Anda di halaman 1dari 10

BRAINSTORMING

1. Apa peraturan dan UU yang mengatur tentang jaminan kesehatan dan


jaminan sosial tenaga kerja?
UUD 1945
1) BAB X Tentang WARGA NEGARA
Pasal 27 ayat (2) : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
2) BAB XA Tentang HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja

UNDANG-UNDANG
1) UU RI No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2) UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3) UURI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

 Dalam pelaksanaan pekerjaan, tenaga kerja harus mentaati peraturan


perundang-undangan ketenagakerjaan.
 Hal ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
bagi pengusaha dan pekerja/buruh
 Agar kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin. Salah satu
kewajiban tenaga kerja adalah memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja (UU No. 1 th 1970 ttg Keselamatan Kerja)

PERATURAN LAINNYA
1) Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 T ahun 1964 ttg Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan di Tempat Kerja.
2) Peraturan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 01 th 1976 ttg
Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan
3) Peraturan menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. Per-01 th 1979 ttg
Kewajiban Latihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bagi Paramedis
Perusahaan
4) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 02 th 1980 ttg
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dlm Penyelenggaraan Keselamatan
Kerja.
5) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 01 th 1981
tentang Kewajiban Melapor Penyakit akibat Kerja
6) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. No. 03 th 1982
tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
7) Setiap tenaga kerja berhak mendapat Pelayanan Kesehatan Kerja
8) Pengurus wajib memberikan pelayanan kesehatan kerja
9) Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dipimpin dan dijalankan oleh
seorang dokter yang disetujui oleh Direktur
10) Dokter maupun tenaga kerja kesehatan wajib memberikan
keterangan-keterangan ttg pelaksanaan kesehatan kerja kepada pegawai
pengawas K3 jika diperlukan
11) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 05 th 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
12) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 15 th 2008
tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
13) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 th 2011
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat
Kerja

2. Bagaimana standar kerja di pelabuhan?

Ketentuan mengenai waktu kerja pekerja ini dapat kita temui dalam Paragraf
4 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”),
khususnya Pasal 77 s/d Pasal 85 UUK.
Pasal 77 ayat (1) UUK mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan
ketentuan waktu kerja. Ketentuan waktu kerja ini telah diatur oleh pemerintah
yaitu:
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau
pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai,
sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau
penebangan hutan (lihat Penjelasan Pasal 77 ayat [3] UUK).
Di sisi lain, ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan
terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (lihat Pasal 85 ayat [2] UUK).
Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No.
Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang
Dijalankan Secara Terus Menerus. Dan dalam penerapannya tentu pekerjaan
yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke
dalam shift-shift.
Dengan berlakunya UUK, ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi sehingga
ketentuan mengenai jam kerja saat ini mengacu pada UUK. Karena tidak diatur
secara spesifik mengenai berapa jam seharusnya 1 (satu) shift dilakukan, maka
pimpinan (management) perusahaan dapat mengatur jam kerja (baik melalui
Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja maupun Perjanjian Kerja Bersama).
Pengaturan jam kerja tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan:
a. Jika jam kerja di lingkungan suatu perusahaan atau badan hukum
lainnya (selanjutnya disebut “perusahaan”) ditentukan 3 (tiga) shift,
pembagian setiap shift adalah maksimum 8 (delapan) jam per-hari,
termasuk istirahat antar jam kerja (Pasal 79 ayat [2] huruf a UUK)
b. Jumlah jam kerja secara akumulatif masing-masing shift tidak boleh lebih
dari 40 (empat puluh) jam per minggu (Pasal 77 ayat [2] UUK).
c. Setiap pekerja yang bekerja melebihi ketentuan waktu kerja 8 (delapan)
jam/hari per-shift atau melebihi jumlah jam kerja akumulatif 40 (empat
puluh) jam per minggu, harus sepengetahuan dan dengan surat
perintah (tertulis) dari pimpinan (management) perusahaan yang
diperhitungkan sebagai waktu kerja lembur (Pasal 78 ayat [2] UUK).

3. Bagaimana manajemen kerja , pengendalin administratif dan teknis?


Tujuan Pengendalian:
agar pekerja dan masyarakat disekitarnya dapat terhindar dari faktor-faktor yang
merugikan kesehatan sejak dini (awal dari proses kerja)
Hirarki Pengendalian
 Pengendalian Teknik (Engineering Control)
a. Substitusi
Mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang relatif kurang
berbahaya
Contohnya: mengganti solvent dengan sabun gomok sebagai pencuci
tangan yang berminyak
b. Insulasi / Isolasi
Mengisolasi sumber bahaya yang terpapar pada pekerja.
Contohnya: membalut pipa injeksi yang menimbulkan bising tinggi
dengan bahan-bahan peredam suara, seperti glass wool . Sebaiknya
dilakukan sejak proses awal pembuatan suatu fasilitas
c. Proses Basah
untuk pekerjaan-pekerjaan yang banyak menghasilkan debu
Contohnya: jalan lokasi yang berdebu disiram air agar tidak
mengganggu penglihatan pengemudi
d. Ventilasi
Mengatur sirkulasi udara diruang / tempat kerja, sehingga terhindar
dari kontaminasi yang tidak diinginkan seperti debu, uap bahan kimia
dll
Contohnya : memasang Blower, Exhaust fan, fume hood

