Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

INFORMASI kebangkrutan bisa bermanfaat bagi beberapa pihak seerti berikut ini:

1. Pemberi Pinjaman (seperti pihak bank). Informasi kebangkrutan bisa bermanfaat untuk
mengambil keputusan siapayang akan diberi pinjaman, dan kemudian bermanfaat untuk
kebijakan memonitor pinjaman yang ada.
2. Investor Investor saham atau obigasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan tentunya akan
sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut atau tidaknya perusahaanyang
menjual surat berharga tersebut. Investor ini menganut strategi aktif akan mengembangkan
model prediksi kebangkrutan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutanseawal mungkin dan
kemudian mengantisipasi kemungkinan tersebut.
3. Pihak Pemerintah. Pada beberapa sector usaha, lembaga pemerintah mempunyai tanggung
jawab ntuk mengawasi jalannya usaha tersebut (missal sector perbankan). Juga pemerintah
mempunyai badan-badan usaha (BUMN) yang harus selalu diawasi. Lembaga pemerintah
mempunyai kepentingan untuk melihat tanda-tanda kebangkrutan lebih awal supaya
tindakan-tindakan yang perlu bisa dilakukan lebih awal.
4. Akuntan. Akuntan mempunyai kepentingan terhadap informasi kelangsungan suatu usaha
karena akuntan akan menilai kemampuan going concern suatu perusahaan.
5. Manajemen. Kebangkrutan berarti munculnya biaya-biaya yang berkaitan
dengankebangkrutan dan biaya ini cukup besar. Suatu penelitian menunjukan biaya
kebangkrutanbisa mencapai 11-17% dari nilai perusahaan. Contoh biaya kebangkrutan yang
langsungadalah biaya akuntan dan biaya penasihat hukum. Sedangkan contoh biaya
kebangkrutanyang tidak langsung adalah hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan
karenabeberapa hal seperti pembatasan yang mungkin diberlakukan oleh pengadilan.
Apabilamanajemen bisa mendeteksi kebangkrutan ini lebih awal, maka tindakan-
tindakanpenghematan bisa dilakukan, misal dengan melakukan merger atau restrukturisasi
keuangan sehingga biaya kebangkrutan bisa dihindari.

1. MASALAH DALAM KEBANGKRUTAN

Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem sampai

Ke titik sehat yang paling ekstrem sebagai berikut :

Kesulitan keuangan Tidak solvable ( utang

(likuiditas) jangka pendek lebih besar disbanding aset)


(technical insolvency)

Kemudian keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah.Tetapi
kesulitan seacam ini apabila tidak ditanganibisa berkembang menjadi kesulitan tidaksolvable.Kalau
tidak solvable, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi.Likuiditas dipilih apabila nilai
likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan.Reorganisasi dipilih
kalau perusahaan masih menunjukan prospek dan dengan demikian nilai perusahaankalau diteruskan
lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau lilikuidasi.
Berikut ini beberapa alternative perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang
dihadapi oleh perusahaan.

Pemecahan secara informal

1) Dilakukan apabila masalah belum begitu parah


2) Masalah perusahaan hanyab bersifat sementara, prospek masa depan masih bagus cara:
a. Perpanjangan (Extention):dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo utang utang
b. Komposisi (Composition):dilakukan dengan mengurangi biaya tagihan, missal
Klaim utang diturunkan menjadi 70%. Kalau utang
besarnya 1.000 maka nilai utang yang baru adalah 0.7% x
1.000 = 700

Pemecahan secara formal

Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan cara:

a. Apabila ini perusahaan diteruskan > nilai perusahaan dilikuidasi


Reorganisasi: dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak
b. Apabila nilai perusahaan diteruskan < nilai perusahaan dilikuidasi
Likuidasi: dengan menjual aset-aset perusahaan

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-


tanda awal kebangkrutan).Semakin awal tanda-randa kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak
manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan.Pihak kreditur dan juga
pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan
yang buruk.Tanda-tanda kebangkrutan tersebut dalam hal ini dilihat dengan menggunakan data-data
akuntansi.

Dalam praktik dan juga dalam penelitian empiris, kesulitan kauangan sulit untuk didefi
nisikan.Kesulitan semacam itu bisa berarti mulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek), yang
merupakan kesulitan keuangan yang paling ringan, sampai ke pernyataan kebangkrutan, yang
merupakan kesulitan paling berat.Dengan demikian kesulitan keuangan bisa dilihat sebagai
kontinum yang panjang, mulai dari yang ringan sampai yang paling berat.Penelitian-penelitian
empiris biasayna menggunakan pernyataan kebangkrutan sebagai definisi kebangkrutan.

Perhatikan empat kategori semacam ini.

