Anda di halaman 1dari 61

Page |1

Print Version

TH & Partners: Ebook Kuartalan


Edisi Kuartal III 2017 (Q3 2017)
oleh Teguh Hidayat
www.teguhhidayat.com

Pembaca Yth, Dokumen (“ebook”) ini bersifat terbatas (restricted) untuk penggunaan personal, dan
rahasia (classified) sehingga tidak terbuka bagi umum. Dilarang menyebarluaskan dokumen ini baik
sebagian maupun seluruhnya kepada siapapun, dalam bentuk apapun, dan untuk tujuan apapun,
tanpa izin tertulis dari Teguh Hidayat. Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Setiap pelanggaran
terhadap ketentuan ini akan dikenai hukuman sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Pasal 27 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, Tentang Hak Cipta:


1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49
Ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit
Rp1.000.000 (satu juta Rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000
(lima milyar Rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang
hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta Rupiah).

TeguhHidayat.com
Page |2

UNTUK DIPERHATIKAN:

1. Ebook ini terbit tanggal 6 November 2017, sehingga harga saham (current) yang dicantumkan
disini adalah harga pada tanggal-tanggal sebelum tanggal tersebut. Harga saham terbaru ketika
anda membaca salah satu analisis di ebook ini bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
2. Buku edisi berikutnya (Kuartal IV 2017) akan terbit pada Februari 2018.
3. Don’t forget that the Disclaimer is ON, and good luck!

Jika pada saham tertentu yang dibahas dalam ebook ini, dalam ulasannya tidak disebutkan target harga,
maka memang saham tersebut tidak memiliki target harganya, alias kalau bisa pegang aja terus atau
kalau mau dijual pun paling tidak asal diatas harga belinya saja. Karena dalam value investing yang
penting itu buy stock at a lowest possible price, dan bukannya sell stock at a highest possible price.
Kemudian jika dalam ulasannya tidak disebutkan soal prospek perusahaan kedepan, maka memang
perusahaannya tidak sedang mengerjakan apa-apa alias hanya menjalani bisnis seperti biasanya saja,
atau prospek tersebut (termasuk detail operasional perusahaan) sudah dibahas di ebook edisi
sebelumnya, atau sudah dibahas secara terbuka di teguhhidayat.com

‘Jangka pendek’ yang dimaksud disini adalah kurang dari 3 bulan, ‘jangka menengah’ adalah 3 – 12 bulan,
dan ‘jangka panjang’ adalah diatas 1 tahun.

Penting: Ebook ini milik Teguh Hidayat dan hanya boleh dibaca oleh nama-nama yang terdaftar dalam
database penulis (termasuk nama anda), sehingga anda tidak diperkenankan meng-share ebook ini
kepada siapapun, termasuk rekan kantor atau istri/suami/anak, apalagi mem-forward-nya ke grup
atau forum. Jika anda hendak merekomendasikan ebook ini kepada rekan anda, maka mintalah rekan
anda tersebut untuk membelinya sesuai dengan petunjuk yang disampaikan di www.teguhhidayat.com.

Merci,
Teguh

TeguhHidayat.com
Page |3

DAFTAR ISI

No. Kode Hal Current Best Buy at Rating Info Risk


1 ASII 4 8,100 7,700 - 8,000 A Target 9,000? Very Low
2 TLKM 5 4,090 current, or 3,700 A Low
3 BBRI 9 16,000 Tunggu giliran turun? AA a little bit overheat Low
4 BBNI 10 7,750 7,500 AA stockplit? Low
5 BJTM 12 695 current, or 650 AAA dividend stock Low
6 BNLI 14 635 current BBB Moderate
7 WSBP 15 400 wait next year A Moderate
8 ADHI 18 2,260 1,900 - 2,000 A bottom: 2,000 Low
9 NRCA 19 430 current A Moderate
10 ASRI 21 404 400 AAA on the way 550 - 600 Low
11 LPCK 23 3,880 wait! BBB Lippo oh.. Lippo High
12 PTRO 26 1,305 current, or 1,200 AA target 2,000? Low
13 HRUM 28 2,300 2,000 A akhir konsolidasi? Moderate
14 MBAP 30 3,810 3,500? BBB gak likuid! OMG! High
15 BUMI 32 266 ? - Very High
16 LSIP 34 1,540 current, or 1,400 A giliran sawit naik? Low
17 SIMP 35 525 500 - 510 A Moderate
18 ADMF 37 7,100 cicil aja A long term Low
19 MFIN 38 1,290 current AA long term juga Very Low
20 WOMF 40 195 170? A Moderate
21 ROTI 42 1,295 1,200-an AA KKR Low
22 HOKI 43 322 300 A Moderate
23 AISA 45 915 900 - 1,000 A Tunggu kasusnya selesai Moderate
24 INKP 46 5,425 current? BBB how high can you go? High
25 MTDL 48 590 550 - 600 AA Perusahaan bagus Low
26 ERAA 50 785 600 - 700 A sahamnya mulai jalan Low
27 SRIL 51 388 current, or 350 A High
28 MCOR 53 210 current BBB Moderate
29 BULL 56 150 130 - 140 A will rally soon? High
30 KMTR 57 406 350 - 370 A Karet. Karet! Karet? Moderate

Catatan: Best buy artinya anda nggak harus beli persis diharga segitu, melainkan sedikit
diatasnya juga boleh,
tapi sebaiknya selisihnya tidak terlalu jauh
Kalau ratingnya bagus, misalnya triple AAA, maka artinya sahamnya lebih direkomendasikan ketimbang
yang ratingnya hanya AA, A, atau BBB
Posisi IHSG ketika ebook ini terbit: 6,039

TeguhHidayat.com
Page |4

1. Astra Int'l 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 291,473 261,855 11.3
Current 119,447 110,403 8.2
Liabilities 142,563 121,949 16.9
Current 108,535 89,079 21.8
Equity 119,265 111,951 6.5
Earnings 109,039 101,642 7.3
Shares Volume 40,484 40,484 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 150,225 132,294 13.6
Operating Profit 21,523 16,302 32.0
Net Profit for Company 14,184 11,277 25.8
Comp. Net Profit 17,362 12,078 43.7
EPS 350 279 25.4
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 8,100
Mkt Cap (billion Rp) 327,917
PER (X) 17.4
PBV (X) 2.7

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 83.7 91.8 (8.9)
EER 91.4 90.8 0.7
Current Ratio 110.1 123.9 (11.2)
ROA 7.9
ROE 15.9
OPM 14.3 12.3 16.3
NPM 9.4 8.5 10.8

Seperti yang sudah penulis sampaikan di beberapa kesempatan, ASII sejatinya sudah merupakan favorit
penulis sejak saya pertama kenal stock market di tahun 2009 - 2010, namun saham ini sempat absen dari
watchlist kita (baca: gak masuk ebook kuartalan ini) selama beberapa waktu, dan baru masuk lagi sejak
Kuartal I 2017 lalu, terutama setelah kinerja perusahaan kembali moncer seiring dengan pulihnya harga
komoditas. Yup, seperti yang anda ketahui, meski masyarakat awam mengenal ASII ini sebagai
perusahaan otomotif, tapi lebih dari separuh aset perusahaan terletak di komoditas, dalam hal ini
perkebunan kelapa sawit (melalui AALI), dan batubara (UNTR). Ketika harga komoditas terpuruk antara
tahun 2012 – 2016, maka selama itu pula ASII mencatat kinerja stagnan, demikian pula dengan sahamnya
ikut stagnan. However, memasuki tahun 2017 ini dan seterusnya, perusahaan berpeluang untuk kembali
tumbuh signifikan tidak hanya dari usaha komoditasnya, tapi juga dari beberapa usaha baru seperti
infrastruktur jalan tol (beberapa waktu lalu ASII mengakuisisi jalan Tol Cipali dari SSIA), konstruksi
(melalui ACST), hingga properti (melalui Astra Land). Intinya sih, kalau anda mencari saham untuk long
term, let say untuk 5 – 10 tahun, maka ASII layak di pertimbangkan, dan sekarang ini kurang lebih masih
merupakan waktu yang tepat untuk masuk/atau mulai menyicil.

Tapi ketika sampai ke pertanyaan, sebaiknya masuk di harga berapa? Maka sejak Kuartal I 2017 lalu,
penulis mengatakan bahwa ASII yang ketika itu sudah keburu naik tinggi hingga berada ke level 8,700,

TeguhHidayat.com
Page |5

dimana PER-nya pada harga tersebut sudah mencapai 17.3 kali, maka rekomendasinya ketika itu adalah
tunggu sahamnya untuk cooling down, alias turun dulu, karena jelas sekali kenaikannya ketika itu
sudah overheat. Selain karena berdasarkan pengalaman, kenaikan 40 – 50% dalam setahun itu termasuk
sudah cukup tinggi untuk ukuran saham bluechip (pada Mei 2017, ASII totalnya sudah naik sekitar 40%
dibanding bulan yang sama di tahun 2016). Lalu turunnya sampai berapa? Ya sampai 7,000-an lah. And
indeed, ketika Ebook Kuartal II terbit, ASII berada di 7,600 – 7,800. Meski penulis tentunya gak bisa
memprediksi bagaimana kira-kira pergerakan ASII dalam jangka pendek, tapi penulis menganggap bahwa
pada harga tersebut ASII sudah bisa dicicil, sekali lagi, jika tujuannya untuk long term.

Waktu berlalu, dan berapa ASII sekarang? Well, seiring dengan IHSG-nya yang masih lanjut naik (sudah
tembus 6,000), ASII juga sudah mulai naik lagi ke 8,100. Pada titik ini penulis tidak bisa menyarankan
untuk buy ASII di harganya sekarang karena ASII secara fundamental masih belum mengalami peningkatan
kinerja lagi. Yup, kinerja ASII di Q3, meski memang bagus, tapi kurang lebih masih sama seperti di Q1
dan Q2 2017. Jadi rekomendasinya masih sama seperti ebook kuartalan edisi-edisi kemarin: sebaiknya
akumulasi di harga 7,000-an/dibawah 8,000. Kalau di tahun 2018 nanti laba bersih ASII kembali naik, dan
penulis optimis akan itu, maka barulah ketika itu sahamnya layak buy di kisaran harga sekarang (atau
kalau anda masih pegang, maka boleh tetap hold).

Okay Mas Teguh, tapi bagaimana kalau saya mau ambil ASII ini untuk short – mid term, misalnya sampai
awal tahun 2018 nanti? Well, kalau misalnya tujuannya untuk short – mid term, maka ketimbang ASII,
penulis lebih rekomen beberapa saham lain yang juga dibahas di ebook ini. Hanya memang kalau
mempertimbangkan IHSG serta kondisi pasarnya akhir-akhir ini, maka ada juga kemungkinan ASII naik
ke katakanlah 9,000-an dalam waktu paling lambat sampai Maret 2018 nanti (dan meski kenaikan dari
8,100 ke 9,000 itu cuma 10%, tapi ingat bahwa ini ASII, yang merupakan saham low risk dan bisa anda
beli dalam jumlah besar, mau Rp100 mulyar juga bisa, jadi 10% itu tidaklah kecil). Penjelasan lebih
lengkapnya bisa dibaca di ulasan saham berikutnya, TLKM.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 8,100: A

2. Telkom 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 190,508 179,611 6.1
Current 51,450 47,701 7.9
Liabilities 79,937 74,067 7.9
Current 43,193 39,762 8.6
Equity 90,714 84,384 7.5
Earnings 82,909 76,615 8.2
Shares Volume 100,800 100,800 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 97,003 86,188 12.5
Operating Profit 35,591 30,271 17.6
Net Profit for Company 17,922 14,732 21.7
Comp. Net Profit 26,047 22,083 18.0

TeguhHidayat.com
Page |6

EPS 181 150 21.0


in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 4,090
Mkt Cap (billion Rp) 412,272
PER (X) 17.0
PBV (X) 4.5

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 113.5 113.9 (0.4)
EER 91.4 90.8 0.7
Current Ratio 119.1 120.0 (0.7)
ROA 18.2
ROE 26.3
OPM 36.7 35.1 4.5
NPM 18.5 17.1 8.1

Meski sama-sama berstatus sebagai saham terbesar (dari sisi market cap) di BEI, namun penulis dari dulu
lebih suka ASII ketimbang TLKM, karena alasan yang sangat obvious: Valuasi ASII, setidaknya dari sisi PBV,
lebih rendah dibanding TLKM. Namun mulai edisi kali ini penulis putuskan untuk memasukkan TLKM ke
dalam planning, bahkan meski seperti yang bisa anda lihat diatas, valuasinya masih merupakan salah satu
yang termahal di BEI (dan juga salah satu yang termahal dalam sejarah, karena kalau diwaktu-waktu yang
lain, PBV TLKM ini biasanya hanya 3 – 3.5 kali).

Dan keputusan tersebut tidak terlalu ada hubungannya dengan saham maupun perusahaan TLKM itu
sendiri, melainkan lebih karena pertimbangan kondisi pasar. Yup, anda mungkin juga memperhatikan
bahwa saham TLKM, yang sebelumnya terus saja naik hingga menyentuh 4,840 sebagai level tertingginya
pada Agustus 2017 lalu, dalam beberapa bulan terakhir tiba-tiba saja dia turun hingga sempat sejenak
dibawah 4,000 (meski membal kembali). Masalahnya adalah, di waktu yang bersamaan (Agustus –
November), IHSG justru terus naik dari 5,700an hingga tembus 6,000, sementara disisi lain TLKM sendiri
gak kena masalah/sentimen negatif apapun (memang ada cerita satelitnya hilang/gangguan, tapi
sebelumnya TLKM sudah sering mengalami itu), dan demikian pula kinerja perusahaan sampe sekarang
masih fine-fine aja (bagus banget malah). Dan bagi penulis sendiri, selama wara wiri di market, baru
sekarang saya menyaksikan saham big caps gak ada angin gak ada ujan jeblok sendiri, justru ketika IHSG-
nya break new high. So what happen?

