Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA PIKIR,


DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian teori

1. Konsep Dasar Sejarah

Menurut Ibnu Khaldun dalam Basri (2006: 8) sejarah dapat dikaji dari

dua sisi, yaitu dari sisi luar dan dari sisi dalam. Sejarah dari sisi luar selalu

berhubungan dengan penguasa, sedangkan sejarah dari sisi dalam merupakan

penalaran kritis untuk mencari kebenaran tentang sebab akibat.

Menurut Aloy Meister & Gilbert Carraghan dalam Basri (2006: 9)

sejarah dapat dibagi menjadi tiga konsep yang berbeda. Tiga konsep tersebut

adalah peristiwa-peristiwa produk manusia di masa lampau, penulisan tentang

yang terjadi di masa lampau, dan sejarah sebagai model penelitian. Sejarah

sebagai model penelitian ini sesuai dengan pendapat F. Muller dalam Saefur

Rochmat (2009: 2) yang menyatakan bahwa sejarah berasal dari bahasa

Yunani, yaitu “historia” yang mempunyai arti research (penelitian) dan

laporan tentang penelitian, suatu cerita puitis, dan suatu pernyataan tentang

fakta-fakta.

Sejarah sebagai sebuah penelitian tentang fakta tidak dapat lepas dari

unsur pelaku (manusia), ruang, dan waktu dan merupakan serangkaian

peristiwa yang berkaitan dengan perilaku dan pengalaman hidup di masa

lampau (Kochhar, 2008: 11). Dengan demikian, penulisan sejarah

6
7

selalu berkaitan dengan unsur subjektifitas dan objektifitas.

Menurut Sartono Kartodirjo (1993: 14-15), sejarah dalam arti subjektif

adalah suatu rekonstruksi peristiwa yang disusun penulis dalam bentuk

kesatuan fakta-fakta. Kesatuan fakta-fakta tersebut bersifat saling

berhubungan satu sama lain dan merupakan satu kesatuan. Selain bersifat

subjektif, sejarah juga sebagai objek. Sejarah sebagai objek merupakan suatu

kejadian atau peristiwa. Peristiwa sejarah bersifat unik, karena hanya terjadi

sekali dan tidak dapat diulang, sedangkan sejarah bersifat objektif memuat

pengertian tidak mengandung unsur-unsur subjektif.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa peristiwa sejarah selalu mengandung unsur sebab akibat yang

berhubungan dengan manusia, ruang, dan waktu. Selain sebagai sebuah

peristiwa, sejarah juga sebagai model penelitian yang mengungkap fakta-

fakta. Konsep sejarah mengalami perkembangan, dari sebuah rangkaian

peristiwa yang kemudian berkembang menjadi rangkaian peristiwa yang

mengandung kesatuan.

2. Pembelajaran Sejarah

a. Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2009: 38) proses belajar bertujuan untuk

mengubah perilaku siswa. Perubahan perilaku terjadi sebagai hasil dari

pengalaman dan sebagai proses pertumbuhan. Perubahan yang terjadi dapat


8

berupa perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh

melalui pengalaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Cronbach dalam

Baharuddin dan Esa Nur (2009: 13) bahwa belajar yang terbaik melalui

pengalaman, karena akan menentukan kualitas belajar seseorang yang

diperoleh saat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan manusia ke arah

tujuan yang lebih baik. Perubahan yang terjadi diharapkan mampu

membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Menurut Slameto (2010: 54-72) faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor

eksternal. Berikut ini akan dijabarkan faktor internal dan eksternal yang

mempengaruhi belajar siswa.

1) Faktor Internal

a) Faktor Jasmaniah

Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat

tubuh. Kesehatan sangat berpengaruh terhadap belajar siswa.

Proses belajar siswa akan terganggu jika kesehatan terganggu.

Oleh karena itu, agar siswa dapat belajar dengan baik, harus tetap

terjamin kesehatannya. Selain itu, cacat tubuh juga mempengaruhi


9

belajar siswa, sehingga siswa yang mengalami cacat tubuh,

sebaiknya belajar pada lembaga pendidikan khusus atau

diusahakan alat bantu belajar.

b) Faktor Psikologi

Faktor psikologi yang mempengaruhi belajar adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan mental seseorang. Faktor

psikologi yang mempengaruhi belajar meliputi inteligensi,

perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan.