 Pengendalian Administratif (Administrative Control)


Pengendalian dengan metoda ini diantaranya:
a. Penggantian proses kerja
b. Pengaturan jam kerja
c. Pengaturan penggantian tugas

 Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment)


Merupakan Sarana pengaman dalam upaya mengatasi / menekan
/mengurangi terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
Pemakaian APD hanya akan diterapkan bila segala upaya dari pengendalian
teknik tidak dapat diterapkan
Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memilih APD:
 Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya
 Tidak mengganggu kerja
 Enak dipakai (nyaman)
Jenis-jenis APD :
Topi / helm
 Sarung Tangan
 Kacamata
 Masker
 Earplug / Earmuff.
 Sepatu
 Tali /sabuk pengaman

4. Apa saja faktor lingkungan yang menjadi resiko bagi kesehatan pekerja?
Faktor Resiko di tempat kerja
 Fisik : pencahayaan kurang, suhu udara yang panas, suara
bising, getran, dsb.
 Kimia : bau gas, asap, debu, dsb.
 Biologi : hewan / tumbuhan yang mengganggu (virus, bakteri,
jamur, hewan lainnya, dll)
 Fisiologi / Ergonomi : meja/kursi terlalu tinggi
 Psikologis : suasana kerja tidak harmonis, gosip, cemburu, amarah,
dsb.

5. Bagaimana menjaga higienitas pelabuhan agar tidak menyebabkan resiko


bagi pekerja?
Pengertian Higiene Industri:
= higiene perusahaan / higiene kerja
Merupakan Ilmu dan seni yang ditujukan untuk mengantisipasi, rekognisi/mengenali,
evaluasi dan mengontrol faktor lingkungan ataupun faktor stres pada/dari tempat
kerja yang dapat menyebabkan penyakit, gangguan kesehatan/kesejahteraan,
ketidaknyamanan terhadap pekerja atau masyarakat
Penerapan higiene industri
1) Pengenalan lingkungan kerja
Secara kualitatif mengetahui kemungkinan bahaya potensial dari proses
produksi
2) Menentukan lokasi potensi bahaya , alat, metode pengujian
3) Mengetahui jumlah pekerja terpapar
4) Penilaian lingkungan kerja dapat dilakukan dengan pengukuran, pengambilan
sampel, analisis di laboratorium -> kuantitatif
Sehingga dapat ditentukan :
 Kondisi lingkungan kerja
 Perlu/tidaknya teknologi pengendalian
 Ada/tidaknya korelasi kecelakaan dan PAK dengan lingkungan
 Dokumen untuk inspeksi
The job of the industrial hygienist
1. Antisipasi
Serangkaian kegiatan yang memprediksi kemungkinan atau potensi bahaya yang ada
di tempat kerja khususnya bahaya kesehatan kerja
2. Rekognisi
Serangkaian kegiatan mengenali dan mengukur semua faktor lingkungan kerja agar
diperoleh suatu metoda yang logis, sistematis untuk memungkinkan suatu masalah
dievaluasi secara obyektif
3. Evaluasi
Merupakan analisis terhadap hasil rekognisi sehingga dapat ditentukan apakah suatu
lingkungan kerja itu berbahaya atau tidak terhadap pekerja dengan membandingkan
dengan batasan-batasan yang telah ditentukan (NAB, dll).
4. Pengendalian
Merupakan serangkaian kegiatan dalam mengendalikan bahaya di tempat kerja agar
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi pekerja.
Usaha pengendalian faktor risiko kerja
Alat Pelindung Diri = jenis pekerjaan
Pemkes sebelum bekerja = Penempatan sesuai keadaan pekerja
Pemkes berkala = Berguna bagi diagnosis dini
Pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja = Agar pekerja waspada

6. Identifikasi bahan kimia yang berbahaya?


Terdapat ribuan jenis bahan kimia yang dihasilkan dalam industry sehingga
perlu diupayakan :
1) Survai pendahuluan mengenal bahan kimia yang terdapat di industri
2) Mengenal proses produksi dengan mempelajari alur proses dan keluhan
kesehatan oleh pekerja
3) Mempelajari MSDS (Material Safety Data Sheet) atau Lembar Data Bahan
Kimia yakni suatu dokumen teknik yang memberikan informasi tentang
komposisi karakteristik, bahaya fisik dan potensi bahaya kesehatan
cara penanganan dan penyimpanan bahan yang aman
Contoh bahan kimia dalam industri
 Digunakan : pelarut, bahan bakar, …
 Diolah : bahan baku, …
 Dihasilkan : bahan buangan, bahan tak diinginkan, …
Klasifikasi bahan beracun
 Berdasarkan penggunaan bahan: solvent, aditif makanan dll
 Berdasarkan target organ: hati, ginjal, paru, sistem haemopoetik
 Berdasarkan fisiknya : gas, debu, cair, padat , uap dsb
 Berdasarkan kandungan kimia: aromatic amine, hidrokarbon dll
 Berdasarkan toksisitasnya: Ringan, sedang dan berat
 Berdasarkan fisiologinya: iritan, asfiksan, karsinogenik dll
Bahan Kimia Berbahaya
( Kepmenaker no.187 th 1999)

