Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ilmu kedokteran gigi mengalami perkembangan yang pesat sehingga banyak
kasus pada gigi dapat ditangani dengan baik salah satunya adalah karies. Karies,
berasal dari bahasa Yunani, yang berartikan berlubang, menurut Lundeen dan
Roberson adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang mengakibatkan
jaringan keras gigi terlalu larut dan hancur (Lundeen dan Roberson, 1995). Karies gigI
terjadi apabila terdapat 4 faktor, yaitu gigi, substrat, mikroorganisme, dan waktu.
Substrat yang bersifat manis, yang dapat diubah oleh bakteri menjadi asam,
menyebabkan penurunan pH rongga mulut menjadi asam. Hal ini menyebabkan
terjadinya demineralisasi pada gigi, yang apabila dibiarkan dalam waktu lama, dapat
membentuk kavitas pada gigi. Keadaan rongga mulut yang tidak sehat, misalnya
banyak gigi yang dicabut karena karies akan mempengaruhi proses pengunyahan
sehingga dapat mempengaruhi status gizi yang akan berdampak pada kualitas hidup
seseorang (Ingle, dkk., 2010).
Riset Kesehatan Dasar Nasional (RISKESDAS) prevalensi nasional masalah gigi
dan mulut pada tahun 2007 sebesar 23,7% dan meningkat pada tahun 2013 yaitu
25,9%. Penyebab tingginya penyakit gigi dan mulut di Indonesia berkaitan dengan
rendahnya kesadaran untuk melakukan perawata dan mempertahankan gigi, didukung
dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan rongga mulut yang
menjadi awal penyebab penyakit gigi dan mulut (Departemen Kesehatan, 2018).
Karies yang tidak langsung ditangani dengan benar, dapat menyebabkan
penjalaran bakteri penyebab karies dari enamel hingga ke pulpa. Tentunya ini dapat
menyebabkan peradangan pulpa, hingga yang terparah dapat menyebabkan kematian
pulpa (gangren pulpa/nekrosis pulpa. Selain itu dapat menyebabkan keluhan lain,
seperti ulserasi, fistula, hingga abses (Setyowati, 2009).
Pada umumnya, masyarakat akan memilih perawatan ekstraksi (cabut gigi), untuk
menangani giginya yang karies. Bahkan untuk gigi yang hanya karies dentin, terkadang
memilih untuk dicabut, dibandingkan perawatan lain untuk mempertahankan giginya,
seperti ditumpat (Ngangi dkk, 2012). Terutama untuk gigi nekrosis, masyarakat
umumnya akan lebih memilih untuk dicabut dibandingkan melakukan perawatan

1
saluran akar. Faktor penyebabnya yaitu pertimbangan waktu kunjungan perawatan,
dan biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap gigi yang harus dirawat. Bagi pekerja
kantoran, bahkan petani di desa, perawatan saluran akar bukan menjadi pilihan utama
dalam perawatan giginya (Apriyono, 2010).
Berdasarkan laporan pada Poli Gigi Puskesmas Gondanglegi dari bulan
Februari – April 2019 menunjukan bahwa nekrosis pulpa merupakan penyakit yang
paling banyak ke-3 yang ditemukan. Berdasarkan data tersebut diperlukan upaya guna
menurunkan angka kejadian nekrosis pulpa di Kecamatan Gondanglegi.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Memahami dan menerapakan konsep dasar dalam melakukan diagnosa


komunitas di Desa Sepanjang sehingga di dapatkan permasalahan yang mendasar dan
solusi terbaik untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut masyarakat Desa


Sepanjang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang menggunakan data
sekunder dan primer
2. Mengetahui penyebab masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Desa
Sepanjang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang
3. Mengetahui pemecahan masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Desa
Sepanjang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Akademis
1. Institusi
a. Membantu tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat warga
sekitar Puskesmas Gondanglegi.

b. Membantu mencegah peningkatan angka kejadian nekrosis pulpa di Desa


Sepanjang wilayah kerja Puskesmas Gondanglegi dengan meningkatkan

2
pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut.
2. Mahasiswa
a. Mampu mengidentifikasi masalah kesehatan masyarakat.
b. Mampu menentukan dan memilih prioritas masalah, penyebab masalah, serta
alternatif pemecahan masalah kesehatan masyarakat.

c. Mampu berpikir kreatif dan inovatif dalam menyelesaikan masalah kesehatan


masyarakat.
d. Mampu menerapkan ilmu diagnosa komunitas secara langsung pada
masyarakat
1.3.2 Manfaat Praktis

1. Masyarakat
a. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, pencegahan, dan
penanganan nekrosis pulpa
b. Menambah pengetahuan masyarakat mengenai tindakan perawatan pada
nekrosis pulpa
2. Institusi kesehatan
Laporan ini diharapkan dapat menjadi ulasan dan acuan yang berhubungan
dengan kesehatan gigi dan mulut.

1.4 Analisis Data Umum

1.4.1 Data Umum

1.4.1.1 Geografi

a. Luas Wilayah : 29,69 km 2

b. Batas wilayah :
 Timur : Kecamatan Turen

 Barat : Kecamatan Kepanjen

 Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Ketawang

 Selatan : Kecamatan Pagelaran

3
c. Jumlah Desa, Dusun, Rukun Warga (RW) & RT di Kecamatan Gondanglegi
Rukun Rukun
Dusun/
No Desa Warga Tetangga
Dukuh
(RW) (RT39)
1 Gondanglegi Kulon 2 4 44
2 Gondanglegi Wetan 4 9 39
3 Putat Kidul 2 5 17
4 Sepanjang 3 4 58
5 Sukosari 1 4 12
6 Panggungrejo 2 5 17
7 Sukorejo 3 3 32
Jumlah 17 34 219

Tabel 1.1 Jumlah Desa, Dusun, Rukun Warga (RW) & RT di Kecamatan
Gondanglegi

Puskesmas Gondanglegi terletak di wilayah kecamatan Gondanglegi tepatnya


diwilayah Desa Gondanglegi Kulon Kecamatan Gondanglegi dengan jarak tempuh
dari ibukota Kabupaten Malang sekitar 10 km dan waktu tempuh kurang lebih 30
menit dengan kendaraan bermotor.