Nah, jadi dalam beberapa bulan terakhir, penulis menyadari satu fenomena baru yang tengah terjadi di
market, dimana fenomena ini belum pernah terjadi sebelumnya, yakni: Investor asing jualan terus,
bahkan hampir menyamai rekor net sell mereka di tahun 2015 lalu (dan kita tahu bahwa IHSG turun
cukup dalam di tahun 2015 tersebut), tapi entah gimana caranya IHSG naik terus. Lebih jelas soal ini
sudah penulis bahas disini, silahkan anda baca dulu: http://www.teguhhidayat.com/2017/09/asing-
jualan-terus.html.

TeguhHidayat.com
Page |7

Problemnya, entah ini ada hubungannya atau tidak dengan aksi jual asing diatas, namun kenaikan IHSG
dalam beberapa waktu terakhir jadi ‘kurang berkualitas’, atau hanya merupakan ‘kenaikan semu’, atau
apapun itu istilahnya. Yup, jadi kalau di tahun-tahun yang lalu, kalau asing belanja dan kemudian IHSG
naik (atau sebaliknya, IHSG naik dulu lalu asing ramai-ramai belanja), maka saham apapun bakal ikut
naik, terutama yang fundamentalnya memang bagus. Sementara yang fundamentalnya kurang bagus,
maka meski mereka tidak naik, tapi juga tidak sampai turun/hanya stagnan saja.

Tapi yang terjadi sekarang adalah, ketika IHSG terus saja break new high, beberapa saham malah turun
sendiri, misalnya saham konstruksi (WSKT dkk), atau saham ASII (beberapa bulan lalu, waktu dia drop
dari 9,000 ke 7,800), dan ternyata sekarang giliran TLKM. Kondisi ini menyebabkan kinerja portofolio dari
tiap-tiap investor menjadi berbeda-beda, tak peduli meski mereka sama-sama memegang saham bluechip
(yang dianggap aman), karena hampir pasti ada saja salah satu saham yang mereka pegang yang turun
sendiri. Inilah yang menyebabkan ketika IHSG tembus level psikologis 6,000, beberapa waktu lalu, maka
itu ditanggapi biasa-biasa saja oleh orang-orang/tidak terjadi euforia apapun, karena disaat yang
bersamaan ada banyak investor yang justru nyangkut di saham-saham tertentu (atau lebih buruk lagi,
bisa jadi ada investor yang pegang ASII lalu cut loss ketika ASII turun ke 7,800, kemudian pindah ke TLKM
di harga 4,800, eh abis itu TLKM malah ikutan turun juga!).

Dan terus terang penulis sendiri sekarang jadi penasaran: Setelah TLKM, selanjutnya saham apa?

Namun penulis kemudian melihat dua fakta menarik. Pertama, I have no idea, apa yang menyebabkan
IHSG tetap sukses naik ketika asing jualan total hampir Rp40 T sejak Mei 2017 lalu, tapi ya itulah
faktanya: IHSG tetap naik meski asing jualan. Dan meski penulis tidak tahu kapan trend keluarnya asing
ini akan berakhir, tapi mereka juga gak akan jualan terus bukan? Melainkan nanti pasti ada berhentinya,
entah itu karena mereka sudah habis barang sama sekali, atau mereka dapet ‘pencerahan’ baru sehingga
memutuskan untuk masuk lagi ke bursa. Nah, ketika itu terjadi, maka bagaimana kira-kira dengan IHSG?
Ya bisa jadi IHSG bakal naik lebih kenceng lagi! Sebab disisi lain, meski IHSG tampak strong dengan naik
hingga tembus 6,000, tapi IHSG sebenarnya baru naik sekitar 13% saja sejak awal tahun 2017, dan itu
adalah kenaikan yang moderat/tidak terlalu tinggi (sebagai perbandinga, pada tahun 2009, 2010, dan
2014, IHSG masing-masing naik 87%, 46%, dan 22%). Nah, selama ini hanya ada dua penyebab kalau IHSG
turun: 1. Kinerja ekonomi nasional yang buruk, yakni ditandai dengan penurunan laba/kerugian dari
emiten-emiten big caps, atau 2. Asing ramai-ramai jualan. Berhubung hingga saat ini para emiten di BEI
rata-rata masih mencatat kinerja yang bagus/labanya naik, sementara aksi jualan asing juga udah gak
mempan lagi menurunkan IHSG, maka ya sudah: Kecuali terjadi peristiwa tertentu, dalam beberapa
waktu kedepan IHSG kemungkinan masih bakal lanjut naik.

Kemudian, kedua, seperti yang bisa anda perhatikan, dalam satu atau dua tahun terakhir ini, BEI bersama
OJK dan para sekuritas sangat gencar mengajak masyarakat luas untuk ikut berinvestasi di saham,
melalui kampanye ‘Yuk Nabung Saham!’, dan mereka juga banyak menggelar seminar/talk show untuk
calon-calon investor (termasuk penulis juga pernah diundang sebagai pembicara), bahkan sampe pasang

TeguhHidayat.com
Page |8

iklan di televisi. Hasilnya, atau setidaknya menurut klami dari orang BEI sendiri, sekarang ini sudah
terdapat sekitar 1 juta investor ritel di Indonesia, naik signifikan dari hanya 300 ribu di tahun 2013.
Pertanyaannya, kalau anda investor baru yang tentu saja belum mengerti apa-apa (Anda pikir penulis
jago saham? Berarti anda belum kenal saya waktu masih nubi di tahun 2009 lalu), maka untuk menekan
risiko kerugian, biasanya saham apa yang akan anda pilih pertama kali? Benar sekali: Saham-saham
bluechip dengan nama perusahaan yang terkenal, seperti ASII, TLKM, BBCA, UNVR, dan GGRM. Para analis
sekuritas sendiri biasanya akan merekomendasikan saham-saham LQ45 kepada nasabah yang baru buka
rekening. Alhasil, pasar saham sekarang dipenuhi oleh banyak pendatang baru, yang rata-rata mengambil
saham-saham bluechip, dan ini pula yang membuat saham-saham bluechip naik banyak dalam setahunan
terakhir.

Lalu disinilah menariknya: Entah ada dorongan dari pihak BEI itu sendiri, yakni dalam rangka menjaga
kepercayaan masyarakat untuk terus berinvestasi di saham (biar kampanye Yuk Nabung Saham-nya
sukses), belakangan ini penulis perhatikan kalau ada saham big caps yang jeblok, maka pihak perusahaan
akan menggelar press release/analyst meeting, yang pada intinya menjelaskan bahwa perusahaan baik-
baik saja, dan sahamnya nanti juga bakal naik lagi. Anda mungkin masih ingat ketika saham-saham
konstruksi jeblok, dan manajemen WSBP kemudian merilis pengumuman yang pada intinya bertujuan
untuk menenangkan investor yang panik. Atau, jika pihak perusahaan diam saja (misalnya waktu ASII
turun, manajemennya ya diem aja, gak bikin press release apapun), maka sekuritas lah yang turun tangan
untuk menenangkan investor, dan terus terang bagi penulis, ini juga merupakan fenomena baru. Biasanya
kalau ada saham big caps yang jatuh, analis-analis sekuritas itu justru cenderung menakut-nakuti
investor, dan sebaliknya ketika ada saham big caps yang naik signifikan, maka para analis ini akan
memanas-manasi investor untuk terus saja beli lagi. (yep, jadi kalau dulu, kalau anda ngikutin apa kata
analis sekuritas, maka porto anda bakalan luar biasa.. hancur).

Tapi sekarang ini mereka melakukan persis sebaliknya. Ketika ASII turun, sekuritas ramai-ramai
merekomendasikan sahamnya. Demikian pula ketika sekarang TLKM yang turun, maka sekuritas banyak
yang merekomendasikan, dan cara ngomong mereka sekarang juga sudah mirip-mirip value investor: ‘Beli
sekarang, mumpung murah!’ Alhasil psikologis investor tetap terjaga/gak terjadi kepanikan, dimana
investor baru berani untuk masuk ke saham yang sedang turun ini, sementara yang sudah pegang tetap
hold, sehingga saham tersebut, meski mungkin turun banyak sebelumnya, tapi perlahan tapi pasti naik
lagi. Fenomena ini hanya terjadi pada saham-saham big caps, atau saham-saham yang populer/banyak
dibicarakan oleh forum investor ritel, dan tidak terjadi pada saham-saham kecil tidak likuid, karena
saham-saham kecil ini yang dicover/tidak direkomendasikan oleh para analis, sehingga otomatis para
investor baru ini juga gak akan meliriknya.

Nah, jadi sekarang anda sudah mengerti bukan, kenapa penulis mulai tertarik dengan TLKM ini? Yup,
karena yang terpenting disini bukan lagi valuasinya, melainkan faktanya adalah TLKM ini sudah turun
lumayan, dan kita sekarang ini berada pada situasi pasar dimana orang-orang berkata bahwa, ‘Semakin
TLKM turun, semakin kita boleh beli lebih banyak lagi!’ Dan kita juga gak bisa membantah kalimat

TeguhHidayat.com
Page |9

tersebut, karena disisi lain kinerja fundamental TLKM memang masih sangat baik. Kemudian karena disisi
lain IHSG-nya -setidaknya berdasarkan analisa penulis ketika ebook ini ditulis- masih akan naik terus,
maka berapapun posisi terendah yang akan dicapai oleh TLKM ini, tapi pada akhirnya dia akan menyusul
jejak ASII, alias naik lagi. Kalau ditanya berapa best price untuk TLKM ini, maka penulis akan menyebut
angka 3,500, karena pada harga segitulah PBV TLKM akan kurang dari 4 kali, dalam hal ini 3.9 kali, tapi
penulis sendiri gak terlalu yakin kalau TLKM bisa turun sampai sedalam itu (tapi ya we’ll see lah).

Sekilas tentang TLKM, perusahaan merupakan penyedia jasa telekomunikasi selular, telepon rumah dan
kantor, jasa internet, dan beberapa jasa IT lainnya. TLKM sempat membukukan kinerja yang stagnan
sampai kira-kira tahun 2012, dimana pendapatan selularnya hanya naik sedikit (mungkin karena
Telkomsel-nya TLKM memang sudah mengcover seluruh Indonesia), sementara pendapatan telepon rumah
justru turun (ya iyalah. Hari gini siapa yang masih pake telp rumah??). Memasuki tahun 2012, TLKM mulai
memperoleh source income baru dari paket internet, dan pendapatan internet ini terus tumbuh signifikan
sampai sekarang, sehingga aset TLKM secara keseluruhan juga mulai tumbuh kencang lagi. Actually,
penulis gak punya gambaran soal bagaimana kinerja TLKM dalam waktu katakanlah 10 tahun kedepan,
karena seperti kata Warren Buffett, bisnis teknologi itu sebenarnya berisiko tinggi (someday mungkin
orang gak pake telepon atau internet lagi, melainkan pakai sesuatu yang lain, apapun itu), dan
masalahnya TLKM selama ini ya hanya fokus di industri telekomunikasi saja, jadi gak diversifikasi seperti
halnya ASII. Tapi kalau untuk katakanlah beberapa bulan hingga setahun kedepan, terutama jika kondisi
pasarnya masih seperti sekarang, maka TLKM masih sangat menarik.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 4,090: A

3. Bank BRI 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 1,038,673 1,003,644 3.5
Liabilities 880,061 856,832 2.7
Equity 158,035 146,421 7.9
Earnings 135,339 125,309 8.0
Shares Volume 24,669 24,669 0.0
9M 2017 9M 2016
Income 77,301 70,804 9.2
Operating Profit 24,642 23,149 6.4
Net Profit for Company 20,508 18,951 8.2
Comp. Net Profit 22,142 35,615 (37.8)
EPS 839 775 8.2
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 16,000
Mkt Cap (billion Rp) 394,707
PER (X) 14.3
PBV (X) 2.5

Ratios (%) 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)

TeguhHidayat.com
P a g e | 10

CAR 22.2 21.9 1.3


NPL Gross 2.2 2.2 0.5
NPL Net 1.1 1.2 (10.2)
ROA 3.3 3.6 (7.0)
ROE 19.3 24.0 (19.6)
NIM 8.1 8.2 (1.3)
Op. Exp. to Op. Inc. 72.3 71.6 1.1
LDR 90.4 90.7 (0.3)

Di edisi kemarin penulis mengatakan bahwa BBRI, yang ketika itu sudah mencapai target harganya di
15,000 (dan target itu sudah penulis canangkan sejak setahun sebelumnya), maka saran selanjutnya
adalah tunggu dia cooling down dulu. Disisi lain kalau melihat PBV BBRI yang masih 2.5 kali, maka
sahamnya masih mungkin untuk naik lebih lanjut, mungkin sampai 17,000-an, jadi jika anda sudah pegang
BBRI ini sejak awal maka boleh hold. Namun jika anda baru mau masuk, atau hendak tambah posisi, maka
berdasarkan kinerja terbaru perusahaan, best price-nya masih di level 11,500 – 12,000. Seperti halnya
ASII, fundamental BBRI masih bagus seperti biasanya, dan prospek jangka panjangnya juga masih sangat
cerah, jadi sekarang tinggal soal belinya di harga berapa.

