PEMBAHASAN
INFORMASI kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak seerti berikut ini:
1. Pemberi Pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk
mengambil keputusan siapayang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk
kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor Investor saham atau obigasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan
sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaanyang
menjual surat berharga tersebut. Investor ini menganut strategi aktif akan mengembangkan
model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutanseawal mungkin dan
kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak Pemerintah. Pada beberapa sector usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung
jawab ntuk mengawasi jalannya usaha tersebut (missal sector perbankan). Juga pemerintah
mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah
mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya
tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
4. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha
karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan
dengankebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukan biaya
kebangkrutanbisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang
langsungadalah biaya akuntan dan biaya penasihat hukum. Sedangkan contoh biaya
kebangkrutanyang tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan
karenabeberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan.
Apabilamanajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-
tindakanpenghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi
keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.
Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai
Kemudian keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah.Tetapi
kesulitan seacam ini apabila tidak ditanganibisa berkembang menjadi kesulitan tidaksolvable.Kalau
tidak solvable, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi.Likuiditas dipilih apabila nilai
likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan.Reorganisasi dipilih
kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan demikian nilai perusahaankalau diteruskan
lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau lilikuidasi.
Berikut ini beberapa alternative perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang
dihadapi oleh perusahaan.
Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan cara:
Dalam praktik dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan kauangan sulit untuk didefi
nisikan.Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek), yang
merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan, yang
merupakan kesulitan paling berat.Dengan demikian kesulitan keuangan bisa dilihat sebagai
kontinum yang panjang, mulai dari yang ringan sampai yang paling berat.Penelitian-penelitian
empiris biasayna menggunakan pernyataan kebangkrutan sebagai definisi kebangkrutan.
Bangkrut III IV
Perusahaan yang berada dalam kategori II barangkali mengalami kesulitan, tetapi
berhasilmengatasi masalah tersebut dan karena itu tidak bangkrut.Perusahaan yang berada pada
kategoriIII sebenarnya tidak mengalami kesulitan keuangan.Tetapi karena suatu hal, misalkan
karenaIngin mengatasi tekanan dari pekerja, perusahaan tersebut memutuskan untuk
menyatakanbangkrut.Dengan situasi semacam itu Nampak kebangkrutan bisa mempunyai pengertian
yangtidak jelas. Pada situasi ke-IV, pengertian kebangkrutan relative jelas, perusahaan
mengalamikesulitan keuangan dank arena itu akan bangkrut. Demikian juga pada situasi I, situasi
keuangancukup jelas, dalam hal ini perusahaan tidak mempunyai kesulitan keuangan dan tidak
mengalami kebangkrutan.Tidak demikian halnya dengan situasi II dan III yang bisa mempunyai
pengertian yang kabur.Ada beberapa indicator yang bisa menjadi prediksi kebangkrutan.Salah satu
sumbernyaAdalah analisis aliran kas untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Sumber lain adalah
analisisStrategi perusahaan. Analisis ini memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh
perusahaan,Struktur biaya relative terhadap persaingannya, kualitas manajemen, kemampuan
manajemenMengendalikan biaya, dan lainnya. Analisis semacam ini bisa digunakan sebagai
pendukungAnalisis aliran kas, karena kondisi perusahaan semacam diatas akan mempengaruhi aliran
kasperusahaan. Analisis break even sebagai contoh, akan melihat seberapa jauh penjualan bisaturun
agar perusahaan masih bisa memperoleh keuntungan.
Sumber lain adalah laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan bisa dipakai untuk
Pendekatan tunggal (univarite) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan kauangan dengan
asumsi bahwa distribusi variable keuangan untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
berbeda dengan distribusi variable keuangan untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan
keuangan. Perbedaan distribusi variable keuangan tersebut bisa dipakai untuk memprediksiKesulitan
keuangan.