1.4.1.2 Spesifikasi Puskesmas


 Ketenagaan
1.) Medis
 Dokter umum : 2 orang
 Dokter gigi : 1 orang
2.) Paramedis
 Bidan Puskesmas : 6 orang
 Bidan Desa : 7 orang
 Bidan Pustu : 2 orang
 Sukwan Bidan : 7 orang
 Perawat : 4 orang
 Perawat Ponkesdes : 7 orang
 Sukwan Perawat : 5 orang
 Perawat gigi : 1 orang

4
 Petugas Gizi (D-III) : 1 orang
 Farmasi (D-III) : 1 orang
 Analis Laboratorium : 1 orang
3.) Non Medis
 Staf : 7 orang
 Sopir : 1 orang
 Cleaning service : 3 orang
 Jenis Pelayanan Puskesmas
1.) Pelayanan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
 Essensial
- Promosi Kesehatan
- Kesehatan Lingkungan
- Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
- Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit
- Gizi
 Non essensial
- Upaya Kesehatan Sekolah (UKS)
- Upaya Keesehatan Lansia
- Upaya Kesehatan Gigi Sekolah
- Upaya Kesehatan Indera
- Upaya Kesehatan Jiwa
- Upaya Kesehatan Kelompok
- Upaya Kesehatan Olahraga
- Upaya Pengobatan Tradisional
2.) Pelayanan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)
 Rawat Jalan
 Rawat Inap
 Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED)
 Pelayanan penunjang laboratorium
 Pelayanan penunjang apotek
 Pencegahan dan pengendalian infeksi

5
 Pendanaan
Pendanaan Puskesmas diperoleh dari beberapa sumber, yatu :
1) Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
2) Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional
3) Dana Pendapatan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
1.4.2 Pembagian Wilayah Administratif
Wilayah kerja Puskesmas Gondanglegi, meliputi desa beriut :
1.) Gondanglegi Kulon
2.) Gondanglegi Wetan
3.) Putat Kidul
4.) Sepanjang
5.) Sukosari
6.) Panggungrejo
7.) Sukorejo

: Wilayah Kerja Puskesmas Gondanglegi

: Luar Wilayah

Gambar 1.1 Pembagian Wilayah Puskesmas Gondanglegi

6
1.4.3 Data Penduduk Tahun 2018
a. Penduduk
1. Jumlah penduduk : 42. 597 jiwa
- Jumlah penduduk laki laki : 42. 949 jiwa
- Jumlah penduduk perempuan : 85. 546 jiwa
2. Jumlah kepala keluarga : 20.790 kepala keluarga
3. Jumlah keluarga miskin : 4.211 keluarga
4. Jumlah penduduk menurut kelompok umur :
- Umur 0 – 4 tahun : 6.798 jiwa
- Umur 5 – 9 tahun : 7.036 jiwa
- Umur 10 – 14 tahun : 7.349 jiwa
- Umur 15 – 19 tahun : 8.091 jiwa
- Umur 20 – 24 tahun : 5.786 jiwa
- Umur 25 – 29 tahun : 6.743 jiwa
- Umur 30 – 34 tahun : 6.499 jiwa
- Umur 35 – 39 tahun : 6.228 jiwa
- Umur 40 - 44 tahun : 4.977 jiwa
- Umur 45 – 49 tahun : 5.182 jiwa
- Umur 50 – 54 tahun : 4.288 jiwa
- Umur 55 – 59 tahun : 3.193 jiwa
- Umur 60 – 64 tahun : 2.596 jiwa
- Umur 64 – 69 tahun : 2.030 jiwa
- Umur 70 – 74 tahun : 1.508 jiwa
- Umur 75> : 1.736 jiwa

Gambar 1. 2 Diagram Usia Kecamatan Gondanglegi

7
b. Agama
Jumlah pemeluk agama
 Islam : 99.975 jiwa
 Hindu : -
 Katolik : 202 jiwa
 Budha :-
 Kristen : 15 jiwa

Gambar 1. 3 Grafik Penduduk Pemeluk Agama Di Kecamatan Gondanglegi


Tahun 2018

c. Jumlah kelahiran dan kematian

- Jumlah kematian semua umur : 13 orang

- Jumlah kematian ibu hamil : 0 orang

- Jumlah kematian ibu bersalin : 0 orang

- Jumlah kematian ibu nifas : 0 orang

- Jumlah kelahiran : 846 bayi

- Jumlah lahir mati : 14 bayi

- Jumlah bayi mati : 1 bayi

- Jumlah balita mati : 0 bayi

d. Sasaran kesehatan

- Jumlah bayi ( 0 – 12 bln) : 734 bayi

8
- Jumlah anak balita ( 1 – 4 thn) : 2.989 orang

- Jumlah balita ( 0 – 4 thn) : 3.723 orang

- Jumlah anak pra sekolah : 1.508 murid

- Jumlah murid SD/MI : 5.304 murid

- Jumlah wanita usia subur (15 – 49 thn) : 12.53 orang

- Jumlah pasangan usia subur : 8.307 orang

- Jumlah ibu hamil : 819 orang

- Jumlah ibu bersalin : 846 orang

- Jumlah ibu menyusui : 1. 635 orang

1.4.4 Sumber Daya Kesehatan


1.4.4.1 Ketenagaan
a. Medis
- Dokter umum : 2 orang
- Dokter gigi : 1 orang
b. Paramedis
- Bidan Puskesmas : 6 orang
- Bidan desa : 7 orang
- Bidan Pustu : 2 orang
- Perawat : 4 orang
- Perawat Ponksdes : 7 orang
- Sukwan Perawat : 5 orang
- Perawat gigi : 1 orang
- Petugas gizi ( D-III) : 1 orang
- Farmasi (D-III) : 1 orang
- Analis Lanoratorium : 1 orang
c. Non Medis
- Staf : 7 orang

- Sopir : 1 orang

- Cleaning service : 3 orang

9
1.4.4.2 Sarana Prasarana

a. Sarana Kesehatan

1. Rumah Sakit Islam Gondanglegi : 1

2. Puskesmas :1

3. Puskesmas Pembantu :2

4. Pondok Bersalin Desa :7

5. Pondok Kesehatan Desa :7

6. Puskesmas Keliling :2

7. BP PMI :1

8. Dokter Umum Praktek Swasta :9

9. Dokter Spesialis Praktek Swasta : 2

10. Bidan Praktek Swasta :7

11. Apotek :3

12. Posyandu : 62

b. Jenis Layanan Puskesmas


1. Balai Pengobatan Umum
2. Poli KIA termasuk pelaksanaan program MTBS, DDTK ,
PMTCT dan Kelas Ibu
3. Poli KB
4. Imunisasi
5. Balai Pengobatan Gigi
6. Laboratorium lengkap termasuk didalamnya program
pemeriksaan HIV dan syphilis
7. Rawat inap persalinan (PONED) dan rawat inap umum
8. Poli sanitasi
9. Poli Gizi
10. Poli VCT HIV/AIDS + Konseling Adiksi
11. Poli Terapi Rumatan Metadon
12. Poli IMS

10
13. UGD 24 jam

1.4.5 Data Sekunder

Berdasarkan data sekunder yang didapatkan dari data diagnosa dan tindakan
kesehatan gigi dan mulut bulanan di poli gigi Puskesmas Gondanglegi, terdapat 10
penyakit gigi dan mulut terbanyak pada bulan Februari – April 2019. Dengan total
pengunjung poli gigi sebanyak 941 Pasien adalah sebagai berikut :
1. Abses Periodontal dan Abses Periapikal

2. Persistensi Gigi Sulung

3. Nekrosis Pulpa

4. Periodontitis Kronis

5. Gigi Impaksi

6. Pulpitis Reversible

7. Gingivitis Akut

8. Pulpitis Irreversible

9. Gingivitis Kronis

10. Atrisi, Abrasi, dan Erosi

1.5 Permasalahan – Permasalahan yang Ditemukan

Berdasarkan 10 penyakit tersebut diambil 4 penyakit/ masalah terbesar yang


akan ditentukan prioritas masalahnya. Berikut rincian dari 4 penyakit terbanyak di
Puskesmas Kecamatan Gondanglegi pada Februari – April 2019 :
Nama Penyakit Februrari Maret April Total

