Nailu Fadhilatullaili
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta
Naylufadhila17@gmail.com
A. Pendahuluan
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu usaha sadar dan terencana oleh orang
dewasa kepada yang membutuhkan pengajaran dan bimbingan untuk menuju
kedewasaannya. Seperti yang terdapat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yag diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara.
Pendidikan Naisonal memiliki tujuan yang terdapat disebutkan dalam UU No. 20
Tahun 2003 dalam pasal 3 adalah sebagai berikut “ Pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peerta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Komponen pendidikan salah satunya adalah adanya pendidik dan peserta didik.
Menurut La Susilo (dalam Dwi Siswoyo, 2013: 116) pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggungjawab terhadap perkembangan peserta didik. Adapun peserta didik menurut
Dwi Siswoyo (2013: 85) adalah anggota masyarakat yang masih memerlukan bimbingan
orang lain untuk membantu dia dalam mengembangkan potensi dirinya melalui
pendidikan.
Dalam pendidikan ada beberapa landasan yang menjadi acuan proses pembelajaran,
yaitu landasan filosofis, landasan pedagogis, landasan yuridis, dan landasan psikologis.
Pendidikan selalu erat kaitannya dengan psikologi. Psikologi merupakan suatu
disiplin ilmu yang sangat dibutuhkan oleh dunia pendidikan, baik di instansi formal
maupun non formal. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh guru sebagai
pendidik, pelatih, pendamping, pengajar, dan pengasuh dalam memahami karakteristik
masing-masing anak. Pemahaman aspek psikologis peserta didik oleh pihak guru di
institusi pendidikan memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan anak
sesuai dengan sikap, motivasi, baka, minat, dan kebutuhan peserta didik sehingga proses
pembelajaran menghasilkan tujuan yang dicita-citakan.
Pengetahuan tentang psikologi diperlukan oleh dunia pendidikan karena dunia
pendidikan menghadapi peserta didik yang unik, dilihat dari aspek karakteristik,
motivasi, minat, gaya belajar, kecerdasan, fantasi dan kecerdasan psikologi lainnya.
Keberagaman suatu kelas perlu menjadi perhatian utama bagi guru. Selain
pembelajran bersifat individual, guru perlu juga melakukan pembelajaran secara
berkelompok jika kondisi psikologi anak di kelompok relatif sama.
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru sering menghadapi peserta didik yang
kesulitan memfokuskan pemikirannya pada pelajaran. Gangguan kurangnya konsentrasi
anak sebagai faktor psikologis yang dialami peserta didik di kelas harus diketahui oleh
guru sebagai pengajar dan pendidik di kelas untuk mencegah dan mengatasi kesulitan
belajar yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas.
Selain itu, siswa juga menunjukkan sikap acuh pada pembelajaran yang menunjukkan
ada gangguan psikologis berupa minat dan motivai belajar rendah yang dimiliki oleh
peserta didik. Maka guru harus dapat menerapkan metode, model, strategi, dan
pendekatan yag dapat mwnumbuhkembangkan minat dan motivasi belajar peserta didik.
B. Pembahasan
1. Landasan Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan merupakan cabang dari psikologi. Secara harfiah, psikologi
berasal dari kata “psyche” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Psikologi
mengandung arti Landasan psikologi merupakan dasar-dasar pemahaman dan pengkajian
sesuatu dari sudur karakteristik dan perilaku manusia, khususnya manusia sebagai
individu. Landasan psikologi pendidikan lebih fokus pada interaksi pendidikan yaitu
interaksi antara siswa dengan guru, yang berlangsung dalam suatu lingkungan.
Ruang lingkup psikologi pendidikan mengenai interaksi guru dengan siswanya.
Seperti yang dikemukakan oleh Soerjabrata (1974: 6-13) ruang lingkup kajian psikologi
pendidikan yaitu tentang siswa yang berada dalam situasi pendidikan dalam peninjauan
statis dan dinamins serta kajian hal-hal lain yang erat kaitannya dengan situasi dan proses
pendidikan di kelas.
