Tanda-tanda syok
Anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis
Nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak teraba
Tekanan darah turun tekanan nadi < 10 mmHg
Akral dingin, capillary refil menurun
Diuresis menurun sampai anuria
Apabila syok tidak dapat segera diatasi akan terjadi
komplikasi berupa asidosis metabolik dan perdarahan hebat
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Kerja
Demam Tifoid
6. Diagnosis Campak
Banding Demam Cikungunya
Purpura Trombositopeni Idiopatik (PTI)
7. Pemeriksaan Laboratorium
Penunjang - NS 1
- Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung
jenis, hematokrit, trombosit. Pada apusan darah perifer
juga dapat dinilai limfosit plasma biru, peningkatan
15% menunjang diagnosis DBD
- Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat
fase akut dan fase konvalensens
Infeksi primer, serum akut <1:20 serum
konvalensens naik 4x atau lebih namun tidak
melebihi 1:1280
Infeksi sekunder, serum akut <1:20 serum
konvalensens 1:2560; atau serum akut 1:20,
konvalensens naik 4x atau lebih
Persangkaan infeksi sekunder yang baru
terjadi : serum akut 1:1280, konvalensens yang
lebih besar atau sama
- Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai
indikasi klinis)
Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi
(I) dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun
perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis pada perembesan plasma 20-40% ,
(2) pemantauan klinis sebagaia pedoman
pemberian cairan
Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah
paru terutama daerah hilus kanan, hemitoraks
kanan lebih radio opak dibandingkan kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kanan dan efusi pleura
USG : efusi pleura, ascites, kelainan
(Penebalan ) dinding vesica felea dan fesica
urinaria
8. Tatalaksana
9. Edukasi Pinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah
(Hospital Health memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya
Promotion) tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga
pasien dapat mengerti bahwa tidak ada
obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi
hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan perjalanan
alamiah penyakit.
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
makanan bergizi.
Pemeriksaan Laboratorium.
Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotic
Pemeriksaan prokalsitonin darah
Pemeriksaan pewarnaan Gram dan biakan sputum dengan
kualitas yang baik direkomendasikan dalam tata kelola
anak dengan pneumonia yang berat.
Biakan darah dan pewarnaan Gram tidak
direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan,
tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan
kondisi berat dan pada setiap anak yang dicurigai
menderita pneumonia bakterial.
Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan
untuk mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa biakan
virus jika fasilitas tersedia
Jika ada efusi pleura tata laksana sesuai PNPK efusi
pleura
Pemeriksaan uji tuberkulin perlu dilakukan pada anak
yang dirawat karena pneumonia, apalagi bila ada riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa.
8. Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas
dengan udara kamar harus diberikan terapi oksigen dengan
kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen >92%
Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus dipantau
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan
saturasi oksigen dengan pulse oxymetri
Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang,
diberikan cairan intravena dan dilakukan pemantauan
balans cairan ketat
Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga
kenyamanan pasien dan mengontrol batuk
Bila pasien mengalami gangguan airway clearance,
nebulisasi dengan β2- agonis dan/atau NaCl dapat
diberikan untuk memperbaiki mucocilliary clearance.
Fisioterapi dada hanya dilakukan bila terdapat atelektasis
dan sekret jalan napas yang berlebihan
Pemberian Antibiotik
Semua anak dengan diagnosis klinis pneumonia yang jelas
perlu diberi antibiotik karena pneumonia bakterial tidak
dapat dibedakan dengan pneumonia viral.
Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik
oral pada anak balita karena efektif melawan sebagian
besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, klaritromisin, dan
azitromisin
M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih
tua maka antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai
pilihan pertama secara empiris pada anak >5 tahun
Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia
dicurigai sebagai penyebab
Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S.
pneumoniae sangat mungkin sebagai penyebab.
Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, kloksasilin
merupakan obat pilihan, dapat juga diberikan makrolid
atau kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia
yang tidak dapat menerima obat per oral (misal karena
muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat atau
sangat berat
Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan
cefotaxime
Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika
terdapat perbaikan setelah mendapat antibiotik intravena
Antibiotik untuk community acquired pneumonia:
Neonatus - 2 bulan: Ampisilin + gentamisin. Bila tidak
membaik dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
> 2 bulan: lini pertama Ampisilin + kloramfenikol. Lini
kedua Seftriakson atau cefotaksim. Bila tidak membaik
dalam 48 jam, ditambahkan makrolid
>5 tahun: Makrolid. Bila tidak membaik dalam 48 jam,
ditambahkan ampisilin + kloramfenikol
Pada pneumonia sangat berat: pilihan pertama seftriakson
atau sefotaksim
Bila hasil biakan darah positif, atibiotika disesuaikan
dengan hasil biakan darah tersebut
Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti
preparat oral dengan antibiotik golongan yang sama
dengan antibiotik intravena sebelumnya.
Untuk durasi pemberian antibiotik tidak ada data
penunjang yang jelas. Untuk pneumonia tanpa komplikasi
pemberian selama 5 hari mencukupi. Untuk pneumonia
stafilokok pemberian antibiotik hingga 14-21 hari.
Pneumonia karena mikoplasma perlu pemberian makrolid
hingga 10 hari.
Nutrisi
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian
makanan per oral harus dihindari. Makanan dapat
diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena.
Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan,
sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.
Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak
tidak mengalami overhidrasi karena pada pneumonia berat
terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.
9. Edukasi Penjelasan tentang penyakit yang dialami
Penjelasan tentang rencana pemeriksaan diagnostik
(Hospital Health
Penjelasan tentang rencana pengobatan
Promotion)
Penjelasan tentang etika batuk dan higiene personal
Ad vitam : dubia ad bonam
10. Prognosis Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
11.Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13.Penelaah Kritis SMF Anak
Kriteria pulang
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asupan per oral adekuat
Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat
14.Indikator diteruskan di rumah (per oral)
Medis Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi
dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
lanjutan di rumah
Lama hari rawat : 5 hari
15. Kepustakaan Adegbola, RA and Obaro, SK. Review diagnosis of
childhood pneumonia in the tropics. Annal of Trop Med
Par. 2000;94:197-207.
British Thoracic Society guidelines for the management of
community acquired pneumonia in children: update 2011.
Thorax 2011;66:ii1eii23. doi:10.1136/thoraxjnl-2011-
200598.
Kartasasmita CB, Duddy HM, Sudigdo S, Agustian D,
Setiowati I, Ahmad TH, et al. Nasopharyngeal bacterial
carriage and antimicrobial resistance in under five children
with community acquired pneumonia. Paediatr Indones.
2001;41:292-5.
McIntosh K. Review article: community acquired
pneumonia in children. N Engl J Med. 2002;346:429-37.
Palafox M, Guiscafre H, Reyes H, Munoz O, Martinez H.
Diagnostic value of tachypnea in pneumonia defined
radiologically. Arch Dis Child. 2000:82:41-5.
Swingler GH and Zwarenstein M. Chest radiograph in
acute respiratory infections in children. The Cochrane
Library. 2002 Issue 2.
Zar HJ, Jeena P, Argent A, Gie R, Madhi SA. Diagnosis
and management of community-acquired pneumonia in
childhood – South African Thoracic Society guidelines.
South Afr J Epidemiol Infect 2009;24(1):25-36
Pemeriksaan serologi :
- Serologi widal: kenaikan titer S.Typhi
titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer fase akut ke fase
7. Pemeriksaan
konvalensens
Penunjang
- Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
Pemeriksaan radiologic :
- Foto toraks apabila diduga terjadi
komplikasi pneumonia
- Foto abdomen apabila diduga terjadi
komplikasi intraintestinal seperti perforasi usus atau
perdarahan saluran cerna
- Pada perforasi usus Nampak:
Distribusi udara tak merata
Airfluid level
Bayangan radiolusen di hepar
Udara bebas pada abdomen
8. Tatalaksana - Antibiotik
Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgbb/hari ,
oral atau IV dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
Amoksisilin 100 mg/kgbb/hari oral atau intravena
selama 10 hari
Kotrimaksasol 6 mg/kgbb/hari oral selama 10 hari
Seftriakson 80 mg.kgbb/hari intravena atau
intramuskular sekali sehari selama 5 hari
Sefiksim 10 mg/kgbb/hari oral dibagi dalam 2 dosis
selama 10 hari
- Kortikosteroid diberikan pada kasus
berat dengan gangguan kesadaran Deksametason 1-3
mg/kgbb/hari intravena dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik
- Bedah diperlukan pada penyulit
perforasi usus
Suportif
- Demam tifoid ringan dapat dirawat di
rumah
- Tirah baring
- Isolasi memadai
- Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
9. Edukasi Secara umum untuk memperkecil kemungkinan tercemar
(Hospital Health S. typhi maka setiap individu harus memperhatikan
Promotion) kualitas makanan dan minuman yang mereka komsumsi.
