Anda di halaman 1dari 35

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) PADA ANAK


A90: Dengue fever
A91: Dengue Haemorrhagic fever
C.57.9: Shock unspecified (Dengue Shock Syndrome- DHF grade III and IV)
DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
Dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak
1. Pengertian 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok;
(Definisi) disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan
peningkatan hematokrit 20% atau lebih, dari harga normal
 Demam merupakan tanda utama terjadi mendadak tinggi
selama 2-7 hari
 Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
 Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot,
2. Anamnesis
dan nyeri perut
 Diare kadang-kadang dapat ditemukan
 Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit
dan mimisan
3. Pemeriksaan  Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial
Fisik flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri dibawah
lengkung iga kanan. Gejala penyerta tersebut lebih
mencolok pada DD daripada DBD
 Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih
sering ditemukan pada DBD
 Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan
perembesan plasma , hipovolemia dan syok
 Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke
dalam rongga pleura dan rongga peritoneal selama 24-48
jam
 Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan
penyakit. Pada saat ini suhu turun, yang dapat merupakan
awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD
berat merupakan tanda awal syok
 Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena
ataupun hematuria

Tanda-tanda syok
 Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
 Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
 Tekanan darah turun tekanan nadi < 10 mmHg
 Akral dingin, capillary refil menurun
 Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi akan terjadi
komplikasi berupa asidosis metabolik dan perdarahan hebat

4. Kriteria
Diagnosis

5. Diagnosis
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kerja
 Demam Tifoid
6. Diagnosis  Campak
Banding  Demam Cikungunya
 Purpura Trombositopeni Idiopatik (PTI)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang - NS 1
- Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung
jenis, hematokrit, trombosit. Pada apusan darah perifer
juga dapat dinilai limfosit plasma biru, peningkatan
15% menunjang diagnosis DBD
- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat
fase akut dan fase konvalensens
 Infeksi primer, serum akut <1:20 serum
konvalensens naik 4x atau lebih namun tidak
melebihi 1:1280
 Infeksi sekunder, serum akut <1:20 serum
konvalensens 1:2560; atau serum akut 1:20,
konvalensens naik 4x atau lebih
 Persangkaan infeksi sekunder yang baru
terjadi : serum akut 1:1280, konvalensens yang
lebih besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai
indikasi klinis)
 Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi
(I) dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun
perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis pada perembesan plasma 20-40% ,
(2) pemantauan klinis sebagaia pedoman
pemberian cairan
 Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah
paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks
kanan lebih radio opak dibandingkan kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kanan dan efusi pleura
 USG : efusi pleura, ascites, kelainan
(Penebalan ) dinding vesica felea dan fesica
urinaria
8. Tatalaksana
9. Edukasi  Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah
(Hospital Health memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya
Promotion) tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga
pasien dapat mengerti bahwa tidak ada
obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi
hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan
alamiah penyakit.
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan bergizi.

Demam dengue dan Demam berdarah dengue grade I dan II:


10. Prognosis dubius ad bonam
Demam berdarah dengue grade III dan IV : dubius ad malam
11.Tingkat
IV
Evidens
12. Tingkat
C
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis SMF Anak
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan baik
 Tampak perbaikan secara klinis
14.Indikator
 Hematokrit stabil
Medis
 Tiga hari setelah syok teratasi
 Jumlah trombosit >50.000/ul
 Lama hari rawat : 3-7 hari
1. Dengue Hemmorhagic fever. Diagnosis, treatment,
prevention and control, edisi ke 2. Geneva,WHO, 1997.
2. WHO. Comprehensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Hemmorhagic fever.
Revised and expanded edition. Geneva,WHO, 2011.
3. Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam berdarah Dengue:
Naskah lengkap pelatihan bagi pelatih dokter spesialis anak
& dokter penyakit dalam, dalam tata laksana DBD. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, 1999.
4. Departemen Kesehatan. Pedoman Tatalaksana Klinis
Infeksi Dengue Sarana Pelayanan Kesehatan. 2005.
5. Satari HI. Petunjuk Praktis Terapi Cairan Demam Berdarah
Dengue. Dalam: Gunardi H, Tehuteru E, Setyanto DB,
Advani N, Kurniati N, Wulandari HF, dkk, editors. Bunga
Rampai Tips Pediatrik. Edisi pertama. Jakarta: Balai
Penerbit IDAI; 2008. h.135-47.
15. Kepustakaan 6. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRH, Satari HI.
Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi kedua. Jakarta:
Balai Penerbit IDAI; 2008. h.155-82.
7. Halstead SB. Dengue and Dengue Hemorragic Fever.
Dalam: Feigin RD, Cherrys JD, Demmler-Harrison GJ,
Kaplan SL, editors. Textbook of Pediatric Infectious
Diseases. Edisi ke enam. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2009. h. 2347-56.
8. Basuki PS. Dengue 2010: Apa Yang Baru?. Dalam:
Workshop dan Simposium Penatalaksanaan Mutakhir
Kasus Demam pada Anak. Jember: IDAI Jatim KOM
Jember; 2010. h.80-110.
9. Soegijanto S. Patogenesa Infeksi Virus Dengue ”Recent
Update”. Dalam: Applied Management of Dengue Viral
Infection in Children, 6-7 Nopember 2010. Kediri: IDAI
Jatim Komisariat Jatim IV; 2010. h.11-45.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PNEUMONIA PADA ANAK


