12.70.0057 - KP Tjan, Ivana Chandra P PDF
12.70.0057 - KP Tjan, Ivana Chandra P PDF
Oleh:
TJAN, IVANA CHANDRA PURNAMA
12.70.0057
2015
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU
PEMBUATAN CHICKEN NUGGET PADA PROSES
PEMBEKUAN MENGGUNAKAN IQF (INDIVIDUAL
QUICK FREEZING) DAN PENGEMASAN
PT CHAROEN POKPHAND INDONESIA
Food Division Unit Salatiga
Oleh:
TJAN, IVANA CHANDRA PURNAMA
NIM : 12.70.0057
Program Studi: Teknologi Pangan
Dosen Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Syukur serta terima kasih kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan
anugerah-Nya sehingga laporan kerja praktek dengan judul “Pengawasan dan
Pengendalian Mutu Pembuatan Chicken Nugget pada Proses Pembekuan
Menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) dan Pengemasan PT. Charoen
Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga” dapat terselesaikan dengan
tepat waktu. Laporan kerja praktek ini dapat terselesaikan juga tak lepas dari doa,
arahan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang diberikan kepada
penulis. Penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Victoria Kristina Ananingsih, S.T., M.Sc., selaku Dekan Fakultas
Teknologi Pertanian yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan kerja praktek.
2. Bapak Ir. Sumardi, M.Sc., selaku dosen pembimbing kerja praktek yang
telah membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam
melakukan serta menyelesaikan kerja praktek ini.
3. Seluruh staff Tata Usaha Teknologi Pangan yang telah membantu dalam
hal administrasi mulai dari awal kerja praktek hingga terselesaikannya
laporan kerja praktek ini.
4. Bapak Asmoro Hendriyadi selaku Kepala Bagian Quality Control yang
telah membimbing penulis selama melakukan kerja praktek di PT.
Charoen Pokphand Indonesia Food Division Unit Salatiga.
5. Bapak Yosi Pratama dan Ibu Theresia Sri Atun selaku pembimbing
lapangan yang telah membimbing penulis selama melakukan kerja praktek
di PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga.
6. Seluruh QC lapangan, staff, karyawan dan security PT. Charoen Pokphand
Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang telah memberikan informasi-
informasi dan bantuan yang dibutuhkan oleh penulis.
7. Orang tua, kakak dan adik tercinta yang telah memberikan dukungan dan
semangat baik tenaga maupun materi, untuk keberhasilan penulis selama
Kerja Praktek dan dalam penyusunan laporan kerja praktek ini.
ii
8. Sherly Putri Santoso dan Graytta Intannia sebagai teman satu kelompok
kerja praktek yang telah memberikan bantuan selama penulis melakukan
kerja praktek.
9. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis dalam menyelesaikan kerja praktek.
Masih banyak pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang dengan
berkenan hati membantu penulis dalam menyelesaikan kerja praktek. Harapan
penulis dengan adanya laporan kerja praktek ini dapat memberikan manfaat serta
dapat memberikan pengetahuan kepada para pembaca serta berbagai pihak yang
sekiranya membutuhkan. Terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
5. PENGENDALIAN MUTU ..............................................................................22
5.1. Pengendalian Mutu pada Proses Freezing .....................................................23
5.2. Pengendalian Mutu pada Proses Packaging dan Cartoning ..........................27
5.2.1. Pengendalian Mutu pada Jenis Kemasan..............................................33
5.3. Pelaksanaan dan Pengawasan Pengendalian Mutu Oleh Quality Control .....35
6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................36
6.1. Kesimpulan ....................................................................................................36
6.2. Saran ...............................................................................................................36
7. DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................37
8. LAMPIRAN ......................................................................................................39
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
1. PENDAHULUAN
1
2
kuliah dalam Program Studi Teknologi Pangan yang dilakukan selama minimal 20
hari. Dengan kerja praktek ini, diharapkan segala teori dasar yang sudah
didapatkan selama kuliah mampu diterapkan oleh penulis secara nyata dan dapat
mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja. Oleh karena itu kami memilih
PT. Charoen Pokphand Indonesia sebagai tempat KP, hal ini mengingat
perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan besar dan terkemuka di
Indonesia yang menerapkan teknologi serta proses yang berkualitas tinggi untuk
menghasilkan produk yang berkualitas dan bermutu tinggi, sehat, halal, dan aman
bagi konsumen, dengan harga yang terjangkau bagi konsumen.
1.2. Tujuan
Tujuan dari Kerja Praktek ini, antara lain :
a. Mendapat gambaran yang nyata mengenai dunia kerja.
b. Menerapkan dasar-dasar teori yang telah didapatkan selama masa perkuliahan.
c. Menambah wawasan dan pengetahuan terutama mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan bidang pangan.
3
1.3. Manfaat
Manfaat dilakukannya Kerja Praktek di PT. Charoen Pokphand Salatiga - Food
Division Unit adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui proses produksi chicken nugget.
b. Mengetahui proses pengawasan dan pengendalian mutu pada produksi chicken
nugget.
c. Mendapatkan berbagai wawasan pada ndustri pengolahan daging ayam
khususnya pembuatan chicken nugget.
d. Mengetahui kondisi dunia kerja secara nyata dan dapat turut berpartisipasi
aktif dalam sebagian proses produksi chicken nugget terutama bidang
pengawasan dan pengendalian mutu.
PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit telah membuktikan dirinya
sebagai perusahaan pengolahan daging ayam yang bermutu di Indonesia demi kepuasan
seluruh rakyat Indonesia dengan mengutamakan kebersihan dan kualitas dari produk
yang dihasilkan, untuk itu masalah sanitasi dan higenis serta jaminan halal sangat
diutamakan untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan memenuhi harapan serta
kebutuhan pelanggan. Selain itu, proses pengolahan diawasi secara ketat sesuai dengan
standar makanan sampai pada proses pengemasan, penyimpanan, dan distribusi. PT
Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit sangat mengutamakan kebersihan
dan kualitas dari produk yang dihasilkan, sehingga program GMP (Good Manufacturing
Practice), SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure), HACCP dan ISO 9001,
serta jaminan halal sangat diutamakan untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan
memenuhi kepuasan pelanggan. PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit
5
6
telah memproduksi dan mensuplai produk yang bermutu tinggi untuk keperluan industri
makanan di Indonesia seperti KFC, CFC, Wendy’s dan restaurant restaurant lain.
Dan misi dari PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division Unit Salatiga antara
lain :
• Membantu meningkatkan kualitas bangsa Indonesia dan dunia serta memuaskan
pelanggan dan pemegang saham dengan memproduksi makanan olahan bermutu
tinggi, halal, dan aman untuk dikonsumsi dengan menerapkan GMP (Good
Manufacturing Practice), SSOP (Sanitation Standart Operating Procedure), Sistem
Jaminan Halal, HACCP, dan ISO 9001 : 2008.
• Menjaga dan menerapkan prinsip-prinsip kelestarian lingkungan hidup sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.
lokasi pabrik yaitu lokasi pabrik atas dan pabrik bawah. Lokasi pabrik atas terdiri dari
rumah pemotongan ayam slaughter house (evisceration dan cut up), gudang premix,
gudang chemical, cold storage, dan office. Sedangkan untuk lokasi pabrik bagian bawah
terdiri dari area produksi chicken nugget dan sosis, gudang seasoning, cold storage, dan
lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah). Pabrik PT. Charoen Pokphand - Food
Division Unit Salatiga memiliki kemampuan produksi sebesar 4.000 ekor per jam.
Struktur organisasi pada PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit
Salatiga berbentuk linier yaitu wewenang pimpinan tertinggi secara langsung mengalir
kepala kepala bagian yang berada di bawahnya dengan pembagian kerja yang sesuai
dengan bidang-bidang yang telah terstruktur dan masing-masing bertanggung jawab
pada bidangnya. Struktur organisasinya terdiri dari :
Sausage Production
Further Production
Premix Production
Breadcrumb Production
Slaughter house
PPIC
Head
Production Warehouse
QC & Lab
Marketing
Logistik
Purchasing
P&GA
Utility & Maintenance
Catatan : Bagian yang diarsir adalah bagian dimana kerja praktek dilakukan
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit
Salatiga
8
• Head Production
Merupakan pimpinan produksi puncak dari PT. Charoen Pokphand Indonesia Food
Division Unit dimana bertugas dalam memimpin, mengkoordinir dan mengawasi
pelaksanaan tugas terhadap bagian – bagian dibawahnya, merencanakan dan
menerapkan kebijaksanaan mengenai perbaikan, serta untuk perkembangan umum
perusahaan.
• Sausage Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu sosis.
• Further Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi produk olahan daging ayam yaitu chicken
nugget forming dan non-forming.
• Premix Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi bahan sebagai premix.
• Breadcrumb Production
Bagian yang bertugas untuk memproduksi breadcrumb.
• Slaughter house
Bagian yang bertugas untuk menyediakan bahan baku proses produksi yang bergerak
dalam bidang pemotongan ayam dan penghasil produk-produk sampingan selain
daging.
• PPIC (Planning Production Inventory Control)
Bagian yang bertugas untuk menyiapkan planning atau rencana produksi tia minggu
untuk ketiga produksi dan juga bertugas mengontrol jumlah barang yang ada di
gudang yang nantinya berkoordinasi dengan bagian warehouse.
• Warehouse
Bagian yang bertugas untuk menyimpan produk olahan jadi setelah diproduksi dan
material atau bahan mentah yang akan digunakan dalam proses produksi.
• QC (Quality Control) dan Laboratory
Bagian yang bertugas untuk mengontrol kualitas produk agar produk yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang diberikan oleh perusahaan. Bagian QC ini mencakup
dalam QC produksi dan QC laboratory untuk menguji kandungan-kandungan dalam
produk makanan dan bahan bakunya.
• Marketing
9
Bagian yang bertugas dalam hal pemasaran produk olahan baik further maupun
sausage. Dalam hal penjualan dan pemasaran dilakukan oleh PT. Prima Food
Internasional yang merupakan distributor dari Charoen Pokphand Group.
• Logistik
Bagian yang bertugas untuk mengatur proses transportasi dalam pengiriman barang.
• Purchasing
Bagian yang bertugas untuk pembelian bahan baku produksi dan pengadaan barang.
• P&GA (Personal And General Affair)
Bagian personal (kepersonaliaan) baik mulai recruitment hingga pengadaan training
untuk karyawan. Sedangakan General Affair merupakan bagian umum yang akan
melayani dan memenuhi kebutuhan produksi.
• Utility and Maintenance
Bagian yang bertugas dalam mensupport alat mesin.
2.6. Ketenagakerjaan
PT. Charoen Pokphand - Food Division Unit Salatiga memiliki jumlah karyawan sekitar
1200 orang. Adapun pembagian jam kerja untuk karyawan staff dan produksi. Untuk
karyawan staff tidak ada sistem shift, sedangkan untuk karyawan produksi terdapat 3
shift antara lain :
Di sisi lain, karyawan harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di dalam pabrik.
Selain itu, diterapkan sistem reward and punishment. Karyawan berhak menerima
reward sesuai ketentuan dari manajemen pabrik, adapun jenis reward tersebut adalah
10
naik pangkat, misalnya dari karyawan harian menjadi karyawan bulanan. Sedangkan
untuk punishment atau sanksinya yaitu berupa SP 1, SP 2, dan SP 3. Pemberian SP
(Surat Peringatan) didasarkan pada pelanggaran kerja antara lain kelalaian kerja,
pelanggaran peraturan kerja, dan tidak dapat mengontrol bagiannya.
