Anda di halaman 1dari 8

Kantor RRI Makassar

Tentara Jepang ketika pertama kali menduduki pertama kali kota Makassar pada tanggal 8
Desember 1942 adalah langsung mendirikan statiun radio. Siaran pertamanya berupa
pidato radio dari Laksamana Suddo Kane Omi (Pejabat Angkatan Lain Dai Nippon). Studio
radio siaran ini menempati salah satu rumah di tepi Pantai Losari, tepatnya di Jalan
Rajawali No. 2 Makassar, menyita rumah milik H. Lala, seorang kontraktor bangunan.
Statiun CAll-nya Makassaru Hozo Kyoku disingkat MHK. Materi siarannya berupa
propoganda Jepang. Konon, Radio MHK ini adalah radio siaran pertama di kawasan
indonesia timur indonesia.

Tentara jepang ketika itu memaksa penduduk mendengar siaran radio ini.Itu sebabnya
dibeberapa pojok jalan dalam kota makassar dipasangi radio umum. Tahun 1944, MHK
mendatangkan tenaga kesenian dari solo dan yogyakarta sehingga siaran musik kian
bervariasi dengan terdengarnya alunan gamelan jawa dan kesenian sunda. Pengelolaan
statuin radio dipercayakan kepada satu badan penyiaran yang beranama Reegering
Voorlightings Dients (RVD) dipimpin oleh Mayor P.H. Kramer. Badan penyiaran ini
sekaligus menjadi terompet Negara Indonesia Timur bentukan Belanda.

Pada Tahun 1947, berganti nama menjado Radio Oemroep in Overgangtijd atau ROIO
dipimpin oleh A.O.A Niederer sampai tahun 1950. Meskipun radio ini milik badan
penyiaran tentara Belanda/ NICA, siaran radionya tak luput dari penyusupan pesan-pesan
perjuangan terselubung. Bulan Mei 1950, Kamarsayah, Sutoyo dan Muri tib dari Jakarta
untuk mengambil alih radio siaran di Makassar dan menjadikannya Radio Republik
Indonesia (RRI). Tanggal 18 Aghustus 1950 statuin RRI di tepi pantai Losari berhasil di
rebut kembali oleh TNI, RRI kembali mengudara.

Sumber : https://situsbudaya.id/kantor-rri-makassar/

Tentara Jepang ketika pertama kali menduduki pertama kali kota Makassar pada tanggal 8 Desember
1942 adalah langsung mendirikan statiun radio. Siaran pertamanya berupa pidato radio dari Laksamana
Suddo Kane Omi (Pejabat Angkatan Lain Dai Nippon).

Studio radio siaran ini menempati salah satu rumah di tepi Pantai Losari, tepatnya di Jalan Rajawali No. 2
Makassar, menyita rumah milik H. Lala, seorang kontraktor bangunan. Statiun CAll-nya Makassaru Hozo
Kyoku disingkat MHK. Materi siarannya berupa propoganda Jepang. Konon, Radio MHK ini adalah radio
siaran pertama di kawasan indonesia timur indonesia. Tentara jepang ketika itu memaksa penduduk
mendengar siaran radio ini.Itu sebabnya dibeberapa pojok jalan dalam kota makassar dipasangi radio
umum. Tahun 1944, MHK mendatangkan tenaga kesenian dari solo dan yogyakarta sehingga siaran
musik kian bervariasi dengan terdengarnya alunan gamelan jawa dan kesenian sunda.
Akhir Perang Dunia II, setelah Japang kalah dan tentara sekutu masuk ke Makassar. De Bruin, komandan
pasukan sekutu bergerak cepat menguasai statuin radio MHK. Kemudian di ubah menjadi Radio
Oemroep Makassar (ROM) dipimpin oleh Mt. Sholtens.

Pengelolaan statuin radio dipercayakan kepada satu badan penyiaran yang beranama Reegering
Voorlightings Dients (RVD) dipimpin oleh Mayor P.H. Kramer. Badan penyiaran ini sekaligus menjadi
terompet Negara Indonesia Timur bentukan Belanda. Pada Tahun 1947, berganti nama menjado Radio
Oemroep in Overgangtijd atau ROIO dipimpin oleh A.O.A Niederer sampai tahun 1950. Meskipun radio
ini milik badan penyiaran tentara Belanda/ NICA, siaran radionya tak luput dari penyusupan pesan-pesan
perjuangan terselubung. Robert Wolter Mongisidi salah seorang pemuda pejuang Merah Putih,
memanfaatkan hubungan baiknya dengan seorang Penyiar ROIO, Alex Muri. Ketika diketahui oleh NICA,
Alex Muri dipecat.