10. Prognosis Dubius ad Bonam
11.Tingkat I/II/III/IV
Evidens
12. Tingkat
A/B/C
Rekomendasi
13. Penelaah
SMF Anak
Kritis
Kriteria pulang
Gejala dan tanda pneumonia menghilang
Asupan per oral adekuat
Pemberian antibiotik jika masih diperlukan dapat
14. Indikator diteruskan di rumah (per oral)
Medis Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi
dan rencana kontrol
Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan
lanjutan di rumah
Lama hari rawat : 5 hari
15. Kepustakaan American Academy of Pediatrics. Salmonella
infections. Dalam : Pickering LK, Baker CJ, Long SS,
McMillan JA, penyunting, Red Book: 2006 report of
the committee in infectious diseases, Edisi ke 27 Elk
Grove Village, IL. American Academy of Pediatrics ;
2006, h-579-84
Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Dalam : Long
SS, Pickering LK, Prober CG, penyunting, Principles
and Practice of Pediatric Infectious Diseases Edisi ke-
2. Philadelphia, PA: Elsevier Science: 2003. H. 830-5.
Cleary TG. Salmonella species. Dalam: Behrman RE,
Kliegman RM, Jenson HB, penyunting, Nelson
textbook of pediatrics. Edisi ke 17. Philadelpia:
Saunders; 2004, h 912-9
Pickering LK dan Cleary TG. Infections of the
gastrointestinal tract. Dalam : Anne AG, Peter JH,
Samuel LK, penyunting. Krugman’s infectious
diseases of children. Edisi ke 11. Philadelphia; 2004, h.
212-3
Anonim. Demam Tifoid. Dalam: Soedarmo SP, Garna
H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar
infeksi & pediatri tropis. Edisi 2. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI;2008. h.338-46.
IDAI. Pedoman pelayanan medis IDAI. Edisi 1,
Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010. h.47-50.
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24
jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1
1. Pengertian minggu. Menurut Riset kesehatan Dasar 2007, diare
(Definisi) merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2%
anak usia 1 – 4 tahun
11. Tingkat IV
Evidens
12. Tingkat C
Rekomendasi
13. Penelaah SMF Anak
Kritis
14. Indikator a. Keluhan berkurang
Medis b. Lama hari rawat : 3 hari
a. Pudjiadi AH dkk (Eds) : Pedoman Pelayanan Medis. jilid
1, Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta 2010 : 58 – 62
15. Kepustakaan b. Hegar, B dalam Gunardi ,H dkk (Eds) : Kumpulan Tips
Pediatri. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia,
Jakarta 2010 : 64-69
Alternatif lain:
a. Tiamfenikol 4x500 mg
b. Kotrimoksazol 2x960 mg selama 2 minggu
8. Tatalaksana c. Ampisilin dan amoksisillin 50-150 mg/Kg BB selama 2
minggu
d. Sefalosporin generasi III: seftriakson 3-4 gram dalam
dekstrosa 100 cc selama ½ jam per-infus sekali sehari,
selama 3-5 hari
e. Sefotaksim 2-3x1 gram, Sefoperazon 2x1 gram
f. Fluorokuinolon
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500 mg/hari (15 mg/KgBB) selama
5-7 hari
Ofloksasin 2x400 mg/hari (15 mg/KgBB) selama 5-7
hari
Perfloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
9. Edukasi a. Edukasi mengenai kebersihan air, makanan, dan sanitasi
(Hospital Health b. Vaksinasi
Promotion)
Jika tidak diobati, angka kematian pada demam tifoid 10-
20%, sedangkan pada kasus yang diobati angka mortalitas
tifoid sekitar 2%. Kebanyakan kasus kematian berhubungan
10. Prognosis dengan malnutrisi, balita, dan lansia. Pasien usia lanjut atau
pasien debil prognosisnya lebih buruk. Bila terjadi
komplikasi, maka prognosis semakin buruk. Relaps terjadi
pada 25% kasus.