Abses Periodontal dan 27 148 111 286

Abses Periapikal
Persistensi Gigi Sulung 3 95 95 193

Nekrosis Pulpa 14 23 33 70

Periodontitis Kronis 1 11 30 42

11
1.6 Penetapan Prioritas Masalah

Penetapan prioritas masalah pada diagnosa komunitas menggunakan metode


MCUA (Multiple Criteria Utility Assesment) dapat digunakan untuk membantu tim
dalam mengambil keputusan atas beberapa pilihan atau alternatif. Alternatif dapat
berupa masalah yang terdapat pada langkah penentuan prioritas masalah, atau
pemecahan masalah pada langkah penatapan prioritas masalah (Notoatmodjo, 2007)
Abses
Persistensi Gigi Nekrosis Pulpa
Periodontal Periodontitis Kronis
Sulung (Gangren Pulpa)
Bobot
Kriteria
(%) Skor
Skor x Skor x Skor x
Skor Skor Skor Skor x
Bobot Bobot Bobot
Bobot

Kegawatan 30 10 300 5 150 8 240 9 270

Populasi 40 5 200 8 320 7 280 6 240

Kemungkinan

dapat 100 140


20 6 120 10 200 5 7
diselesaikan
Pertumbuhan
40 30
10 6 60 3 30 4 3
Masalah

Total 100 680 700 660 680

Tabel 1.2 MCUA oleh dr. Titis Ari Respatilatsih (Kepalas Puskesmas
Gondanglegi

12
Abses
Persistensi Gigi Periodontitis Nekrosis Pulpa
Periodontal
Sulung Kronis (Gangren Pulpa)
Bobot
Kriteria
(%) Skor
Skor x Skor x Skor x
Skor Skor Skor Skor x
Bobot Bobot Bobot
Bobot

Kegawatan 30 5 150 7 210 5 150 6 180

Populasi 40 6 240 9 360 7 280 7 280

Kemungkinan

dapat 140 140


20 8 160 9 180 7 7
diselesaikan
Pertumbuhan
20 20
10 2 20 2 20 2 2
Masalah

Total 100 630 770 590 620

Tabel 1.3 MCUA oleh Umi Masrurah (Dokter Gigi Puskesmas Gondanglegi)

Abses
Persistensi Gigi Nekrosis Pulpa
Periodontal Periodontitis Kronis
Sulung (Gangren Pulpa)
Bobot
Kriteria
(%) Skor
Skor x Skor x Skor x
Skor Skor Skor Skor x
Bobot Bobot Bobot
Bobot

Kegawatan 30 8 240 8 240 7 210 8 240

Populasi 40 8 320 7 280 7 280 8 320

Kemungkinan

dapat 140 160


20 5 100 2 40 7 8
diselesaikan
Pertumbuhan
30 50
10 4 40 4 40 3 5
Masalah

Total 100 700 700 660 770

Tabel 1.4 MCUA oleh dr. Hendrik (Dokter Umum Puskesmas Gondanglegi)

13
Abses
Persistensi Gigi Nekrosis Pulpa
Periodontal Periodontitis Kronis
Sulung (Gangren Pulpa)
Bobot
Kriteria
(%) Skor
Skor x Skor x Skor x
Skor Skor Skor Skor x
Bobot Bobot Bobot
Bobot

Kegawatan 30 8 240 6 180 9 270 7 210

Populasi 40 6 240 8 320 8 320 8 320

Kemungkinan

dapat 160 120


20 5 100 8 160 8 6
diselesaikan
Pertumbuhan
30 30
10 3 30 3 30 3 3
Masalah

Total 100 610 690 730 700

Tabel 1.5 MCUA oleh Bu Yeni (Perawat Umum Puskesmas Gondanglegi)

Abses
Persistensi Gigi Nekrosis Pulpa
Periodontal Periodontitis Kronis
Sulung (Gangren Pulpa)
Bobot
Kriteria
(%) Skor
Skor x Skor x Skor x
Skor Skor Skor Skor x
Bobot Bobot Bobot
Bobot

Kegawatan 30 6 180 7 210 6 180 8 240

Populasi 40 5 200 6 240 5 200 6 240

Kemungkinan

dapat 100 140


20 5 100 7 140 5 7
diselesaikan
Pertumbuhan
50 60
10 4 40 5 50 5 6
Masalah

Total 100 620 640 530 680

Tabel 1.6 MCUA oleh Angga (Perwakilan Mahasiswa KOAS)

14
1.7 Alat Ukur Pengambilan Data Primer

Tabel 1. 7 Kuisoner

15
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Diagnosis Komunitas


2.1.1 Definisi
Diagnosa komunitas merupakan upaya yang sistematis yang meliputi upaya
pemecahan masalah kesehatan keluarga sebagai unit primer komunitas masyarakat sebagai
lokus penegakkan diagnosis komunitas (Hadisaputro, 2011). Menurut WHO (2001)
Diagnosis komunitas (community assessment) adalah penilaian kebutuhan kesehatan
masyarakat yaitu suatu proses yang menggambarkan keadaan kesehatan masyarakat
setempat; memungkinkan identifikasi faktor-faktor risiko utama dan penyebab kesehatan
yang buruk; dan proses yang memungkinkan identifikasi tindakan yang diperlukan untuk
mengatasinya. Diagnosis komunitas diawali dengan melakukan analisis situasi, identifkasi
masalah, penyebab masalah, prioritas masalah sampai alternatif pemecahan masalah
(Hadisaputro, 2011). Seorang dokter harus bisa menguasai keterampilan melakukan
diagnosis komunitas karena untuk menerapkan pelayanan kedokteran secara holistik dan
komprehensif dengan pendekatan keluarga dan okupasi terhadap pasien (Dhaar dan
Robbani, 2008).
Salah satu prinsip diagnosis komunitas adalah melibatkan masyarakat. Melibatkan
masyarakat berarti tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab untuk memberikan layanan
kepada individu pasien dan tanggung jawab yang lebih luas untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat dalam komunitas. Melibatkan masyarakat juga diasumsikan bahwa tenaga
medis ingin bekerja dalam kemitraan dengan masyarakat setempat dan akan mencari cara
untuk melibatkan individu dalam pekerjaannya. Penilaian diagnosis komunitas
menggabungkan banyak prinsip pengembangan masyarakat, yang telah didefinisikan
sebagai: "Suatu cara mengatasi masalah masyarakat dengan menggunakan energi dan
kepemimpinan orang-orang yang tinggal di sana" (WHO, 2001).
Prinsip selanjutnya adalah melibatkan para profesional dan agen lain. Prinsip ini
memiliki arti, jika orang merasa terlibat dalam mengembangkan rencana kesehatan lokal,
mereka akan lebih berkomitmen untuk menerapkannya. Oleh karena itu penting bahwa
semua orang yang akan terlibat dalam menggunakan rencana tersebut juga dilibatkan dalam
proses penilaian kebutuhan kesehatan. Bagi tenaga kesehatan ini berarti, mereka harus
berkolaborasi dengan profesional lain dan masyarakat setempat. Tenaga kesehatan juga
harus setuju dengan pemangku kebijakan atau professional lain yang memiliki fleksibilitas

16
dan otonomi untuk mengubah pola kerja mereka sesuai dengan kebutuhan yang
diidentifikasi melalui proses penilaian diagnosis masyarakat (WHO, 2001).