Bulan Mei 1950, Kamarsayah, Sutoyo dan Muri tib dari Jakarta untuk mengambil alih radio siaran di
Makassar dan menjadikannya Radio Republik Indonesia (RRI). Pada saat yang sama tanggal 6 Mei 1950,
sedang terjadi pemberontakan Andi Azis. Sepasukan serdadu ex KNIL menguasai RRI. Kru yang sata itu
sedang bertugas, Chris Betaria (Redaktur pekabaran), Ny. Mandias (Penyiar), Sudarmadji (Operator
teknik), Alex Rorimpandei (Sopir ) dan Nurdin Adam (pensuruh) sempat di tahan. Agar tetap mengudara,
kru RRI lainnya segera mengupayakan pendirian sebuah pemancar darurat di kantor Gubernur dengan
bantuan petugas Kantor Pos dan Telegraph.

Tanggal 18 Aghustus 1950 statuin RRI di tepi pantai Losari berhasil di rebut kembali oleh TNI, RRI
kembali mengudara. Menyusul pemberontakan Andi Azis di Makassar, Dr. Soumokil memproklamirkan
berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon. PAsukan TNI segera melancarkan Operasi
penumpasan. Dikoordinir oelh Komandan Teritorium VII Indonesia Timur di bawah Panglima Kawilarang
yang berkedudukan di Makassar, operasi dilakukan. Pada operasi pendaratan TNI di Maluku, September
1950 seorang reporter RRI Makassar, Anwar Ahmad ikut serta dan membuat laporan.

Tahun 1967, RRI dipimpin oleh M. Sani mengembangkan siaran di bidang keagamaan. Setelah
berkonsultasi dan berdiskusi dengan H.M. Daeng Patompo akhirnya disepakati dengan Pemda kota
Makassar dengan didukung oleh Gubernur Achmad Lamo. Diselengarakanlah Musabaqah Tilawatil
Qu’ran (MTQ) yang pertama di Makassar tahun 1968.

Dalam kurun waktu tahun 1950 hingga 1970-an RRI Makassar tampil sendiri tanpa saingan, lokasinya
pun telah pindah dari jalan Rajawali ke jalan Riburane. Menempati lakan eks taman Wilhelmina
(Wilhelmina Park), yang pernah dijadikan Terminal angkutan kota sebelum terminal itu dipindahkan lagi
ke samping Rumah SAkit Akademis pada tahun 1950-an. Diawal 1970-an radio siaran swasta mulai
bermunculan disusul dengan berdirinya TVRI statiun Ujungpandang (kini Makassar) pada tuhun 1975.
Setelah itu RRI mulailah memasuki situasi ” persaingan” yang ketat.

Mulai Tahun 1991 RRI Makassar membagi siarannya dalam dua programa. Programa I utamanya untuk
segmen di daerah luar MAkasasr, sedangkan Programa II utamanya untuk segemn masyarakat
perkotaan. PAda tahun 1990-an inilah prestasi RRI Makassar dibidang siaran banyak memperoleh
penghargaan. Beberapa Piala Swara Kencana untuk Sandiwara Radio dan Siaran Pedesaan berulangkali
diraihnya.

DSC00776_600x450Di era reformasi pasca pembubaran Departemen Penerangan, RRI telah menjadi
perusahaan Jawatan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 37/2000. Dengan demikian dalam
operasionalnya RRI akan semakin independen, netral dan mandiri serta mengarahkan siarannya untuk
melayani publik, sesuai prinsip-prinsip radio publik.

Dengan disahkannya Undang Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, RRI saat ini berstatus
Lembaga Penyiaran Publik. Pasal 14 Undang Undang Nomor 32/2002 menegaskan bahwa RRI adalah
Lembaga Penyiaran Publik yang bersifat independen, netral, tidak komersial dan berfungsi melayani
kebutuhan masyarakat. Sebagai Lembaga Penyiaran Publik, RRI terdiri dari Dewan Pengawas dan Dewan
Direksi. Dewan Pengawas yang berjumlah 5 orang terdiri dari unsur publik, pemerintah dan RRI.