Tidak dalam Dalam kesulitan


Kesulitan keuangan Keuangan
Tidak bangkrut 1 II

Bangkrut III IV
Perusahaan yang berada dalam kategori II barangkali mengalami kesulitan, tetapi
berhasilmengatasi masalah tersebut dan karena itu tidak bangkrut.Perusahaan yang berada pada
kategoriIII sebenarnya tidak mengalami kesulitan keuangan.Tetapi karena suatu hal, misalkan
karenaIngin mengatasi tekanan dari pekerja, perusahaan tersebut memutuskan untuk
menyatakanbangkrut.Dengan situasi semacam itu Nampak kebangkrutan bisa mempunyai pengertian
yangtidak jelas. Pada situasi ke-IV, pengertian kebangkrutan relative jelas, perusahaan
mengalamikesulitan keuangan dank arena itu akan bangkrut. Demikian juga pada situasi I, situasi
keuangancukup jelas, dalam hal ini perusahaan tidak mempunyai kesulitan keuangan dan tidak
mengalami kebangkrutan.Tidak demikian halnya dengan situasi II dan III yang bisa mempunyai
pengertian yang kabur.Ada beberapa indicator yang bisa menjadi prediksi kebangkrutan.Salah satu
sumbernyaAdalah analisis aliran kas untuk saat ini atau untuk masa mendatang. Sumber lain adalah
analisisStrategi perusahaan. Analisis ini memfokuskan pada persaingan yang dihadapi oleh
perusahaan,Struktur biaya relative terhadap persaingannya, kualitas manajemen, kemampuan
manajemenMengendalikan biaya, dan lainnya. Analisis semacam ini bisa digunakan sebagai
pendukungAnalisis aliran kas, karena kondisi perusahaan semacam diatas akan mempengaruhi aliran
kasperusahaan. Analisis break even sebagai contoh, akan melihat seberapa jauh penjualan bisaturun
agar perusahaan masih bisa memperoleh keuntungan.

Sumber lain adalah laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan bisa dipakai untuk

Memprediksi kesulitan kauangan.Sumber lainnya adalah informasi eksternal.Pada pasar keuangan


yang sudah maju, lembaga peniai (rating) sudah berkembang dan informasi mereka bisa
dipakaiuntuk memprediksi kemungkinan adanya kesulitan keuntungan.Sebagai contoh apabila
suatuperusahaan sebelumnya di-rating AAA, kemudian rating tersebut diturunkan menjadi
BBB,informasi tersebut bisa menjadi tanda adanya kesulitan keuangan yang barangkali terjadi
diperusahaan. Bagian di bawah ini akan membicarakan penggunaan rasio keuangan
untukmemprediksi kebangkrutan.

2. PREDIKSI KEBANGKRUTAN: ANALISIS UNIVARIATE

Pendekatan tunggal (univarite) bisa dipakai untuk memprediksi kesulitan kauangan dengan
asumsi bahwa distribusi variable keuangan untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan
berbeda dengan distribusi variable keuangan untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan
keuangan. Perbedaan distribusi variable keuangan tersebut bisa dipakai untuk memprediksiKesulitan
keuangan.

Penggunaan metode tersebut akan bisa dijelaskan dengan menggunakan contoh kasus perusahaan
kereta api di Amerika Serikat. Pada tahun 1970, beberapa perusahaan kereta apiAS yang cukup besar
mengalami kebangkrutan. Apabila rasio-rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya bisa
memperkirakan kebangkrutan tersebut? Berikut ini dua rasio keuangan yangdipilih untuk melihat
apakah kebangkrutan perusahaan kereta api tersebut bisa dilihat melaluirasio-rasio kauangan pada
tahun-tahun sebelumnya.

Rasio Biaya transportasi terhadap pendapatan Operasional (BT/PO). Biaya transportasimerupakan


komponen biaya yang terbesar yang terjadi pada perusahaan kereta api, yangmeliputi biaya
operasional angkutan kereta, biaya gaji pegawai kereta, dan biaya bahanbakar. Pendapatan
operasional terutama berasal dari karcis kereta yang terjual, dan jugapendapatan dari beberapa
sumber yang lain seperti pendapatan angkutan barang atau suratpos.

(1) Rasio Times Interest Earned (TIE) yang merupakan rasio EBIT (Earning Before
Taxes)/Interest. Bunga atau interest disini adalah bunga dari kewajiban obligasi. Apabila
diperoleh angka negative, berarti perusahaan mempunyai earning (atau pendapatan) yang
negative.

Dengan asumsi kedua variable diatas berdistribusi normal dan bisa dijadikan
prediksiKebangkrutan, Tabel 1.2, menyajikani kedua variabel tersebut.