2.1.2 Tujuan
Tujuan diagnosis komunitas yang dirincikan oleh WHO adalah sebagai berikut
(WHO, 2001):
1. Bertujuan untuk memudahkan merencanakan dan memberikan perawatan yang
paling efektif kepada mereka yang paling membutuhkan;
2. Berguna untuk menerapkan prinsip keadilan dan keadilan sosial dalam praktik;
3. Bertujuan untuk memastikan bahwa sumber daya yang langka dialokasikan di
mana mereka dapat memberikan kesehatan maksimal manfaat;
4. Bertujuan agar tenaga kesehatan dapat bekerja secara kolaboratif dengan
masyarakat, profesional dan lembaga lain untuk menentukan masalah kesehatan
mana yang paling memprihatinkan dan merencanakan intervensi untuk mengatasi
masalah tersebut.

2.1.3 Manfaat
Manfaat diagnosis komunitas yang dijabarkan dalam Buku Keterampilan Klinis Ilmu
Kedokteran Komunitas Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI adalah sebagai
berikut:
1. Tenaga kesehatan dapat mengetahui kondisi kesehatan dari komunitas
bersangkutan saat ini. Sehingga, indikator kesehatan masyarakat yang
dikumpulkan dalam proses diagnosis komunitas akan memberikan gambaran
mengenai permasalahan kesehatan apa saja yang sedang dihadapi oleh anggota
komunitas. Mengingat cukup banyak masalah kesehatan masyarakat yang dapat
terjaring dalam tahap ini, maka perlu ditetapkan permasalahan kesehatan yang
bersifat prioritas serta memerlukan penanganan segera.
2. Tenaga kesehatan mengetahui bagaimana cara meningkatkan kondisi kesehatan
komunitas ini. Pada tahap ini tim penilai harus menetapkan harapan mengenai
sejauh mana upaya perbaikan kondisi kesehatan ini ingin diperbaiki. Penetapan ini
harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh komunitas
bersangkutan.
3. Tenaga kesehatan mengetahui bagaimana caranya meningkatkan kondisi
kesehatan komunitas. Setelah team menetapkan tingkat kesehatan masyarakat yang

17
ingin dicapai dalam upaya peningkatan kondisi komunitas bersangkutan, maka
perlu dikembangkan beberapa pilihan cara untuk mencapai harapan tersebut.
Pilihan-pilihan ini sudah barang tentu mempunyai konsekuensi mengenai sumber
daya yang diperlukan, sehingga team harus memilih cara solusi yang paling efektif
dan paling efisien dalam pencapaian target yang telah ditetapkan.

2.1.4 Diagnosis Komunitas dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia


Posisi diagnosis komunitas dalam Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang
dijabarkan dalam Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI adalah sebagai berikut:
Diagnosis Komunitas dikembangkan untuk mendukung area kompetensi dokter
khususnya area ke-7 yaitu tentang “Pengelolaan Masalah Kesehatan”. Pada penjabaran area
kompetensi ke- 7 ini disebutkan bahwa dokter mampu mengelola masalah kesehatan
individu, keluarga maupun masyarakat secara komprehensif, holistik, terpadu dan
berkesinambungan dalam konteks pelayanan kesehatan primer. Diagnosis komunitas
disebutkan dengan tegas dalam penjelasannya yaitu dokter mampu menginterpretasi data
kesehatan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan diagnosis
komunitas. Selain itu diagnosis komunitas juga merupakan implementasi dari ketrampilan
yang harus dilaksanakan secara mandiri (Kompetensi 4A). Ketrampilan tersebut antara
lain:
1. Memperlihatkan kemampuan pemeriksaan medis di komunitas
2. Memperlihatkan kemampuan penelitian yang berkaitan dengan lingkungan

2.1.5 Cakupan Diagnosis Komunitas


Keterampilan melakukan diagnosis komunitas merupakan keterampilan yang
harus dikuasai oleh dokter untuk menerapkan pelayanan kedokteran secara holistik dan
komprehensif dengan pendekatan keluarga dan okupasi terhadap pasien. Dalam
penerapannya, penggunaan diagnosis komunitas dalam suatu program kesehatan
dijabarkan dalam Buku Keterampilan Klinis Ilmu Kedokteran Komunitas Departemen
Ilmu Kedokteran Komunitas FKUI adalah sebagai berikut:
- sebagai referensi data kesehatan dalam suatu wilayah
- sebagai penyedia gambaran secara keseluruhan mengenai masalah kesehatan pada
komunitas lokal dan penduduknya

18
- sebagai rekomendasi intervensi yang akan dijadikan prioritas dan solusi
pemecahan masalah yang mampu laksana
- sebagai panduan mengindikasi alokasi sumber daya dan mengarahkan rencana
kerja di masa depan
- sebagai sarana menciptakan peluang dari kolaborasi inter sektoral dan keterlibatan
media
- sebagai pembentukan dasar indikator keberhasilan dari evaluasi program kerja
kesehatan.
Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu kegiatan
yang berdiri sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses dinamis yang mengarah
kepada kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan kesehatan di dalam
komunitas. Diagnosis komunitas merupakan awal dari siklus pemecahan masalah untuk
digunakan sebagai dasar pengenalan masalah di komunitas, sehingga dilanjutkan dengan
suatu perencanaan intervensi, pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana intervensi
tersebut berhasil dilakukan di komunitas.
Oleh karena itu diagnosis komunitas TIDAK hanya berhenti pada identifikasi
(diagnosis) masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi masalah
berdasarkan sumber-sumber yang ada. Untuk lebih menjelaskan diagnosis komunitas,
dibawah ini dijelaskan perbedaan antara Kedokteran komunitas (Community Medicine)
dengan Kedokteran rumah sakit dan perbedaan antara Diagnosis Komunitas dengan
diagnosis klinis.