(1) Inteligensi

Menurut Gardner dalam Paul Suparno (2004: 17)

inteligensi merupakan kemampuan untuk memecahkan

persoalan dan menghasilkan produk yang bermacam-macam

dalam situasi yang nyata. Inteligensi bukan hanya

kemampuan menjawab soal-soal, namun kemampuan untuk

menyelesaikan persoalan dalam situasi apapun.

(2) Perhatian

Perhatian menurut Gazali dalam Slameto (2010: 56)

adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi tertuju pada suatu objek.

Siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang

dipelajarinya untuk memperoleh hasil belajar yang baik.


10

Perhatian dapat diusahakan dengan memberikan pelajaran

sesuai dengan hobi atau bakat siswa.

(3) Minat

Minat merupakan kecenderungan memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan secara tetap. Menumbuhkan

minat pada siswa dapat diusahakan dengan menjelaskan bahan

pelajaran yang menarik dan berguna bagi kehidupan.

(4) Bakat

Bakat merupakan kemampuan untuk belajar dan sangat

mempengaruhi hasil belajar. Dengan demikian, sangat penting

untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar

di sekolah sesuai dengan bakatnya.

(5) Motif/Motivasi

Motif berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai.

Motif dapat ditanamkan pada diri siswa dengan cara

memberikan latihan-latihan yang memperkuat kemampuan

siswa.
11

(6) Kematangan

Kematangan adalah tingkat dalam pertumbuhan

seseorang saat siap untuk melaksanakan hal-hal baru. Siswa

yang sudah matang (siap) akan berhasil dalam belajarnya.

(7) Kesiapan

Kesiapan adalah kesediaan untuk memberikan reaksi.

Kesiapan sangat mempengaruhi belajar siswa. Pada saat siswa

sudah siap belajar, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

c) Faktor Kelelahan

Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kelelahan

jasmani dan kelelahan rohani (psikis). Kelelahan jasmani timbul

karena adanya kekacauan sisa pembakaran dalam tubuh,

sedangkan kelelahan rohani disebakan karena adanya kebosanan.

Kelelahan jasmani maupun rohani sangat berpengaruh terhadap

belajar siswa. Kelelahan jasmani maupun rohani dapat diatasi

dengan tidur, istirahat, mengusahakan variasi dalam belajar,

menggunakan obat-obat yang dapat melancarkan peredaran darah,

rekreasi, olahraga, ibadah yang teratur, dan makan makanan sehat.

Berdasarkan faktor-faktor internal yang mempengaruhi belajar,

dapat disimpulkan bahwa motif/motivasi dan minat merupakan adalah

faktor yang berpengaruh terhadap implementasi model


12

Broken/Triangle/Square/Heart. Motif merupakan daya penggerak dari

dalam untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai

suatu tujuan (Muhammad Fathurrohman dan Sulistyorini, 2012: 140),

sedangkan motivasi merupakan daya penggerak dalam diri siswa untuk

melakukan suatu kegiatan, dan minat menunjukkan sebuah perhatian.

Motivasi dan minat merupakan faktor yang mempengaruhi

keaktifan siswa. Apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai

dengan minat siswa, maka siswa tidak akan termotivasi untuk belajar.

Dengan demikian, implementasi model Broken/Triangle/Square/Heart

di kelas akan terlaksana dengan baik apabila sudah ada minat dan

motivasi belajar siswa.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi belajar diantaranya faktor

keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Berikut ini akan

dijabarkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi belajar.

a) Faktor Keluarga

Faktor keluarga yang berpengaruh terhadap belajar siswa

diantaranya cara orang tua mendidik, relasi (hubungan antara

anggota keluarga), suasana rumah tangga, keadaan ekonomi

keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.

Berikut ini faktor keluarga yang mempengaruhi belajar siswa.


13

(1) Cara Orang Tua Mendidik

Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama

dan utama. Orang tua yang kurang perhatian atau terlalu

memanjakan anaknya merupakan cara mendidik yang tidak

baik. Dengan demikian diperlukan bimbingan dan penyuluhan

belajar dengan adanya keterlibatan orang tua.

(2) Relasi atau Hubungan Antar Anggota Keluarga

Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh

pengertian dan kasih sayang. Hubungan dalam keluarga

sangat mempengaruhi belajar siswa.

(3) Suasana Rumah Tangga

Suasana di rumah sangat mempengaruhi belajar anak.