J18.9: Pneumonia
1. Pengertian Pneumonia adalah inflamasi akut parenkim paru yang meliputi
(Definisi) alveolus dan jaringan interstitial.
 Didahului oleh infeksi respiratori atas akut berupa common
cold (rinofaringitis) dengan gejala batuk pilek disertai
demam
 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif
dengan dahak purulen bahkan dapat berdarah bila batuknya
hebat.
2. Anamnesis
 Beberapa hari kemudian pasien menglami sesak napas
 Pasien tampak lemah, dan nafsu makan berkurang
 Bila terjadi berulang kemungkinan pasien mengalami
keadaan imuno-kompromais, terdapat kelainan anatomi,
atau pasien dengan penyakit kronik seperti asma atau
penyakit jantung bawaan.
 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan &minum
 Tanda-tanda vital: suhu di atas normal, frekuensi napas
meningkat (takipnea) dan takikardi
 Batuk, ronkhi basah halus dan kasar
 Dapat dijumpai penurunan suara napas
3. Pemeriksaan
 Gejala distres napas terutama pada fase inspirasi
Fisik
(inspiratory effort), dengan retraksi subkostal
 Pada keadaan yang berat dapat dijumpai sianosis
 Pada balita mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia
yang klasik. gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen.
Pada bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan
hipopnea, atau ditemukan head nodding / head bobbing.
4. Kriteria
Sesuai klinis dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
5.Diagnosis Kerja Demam Berdarah Dengue (DBD)
 Bronkiolitis
 Pneumonia aspirasi
6. Diagnosis  Asma Bronkiale
Banding  Tuberkulosis
 Asidosis metabolik
 Aspirasi benda asing
7. Pemeriksaan Saturasi oksigen.
Penunjang  Hipoksemia suatu conditio sin qua non pada pneumonia
dapat diperiksa secara mudah menggunakan pulse
oxymetri. Alat yang sederhana dan tidak mahal ini
bermanfaat untuk penilaian awal dan juga dalam
pemantauan pasien selama perawatan.
 Jika tersedia fasilitasnya, pemeriksaan analisis gas darah
memberikan informasi yang lebih akurat, walau hanya
informasi sewaktu.
Radiologi toraks
 Tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
 Tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
pneumonia ringan tanpa komplikasi
 Direkomendasikan pada pasien pneumonia yang dirawat
inap atau bila tanda klinis yang ditemukan
membingungkan .
 Pneumonia karena Staphylococcus auerus dicurigai bila
dijumpai gambaran pneumatocele, empyema, atau
terbentuknya abses.
 Pemeriksaan radiologi follow up hanya dilakukan bila
didapatkan adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya
komplikasi, pneumonia berat, curiga pneumonia S
aureus, gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak
respons terhadap antibiotik

Pemeriksaan Laboratorium.
 Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotic
 Pemeriksaan prokalsitonin darah
 Pemeriksaan pewarnaan Gram dan biakan sputum dengan
kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata kelola
anak dengan pneumonia yang berat.
 Biakan darah dan pewarnaan Gram tidak
direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan
kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai
menderita pneumonia bakterial.
 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan
untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa biakan
virus jika fasilitas tersedia
 Jika ada efusi pleura tata laksana sesuai PNPK efusi
pleura
 Pemeriksaan uji tuberkulin perlu dilakukan pada anak
yang dirawat karena pneumonia, apalagi bila ada riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa.
8. Tatalaksana Umum
 Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan
kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dipantau
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan pemantauan
balans cairan ketat
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
 Bila pasien mengalami gangguan airway clearance,
nebulisasi dengan β2- agonis dan/atau NaCl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
 Fisioterapi dada hanya dilakukan bila terdapat atelektasis
dan sekret jalan napas yang berlebihan
Pemberian Antibiotik
 Semua anak dengan diagnosis klinis pneumonia yang jelas
perlu diberi antibiotik karena pneumonia bakterial tidak
dapat dibedakan dengan pneumonia viral.
 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik
oral pada anak balita karena efektif melawan sebagian
besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, klaritromisin, dan
azitromisin
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih
tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai
pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun
 Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, kloksasilin
merupakan obat pilihan, dapat juga diberikan makrolid
atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia
yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena
muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat atau
sangat berat
 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena
 Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
 Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin. Bila tidak
membaik dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
 > 2 bulan: lini pertama Ampisilin + kloramfenikol. Lini
kedua Seftriakson atau cefotaksim. Bila tidak membaik
dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
 >5 tahun: Makrolid. Bila tidak membaik dalam 48 jam,
ditambahkan ampisilin + kloramfenikol
 Pada pneumonia sangat berat: pilihan pertama seftriakson
atau sefotaksim
 Bila hasil biakan darah positif, atibiotika disesuaikan
dengan hasil biakan darah tersebut
 Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti
preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama
dengan antibiotik intravena sebelumnya.
 Untuk durasi pemberian antibiotik tidak ada data
penunjang yang jelas. Untuk pneumonia tanpa komplikasi
pemberian selama 5 hari mencukupi. Untuk pneumonia
stafilokok pemberian antibiotik hingga 14-21 hari.
Pneumonia karena mikoplasma perlu pemberian makrolid
hingga 10 hari.
Nutrisi
 Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat
diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat
terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.
9. Edukasi  Penjelasan tentang penyakit yang dialami
 Penjelasan tentang rencana pemeriksaan diagnostik
(Hospital Health
 Penjelasan tentang rencana pengobatan
Promotion)
 Penjelasan tentang etika batuk dan higiene personal
Ad vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11.Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis SMF Anak
Kriteria pulang
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat
14.Indikator diteruskan di rumah (per oral)
Medis  Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi
dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
lanjutan di rumah
 Lama hari rawat : 5 hari
15. Kepustakaan  Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of
childhood pneumonia in the tropics. Annal of Trop Med
Par. 2000;94:197-207.
 British Thoracic Society guidelines for the management of
community acquired pneumonia in children: update 2011.
Thorax 2011;66:ii1eii23. doi:10.1136/thoraxjnl-2011-
200598.
 Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D,
Setiowati I, Ahmad TH, et al. Nasopharyngeal bacterial
carriage and antimicrobial resistance in under five children
with community acquired pneumonia. Paediatr Indones.
2001;41:292-5.
 McIntosh K. Review article: community acquired
pneumonia in children. N Engl J Med. 2002;346:429-37.
 Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H.
Diagnostic value of tachypnea in pneumonia defined
radiologically. Arch Dis Child. 2000:82:41-5.
 Swingler GH and Zwarenstein M. Chest radiograph in
acute respiratory infections in children. The Cochrane
Library. 2002 Issue 2.
 Zar HJ, Jeena P, Argent A, Gie R, Madhi SA. Diagnosis
and management of community-acquired pneumonia in
childhood – South African Thoracic Society guidelines.
South Afr J Epidemiol Infect 2009;24(1):25-36