Tabel 1.2 sampel untuk TIE dan BT/PO Beberapa Perusahaan Kereta Api

Tidak Bangkrut pada tahun 1970 BT/PO TIE

1. Ann Arbor 0,524 -1,37


2. Central Georgia 0,348 2,16
3. Cincinnati 0,274 2,91
4. Florida East 0,237 2,82
5. Illinois Central 0,388 2,10
6. Norfolk 0,359 2,81
7. Southern Pacific 0,400 3,56
8. Southern Railway 0,314 3,93

Bangkrut pada tahun 1970

1. Boston and Maine 0,461 -0,68


2. Penn-Central 0,485 0,16

Rata-rata nilai rasio BT/PO untuk kedua grup tersebut adalah sebagai berikut:

Tidak bangkrut 0,356


Bangkrut 0,473

Kelompok perusahaan yang bangkrut mengeluarkan biaya operasional transportasi pada setiap satu
unit pendapatan operasional yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak bangkrut.
Sedangkan rasio TIE untuk kedua kelompok tersebut adalah:

Tidak bangkrut 0,49


Bangkrut -0,26

Nampak perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai pendapatan (EBIT) relatif terhadap
biaya bunga yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok perusahaan yang bangkrut. Perbedaan
rasio-rasio BT/PO dan TIE antara kelompok bangkrut dan tidak bangkrut cukup besar dan tes
statistic t student juga menunjukan adanya perbedaan yang signifikan pada derajat signifikansi 5%.
Apakah rasio-rasio tersebut bisa dipakai untuk memprediksi kebangkrutan?Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, berikut ini langkah-langkah untuk menganalisis kemampuan prediksi rasio-rasio
tersebut. Yang pertama perlu dilakukan adalah menentukan titik cut off (pembatas) yang bisa dipakai
untuk menentukan batas perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Rangking perusahaan
berdasarkan rasio-rasio bisa dilihat pada table berikut ini.

Tabel 1.3. Rangking perusahaan Berdasarkan Rasio BT/PO dan TIE


Perusahaan Rasio Status di 1970

1. Rangking berdasarkan rasio BT/PO


Ann Arbor 0,524 TB
Penn Central 0,485 B
Boston and Maine 0,461 B
Southern Pacific 0,400 TB
Illinois Central 0,488 TB
Norfolk 0,359 TB
Central of Georgia 0,348 TB
Southern Railway 0,314 TB
Cincinnati 0,274 TB
Florida East 0,237 TB
2. Rangking berdasarkan rasio TIE
Southern Railway 3,93 TB
Southern Pacific 3,56 TB
Illinois Central 3,10 TB
Cincinnati 2,91 TB
Florida East 2,82 TB
Norfolk 2,81 TB
Central of Georgia 2,16 TB
Penn Central 0,16 B
Boston and Maine -0,68 B
Ann Arbor -1,37 TB

Titik cut off dihitung dengan cara mencari titik tengah antara dua rasio yang berurutan (misal
titik 0,5045 merupakan titik tengah antara 0,524 (AnnArbor) dengan 0,485 (Penn-Central)). Titik cut
off yang menghasilkan kesalahan prediksi paling kecil akan dipilih. Kesalahan prediksi terdiri dari
dua tipe yaitu kesalahan tipe I dan kesalahan tipe II seperti berikut ini.
Diprediksi

Bangkrut Tidak Bangkrut

Kenyataan

Bangkrut Benar Kesalahan Tipe I

Tidak Bangkrut Kesalahan Tipe II Benar

Berikut ini beberapa titik cut off dan total kesalahan yang dihasilkan.

Kesalahan Kesalahan Total


Titik Cut off
Tipe I Tipe II Kesalahan

Prediksi Bangkrut
Apabila rasio BT/PO
lebih besar dari

0,5045 2 1 3
0,4730 1 1 2
0,4305 0 1 1
0,3940 0 2 2
0,3735 0 3 3

Nampak bahwa rasio BT/PO yang lebih besar dari 0,4305 menghasilkan tingkat kesalahan
yang paling kecil. Teknik pemilihan titik cut off semacam itu mengandung bahaya bahwa
karakteristik spesifik perusahaan-perusahaan dalam sampel akan sangat mempengaruhi nilai cut off ,
dan dengan demikian titik cut off tersebut tidak representatif untuk perusahaan-perusahaan lainnya.

Untuk menghindari kemungkinan semacam tersebut, akurasi titik cut off bisa diuji dengan
menggunakan perusahaan-perusahaan di luar sampel (uji validasi). Pengujian kemampuan prediksi
model univariate tersebut dengan menggunakan sampel perusahaan pada tahun 20X5 bisa dilihat
beriku ini.
Tabel 1.4 Prediksi Kebangkrutan Pada Tahun 20X5

Perusahaan Rasio Prediksi Kenyataan

1. Rangking berdasarkan rasio BT/PO


Erie 0,469 B TB
Reading 0,451 B B
Chicago, Milwaukee 0,437 B TB
Burlington 0,427 TB TB
Chesapeake 0,395 TB TB
Akron, Canton 0,385 TB TB
Atchison 0,372 TB TB
St. Louis 0,353 TB TB
Bangor 0,341 TB TB
Alabama 0,305 TB TB

2. Rangking berdasarkan rasio TIE


St. Louis 46,70 TB TB
Atchison 4,72 TB TB
Alabama 4,05 TB TB
Chesapeake 3,12 TB TB
Burlington 2,73 TB TB
Akron, canton 1,85 TB TB
Bangor 0,88 B TB
Reading 0,40 B B
Chicago, Milwaukee 0,27 B TB
Erie 0,22 B TB