2.1.6 Perbedaan Diagnosis Komunitas dengan Diagnosis Klinis

No Diagnosis Klinis Diagnosis Komunitas


1 Dilakukan oleh dokter Dilakukan oleh dokter atau epidemiologis

2 Fokus perhatian : pasien Fokus perhatian : komunitas / masyarakat

3 Fokus perhatian : hanya orang sakit Fokus perhatian : orang sakit dan sehat
4 Dilakukan dengan memeriksa pasien Dilakukan dengan cara survey
5 Diagnosis didapat berdasarkan keluhan Diagnosis didasarkan atas Riwayat
dan simtom Alamiah Perjalanan Penyakit (Natural
history of disease)

19
6 Memerlukan pemeriksaan laboratorium Memerlukan penelitian epidemiologi

7 Dokter menentukan pengobatan Dokter/epidemiologis merencanakan plan


of action
8 Pengobatan pasien menjadi tujuan utama Pencegahan dan Promosi menjadi tujuan
utama
9 Diikiuti dengan follow up kasus Diikuti dengan program evaluasi
10 Dokter tertarik menggunakan teknologi Dokter/epidemiologis tertarik dengan nilai2
tinggi statistik
(Sumber: Suryakantha AH. Community Medicine with Recent Advances, Ed 2. Jaypee
Brothers Medical Publisher, 2010)
Tabel 2.1 Perbedaan antara Diagnosis Klinis dan Diagnosis Komunitas
2.1.7 Tahap Pelaksanaan Diagnosis Komunitas
Penilaian kebutuhan kesehatan masyarakat bukanlah aktivitas satu kali tetapi
proses pengembangan yang ditambahkan dan diubah dari waktu ke waktu. Ini bukan tujuan
itu sendiri tetapi cara menggunakan informasi untuk merencanakan program perawatan
kesehatan dan kesehatan masyarakat di masa depan. Langkah-langkah penilaian kebutuhan
kesehatan masyarakat adalah sebagai berikut (WHO, 2001):
1. Melakukan pengumpulan informasi yang relevan yang akan memberi tahu perawat
tentang keadaan kebutuhan kesehatan dan kesehatan penduduk;
2. Melakuananalisis informasi untuk mengidentifikasi masalah kesehatan utama;
3. Memutuskan prioritas untuk tindakan;
4. Merencanakan program kesehatan masyarakat dan perawatan kesehatan untuk
mengatasi masalah yang menjadi prioritas;
5. Menerapkan kegiatan yang direncanakan;
6. Evaluasi hasil kesehatan.

2.2 Dewasa dan Pra-Lansia


Masa dewasa merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan
yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa diharapkan memaikan peran
baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru,
mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini (Hurlock,
1996). Sedangkan Pra-lansia adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa sehingga hidupnya tidak
bergantung pada bantuan orang lain (Maryam,2008).

20
Menurut Depkes RI (2009), umur dewasa dibagi menjadi 2, yang terdiri dari : masa
dewasa awal yaitu seseorang yang berusia antara 26-35, masa dewasa akhir ialah seseorang
yang berusia 36-45. Sedangkan pada usia lanjut menurut World Health Organization
(WHO), dibagi menjadi empat kriteria berikut: usia pertengahan (middle age) ialah 45-59
tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-75 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia
sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun. Berdasarkan Depkes RI (2003) dalam Maryam
dkk (2009) usia lanjut terdiri dari : pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara
45-59 tahun, lansia ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, lansia resiko tinggi
ialah seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.

2.3 Nekrosis Pulpa


2.3.1 Definisi

Nekrosis pulpa merupakan kematian jaringan pulpa, sebagian ataupun


keseluruhan. Hal ini dapat disebebkan karena lesi karies yang tidak ditangani secara tepat
dan cepat, maupun dapat juga karena faktor traumatis (Evi dkk, 2014). Nekrosis pulpa
merupakan keadaan yang ireversibel, dan dapat ditandai dengan adanya destruksi jaringan
pulpa. Luasnya proses nekrosis pulpa sangat berkaitan dengan besarnya invasi bakteri.

21
2.3.2 Etiologi

Sebagian besar penyebab dari nekrosis pulpa adalah infeksi bakteri pada lesi karies
yang tidak dirawat dengan tepat dan ccepat. Lesi karies yg terus dibiarkan terbuka, dapat
menyebabkan bakteri pada permukaan gigi terus masuk hingga akhirnya mengenai pulpa.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan nekrosis pulpa, yaitu faktor traumatik (fraktur,
pada saat tes open bur), dan juga iritasi kimiawi
2.3.3 Tanda Klinis

Pada gigi yang telah mengalami nekrosis pulpa, apabila diberikan tes vitalitas
(berupa tes termal, ataupun tes mekanik) maka hasilnya negatif, atau tidak memberikan
respon. Pada beberapa kasus, gigi yang nekrosis dan tidak dirawat segera dapat
menyebabkan perubahan warna pada gigi.
2.3.4 Perawatan dan Prognosis

Perawatan yang dapat dilakukan pada nekrosis pulpa, yaitu perawatan saluran akar.
Hal ini dilakukan untuk tetap dapat mempertahankan fungsi gigi sebagai alat mastikasi,
fonetik, dan juga estetis. Prognosis dari perawaan ini pun bisa baik, apabila tidak disertai
dengan keluhan lain seperti penyakit periodontal, ataupun penyakit sistemik yang diderita
oleh pasien. Akan tetapi, banyak orang lebih memilih pencabutan sebagai pilihan utama
untuk kasus nekrosis pulpa. Hal ini terjadi karena banyak yang berpikir, bahwa dengan
pencabutan merupakan perawatan yang murah dan cepat. Padahal tentu saja, ketika gigi
tersebut dicabut, akan sangat mengganggu proses mastikas, fonetik, dan juga estetik dari
orang tersebut.
2.3.5 Prevalensi

Usia pra lansia merupakan kelompok usia dari 45-59 tahun. Untuk usia ≥60 tahun
sudah termasuk usia lansia. Kelompok usia pra lansia merupakan kelompok usia dimana
seseorang, biasanya, sudah mulai mengalami beberapa masalah kesehatan rongga mulut.
Beberapa permasalahan kesehatan rongga mulut yang dialami, yaitu karies, penyakit
pulpa, penyakit periodontal, hingga edentulous.

22
BAB 3

ANALISA DATA PRIMER

3.1 Data Umum Responden


Kegiatan ini dilakukan dengan mengambil sampel responden sejumlah 30 warga Desa
Sepanjang, Kecamatan Gondanglegi. Data yang diperoleh, dikelompokkan menjadi
kelompok dewasa (usia 20-44 tahun) dan pralansia (≥ 50 tahun). Sebanyak 27 responden
masuk dalam kelompok dewasa dan 3 lainnya masuk dalam kelompok pralansia. Distribusi
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan sejumlah 13 responden laki-laki dan 17 responden
adalah perempuan.

DISTRIBUSI USIA
Dewasa Pralansia

10%

90%

Gambar 3.1 Persentase Responden Berdasarkan Usia

23
DISTRIBUSI JENIS KELAMIN
Laki-laki Perempuan

43%

57%

Gambar 3.2 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

3.2 Data Responden Terhadap Riwayat Pernah ke Dokter Gigi


Berdasarkan hasil survei, 18 responden menyatakan pernah ke dokter gigi dan 12
responden menyatakan tidak pernah ke dokter gigi.

RIWAYAT PERNAH KE DOKTER GIGI


Ya Tidak

41%

59%

Gambar 3.3 Persentase Responden yang Pernah ke Dokter Gigi

3.3 Data Responden terhadap Intensitas Pergi ke Dokter Gigi 6 Bulan Sekali
Berdasarkan hasil survei, 7 responden menyatakan rajin ke dokter gigi setiap 6 bulan
sekali dan 23 responden tidak rajin ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali.