Dalam peninjauan statis, kajian psikologi tentang siswa dalam pendidikan mengenai
gejala-gejala jiwa atau aktivitas dan tingkah laku yang umumnya terdapat pada manusia
lainnya, yaitu perhatian, pengamatan, tanggapan, ingatan, fantasi, berfikir, sikap, minat,
motivasi, intelegensi, dan sebagainya. Selain itu juga tentang perbedaan-perbedaan antar
individu baik kepribadian, intelegensi, bakat, minat, dan sebagainya. Sedangkan dalam
peninjauan dinamis, mencakup kajian psikologi tentang individu siswa dalam pendidikan,
yakni perubahan tingkah laku dan cara-cara penilaiannya dalam pendidikan yang
mencakup: (1) perubahan perilaku karena pertumbuhan dan perkembangan, (2)
perubahan perilaku karena belajar merupakan faktor terpenting dalam proses pendidikan
dan pembelajaran, (3) cara-cara mengukur atau mengevaluasi pencapaian karena
perubahan-perubahan tersebut, khususnya karena belajar (La Sulo, 1990: 16)
Selain itu, kajian psikologi pendidikan tentang bimbingan dan konseling,
penyimpangan psikis (jiwa), sosial, dan fisik, dan kajian mengenai implikasi pendidikan
tidak hanya terbatas pada sistem persekolahan namun juga di luar sistem persekolahan.
Dengan kata lain, psikologi pendidikan mencakup semua penerapan prinsip-prinsip
psikologis dalam proses pendidikan dan pembelajaran peserta didik di kelas di berbagai
institusi pendidikan, baik di lembaga pendidikan formal, informal, dan nonformal.
Guru sebagai orang pertama yang terlibat langsung dalam interaksi pendidikan
dengan siswa, lalu yang kedua dalam interaksi ini. Berbagai bentuk aktivitas mendidik,
mengajar, melatih, dan membimbing yang dilakukan guru, tuntutan kemampuan
profesional serta latar belakang sosial pribadi dari guru menjadi bahan studi selanjutnya
dalam landasan psikologi pendidikan. Ketiga lingkungan pendidikan, yaitu sekolah
terlibat langsung dalam interaksi pendidikan, keluarga yang mempunyai pengaruh
penting terhadap perkembangan siswa, dan masyarakat yang walaupun tidak secara
langsung dalam interaksi belajar-mengajar di sekolah tetapi mempunyai peranan yang
cukup besar, dan juga menjadi bahan kajian yang cukup penting dalam landasan
psikologis pendidikan.
Agar suatu hubungan berjalan baik, maka harus ada komunikais yang baik. Demikian
juga hubungan antara guru dan siswa. Hal ini diperkuat dengan pendapat Slameto (1988:
68) menyatakan agar proses pembelajaran di kelas dapat maksimal dan optimal, maka
hubungan antara guru dan peserta didik dan hubungan peserta didik dengan sesama
peserta didik yang lain harus timbal balik dan komunikatif satu sama lain.
Guru yang kurang komunikatif dan edukatif dalam berinteraksi dengan siswanya,
akan menyebabkan proses pembelajaran di kelas berjalan tidak optimal dan maksimum.
Selain itu, siswa akan menjauhkan diri dari guru sehingga siswa tersebut tidak dapat aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, para calon guru dan para
guru yang telah mengajar harus menguasai pengetahuan tentang didaktik dan metodik
pembelajaran, misalnya mengetahui dan mengaplikasikan strategi pembelajaran,
interaksi dan motivasi belajar mengajar, dan berbagai pendekatan dalam proses beajar
mengajar.
4. Gaya Belajar
Gaya belajar merupakan cara termudah bagi seseorang uuntuk menyerap, menerima,
mengatur, dan mengolah informasi yang diterima. Menurut Brown (2000) gaya belajar
merupakan cara menerima informasi seseorang dan memproses informasi tersebut dalam
proses pembelajaran.