Catatan: B – Bangkrut TB – Tidak Bangkrut

Di samping pemilihan titik cut off yang meminimalkan biaya semacam di atas, ada beberapa
alternatif teknik pemilihan titik cut off : dengan menggunakan rata-rata atau nilai median dari rasio-
rasio disampel. Rata-rata BT/PO untuk sepuluh perusahaan kereta dalam sampel adalah
0,356.Dengan demikian jika rasio BT/PO > 0,356 perusahaan diprediksi bangkrut dan sebaliknya.
Menarik untuk dilihat berapa jumlah kesalahan klasifikasi dengan menggunakan angka 0,356
sebagai cut off rate.

Jika beberapa variabel untuk memprediksi, ada kemungkinan hasil yang saling bertentangan
akan diperoleh. Untuk mengatasi kelemahan semacam itu metode prediksi multivariate (prediksi
berganda secara simultan) bisa digunakan.Contoh metode tersebut adalah model diskriminan untuk
memprediksi kebangkrutan.

Kemampuan prediksi rasio-rasio keuangan diteliti oleh Beaver (1966) dengan menggunakan
79 sampel perusahaan yang gagal dan 79 sampel perusahaan yang tidak gagal. Titik cut off dipilih
dengan mempertimbangkan keselahan prediksi yang paling kecil. Kemudian sampel dibagi menjadi
dua, satu kelompok digunakan untuk mencari titik cut off, kemudian titik cut off tersebut digunakan
untik memprediksi kebangkrutan pada kelompok kedua (uji validasi). Persentase kesalahan
klasifikasi dengan uji validasi bisa dilihat pada table berikut ini dengan menggunakan data-data satu,
dua, tiga, empat, dan lima tahun sebelum kebangkrutan.
Tabel 1.5. Misklasifikasi Prediksi dengan beberapa Variabel

Rasio Keuangan Tahun sebelum Kebangkitan


1 2 3 4 5
Aliran kas/Total Utang 0,22 0,24 0,23 0,21 0,13
Aset bersih/Total Aset 0,28 0,29 0,23 0,20 0,13
Total utang/Total Aset 0,28 0,27 0,34 0,25 0,19
Modal Kerja/Total Aset 0,41 0,45 0,33 0,34 0,24
Rasio Lancar 0,45 0,38 0,36 0,32 0,20

Dari tabel di atas Nampak bahwa rasio Aliran Kas/Total Utang dan rasio Aset Bersih/Total
Aset mempunyai kemampuan prediksi yang paling baik setahun sebelum kebangkrutan, karena
hanya salah memprediksi (misklasifikasi) sebesar hanya 13%. Penelitian tersebut juga melihat
besarnya tipe kesalahan yang terjadi seperti terlihat berikut ini.

Kesalahan Kesalahan Total


Tahun sebelum
Tipe I Tipe II Kesalahan
kebangkrutan
5 0,43 0,05 0,22
4 0,47 0,03 0,24
3 0,37 0,08 0,23
2 0,34 0,08 0,21
1 0,22 0,05 0,13

Menarik untuk dilihat bahwa kesalahan tipe II (prediksi bangkrut, tetapi kenyataannya tidak
bangkrut) selalu lebih kecil dibandingkan kesalahan tipe I (prediksi tidak bangkrut, tetapi
kenyataannya bangkrut). Pada akhirnya pemilihan titik cut off akan dipengaruhi juga oleh besarnya
biaya yang berkaitan dengan tipe kesalahan. Apabila biaya kesalahan tipe I lebih besar dibandingkan
dengan biaya kesalahan tipe II, maka pemilihan titik cut off akan lebih ditentukan oleh kecilnya
kesalahan tipe I, bukannya kecilnya kesalahan tipe II atau kesalahan total.

Rangkuman pada Tabel 13.6.menyajikan kemampuan prediksi rasio-rasio keuangan, dengan


nilai rata-rata rasio-rasio keuangan tersebut, dan persentase klasifikasi yang benar dengan
menggunakan model diskriminan variabel tunggal. Empat variabel yang menunjukkan perbedaan
antara perusahaan yang bangkrut dengan yang tidak bangkrut secara konsisten adalah:

(1) Tingkat return (rate of return). Perusahaan yang bangkrut mempunyai tingkat return yang lebih
rendah.
(2) Penggunaan Utang. Perusahaan yang bangkrut menggunakan utang yang lebih tinggi.
(3) Perlindungan terhadap biaya tetap (Fixed payment coverage). Perusahaan yang bangkrut
mempunyai perlindungan terhadap biaya tetap yang lebih kecil.
(4) Fluktuasi return saham. Perusahaan yang bangkrut mempunyai rata-rata return yang lebih rendah
dan mempunyai fluktuasi return saham yang lebih tinggi.