Dan ternyata skenario yang terjadi adalah, BBRI masih lanjut naik, dan sepertinya on the way menuju
17,000-an, atau 3,400 kalau pake harga setelah stocksplit (BBRI dalam waktu dekat akan stockplit).
Banyak yang bertanya ke penulis, bagaimana prospek BBRI pasca stockplit, dan penulis jawab bahwa
actually, yang namanya stocksplit tidak akan berpengaruh apapun terhadap fundamental maupun valuasi
sebuah saham, termasuk bukan berarti bahwa saham yang stockplit bakal naik, atau sebaliknya bakal
turun. Dalam hal ini mungkin perlu dicatat bahwa penulis sudah sejak awal (sejak kuartal II lalu)
mengatakan bahwa BBRI mungkin akan ke 17,000, jadi bukan karena dia akan stocksplit.

But.. I don’t know, di analisa TLKM diatas penulis mengatakan bahwa setelah TLKM, selanjutnya saham
big caps apa lagi yang bakal turun? Nah, berhubung empat dari sepuluh saham dengan market cap
terbesar di BEI adalah saham bank, maka secara statistik ‘korban’ berikutnya adalah salah satu dari
empat saham bank tersebut. Dan feeling penulis sih, kalau gak BBCA ya BBRI ini. Anyway, jika itu terjadi
maka anda boleh siapin ember.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 16,000: BBB

4. Bank BNI 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 668,208 603,032 10.8
Liabilities 547,407 492,701 11.1
Equity 95,085 87,157 9.1
Earnings 56,906 50,798 12.0
Shares Volume 18,649 18,649 0.0
9M 2017 9M 2016
Income 35,399 31,933 10.9
Operating Profit 12,819 9,726 31.8

TeguhHidayat.com
P a g e | 11

Net Profit for Company 10,157 7,717 31.6


Comp. Net Profit 12,021 10,021 20.0
EPS 545 414 31.6
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 7,750
Mkt Cap (billion Rp) 144,527
PER (X) 10.7
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


CAR 19.0 18.4 3.4
NPL Gross 2.8 3.1 (12.1)
NPL Net 0.8 0.7 8.2
ROA 2.8 2.5 11.6
ROE 15.9 14.6 9.1
NIM 5.5 6.2 (11.3)
Op. Exp. to Op. Inc. 70.3 74.6 (5.8)
LDR 87.9 92.9 (5.4)

Seperti halnya BBRI diatas, BBNI juga sudah menjadi saham yang paling direkomendasikan di ebook
kuartalan ini sejak lama, dengan target 7,000 – 7,500, dimana target tersebut sudah tercapai tiga bulan
lalu. Jadi saran selanjutnya, sekali lagi, adalah tunggu sahamnya cooling down dulu. However, seiring
dengan berlanjutnya kenaikan IHSG, maka BBNI juga masih lanjut naik (meski pelan-pelan), dan secara
teknikal sama sekali belum ada tanda-tanda bakal turun. Dan kalau melihat kinerjanya yang dari sisi
pertumbuhan (baca: kenaikan laba bersih dan ekuitas) paling menonjol dibanding tiga bank besar lainnya
yakni BBRI, BBCA, dan BMRI, maka dengan asumsi trend pertumbuhan tersebut berlanjut di 2018 nanti,
maka target bagi BBNI ini bisa direvisi, mungkin sampai level psikologis 10,000 (dibanding tiga bank besar
lainnya, tinggal BBNI yang belum pernah tembus level psikologis 10,000, dan sejak awal penulis sudah
percaya bahwa itu cuma soal waktu saja).

Dan, anda mungkin memperhatikan bahwa sekarang ini sedang ramai trend stocksplit saham-saham di
BEI. Yup, jadi sebelum BBRI, BMRI sudah stocksplit duluan. Jadi kira-kira setelah BBRI ini, saham apa lagi
yang bakal stocksplit? Benar sekali: BBNI. Dugaan penulis adalah, sama seperti halnya BMRI, BBRI, dan
juga saham-saham lainnya, perusahaan baru akan melakukan stocksplit-nya nanti setelah harga sahamnya
benar-benar tinggi, katakanlah di 9,000 atau 10,000 tadi. Yang jadi poin perhatian disini adalah, yang
mendorong perusahaan-perusahaan untuk stockplit itu kan pihak BEI, tujuannya agar bursa lebih
ramai/lebih likuid, dan penulis percaya bahwa posisi IHSG yang tetap kokoh meski asing terus jualan, itu
salah satunya dari kontribusi BEI juga (dan juga sekuritas dll, itu bisa dilihat dari analis-analis sekuritas
yang tidak lagi memberikan rekomendasi negatif terhadap saham-saham yang sedang turun). Nah, karena
BBNI ini harus stocksplit, maka sahamnya harus naik sebelumnya. Gimana caranya? Well, penulis gak tau,
tapi kalau IHSG saja, yang terdiri dari ratusan saham bisa ‘disetel’ agar naik terus dalam setahunan
terakhir, maka apa sulitnya untuk menaik-naikkan satu saham saja?

TeguhHidayat.com
P a g e | 12

Jadi kalau untuk BBRI diatas penulis mengharapkan bahwa sahamnya kalau bisa turun dulu (tapi kalo gak
turun-turun ya sudah, kita ambil saham lain dulu), maka untuk BBNI ini penulis ragu kalau dia bakal
turun, selain karena dengan PBV 1.5 kali maka dia tampak masih murah dibanding saham-saham bluechip
lain (sebenarnya ada juga bluechip yang PBV-nya rendah, misalnya SMGR dan PGAS, tapi kinerja dua
perusahaan itu memang lagi jelek). Tapi kalau BBNI tetap turun maka tentu itu merupakan opportunity,
dengan catatan kondisi pasarnya masih seperti sekarang.

Dari sisi perusahaan, tidak banyak yang bisa diceritakan lagi dari BBRI maupun BBNI (karena kita sudah
sangat sering membahas dua perusahaan ini di ebook ini sejak dulu). Tapi, okay, penulis kasih sekilas
saja. BBRI ini merupakan biggest bank di Indonesia dari sisi total aset (sudah menyalip BMRI sejak
beberapa tahun lalu, dan itu sesuai prediksi penulis sebelumnya) dan merupakan bank paling populer bagi
penduduk Indonesia yang mayoritas tinggal di pedesaaan (di perkotaan, penguasanya adalah BBCA, tapi
sebenarnya hanya sekitar 25% penduduk Indonesia yang tinggal di kota-kota besar). Sementara BBNI,
meski relatif kecil dibanding trio BBRI, BBCA, dan BMRI, tapi BBNI adalah bank nomer satu di kalangan
akademisi (kampus dan sekolah) alias generasi muda, dimana secara demografi maka generasi muda ini
jumlahnya mayoritas di masyarakat, sehingga BBNI tidak kalah populer dibanding tiga bank besar lainnya.
Secara kinerja fundamental BBNI kalah dibawah BBRI dan BBCA, tapi masih so-so dibanding BMRI, namun
valuasinya paling murah diantara keeempatnya. Dalam jangka panjang, meski memang BBNI ini sedikit
risky dibanding katakanlah BBRI (BBNI labanya pernah anjlok di tahun 2015 lalu, ketika itu memang
karena ekonomi lagi susah), tapi kalau ekonomi lagi baik-baik saja maka kinerja BBNI ini juga bakal cukup
baik, dan sudah tentu, sahamnya naik lebih kenceng karena valuasinya sejak awal lebih murah. So, anda
pilih mana?

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 7,750: A

5. Bank Jatim 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 53,838 43,033 25.1
Liabilities 46,274 35,823 29.2
Equity 7,563 7,210 4.9
Earnings 2,832 2,443 15.9
Shares Volume 14,945 14,946 (0.0)
9M 2017 9M 2016
Income 3,648 3,664 (0.4)
Operating Profit 1,377 1,129 21.9
Net Profit for Company 1,014 837 21.2
Comp. Net Profit 1,014 837 21.2
EPS 68 56 20.7
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 695
Mkt Cap (billion Rp) 10,387
PER (X) 7.7
PBV (X) 1.4

TeguhHidayat.com
P a g e | 13

Ratios (%) 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


CAR 22.9 22.4 1.9
NPL Gross 4.9 4.9 0.0
NPL Net 0.7 1.0 (30.8)
ROA 3.6 3.1 16.8
ROE 20.5 20.1 1.8
NIM 6.8 6.7 1.8
Op. Exp. to Op. Inc. 64.9 71.1 (8.8)
LDR 69.8 72.0 (3.0)

Menjelang akhir tahun (atau awal tahun berikutnya), salah satu pekerjaan penulis adalah melihat lagi
saham-saham yang pada tahun-tahun sebelumnya rutin membagikan dividen yang besar (besar disini
maksudnya dari sisi dividend yield-nya, yakni perbandingan nilai dividen dengan harga sahamnya. Contoh,
saham A harganya 1,000, dividennya Rp30, maka dividend yield-nya 3%. ‘Dividen besar’ itu adalah yang
yield-nya diatas 5%). Sebab dengan asumsi saham/emiten tersebut akan kembali membagikan dividen
besar, maka biasanya sahamnya akan naik banyak sebelumnya. Anda bisa baca lagi penjelasannya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2014/12/meraup-untung-dari-saham-dividen.html.

Dan BJTM ini adalah salah satu saham dengan dividend yield terbesar, yakni mencapai 8 – 9%. Namun
sedikit berbeda dengan emiten-emiten lainnya yang baru akan membayar dividen pada bulan April atau
Mei, atau paling cepat Maret, pada tahun 2016 lalu BJTM sudah mengumumkan pembayaran dividennya as
early as January. Jadi, yap, sahamnya sudah bisa diperhatikan/dikoleksi dari sekarang. Kebetulan,
berbeda dengan saudaranya yang bergerak liar yakni BJBR, BJTM ini dalam enam bulan terakhir adem
ayem saja di level 670 – 700 (sempet turun sampai 600 tapi langsung naik lagi), sehingga valuasinya masih
relatif murah. Dan kalau melihat kinerja terbarunya diatas yang masih sangat bagus, plus kondisi
pasarnya, maka meski penulis sendiri sebenarnya lebih prefer valuasi yang lebih rendah (dimasa lalu, PBV
BJTM ini hanya berada di kisaran 1.0 – 1.2 kali saja, dan itu karena kebijakan dividen perusahaan yang
terlalu besar sehingga menyebabkan pertumbuhan riil perusahaan dalam jangka panjang menjadi sangat
lambat, dan alhasil investor menghargai sahamnya dengan valuasi yang rendah), tapi saya kira tidak ada
risiko berarti kalau kita masuk di harga sekarang, terutama karena bagi value investor, BJTM ini sekarang
menjadi satu-satunya dividend stock yang masuk akal untuk dibeli, mengingat valuasi BJBR sudah terlalu
mahal. Dan untuk timingnya, maka akhir tahun ini sudah merupakan waktu yang tepat (kalau memang
tertarik, maka anda bisa masuk dari sekarang, mumpung sahamnya masih belum rame).

Tentang perusahaannya sendiri, BJTM adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) milik Pemprov Jawa
Timur, dimana seperti BPD-BPD lain pada umumnya, pendapatan perusahaan mayoritas berasal dari
kredit untuk pegawai negeri sipil (PNS) setempat. Karena lebih banyak bermain di kredit mikro ketimbang
korporasi, maka secara profitabilitas BJTM ini tidak kalah dibanding BBRI (yang juga pemain kredit
mikro), termasuk pertumbuhannya juga meyakinkan dalam jangka panjang. Kalaupun ada problem maka
itu adalah dari sisi manajemen, dimana dulu pernah salah satu direktur BJTM terkena kasus korupsi (dan
sepertinya itu memang masalah umum di bank BPD), dan karena labanya selalu habis dipakai bayar
dividen maka pertumbuhan jangka panjangnya jadi lamban. Alhasil BJTM ini kurang cocok untuk long

TeguhHidayat.com
P a g e | 14

term. However, kalau kita mencari saham untuk jangka pendek, dalam hal ini memanfaatkan momentum
pembagian dividennya, sementara disisi lain risikonya juga relatif rendah (sebab kalau saham-saham lain,
kalau kita mengharapkan profit besar dalam jangka pendek, maka biasanya risikonya pun besar), maka
BJTM ini sangat layak dipertimbangkan.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 695: A

6. Bank Permata 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 150,659 165,528 (9.0)
Liabilities 129,096 146,238 (11.7)
Equity 21,563 19,290 11.8
Earnings (1,274) (1,981) (35.7)
Shares Volume 28,043 22,340 25.5
9M 2017 9M 2016
Income 8,472 11,099 (23.7)
Operating Profit 6,194 6,284 (1.4)
Net Profit for Company 708 (1,233) NM
Comp Net Profit 778 (1,251) NM
EPS 29 (77) NM
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 635
Mkt Cap (billion Rp) 17,807
PER (X) 16.4
PBV (X) 0.8

Ratios (%) 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


CAR 18.8 19.3 (2.5)
NPL Gross 4.7 4.9 (3.3)
NPL Net 1.8 2.5 (28.9)
ROA 0.8 (1.2) NM
ROE 6.2 (9.8) NM
NIM 3.9 4.0 (0.3)
Op Exp to Op Inc 93.1 112.3 (17.1)
LDR 82.8 85.9 (3.7)

Kalau dari sisi kinerja keuangan perusahaan, maka BNLI kalah jauh dibanding tiga bank yang sudah
dibahas diatas, dimana pendapatan perusahaan masih turun (meski labanya naik), saldo labanya masih
defisit, dan ROE-nya juga cuma 6.2%. However, karena valuasinya yang masih terdiskon bahkan jika
dibanding saham-saham bank lapis dua lainnya (anda bisa cek sendiri, sekarang gak banyak saham bank
dengan PBV nol koma. Sebenarnya ada satu lagi yakni BBKP, tapi labanya lagi turun), dan kinerja
perusahaan sejatinya mulai pulih setelah sempat menyentuh titik paling terpuruknya di tahun 2015 lalu
(salah satu problem BNLI adalah banyaknya kredit macet yang kemudian menyebabkan kerugian, bisa
dilihat dari rasio NPL-nya yang cukup tinggi, tapi sekarang NPL tersebut terus membaik), maka penulis
sudah mengincar BNLI ini sejak lama, terutama setelah sahamnya menyentuh titik terendahnya yakni di
520, akhir tahun 2016 lalu, sebelum kemudian membal lagi. Dan pada Kuartal II kemarin, setelah melihat

TeguhHidayat.com
P a g e | 15

sahamnya cenderung stabil di rentang 650 – 720 dalam enam bulan sebelumnya, alias gak pernah sampai
balik lagi ke 500-an, sementara BNLI juga sudah mulai membukukan laba bersih sejak awal 2017, dan
terakhir BNLI sendiri di tahun 2016 menggelar right issue pada harga 526 (sehingga selanjutnya BNLI akan
dijaga agar tidak sampai turun dibawah 526 tersebut), maka penulis akhirnya berkesimpulan bahwa:
Meski prospek perkembangan kinerja BNLI ini kedepannya masih belum jelas, tapi risikonya sudah relatif
terbatas, dimana kalaupun BNLI gak naik-naik juga dalam beberapa bulan kedepan, tapi minimal dia gak
akan turun juga.