No. Kriteria Bahan Contoh

1. Beracun Amonia, klorine, formaldehid

2. Sangat beracun Arsin,Parathion,walfarin

3. Reaktif Acethylene,hydrogen,O2liquid

4. Mudah Meledak Klorotrinitrobenzen,nitrogliserin

5. Oksidator Klor,permanganat,Asam sulfat

6. Cairan mdh terbakar Flash point 21 – 55oC

7. Cairan sangat mudah terbakar Flash point < 21o C

8. Gas mudah terbakar Titik didih < 20oC

7. Standar nilai ambang batas kadar debu dan bahan kimia sehingga tidak
menjadi toksik untuk kesehatan paru?
 Suatu bahan kimia yang tidak beracun bisa menjadi beracun pada dosis
tinggi. (Terlalu banyak sesuatu yang baik menjadi jelek).
 Bahan kimia berdaya racun tinggi bisa aman untuk kehidupan ketika
diberikan dalam dosis yang sesuai. (Racun tidak berbahaya pada dosis
rendah).
 Zat kimia dalam jumlah tertentu (dosis dan konsentrasi) dapat merusak
organisme hidup.Sangat beracun bila zat tersebut diserap cepat oleh tubuh
tetapi metabolisme atau ekskresinya lambat
Penilaian zat toksik
Toksisitas suatu bahan beracun ditentukan melalui berbagai cara,
melalui percobaan binatang, yang ditentukan secara kualitatif dan
kuantitatif.
Untuk mengetahui toksisitas bahan dikenal LD50,Suatu zat beracun dengan
dengan LD50 (lethal dose 50) yang lebih kecil, menunjukkan bahwa zat
tersebut relatif lebih beracun.
Klasifikasi menurut Reaksi Jaringan

Jenis Toksisitas Keterangan

Rendah Perubahan biologik reversibel, membaik dengan atau tanpa pengobatan

Sedang Perubahan biologik rever/irreversibel, tidak menimbulkan cacat/kematian

Tinggi Pada paparan rendah menyebabkan kematian/cacat

Efek Bahan Kimia terhadap Manusia


 Lokal dan Sistemik
 Reversibel : iritasi, korosi
 Irreversibel : Ca, mutasi gen, sirosis hati
 Segera : keracunan sianida
 Tertunda : karsinogenik
 Hipersensitivitas (alergi) dan idiosinkrasi

8. Bagaimana aspek kesehatan dan keselamatan pekerja?


Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) ialah upaya perlindungan yang ditujukan agar
tenaga kerja dan orang lainnya ditempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan
selamat dan sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman
dan efisien “Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993”.

Pengertian lain menurut OHSAS 18001:2007, Keselamatan dan kesehatan kerja


( K3 ) adalah kondisi dan faktor yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan
kerja serta orang lain yang berada di tempat kerja.

Berdasarkan undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 87, bahwa


setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Tujuan Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 )


Berdasarkan undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, bahwa
tujuan keselamatan dan kesehatan kerja ( K3 ) yang berkaitan dengan mesin,
peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan tempat kerja adalah mencegah
terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan pada
sumber-sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas.

Proses Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan dan Kesehatan adalah


penerapan berbagai fungsi manajemen:
1. Penerapan, meliputi perkiraan dengan penerapan tujuan sasaran yang akan dicapai,
menganalisis data, serta menyusun program.
2. Pelaksanaan, meliputi penggorganisasian, penetapan staf, pendanaan, serta
implementasi program
3. Pengawasan, meliputi pementasan evaluasi hasil kerja serta pengendalian.

Aspek-aspek Keselamatan Kesehatan Kerja ( K3 ) yang harus diperhatikan oleh


perusahaan antara lain ialah sebagai berikut “Anoraga, 2005”:

1) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan tempat dimana seseorang atau karyawan dalam
beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja,
seperti ventilasi, suhu, penerangan dan situasinya.
2) Alat Kerja Dan Bahan
Alat kerja dan bahan merupakan suatu hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan
untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang, alat-alat kerja sangatlah
vital yang digunakan oleh para pekerja dalam melakukan kegiatan proses produksi
dan disamping itu ialah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.

3) Cara Melakukan Pekerjaan


Setiap bagian-bagian produksi memiliki cara-cara melakukan pekerjaan yang
berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Cara-cara yang biasanya dilakukan oleh
karyawan dalam melakukan semua aktivitas pekerjaan, misalnya menggunakan
peralatan yang sudah tersedia dan pelindung diri secara tepat dan mematuhi
peraturan penggunaan peralatan tersebut dan memahami cara mengoperasionalkan
mesin.

Anda mungkin juga menyukai