Ada tiga gaya belajar, yaitu auditori, visual, dan kinestetik.
a. Auditori
Peserta didik auditori lebih mudah menerima materi dengan mendengarkan, lebih
senang berdiskusi daripada bahan bacaan, lebih senang mendengarkan guru, cerita, dan
lagu-lagu, dan mereka menikmati variasi, seperti refleksi suara dan intonasi.
Pembelajaran di kelas yang dapat mengakomodasi peserta didik yang auditori yaitu
dengan metode ceramah, diskusi, dan tanya jawab.
b. Visual
Peserta didik visual belajar dari apa yang dia lihat dan mereka baca. Mereka
menyukai ilustrasi gambar dan diagram-diagram. Grafis yang terorganisir adalah alat
yang berguna untuk membangun makna visual.
Pembelajaran di kelas yang dapat mengakomodasi peserta didik yang visual yaitu
dengan menggunakan metode membaca suatu teks lalu membuat kalimat atau membuat
dialog percakapan.
c. Kinestetik
Peserta didik kinestetik belajar dengan menggunakan gerak, keterlibatan secara fisik
dalam melakukan aktivitas pembelajaran yang bermakna dan relevan dalam kehidupan
manusia.
Pembelajaran di kelas yang dapat mengakomodasi peserta didik yang kinestetik yaitu
dengan menggunakan metode eksperimen, atau anak disuruh maju unutk mempraktikkan
dialog percakapan.
5. Jenis-Jenis Gejala Jiwa Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Guru dan Calon Guru
a. Perhatian Peserta Didik
Perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas diartikan sebagai
pemusatan tenaga jiwa yang tertuju pada sajian materi yang dijelaskan oleh guru pada
saat proses pembelajaran. Seorang siswa dianggap dianggap memiliki perhatian belajar
terhdap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru di kelas, jika peserta didik
memfokuskan pandangannya ke depan untuk memperhatikan materi yang sedang
disajikan oleh guru dengan memusatkan kesadaran da daya jiwanya untuk mengetahui
dan memahami materi pelajaran tersebut.
Perhatian belajar yang dimiliki oleh peserta didik dan manusia pada umumnya dibagi
atas beberapa macam, yaitu perhatian insentif dan tidak insentif, perhatian sponta ndan
sekehendak, perhatian terpencar, perhatian terpusat, dan perhatian campuran. (Manrihu,
1989: 18-19).
Perhatian belajar peserta didik yang intensif,yaitu perhatian yang mendalam yang
dimiliki peserta didik pada saat melakukan aktivitas belajar. Peserta didik yang selalu
memiliki perhatian yangintensif akan lebihmudah mengetahui, memahami, dan
menguasai materi pelajaran yang dijelaskan oleh guru di kelas. Sedangkan perhatian tidak
intensif yaitu perhatian beljaar yang tidak mendalam dalam diri peserta didik.
Perhatian spontan adalah perhatian yang bersifat tiba-tiba ketika ada rangsangan.
Misalnya, ketika siswa sedang memusatkan perhatian ke depan tiba-tiba diluar kelas
terjadi keributan, secara spontan perhatian siswa beralih menuju sumber keributan.
Sedangkan perhatian belajar sekehendak (dipaksakan) adalah perhatian yang sengaja
ditimbulkan dalam diri peserta didik, contohnya meskipu cuaca di siang hari sangat panas
namun peserta didik tetap memusatkan perhatiannya pada materi yang sedang dijelaskan
oleh guru.
Perhatian terpusat/konsetratif adalah perhatian belajar yang dimiliki oleh peserta
didik yan terfokus kepada objek yang dipelajari. Perhatian distributif adalah perhatian
belajar yang menyebar yang dimiliki oleh peserta didik. Perhatian campuran adalah
perhatian belajar gabungan terpusat pada objek dan menyebar pada beberapa objek
belajar.
Guru sebagai pendidik dan pengajar di kelas harus memperhatikan berbagai faktor
yang mempengarhi perhatian belajar peserta didik. Dengan memperhatikan faktor
perhatian peserta didik sehingga guru dapat menumbuhkembangkan perhatian belajar
peserta didik di kelas sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam mengikuti
pembelajaran di kelas. Jika peserta didik telah tertarik pada pembelajara, maka dia akan
mudah mengetahui, memahami, dan menguasai materi pelajaran di kelas.