Dalam satu shift, terdapat tiga orang QC yang bertugas untuk mengontrol kualitas
produk dan melakukan teknik pengendalian mutu selama proses produksi yang terbagi
atas tiga lingkup ruang yang berbeda yaitu pada ruang meat preparation, ruang cooking,
dan ruang packaging. Setiap tiga hari sekali QC dalam satu shift saling bertukar posisi
dan terdapat jadwal penempatan QC pada shift yang berbeda setiap minggunya.
Pengaturan seperti itu dilakukan agar setiap QC dapat menguasai semua teknik
pengendalian mutu pada proses produksi baik di shift 1, shift 2, maupun di shift 3.
Setiap pergantian shift, para QC akan mencatat di buku laporan mengenai dokumentasi
proses produksi pada shift tersebut.
3. SPESIFIKASI PRODUK
11
12
Merk Produk
Champ Chicken Nugget
Chicken Stick
Chicken Nugget Coin
Chicken Nugget ABC
Okey Stik Okey
Nugget Okey
Akumo Nugget Akumo
Proses pembuatan chicken nugget di PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food Division
Unit Salatiga adalah sebagai berikut :
Penerimaan bahan baku produksi
Emulsi
Pencetakan (Revoformer)
Battering (Batter mixer)
Breadering
Penggorengan I (Fryer I)
Penyortiran
Penggorengan II (Fryer II)
Cooking Area Penyortiran
Packing Plastik
Checkweigher bag
13
14
Sealer box
Palleting
Penyimpanan (Coldstorage)
Loading
Gambar 3. Alur Produksi Pembuatan chicken nugget PT. Charoen Pokphand Indonesia -
Food Division Unit Salatiga
Bahan baku utama dari produksi chicken nugget yaitu daging ayam dimana daging
ayam yang digunakan adalah daging ayam broiler. Ayam broiler merupakan jenis ayam
yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas pertumbuhan cepat sebagai
penghasil daging, siap dipotong pada usia relatif muda, daging berserat lunak dan
dipasarkan pada umur 6-8 minggu (North, 1972). Pemilihan jenis ayam ini dikarenakan
kandungan 23,3% protein, 73,8% air, dan 1,2% lemak (Aberle et al., 2001). Daging
ayam yang siap untuk diproduksi harus dilakukan pengecekan secara sensori.
Pengecekan itu meliputi pengujian aroma, warna, tekstur, dan kenampakan daging
ayam. Aroma daging ayam yang baik adalah aroma daging ayam segar. Warna daging
ayam yang baik adalah putih kemerah-merahan. Tekstur daging ayam yang dikehendaki
yaitu daging dengan bertekstur kenyal dan untuk kenampakan daging yang seharusnya
yaitu tidak berlendir dan bebas dari mikroorganisme seperti Pseudomonas,
15
Micrococcus, dan jamur yang dapat menimbulkan noda atau lendir pada permukaan
daging.
Daging ayam yang digunakan diantaranya adalah bagian dada dan paha yang biasa
disebut Boneless Skinless Breast (BSB) untuk bagian dada dan Boneless Skinless Leg
(BSL) untuk bagian paha. Menurut Owens (2001), Boneless Skinless Breast (BSB)
adalah daging dada ayam yang telah dipisahkan dari tulang dan kulitnya dipilih pada
pembuatan chicken nugget karena memiliki tekstur yang lembut, seragam, dan memiliki
warna yang terang. Bahan-bahan yang digunakan khususnya daging harus disimpan
dalam chillroom dengan suhu 0-5oC dan penyimpanan tersebut dapat bertahan selama 3
hari untuk mendapatkan kualitas daging yang baik. Menurut Buckle (1987),
penyimpanan dingin merupakan penyimpanan yang dilakukan pada suhu antara 1-
3,5oC, tetapi masih dalam suhu optimal –2oC dan 7oC yang dapat bertahan dalam waktu
3-5 hari. Suhu dan kebersihan ruangan harus dipantau setiap hari untuk menjaga
kesegaran daging dan menghindarkan daging dari kontaminasi serta selalu
didokumentasikan dalam form kondisi chillroom.
Pengeluaran bahan baku dilakukan secara FIFO (First In First Out) dan juga selalu
dilakukan pencatatan bahan baku yang keluar dan masuk dalam chillroom. Salah satu
cara untuk mempermudah sistem FIFO dengan memberi warna kemasan yang berbeda
pada setiap harinya, contoh didalam penerapan dari PT. Charoen Pokphand Indonesia –
Food Division Unit Salatiga untuk kemasan hari pertama yaitu plastik berwarna merah
dan kedua berwarna putih, untuk produk frozen dikemas dengan plastik berwarna
kuning, dan produk siap olah dikemas dengan plastik warna biru.
Bahan penunjang seperti tepung terigu, profarm (isolate kedelai), pati jagung, premix
(campuran bumbu-bumbu), tepung roti (bread crumb), minyak goreng, tepung batter.
Semua bahan penunjang berasal dari supplier yang sudah terpilih, sedangkan premix berasal
dari PT. Charoen Pokphand Indonesia - Food Division Unit Salatiga yang terletak di
Cikande. Bahan penunjang yang datang akan dicek oleh QC incoming dengan melihat CoA
(Certificate of Analysis) dan dokumen halal yang berlaku serta penampakan secara fisik dan
visual seperti bau, warna, dan kontaminan benda asing, serta pada laboratorium secara
16
biologi dan kimia. Pemeriksaan kualitas secara kimia yaitu pemeriksaan kualitas kadar
air dan kadar garam sedangkan pemeriksaan kualitas secara biologi pada bahan
penunjang seperti terigu meliputi pemeriksaan mould dan yeast dengan batas maksimum
1 x 104 koloni/gram. Hal ini sesuai dengan SNI 7338 : 2009 yang menjadi acuan
laboratorium di PT. Charoen Pokphand Indonesia. Setelah memenuhi standar yang
ditetapkan, bahan penunjang tersebut baru boleh disimpan ke dalam gudang seasoning
dengan suhu 20-300C dan kelembaban 50-60%.