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEMAM TIFOID PADA ANAK


A 01. 0-4: Demam Tifoid
1. Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit endemis di Indonesia yang
(Definisi) disebabkan oleh infeksi sistemik Salmonella typhi.
 Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu
tertinggi pada akhir minggu pertama, minggu kedua
demam terus menerus tinggi
 Anak sering mengigau (delirium), malaise, letargi,
2. Anamnesis
anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau kontipasi,
muntah, perut kembung
 Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan
kesadaran , kejang dan ikterus
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan
komplikasi. Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar
3. Pemeriksaan anak mempunyai lidah tifoid yaitu bagian tengah kotor dan
Fisik bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih
sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
4. Kriteria
Anamnesis, pemeriksaan pisik dan pemeriksaan penunjang
Diagnosis
5.Diagnosis Kerja Demam Tifoid
 Stadium dini : gastroenteritis, bronkitis, bronkopneumonia,
6. Diagnosis
tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, shigelosis, malaria.
Banding
 Kasus berat : sepsis, leukemia, limfoma
Darah tepi perifer:
- Anemia, pada umumnya terjadi
karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus
- Leukopenia, namun jarang kurang
dari 3000/ul
- Limfositosis relative
- Trombositopenia terutama pada
demam tifoid berat

Pemeriksaan serologi :
- Serologi widal: kenaikan titer S.Typhi
titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase
7. Pemeriksaan
konvalensens
Penunjang
- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)

Pemeriksaan radiologic :
- Foto toraks apabila diduga terjadi
komplikasi pneumonia
- Foto abdomen apabila diduga terjadi
komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau
perdarahan saluran cerna
- Pada perforasi usus Nampak:
 Distribusi udara tak merata
 Airfluid level
 Bayangan radiolusen di hepar
 Udara bebas pada abdomen
8. Tatalaksana - Antibiotik
 Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari ,
oral atau IV dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
 Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari oral atau intravena
selama 10 hari
 Kotrimaksasol 6 mg/kgbb/hari oral selama 10 hari
 Seftriakson 80 mg.kgbb/hari intravena atau
intramuskular sekali sehari selama 5 hari
 Sefiksim 10 mg/kgbb/hari oral dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari
- Kortikosteroid diberikan pada kasus
berat dengan gangguan kesadaran Deksametason 1-3
mg/kgbb/hari intravena dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik
- Bedah diperlukan pada penyulit
perforasi usus

Suportif
- Demam tifoid ringan dapat dirawat di
rumah
- Tirah baring
- Isolasi memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
9. Edukasi  Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar
(Hospital Health S. typhi maka setiap individu harus memperhatikan
Promotion) kualitas makanan dan minuman yang mereka komsumsi.
10. Prognosis Dubius ad Bonam
11.Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
SMF Anak
Kritis
Kriteria pulang
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat
14. Indikator diteruskan di rumah (per oral)
Medis  Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi
dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
lanjutan di rumah
 Lama hari rawat : 5 hari
15. Kepustakaan  American Academy of Pediatrics. Salmonella
infections. Dalam : Pickering LK, Baker CJ, Long SS,
McMillan JA, penyunting, Red Book: 2006 report of
the committee in infectious diseases, Edisi ke 27 Elk
Grove Village, IL. American Academy of Pediatrics ;
2006, h-579-84
 Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Dalam : Long
SS, Pickering LK, Prober CG, penyunting, Principles
and Practice of Pediatric Infectious Diseases Edisi ke-
2. Philadelphia, PA: Elsevier Science: 2003. H. 830-5.
 Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting, Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelpia:
Saunders; 2004, h 912-9
 Pickering LK dan Cleary TG. Infections of the
gastrointestinal tract. Dalam : Anne AG, Peter JH,
Samuel LK, penyunting. Krugman’s infectious
diseases of children. Edisi ke 11. Philadelphia; 2004, h.
212-3
 Anonim. Demam Tifoid. Dalam: Soedarmo SP, Garna
H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI;2008. h.338-46.
 IDAI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Edisi 1,
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. h.47-50.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DIARE AKUT PADA ANAK

Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1
1. Pengertian minggu. Menurut Riset kesehatan Dasar 2007, diare
(Definisi) merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2%
anak usia 1 – 4 tahun