Rumah dengan suasana gaduh akan mengganggu konsentrasi

belajar, sehingga perlu diciptakan suasana rumah yang tenang

dan tentram. Ketenangan dan ketentraman di rumah

mendukung agar anak dapat belajar dengan baik.

(4) Keadaan Ekonomi Keluarga

Keadaan ekonomi sangat berhubungan dengan belajar

anak. Anak yang sedang belajar harus terpenuhi kebutuhan

pokoknya. Fasilitas belajar anak dapat dipenuhi jika keluarga


14

mempunyai cukup uang, namun keluarga yang kaya raya

cenderung memanjakan anak, sehingga anak hanya

bersenang-senang yang mengakibatkan kurangnya perhatian

terhadap belajar.

(5) Pengertian Orang Tua

Orang tua perlu memberikan dorongan dan perhatian

pada anak. Sebaiknya, orang tua tidak memberikan tugas

rumah saat anak sedang belajar. Hal ini agar anak bisa

konsentrasi dalam mengerjakan tugas.

(6) Latar Belakang Kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga

sangat mempengaruhi belajar anak. Oleh karena itu, perlu

ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik untuk mendorong

semangat belajar.

b) Faktor Sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi

siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah,

standar pelajaran, metode belajar dan tugas rumah. Berikut ini

akan dijabarkan faktor sekolah yang mempengaruhi belajar.


15

(1) Metode Mengajar

Guru harus menggunakan metode mengajar yang

bervariasi sesuai dengan materi pembelajaran. Metode

mengajar yang digunakan guru dapat membantu

meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan

motivasi siswa untuk belajar.

(2) Kurikulum

Kurikulum merupakan sejumlah kegiatan yang

diberikan kepada siswa. Kegiatan itu diantaranya adalah

menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai,

dan mengembangkan bahan pelajaran. Kurikulum yang baik

berpengaruh terhadap belajar siswa.

(3) Relasi Guru dengan Siswa

Relasi yang baik antara guru dengan siswa sangat

berpengaruh terhadap mata pelajaran yang diberikan.

Sebaliknya, guru yang kurang berinteraksi dengan siswa,

menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar. Selain

itu, siswa yang merasa jauh dari guru menjadi kurang

berpartisipasi secara aktif dalam belajar.


16

(4) Relasi Siswa dengan Siswa

Relasi yang baik antar siswa sangat penting, sehingga

permasalahan antar siswa harus segera diatasi. Usaha yang

dapat dilakukan diantaranya dengan memberikan bimbingan

dan penyuluhan agar siswa diterima dalam kelas.

(5) Disiplin Sekolah

Kedisiplinan sekolah sangat berpengaruh terhadap

kerajinan siswa. Dengan demikian, agar siswa lebih maju,

maka siswa harus disiplin dalam belajar di rumah dan di

sekolah.

(6) Pelajaran dan Waktu Sekolah

Alat dan waktu sekolah perlu diperhatikan. Alat

pelajaran yang baik dan lengkap perlu diusahakan agar siswa

dapat menerima pelajaran dengan baik. Waktu belajar siswa

juga mempengaruhi hasil belajar. Siswa yang terpaksa belajar

pada waktu pagi, siang, atau sore hari akan mengakibatkan

siswa malas dan mengantuk, sehingga akan mengalami

kesulitan dalam menerima pelajaran.


17

(7) Standar Pelajaran

Standar pelajaran sebaiknya bisa memperhatikan

perkembangan psikis dan kepribadian siswa. Guru dalam

menuntut penguasaan materi harus disesuaikan dengan

kemampuan siswa agar tujuan yang telah dirumuskan dapat

tercapai.

(8) Metode Belajar dan Tugas Rumah

Hasil belajar siswa sangat tergantung dari metode

belajarnya. Belajar yang baik adalah belajar secara teratur

setiap hari dengan pembagian waktu yang baik, memilih cara

belajar yang tepat, dan cukup istirahat. Belajar yang baik akan

meningkatkan hasil belajar.

c) Faktor Masyarakat

Faktor masyarakat yang berpengaruh terhadap belajar

siswa adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media,

teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Berikut akan

dijabarkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar.

(1) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

Kegiatan siswa di lingkungan masyarakat dapat

mempengaruhi perkembangan kepribadian. Kegiatan siswa

dalam masyarakat perlu dibatasi agar tidak mengganggu


18

belajar. Sebaiknya siswa memilih kegiatan yang dapat

mendukung belajarnya.