Prediksi pada tabel 1.6 hanya berlaku untuk satu tahun sebelum kebangkrutan.Menarik dilihat
prediksi untuk beberapa tahun sebelum kebangkrutan.
Tabel 1.6. Nilai Rata-Rata Variabel Prediksi Kebangkrutan

Karakteristik Keuangan Rata-Rata Rata-rata F-test %Klasifikasi


Bangkrut Tidak Bangkrut Univariate Dengan
Benar

1. Ukuran tingkat keuntungan


a. Aliran Kas/Modal Saham 0,119 0,316 77,18
93,64
b. Laba bersih/Modal Saham -0,59 0,091 230,53
97,06

2. Komposisi Aset Lancar


a. Quick Aset/Total Aset 0,258 0,273 1,18
50,41

3. Posisi Likuiditas
a. Aset Lancar/Utang Lancar 1,860 2,381 0,83
1,23
b. Quick Aset/Utang Lancar 0,838 1,231 2,24
51,92

4. Utang
a. Nilai Pasar Saham/
(Nilai Pasar saham +
Nilai Buku Saham) 0,995 0,999 177,41
88,08
b. Total Utang/Total Aset 0,785 0,476 276,45
86,02

5. Aktivitas
a. Harga Pokok Penj/Persediaan 9,991 10,432 0,11
21,29
b. Piutang Dagang/Penj. 0,188 0,147 3,92
66,43
c. Total Aset/Penjualan 0,836 0,783 0,51
68,52

6. Rasio Beban Tetap


a. Dana dari Operasi/
Total Utang -0,049 0,249 88,92
84,39

7. Tren dan Dispersi


a. Standar deviasi laba
bersih/Modal Saham 3,330 0,179 78,17
97,03
b. Break dalam tren
Laba bersih 2,403 0,610 43,23
80,49

8. Ukuran Perusahaan
a. Total Aset 153,76 769,05 4,11
27,84

9. Return Saham dan


Fluktuasi
a. Return Saham -0,045 0,003 73,46
72,21
b. Varians 0,011 0,004 160,81
86,81

3. PREDIKSI KEBANGKRUTAN: ANALISIS MULTIVARIATE

Salah satu kelemahan model univariate adalah kemungkinan terjadinya konflik antara
variabel-variabel yang dijadikan prediksi. Untuk mengatasi masalah tersebut model multivariate
dikembangkan. Variabel bebas dalam model ini adalah rasio-rasio keuangan yang diperkirakan
mempengaruhi kebangkrutan, sedangkan variabel tidak bebas adalah prediksi kebangkrutan
(Bangkrut dengan nilai 0 dan tidak bangkrut dengan nilai 1) atau probabilitas kebangkrutan (0
sampai 1, inklusif).

Sebagai variabel bebas, idealnya kita mempunyai teori ekonomi yang bisa mendasari masalah
kebangkrutan. Sayangnya tidak tersedia teori yang cukup mendukung prediksi kebangkrutan.
karena itu biasanya kita menggunakan penelitian-penelitian terdahulu atau mencari data-data
yang relevan dalam pemilihan variabel-variabel bebas.

Teknik statistik yang sering digunakana adalah analisis diskriminan untuk


mengklasifikasikan
observasi ke dalam dua kelompok: bangkrut dan tidak bangkrut. Teknik analisis logit atau probit
juga sering digunakan untuk melihat probabilitas suatu kejadian berdasarkan variabel-variabel
tertentu. Analisis nonparametrik juga bisa digunakan.

Dengan menggunakan kasus kebangkrutan perusahaan kereta api, kita akan menggunakan
dua variabel untuk persamaan diskriminan, yaitu variabel rasio BT/P0 (variabel bebas X1) dan
variabel TIE (sebagai variabel X2). Diasumsikan bahwa rasio-rasio yang dipakai berasal dari
populasi dengan distribusi normal dan matriks varians kovarians kedua kelompok tersebut sama.

Persamaan diskriminan linear bisa dituliskan sebagai berikut ini.

Zi = a X1 + b X2

Dengan menggunakan data pada tabel yang sama dengan data Tabel 13.3, diperoleh
persamaan sebagai berikut ini.

Zi = -3,366 X1 + 0,657 X2

Skor Zi yang rendah berarti semakin besar kemungkinan untuk bangkrut. Koefisien negatif
variabel X1 (rasio BT/P0) menandakan adanya hubungan negatif antara variabel tersebut dengan
skor Zi. Semakin tinggi nilai X1, semakin rendah nilai Zi, dan semakin tinggi kemungkinan
kebangkrutan. Nilai koefisien yang positif pada variabel X2 menandakan bahwa semakin tinggi
rasio TIE, semakin tinggi nilai skor Zi, dan semakin kecil kemungkinan kebangkrutan. Misalkan
kita menggunakan data perusahaan kereta api Penn-Central dengan rasio BT/PO=0,485 dan
rasio TIE=0,16, skor Zi bisa dihitung sebagai berikut ini.
Zi = -3,366 × 0,285 + 0,657 × 0,16

= -1,527

Tabel 1.7 berikut ini menyajikan nilai-nilai Zi untuk semua sampel perusahaan.