Selain itu, guru pun harus dapat mengelola kelas dan prose pembelajaran di kelas
yang dapat menarik perhatian belajar siswa. Usaha yang dapat dilakukan guru dengan
menggunakan berbagai metode, strategi, dan pendekatan proses belajar mengajar. Agar
siswa dapat belajar dengan baik, maka guur harus membuat proses pembelajaran menjadi
menarik, dan menarik belajar serta meningkatkan motivasi belajar siswa dalam
mempelajari materi pelajaran di kelas.
b. Motivasi Belajar
Motivasi merupakan pengggerak dalam diri seseorang untuk melakukan suatu
aktivitas. Sesuai dengan pernyataan Sardiman (1990: 73) motivasi adlaah suatu daya
penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Diperkuat dengan
pendapat Abdul Majid (dalam Ali. 2012: 267) motivasi adalah kekuatan yang menjadi
pendorong kegiatan individu untuk mencapai tujuan. Dengan motivasi tersebut, siswa
akan mencapai tujuan yang berupa ketuntasan belajar.
Motivasi belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan
dengan proses pembelajaran di kelas. Sikap dan perilaku guru dalam mengajar, sikap guru
terhadap peserta didik, sikap guru terhadap peserta diidk yang berbeda jenis kelamin,
sikap guru terhadap peserta didik dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, dan
sikap peserta didik terhadap prestasi belajar siswa mempengaruhi motivasi belajar siswa.
(Prayitno, 1989).
Guru dalam mengelola proses pembelajajaran di kelas harus dapat memberikan
kepuasan belajar peserta didik untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Semua
siswa akan termotivasii secara intrinsik, jika semua siswa memiliki kepuasan dalam
menghadapi permasalahan di lingkungan belajar. Jika semua peserta didik memiliki
kepuasan belajar, maka iaakan termotivasi untuk berprestasi, lalu ia akan berusaha
mengarahkan perilaku ke arah yang positif.
c. Pikiran Peserta Didik
Kemampuan berpikir setiap orang termasuk peserta didik dan guru berbeda.
Kemampuan berpikir seseorang disebabkan oleh faktor intelegensi, tingkat pengetahuan,
tingkat pengalaman, tingkat pendidikan, dan berbagai faktor yang lain yang berpengaruh
pada kemampuan berpikir individu.
Berpikir sebagai aktivitas mental yang memiliki tiga fungsi,yaitu (1) membentuk
pengertian, (2) pembentukan pendapat, dan (3) pembentukan kesimpulan.
Dengan adanya pendidikan, diharapkan siswa dapat berpikir dengan jernih dan
cerdas. Dengan bantun guru, siswa mengembangkan kemampuan berpikirnya. Guru
memberikan soal-soal yang membuat anak berpikir, terlebih jika siswa diberikan soal
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, maka akan membantu anak memecahkan
masalah kesehariannya.
d. Perasaan Peserta Didik
Perasaan ialah gejala sikis yang bersifat subjektif yang umumnya berhubungan denga
fungsi mengenal dan dialami dalam kualitas senang dan tidak senang dalam berbagai
taraf. Perasaan terdiri dari berbagai jens, yaitu perasaan jasmaniyah berupa sedap, manis,
dsb, dan perasaan vitl yaitu perasaaan yang berhubunga dengan keadaan jasmani seperti
lelah, letih, segar. (La Sulo, 1990: 30)
Dengan memahami perasaan peserta didik sebagai gejala mental siswa, seorang guru
akan menghindari berbagai sikap dan tutur kata yang dapat membunuh kreativitas peserta
didik di kelas. Sebaliknya, peserta didik tidak boleh membunuh kreativitas guru di kelas.
e. Minat Belajar Peserta Didik
Minat seara umum diartikan sebagai rasa tertarik yang ditunjukkan oleh individu
terhadap suatu objek, baik benda hidup maupun tidak hidup. Sedangkan minat belajar
dapat diartikan sebagai rasa tertarik peserta didik yang ditunjukkan dengan melakukan
aktivitas belajar, baik di rumah maupun di sekolah.