(2) Mass Media

Mass media yang beredar di masyarakat diantaranya

bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku, dan komik.

Mass media yang baik memberikan pengaruh yang baik

terhadap belajar siswa. Sebaliknya, mass media yang buruk

memberikan pengaruh yang tidak baik terhadap siswa,

sehingga perlu adanya bimbingan dan kontrol yang bijaksana

dari orang tua dan pendidik di dalam keluarga, sekolah, dan

masyarakat.

(3) Teman Bergaul

Teman bergaul sangat berpengaruh terhadap siswa.

Dengan demikian, maka perlu diusahakan agar siswa

memiliki teman bergaul yang baik dengan pengawasan dari

orang tua dan pendidik.

(4) Bentuk Kehidupan Masyarakat

Lingkungan sangat mempengaruhi perilaku siswa.

Maka penting untuk diusahakan lingkungan yang baik, agar


19

dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap siswa, yang

mengakibatkan suasana belajar dengan baik.

Berdasarkan uraian faktor eksternal yang mempengaruhi

belajar, maka dapat disimpulkan bahwa faktor sekolah yang

berpengaruh terhadap keaktifan belajar siswa. Hal ini karena kegiatan

belajar siswa banyak dipengaruhi oleh kegiatan mengajar guru. Oleh

karena itu, guru harus tepat dalam menggunakan sumber belajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Model Broken/Triangle/Square/Heart

akan terlaksana apabila guru menggunakan sumber belajar yang sesuai

untuk menunjang keaktifan belajar siswa.

c. Mata Pelajaran Sejarah

Sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah

tentang asal-usul dan perkembangan peranan masyarakat di masa lampau

berdasarkan metode dan metodologi tertentu (Aman, 2011: 56).

Pengetahuan masa lampau mengandung unsur kearifan, sehingga

mendorong pembentukan sikap, watak, kepribadian, dan melatih

kecerdasan siswa.

1) Tujuan Mata Pelajaran Sejarah

Tujuan mata pelajaran sejarah terdapat pada Peraturan

Mendiknas No. 22 tahun 2006. Sesuai dengan Standar Isi untuk Satuan
20

Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa tujuan dari mata pelajaran

sejarah yaitu.

a) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu

dan tempat yang merupakan sebuah proses dari masa lampau,

masa kini, dan masa depan.

b) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah

secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan

metodologi keilmuan.

c) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap

peninggalan sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di

masa lampau.

d) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses

terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan

masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.

e) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian

dari bangsa Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah

air yang dapat diimplementasikan dalam berbagai bidang

kehidupan, baik nasional maupun internasional.


21

2) Ruang Lingkup Mata Pelajaran Sejarah

Berdasarkan Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 Standar

Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah mata pelajaran

sejarah untuk SMA/MA meliputi aspek.

a) Prinsip dasar ilmu sejarah.

b) Peradaban awal masyarakat dunia dan Indonesia.

c) Perkembangan negara-negara tradisional di Indonesia.

d) Indonesia pada masa penjajahan.

e) Pergerakan kebangsaan.

f) Proklamasi dan perkembangan negara kebangsaan Indonesia.

3) Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata


Pelajaran Sejarah SMA/MA Kelas X

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) menjadi

arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan

pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Menurut Aman (2011: 60-61) SK dan KD dalam mata pelajaran

sejarah bertujuan untuk: pertama, pencapaian tujuan mata pelajaran

sejarah. Kedua, melatih daya kritis peserta didik untuk memahami

fakta sejarah berdasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi

keilmuwan. Ketiga, menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap

prose terbentuknya bangsa Indonesia melalui sejarah yang panjang dan

masih berproses hingga masa kini dan masa yang akan datang.
22

SK dan KD mata pelajaran sejarah SMA/MA Kelas X.

Tabel 1. SK dan KD Mata Pelajaran Sejarah SMA/MA Kelas X


Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami prinsip dasar 1.1 Menjelaskan pengertian dan ruang


ilmu sejarah lingkup ilmu sejarah.
1.2 Mendeskripsikan tradisi sejarah dalam
masyarakat Indonesia masa pra-aksara
dan masa aksara.
1.3 Menggunakan prinsip-prinsip dasar
penelitian sejarah.