Penerimaan minyak goreng ditentukan pengecekan secara sensori dan FFA untuk
menentukan kualitas. Pemeriksaan % FFA ini dilakukan dilaboratorium PT. Charoen
Pokphand - Food Division Unit Salatiga. Asam lemak bebas adalah indikator dalam
penentuan kualitas minyak yang baik. Asam lemak bebas terbentuk dari proses
hidrolisis lemak dan akan bereaksi membentuk komponen volatile yang menjadi
penyebab ketengikan dan polimer (Ketaren, 1986).
Bahan penunjang juga harus diperhatikan tata letaknya seperti harus diletakkan pada rak
atau pallet (non kayu) sehingga tidak bersentuhan dengan dinding dan langit-langit.
Jarak pallet dengan dinding kurang lebih 45 cm yang bertujuan agar mudah untuk
pembersihan dan pemantauan kebersihan ruang penyimpanan. Rak yang digunakan
untuk menyimpan barang tidak boleh kontak langsung dengan permukaan tanah. Hal ini
untuk mempermudah pembersihan lantai dan mencegah kontaminan biologis seperti
serangga dan binatang pengerat untuk memakan produk. Kebersihan ruangan tempat
penyimpanan juga harus diperiksa secara rutin dan didokumentasikan.
adonan ke bawah, sedangkan ulir di bagian bawah berfungsi untuk membawa adonan ke
pre cutter, cutter dan hole plate. Penggilingan ini bertujuan untuk meningkatkan luas
permukaan daging yang dapat membantu ekstraksi protein. Proses ini sangatlah penting
karena dengan itu daging akan saling berikatan dan membentuk tekstur yang kuat
(Owens, 2001).
Kemudian dicampur menggunakan alat unimix dan dengan ditambahkan senyawa gas
nitrogen. Nitrogen memiliki karakteristik tidak berbau, tidak memiliki rasa, dan tidak
berwarna sehingga penggunaannya tetap aman dalam teknik membekukan makanan.
Pada tekanan atmosfer, nitrogen cair mendidih pada temperatur 77 K. Penggunaaan
nitrogen tersebut berfungsi untuk membantu pembekuan dan membentuk struktur
adonan agar mudah dicetak, membantu pengawetan adonan, dan mempertahankan
bahan dari kehilangan flavor dan aroma (Anonymous, 2010).
Saat pencampuran ini juga ditambahkan bahan lain selain daging yaitu tepung, bawang
putih, es, dan emulsi oil. Penambahan bahan emulsi ini merupakan pencampuran dari
air, es, isolat soy protein, dan minyak yang berguna untuk menjaga agar butir minyak
tetap tersuspensi dalam air (Winarno, 2002). Sedangkan fungsi dari es bertujuan untuk
menjaga suhu emulsi agar tetap rendah sehingga terjadi pembentukan gel yang baik dan
mencegah pecahnya emulsi akibat denaturasi protein.
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih, dan
merica (Anwar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan
dan digunakan sebagai penguat cita rasa dan bahan pengawet tetapi dalam
penggunaannya harus sesuai takaran yaitu berkisar 2-3% dari berat daging yang
digunakan agar tidak terjadi salting out. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma
dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al.,
1987). Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan
makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan
makanan (bersifat fungistatik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal
dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun & Budiarti, 1992).
18
Sedangkan merica berguna sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet
makanan (Rismunandar, 2003).
Pada unimix, terdapat 2 ulir yang berputar berlawanan arah untuk mencampur adonan.
Pemeriksaan kualitas adonan yang keluar dari unimix meliputi suhu adonan dan sensori
(bau dan warna). Standar dari suhu adonan berkisar antara (-6)-(-3)0C. Jika suhu terlalu
tinggi dapat terjadi denaturasi protein. Selain itu adonan chicken nugget menjadi terlalu
lembek dan akan sulit dicetak serta mengakibatkan adonan menjadi lengket dengan
mesin pencetak. Sebaliknya bila suhu terlalu rendah, chicken nugget akan sulit dicetak
dan dapat merusak mesin pencetak (Owens, 2001).
Adonan yang telah dimixing kemudian dimasukkan ke dalam revoformer untuk dicetak
dan setelah itu melewati proses battering yang dibuat dengan mesin batter mixer dengan
mencampurkan tepung batter, air, dan es yang berfungsi sebagai perekat breadcrumb
dengan adonan. Batter merupakan campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan
bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Batter
yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih,
bersih, dan tidak mengandung benda–benda asing (Fellows, 2000). Kemudian dilakukan
proses breadering dimana merupakan proses penambahan pelapis atau coating dengan
menggunakan breadcrumb. Proses ini berguna untuk melindungi produk dari dehidrasi
selama pemasakan dan penyimpanan (Fellows, 2000). Tepung roti harus segar, berbau
khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak
berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002). Batter dan breader
dapat meningkatkan nilai gizi dari suatu produk pangan dan menambah kenikmatan
ketika konsumen mengonsumsi produk tersebut. Selain itu, batter dan breader
bertindak dalam menjaga kelembaban produk pangan (Suderman & Cunningham,
1983).
4.3. Cooking
Dalam proses ini, terbagi menjadi dua proses penggorengan yaitu menggunakan fryer 1
dan fryer 2. Pada fryer 1 digunakan untuk pemasakan produk setengah matang sedangkan
fryer 2 digunakan untuk proses pematangan lebih lanjut. Penggorengan berfungsi sebagai
19
4.4. Freezing
Setelah nugget terseleksi kemudian dilakukan proses pembekuan dengan menggunakan
alat IQF (Individual Quick Freezing), dimana suhu ruangan dari IQF berkisar -40°C
sampai dengan -35°C. Lama pembekuan di dalam IQF selama ±30 menit hingga 1 jam.