2. Anamnesis a. Lama berlangsungnya diare, frekuensi diare sehari, warna


feses, adakah lendir atau lendir darah dalam feses
b. Adakah muntah, rasa haus, rewel, anak lemah, kesadaran
menurun, kapan buang air kecil terakhir, demam, sesak
nafas, kejang, perut kembung
c. Jumlah cairan yang masuk selama diare
d. Jenis makanan dan minuman yang dimakan/minum
selama diare
e. Apakah mengkonsumsi makanan minuman yang tidak
biasa
f. Apakah terdapat penderita diare disekitarnya
g. Bagaimana dengan sumber air minum
a. Keadaan umum, tanda vital dan kesadaran :
Tanda Utama :
 Gelisah, rewel, lemah/ letargi/ coma, tampak haus,
turgor kurang atau buruk
Tanda tambahan :
 Mulut bibir lidah kering, mata dan UUB cekung, tak
3. Pemeriksaan
keluar air mata
Fisik b. Nafas cepat dan dalam (nafas Kuszmaull) tanda asidosis
metabolik
c. Kejang karena gangguan keseimbangan elektrolit (hipo
atau hipernatremia), kembung (hipokalemia)
d. Berat Badan
e. Penilaian derajat dehidrasi
a. Diare akut tanpa dehidrasi : Tidak ditemukan tanda utama
maupun tambahan, kehilangan cairan tubuh < 5%BB. KU
baik sadar, UUB tak cekung, mukosa mulut dan bibir
basah, turgor baik atau cukup, bising usus normal, akral
hangat
b. Diare akut dengan dehidrasi ringan /sedang :
4. Kriteria Kehilangan cairan 5-10% BB, terdapat 2 tanda utama
Diagnosis ditambah 2 atau lebih tanda tambahan. KU gelisah atau
cengeng. Turgor kurang, akral masih hangat
c. Diare akut dengan dehidrasi berat : kehilangan cairan
>10% BB, terdapat 2 tanda utama ditambah 2 atau lebih
tanda tambahan. KU letargi atau koma, UUB sangat
cekung, mata sangat cekung, mukosa mulut dan bibir
kering. Turgor sangat kurang akral dingin.
5. Diagnosis Diare akut dengan atau tanpa dehidrasi
Kerja

6. Diagnosis a. Keracunan makanan


b. Disentri basiler
Banding c. Disentri amuba
a. Pemeriksaan feses lengkap
7. Pemeriksaan b. Analisis elektrolit
Penunjang c. Analisis gas darah bila perlu pada dehidrasi berat dengan
asidosis
8. Tatalaksana Terlampir dalam protocol

a. Edukasi hygiene lingkungan : jamban yg bersih, selalu


9. Edukasi memasak makanan dan minuman dan hygiene pribadi :
(Hospital cuci tangan sebelum makan atau memberikan makanan
Health b. Edukasi : ASI tetap diberikan, makanan sapihan,
Promotion) imunisasi rotavirus bila ada dan masih dalam usia < 6
bulan, imunisasi campak
Baik jika tidak dalam dehidrasi berat dan buruk jika terlambat
10. Prognosis mendapat pengobatan di fasilitas kesehatan

11. Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah SMF Anak
Kritis
14. Indikator a. Keluhan berkurang
Medis b. Lama hari rawat : 3 hari
a. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid
1, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
15. Kepustakaan b. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips
Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta 2010 : 64-69

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DEMAM TIFOID PADA DEWASA


Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang
1. Pengertian
disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau
(Definisi)
Salmonella paratyphi.1
a. Prolonged fever (38,8°-40,5°C)
b. Sakit kepala
c. Menggigil
d. Batuk
e. Berkeringat
2. Anamnesis
f. Myalgia
g. Malaise
h. Arthralgia
i. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual,
muntah, diare, konstipasi.
a. Suhu badan meningkat.
b. Bradikardi relative (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti
peningkatan denyut nadi 8x/menit)
c. Lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung
3. Pemeriksaan merah serta tremor)
Fisik d. Hepatomegali
e. Splenomegaly
f. Meteorismus
g. Gangguan mental: somnolen, stupor, koma, delirium atau
psikosis.
4. Kriteria a. Suhu badan meningkat.
Diagnosis b. Gejala gastrointestinal: anoreksia, nyeri abdomen, mual,
muntah, diare, konstipasi.
c. Bradikardi relative
d. Lidah yang berselaput
e. Uji Widal

Kriteria rawat inap5:


a. Pasien dengan muntah persisten
b. Diare hebat hingga muncul tanda dehidrasi
c. Distensi abdomen
5. Diagnosis Kerja Demam Tifoid
a. Demam dengue
6. Diagnosis
b. Malaria
Banding
c. Enteritis bacterial
a. Laboratorium
b. Darah perifer lengkap sering: leukopenia, anemia dan
trombositopenia.
c. Uji Widal: bila kenaikan 4 kali titer antibody O dan H
7. Pemeriksaan pada specimen yang diambil pada jarak 2 minggu
Penunjang d. Kultur darah, feses dan urin
e. Uji TUBEX
f. Typhidot
g. Dipstick
h. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA)
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Diet (pemberian makanan padat dini, menghindari
sementara sayuran yang berserat)
b. Terapi penunjang (simptomatik)
c. Pemberian antimikroba

Pemberian antimikroba pilihan utama:


a. Kloramfenikol 4x500 mg (50-70 mg/KgBB) 14-21 hari
atau sampai dengan 7 hari bebas demam

Alternatif lain:
a. Tiamfenikol 4x500 mg
b. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
8. Tatalaksana c. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama 2
minggu
d. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
e. Sefotaksim 2-3x1 gram, Sefoperazon 2x1 gram
f. Fluorokuinolon
 Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
 Siprofloksasin 2x500 mg/hari (15 mg/KgBB) selama
5-7 hari
 Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB) selama 5-7
hari
 Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
 Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
9. Edukasi a. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
(Hospital Health b. Vaksinasi
Promotion)
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-
20%, sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas
tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan
10. Prognosis dengan malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien usia lanjut atau
pasien debil prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi
komplikasi, maka prognosis semakin buruk. Relaps terjadi
pada 25% kasus.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat
C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis SMF Penyakit Dalam
a. Keluhan berkurang
14. Indikator Medis
b. Lama hari rawat : 3 hari
a. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent
Borne viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th edition. United
States of America. McGrow Hill. 2008
b. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2797-2805.
c. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid fever. N
Engl J Med 2002; 347: 1770-1782
d. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the
15. Kepustakaan
detection on Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56: 694-
698
e. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D,
editors. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di
Bidang ilmu Penyakit Dalam. Indonesia. Interna
Publishing. 2015. P892-898.
f. Background document: The diagnosis, and prevention of
typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and
Response vaccines and Biologicals. World Health
Organization. 2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