Tabel 2. SK dan KD Mata Pelajaran Sejarah SMA/MA Kelas X


Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

2. Menganalisis peradaban 2.1 Menganalisis kehidupan awal


Indonesia dan dunia masyarakat
2.2 Mengidentifikasi peradaban awal
masyarakat di dunia yang berpengaruh
terhadap peradaban Indonesia
2.3 Menganalisis asal-usul dan persebaran
manusia di kepulauan Indonesia

d. Pembelajaran Sejarah

Menurut Sofyan Saad (1992: 1) dalam Juraid Abdul Latief (2006:

96) pembelajaran sejarah merupakan usaha yang dilakukan oleh guru

sejarah untuk menumbuhkan sikap dan nilai patriotisme, nasionalisme,

demokratisme, cinta keadilan, dan kejujuran. Pembelajaran sejarah di


23

sekolah sering mendapatkan kesan tidak menarik dan sangat

membosankan. Berdasarkan pendapat dari Sofyan Saad, maka

pembelajaran sejarah di sekolah-sekolah perlu diberikan dengan

menggunakan berbagai macam model pmbelajaran agar dapat berjalan

secara efektif dan efisien, sehingga menjadi pelajaran yang menarik dan

tidak membosankan.

Menurut Juraid Abdul Latief (2006: 104-105) ada beberapa cara

untuk lebih menghidupkan pembelajaran sejarah di sekolah. Cara

menghidupkan pembelajaran sejarah di sekolah yaitu dengan mengubah

sistem dalam pengajarannya, yaitu.

1) Mengandung Pertanyaan Analisis

Sistem pengajaran sejarah selama ini hanya terbatas pada

pertanyaan apa, siapa, kapan, dan dimana yang mengarah pada hafalan

beberapa fakta. Hafalan fakta-fakta mengakibatkan siswa bosan dalam

mengikuti pelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran sejarah seharusnya

meliputi pertanyaan analisis, yaitu mengapa dan bagaimana.

Pertanyaan analisis dapat memberikan tantangan intelektual pada

siswa. Dengan demikian siswa akan memiliki pemikiran yang

melahirkan pemahaman baru, sehingga akan muncul perasaan senang

dalam pembelajaran sejarah.


24

2) Mengandung Sifat Keterbukaan dan Dialogis

Sifat keterbukaan guru sangat mempengaruhi proses belajar

mengajar. Guru sejarah sebaiknya tidak menganggap pendapatnya

yang paling benar, karena mengakibatkan siswa menjadi pasif. Adanya

keterbukaan dan dialogis dalam pembelajaran sejarah dapat

memunculkan gagasan yang berbeda antar siswa, sehingga kelas

menjadi aktif. Keaktifan siswa dalam pembelajaran sejarah akan

mendorong siswa lebih tertarik pada pelajaran yang diajarkan oleh

guru sejarah.

3) Menuntut Prinsip Progresif

Prinsip progresif merupakan pemberian materi sejarah yang

diarahkan pada analisis ke depan. Pemberian materi secara progresif

menuntut guru sejarah tidak hanya menjelaskan peristiwa masa

lampau, namun juga menganalisis peristiwa yang terjadi saat ini untuk

diproyeksikan ke depan, sehingga pengertahuan guru sejarah tidak

tertinggal oleh penemuan-penemuan baru.

3. Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif (active learning) adalah pembelajaran yang

berpusat pada siswa (student centered). Menurut Silberman, M. (1996) dalam

Sunarto (2012: 28) bahwa pembelajaran aktif melibatkan siswa melakukan


25

berbagai macam kegiatan. Para siswa menggunakan otak untuk mempelajari

ide-ide, memecahkan masalah, dan menerapkan yang sudah dipelajari.

Di dalam proses pembelajaran terjadi perubahan dan peningkatan mutu

kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan siswa. Menurut Dewey dalam

Martinis Yamin (2007: 82) guru berperan untuk menyediakan sarana bagi

siswa untuk dapat belajar. Peran serta siswa dan guru dalam pembelajaran

aktif akan tercipta suatu pengalaman yang dapat membentuk siswa sebagai

manusia seutuhnya.

Menurut Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia di http://en.

Wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one yang dikutip oleh Sunarto

(2012: 20) contoh pembelajaran aktif diantaranya adalah dengan pembelajaran

berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat

aktif dalam kerja kelompok, dan membuat laporan singkat. Guru dalam

pembelajaran aktif hanya sebagai fasilitator yang membantu memberikan

informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa dalam pembelajaran.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif

adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk lebih

aktif. Di dalam proses pembelajaran aktif, guru hanya berperan sebagai

fasilitator, sedangkan siswa yang aktif dalam pembelajaran dapat diketahui

melalui bertanya, mengemukakan gagasan, mempertanyakan gagasan orang

lain dan gagasannya.


26

4. Model Broken/Triangle/Square/Heart (BTSH)

a. Pengertian Model Broken, Triangle, Square dan Heart

Model Broken/Triangle/Square/Heart disebut juga dengan

puzzle. Melalui model pembelajaran ini, siswa harus

mengelompokkan materi yang terpisah-pisah (pecah-pecah) ke dalam

satu kesatuan konsep materi yang terbentuk dalam segitiga/bujur

sangkar/hati (Kokom Komalasari, 2010: 86).

b. Langkah-langkah Model Broken/Triangle/Square/Heart

Menurut Kokom Komalasari (2010: 37) langkah-langkah

kegiatan model Broken/Triangle/Square/Heart adalah.

1) Guru menyiapkan beberapa bentuk segitiga/bujur sangkar/hati

yang dipecah ke dalam beberapa bagian. Masing-masing kartu

berisi satu obtion uraian dari konsep materi dan akan membentuk

satu kesatuan (utuh) bentuk tertentu segitiga/bujur sangkar/hati.

2) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok.

3) Setiap kelompok siswa mendapat beberapa potongan kartu

pecahan dari segitiga/bujur sangkar/hati.

4) Setiap kelompok siswa membentuk satu kesatuan kartu ke dalam

segitiga/bujur sangkar/hati yang tepat, sehingga membentuk satu

kesatuan konsep materi.

5) Setiap kelompok siswa yang dapat membentuk satu kesatuan

kartu pecahan segitiga/bujur sangkar/hati sebelum batas waktu

diberi poin.
27

6) Perwakilan masing-masing kelompok siswa menempelkan satu

kesatuan kartu pecahan segitiga/bujur sangkar/hati di papan.

7) Guru dan siswa mengklarifikasi hasil karya siswa dalam

membentuk segitiga/bujur sangkar/hati.

8) Kesimpulan/penutup.

Siswa dalam proses belajar di kelas dituntut untuk

mendengarkan, memperhatikan pelajaran yang disampaikan oleh guru.

Selain itu, siswa juga harus aktif bertanya kepada guru tentang hal-hal

yang belum jelas. Guru juga harus memberikan pertanyaan-pertanyaan

kepada siswa dan dapat menciptakan suasana belajar dalam kelas yang

menimbulkan keaktifan siswa, sehingga akan tercipta proses belajar

dan interaksi yang baik di dalam kelas.

Model Broken/Triangle/Square/Heart merupakan cara yang

efektif untuk meningkatkan keaktifan siswa, karena siswa akan

terlibat aktif dalam mengikuti pelajaran. Selain itu, model ini dapat

menghilangkan kejenuhan dan kebosanan, meskipun menciptakan

suasana kelas yang ramai, tapi tetap teratur.

5. Hakikat Keaktifan Belajar

a. Pengertian Keaktifan Belajar

Pada dasarnya, proses keaktifan belajar di sekolah merupakan

cara untuk mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam interaksi

edukatif. Keaktifan belajar dalam pelaksanaanya menuntut siswa

untuk mencari jalan pemecahan masalahnya sendiri, menjawab


28

pertanyaan, belajar bertanya, mengambil keterangan dari buku,

mendiskusikan sesuatu hal dengan kawannya, melakukan satu

percobaan sendiri, dan bertanggung jawab atas hasil pekerjaannya

(Kock, 1995: 65).

Menurut Mc Keachie dalam Dimyati dan Mujiono (1999: 45)

mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang

selalu ingin tahu. Menurut Sriyono (1992: 75), keaktifan belajar

merupakan terlibatnya siswa secara aktif jasmani maupun rohani.

Menurut Sagala (2006: 124-134), keaktifan jasmani maupun rohani itu

meliputi.

1) Keaktifan indera: pendengaran, penglihatan, peraba.

2) Keaktifan akal: akal anak-anak harus aktif atau diaktifkan untuk

memecahkan masalah, menimbang-nimbang, menyusun pendapat

dan mengambil keputusan.