Penggunaan metode tersebut akan bisa dijelaskan dengan menggunakan contoh kasus perusahaan
kereta api di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, beberapa perusahaan kereta apiAS yang cukup besar
mengalami kebangkrutan. Apabila rasio-rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya bisa
memperkirakan kebangkrutan tersebut? Berikut ini dua rasio keuangan yangdipilih untuk melihat
apakah kebangkrutan perusahaan kereta api tersebut bisa dilihat melaluirasio-rasio kauangan pada
tahun-tahun sebelumnya.
(1) Rasio Times Interest Earned (TIE) yang merupakan rasio EBIT (Earning Before
Taxes)/Interest. Bunga atau interest disini adalah bunga dari kewajiban obligasi. Apabila
diperoleh angka negative, berarti perusahaan mempunyai earning (atau pendapatan) yang
negative.
Dengan asumsi kedua variable diatas berdistribusi normal dan bisa dijadikan
prediksiKebangkrutan, Tabel 1.2, menyajikani kedua variabel tersebut.
Tabel 1.2 sampel untuk TIE dan BT/PO Beberapa Perusahaan Kereta Api
Rata-rata nilai rasio BT/PO untuk kedua grup tersebut adalah sebagai berikut:
Kelompok perusahaan yang bangkrut mengeluarkan biaya operasional transportasi pada setiap satu
unit pendapatan operasional yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak bangkrut.
Sedangkan rasio TIE untuk kedua kelompok tersebut adalah:
Nampak perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai pendapatan (EBIT) relatif terhadap
biaya bunga yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok perusahaan yang bangkrut. Perbedaan
rasio-rasio BT/PO dan TIE antara kelompok bangkrut dan tidak bangkrut cukup besar dan tes
statistic t student juga menunjukan adanya perbedaan yang signifikan pada derajat signifikansi 5%.
Apakah rasio-rasio tersebut bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan?Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, berikut ini langkah-langkah untuk menganalisis kemampuan prediksi rasio-rasio
tersebut. Yang pertama perlu dilakukan adalah menentukan titik cut off (pembatas) yang bisa dipakai
untuk menentukan batas perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Rangking perusahaan
berdasarkan rasio-rasio bisa dilihat pada table berikut ini.
Titik cut off dihitung dengan cara mencari titik tengah antara dua rasio yang berurutan (misal
titik 0,5045 merupakan titik tengah antara 0,524 (AnnArbor) dengan 0,485 (Penn-Central)). Titik cut
off yang menghasilkan kesalahan prediksi paling kecil akan dipilih. Kesalahan prediksi terdiri dari
dua tipe yaitu kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II seperti berikut ini.
Diprediksi
Kenyataan
Berikut ini beberapa titik cut off dan total kesalahan yang dihasilkan.
Prediksi Bangkrut
Apabila rasio BT/PO
lebih besar dari
0,5045 2 1 3
0,4730 1 1 2
0,4305 0 1 1
0,3940 0 2 2
0,3735 0 3 3
Nampak bahwa rasio BT/PO yang lebih besar dari 0,4305 menghasilkan tingkat kesalahan
yang paling kecil. Teknik pemilihan titik cut off semacam itu mengandung bahaya bahwa
karakteristik spesifik perusahaan-perusahaan dalam sampel akan sangat mempengaruhi nilai cut off ,
dan dengan demikian titik cut off tersebut tidak representatif untuk perusahaan-perusahaan lainnya.
Untuk menghindari kemungkinan semacam tersebut, akurasi titik cut off bisa diuji dengan
menggunakan perusahaan-perusahaan di luar sampel (uji validasi). Pengujian kemampuan prediksi
model univariate tersebut dengan menggunakan sampel perusahaan pada tahun 20X5 bisa dilihat
beriku ini.
Tabel 1.4 Prediksi Kebangkrutan Pada Tahun 20X5
Di samping pemilihan titik cut off yang meminimalkan biaya semacam di atas, ada beberapa
alternatif teknik pemilihan titik cut off : dengan menggunakan rata-rata atau nilai median dari rasio-
rasio disampel. Rata-rata BT/PO untuk sepuluh perusahaan kereta dalam sampel adalah
0,356.Dengan demikian jika rasio BT/PO > 0,356 perusahaan diprediksi bangkrut dan sebaliknya.