Tabel 1.7. Prediksi Kebangkrutan dengan Analisis Diskriminan

Perusahaan Skor Zi Status 70


Southern 1,524 TB
Florida East 1,054 TB
Southern Pasific 0,991 TB
Cincinnati 0,989 TB
Illinois Central 0,730 TB
Norfolk 0,637 TB
Central og Georgia 0,247 TB
Penn-Central -1,527 B
Boston and Maine -1,998 B
Ann Arbor -2,663 TB

Tabel di atas memperlihatkan skor Zi untuk perusahaan-perusahaan dalam sampel. Titik


cut-off yang menghasilkan kesalahan (mis-klasifikasi) yang paling kecil adalah skor Zi = 0,640
(yang merupakan titik tengah antara 0,274 dengan -1,527). Titik ini hanya salah mengklasifikasi
satu perusaahn yaitu Ann Arbor.

Persamaan diskriminan yang diperoleh di atas sekarang bisa digunakan untuk memprediksi
kebangkrutan pada tahun 20X5. Uji validitas (uji dengan menggunakan perusahaan di luar sampel)
tersebut bisa dilihat pada Tabel 1.8 berikut ini.

Tabel 1.8. Prediksi Kebangkrutan Pada tahun 20X5

Perusahaan Skor Zi Status Prediksi


20X5 20X5
St. Lois 29,482 TB TB
Atchison 1,844 TB TB
Alabama 1,633 TB TB
Chesapeake 0,719 TB TB
Burlington 0,362 TB TB
Akron, Canton -,071 TB TB
Bangor -,571 TB TB
Reading -1,255 B B
Chicago, Milwaukee -1,294 TB B
Erie -1,434 TB B
Nilai Zi kritis (yang meminimalkan kesalahan klasifikasi) yang digunakan adalah -,640.
Nilai ini mengklasifikasikan dengan benar 8 dari sepuluh perusahaan. Dua perusahaan diprediksi
bangkrut pada tahun 20X5 ternyata tidak mengalami kebangkrutan. Sedangkan Erie mengalami
kebangkrutan pada tahun 20X7.

Variabel-variabel yang dipakai di atas secara eksklusif berasal dari perusahaan, seperti
profitabilitas atau likuiditas. Banyak bukti yang cukup kuat menyatakan bahwa kebangkrutan
tidak hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel intern saja (dari perusahaan), tetapi juga oleh
variabel-variabel eksternal seperti perubahan tingkat bunga, turunnya kondisi perekonomian,
atau perubahan tingkat pengangguran. Dengan bukti semacam itu, analisis multivariate bisa
memasukkan variabel-variabel ekonomi makro untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan.

4. BUKTI-BUKTI INTERNAL

Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa negara. Altman (1983,


1984) melakukan survei model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat, Jepang, Jerman,
Swis, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda, dan Perancis. Salah satu masalah
yang bisa dibahas adaalah apakah ada kesamaan rassio keuangan yang bisa dipakai untuk prediksi
kebangkrutan untuk semua negara, ataukah mempunyai kekhususan. Tabel berikut ini menyajikan
rasio-rasio keuangan komparatif untuk beberapa negara studi. Nilai Zi juga disajikan. Nilai tersebut
dicari dengan persamaan diskriminan sebagai berikut ini.

Zi = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5

Di mana

X1 = (Aktiva lancar – Utang lancar)/Total Aktiva

X2 = Laba yang Ditahan/Total Aset

X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4 = Nilai pasar saham biasa dan preferen/Nilai buku total utang

X5 = Penjualan/Total Aset

Penelitian yang dilakukan oleh Altman untuk perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut
menunjukkan nilai-nilai kelima variabel tersebut sebagai berikut ini.

Perusahaan Bangkrut Perusahaan


Tidak
Bangkrut
X1 -,061 0,414
X2 -,626 0,355
X3 -,318 0,154
X4 0,401 2,477
X5 1,500 1,900
Nilai Zi adalah -,258 untuk perusahaan yang bangkrut dan 4,885 untuk perusahaan yang
tidak bangkrut. Nilai Zi kritis adalah 1,8 Perusahaan dengan nilai Zi di bawah 1,8 mempunyai
probabilitas kebangkrutan yang tinggi.

Masalah lain yang perlu dipertimbangkan adalah banyak perusahaan yang tidak go public,
dan dengan demikian tidak memounyai nilai pasar. Untuk beberapa negara seperti Indonesia,
perusahaan semacam itu merupakan bagian terbesar yang ada. Altman kemudian mengembangkan
model alternatif dengan menggantikan variabel X4 (Nilai pasar saham preferen dan biasa/nilai
buku total utang). Dengan cara demikian model tersebut bisa dipakai baik untuk perusahaan
yang go public maupun yang tidak go public. Persamaan yang diperoleh dengan cara semacam
itu adalah sebagai berikut.