3) Keaktifan ingatan: pada waktu mengajar, anak harus aktif

menerima bahan pengajaran yang disampaikan guru dan

menyimpannya dalam otak, kemudian pada suatu saat siap

mengutarakan kembali.

4) Keaktifan emosi: siswa berusaha mencintai pelajarannya.

Keaktifan belajar hanya terjadi saat siswa aktif mengalami

sendiri. Menurut Thorndike dalam Dimyati (2002: 45) keaktifan siswa

dalam belajar dapat diketahui dari law of exercise-nya yang

menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan,


29

sehingga keterlibatan siswa sebaiknya tidak berupa fisik, namun juga

berupa keterlibatan emosional.

b. Cara Meningkatkan Keaktifan Belajar

Siswa dalam kegiatan belajar mengajar harus berbuat aktif.

Penerapan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan siswa

sangat dipengaruhi oleh kesiapan guru dalam mengajar. Kesiapan

guru dalam mengajar terlihat dalam perencanaan yang berwujud

satuan pelajaran. Hal ini karena satuan pelajaran merupakan rencana

tindakan yang akan dilakukan oleh guru pada waktu mengajar

(Dalyono, 2005: 199). Menurut Gibbs dikutip oleh Mulyasa dalam

(Thoifuri, 2008: 72-73) usaha untuk meningkatkan keaktifan belajar

siswa dapat dilihat dengan melibatkan siswa secara aktif dan kreatif

dalam proses pembelajaran secara keseluruhan.

Berbeda dengan pendapat Gibbs, menurut Nick Cowel dan

Roy Gardner (1995: 75-76) cara meningkatkan keaktifan belajar siswa

dengan mendorong bertanya lebih baik, mendorong guru dan siswa

lebih fokus lebih pada pengajaran yang memerlukan pemacahan

masalah, dan membantu siswa memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa cara

meningkatkan keaktifan belajar dapat dilakukan dengan melibatkan

siswa secara penuh dalam proses pembelajaran untuk memecahkan

masalah bersama dengan memberikan pengawasan yang tidak terlalu

ketat untuk tercapainya tujuan pembelajaran.


30

Model Broken/Triangle/Square/Heart bertujuan menciptakan

kegiatan belajar mengajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam

pembelajaran. Melalui model Broken/Triangle/Square/Heart dengan

menyusun puzzle secara berkelompok dapat mewujudkan siswa yang

berani tampil percaya diri, siswa berkesempatan untuk berkomunikasi

secara terarah dalam kelompok, serta saling membantu untuk

memecahkan permasalahan bersama.

c. Ciri-ciri Keaktifan Belajar

Menurut Sudjana (1988:72), keaktifan siswa dalam mengikuti

proses belajar mengajar dapat dilihat dalam.

1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya.

4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah.

Menurut Sunarto (2012: 28) belajar aktif adalah mempelajari

dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan

secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus

mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya

dengan orang lain. Selain itu, berdasarkan Kementrian Pendidikan

Nasional (Mendiknas) ciri-ciri belajar aktif dapat diketahui dengan

adanya kegiatan melakukan, mengamati, interaksi, dan reflkeksi.


31

a) Melakukan

Tindakan ini terdiri dari kegiatan secara langsung, dan

kegiatan secara tidak langsung. Melakukan secara langsung yaitu

dengan melakukan sesuatu, sedangkan melakukan secara tidak

langsung melalui bermain peran dan bersimulasi.

b) Mengamati

Tindakan pengamatan terdiri dari dua kegiatan, yaitu

mengamati secara langsung, dan mengamati secara tidak

langsung. Mengamati secara langsung yaitu melalui mengamati

suatu kejadian/benda, sedangkan mengamati secara tidak

langsung yaitu melalui pengamatan terhadap tiruan benda/film

tentang suatu kejadian.

c) Interaksi

Proses interaksi dapat terjadi antara guru, siswa, atau

narasumber. Interaksi bertujuan untuk memperbincangkan apa

yang dipelajari.

d) Refleksi

Refleksi merupakan bentuk dialog dengan diri sendiri.

Refleksi bertujuan untuk berfikir reflektif tentang apa yang

dipelajari dan bagaimana perasaan siswa pada waktu belajar.


32

Berdasarkan pendapat dari Sudjana, Sunarto dan berdasarkan

Kementrian Pendidikan Nasional, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-

ciri keaktifan, yaitu.

(1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajar.