APENDISITIS AKUT
1. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu dengan jangka
( Definisi) waktu kurang dari 2 minggu
1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Pemeriksaan 3. Psoas sign (+)
Fisik 4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
5. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut
1. Urolitiasis dekstra
6. Diagnosis 2. UTI dekstra
Banding 3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
7. Pemeriksaan 3. GDS
Penunjang 4. HbsAg
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
8. Tata Laksana:
a. Tindakan 1. Apendektomi perlaparoskopik
Operatif 2. Open appendektomi
Laparoskopik 3. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak
b. Tindakan 4. 3 hari
operatif open
app
c. Terapi
Konservatif
d. Lama
perawatan
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
penunjang
9. Edukasi
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
(Hospital Health
komplikasi
Promotion)
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat
I untuk Tindakan no 1 & no 2
Evidens
12. Tingkat
B
Rekomendasi
13. Penelaah
SMF Bedah Umum
Kritis
1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
14. Indikator
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA
1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat
15. Kepustakaan 2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TUMOR MAMAE

1. Pengertian Benjolan pada payudara yang teraba keras, tidak berbatas


(Definisi) jelas, tumbuh dengan cepat, dan terdapat tanda infiltrasi

a. Benjolan dipayudara, keras, batas tidak tegas,


b. Berkembang dengan cepat
c. Adanya riwayat keluarga dengan penyakit yang sama,
KB, hormone, nullipara,
2. Anamnesis d. Keluar cairan yang tidak semestinya dari putting (darah
atau cairan keruh)
e. Ada tanda infiltrasi seperti kulit menjadi keriput
f. Adanya pembesaran kelenjar limfe, axila,
supraclavicular
a. Pada payudara terdapat tumor padat keras, umumnya
pada permulaan tidak nyeri, tumbuh progresif, dan ada
tanda-tanda infiltrasi atau metastase
3. Pemeriksaan b. Lokasi, ukuran, konsistensi, batas, melekat/terfixir,
Fisik bentuk tidak teratur.
c. Pembesaran kelenjar limfe axila, supraclavicula,
d. Adanya limfeoedema pada lengan ipsilateral
e. Adanya satelit nodul dan ulserasi
a. Keluhan : Tumor atau borok yang mudah berdarah pada
payudara, erosi perdarahan atau keluar cairan abnormal
puting susu.
b. Fisik : pada payudara terdapat tumor padat keras, batas
tidak tegas, bentuk tidak teratur, umumnya pada
permulaan tidak nyeri, tumbuh progresif, dan ada tanda-
tanda infiltrasi atau metastase.
c. Tanda infiltrasi : mobilitas tumor terbatas, melekat kulit/
4. Kriteria muskulus pektoralis/ dinding dada, eritema kulit diatas
Diagnosis tumor, peau d’orange, satelit nodule, ulserasi.
d. Tanda metastase : regional ada pembesaran kelenjar
limfe ketiak/ mammaria interna atau ada tumor di organ
tubuh.
e. Radiologi :
 Mammografi ada tumor batas tidak tegas, bentuk
irreguler, stellate, kalsifikasi mikro tidak teratur.
 USG mamma : ada tumor berbatas tidak tegas,
hiperechoic.
5. Diagnosis Kerja Tumor Mamae

a. Tumor jinak mamma


b. Displasia mamma
6. Diagnosis c. Tumor phyloides
Banding d. Mastitis kronis
e. Sarcoma jaringan lunak
f. Limfoma maligna
a. Laboratorium DL
7. Pemeriksaan b. FNABFoto Thorax
Penunjang c. USG mamma
d. VC/PC
a. Tranfusi darah bila anemia
8. Tatalaksana b. Medikamentosa/ konservatif untuk Grade I-II
c. Operatif pada Grade III-IV
9. Edukasi a. Edukasi Komplikasi Tumor mamae
(Hospital Health b. Edukasi Tindakan Operatif
Promotion) c. Edukasi Perawatan Luka pasca Operasi
Ad vitam : Dubia ad Bonam

10. Prognosis Ad sanationam : Dubia ad Bonam

Ad fungsionam : Dubia ad Bonam

11. Tingkat Evidens IV

12. Tingkat C
Rekomendasi
a. SMF Bedah Umum
13. Penelaah Kritis
b. SMF Bedah Onkologi
80% pasien yang dilakukan operasi pulang dalam keadaan
14. Indikator Medis baik

a. Standar Pelayanan Profesi Dokter Spesialis Bedah


Umum Indonesia, edisi revisi 2003, PABI
15. Kepustakaan
b. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Seymour I,
Schwarts, Spenser, edisi 6 , Jakarta, EGC, 2000
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

HERNIA INGUINALIS
Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui anulus inguinalis
1. Pengertian internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior,
(Definisi) menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus.
a. Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan sering
dikatakan turun bero/burut/kelingsir
b. Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan
2. Anamnesis
dapat timbul kembali jika menangis, mengejan, mengangkat beban
berat atau bila posisi berdiri
c. Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.
a. Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat adanya benjolan
di area inguinalis/kemaluan/skrotum.
b. Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien diminta mengejan
3. Pemeriksaan
maka akan tampak benjolan dan bila sudah tampak diperiksa apakah
Fisik
benjolan dapat dimasukan kembali
c. Pada auskultasi benjolan dapat didengarkan bunyi usus
d. Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan
4. Kriteria
Adanya benjolan di area inguinal atau kemaluan
Diagnosis
5. Diagnosis
Kerja Hernia Inguinalis
a. Hidrokel
b. Limfadenopati Inguinal
6. Diagnosis
c. Testis Ektopik
Banding
d. Lipoma
e. Orkitis
7. Pemeriksaan
USG Skrotal dan Inguinal
Penunjang
Pembedahan Herniotomi dan Herniorafi
Pembiusan dengan Regional anastesi
8. Tatalaksana
Lama perawatan 2 hari
Antibiotik Profilaksis, Analgetik
9. Edukasi a. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
(Hospital b. Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
Health c. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Promotion)
Ad vitam : Bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
11. Tingkat
II
Evidens
12. Tingkat
Rekomendas B
i
13. Penelaah 1. SMF Bedah Umum
Kritis 2. SMF Bedah Digestif
14. Indikator
80% pasien yang dirawat dengan Hernia ingunalis pulang sembuh
Medis
1. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M, Suporaita,
Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
15. Kepustakaan 2. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN: Sabiston DC.
Texbook Of Surgery 14th ed. Philadelphia: WB Sauders Company;
1991:958-65