Bahan pangan yang telah digoreng akan memiliki suhu yang tinggi sehingga dengan
proses pembekuan menggunakan IQF ini diharapkan suhu bahan pangan menurun
hingga mencapai suhu -18°C.
Mesin IQF memiliki prinsip dasar yaitu membekukan produk dengan bantuan cairan
pendingin dalam waktu yang singkat dan hasil dari pembekuannya terpisah-pisah. Di
dalam mesin terdapat conveyor belt yang berisi produk yang nantinya akan diberi
hembusan udara dingin. Gas masuk ke dalam blower yang akan diubah menjadi gas
pendingin dengan suhu -24oC. Jika bahan pendingin dimasukkan ke dalam ruang
tertutup yang titik didihnya sudah diatur dengan cara menurunkan tekanan, maka
refrigerant akan menguap sambil menyerap sangat banyak panas dari bahan yang
didinginkan dalam ruangan tersebut, sehingga suhu ruangan itu akan menurun dan
dingin.
20
Mesin IQF ini dapat bekerja dengan menyerap panas dari produk yang didinginkan dan
memindahkan panas ke tempat lain dengan perantara bahan pendingin (refrigerant)
yaitu amonia. Bahan pendingin cair dari tangki penampung dimasukkan ke dalam
evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Bahan pendingin cair di evaporator menguap
dengan jalan menurunkan tekanannya dengan kompresor. Uap bahan pendingin yang
terhisap oleh kompresor kemudian dimampatkan dan dimasukkan ke dalam kondesor
untuk diembunkan (didinginkan dengan udara atau air). Bahan pendingin yang telah
menjadi cairan kembali ditampung di dalam sebuah tangki penampung untuk kemudian
diuapkan kembali di dalam evaporator. Setelah produk keluar dari IQF, dilakukan sortir
kembali supaya nugget yang tidak sesuai spesifikasi tidak ikut dikemas. Dalam hal ini,
tugas QC sangatlah diperlukan untuk mengawasi dan mengamati produk yang
dihasilkan.
proses cartoning yang dilakukan secara manual dan setelah itu dilakukan proses sealing
box menggunakan mesin lakban. Proses selanjutnya adalah proses pengecekan berat
produk dalam box menggunakan mesin checkweigher box. Apabila berat box tidak
sesuai dengan standar yang ditentukan maka box tersebut akan dipisahkan oleh rejector.
Box yang berada dalam jalur akan masuk ke dalam ruangan palleting dan disimpan
dalam cold storage lalu dilakukan loading. Tugas QC dalam tahapan ini diperlukan
untuk mengecek produk dari segi kemasan sebelum sampai ke tangan konsumen.
5. PENGENDALIAN MUTU
Packing Plastik
Checkweigher bag
Sealer box
22
23
Palleting
Penyimpanan (Coldstorage)
Loading
Freezing merupakan suatu unit operasi yang bekerja mengurangi suhu pada bahan
pangan menjadi di bawah freezing pointnya dan perubahan proporsi kandungan air
menjadi bentuk kristal es (Fellows, 2000). Proses ini berfungsi untuk mengawetkan
bahan pangan dengan immobilisasi dari air menjadi es menghasilkan konsentrasi
padatan terlarut dalam bagian air yang tidak membeku dengan Aw pada bahan pangan
rendah. Aw adalah aktivitas air dimana jumlah air bebas yang tersedia dan dapat
digunakan untuk pertumbuhan mikrooganisme dalam bahan makanan. Pada Aw yang
rendah, mikroorganisme akan mati karena sel-sel di mikroorganisme akan berdifusi
keluar sebagai akibat terjadinya proses kesetimbangan osmotik (Desrosier, 1978).
Selain itu menurut Jay (2000), freezing mempunyai efek penting untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan proses quick freezing yaitu proses
pembekuan cepat yang diikuti dengan penurunan suhu produk sampai sekitar -20o C
dalam waktu 30 menit. Berdasarkan teori USDA (2010), metode freezing dapat
membantu dalam memperlambat pergerakan mikroorganisme dan molekul sehingga
24
mikroba yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas bahan pangan masuk dalam
fase tidak aktif. Jay (2000) menambahkan bahwa ada beberapa hal yang terjadi pada
mikroorganisme selama freezing antara lain :
1. terjadi kematian mikroba secara tiba-tiba dengan cepat, tetapi bervariasi untuk
setiap spesies mikroorganisme.
2. bagian sel yang berfungsi untuk bertahan hidup secara bertahap rusak.
3. penurunan ini terjadi secara cepat pada suhu freezing point, yaitu sekitar -2oC, dan
lebih lambat pada suhu yang lebih rendah lagi.
Proses pembekuan produk setelah cooking dilakukan dalam IQF (Individual Quick
Freezing) dengan suhu ruangan -400-(-300) C selama ±30 menit untuk mencapai suhu
pusat produk -180C. Hal tersebut sesuai dengan teori Fellows (2000) bahwa quick
freezing adalah proses pembekuan secara cepat dimana dibutuhkan waktu ±30 menit.
Pada suhu -180C dapat menginaktifasi reaksi enzimatis, menghindari aktivitas mikroba
dan pembusukan pada produk. Pada kondisi ini sering terjadi kesalahan suhu akhir
produk yang tidak sesuai dengan yang ditentukan. Hal itu terjadi karena holding time
(lamanya produk di dalam mesin tersebut) yang terlalu cepat sehingga suhu produk
tidak bisa mencapai standart (-18°C), selain itu akan menyebabkan tekstur produk
menjadi lembek.