And indeed, meski dalam sebulan terakhir BNLI malah tampak turun (karena sebelumnya BNLI ini,
kalaupun turun, tapi selalu mentok di 700), tapi penurunannya masih dalam batas yang wajar/belum
sampai balik lagi ke 500-an, dimana secara teori maka kemungkinan itu karena fluktuasi pasar saja (jadi
penurunan BNLI cuma sementara). Karena ingat bahwa dalam kondisi pasar sekarang (dimana IHSG naik
terus tapi asingnya jualan terus), maka ada banyak saham yang turun sendiri, gak cuma BNLI ini (ataupun
TLKM). Tapi selama kinerja perusahaan masih fine-fine saja, maka artinya harga yang lebih murah adalah
berarti bahwa sahamnya justru jadi lebih menarik.

Hanya memang, kalau mau lebih pastinya maka boleh juga kita tunggu saja sampai awal tahun 2018
nanti. Seperti yang sudah penulis sampaikan di edisi lalu, seiring dengan right issue-nya tahun lalu,
pemilik BNLI yakni ASII dan Standard Chartered Bank, juga merombak jajaran manajemen perusahaan,
salah satunya dengan menempatkan chief risk officer Grup Stanchart regional ASEAN sebagai komisaris di
BNLI, yang Grup Astra dan Stanchart berkomitmen untuk mengatasi masalah kredit macet di BNLI, yang
menjadi penyebab buruknya kinerja BNLI selama ini. Namun, meski sekilas perkembangannya cukup
bagus, maka hasil dari kinerja manajemen yang baru ini mungkin baru akan benar-benar kelihatan di
tahun 2018 nanti. Well, mudah-mudahan, karena dengan asumsi bahwa perusahaan bisa memperbaiki
kinerjanya, dimana ROE-nya naik menjadi katakanlah 12 – 15% saja, maka dengan juga
mempertimbangkan nama besar perusahaan (BNLI ini bukan bank kecil gak jelas, melainkan bank yang
cukup terkenal/punya nama), PBV wajar bagi BNLI ini sekitar 1.5 kali, yang itu berarti potensi upside-nya
lumayan jauh dibanding harga sahamnya sekarang ini.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 635: A

7. Waskita Beton 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 15,796 13,734 15.0
Current 10,824 11,296 (4.2)
Liabilities 8,280 6,329 30.8
Current 6,822 4,766 43.1
Equity 7,516 7,406 1.5
Earnings 1,238 730 69.5
Shares Volume 26,361 26,361 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 11,296 3,066 268.4
Operating Profit 1,322 804 64.5

TeguhHidayat.com
P a g e | 16

Net Profit for Company 825 503 64.2


Comp. Net Profit 871 502 73.5
EPS 31 19 64.2
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 400
Mkt Cap (billion Rp) 10,544
PER (X) 9.6
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 90.8 117.0 (22.4)
EER 16.5 9.9 67.0
Current Ratio 158.7 237.0 (33.1)
ROA 7.4
ROE 14.6
OPM 11.7 26.2 (55.3)
NPM 7.3 16.4 (55.4)

Kalau anda merasa kesal karena kebetulan memegang TLKM, atau BNLI, atau saham-saham lain yang
entah kenapa turun sendiri dalam 2 – 3 bulan terakhir, maka selama 2 – 3 bulan tersebut anda pasti
belum pernah memegang saham-saham konstruksi. Yup, kalau kita ambil contoh WSBP, tiga bulan lalu
sahamnya berada di level 480, tapi kemudian meluncur dengan gampangnya sampe menyentuh 336,
sebelum kemudian baru membal lagi, tapi bahkan posisi sekarang juga masih jauh dari rentang harga
tertingginya (sebelum mulai turun berkepanjangan sejak awal tahun lalu, WSBP sebelumnya stabil di 550
– 600). Dan bagi penulis sendiri, ini adalah kali pertama sejak entah kapan, dimana kita
merekomendasikan suatu saham dengan rating rekomendasi A, dengan klaim bahwa saham tersebut
moderate risk, tapi nyatanya dia malah turun banyak (kalau turunnya cuma 5 – 10% sih wajar lah), dan
bahkan itu terjadi ketika IHSG-nya terus saja naik! Tapi kalau ada satu faktor yang bisa dijadikan
penjelasan, maka itu adalah terkait kondisi pasarnya dimana asing terus jualan, dan salah satu sektor
yang paling banyak mereka ‘buang’ adalah konstruksi ini (kemungkinan karena mereka melihat kondisi
politik dalam negeri yang terus memanas, salah satunya terkait kelanjutan proyek reklamasi Teluk
Jakarta, yang otomatis meningkatkan risiko terhentinya proyek-proyek pembangunan infrastruktur).

Dan setelah mempertimbangkan banyak hal, penulis belakangan mulai merubah cara pandang terhadap
saham-saham konstruksi, termasuk WSBP ini, terutama setelah menyadari bahwa valuasi mereka
sebenarnya belum murah-murah banget. Okay, sebelumnya kita review dulu: WSBP sudah masuk ebook
ini sejak edisi Kuartal I 2017, ketika itu dengan inti analisa sebagai berikut: 1. Melihat kinerja serta
prospeknya, maka mau dia turun kaya apa, tapi pada akhirnya WSBP ini akan naik lagi, 2. Namun
dengan mempertimbangkan masalah panasnya politik yang tak kunjung mereda, maka sebaiknya untuk
sekarang kita sementara minggir dulu, 3. Sebab jika WSBP ini turun sampe dibawah psikologis 500, maka
secara teknikal dia bisa lanjut turun sampe berapa saja, karena support resistennya masih belum
keliatan, 4. Namun secara valuasi, penurunan WSBP mungkin akan mentok di 400 – 420.

TeguhHidayat.com
P a g e | 17

Nah, sampai Kuartal II lalu, analisa diatas masih relevan sepenuhnya, dimana penurunan WSBP
mentoknya di 416, dan ketika itupun sahamnya sudah naik lagi sampai 480. Tapi ternyata yang terjadi
kemudian adalah, WSBP turun lagi (dan dengan penurunan yang cepat, sehingga menimbulkan
kepanikan), kali ini sampai menyentuh 336, dan meski sekarang mulai naik lagi tapi posisi tertingginya
(setelah rebound dari posisi 336 tersebut) hanyalah 412, alias gak sampai batas 416 tadi. Ini artinya
secara teknikal WSBP sedang mencari level konsolidasi baru, dimana kalau mempertimbangkan 1. Kinerja
terbaru perusahaan, 2. Kondisi pasar/IHSG, serta 3. Kondisi politik yang menjadi ganjalan utama saham-
saham konstruksi ini, dimana ketiganya masih sama persis seperti beberapa bulan lalu, dan ditambah
lagi kemarin ada berita kecelakaan kerja di proyek pembangunan jalan tol Probolinggo (coba googling
deh), maka itu artinya belum ada sesuatu yang bisa mengubah trend penurunan saham-saham konstruksi
dari down menjadi uptrend (paling bagus sideways saja), setidaknya untuk sekarang ini. Lebih jelasnya
anda bisa baca lagi disini: http://www.teguhhidayat.com/2017/10/konstruksi-lagi.html.

Tapi Pak Teguh, kalo gitu kenapa sampeyan masih memasukkan WSBP ini ke planning? Ya karena secara
kinerja perusahaan, seperti yang bisa anda lihat diatas, WSBP ini masih bagus, demikian pula outlooknya
masih cerah karena pemerintah masih punya segudang proyek infra yang siap untuk digarap. Maksud
penulis adalah, kalau WSBP memang mengalami penurunan laba, atau proyek-proyek infra yang
dikerjakan beneran ada yang mangkrak (sampai sekarang belum ada yang mangkrak bukan? Jadi yang
terjadi cuma kekhawatiran saja, bahwa proyeknya bakal mangkrak karena masalah politik), maka ya
sudah, saya juga akan menendang keluar WSBP ini sama sekali, demikian pula saham-saham konstruksi
yang lain. Tapi kan bukan itu yang terjadi. Dan secara valuasi pun, setelah penulis pertimbangkan lagi,
maka cukup jelas bahwa WSBP pada harganya sekarang jauh lebih murah dibanding WSKT, WIKA, PTPP,
WTON, hingga ADHI.

Jadi pertanyaannya sekarang lebih ke soal timing-nya saja, kapan kira-kira waktu terbaik untuk masuk ke
konstruki (kalau soal harga, sebenarnya WSBP di harga sahamnya sekarang juga sudah oke). Dan untuk
pertanyaan ini, penulis masih sepakat bahwa timing terbaik adalah awal tahun nanti, dengan asumsi
bahwa ketika itu 1. Kinerja serta outlook konstruksi masih bagus, 2. Kondisi politik masih
mengkhawatirkan, tapi kali ini tertutup oleh optimisme investor yang biasanya meningkat tajam setiap
awal tahun, 3. Asing akhirnya berhenti jualan, misalnya karena mereka sudah habis barang sama sekali,
4. Tidak terjadi force majeure, katakanlah ada kejadian kecelakaan lagi. Actually, kalau nanti sekalinya
sektor konstruksi ini benar-benar balik arah dan uptrend lagi, maka mengambil pengalaman dari saham-
saham banking yang sempat anjlok di awal tahun 2016, maka profit yang dihasilkan dari saham-saham
konstruksi ini ini bisa luar biasa, mungkin mencapai 100% dalam waktu setahun atau kurang.

Dan jagoan penulis di sektor ini, seperti edisi-edisi ebook sebelumnya, masih di WSBP ini.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 400: A

TeguhHidayat.com
P a g e | 18

8. Adhi Karya 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 24,432 20,095 21.6
Current 20,505 16,835 21.8
Liabilities 18,882 14,653 28.9
Current 14,306 13,044 9.7
Equity 5,540 5,433 2.0
Earnings 2,135 2,024 5.5
Shares Volume 3,561 3,561 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 8,715 5,693 53.1
Operating Profit 765 285 168.3
Net Profit for Company 205 115 78.0
Comp. Net Profit 205 115 78.5
EPS 58 32 78.0
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 2,260
Mkt Cap (billion Rp) 8,048
PER (X) 29.4
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 29.3 37.1 (20.9)
EER 38.5 37.3 3.4
Current Ratio 143.3 129.1 11.1
ROA 1.1
ROE 4.9
OPM 8.8 5.0 75.3
NPM 2.4 2.0 16.3

Dari sisi kinerja fundamental, ADHI sebenarnya gak bagus jika dibanding WSBP diatas, dan valuasinya juga
gak bisa dikatakan murah (meski jika dibanding konstruksi lain, maka PBV 1.5 kali itu masih agak murah).
Dan dalam kondisi sektor konstruksi yang masih under pressure seperti sekarang, maka ADHI ini tentu
saja bukan pilihan yang menarik, bahkan meski rekomendasinya adalah wait n see dulu sampai awal
tahun 2018 (jadi bukan langsung dibeli sekarang).