11. Tingkat Evidens IV
12. Tingkat
C
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis SMF Penyakit Dalam
a. Keluhan berkurang
14. Indikator Medis
b. Lama hari rawat : 3 hari
a. Peters CJ. Infections Caused by Arthopod and Rodent
Borne viruses, In: Longo Fauci Kasper, Harrison’s
Principles of Internal Medicine 17th edition. United
States of America. McGrow Hill. 2008
b. Widodo D. demam Tifoid. Buku Ajar penyakit Dalam.
Edisi 5. Jakarta. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam;
2797-2805.
c. Parry Christopher M, Hien Trans tinh. Thyphoid fever. N
Engl J Med 2002; 347: 1770-1782
d. Herath. Early Diagnosis of Typhoid Fever by the
15. Kepustakaan
detection on Salivary IgA. J Clin Pathol 2003: 56: 694-
698
e. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary D,
editors. Panduan Praktik Klinis Penatalaksanaan di
Bidang ilmu Penyakit Dalam. Indonesia. Interna
Publishing. 2015. P892-898.
f. Background document: The diagnosis, and prevention of
typhoid fever. Communicable Disease Surveillance and
Response vaccines and Biologicals. World Health
Organization. 2003
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
APENDISITIS AKUT
1. Pengertian Penyumbatan dan peradangan akut pada usus buntu dengan jangka
( Definisi) waktu kurang dari 2 minggu
1. Nyeri perut kanan bawah
2. Mual
2. Anamnesis
3. Anoreksi
4. Bisa disertai dengan demam
1. Nyeri tekan McBurney
2. Rovsing sign (+)
3. Pemeriksaan 3. Psoas sign (+)
Fisik 4. Blumberg sign (+)
5. Obturator sign (+)
6. Colok dubur : nyeri jam 9-11
5. Kriteria 1. Memenuhi kriteria anamnesis
Diagnosis 2. Memenuhi kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Kerja Apendisitis akut
1. Urolitiasis dekstra
6. Diagnosis 2. UTI dekstra
Banding 3. Adneksitis
4. Kista ovarium terpuntir
1. Darah rutin, masa perdarahan, masa pembekuan
2. Ureum kreatinin
7. Pemeriksaan 3. GDS
Penunjang 4. HbsAg
5. Tes kehamilan (kalau perlu)
6. USG abdomen
8. Tata Laksana:
a. Tindakan 1. Apendektomi perlaparoskopik
Operatif 2. Open appendektomi
Laparoskopik 3. Hanya kalau ada kontra indikasi mutlak
b. Tindakan 4. 3 hari
operatif open
app
c. Terapi
Konservatif
d. Lama
perawatan
1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
penunjang
9. Edukasi
2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
(Hospital Health
komplikasi
Promotion)
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat
I untuk Tindakan no 1 & no 2
Evidens
12. Tingkat
B
Rekomendasi
13. Penelaah
SMF Bedah Umum
Kritis
1. Keluhan berkurang
2. Lama hari rawat : 3 hari
14. Indikator
3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA
1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat
15. Kepustakaan 2. Principal of Surgery, Schwartz’s
3. Konsensus Nasional Ikabi
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)
TUMOR MAMAE
12. Tingkat C
Rekomendasi
a. SMF Bedah Umum
13. Penelaah Kritis
b. SMF Bedah Onkologi
80% pasien yang dilakukan operasi pulang dalam keadaan
14. Indikator Medis baik
HERNIA INGUINALIS
Penonjolan isi perut dari rongga yang normal melalui anulus inguinalis
1. Pengertian internus yang terletak disebelah lateral vasa epigastrika inferior,
(Definisi) menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus
inguinalis eksternus.
a. Adanya penonjolan diselangkangan atau kemaluan sering
dikatakan turun bero/burut/kelingsir
b. Benjolan bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan
2. Anamnesis
dapat timbul kembali jika menangis, mengejan, mengangkat beban
berat atau bila posisi berdiri
c. Bila terjadi komplikasi tidak ditemukan nyeri.
a. Pemeriksaan fisik abdomen dan inguinalis, terlihat adanya benjolan
di area inguinalis/kemaluan/skrotum.