Menurut Yuliana et al., (2013) teknik pendingan dengan mesin IQF memiliki manfaat
untuk menjaga agar kandungan nutrisinya tidak hilang dan produk menjadi lebih tahan
lama. Prinsip kerja IQF adalah ada tabung bertekanan udara yang menghembuskan
bunga - bunga es di rel, lalu ada evaporator yang berisi amonia sebagai sumber
pendingin, ada fan balancing untuk mencegah udara dari dalam ke luar, terdapat 3 kipas
di atas, untuk meratakan udara supaya dingin dan ada ADF (Air Defroster Fan) untuk
menghembuskan udara, agar tidak ada bunga-bunga es. Dalam pendinginan IQF ini
26
menggunakan bahan baku berupa amonia. Amonia merupakan gas yang tidak
mempunyai warna dan lebih ringan daripada udara. Menurut Jennie & Rahayu (1993)
amonia digunakan sebagai bahan baku dalam IQF karena amonia memiliki titik lebur -
75oC dan titik didihnya -33,7oC. Sistem pembekuan IQF tertutup dan tidak kontak
dengan bahan makanan karena sumber pendingin berada dalam pipa-pipa evaporator.
Panjang rel saat memendek 450 m saat memanjang dapat mencapai 650 m. Rel ini
berputar ke atas dan nugget berada dalam IQF selama 30 menit.
Dalam hal ini, conveyor pada mesin IQF jangan sampai berhenti karena akan
menimbulkan flake ice yang dapat menyebabkan conveyor menjadi susah untuk
bergerak. Dalam penerapan seharusnya berdasarkan teori Fellows (2000) bahwa mesin
IQF tidak terus-menerus beroperasi, tiap 8 jam sekali mengalami defrost (masa istirahat)
yaitu mesin dimatikan selama 30 menit untuk mencairkan blok es yang menempel pada
bagian depan evaporator. Setelah proses freezing produk selesai, petugas QC akan
selalu melakukan pemeriksaan suhu adonan setelah keluar. Kemudian dilihat apakah
sudah sesuai dengan standar atau tidak. Pemeriksaan kualitas mutu pada proses freezing
meliputi pemeriksaan kualitas kondisi IQF yaitu antara lain air temperature,
evaporating temperature, rail temperature, holding time, dan suhu pusat produk setelah
IQF. Petugas QC juga melakukan verifikasi terhadap pencapaian suhu pusat produk
setelah proses pembekuan pada setiap batch dan didokumentasikan dalam Form
Verifikasi Proses Pengemasan. Jika suhu produk setelah pembekuan tidak tercapai,
petugas QC segera memberitahukan kepada petugas produksi untuk dilakukan tindakan
perbaikan dengan cara mengecek kondisi IQF atau melakukan pembekuan ulang.
Masalah yang sering muncul yaitu perubahan suhu dalam mesin IQF. Apabila suhu
menjadi tinggi dan holding time terlalu cepat maka menyebabkan proses pembekuan
tidak sesuai standar menyebabkan produk masih lembek. Kemungkinan perubahan suhu
dikarenakan suhu ruangan IQF drop akibat compresor mati. Dalam hal ini, untuk hasil
yang tidak sesuai dengan suhu standar maka akan di rework. Petugas QC juga
melakukan verifikasi terhadap pencapaian suhu pusat produk setelah proses pembekuan
pada setiap batch dan didokumentasikan dalam Form Verifikasi Proses Pengemasan.
Jika suhu produk setelah pembekuan tidak tercapai, petugas QC segera memberitahukan
27
kepada petugas produksi untuk dilakukan tindakan perbaikan dengan cara mengecek
kondisi IQF atau melakukan pembekuan ulang.
Setelah keluar dari mesin IQF, nugget akan disortir kembali untuk mengantisipasi
adanya nugget yang tidak sesuai dengan bentuknya. Setelah disortir, nugget akan
dibawa ke mesin penimbang MHW melalui bucket elevator. Pada mesin MHW, produk
akan ditransfer ke dalam head. Terdapat sejumlah 16 head pada mesin ini yang bekerja
secara bergantian untuk menimbang produk. Jika beratnya sudah sesuai, maka head
akan membuka dan produk akan jatuh ke hopper yang ada dibawahnya. Kemudian
produk akan dijatuhkan ke plastik yang sudah dibentuk di bag former. Sensor pada
mesin akan bekerja secara otomatis membaca eyemark pada polyroll, sehingga kemasan
plastik dapat terpotong dengan tepat pada gambarnya. Kemudian plastik yang sudah
berisi produk di seal secara otomatis. Pada pembentukan plastik juga dilakukan
pencetakkan kode produksi dan expired date pada kemasan polyroll. Expired date
nugget yaitu selama 1 tahun.
28
Dalam proses sealing sangat dibutuhkan panas agar kemasan yang dihasilkan tertutup
dengan rapat. Adapun prosesnya disebut heat sealing. Berdasarkan teori Sampurno
(2006) heat sealing merupakan proses menyambung atau menyatukan dua film
termoplastik dengan cara memanaskan area yang saling bersentuhan sampai mencapai
suhu di mana terjadi fusi atau penyatuan, biasanya dibantu dengan tekanan.
Adapun proses pengecekan QC dilakukan setiap pergantian batch dan polyroll. Dalam
hal ini yang perlu dicek adalah ketepatan penulisan kode produksi dan expired date,
kelengkapan atribut kemasan (No MD, barcode, label halal, ketepatan potongan
kemasan, kekuatan seal, dan setting netto MHW. Pengecekan cartoning meliputi
29
pengecekan ketepatan penulisan kode produksi dan expired date (sama atau tidaknya
yang tertera pada kemasan plastik), serta kondisi karton (sesuai spesifikasi).
Dalam setiap kemasan hendaknya diberi penomoran batch dengan tujuan untuk
memastikan bahwa tiap batch produk mentah dan produk jadi dapat diidentifikasi.
Sistem penomoran yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap pengemasan
hendaklah saling berkaitan dan menjamin bahwa nomor batch yang sama tidak dipakai
secara berulang. Penomoran batch dicatat dalam suatu Form Verifikasi yang mencakup
tanggal pemberian nomor, identitas produk, serta expired date yang bersangkutan.