Namun demikian ada satu hal yang penulis perhatikan. Jadi sejak awal, ADHI ini meski fundamentalnya
biasa-biasa saja (kalau dibandingkan emiten konstruksi BUMN lain ya, jadi ADHI ini gak bisa disebut jelek
juga), tapi pergerakan sahamnya memiliki satu ciri khas yang hampir selalu bisa diandalkan, yakni: Kalau
sewaktu-waktu dia turun sampai dibawah level psikologis 2,000, maka cepat atau lambat dia akan
naik lagi. Kecenderungan pergerakan ADHI tersebut penulis amati sudah terjadi sejak tahun 2013 lalu,
dan ketika beberapa waktu lalu konstruksi digebuk habis-habisan, ternyata ‘cara kerja’ saham ADHI
masih sama: Sahamnya hanya turun sampai sedikit dibawah 2,000 (tepatnya 1,935), lalu kemudian naik
lagi. Maksud penulis adalah, berbeda dengan saham-saham konstruksi lain yang kalau lagi turun maka gak
jelas turunnya sampai berapa (apalagi yang kejadiannya new low seperti WSBP), maka ADHI ini batas
bawahnya jelas sekali, yakni di 2,000 tersebut. Jadi tugas kita adalah tinggal tunggu saja sampai
konstruksi, termasuk ADHI, digebuk lagi, kemudian siapin ember di harga 1,900-an, nyicil saja. Kelebihan

TeguhHidayat.com
P a g e | 19

lainnya adalah, dibanding konstruksi lainnya, ADHI ini agak kecil dimana market cap-nya kurang dari Rp10
trilyun, jadi untuk naiknya juga gampang/cukup dorongan dari investor lokal saja (sementara saham
konstruksi lain baru bisa naik banyak kalo asing ikut beli). Dan anda juga gak usah khawatir terkait
prospek serta outlook fundamental perusahaan, karena penulis bisa katakan bahwa outlook ADHI ini
masih sama cerahnya seperti konstruksi-konstruksi BUMN yang lain.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 2,260: BBB

9. Nusa Raya Cipta 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 2,399 2,134 12.4
Current 2,032 1,625 25.1
Liabilities 1,217 993 22.6
Current 1,109 1,109 0.0
Equity 1,181 1,142 3.5
Earnings 624 585 6.8
Shares Volume 2,496 2,496 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 1,505 1,943 (22.5)
Operating Profit 187 107 73.7
Net Profit for Company 113 61 85.5
Comp. Net Profit 113 60 89.6
EPS 46 25 84.0
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 430
Mkt Cap (billion Rp) 1,073
PER (X) 7.0
PBV (X) 0.9

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 97.0 115.0 (15.6)
EER 52.8 51.2 3.2
Current Ratio 183.2 146.5 25.1
ROA 6.3
ROE 12.7
OPM 12.4 5.5 124.2
NPM 7.5 3.1 139.4

Untuk NRCA ini mungkin penulis bisa menyajikan kembali analisa yang ditulis di Ebook Kuartal II kemarin:

NRCA merupakan salah satu saham jagoan penulis di masa lalu, tepatnya November 2014 dimana kita
sempat buy pada harga 910, ketika itu dengan analisa bahwa saham-saham konstruksi lagi hot-hotnya
pasca dilantiknya Pak Jokowi sebagai Presiden, dan kinerja NRCA paling bagus dibanding emiten
konstruksi lainnya, tapi disisi lain valuasi sahamnya paling murah, yang mungkin karena terdapat
anggapan bahwa proyek-proyek infra jalan tol dll hanya akan diberikan kepada perusahaan konstruksi
BUMN (sementara sebagai perusahaan swasta, NRCA biasanya cuma dapet proyek-proyek yang relatif

TeguhHidayat.com
P a g e | 20

kecil seperti membangun hotel atau apartemen). Anda bisa baca lagi analisanya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2014/11/saham-terbaik-di-sektor-konstruksi.html (harap baca dulu).
Sebulan kemudian NRCA naik hingga tembus 1,500, dan kita memutuskan untuk keluar karena
menganggap bahwa kenaikannya terlalu cepat. Memasuki 2015, tepatnya pada bulan April, NRCA
kembali drop hingga dibawah 1,000 seiring dengan jatuhnya IHSG ketika itu. Namun karena perusahaan
membukukan penurunan laba pada Kuartal I 2015 (which is unexpected, but nevertheless we must
accept the fact), maka penulis tidak masuk lagi ke NRCA, dan melupakan saham ini sama sekali.

Waktu berlalu, dan sayangnya sampai Kuartal II 2017 ini NRCA masih belum mampu untuk kembali
menunjukkan peningkatan kinerja, bisa dilihat dari pendapatannya yang turun 21.7%. Namun demikian
sejak NRCA berada di level 300 – 400, akhir tahun 2016 lalu, penulis mulai mengamati lagi saham ini
mengingat PBV-nya yang sudah dibawah 1 kali. Dan untuk sekarang, penulis kira kita sudah bisa
kembali memasukkan NRCA ke planning, mengingat:

1. Saham-saham konstruksi BUMN sudah bottom, demikian pula NRCA sudah ketemu bottom-nya di
320, sebelum kemudian naik dan sideways di 400 – 420. Jadi kalo WIKA dkk nanti naik, biasanya
NRCA juga ikut naik,
2. Perolehan kontrak baru NRCA mencapai puncaknya pada tahun 2013 senilai Rp4.6 trilyun, tapi
setelah itu cenderung turun hingga hanya Rp2.8 trilyun pada tahun 2016, yang kemungkinan
disebabkan oleh lesunya industri properti sejak tahun 2013 tersebut. Namun memasuki tahun
2017, hingga Kuartal I NRCA sudah membukukan kontrak baru senilai Rp530, atau naik
signifikan dibanding periode yang sama tahun 2016 senilai Rp347 milyar. Kalau melihat
kemungkinan bahwa industri properti itu sendiri juga sudah mencapai titik terendahnya pada
taun 2016 lalu, maka kenaikan nilai kontrak tersebut bisa dijelaskan. NRCA sendiri
mentargetkan kontrak baru senilai Rp3.3 trilyun untuk tahun 2017.
3. NRCA punya pengalaman ikut membangun Tol Cipali, dan sampai sekarang perusahaan masih
terus ikut tender pembangunan jalan tol baru. Jadi bukan tidak mungkin kedepannya NRCA
bakal dapet kerjaan jalan tol lagi, yang disusul dengan membukukan profit jumbo (profit besar
NRCA di tahun 2014, salah satunya berasal dari megaproyek Tol Cipali, yang memang selesai
dikerjakan pada tahun tersebut).

Nah, dari ketiga poin diatas, kalaupun ada yang perlu direvisi maka itu adalah anggapan bahwa ‘saham-
saham konstruksi BUMN sudah bottom’ (untuk sekarang, saya pikir mereka masih belum bottom, karena
tahun 2017 masih dua bulan lagi, dan selama itu konstruksi bisa bergerak kemana saja). Tapi diluar itu,
analisa NRCA masih sama, demikian pula kinerjanya masih sama, dimana penurunan ROE-nya yang
sekarang tinggal 12% (di kuartal II kemarin 18%), itu sudah kita prediksi mengingat kemarin NRCA
membukukan keuntungan bersih yang bersifat one time senilai Rp97 milyar dari penjualan tol Cipali ke
Grup Astra (dan yang juga kita prediksi adalah, laba bersih NRCA akan tetap naik sampai akhir tahun 2017
ini, karena laba tahun penuh perusahaan di 2016 cuma Rp101 milyar).

TeguhHidayat.com
P a g e | 21

Dan kabar baiknya, harga saham NRCA pun masih sama, tapi trendnya cukup bagus/tampak naik meski
pelan-pelan (NRCA sempat ikut digebuk waktu konstuksi BUMN turun, tapi support 400 tadi masih sangat
kuat/gak sampai ditembus). Di kuartal II kemarin NRCA masih berada di 426, dan sekarang juga tidak
jauh-jauh dari itu yakni 430 (sempat naik sampai 450 tapi turun lagi). Kalau ada yang menjadi ganjalan
adalah, NRCA ini tidak likuid, sahamnya (untuk sekarang) tidak populer sehingga analis sekuritas juga gak
ada yang membicarakannya, dan investor juga mungkin masih bingung soal pendapatan perusahaan dari
penjualan Tol Cipali-nya. Dan alhasil bisa saja NRCA ini turun dulu seperti BNLI, terutama kalau kondisi
pasarnya seperti sekarang, dimana kalau NRCA ini turun sampe dibawah 400, maka secara teknikal dia
bisa lanjut turun sampe 300 – 320.

Tapi faktor-faktor ‘ganjalan’ tadi semuanya sebatas terkait pergerakan sahamnya saja, jadi bukan terkait
perusahaannya itu sendiri. Fakta fundamentalnya adalah, NRCA ini punya track record bagus di masa lalu,
outlooknya menarik, dan valuasinya juga sudah sangat terdiskon terutama jika dibanding saham-saham
konstruksi lain, baik itu BUMN maupun swasta (sebenernya ada yang lebih murah lagi yakni DGIK, tapi
kinerjanya amburadul). Jadi kalau asumsi penulis benar, yakni bahwa konstruksi bakal jalan awal tahun
2018, demikian pula kinerja NRCA bakal beneran bagus di tahun 2018 tersebut (hasil dari peningkatan
nilai kontraknya), maka ketika itulah NRCA ini bisa naik sampai berapa saja. Namun untuk mengurangi
risiko fluktuasi jangka pendek, maka seperti halnya WSBP dan ADHI, saran untuk NRCA ini adalah juga
wait n see dulu, setidaknya sampai tahun 2017 berakhir.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 430: AA

10. Alam Sutera R. 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 20,391 20,186 1.0
Current 2,542 3,082 (17.5)
Liabilities 12,065 12,998 (7.2)
Current 3,027 3,434 (11.9)
Equity 8,217 7,083 16.0
Earnings 5,675 4,580 23.9
Shares Volume 19,649 19,649 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 3,170 1,905 66.4
Operating Profit 1,162 727 59.8
Net Profit for Company 1,116 660 69.2
Comp. Net Profit 1,129 664 69.9
EPS 57 34 69.2
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 404
Mkt Cap (billion Rp) 7,938
PER (X) 5.3
PBV (X) 1.0

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)

TeguhHidayat.com
P a g e | 22

EDR 68.1 54.5 25.0


EER 69.1 64.7 6.8
Current Ratio 84.0 89.8 (6.4)
ROA 7.4
ROE 18.1
OPM 36.7 38.2 (4.0)
NPM 35.2 34.6 1.7

ASRI sejatinya merupakan saham pilihan penulis sejak lama, tapi saham ini selalu keluar masuk ebook ini
seiring dengan kinerjanya yang pada kuartal tertentu tampak bagus, tapi di kuartal berikutnya jelek lagi.
Dan setelah absen sekian lama, barulah sejak Kuartal II kemarin ASRI ini masuk planning lagi, dimana
ketika itu perusahaan kembali membukukan kinerja bagus, sementara sahamnya sudah turun cukup
dalam hingga PBV-nya tinggal 0.9 kali, dan secara teknikal pun jelas bahwa dia sudah rebound/trendnya
berubah dari down menjadi uptrend, waktu itu penurunan sahamnya mentok di 306. Jadi ya sudah, ASRI
kemudian menjadi salah satu saham yang paling direkomendasikan di edisi Kuartal II tersebut, ketika itu
sahamnya berada di level 354.

Dan berapa sahamnya sekarang? Alhamdulillah, baru nyampe 404, jadi stasiun tujuan akhirnya (baca:
kisaran target harganya) masih lumayan jauh. Kabar baiknya, kinerja ASRI di Q3 ini masih sama bagusnya
dibanding Q2 kemarin, tidak ada peristiwa force majeure apapun, Rupiah juga masih stabil di Rp13,400
per USD (ini terkait utang oblogasi perusahaan), sementara sahamnya juga jelas sekali sudah tembus
resisten 400. Alhasil kesimpulan analisanya masih sama: ASRI masih sangat oke, dan kenaikan sahamnya
selama tiga bulanan terakhir barulah ancang-ancang saja, jadi masih ada peluang bahwa dalam beberapa
bulan kedepan dia akan benar-benar lepas landas. Yang juga perlu dicatat, ASRI ini sejatinya perusahaan
properti yang cukup besar, dengan nama perusahaan yang terkenal, dan sahamnya pun likuid. Tapi
karena harga sahamnya masih dibawah maka market capnya juga agak kecil/kurang dari Rp10 trilyun,
makanya jarang dibahas/direkomendasikan analis sekuritas. Tapi kalo nanti sahamnya naik hingga market
cap-nya tembus Rp10T, dan itu artinya harga saham 500 – 550, maka barulah orang-orang bakal rame
membicarakannya (tapi ya ketika itu kita sudah curi start!).

Sedikit review tentang perusahaan, ASRI awalnya merupakan perusahaan properti kecil yang sejak tahun
1994 mulai mengembangkan Alam Sutera Township (AST) di Serpong, Tangerang. Lama kemudian, pada
tahun 2009, AST menjadi booming/sukses besar setelah dibukanya akses tol dari Jakarta langsung menuju
AST tersebut, dimana AST kemudian menjadi township terbesar kedua di wilayah Serpong (setelah BSD
City milik BSDE), dan ASRI itu sendiri kemudian tumbuh menjadi salah satu developer terbesar skala
nasional. Memasuki tahun 2013 industri properti mulai lesu, dan belum pulih lagi sampai sekarang, namun
sejak 2013 tersebut sampai sekarang, ASRI tetap rutin berekspansi dengan (salah satunya) membangun
kompleks perkantoran di AST (sebelumnya di AST hanya ada kompleks residensial dan komersial/mall dan
ruko), mengakuisisi Kompleks GWK di Bali, membangun Centennial Tower di Jakarta, dan
mengembangkan township selanjutnya yang terpisah sama sekali dari AST, yakni Township Pasar Kemis,
Tangerang. Nah, kalau melihat track record kinerja perusahaan yang cukup bagus dan juga profitable
(waktu puncak booming properti di tahun 2012 – 2013, ROE ASRI sempat mencapai 40%), sementara

TeguhHidayat.com
P a g e | 23

ketika properti mulai lesu dan kinerja ASRI juga ikut turun namun perusahaan gak sampai kena kasus
gagal bayar utang atau semacamnya, maka penulis percaya bahwa kalau nanti properti mulai pulih lagi,
dimana tanda-tandanya mulai kelihatan pada tahun 2017 ini (gak cuma ASRI, tapi beberapa developer
properti lain juga mulai banyak yang profit lagi), maka ASRI juga bakal kembali membukukan kinerja
yang sangat bagus, mungkin sama bagusnya seperti tahun 2012 – 2013 lalu. Well, mudah-mudahan.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 404: AA

11. Lippo Cikarang (current price: 3,880)

Seperti halnya ASRI yang merupakan saham jagoan penulis di masa lalu, dan baru masuk lagi di ebook ini
sejak Kuartal II kemarin, maka demikian pula dengan LPCK, yang sempat penulis lupakan sejak tahun
2015, tapi pada Kuartal II kemarin kita putuskan untuk kembali memasukkan sahamnya ke dalam
planning. Hanya bedanya, jika ASRI rekomendasinya adalah boleh langsung buy dan kemudian di-keep
untuk mid hingga long term (tentunya dengan asumsi bahwa laporan keuangannya tetap bagus, dan
untungnya sampe Kuartal III ini memang masih bagus), maka untuk LPCK ini anda diharapkan untuk lebih
hati-hati, karena faktanya adalah, sampai Kuartal II kemarin, laba LPCK masih turun (sementara laba
ASRI sudah naik lagi). Penulis ketika itu mengatakan bahwa kalaupun LPCK lanjut naik, misalnya karena
cerita Meikarta yang lagi hot itu, maka mentok-mentoknya hanya sampai 5,000 saja, sebelum kemudian
bakal turun lagi.