24
INTENSITAS KE DOKTER GIGI 6 BULAN SEKALI
Ya Tidak

24%

76%

Gambar 3.4 Persentase Responden yang Pergi ke Dokter Gigi 6 Bulan Sekali

3.4 Data Responden terhadap Intensitas Menggosok Gigi Setiap Hari


Berdasarkan hasil survei, 23 responden menyatakan rajin menggosok gigi setiap hari
dan 7 responden tidak rajin menggosok gigi setiap hari.

INTENSITAS RAJIN MENGGOSOK GIGI SETIAP


HARI
Ya Tidak

24%

76%

Gambar 3.5 Persentase Responden yang Rajin Menggosok Gigi Setiap Hari

3.5 Data Responden terhadap Pengetahuan Cara Menggosok Gigi yang Benar
Berdasarkan hasil survei, 10 responden menyatakan mengetahui cara menggosok gigi
yang benar dan 20 responden tidak mengetahui cara menggosok gigi yang benar.

25
PENGETAHUAN CARA MENGGOSOK GIGI
YANG BENAR
Ya Tidak

35%

65%

Gambar 3.6 Persentase Responden yang Mengetahui Cara Menggosok Gigi dengan
Benar

3.6 Data Responden terhadap Pengetahuan Waktu Menggosok Gigi yang Benar
Berdasarkan hasil survei, 14 responden menyatakan mengetahui waktu menggosok
gigi yang benar dan 16 responden tidak mengetahui waktu menggosok gigi yang benar.

PENGETAHUAN WAKTU MENGGOSOK GIGI


YANG BENAR
Ya Tidak

47%
53%

Gambar 3.7 Persentase Responden yang Mengetahui Waktu Menggosok Gigi


dengan Benar

26
3.7 Data Responden terhadap Pengalaman Menderita Gigi Berlubang
Berdasarkan hasil survei, 23 responden menyatakan pernah mengalami gigi berlubang
dan 7 responden tidak pernah mengalami gigi berlubang.

PENGALAMAN MENDERITA GIGI BERLUBANG


Ya Tidak

24%

76%

Gambar 3.8 Persentase Responden yang Pernah Menderita Gigi Berlubang

3.8 Data Responden terhadap Pengalaman Merawat Gigi Berlubang ke Dokter Gigi
Berdasarkan hasil survei, 10 responden menyatakan pernah merawat gigi berlubang
ke dokter gigi dan 20 responden tidak pernah merawat gigi berlubang ke dokter gigi.

PENGALAMAN MERAWAT GIGI BERLUBANG


KE DOKTER GIGI
Ya Tidak

35%

65%

Gambar 3.9 Persentase Responden yang Merawat Gigi Berlubang ke Dokter Gigi

27
3.9 Data Responden terhadap Pengalaman Gigi Berlubang yang Mengganggu
Aktivitas
Berdasarkan hasil survei, 12 responden menyatakan mempunyai pengalaman gigi
berlubang yang mengganggu aktivitas dan 18 responden tidak mempunyai pengalaman gigi
berlubang yang mengganggu aktivitas.

PENGALAMAN GIGI BERLUBANG YANG


MENGGANGGU AKTIVITAS
Ya Tidak

41%

59%

Gambar 3.10 Persentase Responden yang Mempunyai Pengalaman Gigi Berlubang


hingga Mengganggu Aktivitas

3.10 Data Responden terhadap Pengalaman Bengkak di sekitar Gigi Berlubang


Berdasarkan hasil survei, 9 responden menyatakan mempunyai pengalaman bengkak
di sekitar gigi berlubang dan 21 responden tidak mempunyai pengalaman bengkak di
sekitar gigi berlubang.

28
PENGALAMAN BENGKAK DI SEKITAR GIGI
BERLUBANG
Ya Tidak

29%

71%

Gambar 3.11 Persentase Responden yang Mempunyai Pengalaman Bengkak di


sekitar Gigi Berlubang

3.11 Data Responden terhadap Anggota Keluarga yang Menderita Gigi Berlubang
Berdasarkan hasil survei, 30 responden menyatakan mempunyai anggota keluarga lain
yang menderita gigi berlubang.

ANGGOTA KELUARGA YANG MENDERITA GIGI


BERLUBANG
Ya Tidak

0%

100%

Gambar 3.12 Persentase Responden yang Mempunyai Anggota Keluarga Menderita


Gigi Berlubang

29
3.12 Data Responden terhadap Pengetahuan Gigi Berlubang Harus Ditambal
Berdasarkan hasil survei, 30 responden menyatakan mengetahui gigi berlubang harus
ditambal.

PENGETAHUAN GIGI BERLUBANG HARUS


DITAMBAL
Ya Tidak

0%

100%

Gambar 3.13 Persentase Responden yang Mengetahui Gigi Berlubang Harus


Ditambal

3.13 Data Responden terhadap Pengalaman Gigi Berlubang yang Ditambal


Berdasarkan hasil survei, 23 responden menyatakan mempunyai gigi berlubang yang
ditambal dan 7 responden menyatakan tidak mempunyai gigi berlubang yang ditambal.

PENGALAMAN GIGI BERLUBANG YANG


DITAMBAL
Ya Tidak

24%

76%

Gambar 3.14 Persentase Responden yang Memiliki Gigi Berlubang Ditambal

30
3.14 Data Responden terhadap Rutinitas Mengganti Sikat Gigi Setiap 1-2 Bulan
Berdasarkan hasil survei, 23 responden menyatakan rutin mengganti sikat gigi setiap
1-2 bulan sekali dan 7 responden menyatakan tidak rutin mengganti sikat gigi setiap 1-2
bulan sekali.

RUTINITAS MENGGANTI SIKAT GIGI SETIAP


1-2 BULAN
Ya Tidak

24%

76%

Gambar 3.15 Persentase Responden yang Rutin Mengganti Sikat Gigi Setiap 1-2
Bulan

3.15 Data Responden terhadap Intensitas Rutin Mengonsumsi Sayur, Buah, dan Susu
Berdasarkan hasil survei, 26 responden menyatakan rutin mengonsumsi sayur, buah,
dan susu dan 4 responden menyatakan tidak mengonsumsi sayur, buah, dan susu.

INTENSITAS RAJIN MENGONSUMSI SAYUR,


BUAH, DAN SUSU
Ya Tidak

12%

88%

Gambar 3.16 Persentase Responden yang Rutin Mengonsumsi Sayur, Buah, dan
Susu

31
3.16 Data Responden yang Perokok
Berdasarkan hasil survei, 10 responden merupakan seorang perokok dan 20 responden
bukan merupakan seorang perokok.

PEROKOK
Ya Tidak

35%

65%

Gambar 3.17 Persentase Responden yang Perokok

3.17 Data Responden terhadap Pengalaman Perawatan Gigi ke Tukang Gigi


Berdasarkan hasil survei, 4 responden menyatakan pernah ke tukang gigi untuk
melakukan perawatan gigi dan 26 responden menyatakan tidak pernah ke tukang gigi untuk
melakukan perawatan gigi.