Menarik untuk dilihat berapa jumlah kesalahan klasifikasi dengan menggunakan angka 0,356
sebagai cut off rate.
Jika beberapa variabel untuk memprediksi, ada kemungkinan hasil yang saling bertentangan
akan diperoleh. Untuk mengatasi kelemahan semacam itu metode prediksi multivariate (prediksi
berganda secara simultan) bisa digunakan.Contoh metode tersebut adalah model diskriminan untuk
memprediksi kebangkrutan.
Kemampuan prediksi rasio-rasio keuangan diteliti oleh Beaver (1966) dengan menggunakan
79 sampel perusahaan yang gagal dan 79 sampel perusahaan yang tidak gagal. Titik cut off dipilih
dengan mempertimbangkan keselahan prediksi yang paling kecil. Kemudian sampel dibagi menjadi
dua, satu kelompok digunakan untuk mencari titik cut off, kemudian titik cut off tersebut digunakan
untik memprediksi kebangkrutan pada kelompok kedua (uji validasi). Persentase kesalahan
klasifikasi dengan uji validasi bisa dilihat pada table berikut ini dengan menggunakan data-data satu,
dua, tiga, empat, dan lima tahun sebelum kebangkrutan.
Tabel 1.5. Misklasifikasi Prediksi dengan beberapa Variabel
Dari tabel di atas Nampak bahwa rasio Aliran Kas/Total Utang dan rasio Aset Bersih/Total
Aset mempunyai kemampuan prediksi yang paling baik setahun sebelum kebangkrutan, karena
hanya salah memprediksi (misklasifikasi) sebesar hanya 13%. Penelitian tersebut juga melihat
besarnya tipe kesalahan yang terjadi seperti terlihat berikut ini.
Menarik untuk dilihat bahwa kesalahan tipe II (prediksi bangkrut, tetapi kenyataannya tidak
bangkrut) selalu lebih kecil dibandingkan kesalahan tipe I (prediksi tidak bangkrut, tetapi
kenyataannya bangkrut). Pada akhirnya pemilihan titik cut off akan dipengaruhi juga oleh besarnya
biaya yang berkaitan dengan tipe kesalahan. Apabila biaya kesalahan tipe I lebih besar dibandingkan
dengan biaya kesalahan tipe II, maka pemilihan titik cut off akan lebih ditentukan oleh kecilnya
kesalahan tipe I, bukannya kecilnya kesalahan tipe II atau kesalahan total.
(1) Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih
rendah.
(2) Penggunaan Utang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan utang yang lebih tinggi.
(3) Perlindungan terhadap biaya tetap (Fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut
mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil.
(4) Fluktuasi return saham. Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah
dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi.
Prediksi pada tabel 1.6 hanya berlaku untuk satu tahun sebelum kebangkrutan.Menarik dilihat
prediksi untuk beberapa tahun sebelum kebangkrutan.
Tabel 1.6. Nilai Rata-Rata Variabel Prediksi Kebangkrutan
3. Posisi Likuiditas
a. Aset Lancar/Utang Lancar 1,860 2,381 0,83
1,23
b. Quick Aset/Utang Lancar 0,838 1,231 2,24
51,92
4. Utang
a. Nilai Pasar Saham/
(Nilai Pasar saham +
Nilai Buku Saham) 0,995 0,999 177,41
88,08
b. Total Utang/Total Aset 0,785 0,476 276,45
86,02
5. Aktivitas
a. Harga Pokok Penj/Persediaan 9,991 10,432 0,11
21,29
b. Piutang Dagang/Penj. 0,188 0,147 3,92
66,43
c. Total Aset/Penjualan 0,836 0,783 0,51
68,52
8. Ukuran Perusahaan
a. Total Aset 153,76 769,05 4,11
27,84
Salah satu kelemahan model univariate adalah kemungkinan terjadinya konflik antara
variabel-variabel yang dijadikan prediksi. Untuk mengatasi masalah tersebut model multivariate
dikembangkan. Variabel bebas dalam model ini adalah rasio-rasio keuangan yang diperkirakan
mempengaruhi kebangkrutan, sedangkan variabel tidak bebas adalah prediksi kebangkrutan
(Bangkrut dengan nilai 0 dan tidak bangkrut dengan nilai 1) atau probabilitas kebangkrutan (0
sampai 1, inklusif).