And guess what? Ternyata memang itulah yang terjadi. Persis tiga bulan kemarin LPCK berada di posisi
4,660, lalu naik sampai hampir saja menyentuh 5,000 (tepatnya 4,920), tapi setelah itu dia turun lagi..
dan terus saja turun. Namun yang sedikit diluar perkiraan penulis adalah, penurunannya ternyata tidak
mentok/berhenti di 4,000, melainkan masih lebih rendah lagi. So what’s wrong? Bukannya iklan-iklan
Meikarta itu masih rame sampai sekarang?

Nah, jadi berbeda dengan ASRI yang analisanya simpel (pokoknya barangnya bagus dan harganya murah,
that’s it), maka analis untuk LPCK ini agak ribet dan tricky, terutama karena faktor ownernya yakni Grup
Lippo (sejak dulu, reputasi Grup Lippo kurang lebih sama saja dengan reputasinya Grup Bakrie), tapi pada
akhirnya penulis tetap percaya bahwa LPCK ini sangat menarik. Okay, kita langsung saja.

LPCK, berdasarkan LK perusahaan di Kuartal II 2017 (ketika ebook ini terbit, LK Kuartal III-nya masih
belum keluar), adalah perusahaan properti yang relatif kecil dengan total aset Rp6.2 trilyun, namun
demikian perusahaan berstatus sebagai salah satu penguasa di kawasan yang diprediksi bakal jadi The
Next Serpong, yakni Cikarang, Jawa Barat. Atau dengan kata lain, dengan mempertimbangkan lokasi
proyek propertinya, maka prospek pertumbuhan jangka panjang bagi LPCK ini masih sangat terbuka,
sama seperti dulu ASRI sukses dengan Alam Sutera Township-nya, ditambah Grup Lippo itu sendiri sejak
awal sudah merupakan salah satu developer properti terbesar di tanah air (melalui LPKR).

TeguhHidayat.com
P a g e | 24

Jadi ketika kemudian LPCK disebut-sebut bakal membangun Kota Meikarta dengan nilai total Rp278
trilyun, dimana itu tentu saja angka yang sangat WOW, maka kalau melihat potensi dari Cikarang itu
sendiri, proyek Meikarta itu cukup masuk akal untuk terealisasi. Tapi karena nilai proyeknya yang kelewat
bombastis (apalagi jika dibandingkan dengan nilai aset LPCK itu sendiri), reputasi dari Grup Lippo, serta
marketingnya yang meragukan (salah satunya, Meikarta menjual apartemen dengan cicilan hanya Rp1
jutaan per bulan, which is a little bit nonsense), maka wajar jika kemudian muncul banyak pertanyaan:
Meikarta ini sebenarnya apa toh?? Belum lagi kemudian muncul isu bahwa pembangunannya belum
mengantongi izin bla bla bla.

Nah, sejak awal, penulis tertarik dengan LPCK ini bukan karena Meikarta-nya tersebut, melainkan karena
valuasi sahamnya sudah sangat murah saja, dimana sekarang ini anda tidak akan menemukan saham
properti lain dengan PBV hanya 0.6 kali, sementara nama perusahaannya sendiri cukup terkenal, punya
track record kinerja excellent di masa lalu, proyek propertinya sangat kelihatan di Cikarang sana, dan
Cikarang itu sendiri sekarang mulai berkembang pesat lagi (dalam setahunan terakhir, anda mungkin bisa
lihat sendiri, mulai banyak apartemen/ruko-ruko yang dibangun lagi). Jadi logika kasarnya adalah,
bahkan tanpa Meikarta sekalipun, maka dengan mempertimbangkan kinerjanya di masa lalu ketika
properti masih booming, maka LPCK dalam waktu dekat harusnya tetap akan membukukan kenaikan laba
seiring dengan pulihnya industri properti itu sendiri, karena di proyek utama milik perusahaan, yakni CBD
Orange County yang sudah dikembangkan sejak 2015 lalu, juga masih banyak persediaan properti untuk
dijual. Yup, jadi meski memang sampai sekarang laba LPCK masih turun, tapi biasanya ini cuma soal
‘giliran naik panggung’ saja (biasanya ketika suatu sektor mulai pulih, maka beberapa perusahaan
langsung membukukan kinerja bagus, sementara beberapa lainnya baru membukukan kinerja bagus
tersebut setelah beberapa waktu kemudian), jadi pada tahun 2018 nanti laba LPCK tetap berpeluang
untuk naik, sekali lagi, bahkan meski belum ada kontribusi sama sekali dari Meikarta (atau Meikarta itu
tenyata gagal/mangkrak). Dan kalau nanti sekalinya laba LPCK mulai naik, maka sahamnya juga akan naik
dengan mudah tanpa turun-turun lagi, sama seperti ASRI.

Namun karena adanya Meikarta inilah, maka LPCK jadi menawarkan lebih dari sekedar ‘kinerja yang
kembali pulih’, melainkan LPCK ini bisa benar-benar menjadi salah satu developer properti terbesar di
Indonesia, sementara risikonya gagal proyek-nya tetap rendah. Sebab entah bagaimana caranya, LPCK
tidak mengambil utang bank/obligasi apapun untuk mengembangkan Meikarta ini (jadi kalau misalnya
proyeknya gagal, maka LPCK gak akan default/restrukturisasi utang atau apapun). Padahal di LK
terakhirnya, LPCK masih tidak memiliki utang bank/obligasi, sama sekali.

Tapi masalahnya adalah di Grup Lippo-nya. Sekarang begini: Kalau anda tahu persis bahwa perusahaan
yang anda miliki bakal untung besar, katakanlah dalam 1 – 2 tahun kedepan, maka kira-kira anda mau
nggak ngasih sahamnya begitu saja ke orang lain? Jelas nggak bukan? Mending sahamnya gue kekepin
sendiri! Dan Lippo adalah tipikal owner perusahaan yang seperti itu (tapi itu manusiawi sih). Makanya
kalau anda perhatikan, meski di satu sisi Meikarta ini terus aja berpromosi (ke konsumen properti), tapi

TeguhHidayat.com
P a g e | 25

disisi lain manajemen hampir gak mau ngomong apapun soal Meikarta ini ke investor saham di
market, termasuk di public expose-nya pada bulan Maret lalu juga gak menyinggung apapun soal
Meikarta, padahal pertanyaan-pertanyaan yang timbul sudah sangat banyak (Meikarta ini izinnya gimana?
Duit pembangunannya dari mana? Kok harga apartemennya murah banget? dst). Alhasil investor jadi gelap
sama sekali tentang apa dan bagaimana sebenarnya Meikarta ini.

Dan puncaknya adalah ketika LPCK mengumumkan akan menggelar right issue, yang langsung ditanggapi
negatif oleh investor (kalau perusahaan berencana right issue maka memang biasanya sahamnya akan
turun, karena investor khawatir jika harga right issue-nya ditetapkan dibawah harga pasar), hingga
barrier 4,000 yang sebelumnya sempat cukup strong, akhirnya tembus juga. Yang juga harus
diperhatikan, dengan nilai transaksi saham yang sangat kecil yakni hanya Rp3 – 4 milyar per hari (ketika
saham sudah sedemikian murahnya, maka normalnya sahamnya jadi gak likuid), maka kalau Grup Lippo
mau, mereka bisa saja jualan saham LPCK di market senilai barang 1 atau 2 milyar saja, dan itu akan
membuat sahamnya benar-benar jeblok karena gak akan ada yang mau nampung, karena investor sudah
kadung bingung dengan Meikarta, dan semakin bingung setelah adanya rencana right issue (apalagi
sekarang laporan keuangannya pun belum terbit).

Kemudian kalau dari right issue-nya sendiri, LPCK akan menerbitkan 258 juta lembar saham baru, dimana
dengan asumsi harga right issue-nya adalah sama dengan harga pasar, yakni Rp4,000, maka LPCK akan
memperoleh tambahan modal persis Rp1 trilyun. Di prospektusnya, manajemen menjelaskan bahwa
tambahan modal tersebut salah satunya adalah untuk membiayai proyek Meikarta. Pertanyaannya, cukup
buat apa tambahan modal senilai hanya Rp1 trilyun, mengingat total nilai proyek Meikarta itu sendiri
mencapai ratusan trilyun??

Jadi dalam hal ini penulis lebih melihat bahwa right issue tersebut lebih merupakan strategi dari Grup
Lippo untuk menurunkan saham LPCK di pasar (sehingga mereka bisa tampung di harga murah), termasuk
untuk mendilusi kepemilikan publik terhadap LPCK itu sendiri/meningkatkan kepemilikan mereka
terhadap LPCK, karena dengan kondisi sahamnya yang tengah terpuruk maka investor ritel pasti ragu-ragu
untuk menebus saham baru LPCK hasil right issue-nya. Sebab di waktu yang bersamaan, penulis lihat
saham-saham Grup Lippo yang lain seperti LPKR, MPPA, MLPL, MLPT, semuanya ikut kena gebuk. Penulis
juga jadi ingat saham MLPL, yang dulu pernah turun terus hingga akhirnya mati di gocap (50), tapi
kemudian perusahaan dapet duit gede hasil divestasi LPPF, dan sahamnya mulai naik ke 200-an, tapi
kemudian MLPL menggelar right issue yang mendilusi kepemilikan publik, dan barulah setelah itu MLPL
lanjut naik sampai hampir saja tembus 1,000, sebelum kemudian turun lagi ke level sekarang. Nah, jadi
untuk LPCK ini, sepertinya modusnya juga sama begitu, dimana dalam hal ini duit (yang nantinya
dihasilkan) dari Meikarta adalah seperti duit hasil penjualan LPPF tadi. Proses dari MLPL turun sampe
mentok di gocap, divestasi LPPF, lalu right issue, dan akhirnya terbang sampai 1,000, kalau penulis tidak
salah ingat totalnya memakan waktu 3 tahun. Untuk LPCK, Meikarta ini baru ramai akhir-akhir ini saja
(baru 3 – 6 bulan terakhir), jadi penulis kira untuk kedepannya, drama ‘Antara LPCK dan Meikarta’ ini
juga bakal lumayan panjang.

TeguhHidayat.com
P a g e | 26

Kesimpulannya, meski memang jadinya sedikit berbau spekulasi, tapi penulis percaya bahwa LPCK tetap
menarik (sangat menarik malah), dimana pada akhirnya nanti ketika semua ‘permainan’ ini berakhir,
sahamnya bisa terbang menggapai langit. Tapi untuk sekarang maka tentu saja saran terbaiknya adalah
wait n see dulu, minimal tunggu sampai right issue-nya selesai. And don’t worry, update mengenai LPCK
ini akan penulis sampaikan lagi di ebook kuartalan edisi berikutnya.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: ?


Rating Saham pada 3,880: AA

12. Petrosea (current price: 1,305)

Penulis sengaja menempatkan analisa PTRO ini setelah analisa LPCK diatas, karena saya tau persis bahwa
sebagian dari anda mungkin mulai agak pusing setelah baca tentang LPCK (apalagi kalau posisinya sejak
awal sudah memegang sahamnya), jadi sekarang kita rileks dulu yap, soalnya untuk PTRO ini penulis
hanya perlu mengulang lagi analisa yang sudah disampaikan sejak setahunan lalu, jadi bagi anda yang
sudah berlangganan ebook ini sejak edisi-edisi sebelumnya, anda bisa membacanya dengan santai. Okay,
here we go,

Pada ebook edisi Kuartal IV 2016 kemarin, penulis memasukkan PTRO ke dalam planning –meski
perusahaan ketika itu masih membukukan kerugian- dengan pertimbangan sebagai berikut: Pertama,
secara teknikal saham PTRO sedang strong uptrend dengan kenaikan yang mulusss sekali dalam setahun
terakhir, dimana kalau berdasarkan teknikal ini saja, maka sepahit-pahitnya PTRO harusnya bakal
tembus minimal 1,000 – 1,200 paling lambat dalam setahun kedepan. Kedua, seperti yang kita ketahui
harga batubara (dan juga harga minyak) mulai naik lagi sejak pertengahan 2016 kemarin, dan itu
langsung berdampak positif terhadap kinerja PTRO di tahun penuh 2016 dimana pendapatan perusahaan
naik 1.2%, sementara ruginya turun 37.1%. Jika trendnya begini terus, maka PTRO sangat berpeluang
untuk kembali mencetak laba bersih di tahun 2017.