Minat belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya objek
belajarm metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru, sikap
dan perilaku guru, media pembelajaran, fasilitas pembelajaran, lingkungan belajar, suara
guru, dll. Semua hal ini harus diperhatikan guru unutk menumbuhkembangkan minat
siswa untuk belajar.
f. Bakat Peserta Didik
Bakat diartikan sebagai potensi bawaan yang dibawa seseorang sejak ia dilahirkan
dan perkembangannya dipengaruih oleh lingkungan. Bakat yang dibawa seseorang sejak
ia dilahirkan belum berkembang, sehingga perludiaktualisasikan melalui bantuan proses
pendidikan di sekolah. Para guru di sekolah perlu mengetahui secara dini tentang bakat
yang dimiliki oleh peserta didiknya sebgai acuan dalam memberikan poses pembelajran
yang menunjang bakat anak.
Beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui bakat pada diri peserta didik
ialah dengan melakukan tes bakat pada anak didik dan mengobservasi kemampuan dan
keterampilan menonjol yang dierlihatkan anak melalui aktivitas naak di rumah, di
sekolah, dan di masyarakat. Contohnya, ada peserta didik yang dimana-mana menyanyi
dan mengerti lagu,ini suatu pertanda bahwa anak pintar dalam hal musik sehingga guru
merekomdasikan dia untuk mengembangkan bakat menyanyinya dengan mengikuti les
menyanyi.
g. Multiple Intelegencies
Intelegensi secara sederhana diartikan sebagai “kecerdasan”. Intelegensi pada hakikatnya
adalah kemampuan manusia untuk berpikir. Kemampuan berpikir manusia itu berbeda-
beda, yaitu ada yang berpkir tinggi, sedang, dan rendah. Penting bagi kita untuk
mengetahui kecerdasan manusia yang bervariasi. Jika kita menyadari, maka kita akan
memiliki kesempatan unutk dapat berpikir secara tepat. Menurut Howard Gardner
(Gardner, 2006) ada 8 jenis kecerdasan manusia, yaitu:
a) Kecerdasan Logis Matematis
Kemampuan menggunakan angka, penalaran, sebab-akibat, dan hubungan logis suatu
peristiwa. Dimiliki oleh ahli matematika, bankis, dsb.
b) Kecerdasan Bahasa
Kemampuan menggunakan kata baik itu verbal maupun tulisan, termaasuk keahlian
berbahasa. Dimiliki oleh orator, penulis, penyiar, dll.
c) Kecerdasan musikal
Kecerdasan meliputi kepekaan irama, melodi, ataupun warna suara. Dimiliki oleh
penyanyi, komposer, dll
d) Kecerdasan Spasial Visual
Kemampuan untuk mempersepsi dan mentransformasikan dunia spasial-visual, berupa
kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan hubungan yang terjadi didalamya.
Dimiliki oleh sutradara, desainer, seniman, dll.
e) KecerdasanKinestetik
Kemampuan fisik berupa kecepatan, kelenturan, kekuatan, dll. Dimiliki oleh atlet, penari,
dsb.
f) Kecerdasan Interpersonal
Kepekaan terhadap ekspresi wajah, suara, gerak-isyarat, serta kemampuan membedakan
aneka tanda interpersonal dan menanggapinya secara efektif. Dimiliki oleh psikolog,
pekerja sosial, dll
g) Kecerdasan Intrapersonal
Kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertindak sesuai pemahaman tersebut
termasuk kecerdasan untuk menghargai diri sendiri. Dimiliki oleh psikolog, spiritualis,
penulis, dll
h) Kecerdasan Naturalis
Kemampuan untuk mengenali benda-benda fisik dan fenomena alam. Dimiliki oleh ahli
biologi, pecinta alam, aktivis lingkungan, pendaki gunung, dll.
h. Fantasi Peserta Didik
Fantasi adalah kesanggupan manusia untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru
dengan pertolongan tanggapan-tanggapan yang sudah ada dan tanggapan baru itu tidak
harus sesuai dengan benda-benda yang ada (Marinhu, 1989: 24). Dengan tanggapan
seseorang bisa menemukan sesuatu yang baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia
seperti mobil bisa terbang dan berenang, dan sebagainya.