Sebagai variabel bebas, idealnya kita mempunyai teori ekonomi yang bisa mendasari masalah
kebangkrutan. Sayangnya tidak tersedia teori yang cukup mendukung prediksi kebangkrutan.
karena itu biasanya kita menggunakan penelitian-penelitian terdahulu atau mencari data-data
yang relevan dalam pemilihan variabel-variabel bebas.
Dengan menggunakan kasus kebangkrutan perusahaan kereta api, kita akan menggunakan
dua variabel untuk persamaan diskriminan, yaitu variabel rasio BT/P0 (variabel bebas X1) dan
variabel TIE (sebagai variabel X2). Diasumsikan bahwa rasio-rasio yang dipakai berasal dari
populasi dengan distribusi normal dan matriks varians kovarians kedua kelompok tersebut sama.
Zi = a X1 + b X2
Dengan menggunakan data pada tabel yang sama dengan data Tabel 13.3, diperoleh
persamaan sebagai berikut ini.
Zi = -3,366 X1 + 0,657 X2
Skor Zi yang rendah berarti semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Koefisien negatif
variabel X1 (rasio BT/P0) menandakan adanya hubungan negatif antara variabel tersebut dengan
skor Zi. Semakin tinggi nilai X1, semakin rendah nilai Zi, dan semakin tinggi kemungkinan
kebangkrutan. Nilai koefisien yang positif pada variabel X2 menandakan bahwa semakin tinggi
rasio TIE, semakin tinggi nilai skor Zi, dan semakin kecil kemungkinan kebangkrutan. Misalkan
kita menggunakan data perusahaan kereta api Penn-Central dengan rasio BT/PO=0,485 dan
rasio TIE=0,16, skor Zi bisa dihitung sebagai berikut ini.
Zi = -3,366 × 0,285 + 0,657 × 0,16
= -1,527
Tabel 1.7 berikut ini menyajikan nilai-nilai Zi untuk semua sampel perusahaan.
Persamaan diskriminan yang diperoleh di atas sekarang bisa digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan pada tahun 20X5. Uji validitas (uji dengan menggunakan perusahaan di luar sampel)
tersebut bisa dilihat pada Tabel 1.8 berikut ini.
Variabel-variabel yang dipakai di atas secara eksklusif berasal dari perusahaan, seperti
profitabilitas atau likuiditas. Banyak bukti yang cukup kuat menyatakan bahwa kebangkrutan
tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel intern saja (dari perusahaan), tetapi juga oleh
variabel-variabel eksternal seperti perubahan tingkat bunga, turunnya kondisi perekonomian,
atau perubahan tingkat pengangguran. Dengan bukti semacam itu, analisis multivariate bisa
memasukkan variabel-variabel ekonomi makro untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan.
4. BUKTI-BUKTI INTERNAL
Di mana
X5 = Penjualan/Total Aset
Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut
menunjukkan nilai-nilai kelima variabel tersebut sebagai berikut ini.
Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go public,
dan dengan demikian tidak memounyai nilai pasar. Untuk beberapa negara seperti Indonesia,
perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian mengembangkan
model alternatif dengan menggantikan variabel X4 (Nilai pasar saham preferen dan biasa/nilai
buku total utang). Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan
yang go public maupun yang tidak go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam
itu adalah sebagai berikut.
Di mana
X4 = Nilai buku saham preferen dan saham biasa/Nilai buku total utang
X5 = Penjualan/Total Aset
Model yang baru tersebut mempunyai kemampuan prediksi yang cukup baik juga (94%
benar atau 62 benar dari total sampel 66), sedangkan yang asli (95% benar atau 63 benar dari
66 total sampel).
Kebangkrutan