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)


BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH)

1. Pengertian Pembesaran kelenjar prostat jinak yang terjadi pada laki-laki


(Definisi) usia > 40 tahun
1. Pancaran urin melemah
2. Rasa tidak puas saat miksi
3. Kalau mau miksi harus menunggu lama
4. Nokturia
2. Anamnesis
5. Urgency
6. Urin menetes setelah berkemih
7. Waktu miksi memanjang
8. Retensio urine
R.T :
3. Pemeriksaan 1. Prostat laterolateral>2,5 cm,
Fisik 2. Sulcus medianus datar/cembung,
3. Poleatas tidak teraba

4. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis No 1


Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik No 1

5. Diagnosis
Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
Kerja
1. Prostatitis
2. Batubuli- buli
6. Diagnosis 3. Keganasan prostat
Banding 4. Infeksi Traktus Urinarius
5. Striktur Urethra
6. Batu uretra proksimal/prosterior
1. Darah rutin
2. Urine rutin
3. Kultur Urine
7. Pemeriksaan 4. Ureum kreatinin
Penunjang 5. GDS
6. PSA (< 5 ng/ml)
7. IVP (jika ada curiga obstruksi uropathy)
8. USG abdomen
8. Tata Laksana
Tindakan Bila ada komplikasi (retensio urine berkurang, ISK, batu sal-
Operatif kemih, Skor IPSS > 19)
1. Open Prostatectomy
2. TUR-Prostat

Terapi Anti biotic profilaksis 1 jam sebelum operasi atau 24 jam post
Konservatif operasi (Chephalosporin III) Jika Skor IPSS <8, atau 8-19 belum
ada komplikasi/kontraindikasi mutlak : pemberian terapi
medikametosa (α blocker atau 5 α reductase inhibitor selama 6
bulan), selanjutnya diobservasi ulang
Lama
1. Open 5 hari post op
perawatan
2. TUR-P 3 hari post op
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
(Hospital Health penunjang
Promotion) 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi (Incontinensis urin)
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat
Evidens
12. Tingkat
B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis SMF BedahUmum
1. BAK spontan dan lancar, hematuri< 5 hari
14. Indikator 2. Lama hari rawat : 5 hari (open),
outcome 3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA
1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
15. Kepustakaan
3. Konsensus IAUI
4. Champbell Urology

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

EKLAMSIA GRAVIDARUM
1. Pengertian Eklampsia adalah kejang-kejang pada pre-eklampsia yang tidak
( Definisi ) disebabkan penyebab lain.1
2. Anamnesis Anamnesis : 2,3
Gejala-gejala pre-eklampsia berat dengan impending eklampsia:
 Riwayat kejang sebelumnya
 Riwayat nyeri kepala
 Riwayat pandangan mata kabur
 Riwayat mual dan muntah
 Riwayat nyeri epigastrium
 Riwayat nyeri kuadran kanan atas abdomen
Pemeriksaan Fisik 3,4
 Gejala Kardiovaskuler : evaluasi tekanan darah, suara
jantung, pulsasi perifer
 Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru
3. Pemeriksaan  Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada
Fisik hepar; menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi
IUGR
 Refleks : adanya klonus
Funduskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade I-III (tidak
ada level of evidence)
Eklampsia: Kejang-kejang pada pre-eklampsia disertai koma
Kriteria lain :
1. Kenaikan kreatinin serum
2. Edema paru dan sianosis
3. Proteinuria : ≥ 2 gr/24 jam jumlah urin atau dipstick ≥ 2+
4. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/24 jam
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen :
disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat
4.Kriteria
merupakan gejala awal ruptur hepar
Diagnosis
6. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri
kepala, skotomata, dan pandangan kabur
7. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartat
amino transferase
8. Hemolisis mikroangiopatik
9. Trombositopenia : < 100.000 cell/mm3
10.Sindroma HELLP : dengan adanya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia
5.Diagnosis
Eklamsia Gravidarum
Kerja
6.Diagnosis
 Epilepsi
Banding
7.Pemeriksaan 1. Hemoglobin dan hematokrit; peningkatan hemoglobin dan
Penunjang hematokrit berarti :
 Adanya homokonsentrasi, yang mendukung diagnosis pre-
eklampsia
 Menggambarkan beratnya hipovolemia
 Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Morfologi sel darah merah pada apusan darah tepi; untuk
menentukan :
 Adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
 Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis dan
spherocytosis
3. Trombosit; adanya trombositopeni menggambarkan pre-
eklampsia berat
4. Kreatinin serum, asam urat serum, nitrogen urea darah (BUN);
peningkatannya menggambarkan :
 Beratnya hipovolemia
 Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
 Oliguria
 Tanda pre-eklampsia berat
5. Transaminase serum; peningkatan transaminase serum
menggambarkan pre-eklampsia berat dengan gangguan fungsi
hepar
6. Lactate acid dehydrogenase; menggambarkan adanya hemolisis
7. Albumin serum, dan faktor koagulasi; menggambarkan
kebocoran endothel, dan kemungkinan koagulopati
8. Pemeriksaan kesejahteraan janin; pemeriksaan perkiraan
pertumbuhan janin dan volume air ketubannya.
Tata Laksana4,6 Pengelolaan dasar:
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
2. Selalu ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation).
3. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
4. Mengatasi dan mencegah kejang
5. Koreksi hipoksemia dan asidemia
6. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi
krisis
7. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan
yang tepat

Terapi medikamentosa
1. Lihat terapi medikamentosa pada pre-eklampsia berat
2. Bila terjadi kejang berulang maka dapat diberikan
magnesium sulfat bolus 2 gram intravena atau peningkatan
dosis maintenance per infus 1 – 2 gram/jam

Perawatan kejang
1. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus
dengan lampu terang (tidak diperkenankan ditempatkan di
ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
2. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam
posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
3. Rendahkan kepala ke bawah : aspirasi lendir dalam orofaring
guna mencegah aspirasi pneumonia
4. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi
fraktur
5. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

Pengelolaan Eklampsia
1. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan
dengan eklampsia harus diakhiri (diterminasi) tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti
sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
2. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolism ibu.
3. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam,
setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini,
yaitu setelah :
 Pemberian obat anti kejang terakhir
 Kejang terakhir
 Pemberian obat-obat anti hipertensi
terakhir
 Penderita mulai sadar (dapat dinilai
dari Glasgow-Coma-Scale yang membaik)

Cara Persalinan 7,8


1. Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif
terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang
memenuhi syarat pada saat tersebut.

Perawatan Pasca Persalinan


1. Tetap di monitor tanda vital
2. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan
9. Edukasi 1. Edukasi tanda perburukan PEB
10. Prognosis
11. Tingkat
1. Terminasi kehamilan segera pada eklampsia (Level Ia)
(Kualitas)
2. Pemberian magnesium sulfat pada eklampsia (Level Ib)
Evidens
12. Tingkat
1. Terminasi kehamilan segera pada eklampsia (A)
(Kekuatan)
2. Pemberian magnesium sulfat pada eklampsia (A/strong)
Rekomendasi
13.Penelaah
Kritis
Indikator outcome ibu:
1. Kejang teratasi
2. Tekanan darah terkontrol
14.Indikator 3. Tidak terjadi komplikasi sekunder (misal stroke, gagal ginjal,
(Outcome) kardiovaskuler)

Indikator outcome bayi:


1.Terminasi kehamilan berdasarkan indikasi ibu
15. 1. Hypertension in pregnancy, the management of hypertensive
Kepustakaan disorders during pregnancy. NICE clinical guideline 107, August
2010.
2. Cunningham FG., Gant N, et al. “William Obstetrics” 23 st ed.
McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2010; page 706-56.
3. Sibai B, Dekker G, Kupferminc M. Pre-eclampsia. Lancet, 2005;
365 : 785-99.
4. Martin JN, Rose CH, Briery CM. Understanding and managing
HELLP syndrome: The integral role of aggressive glucocorticoids
for mother and child. American Journal of Obstetrics and
Gynecology,2006; 195: 914–34.
5. Society for Maternal-Fetal Medicine. SMFM Clinical Opinion,
Evaluation and management of severe preeclampsia before 34
weeks’ gestation. American Journal of Obstetrics and
Gynecology, September 2011.
6. SOGC. Diagnosis, evaluation, and management of the
hypertensive disorders of pregnancy. Journal of Obstetrics and
Gynaecology Canada, March 2008; 30 (3)
7. The management of pre-eclampsia/eclampsia. Royal College of
Obstetricians and Gynaecologists.Guideline no 10 (A), March
2006.
8. WHO recommendation for prevention and treatment of pre-
eclampsia and eclampsia, 2011.

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PLASENTA PREVIA TOTALIS PADA KEHAMILAN ATERM


1.Pengertian Kelainan letak dan implantasi plasenta menutupi jalan lahir dengan atau
(Definisi) tanpa manifestasi perdarahan.1
Plasenta previa
2. Anamnesis  Perdarahan tanpa nyeri
 Warna perdarahan merah segar
Pemeriksaan Fisik 1,2,3
1. Status generalis dalam batas normal
2. Status obstetri
3.Pemeriksaan a. Tinggi fundus uteri (TFU) sesuai usia kehamilan aterm
b. Inspekulo tampak ostium membuka dengan fluksus (+) dan
Fisik dan
bisa ditemukan gambaran seperti plasenta dari dalam
penunjang
ostium
3. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Ditemukan gambaran plasenta menutupi seluruh ostium uteri
internum dengan pemeriksaan ultrasonografi transvaginal
4.Kriteria 1. Pemeriksaan obstetrik TFU sesuai kehamilan aterm
Diagnosis 2. Dapat disertai perdarahan aktif per vaginam melalui inspeksi dan
inspekulo
3. Gambaran plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum melalui
pemeriksaan USG transvaginal
5.Diagnosis
Plasenta previa totalis pada kehamilan aterm
Kerja
6.Diagnosis
Plasenta previa marginalis
Banding
1. Hemoglobin dan hematokrit untuk menilai derajat perdarahan yang
7.Pemeriksaan terjadi
2. Inspekulo untuk menilai sumber perdarahan
Penunjang 3. USG transvaginal untuk memastikan letak dan implantasi plasenta
serta kemungkinan akreta
Pengelolaan dasar:
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
2. Perhatikan ABC (Airway, Breathing, Circulation).
3. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang
tepat dengan mempertimbangkan hemodinamik ibu dan janin
8.Tata
Laksana Terapi medikamentosa
1. Pemberian antibiotik profilaksis pre-operasi
Cara Persalinan
1. Dengan seksio sesarea
Perawatan Pasca Persalinan
1. Monitor tanda vital dan skala nyeri pasien
1. Diet tinggi kalori dan protein
9. Edukasi 2. Jaga kebersihan luka
3. Mobilisasi dini
10. Prognosis Dubia
1. Terminasi kehamilan dengan seksio sesarea pada plasenta previa
11.Tingkat totalis (Level IIa)
Evidens 2. Pemeriksaan penunjang dengan menggunakan USG transvaginal
(Level IIa)
12.Tingkat Terminasi kehamilan dengan seksio sesarea pada plasenta previa totalis
Rekomendasi (A/strong)
13.Penelaah
Kritis
Indikator outcome ibu :
1. Hemodinamik ibu stabil
14.Indikator
2. Tidak terjadi komplikasi sekunder (misal syok ec perdarahan)
(Outcome)
Indikator outcome bayi :
1. Bayi lahir bugar
1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Green-top
Guideline no 63. Antepartum Haemorrhage.2013
2. Cunningham FG et al. Williams Obstetrics 24th Edition. Chapter 41.
Obstetrical Hemorrhage.2014
15. Kepustakaan 3. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College of
Physicians of Ireland
4. And Directorate of Strategy and Clinical Care Health Service
Executive. Clinical Practice Guideline Tocolytic Treatment In
Pregnancy. 2013.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PERDARAHAN PASCA PERSALINAN