PENGALAMAN PERGI KE TUKANG GIGI


Ya Tidak

12%

88%

Gambar 3.18 Persentase Responden yang Mempunyai Pengalaman Melakukan


Perawatan Gigi ke Tukang Gigi

32
3.18 Data Responden yang Sedang Menggunakan Gigi Palsu
Berdasarkan hasil survei, 4 responden menyatakan sedang menggunakan gigi palsu
dan 26 responden menyatakan tidak sedang menggunakan gigi palsu.

RESPONDEN YANG MENGGUNAKAN GIGI


PALSU
Ya Tidak

12%

88%

Gambar 3.19 Persentase Responden yang Sedang Menggunakan Gigi Palsu

3.19 Data Responden terhadap Pembuatan Gigi Palsu ke Tukang Gigi


Berdasarkan hasil survei, 4 responden menyatakan membuat gigi palsu ke tukang gigi
dan 26 responden menyatakan tidak membuat gigi palsu ke tukang gigi.

MEMBUAT GIGI PALSU DI TUKANG GIGI


Ya Tidak

12%

88%

Gambar 3.19 Persentase Responden yang Membuat Gigi Palsu di Tukang Gigi

33
3.20 Data Responden terhadap Kepuasan Pembuatan Gigi Palsu ke Tukang Gigi
Berdasarkan hasil survei, 2 responden menyatakan puas terhadap gigi palsu yang
dibuatkan ke tukang gigi dan 28 responden menyatakan tidak puas terhadap gigi palsu yang
dibuatkan ke tukang gigi.

TINGKAT KEPUASAN PEMBUATAN GIGI PALSU


KE TUKANG GIGI
Ya Tidak

6%

94%

Gambar 3.20 Persentase Tingkat Kepuasan Responden terhadap Gigi Palsu yang
Dibuat oleh Tukang Gigi

34
BAB 4
PENENTUAN AKAR PENYEBAB MASALAH

Berikut hasil dari penentuan akar peyebab permasalahan dengan menggunakan


metode Problem Tree.

PENURUNAN
KUALITAS
HIDUP

NEKROSIS
PULPA

PULPITIS ORAL HYGIENE BURUK


IRREVERSIBLE
KETIDAK
PULPITIS PAHAMAN CARA
MENYIKAT GIGI GAYA HIDUP
REVERSIBLE
DENGAN BENAR TIDAK SEHAT
ORAL HYGIENE BURUK
KARIES
GIGI MEROKOK
KESADARAN AKAN
KESEHATAN
KURANG

KURANGNYA
PENYULUHAN
PENDIDIKAN RENDAH

TENAGA
EKONOMI KESEHATAN
RENDAH TIDAK MERATA

Gambar 4.1 Problem Tree

35
BAB 5
PRIORITAS PENYEBAB MASALAH
Berdasarkan analisa akar penyebab masalah, penentuan prioritas penyebab
masalah menggunakan teknik NGT (Nominal Group Technique). Metode ini
digunakan untuk mendapatkan keputusan yang terbaik dari prioritas penyebab masalah
karena prespektif para anggota tenaga kesehatan yang berbeda-beda dalam
memandang suatu permasalahan.
Tabel 5.1 Penentuan prioritas penyebab masalah dengan teknik NGT

No Penyebab masalah I II III IV V VI Total Ranking

Kurangnya kesadaran

1 diri tentang kesehatan gigi dan 1 2 3 1 1 2 10 5

mulut
Tingkat pendidikan dan
2 ekonomi yang 1 1 2 1 2 2 9 6
rendah
Kurangnya wawasan

3 tentang penyakit gigi dan 3 2 4 4 3 2 18 3

mulut

Jumlah tenaga kesehatan


4 2 2 3 4 4 1 16 4
yang tidak merata

5 Salah cara menyikat gigi 3 4 4 3 3 4 21 1

Jarang ada penyuluhan


6 kesehatan gigi dan mulut 2 3 3 4 3 4 19 2
di masyarakat

Dari tabel diatas dapat ditentukan prioritas penyebab permasalahan adalah :


1. Salah cara menyikat gigi.
2. Jarang ada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat.
3. Kurangnya wawasan tentang penyakit gigi dan mulut.
4. Jumlah tenaga kesehatan yang tidak merata.
5. Kurangnya kesadaran diri tentang kesehatan gigi dan mulut.
6. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.

36
BAB 6
PEMECAHAN PENYEBAB MASALAH DAN ALTERNATIFNYA

6.1 Alternatif Pemecahan Masalah


Alternatif pemecahan masalah yang akan dipilih, antara lain :
1. Memberikan penyuluhan kepada kader dan warga terkait nekrosis pulpa
2. Memberikan penyuluhan kepada kader dan warga terkait cara menggosok gigi
yang benar
3. Memberikan alat bantu peraga
4. Menyelenggarakan kegiatan sikat gigi massal bersama

6.2 Prioritas Pemecahan Masalah


Pemecahan masalah terpilih berdasarkan pada prioritas masalah yang akan diambil.
Prioritas pemecahan masalah dianalisis dengan menggunakan metode CARL
(Capability, Accessability, Readiness, Leverage), dapat dilihat pada tabel 6.1

Tabel 6.1 Pemecahan Prioritas Masalah dengan Metode CARL

Skor
Hasil
No Pemecahan Ranking
CxAxRxL
C A R L

Memberikan penyuluhan kepada kader dan


warga terkait kesehatan gigi dan mulut
1 10 9 9 9 7290 1
khususnya nekrosis pulpa beserta cara
pencegahan dan perawatan

Memberikan alat bantu peraga berupa leaflet,


sikat gigi, dan pasta gigi untuk meningkatkan
2 10 8 9 9 6480 2
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait
cara menggosok gigi yang benar

Memberikan penyuluhan kepada kader dan


3 warga terkait cara menggosok gigi yang benar 10 8 8 9 5760 3
melalui media video dan simulasi

Menyelenggarakan kegiatan sikat gigi massal di


4 5 6 4 8 960 5
Desa Sepanjang

37
Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan gigi
5 9 8 8 8 4608 4
terhadap penyakit nekrosis pulpa

 Rentang skor : 1-10


 Keterangan :
- C (Capability) : Kemampuan menjalankan program
- A (Accessambility): Kemudahan menjalankan program
- R (Readiness) : Kesiapan menjalankan program
- L (Leverage) : Daya ungkit program dalam mengatasi permasalahan
 Dari hasil perhitungan dengan metode CARL, didapatkan prioritas pemecahan
masalah teratas, adalah :

1. Memberikan penyuluhan kepada kader dan warga terkait kesehatan gigi


dan mulut khususnya nekrosis pulpa beserta cara pencegahan dan
perawatan.
2. Memberikan alat bantu peraga berupa leaflet, sikat gigi, dan pasta gigi untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait cara menggosok
gigi yang benar.
3. Memberikan penyuluhan kepada kader dan warga terkait cara menggosok
gigi yang benar melalui media video dan simulasi.
4. Peningkatan fasilitas pelayanan kesehatan gigi terhadap penyakit nekrosis
pulpa.
5. Menyelenggarakan kegiatan sikat gigi massal di Desa Sepanjang.