Dewan Pengawas yang merupakan wujud representasi dan supervisi publik memilih Dewan Direksi yang
berjumlah 5 orang yang bertugas melaksanakan kebijakan penyiaran dan bertanggung jawab atas
penyelenggaraan penyiaran. Status sebagai Lembaga Penyiaran Publik juga ditegaskan melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 11 dan 12 tahun 2005 yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Undang Undang
Nomor 32/2002. Perubahan RRI menjadi Lembaga Penyiaran Publik telah melampaui proses yang cukup
panjang seiring semangat demokratisasi media yang berjalan seiring momentum reformasi.
Sebelumnya, RRI adalah lembaga penyiaran pemerintah yang merupakan unit kerja Departemen
Penerangan.

Fungsi RRI sebagai lembaga penyiaran publik tidak hanya memberikan informasi yang aktual, tepat dan
terpercaya, namun juga memberikan nilai-nilai edukatif seperti memberikan porsi pada siaran
pendidikan, baik secara instruksional seperti siaran sekolah menengah pertama (SMP), sekolah
menengah pertama (SMU) dan Universitas Terbuka, juga memberikan pendidikan kepada masyarakat
seperti siaran pedesaan, siaran wanita, siaran nelayan dll. Tidak ketinggalan RRI juga menyajikan siaran
yang menyajikan nilai seni dan budaya bangsa yang dikemas dalam sajian yang menarik. Hiburan musik
dari manca negara pun tersaji apik dalam siaran RRI. Untuk itu pemerintah bertekad untuk menjadikan
RRI sebagai lembaga penyiaran publik yang independen, netral, mandiri dan profesional dengan
langkah-langkah sebagai berikut:

Melaksanakan kontrol sosial.

Mengembangkan jati diri dan budaya bangsa.

Memberikan pelayanan informasi pendidikan, dan hiburan kepada semua lapisan masyarakat di seluruh
Indonesia

Mendukung terwujudnya kerjasama dan saling pengertian dengan negara-negara sahabat khususnya
dan dunia internasional pada umumnya

Ikut mencerdaskan bangsa dan mendorong terwujudnya masyarakat Informasi

Meningkatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis dan berkeadilan
serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM

Merekatkan persatuan dan kesatuan bangsa

Jangkauan siaran RRI tidak saja di dalam negeri namun juga menembus sampai manca negara yang
tersaji dalam Voice Of Indonesia (Siaran Luar Negeri RRI).

Radio Republik Indonesia secara resmi didirikan pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang
sebelumnya aktif mengoperasikan beberapa stasiun radio Jepang di 6 kota. Rapat utusan dari enam
radio di rumah Adang Kadarusman, di Jalan Menteng Dalam Jakarta, menghasilkan keputusan
mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih Dokter Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin
umum yang pertama. Rapat tersebut juga menghasilkan suatu deklarasi yang terkenal dengan sebutan
Piagam 11 September 1945, yang berisi 3 butir komitmen tugas dan fungsi RRI yang kemudian dikenal
dengan “Tri Prasetya RRI”. Butir Tri Prasetya yang ketiga merefleksikan komitmen RRI untuk bersikap
netral tidak memihak kepada salah satu aliran/keyakinan, partai atau golongan. Hal ini memberikan
dorongan serta semangat kepada broadcaster RRI pada era Reformasi untuk menjadikan RRI sebagai
lembaga penyiaran publik yang independen, netral dan mandiri serta senantiasa berorientasi kepada
kepentingan masyarakat.

Likuidasi Departemen Penerangan oleh Pemerintah Presiden Abdurahman Wahid dijadikan momentum
dari sebuah proses perubahan government owned radio ke arah Public Service Boradcasting dengan
didasari Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2000, yang ditandatangani Presiden RI tanggal 7 Juni
2000. Pembenahan organisasi dan manajemen dilakukan seiring dengan upaya penyamaan visi (shared
vision) di kalangan pegawai RRI yang berjumlah sekitar 8.500 orang yang semula berorientasi sebagai
aparat pemerintah yang melaksanakan tugas-tugas, yang cenderung birokratis. Dewasa ini RRI
mempunyai 52 stasiun penyiaran dan stasiun penyiaran khusus yang ditujukan ke Luar Negeri. “Suara
Indonesia”. Kecuali di Jakarta, RRI di daerah hampir seluruhnya menyelenggarakan siaran dalam 3
program yaitu Programa Daerah yang melayani segmen masyarakat yang luas sampai pedesaan,
Programa Kota (Pro II) yang melayani masyarakat di perkotaan, dan Programa Berita dan Informasi (Pro
III) yang menyajikan berita dan informasi (News Chanel) kepada masyarakat luas.