Perdarahan dari traktus genitalia yang melebihi 500 ml (pada persalinan
pervaginam) atau melebihi 1000 ml (seksio sesarea).
1.Pengertian Dari batasan waktu, dibedakan menjadi
(Definisi) - Primer apabila terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan
- Sekunder apabila terjadi setelah 24 jam pertama persalinan sampai
12 minggu post partum
2. Anamnesis Perdarahan dari traktus genitalia
Derajat shock:
1. Terkompensasi : jumlah perdarahan 500-1000 ml (10-15%), Tekanan
Darah Sistolik tetap, Gejala dan Tanda: palpitasi, pusing, takikardia
2. Ringan : jumlah perdarahan 1000-1500 ml (15-25%), Tekanan Darah
Sistolik menurun (80-100 mmHg), badan lemah, berkeringat,
takikardia
3.Pemeriksaan 3. Sedang : jumlah perdarahan 1500-2000 ml (25-35%), Tekanan Darah
Fisik Sistolik menurun (70-80 mmHg), pucat, oligouria
4. Berat : jumlah perdarahan 2000-3000 ml (35-45%), Tekanan Darah
Sistolik menurun (50-70 mmHg), penurunan kesadaran, anuria
Secara simultan lakukan upaya penilaian faktor etiologi seperti tonus
uterus, robekan jalan lahir dan organ genitalia, sisa konsepsi dan faktor
pembekuan darah.
4.Kriteria Perdarahan pervaginam pasca persalinan yang disebabkan salah satu
diagnosis etiologi diatas
5.Diagnosis
Perdarahan Pasca Persalinan
Kerja
6.Diagnosis
Tidak ada
Banding
7.Pemeriksaan Laboratorium: darah lengkap, golongan darah, profil hemostasis(PT,aPTT/
Penunjang waktu pembekuan, waktu perdarahan)
8.Tata Laksana Secara simultan, lakukan:
1. Survei primer dan resusitasi awal
 Jalan napas
 Pernapasan: suplemen oksigen per nasal kanul
 Sirkulasi: pasang iv line kanul besar no 16 gauge
2. Panggil bantuan
3. Evaluasi penyebab: 4T
 Singkirkan adanya inversio uteri
 Perhatikan kemungkinan robekan porsio
 Evakuasi sisa plasenta atau bekuan darah dari uterus
4. Singkirkan adanya ruptura uteri atau dehisensi miometrium
5. Ambil sampel darah (DPL dan golongan darah) dan cross matched
6. Pastikan kandung kemih kosong, pasang foley catheter
7. Kompresi uterus bimanual
8. Pemberian uterotonika
 Oksitosin 5 units IV bolus
 Oksitosin 20 units per L N/S IV tetesan cepat
 Ergometrin 0,25 mg IM atau 0,125 mg IV; dosis maksimum 1,25 mg
 Misoprostol 400 mcg po atau per rektal dan 800-1000 mg per rektal

Pada situasi pasca persalinan pervaginam


1. Jika 5 menit kontraksi tidak membaik, lakukan tamponade uterus
dengan kateter kondom
2. Jika perdarahan berhenti segera setelah pemasangan, kateter kondom
dipertahankan selama 6 jam
3. Jika perdarahan pervaginam positif, siapkan operasi untuk hemostasis
4. Persiapkan tim operasi dan transportasi

Pada situasi seksio sesarea


1. Jika pada kompresi bimanual, perdarahan negatif, B-Lynch dapat
dipertimbangkan
2. Jika pada kompresi bimanual, perdarahan positif, lakukan histerektomi
3. Pertimbangan dilakukan ligasi arteri uterina dan hipogastrika
9.Edukasi Edukasi terkait dengan fungsi reproduksi pasca histerektomi
10.Prognosis Dubia
Histerektomi peripartum dapat menjadi krusial dalam perdarahan pasca
11.Tingkat
persalinan. Teknik – teknik menjepit, memotong, dan menjahit harus
Evidens
digunakan mengontrol perdarahan dengan cepat. (II)
Pada kasus perdarahan pasca persalinan, terutama pada kasus-kasus dengan
12.Tingkat
plasenta akreta atau ruptur uteri, Histerektomi direkomendasikan untuk
Rekomendasi
dilakukan secepatnya (C)
13.Penelaah
Kritis
14.Indikator
Hemodinamik, jumlah perdarahan, kontraksi uterus, robekan jalan lahir,
(Outcome)
15.Kepustakaan 1. Active management of the third stage of labour: prevention and
treatment of postpartum hemorrhage: No. 235 October 2009 (Replaces
No. 88, April 2000). Int J Gynaecol Obstet. 2010;108(3):258-67
2. RCOG Green–top Guideline. Prevention and Management of
Postpartum Haemorrhage.Green-top Guideline No. 52. Royal College
Obstetricians and Gynecology, May 2009
3. Manajemen Perdarahan Pasca Partum ALARM
4. SOGC Clinical Practice Guidelines Prevention and Management of
Postpartum Haemorrhage: No. 88 April 2000.

Anda mungkin juga menyukai