Berikut adalah contoh penulisan kode produksi pada kemasan dan box:
FA 20 3 01 CC 0
Keterangan:
F = Tahun produksi (2015)
A = Bulan produksi (Januari)
20 = Tanggal produksi
3 = Lokasi Produksi (Salatiga)
01 = Batch
C = Grup Produksi/Shift
C = Grup Packing
0 = Tipe Proses (Fresh)
Dan berikut adalah contoh penulisan best before pada kemasan dan box:
20 01 2016
Keterangan:
20 = Tanggal produksi
01 = Bulan Produksi
2016 = Tahun Expired
Proses selanjutnya yaitu produk yang sudah dikemas dilewatkan ke metal detector
untuk mengetahui ada tidaknya kontaminasi logam. Pada proses ini merupakan bagian
dari CCP (Critical Control Point) dalam proses produksi chicken nugget, karena tidak
ada lagi proses berikutnya yang dapat menghilangkan kontaminan. Bahaya yang
mungkin terjadi adalah adanya kontaminasi logam dalam produk. Penggunaan alat
metal detector pada bagian produksi further ini yaitu dengan tipe ISD2-3012-WP.
Menurut Fellows (2000), prinsip metal detector adalah terdiri dari 2 komponen yaitu
coil reception dan coil transmission; adanya metal atau logam akan mengganggu medan
magnet yang ada. Faktor yang mempengaruhi metal detector yaitu spesifikasi produk
30
meliputi kadar air produk, jenis produk (padat atau cair), dan kandungan gula dan
garam, serta faktor eksternal yang meliputi vibrasi (getaran rantai/keseimbangan kaki
metal detector), induksi medan magnet (HP atau motor). Dalam pengecekan
menggunakan metal detector dapat dilakukan verifikasi dengan 2 tahapan yaitu sebelum
produk jalan (hanya menggunakan ketiga spesimen saja) dan setelah produk jalan
(menggunakan spesimen dan produk). Verifikasi metal detector menggunakan spesimen
logam Fe (besi) = 1,5 mm, Non Fe (aluminium, tembaga, dan kuningan) = 2 mm, dan
SUS 316 (stainless steel) = 2,5 mm. Apabila metal detector mendeteksi adanya logam
di dalam produk, maka alarm metal detector akan berbunyi dan produk akan dipisahkan
oleh rejector ke wadah penampung dan dicari kontaminan yang terdeteksi. Jika
ditemukan banyak kontaminan maka segera dicari sumber kontaminan dan segera
ditindaklanjuti. Pemilihan spesimen terutama SUS 316 sudah sesuai dengan
Mulyaningsih et al., (2012) karena merupakan spesimen yang tetapi kekerasan dan
ketahanan korosinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan stainless steel 304.
Perlu juga diadakan pengenalan produk berdasarkan kadar air dalam produk untuk
mensetting metal detector secara manual. Adapun kriterianya antara lain :
Dry H = dry high (produk kering dengan kadar air tinggi)
Dry L = dry low (produk kering dengan kadar air rendah)
Wet H = wet high (produk basah dengan kadar air tinggi)
Wet L = wet low (produk basah dengan kadar air rendah)
PH = phase high (kadar air tinggi)
PL = phase low (kadar air rendah)
Untuk produk chicken nugget sendiri tergolong dalam wet H.
berbunyi maka dilakukan pengecekan lebih lanjut yaitu terhadap tiap piecesnya produk
pada metal detector. Selanjutnya akan dilakukan telusur lebih lanjut tentang sumber
kontaminan untuk mencegah agar kontaminasi tidak berlanjut. Setiap kontaminan yang
didapatkan harus didokumentasikan sebagai bukti. Namun, apabila terjadi masalah pada
alat metal detector dimana secara tiba-tiba alat tersebut tidak bisa digunakan. Petugas
QC harus memberitahukan kepada teknisi agar dapat segera dilakukan tindakan
perbaikan dan produk harus dihold hingga metal detector bisa dioperasikan. Sensor
adanya logam pada produk adalah dengan buzzer (bunyi alarm yang lama), display
lamp (waktu error), dan NG signal (delay operating sekitar 1 detik).
pengambilan sampel pada tiap batch berupa lab sample dan retain sample. Lab sample
digunakan untuk pengecekan kimia dan mikrobiologi, dan retain sample yang akan
digunakan sebagai acuan produk jika ada complain customer.
Proses berikutnya adalah cartoning yang dilakukan secara manual sesuai spesifikasi tiap
jenis produk. Produk chicken nugget yang sudah dikemas plastik selanjutnya melalui
tahapan cartoning yaitu memasukkan produk finish good ke dalam karton. Selanjutnya
box akan mengalami proses sealing di tape auto sealer dan dilewatkan checkweigher
box. Apabila ada produk yang underweight atau overweight, maka box akan dicek
kembali. Verifikasi checkweigher box dilakukan dengan menggunakan span (batu
timbang) ukuran 10 kg sebanyak 2 buah. Pengendalian mutu pada proses cartoning
meliputi ketepatan penulisan kode produksi baik di kemasan plastik maupun di karton
(benar, jelas dan mudah dibaca), karton tidak robek, karton tidak basah, lakban yang
benar-benar lengket, tertutup rapat, isi di dalam karton sesuai dengan standar. Petugas
QC melakukan verifikasi berat produk per karton secara sampling, memeriksa identitas
produk pada karton seperti nama produk, kode produksi, expired date, kode produk dan
kesesuaian isi produk per karton box serta didokumentasikan dalam Form Verifikasi
Proses Pengemasan. Setelah produk dimasukkan ke karton, produk harus segera
disimpan dalam cold storage -20oC ± 1oC untuk menjaga suhu produk tetap -180C.