Guna merealisir perubahan status RRI menjadi lembaga penyiaran publik yang “Khas Indonesia”, RRI
telah menjalin kerjasama pelatihan dan seminar mengenai prinsip dan aplikasi radio publik dengan
Radio Swedia, IFES dan Internews. RRI juga sudah merintis pemanfaatan multimedia dengan membuka
situs www.rri.co.id serta memanfaatkan sarana penyiaran teknologi digital dengan memanfaatkan
satelit milik WorldSpace Corporation. Sebagai industri penyiaran , RRI memiliki kesempatan yang sama
dengan media penyiaran lainnya mengapreasi semua kekuatan untuk memberikan yang terbaik bagi
publik.

Sumber : https://elmansbloger.blogspot.com/2009/11/sejarah-rri-cabang-makassar..html

Gedung Kesenian
Makassar, yang pernah menjadi pelabuhan terkemuka pada masa VOC hingga Hindia Belanda, memiliki
sisa-sisa peninggalan kolonial yang sampai sekarang masih bisa disaksikan. Salah satunya adalah Gedung
Kesenian Sulawesi Selatan.

Gedung Kesenian Sulawesi Selatan terletak di Jalan Riburane No. 15 Kelurahan Pattunuang Kecamatan
Wajo, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi gedung ini tepat berada di seberang gedung RRI,
dan dekat juga dari Balai Kota Makassar.

Awalnya, gedung ini bernama Societeit De Harmonie yang dibangun pada tahun 1896. Gedung ini
dulunya sebagai tempat bertemunya bagi perkumpulan dagang dari para pedagang Belanda pada masa
itu, dan juga digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu pemerintah kolonial, baik dari Belanda
maupun dari negara Eropa lainnya, termasuk di antaranya untuk pelantikan raja-raja di Sulawesi dalam
pemerintahan kolonial Belanda.

Semenjak Indonesia merdeka, gedung ini pernah mengalami pergantian peruntukkannya. Pada tahun
1950, gedung ini digunakan sebagai Gedung Badan Pertemuan Masyarakat, dan pada tahun 1960
menjadi Balai Budaya. Lalu, berturut-turut pernah menjadi Gedung Veteran, LPPU Departemen
Penerangan RI, Gedung DPRD Tingkat I, Gedung Pusat Penataran P4 dan akhirnya digunakan sebagai
Gedung Kesenian Provinsi Sulawesi Selatan yang saat ini kerap menampilkan pagelaran seni budaya dan
seni teaterikal budayawan Sulawesi Selatan.

Gedung yang memiliki luas 55,7 x 42,5 meter dan berdenah membentuk huruf L ini sudah beberapa
mengalami renovasi sehingga khabarnya sudah tidak banyak menampakkan ciri kepurbakalaannya.
Bangunan asli dari gedung yang terbuat dari bahan batu bata, kayu, atap seng dan kaca sudah hampir
tidak tampak lagi, kecuali bangunan depan yang menggunakan pilar-pilar besar dan menara tinggi
dengan atap bersusun tiga yang merupakan ciri khas arsitektur Eropa abad 19 gaya Renaissance atau
Yunani Baru (Neo Griekse Stijl). Gaya ini merupakan perkembangan dari gaya Roko sebagai bangunan
tua peninggalan kolonial Belanda.

Bangunan yang menjadi saksi sejarah ini tercatat dalam nomor register 343 yang dikeluarkan oleh Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara, sehingga bangunan ini harus
tetap dilindungi dan dilestarikan

Sumber : http://kekunaan.blogspot.com/2014/07/gedung-kesenian-sulawesi-selatan.html