(2) Terlibat dalam pemecahan masalah.

(3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami

persoalan yang dihadapinya.

(4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk

memecahkan masalah.

(5) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperoleh.

(6) Belajar dengan cepat, menyenangkan, dan penuh semangat.

(7) Belajar dengan cara mendengar dan melihat.

(8) Mendiskusikannya dengan orang lain.

(9) Belajar dengan bermain peran dan bersimulasi.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini

yaitu.

1. Penelitian Ayub Prasetyo, tahun 2011 dalam skripsi yang berjudul

“Implementasi Metode Examples Non Examples untuk Meningkatkan

Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa dalam Pembelajaran IPS Materi

Sejarah di SMP N 2 Wonosari Kelas VIII G Semester 1 Tahun Ajaran

2010-2011”. Penelitian menunjukkan terjadi peningkatan keaktifan dan

prestasi belajar di setiap siklusnya. Terdapat persamaan dan perbedaan


33

antara skripsi karya Ayub Prasetyo dengan skripsi penulis. Perbedaannya

adalah penulis tidak menggunakan metode dan variabel prestasi belajar,

serta penelitiannya memilih siswa MAN dengan menerapkan model

Broken Triangle/Square/Heart, sedangkan persamaannya adalah

menggunakan variabel keaktifan siswa.

2. Penelitian Octavia Argita, tahun 2011 dalam skripsi yang berjudul

“Implementasi Model Pembelajaran Deep Dialogue/Critical Thingking

(DD/CT) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Sejarah

Siswa Kelas XI IPS 2 di SMAN 2 Godean Tahun Ajaran 2011-2012”.

Penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan keaktifan dan prestasi

belajar di setiap siklusnya. Terdapat perbedaan dan persamaan antara

skrispsi Octavia Argita dengan skrispsi penulis. Perbedaannya yaitu

penulis tidak menggunakan metode pembelajaran yang sama dan memilih

siswa MAN, sedangkan persamaannya yaitu menggunakan variabel

keaktifan siswa.

3. Penelitian Pipit Satiti Rahayu, tahun 2012 dalam skripsi yang berjudul “

Implementasi Metode Pembelajaran Classwide Peer Tutoring untuk

Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran IPS

Materi Sejarah Siswa Kelas VIII B Mts Ma’Arif Wadas Temanggung

Tahun Ajaran 2010/2011”. Penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan

keaktifan dan prestasi belajar di setiap siklusnya. Perbedaan skripsi di atas

dengan skripsi penulis yaitu, penulis tidak menggunakan metode dan


34

variabel yang sama. Selain perbedaan, penelitian ini juga mempunyai

persamaan yaitu keaktifan siswa sebagai variabel penelitian.

4. Penelitian Rizky Kusumaningrum, tahun 2011 dalam skripsi yang

berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Course Review Horay untuk

Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Pada Mata Pelajaran IPS

Materi Sejarah Siswa VIII B SMP 14 Yogyakarta Tahun Ajaran 2011-

2012”. Penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keaktifan

dan prestasi belajar di setiap siklusnya. Perbedaan skripsi di atas dengan

skripsi penulis yaitu, penulis tidak menggunakan metode dan variabel

yang sama, serta penelitiannya memilih siswa MAN. Selain perbedaan,

penelitian ini juga mempunyai persamaan yaitu keaktifan siswa sebagai

variabel penelitian.

C. Kerangka Pikir

Pembelajaran sejarah di MAN Tempel masih terpusat pada guru

(teacher center). Penyampaian materi dengan ceramah secara terus menerus

dan tidak adanya kesempatan bagi siswa untuk bertanya mengakibatkan

siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.

Rendahnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar, perlu

diterapkan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa.

Dengan demikian, peneliti mencari pemecahan masalah dengan penerapan

model Broken/Triangle/Square/Heart yang diharapkan mampu meningkatkan

keaktifan siswa. Kerangka pikir dapat digambarkan dalam bagan berikut.


35

Pembelajaran sejarah konvensional

Keaktifan Rendah

Penerapan Model Broken Triangle/Square/Heart

Keaktifan siswa meningkat

Gambar 1.
Kerangka Pikir Penerapan Model Broken Triangle/Square/Heart

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti dapat mengemukakan

hipotesis tindakan, yaitu implementasi model Broken/Triangle/Square/Heart

dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas XE

MAN Tempel.

Anda mungkin juga menyukai