38
BAB 7
RENCANA KEGIATAN JANGKA PENDEK

Metode
No Kegiatan Tujuan Kegiatan Tempat Tanggal Sasaran Pelaksana Indikator yang Metode PJ Anggaran
an Keberhasilan Digunaka Evaluasi
n
1. Melakukan Memberikan edukasi Desa 6 Dewasa Angga - Kegiatan dihadiri Penyuluha Pretest Angga Rp800.000
penyuluhan kepada warga desa Sepan- Mei 2019 dan Shabrina oleh minimal 15 n dan dan Post Firman
mengenai nekrosis Sepanjang mengenai jang Pralansia a Aulia orang demonstra test
pulpa, penyebab, nekrosis pulpa, faktor Desa Shabrina - Terdapat si
pencegahan dan penyebab, pencegahan, Sepan- Anissizi peningkatan pada mengguna
cara mengatasinya roses terjadinya, dan jang Hasna pretest dan postest kan ABP
serta materi cara mengatasinya. Savira
mengenai cara Firman
menjaga kesehatan
gigi dan mulut.

2. Melakukan Memberikan edukasi Posyandu 8 Kader Angga Terdapat Penyuluha Pre test Shabrin Rp200.000
penyuluhan kepada kepada kader posyandu Mei 2019 Posyan Shabrina peningkatan pada n dan Post a Aulia
kader posyandu mengenai nekrosis du a Aulia pretest dan pos test mengguna test Hasna
mengenai nekrosis pulpa, faktor penyebab, Shabrina kan ABP
pulpa, penyebab, pencegahan, roses
Anissizi
terjadinya, dan cara
pencegahan dan Hasna
mengatasinya.
cara mengatasinya Savira
serta materi Firman
mengenai cara
menjaga kesehatan
gigi dan mulut.

39
3. Memberikan alat Memberikan informasi Posyandu 8 Warga Angga Semua sasaran Leaflet dan Alat Shabrin Rp300.000
bantu peraga mengenai nekrosis Mei 2019 dan Shabrina mendapatkan poster peraga a
berupa leaflet dan pulpa, penyebab, Kader a Aulia leaflet dan poster telah Anissiz
poster yang berisi pencegahan, dan cara Posyan Shabrina diterima i
materi mengenai mengatasinya. du dan Savira
Anissizi
nekrosis pulpa, Hasna dapat
penyebab, Savira digunaka
pencegahan, dan Firman n oleh
cara mengatasinya. kader
posyand
u

Tabel 7.1 Rencana Kegiatan Jangka Pendek

40
BAB 8
RENCANA KEGIATAN JANGKA PANJANG

No Rencana Tujuan Kegiatan Lokasi Waktu Sasara Target Metode Indikator Metode Penangg Anggaran
Kegiatan n Keberhas Evaluasi ung
ilan Jawab
1. Pemeriksaan Melakukan screening pada Posyan- 1x Dewasa Dewasa dan Screenin Minimal Data penderita Dokter Rp
secara berkala penderita nekrosis pulpa du sebulan dan pra pra lansia di g terlaksana nekrosis pulpa Gigi 1.000.000
kesehatan gigi dan karies gigi yang lansia Gondanglegi 1x sebulan mengalami Puskesma
dan mulut mengarah ke nekrosis penurunan pada s
pulpa sehingga dapat bulan
dirujuk ke puskesmas dan berikutnya
dilakukan pencegahan dan
pengobatan
2. Edukasi karies Memberikan pengetahuan Posyan- 1x Dewasa Dewasa dan Penyulu- Terlaksan Pre test dan post Kader Rp300.000
gigi dan nekrosis kepada masyarakat tentang du setahun dan pra pra lansia di han a dalam test Posyandu
pulpa nekrosis pulpa lansia Gondanglegi dengan setahun
ABP
3. Edukasi Memberikan pengetahuan Posyan- 1x Dewasa Dewasa dan Penyulu- Terlaksan Pre test dan post Kader Rp300.000
pnggunaan gigi kepada masyarakat untuk du setahun dan pra pra lansia di han a dalam test Posyandu
tiruan membuatkan gigi tiruan lansia lansia Gondanglegi dengan setahun
wajib ke dokter gigi bagi ABP
penderita edentulous

Tabel 8.1 Rencana Kegiatan Jangka Panjang

41
BAB 9
PENUTUP

9. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Prioritas kesehatan gig dan mulut yang diperoleh di desa Sepanjang kecamatan
Gondanglegi Kabupaten Malang berdasarkan hasil data primer dan sekunder
adalah tingginya angka nekrosis pulpa pada usia dewasa dan pra-lansia.

2. Penyebab tingginya angka kejadian nekrosis pulpa adalah Salah cara menyikat
gigi serta juga jarang ada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di masyarakat
usia dewasa dan pra-lansia di Desa Sepanjang Kecamatan Gondanglegi
Kabupaten Malang.

3. Alternatif pemecahan masalah kesehatan gigi dan mulut adalah memberikan


penyuluhan kepada kader dan warga terkait kesehatan gigi dan mulut khususnya
nekrosis pulpa beserta cara pencegahan dan perawatan serta memberikan alat
bantu peraga berupa leaflet, sikat gigi, dan pasta gigi untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait cara menggosok gigi yang benar.

9.2 Saran

1. Meningkatkan intensitas penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut untuk


meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan gigi dan mulut kepada
masyarakat di Desa Sepanjang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.

2. Memberikan pelatihan kepada kader-kader posyandu mengenai kesehatan gigi


dan mulut di Desa Sapanjang Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang.

3. Melakukan pendekatan melalui toko masyarakat untuk memudahkan advokasi


kepada masyarakat.

42
DAFTAR PUSTAKA

Apriyono, Dwi K. 2010. Kedaruratan Endodonsia. Stomatognatic (J.K.G. Unej) Vol. 7 No. 1
2010 : 45-50

Grossman, L. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.

Herwanda, Dkk. 2014. Gambaran Kebutuhan Perawatan Gigi Dan Mulut Pada Pasien Di
Posyandu Lansia Puskesmas. Cakradonya Dent J; 6(1):619-677

Lundeen T.F., Roberson Tm. Cariology: The Lesion, Etiology, Prevention, And Control.
Dalam Sturdevant CM Et Al. (Ed): The Art And Science Of Operative Dentistry.
rd
3 Ed. St.Louis: Mosby,1995:60-128.

Sriyono, N. W., 2009, Pencegahan Penyakit Gigi Dan Mulut Guna Meningkatkan Kualitas
Hidup, Yogyakarta: UGM.

Setyowati, Yuliana P. 2009. Prevalensi Nekrosis Pulpa Pada Pasien Dengan Riwayat
Diabetes Mellitus Di Poliklinik Gigi Dan Mulut Rsud Dr. Moewardi Surakarta
Tahun 2009 .

Torabinejad, M. Dkk. Prinsip Dan Praktik Ilmi Endodonsia. Jakarta : EGC.

43

Anda mungkin juga menyukai