Gedung Dewan Kesenian Sulawesi Selatan atau yang lebih dengan nama Societeit De Harmonie adalah
tempat pertemuan, perkumpulan, pesta, pertunjukan sandiwara, musik dan acara resmi lainnya yang
dihadiri oleh orang-orang Asing dan Bangsawan terkemuka, dibangun pada tahun 1896 kemudian
dirombak dan diperbesar tahun 1910-an. Dilihat dari segi arsitektur maka bangunan ini telah
menerapkan arsitektur modem dengan gaya campuran. Cirinya nampak pada bentuk bangunan yang
tidak simetris dan hanya terdiri dari satu unit bangunan menyerupai huruf L dilengkapi sebuah menara
di sisi timur. Kondisi gedung yang terletak di jalan Riburane ini, dalam keadaan terpelihara dengan baik
dengan status kepemilikan pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Sela tan. Sebagai gedung pertunjukan/
pertemuan dan seiring dengan perkembangan Kota Ujung Pandang maka gedung ini telah mengalami
perubahan fungsi dari masa ke masa yaitu; tahun 1942- 1953 difungsikan sebagai Balai Pertemuan
Masyarakat, tahun 1953- 1955 sebagai tempat pertemuan orang-orang keturunan Belanda, Cina dan
Bangsawan, kemudian mulai tahun 1955-1960 mulai dapat digunakan untuk pertemuan orang-orang
pribumi. Tahun 1960-1978 sebagai kantor DPRD Tingkat I Provinsi Sulawesi Selatan, tahun 1978-1980
oleh KNPI dan Dinas Pendapatan Daerah, tahun 1980- 1990 oleh Dewan Kesenian Makassar (DKM), dan
pada tahun 1990 - 2000, digunakan oleh Kantor Pembantu Gubemur Wilayah III dan Kantor Badan
Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) Sulawesi Selatan, dan sekarang ini menjadi Kantor dan
Gedung · Dewan Kesenian Sulawesi Selatan.

Sumber : buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013
KANTOR WALIKOTAMAKASSAR ( GouvernementKantoor)
Gedung Walikota Makassar terletak di sebelah selatan jalan Jenderal Ahmad Yani dan diapit jalan Slamet
Riyadi dan jalan Balai Kota ini. Dahulu gedung ini merupakan kantor Gubemur yang kedua, dibangun
oleh kolonial Belanda pada tahun 1939 setelah terjadi perubahan dalam struktur organisasi
pemerintahan kolonial. Gedung ini ± 50 meter di sebelah timur Fort Rotterdam bersebelahan dengan
eks kantor Balai Kota. Sekarang gedung tersebut difungsikan sebagai kantor Walikota Makassar dengan
hak kepemilikan Pemda Tingkat I Sulawesi Selatan.

Secara fisik keseluruhan bangunannya menampilkan arsitektur berciri modem dikombinasikan dengan
unsurunsur tradisional tropis, nampak pada atapnya yang berbentuk limasan,jendela-jendela dan
ventilasi lebar hamper memenuhi permukaan dindingnya. Untuk memberikan kesan formil sebagai
bangunan pemerintahan dengancak:upan wilayah yang sangat luas maka wajah depan, sisi-sisi samping
dan belakang berbentuk simetris. Denahnya berbentuk segi empat bujur sangkar dan karena gedungnya
terdiri dari beberapa unit maka masing-masing mempunyaijalan masuk dengan hall dan tangga kelantai
dua. Bangunan dikelilingi oleh halaman yang sangat luas, yang menarik dari bangunan ini adalah
menyatunya unit service (kamar mandi, toilet, gudang) dengan bangunan utama dan terdapat pada
masing-masing sisi. Unsur dekoratif hanya nampak pada bagian bangunan yang berfungsi sebagai
penghias seperti tiang, jendela, gari-garis lurus tritisan, ventilasi dan lainnya. Eks kantor Gubemur ini
masih terawat dengan baik dan dalam keadaan utuh, namun pada bahagian dalam/tengah telah berdiri
menara Balai Ko ta yang dibangun pada tahun 2009.

Sumber : buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013

KANTOR POS UNIT DIVISI P AKET (Post Cantoor)


Bangunan Kantor Pos Unit Divisi Paket, terletak dijalan Balai Kota sebelah utara Gereja Immanuel yang
didirikan pada tahun 1925 oleh pemerintahan Kolonia! Belanda. Pada awalnya Kantor pos ini difungsikan
sebagai sarana untuk memperlancar korespondensi orang-orang Eropa di Makassar, kemudian sejalan
dengan perkembangan zaman maka kantor ini difungsikan sebagai Kantor Pos Unit Divisi Paket yang
dipugar tahun 1992.

Bangunan ini terdiri atas dua bagian, dimana bagian utama terletak pada bagian depan dan bagian
belakang merupakan bangunan pendukung.

Sumber : buku “bangunan bersejarah di kota makassar” – Balai pelestarian cagar budaya makassar -
2013

Anda mungkin juga menyukai