Ketiga, dengan PBV 0.4 kali, maka valuasi PTRO masih terbilang unbelievably undervalue. Dengan
pertimbangan bahwa saham-saham batubara yang lain, meski masih murah, tapi tidak lagi semurah
tahun lalu (saham-saham batubara rata-rata naik 3, 4, atau bahkan 5 kali lipat sejak awal 2016,
sedangkan PTRO baru naik 2 kali lipat), maka PTRO menjadi sisa pilihan yang paling masuk akal. Dan
keempat, meski kinerja PTRO masih belum meyakinkan, namun kinerja tahun penuh 2016 dari beberapa
perusahaan mining service lainnya seperti MYOH, Delta Dunia Makmur (DOID), United Tractors (UNTR),
bahkan Darma Henwa (DEWA), semuanya menunjukkan perbaikan yang signifikan. Khusus untuk DOID,
ROE-nya sekarang ini bahkan sudah hampir tembus 30%. Sayangnya DOID dan UNTR sudah naik duluan
hingga valuasinya jadi mahal, sementara DEWA gak cocok untuk invest karena faktor Bakrie, jadi
pilihannya sekarang tinggal MYOH dan PTRO. Untuk MYOH, kinerja terakhirnya memang jauh lebih baik

TeguhHidayat.com
P a g e | 27

dari PTRO, tapi dengan mempertimbangkan valuasinya maka PTRO tetap juga bisa dipertimbangkan,
apalagi kinerja PTRO sebenarnya tidaklah sejelek itu, dan prospeknya pun cukup cerah.

Aaand voila! PTRO kemudian memang benar-benar sukses mencetak profit pada awal tahun 2017, namun
sayangnya sahamnya sudah naik banyak duluan. Pada edisi lalu, PTRO masih berada di harga 830, tapi
dia kemudian terbang dengan cepat hingga tembus 1,500, sebelum kemudian cooling down ke posisi
sekarang. Well, namun di edisi lalu pula, penulis sudah mengatakan bahwa karena sahamnya tidak
likuid, PTRO kadang-kadang terbang pada waktu-waktu tertentu ketika volume transaksinya besar. Tapi
secara keseluruhan dalam jangka panjang, dia tetap berada di track-nya untuk terus naik secara
pelan-pelan.

Jadi untuk sekarang kita bisa lihat lagi PTRO ini dari awal: Kalau kita berpatokan pada rumus bahwa
‘Dalam jangka panjang, PTRO pada akhirnya akan kembali k tracknya untuk naik secara pelan-pelan’,
maka berapa best price untuk PTRO ini? Well, coba anda cek lagi chart PTRO dalam setahun terakhir,
tarik garis lurusss.. daaan.. Yep, ketemu bukan? Tracknya sekarang berada di harga 900. So yah, we’ll
see u later!

Tulisan diatas adalah di ebook Kuartal I 2017, ketika PTRO berada di level 1,160. Sementara di Kuartal II
kemarin, penulis menambahkan paragraf berikut: (ketika itu PTRO berada di level 985)

Nah, tiga bulan berlalu, dan berapa posisi PTRO sekarang? Benar sekali, 900-an. Jadi yap, untuk
sekarang anda bisa kembali akumulasi sahamnya, dimana jika kita beruntung maka PTRO mungkin bakal
terbang sekali lagi seperti Maret – April 2017 kemarin, tapi jika tidak pun maka PTRO tidak akan sampai
drop, dan dalam jangka panjang dia tetap berpeluang untuk naik meski pelan-pelan. Actually, jika
mempertimbangkan jumlah utangnya yang lebih kecil dibanding INDY, maka PTRO lebih berpeluang
untuk membukukan laba pada LK-nya nanti ketimbang induknya tersebut, selain karena, berdasarkan
penuturan dari manajemen INDY, dari sekian banyak anak-anak usahanya, yang paling banyak dapet
kontrak baru ya PTRO ini. However, saham PTRO tidak se-likuid INDY, sehingga membeli PTRO adalah
sama sulitnya dengan menjualnya. Jadi kalau misalnya disuruh milih salah satu, maka penulis tetap
lebih prefer INDY.

Okay, tiga bulan kembali berlalu, dan berapa INDY sekarang? Well, silahkan anda lihat sendiri, yang jelas
jauh lebih tinggi dibanding beberapa bulan lalu ketika masih di level 800-an. Sementara untuk PTRO-nya
sendiri, meski juga ikut naik, tapi sejauh ini baru nyampe 1,300-an saja, sehingga valuasinya juga masih
murah/PBV-nya masih 0.6 kali, namun trendnya tetap bagus/masih naik pelan-pelan. Yup, jadi anda
mengerti bukan, kenapa di edisi ebook kali ini saya menyingkirkan INDY, tapi kita tetap keep PTRO? Yakni
karena INDY sudah agak mahal, sementara PTRO masih murah (MBSS juga murah, tapi labanya masih
minus). Seperti kuartal II kemarin, di Kuartal III ini INDY, PTRO, dan MBSS juga terlambat merilis LK-nya,
tapi itu gak jadi masalah/penulis tetap percaya bahwa PTRO tetap akan profit sampai akhir tahun nanti,
dan kalau melihat perkembangan harga batubara, maka profit tersebut bisa naik lagi di 2018 nanti. Jika

TeguhHidayat.com
P a g e | 28

di edisi-edisi sebelumnya penulis mengatakan bahwa INDY mungkin bisa naik sampai tembus 2,000, dan
memang itulah yang terjadi, maka untuk kali ini penulis bisa katakan bahwa kali ini giliran PTRO untuk
tembus 2,000 tersebut. Jika anda mencari saham yang bisa dibeli secara nyicil (soalnya dia masih gak
likuid) untuk mid term, PTRO boleh dipertimbangkan.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: ?


Rating Saham pada 1,305: A

14. Harum Energy 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 431 413 4.3
Current 290 268 8.3
Liabilities 47 58 (18.0)
Current 42 53 (20.7)
Equity 305 282 8.0
Earnings 181 148 22.0
Shares Volume 2,704 2,704 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 239 130 83.8
Operating Profit 52 18 195.3
Net Profit for Company 33 11 203.6
Comp. Net Profit 39 13 194.2
EPS 0.008 0.004 97.8
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 2,300
Mkt Cap (billion Rp) 6,218
PER (X) 16.2
PBV (X) 1.5

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 641.8 486.9 31.8
EER 59.3 52.5 13.0
Current Ratio 691.7 506.6 36.5
ROA 12.1
ROE 14.3
OPM 21.8 13.6 60.7
NPM 13.7 8.3 65.2

Bagi anda yang sudah berlangganan ebook ini, atau sudah membaca blog teguhhidayat.com sejak lama,
maka anda mungkin hafal bahwa HRUM sudah menjadi salah satu top pick kita di sektor batubara sejak
ber 2016 lalu, yakni ketika batubara itu sendiri mulai hot setelah sebelumnya turun terus. Yup, HRUM
sudah pernah kita rekomendasikan sejak harganya masih di 1,000, dan anda bisa baca lagi ulasan
lengkapnya disini: http://www.teguhhidayat.com/2016/10/harum-energy.html. Mungkin perlu penulis
sampaikan lagi bahwa sejak dulu jagoan kita di batubara itu ada empat, yakni HRUM, KKGI, PTBA, dan
ITMG. Dan meski ketika itu yang kita ambil hanya HRUM saja, tapi tiga saham lainnya juga tetap naik
signifikan ketika harga jual batubara benar-benar mulai naik kembali.

TeguhHidayat.com
P a g e | 29

Balik lagi ke HRUM. Pada perkembangannya, HRUM kemudian naik sangat cepat dimana pada April 2017,
atau hanya enam bulan sejak penulis pertama membahasnya di bulan Oktober 2016, sahamnya sudah
sempat menyentuh 3,000, alias sudah naik tiga kali lipat, atau bahkan lima kali lipat jika dihitung dari
posisi terendahnya yakni 600-an, pada awal 2016. Dan meski kenaikan tersebut memang selaras dengan
kinerja fundamental HRUM yang memang membaik seperti yang diharapkan (pada LK-nya di bulan
Oktober 2016, laba HRUM masih tampak turun), tapi penulis sudah hafal bahwa kalau ada saham bagus
tapi naik extraordinary seperti itu, maka selanjutnya dia akan turun lagi, tapi gak akan sampai balik lagi
ke posisi sebelum dia naik (jadi kalau misalnya anda sudah pegang sahamnya sejak awal di harga yang
jauh dibawah, maka boleh profit taking dulu). Penurunan ini secara teknikal disebut konsolidasi, atau
penulis suka menyebutnya dengan istilah ‘cooling down’. Tugas kita kalau ketemu saham seperti ini
adalah mencari tahu, kira-kira saham tersebut turunnya mentok di berapa. Dan kalau ketika posisi
mentok itu akhirnya sudah ketemu, sementara kinerja perusahaannya masih bagus, maka ketika itulah
sahamnya boleh dibeli kembali.

Kemudian, di edisi Kuartal I 2017 (ebooknya terbit Mei 2017), penulis katakan bahwa HRUM yang ketika
itu dengan cepat turun lagi dari 3,000 sampai 2,300-an, maka dengan mempertimbangkan (salah satunya)
pergerakan sahamnya di masa lalu, dimana HRUM sempat agak lama di 2,000-an di tahun 2014, maka
kemungkinan bottomnya adalah di level 1,900 – 2,000. Dan coba tebak? Masih di bulan Mei tersebut,
ternyata penurunan HRUM memang berhenti di level 2,000, sebelum perlahan tapi pasti mulai naik lagi.
Pada edisi Kuartal II penulis memutuskan untuk menyingkirkan beberapa saham batubara, termasuk
HRUM ini, karena kita melihat peluang yang lebih baik di properti yang baru mulai jalan, sementara
batubara normalnya perlu waktu agak lama untuk konsolidasi setelah naik luar biasa antara akhir tahun
2016 hingga awal tahun 2017. Dan ternyata benar: Beberapa saham properti mulai jalan sejak Agustus
lalu, sementara batubara, atau setidaknya HRUM ini, masih disitu-situ saja (sempet naik sampai 2,400an,
tapi turun lagi, tapi turunnya pun gak sampai tembus 2,000, jadi level 2,000 itu masih menjadi support
kuatnya).

Nah, berhubung sekarang sudah menjelang akhir tahun, sementara kinerja HRUM masih oke, dan
valuasinya pun belum bisa disebut mahal (PBV 1.6 kali itu malahan masih rendah banget dibanding
valuasi HRUM di masa jayanya, tahun 2011 - 2012 lalu), maka penulis kira kita bisa melirik HRUM lagi,
tentunya dengan harapan bahwa periode konsolidasinya akan selesai sebentar lagi, dan sahamnya juga
bakal jalan lagi (dihitung dari pertama kali HRUM tembus level 2,000 di bulan Sept 2016, berarti
konsolidasinya sudah setahunan). Jika HRUM kembali membukukan kenaikan laba di awal taun 2018
nanti, dan kemungkinan demikian terutama kalau melihat harga batubara yang masih strong di level US$
95 – 100 per ton, maka sahamnya juga akan dengan mudah menembus resisten jangka panjangnya di
2,570, dan setelah itu dia bisa naik sampai berapa saja.

Namun ada satu hal yang harus anda perhatikan: Harga batubara yang mencapai US$ 95 – 100, itu
sebenarnya terlalu tinggi dan diluar ekspektasi dari para emiten batubara itu sendiri, karena mereka
awalnya memprediksi bahwa batubara hanya akan stabil di US$ 70 – 75. Dengan kata lain, kalau kita

TeguhHidayat.com
P a g e | 30

bersikap lebih realistis, maka cepat atau lambat tetap ada kemungkinan bahwa harga batubara akan
turun lagi. Sebenarnya, asalkan harga batubara tidak sampai turun dibawah US$ 70, maka perolehan laba
para emiten batubara, termasuk HRUM ini, tetap akan naik/gak akan sampai turun lagi seperti tahun
2015 lalu. Tapi kalau terhadap pergerakan sahamnya, maka kalau harga batubara turun, saham-saham
batubara otomatis akan turun. Jadi dalam hal ini penulis lebih suka menunggu batubara terkoreksi dulu
(itu bisa terjadi kapan saja), dimana ketika itu terjadi maka HRUM juga akan ikut turun. Dan kalau
penurunannya sekali lagi tertahan di 2,000, maka itulah tandanya.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 2,300: A

14. Mitrabara 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 150 116 28.7
Current 109 77 41.9
Liabilities 31 25 25.0
Current 28 22 26.9
Equity 119 92 29.7
Earnings 92 65 41.3
Shares Volume 1,227 1,227 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 204 131 55.1
Operating Profit 73 23 212.0
Net Profit for Company 55 18 212.2
Comp. Net Profit 55 18 211.6
EPS 0.045 0.014 221.4
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 3,810
Mkt Cap (billion Rp) 4,676
PER (X) 4.7
PBV (X) 2.9

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 384.2 370.3 3.7
EER 77.8 71.4 9.0
Current Ratio 385.9 344.9 11.9
ROA 48.8
ROE 61.5
OPM 36.0 17.9 101.2
NPM 26.9 13.4 101.3

Okay, ini adalah kali pertama penulis memasukkan MBAP ke ebook, jadi kita akan bahas
saham/perusahaannya sejak awal. MBAP adalah perusahaan batubara skala kecil dengan lokasi tambang
di Loreh, Kab. Malinau, Prov. Kalimantan Utara, yang baru mulai beroperasi pada tahun 2008. Perusahaan
memproduksi sekitar 3 – 4 juta ton batubara per tahun (kurang lebih sama dengan KKGI), yang dikirim
melalui Pelabuhan Tarakan untuk kemudian diekspor. MBAP merupakan perusahaan joint venture antara
Idemitsu Kosan, yang merupakan perusahaan minyak terbesar kedua di Jepang (setelah Nippon Oil),

TeguhHidayat.com
P a g e | 31

dengan perusahaan lokal bernama PT Wahana Sentosa Cemerlang, dimana PT Wahana menjadi pemegang
saham pengendali. Dari ekspor batubara MBAP, sebagian diantaranya dijual ke Idemitsu itu sendiri. MBAP
baru listing di BEI pada Juni 2014, jadi saham ini tergolong saham baru jika dibanding HRUM dkk, dan
sayangnya jumlah saham yang dilepas ke publik ketika itu hanya 245 juta lembar, makanya jadi nggak
likuid. Diluar jualan batubara dari satu-satunya tambangnya di Kab. Malinau, MBAP gak punya sumber
pendapatan/kerjaan lainnya lagi. Kalau dari lokasi kantor serta komposisi pemegang sahamnya, MBAP
kemungkinan masih ada hubungan dengan perusahaan batubara lainnya, PT Baramulti Sukses Sarana
(BSSR).