Berfantasi secara positif dibutuhkan oleh peserta didik, sebab melalui proses fantasi
dalam aktivitas pembelajaran, peserta didik dapat diilhami oleh berbagai gagasan atau
ide-ide baru yang bermanfaat bagi peserta didik itu sendiri dan masyarakat. Telah banyak
peserta didik yang juara dalam melakukan lomba kara ilmiah dan loba karya inovatif
produktif karena hasil dari proses fantasi yang positif. Namun banyak pula peserta didik
yang menjadi korban fantasi yang tidak mendidik. Disinilah peranan guru, orangtua, dan
masyarakat dalam membantu, membimbing, melatih, dan mengarahkan serta
menyalurkan proses fantasi anak ke arah yang positif agar bermanfaat bagi diirnya,
sekolahnya, keluarganya, dan masyarakat.
i. Ingatan Peserta Didik
Ingatan biasanya diddefinisikan sebagai kecakapan untuk menerima, menyimpan, dan
memproduksi kesan-kesan. Ingatan yang baik memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu cepat
atau mudah mencamkan, setia, teguh, luas dalam menyimpan, dan siap untuk
memproduksi kesan-kesan yang dicamkan tanpa perubahan (La Sulo, 1990: 25)
pada peserta didik, proses mencamkan berbeda-beda antara peserta didik satu dengan
yang lain. Peserta didik yang berintelegensi tinggi, berpengetahuan, dan berpengalaman
dalam melakukan aktivitas belajar cenderung memiliki kemampuan reproduksi yang
cepat. Selain itu, proses reproduksi (mengingat kembali) juga dipengaruhi oleh faktor
kemampuan mencamkan dan menyimpan pesan atau materi pelajaran yang telah
dipelajari oleh peserta didik.
C. Kesimpulan
Menjadi seorang guru sekolah dasar bukanlah hal yang mudah, ia harus memiliki
kompetensi yang mumpuni agar bisa mengajar sekaligus mendidik menjadi anak yang
berkembang potensi dan bakat yang terdapat dalam diri peserta didik. Dengan
mempelajari psikologi pendidikan, guru mempunyai gambaran mengenai karakteristik
peserta didik, sehingga guru dapat membuat rancangan pmbelajaran yang sesuai, dan
dapat mengakomodasi semua kecerdasan yang terdapat dalam kelas tersebut.
D. Daftar Pustaka
Ahmad, R. (2010). Memaknai Dan Mengembangkan Keberagaman Peserta Didik Melalui
Pendidikan Inklusif. Pedagogi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 10(2), 70-75.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/view/2243
Felder, R. M., & Brent, R. (2005). Understanding student differences. Journal of engineering
education, 94(1), 57-72. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/j.2168-
9830.2005.tb00829.x/full
Gilakjani, A. P. (2011). Visual, auditory, kinaesthetic learning styles and their impacts on English
language teaching. Journal of Studies in Education, 2(1), 104-113.
http://www.macrothink.org/journal/index.php/jse/article/view/1007
Idris, W. (2016). Interaksi Antara Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Pandangan Islam. Jurnal
Studi Islam: Pancawahana, 11(2).
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/pwahana/article/view/2719
Rahman, F. A., Scaife, J., Yahya, N. A., & Jalil, H. A. (2010). Knowledge of Diverse Learners:
Implications for the Practice of Teaching. Online Submission, 3(2), 83-96
https://eric.ed.gov/?id=ED522935
Ramli, M. (2015). Hakikat Pendidik Dan Peserta Didik. Tarbiyah Islamiyah, 5(1), 61-85.
https://scholar.google.co.id/citations?user=_89QPFgAAAAJ&hl=id&oi=sra
Syaodih, Nana. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya