilitasi medis termasuk rehabilitasi psikososial.

h. Pelayanan darah.

i. Pelayanan kedokteran forensik klinik.

j. Pelayanan jenazah (pemulasaran jenazah) pada pasien yang meninggal di

fasilitas kesehatan (tidak termasuk peti jenazah).

k. Pelayanan keluarga berencana termasuk tubektomi interval, sepanjang tidak

termasuk ditarifi oleh pemerintah.

l. Perawatan inap non-intensif.

m. Perawatan inap di ruang intensif.

7. Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs

Regionalisasi dalam tarif INA-CBGs dimaksudkan untuk mengakomodir

perbedaan tarif distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia. Dasar penentuan

14
regionalisasi digunakan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari Badan Pusat Statistik

(BPS), pembagian regioalisasi dikelompokkan menjadi 5 regional. Kesepakatan

mengenai pembagian regional dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan dengan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

(PMK. No. 27 Tahun 2014). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 52 Tahun 2016

Tarif INA- CBG terdiri dari 5 regional yaitu :

a. Tarif regional 1 meliputi : Provinsi Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,

Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

b. Tarif regional 2 meliputi : Provinsi Sumatra Barat, Riau, Sumatra Selatan,

Lampung, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

c. Tarif regional 3 meliputi : Provinsi Nangro Aceh Darussalam, Sumatra Utara,

Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi

Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan dan

Gorontalo.

d. Tarif regional 4 meliputi : Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,

Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah; dan

e. Tarif regional 5 meliputi : Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara,

Papua dan Papua Barat.

8. Tarif Rawat Jalan dan Tarif Rawat Inap dalam INA-CBG’s

Tarif Rawat Jalan dan Tarif Rawat Inap dalam INA-CBG’s dikelompokkan dalam

enam tarif. Pengelompokan ini didasarkan pada jenis rumah sakit untuk mengakomodir

perbedaan tarif distribusi obat dan alat kesehatan di Indonesia (PMK. No. 52 Tahun

2016)

a. Tarif Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo.

15
b. Tarif Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, tarif Rumah Sakit

Kanker Dharmais, tarif Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan Kita.

c. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas A.

d. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas B.

e. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas C; dan

f. Tarif rumah sakit pemerintah dan swasta kelas D.

9. Pembayaran Tambahan (top up payment) dalam INA-CBG’s

Pembayaran Tambahan (top up payment) untuk Beberapa Pelayanan

dalam INA-CBG‟s (PMK. No. 52 Tahun 2016)

a. special drugs;

b. special procedure;

c. special prosthese;

d. special investigation;

e. sub acute cases; dan

f. chronic cases

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem INA CBGs adalah aplikasi yang digunakan sebagai aplikasi pengajuan klaim

Rumah Sakit, Puskesmas, dan semua penyedia pelayanan Kesehatan (PPK) bagi

masyarakat miskin Indonesia.

Sistem Casemix INA-CBG’S adalah suatu pengklasifikasian dari episode perawatan

pasien yang dirancang untuk menciptakan kelas-kelas yang relatif homogen dalam hal

sumber daya yang digunakan dan berisikan pasien2 dengan karakteristik klinik yang

sejenis.(George Palmer, Beth Reid). Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran

perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama.

Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan

oleh untuk suatu kelompok diagnosis.

B. Saran

Jika ada kesalahan dan kekeliruan pada makalah ini mohon kritik maupun saran yang

sifatnya membangun dari pembaca demi kesempurnaan kedepan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Buku Panduan software ina cbg 3.1

Kemenkes. 2014. Sistem Indonesian Case Base Groups (Ina-Cbgs)

Maghfirah I,. Sistem Pembiayaan Kesehatan di Indonesia

http://www.scribd.com/doc/124740114/Sistem-Pembiayaan-Kesehatan-Indonesia Hastomo

http://www.scribd.com/doc/177137821/Buku-Panduan-software-ina-cbgs-3-1

18

Anda mungkin juga menyukai