b. Jika tidak ditemukan pada keadaan berdiri pasien diminta mengejan
3. Pemeriksaan
maka akan tampak benjolan dan bila sudah tampak diperiksa apakah
Fisik
benjolan dapat dimasukan kembali
c. Pada auskultasi benjolan dapat didengarkan bunyi usus
d. Pada palpasi kadang muncul nyeri tekan
4. Kriteria
Adanya benjolan di area inguinal atau kemaluan
Diagnosis
5. Diagnosis
Kerja Hernia Inguinalis
a. Hidrokel
b. Limfadenopati Inguinal
6. Diagnosis
c. Testis Ektopik
Banding
d. Lipoma
e. Orkitis
7. Pemeriksaan
USG Skrotal dan Inguinal
Penunjang
Pembedahan Herniotomi dan Herniorafi
Pembiusan dengan Regional anastesi
8. Tatalaksana
Lama perawatan 2 hari
Antibiotik Profilaksis, Analgetik
9. Edukasi a. Edukasi Komplikasi Hernia Inguinalis
(Hospital b. Edukasi Tindakan Herniotomi dan Herniorafi
Health c. Edukasi Perawatan Luka pasca tindakan
Promotion)
Ad vitam : Bonam
10. Prognosis Ad sanationam : Bonam
Ad fungsionam : Bonam
11. Tingkat
II
Evidens
12. Tingkat
Rekomendas B
i
13. Penelaah 1. SMF Bedah Umum
Kritis 2. SMF Bedah Digestif
14. Indikator
80% pasien yang dirawat dengan Hernia ingunalis pulang sembuh
Medis
1. Kapita selekta kedokteran jilid 2 edisi 3 Editor : Arif M, Suporaita,
Wahyu IW, Wiwiek S . 2000; 313-7
15. Kepustakaan 2. Nyhus LM, Bombeck CT, Klein MS. Hernia IN: Sabiston DC.
Texbook Of Surgery 14th ed. Philadelphia: WB Sauders Company;
1991:958-65
5. Diagnosis
Benign Prostat Hyperplasia (BPH)
Kerja
1. Prostatitis
2. Batubuli- buli
6. Diagnosis 3. Keganasan prostat
Banding 4. Infeksi Traktus Urinarius
5. Striktur Urethra
6. Batu uretra proksimal/prosterior
1. Darah rutin
2. Urine rutin
3. Kultur Urine
7. Pemeriksaan 4. Ureum kreatinin
Penunjang 5. GDS
6. PSA (< 5 ng/ml)
7. IVP (jika ada curiga obstruksi uropathy)
8. USG abdomen
8. Tata Laksana
Tindakan Bila ada komplikasi (retensio urine berkurang, ISK, batu sal-
Operatif kemih, Skor IPSS > 19)
1. Open Prostatectomy
2. TUR-Prostat
Terapi Anti biotic profilaksis 1 jam sebelum operasi atau 24 jam post
Konservatif operasi (Chephalosporin III) Jika Skor IPSS <8, atau 8-19 belum
ada komplikasi/kontraindikasi mutlak : pemberian terapi
medikametosa (α blocker atau 5 α reductase inhibitor selama 6
bulan), selanjutnya diobservasi ulang
Lama
1. Open 5 hari post op
perawatan
2. TUR-P 3 hari post op
9. Edukasi 1. Penjelasan diagnosa, diagnosa banding, pemeriksaan
(Hospital Health penunjang
Promotion) 2. Penjelasan rencana tindakan, lama tindakan, resiko dan
komplikasi (Incontinensis urin)
3. Penjelasan alternatif tindakan
4. Penjelasan perkiraan lama rawat
Advitam : dubia adbonam
10. Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia adbonam
11. Tingkat
Evidens
12. Tingkat
B
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis SMF BedahUmum
1. BAK spontan dan lancar, hematuri< 5 hari
14. Indikator 2. Lama hari rawat : 5 hari (open),
outcome 3. Tidak terjadi Infeksi Luka Operasi (ILO)
4. Kesesuaian dengan hasil PA
1. Buku Ajar Ilmu Bedah, Sjamsuhidayat
2. Principal of Surgery, Schwartz’s
15. Kepustakaan
3. Konsensus IAUI
4. Champbell Urology
EKLAMSIA GRAVIDARUM
1. Pengertian Eklampsia adalah kejang-kejang pada pre-eklampsia yang tidak
( Definisi ) disebabkan penyebab lain.1
2. Anamnesis Anamnesis : 2,3
Gejala-gejala pre-eklampsia berat dengan impending eklampsia:
Riwayat kejang sebelumnya
Riwayat nyeri kepala
Riwayat pandangan mata kabur
Riwayat mual dan muntah
Riwayat nyeri epigastrium
Riwayat nyeri kuadran kanan atas abdomen
Pemeriksaan Fisik 3,4
Gejala Kardiovaskuler : evaluasi tekanan darah, suara
jantung, pulsasi perifer
Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru
3. Pemeriksaan Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada
Fisik hepar; menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi
IUGR
Refleks : adanya klonus
Funduskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade I-III (tidak
ada level of evidence)
Eklampsia: Kejang-kejang pada pre-eklampsia disertai koma
Kriteria lain :
1. Kenaikan kreatinin serum
2. Edema paru dan sianosis
3. Proteinuria : ≥ 2 gr/24 jam jumlah urin atau dipstick ≥ 2+
4. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/24 jam
5. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen :
disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat
4.Kriteria
merupakan gejala awal ruptur hepar
Diagnosis
6. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri
kepala, skotomata, dan pandangan kabur
7. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanine atau aspartat
amino transferase
8. Hemolisis mikroangiopatik
9. Trombositopenia : < 100.000 cell/mm3
10.Sindroma HELLP : dengan adanya hemolisis, peningkatan
enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia
5.Diagnosis
Eklamsia Gravidarum
Kerja
6.Diagnosis
Epilepsi
Banding
7.Pemeriksaan 1. Hemoglobin dan hematokrit; peningkatan hemoglobin dan
Penunjang hematokrit berarti :
Adanya homokonsentrasi, yang mendukung diagnosis pre-
eklampsia
Menggambarkan beratnya hipovolemia
Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis
2. Morfologi sel darah merah pada apusan darah tepi; untuk
menentukan :
Adanya mikroangiopatik hemolitik anemia
Morfologi abnormal eritrosit : schizocytosis dan
spherocytosis
3. Trombosit; adanya trombositopeni menggambarkan pre-
eklampsia berat
4. Kreatinin serum, asam urat serum, nitrogen urea darah (BUN);
peningkatannya menggambarkan :
Beratnya hipovolemia
Tanda menurunnya aliran darah ke ginjal
Oliguria
Tanda pre-eklampsia berat
5. Transaminase serum; peningkatan transaminase serum
menggambarkan pre-eklampsia berat dengan gangguan fungsi
hepar
6. Lactate acid dehydrogenase; menggambarkan adanya hemolisis
7. Albumin serum, dan faktor koagulasi; menggambarkan
kebocoran endothel, dan kemungkinan koagulopati
8. Pemeriksaan kesejahteraan janin; pemeriksaan perkiraan
pertumbuhan janin dan volume air ketubannya.
Tata Laksana4,6 Pengelolaan dasar:
1. Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
2. Selalu ingat ABC (Airway, Breathing, Circulation).
3. Pastikan jalan nafas atas tetap terbuka
4. Mengatasi dan mencegah kejang
5. Koreksi hipoksemia dan asidemia
6. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi
krisis
7. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan
yang tepat
Terapi medikamentosa
1. Lihat terapi medikamentosa pada pre-eklampsia berat
2. Bila terjadi kejang berulang maka dapat diberikan
magnesium sulfat bolus 2 gram intravena atau peningkatan
dosis maintenance per infus 1 – 2 gram/jam
Perawatan kejang
1. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus
dengan lampu terang (tidak diperkenankan ditempatkan di
ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat
diketahui)
2. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam
posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi
3. Rendahkan kepala ke bawah : aspirasi lendir dalam orofaring
guna mencegah aspirasi pneumonia
4. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi
fraktur
5. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat
Pengelolaan Eklampsia
1. Sikap dasar pengelolaan eklampsia : semua kehamilan
dengan eklampsia harus diakhiri (diterminasi) tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti
sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
2. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) hemodinamik dan metabolism ibu.
3. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam,
setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini,
yaitu setelah :
Pemberian obat anti kejang terakhir
Kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi
terakhir
Penderita mulai sadar (dapat dinilai
dari Glasgow-Coma-Scale yang membaik)