33
Syarief et al., (1988) mengatakan bahwa bahan plastik nilon memiliki karakteristik
tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dan tahan terhadap suhu tinggi. Sedangkan
34
untuk jenis plastik LLDPE (Linier- Low Density Polyethylene) 60 berdasarkan teori dari
Fellows (2000), dimana plastik jenis ini memiliki daya seal yang baik untuk melaminasi
film lainnya, dan tahan uap air. Kemudian untuk memperoleh sifat kemasan yang
mempunyai permeabilitas rendah terhadap gas dan uap air, nilon dapat dilapisi dengan
LLDPE yang memiliki sifat kedap air dan uap air. Jenis pengemas ini telah banyak
digunakan di industri pangan. Dalam proses pengemasan ada beberapa masalah yang
sering terjadi pada polyrol yang dihold QC yaitu dikarenakan polyroll kasar atau terlalu
tebal, delaminasi, adanya bercak noda, luntur, bergaris, core bengkok, dan tulisan
samar.
Untuk jenis kemasan sekunder menggunakan karton atau corrugated box dengan jenis
double wall dimana jenis ini terdiri dari 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute)
yang mana karton ini memang tepat dan sesuai untuk pengiriman jarak jauh.
Penggunaan karton double wall didukung oleh Fellows (2000) mengatakan bahwa
karton atau corrugated box terdiri dari dua macam corrugated sheet, yaitu kertas kraft
(kraft liner) untuk lapisan luar dan dalam dan kertas medium untuk bagian tengah yang
bergelombang. Adapun beberapa macam jenis corrugated sheet, antara lain :
- Single wall = satu lapis dengan ketebalan ± 3 mm (B/Flute) dan 4 mm (C/Flute)
- Double wall = 2 lapis dengan ketebalan ± 7 mm (CB/Flute)
- Triple wall = 3 lapis
Penggunaan jenis corrugated box yang dipakai sangat ditentukan oleh beberapa faktor
utama yaitu meliputi berat bahan, sifat bahan (self stacking atau tidak), fragile atau
tidak, dan menggunakan inner karton atau tidak. Untuk kemasan karton sendiri akan
diseal menggunakan tape auto sealer yang ada dibagian cartoning. Lakban yang
digunakan adalah OPP packaging tape dengan adanya print bertuliskan CP Food.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi daya rekat lakban menurut Syarief dan Halid
(1993) yaitu daya rekat lakban pada dasarnya tergantung dari media yang akan
digunakan, jika karton bersih dan tidak mengandung zat lilin (licin) pasti daya
tempelnya akan kuat, sebaliknya jika medianya licin dan berdebu pasti lakban tidak
akan maksimal daya rekatnya.
35
Gambar 13. Corrugated Box Double Wall (Syarief dan Halid, 1993)
6.1. Kesimpulan
• Nugget dibekukan dengan menggunakan IQF (Individual Quick Freezing) dengan
suhu ruangan dari IQF adalah -40°C selama 30 menit untuk menghasilkan suhu akhir
produk menjadi minimal -18°C agar tekstur produk tidak lembek dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
• Fungsi dari pengemasan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab kerusakan
baik karena kerusakan fisik, kimia, biologis, maupun kerusakan mekanis yang
menggunakan polyroll terdiri atas Nilon 15 (bagian yang di-print) dan LLDPE 60
(bagian yang di-seal), serta karton box double wall board sebagai pengemas
sekunder.
• Proses pengecekan menggunakan metal detector merupakan bagian CCP (Critical
Control Point).
• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food
Division Unit Salatiga pada proses freezing meliputi pemeriksaan kondisi IQF (air
temperature, evaporating temperature, rail temperature, holding time) dan suhu
pusat produk setelah IQF.
• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food
Division Unit Salatiga dalam proses packaging adalah pengecekan kelengkapan
label pada kemasan, pengecekan berat, dan pengecekan logam.
• Pengendalian mutu yang dilakukan PT. Charoen Pokphand Indonesia – Food
Division Unit Salatiga pada proses cartoning adalah pengecekan kelengkapan
kemasan karton dan pengecekan berat.
6.2. Saran
• Perlu adanya evaluasi supplier untuk menjaga kualitas bahan pengemas yang
digunakan.
• Mengevaluasi proses penanganan produk setelah keluar dari IQF, apakah dapat
menimbulkan kontaminasi atau tidak pada produk.
• Perlu ditingkatkan pengecekan wiremesh fryer secara berkala untuk meminimalisasi
kontaminasi potongan wiremesh dalam produk
36
7. DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E. D et al. (2001). Principles of Meat Science. 4th Ed. Kendall/Hunt Publishing
Co., USA.
Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI. 01-6683. Nugget Ayam. Badan Standarisasi
Nasional, Jakarta.
Hubeis, M. (1999). Sistem Jaminan Mutu Pangan. Kerjasama Pusat Studi Pangan
Pangan & Gizi ± IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.
Jay, J. M. (2000). Modern food microbiology . 6th Ed. Asphen publishers, Inc.
Gaithersburg.
Sampurno R. B. (2006). Aplikasi Polimer Dalam Industri Kemasan. Jurnal Sains Materi
Indonesia Indonesian Journal of Mku (terials Science. ISSN : 1411-1098.
37
38
Saputro, J.E. (2005). Penerapan sistem hazard analisis critical control point HACCP
pada produksi chicken nugget di PT. Japfa santori ind., tangerang. Laporan
magang. Program studi supervisor jaminan mutu pangan. Departemen ITP.
Fateta – ipb. Bogor.
Syarief et al. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. MSP, Jakarta
USDA. 2010. Standard for Frankfurters and Similar Cooked Sausage. Fed. Reg. 53
(50) 8425-8428.
Yuliana, A.E, Sugeng I., Suhartono (2013). Pengendalian Proses Produksi Kedelai
Edamame Beku (Frozen Edamame Soybans) Pada PT. Mitratani Dua Tujuh
Jember. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa.
8. LAMPIRAN
39