Zi = 0,717 X1 + 0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4 + 0,998 X5

Di mana

X1 = (Aktiva lancar – Utang lancar)/Total Aktiva

X2 = Laba yang Ditahan/Total Aset

X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset

X4 = Nilai buku saham preferen dan saham biasa/Nilai buku total utang

X5 = Penjualan/Total Aset

Model yang baru tersebut mempunyai kemampuan prediksi yang cukup baik juga (94%
benar atau 62 benar dari total sampel 66), sedangkan yang asli (95% benar atau 63 benar dari
66 total sampel).

Titik cut-off yang dilaporkan Altman adalah berikut ini.

Dengan Nilai Pasar Dengan Nilai Buku


Tidak Bangkrut
Jika Zi > 2,99 2,90
Bangkrut
Jika Zi < 1,81 1,20
Daerah Rawan 1,81-2,99 1,20-
2,90
Daerah rawan merupakan kemungkinan munculnya klasifikasi yang salah.

Tabel berikut ini menyajikan perbandingan internasional rasio-rasio keuangan untuk


perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut
Tabel 1.9 Perbandingan Internasional Rasio-rasio Keuangan Untuk Memprediksi

Kebangkrutan

Rasio Keuangan AS (1968) AS(1977) Australia


Kelompok yang bangkrut
X1 -,061 0,150 0,062
X2 -,626 -,406 -,038
X3 -,318 -,005 0,002
X4 0,401 0,611 0,800
X5 1,500 1,310 1,200
Skor Zi rata-rata -,271 1,707 N/A
Kelompok Perusahaan
yang tidak bangkrut
X1 0,414 0,309 0,187
X2 0,355 0,294 0,220
X3 0,153 0,112 0,86
X4 2,477 1,845 3,110
X5 1,900 1,620 NA
Skor Zi rata-rata 4,885 3,787 4,003

Rasio Keuangan Brazil Kanada Jepang


Kelompok yang Bangkrut
X1 -,120 0,100 -,181
X2 0,010 NA -,163
X3 0,050 -,120 -,077
X4 0,350 NA 0,533
X5 0,880 1,480 1,0667
Skor Zi rata-rata 1,24 NA 0,667
Kelompok Perusahaan
yang Tidak Bangkrut
X1 0,230 0,300 0,107
X2 0,240 NA 0,154
X3 0,160 0,040 0,063
X4 1,140 NA 0,878
X5 1,230 2,310 0,988
Skor Zi rata-rata 3,053 NA 2,070
Catatan:

X1 = (Aktiva Lancar – Utang Lancar)/Total Aktiva


X2 = Laba Yang Ditahan/Total Aset
X3 = Laba sebelum Bunga dan Pajak/Total Aset
X4 = Nilai Pasar Saham BIasa dan Preferen/Nilai Buku Total Utang
X5 = Penjualan/Total Aset
Beberapa komentar bisa diajukan dalam kaintannya dengan model kengkrutan semacam
ini.Pertama, sampai sejauh ini sangat sedikit pembicaraan teori yang bisa mengarah penelitian
kebangkrutan, misal dalam pemilihan variable-variabel yang dianggap relevan. Dengan sedikitnya
teori tersebut,prediksi kebangkrutan lebih diarahakan ke pencarian variable-variabel yang di anggap
relevan dengan coba-coba. Pencarian tersebut bisa dilakukan terhadap variable-variabel yang relevan
(misal mulai dengan 30 variabel kemudian dipilih variable-variabel yang paling baik), pencarian
terhadap perusahaan-perusahaan yang akan masuk dalam sampel (misal mulai dengan 100
perusahaan dalam sampel), kemudian dicari sampel yang menghasilkan model yang paling baik,
pencarian terhadap teknik-teknik setimasi (misal teknik diskriminan linear, diskriminan kuadrat, atau
teknik proit dan logit).
Dengan metode pencarian semacam itu, peneliti perlu mempertimbangkan kemungkinan
adanya bias, yaitu model tersebut hanya mempunyai karakteristik yang sesuai dengan sampel
tersebut.Untuk menghindari kemungkinan semacam itu, sampel bisa dibagi ke dalam dua kelompok.
Dengan kelompok pertama, analis mencari model prediksi kebangkrutan, kemudian model tersebut
diuji validitasnya dengan menggunakan kelompok kedua.Variasi yang lain adalah dengan
menggunakan beberapa metode. Dengan periode pertama (misal tahun 1970) analis mencari model
prediksi kebangkrutan, kemudian model tersebut diuji validitasnya dengan periode-periode
berikutnya (misal periode 1971, 1972).
Penelitian menunjukkan bahwa interprestasi prediksi tidak begitu sensitif terhadap perbedaan
model-model statistik yang dipilih. Sebagai contoh suatu peneliti berkesimpulan bahwa untuk suatu
set variable yang tertentu, penggunaan model diskriminan linear, model diskriminan kuadrat, dan
model logit, menghasilkan tingkat akurasi yang hampir sama.
Penelitian masalah prediksi menggunakan data beberapa periode sebelum kebangkrutan,
misalnya satu, dua, tiga, atau empat tahun sebelum kebangkrutan.Tetapi dalam kenyataan analis
tidak pernah tahu kapan bangkrut. Pilihan waktu untuk menyatakan bangkrut akan sangat tergantung
dari beberapa factor seperti kemampuan bank untuk membantu restrukturisasi keuangan,
kebangkrutan perusahaan lain, dan negoisasi dengan pekerja. Sayangnya faktor-faktor tersebut tidak
dibicarakan dalam penelitian.
Sampel yang dipilih selama ini juga membuat sulit untuk menarik kesimpulan terhadap
populasi secara keseluruhan.Sampel yang baik tentunya sampel yang mewakili populasi secara
keseluruhan. Contoh-contoh dalam bab ini menggunakan sampel perusahaan kereta api, sehingga
kemampuan untuk diterapkan di sector dipertanyakan. Tingkat kegagalan untuk beberapa periode
ternyata juga berbeda-beda. Sebagai contoh, persentase kegagalan bisnis adalah sekitar 1,54% pada
tahun 1932, 0,04% pada tahun 1945, dan 1,1% pada tahun 1983. Penelitian biasanya menggunakan
data yang cukup, misal data selama lima tahun. Perusahaan yang berdiri kurang dari lima tahun
dengan demikian tidak bisa masuk dalam sampel, karena kurang data yang tersedia. Padahal
penelitian oleh Dun & Bradstreet menunjukkan bahwa 47% kegagalan bisnis pada tahun 1983 terjadi
pada perusahaan yang berusia kurang dari lima tahun. Lamanya usia bisnis nampaknya berpengaruh
besar terhadap kesuksesan atau kegagalan suatu bisnis.
Pengunaan kelompok pasangan (bangkrut-tidak bangkrut) untuk tiap industri yang ukurannya
besar secara efektif akan menghilangkan pengaruh kedua variable tersebut. Penelitian oleh Dun &
Brudstreet menunjukkan kegagalan bisnis per industry (1983) adalah sebagai berikut
Kegagalan bisnis per 10.000
operasi bisnis
Indutri
Furniture 211
Peralatan Transportasi 180
Tekstil 126
Makanan 93
Kertas 71
Retalil
Oakaian anak dan bayi 227
Barang-barang sports 116
Pakaian Dewasa laki-laki 112
Makanan dan Minuman (Restoran) 65
Departemen Store 34
Meskipun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti dibicarakan di atas, tetapi kalau
penelitian kebangkrutan dinilai dari sumbangannya terhadap pengambilan keputusan akan terasa
bahwa penelitian kebangkrutan memberi sumbangan yang cukup substansial. Karena keputusan akan
lebih baik dengan adanya informasi kebangkrutan ini.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesulitan keuangan bisa digambarkan di antaradua titik ekstrem yaitu kesulitan likuiditas
jangka pendek (yang paling ringan) sampai insolvable (yang paling parah).Kesulitan keuangan
jangka pendek biasanya bersifat sementara, tetapi bisa berkembang menjadi parah.Analisis
kebangkrutan bermanfaat, karena kebangkrutan yang relatif tinggi dihindari atau
diminimisasi.Inidikator kebangkrutan bisa dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi
perusahaan, sampai laporan keuangan perusahaan.Lembaga rating (kalau ada) juga bisa menjadi
sumber informasi kebangkrutan.
Prediksi kebangkrutan bisa dilakukan dengan rasio-rasio keuangan yakni: univariate dan
multivariate. Dengan univariate, rasio-rasio keuangan digunakan untuk memprediksi kebangkrutan
secara terpisah. Pendekatan ini punya kelemahan, anatara lain karena kesimpulan dari rasio yang
lain. Metode multivariate bisa digunakan untuk mengurangi kelemahan tadi.Metode ini memprediksi
kebangkrutan dengan menggunakan rasio-rasio keuangan secara simultan.Contoh metode ini adalah
model diskriminan linear.
Teori-teori kebangkrutan relatif masih kurang dan hal ini membuat penelitian empiris kurang
mempunyai arah.Teori bisa untuk mengarahkan penelitian. Sedikitnya teori tersebut membuat
penelitian empiris kebangkrutan memfokuskan pada pemilihn variabel-variabel yang optimal dari
input variabel yangbanyak, atau memfokuskan pada penelitian-penelitian terdahulu seagai sumber
referensi. Namun demikian teori-teori kebangkrutan bagaimanapun mulai berkembang.
Meskipun ada beberapa masalah teknis yang muncul dalam penelitian kebangkrutan, analisis
kebangkrutan semakin banyak dikemangkan dan hasil-hasil tersebut akan sangat membantu
pengambilan keputusan oleh manajemen.

Anda mungkin juga menyukai