Penyakit ini tidak hanya menyebabkan stasis dalam sirkulasi vena, tetapi juga, dalam beberapa
kasus, dapat menyebabkan edema limfatik, yang terjadi telah dianggap oleh banyak peneliti
sebagai faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk pengembangan erysipelas dan
selulitis bakteri serta rekurensinya.1
1. Kosior E, Reich A. Evaluation of Antibiotic Treatment on the Duration of Hospitalization of
Patients with Erysipelas and Bacterial Cellulitis. 2019. Dermatology and Therapy; 9(1): 159-166
Salah satu gejala sindroma cushing adalah peningkatan berat badan yang dapat
menyebabkan terjadinya obesitas. Obesitas dihubungkan dengan berbagai macam efek pada
fisiologis kulit antara lain pada fungsi barier kulit, produksi kelenjar keringat, gangguan sistem
limfatik, fungsi dan struktur kolagen, pemanjangan penyembuhan luka. Jaringan lemak memiliki
peran dalam sistem inflamasi dan imunitas karena bisa memproduksi faktor proinflamasi dan
antiinflamasi. Faktor yang diproduksi antara lain leptin, adiponektin, sitokin, kemokin.
Adiponektin memiliki fungsi sebagai imunosupresif sedangkan leptin memiliki fungsi untuk
mengaktifkan polymorphonuclear neutrophil, mendorong aktivitas antiapopotosis dan proliferasi
sel T limfosit, memperngaruhi produksi sitokin, meregulasi aktivitas monosit, makrofag.
Menurut Krasakagis dkk, obesitas merupakan faktor risiko terjadinya erisipelas dengan
komplikasi lokal (bulosa, hemoragik, abses, atau nekrotik).21
Necrotizing fasciitis adalah infeksi dari beberapa kompartemen jaringan lunak (dermis,
jaringan subkutan, fascia superfisialis, fascia bagian dalam dan otot) yang dikaitkan dengan
perubahan nekrosis, terutama pada fasia. Beberapa faktor resiko antara lain umur di atas 50
tahun, diabetes melitus, pemyakit arteri oklusif, obesitas, penyakit ginjal, hipoalbuminemia,
konsumsi alkohol, pengguna obat-obatan serta pasien dengan terapi imunosupresan dan
terinfeksi HIV. Dalam menentukan diagnosis penyakit ini dilakukan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
antara lain perhitungan laboratorium, analisis mikrobiologis, histopatologis, pemeriksaan
radiografi salah satunya dengan Ultrasonografi (USG). USG dapat memberikan informasi yang
berguna mengenai sifat dan tingkat infeksi, terutama ketika diagnosis tidak jelas. Dalam hal
diagnosis, temuan yang paling signifikan adalah fokus hiperechoic dengan artefak gema dan
bayangan kotor di lokasi infeksi yang mewakili gas subkutan. Selain itu USG juga dapat
mengetahui ada tidaknya DVT.(bedside usg)