Nah, sebenarnya penulis sendiri sudah tertarik dengan MBAP ini sejak Mei 2017 lalu, yakni ketika
perusahaan melaporkan LK Kuartal I 2017, dimana labanya naik banyak dan ROE-nya pun tampak
extraordinary/jauh lebih tinggi dibanding ROE dari emiten-emiten batubara lainnya. Kemudian kalau
anda perhatikan neraca perusahaan, maka MBAP ini juga mirip-mirip dengan HRUM, KKGI, PTBA, dan
ITMG, dimana utangnya kecil, margin labanya besar, laporan laba ruginya juga ‘bersih’ tanpa pendapatan
ataupun kerugian yang aneh-aneh, cash-nya gede, dan yang paling penting, nilai pendapatannya dalam
setahun sudah jauh lebih besar dibanding total aset perusahaan. Pendek kata, penulis sudah lama gak
memberikan rating kinerja AAA untuk suatu saham, tapi sepertinya kali ini MBAP layak memperoleh
rating tersebut, setidaknya untuk kinerjanya pada saat ini.

Tapi karena sahamnya yang sangat-sangat tidak likuid (masa volume transaksi harian sahamnya cuma satu
atau dua lot??), dan bahkan antara Januari – April 2017 tidak ada transaksi sama sekali (dan alhasil
sahamnya mati di harga 1,905), maka penulis ketika itu mengabaikan MBAP ini, karena kalo kita mau beli
juga gimana caranya? Setelah LK Kuartal I 2017-nya keluar, saham MBAP kemudian memang sempat naik
sampai menyentuh 2,800, tapi tetap tanpa didukung volume sama sekali/paling banyak hanya 15 lot per
hari (itu berarti nilai transaksinya cuma.. 3 juta Rupiah?) Sejak awal penulis hafal bahwa kalau ada saham
yang naik tanpa didukung volume seperti itu, maka turunnya juga bisa gampang banget, karena kalau ada
orang jualan MBAP ini sebanyak 10 lot saja, maka dia bakal turun lagi. Jadi ketika itu penulis tetap
mengabaikan MBAP ini, dan memang benar, MBAP kemudian balik lagi ke 2,000.

Namun memasuki bulan Agustus 2017, ketika para emiten merilis laporan keuangan Kuartal II, dan LK
MBAP ini masih sama bagusnya, maka barulah ketika saham MBAP mulai naik lagi, dan kali ini didukung
dengan sedikit volume. And finally di kuartal III ini, setelah MBAP ‘confirm’ menghasilkan kinerja yang
tetap bagus, maka barulah sahamnya, meski masih tidak likuid, tapi kali ini dia bener-bener mulai jalan.
Ketika ebook ini terbit, MBAP berada di level 3,810, yang kalau dikali rata-rata volume transaksi
sahamnya yakni 53 ribu lembar per hari, maka nilai transaksinya adalah Rp200 jutaan per hari. Well, not
bad lah, dalam hal ini kalau misalnya anda berencana beli sahamnya sebanyak Rp10 – 20 juta, dan bisa
keep katakanlah untuk jangka menengah. Diluar itu, anda bisa ambil saham lain saja.

Tapi Pak Teguh, memang MBAP secara laporan keuangan sangat menarik, tapi bukannya PBV-nya di level
3.0 kali juga sudah mahal? Well, nggak juga. Ketika menemukan MBAP ini, penulis jadi ingat dengan

TeguhHidayat.com
P a g e | 32

perusahaan batubara lainnya, Bayan Resources (BYAN), yang juga memiliki ROE yang sangat tinggi, dan
demikian pula sejak dulu PBV BYAN ini jauh lebih tinggi dibanding saham-saham batubara lainnya, tapi
toh dia gak mau turun-turun juga. Jadi kalau perbandingannya adalah BYAN tersebut, maka MBAP ini di
harga sekarang masih murah, apalagi kalau di 2,000-an. Hanya memang kalau ada yang harus
dipertimbangkan, maka BYAN ini kinerjanya lumayan konsisten dalam jangka panjang, termasuk di tahun
2015 lalu ketika harga batubara mencapai titik terendahnya, maka meski laba BYAN ketika itu juga turun,
tapi secara umum kinerjanya tetap jauh lebih baik dibanding HRUM dkk.

Sementara MBAP ini, dia belum punya track record konsisten seperti BYAN, dimana labanya baru besar
tahun 2017 ini saja (waktu batubara mencapai puncak booming di tahun 2011, produksi batubara MBAP
masih sangat kecil di angka seratus ribu ton per tahun), jadi agak sulit untuk mengasumsikan bahwa
untuk tahun-tahun selanjutnya, laba MBAP akan besar terus seperti sekarang, selain karena perusahaan
juga gak melakukan ekspansi/pengembangan usaha apapun (cuma gali batubara, lalu jual).
Kesimpulannya kalau anda tetap tertarik dengan MBAP ini, maka belilah dalam jumlah yang (menurut
anda) kecil saja, dan kemudian mari sama-sama berharap bahwa MBAP ini akan mengikuti jejak saham-
saham lain yang melakukan stocksplit, biar volume sahamnya jadi lebih encer.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AAA


Rating Saham pada 3,810: A

15. Bumi Resources (current price: 266)

Okay, ini adalah kali kesekian penulis membahas BUMI di ebook kuartalan ini (BUMI sudah rutin masuk
ebook kuartalan ini di setiap edisi sejak edisi Kuartal III 2016 lalu), dan itu belum termasuk tulisan-tulisan
tentang BUMI di blog, yang jumlah artikelnya juga cukup banyak (diawali dari artikel yang ini:
http://www.teguhhidayat.com/2016/10/bumi-resources-and-rising-coal-price.html, yang ditulis tanggal
20 Okt 2016, ketika BUMI berada di harga 123). Saking seringnya kita mengulas soal BUMI dari berbagai
sisi, sampai-sampai penulis sekarang udah gak tau harus nulis apa lagi soal BUMI ini :D Dan terus terang
saya juga sudah capek mengatakan bahwa ‘BUMI ini saham yang sangat berbahaya, yang tidak
direkomendasikan untuk pemula bla bla bla’, karena toh tetep aja banyak investor pemula yang belum
ngerti cara baca laporan keuangan, atau gak tau apa itu ‘right issue’, ikut membeli BUMI. Dalam hal ini
penulis jadi inget si kecil di rumah yang kadang susah disuruh mandi sore, tapi setelah dia gak bisa tidur
karena gatal-gatal keringat, barulah besoknya nurut sama mamanya ketika disuruh mandi. Yup, jadi
seorang investor juga kadang harus ngerasain rugi gede dulu, barulah setelah itu dia akan mengerti
kenapa saham-saham model BUMI ini disebut ‘sangat berbahaya’.

Jadi kalau anda sudah berlanggananan ebook ini sejak setahunan lalu dan masih penasaran dengan BUMI,
maka anda bisa baca lagi ulasan-ulasan yang sudah-sudah, demikian pula anda bisa baca ulasan di blog
teguhhidayat.com. Sebab kalau ada yang bisa penulis sampaikan untuk saat ini, maka itu adalah, terlepas
dari fluktuasi sahamnya yang luar biasa (dalam tiga bulan terakhir BUMI drop dari 358 sampai mentok di

TeguhHidayat.com
P a g e | 33

173, atau turun lebih dari 50%, tapi kemudian langsung naik lagi ke posisi sekarang yakni 266, atau naik
lebih dari 50% juga! Amazing, isn’t it? Dan pastinya sudah banyak memakan korban), tapi analisa
fundamental BUMI masih belum berubah: BUMI masih menarik, dimana kalau kita menggunakan angka
target laba bersih yang disebut manajemen, yakni US$ 350 juta untuk tahun penuh 2017 (dan menurut
penulis, itu adalah target yang realistis), maka PER-nya pada harga saham katakanlah 330 (itu adalah
harga BUMI tiga bulan lalu) hanya 4.7 kali. Nah, mengingat saham batubara murah lainnya, yakni INDY,
juga sudah terbang, maka kalau dari sisi PER, untuk sekarang ini BUMI bisa kita nobatkan sebagai saham
batubara termurah di BEI. Dan berhubung BUMI sekarang berada di level 266 dan bukannya 330, maka
itu artinya dia jadi lebih murah lagi. Kalau kita melihatnya sejak setahun terakhir, yakni sejak Oktober
2016 lalu ketika BUMI berada di level 123, maka posisi BUMI sekarang sebenarnya masih on track alias
masih naik bukan? Hanya memang, kalau anda melihatnya dari sudut pandang orang yang baru beli BUMI
ini di harga 500, maka pendapatnya tentu akan beda lagi: BUMI ini saham laknat!

Anyway, tetap ada satu atau dua update yang bisa penulis sampaikan untuk BUMI ini. Pertama, kalau kita
anggap bahwa pergerakan BUMI dalam beberapa bulan terakhir adalah konsolidasi, alias sama seperti
saham-saham batubara lainnya (bedanya, jika kita pakai contoh HRUM, maka konsolidasinya di rentang
relatif tipis yakni 2,000 – 2,400. Sementara BUMI?? Well, konsolidasinya di rentang super lebar yakni 170 –
420), maka kalau benar bahwa periode konsolidasi itu akan berakhir dalam waktu dekat, maka BUMI ini
juga mungkin akan jalan lagi, dan kali ini dia naiknya akan lebih pelan-pelan ketimbang sebelumnya.
Sebab diluar keributan di market karena naik turun sahamnya, tapi sejak right issue-nya tuntas, maka
kalau dari perusahaannya sendiri belum ada cerita apa-apa lagi.

Namun disisi lain, setelah penulis telaah kembali, BUMI ternyata masih akan membukukan ekuitas minus
pada Kuartal III 2017 ini (laporan keuangannya masih belum keluar), demikian pula sampai Kuartal IV
nanti juga masih minus, dan baru akan plus pada Kuartal I atau II 2018, itupun dengan asumsi bahwa laba
bersihnya masih lanjut naik. Yup, anda bisa lihat lagi LK BUMI di Kuartal II, disitu jelas disebutkan bahwa
ekuitas BUMI adalah minus US$ 3.15 milyar. Karena dari right issue-nya BUMI memperoleh tambahan
modal Rp28 trilyun atau sekitar US$ 2.4 milyar (sebenarnya ada juga tambahan ekuitas dari obligasi wajib
konversi/OWK senilai total US$ 600 juta, tapi OWK itu baru akan dikonversi menjadi ekuitas secara
bertahap hingga tujuh tahun mendatang, alias masih lama banget), sementara perkiraan laba bersih BUMI
untuk tahun penuh 2017 adalah US$ 350 juta, maka nilai ekuitas BUMI di akhir tahun 2017 adalah -3.15 +
2.40 + 0.35, sama dengan minus US$ 400 juta. Yup, jadi meski sudah jauh membaik dibanding
sebelumnya, tapi tetap saja judulnya masih minus alias defisiensi modal. Ekuitas BUMI baru akan menjadi
plus di pertengahan atau akhir tahun 2018, yakni dengan asumsi pada tahun 2018 tersebut perusahaan
kembali membukukan laba US$ 350 juta, atau lebih tinggi lagi.

Nah, jadi dalam hal ini terdapat unsur psikologis (lagi!), yakni: Sebagian investor sudah terlanjur percaya
bahwa pasca selesainya proses right issue-nya kemarin, maka ekuitas BUMI sudah menjadi plus kembali
pada Kuartal III 2017 ini. Tapi ketika LK BUMI nanti keluar dan ternyata ekuitas tersebut masih minus,
maka respon investor bisa saja negatif, dan sahamnya turun lagi. Dalam hal ini telatnya waktu rilis LK

TeguhHidayat.com
P a g e | 34

BUMI untuk Kuartal III, padahal di kuartal-kuartal sebelumnya selalu tepat waktu, menjadi bisa dijelaskan
(setidaknya dari teori konspirasi, tapi memang BUMI ini dari dulu konstipasi mulu.. eh, konspirasi), yakni
disengaja agar orang-orang tidak menyadari fakta tersebut (bahwa ekuitas BUMI masih negatif), sehingga
sahamnya bisa naik dulu. Tapi setelah LKnya nanti keluar, maka sahamnya ya bisa turun lagi. Dengan
demikian, kalau kita gabungkan masalah masih negatifnya ekuitas BUMI ini (yang berdampak negatif)
dengan teori diatas bahwa periode konsolidasi sahamnya akan selesai sebentar lagi (yang berdampak
positif), maka itu artinya peluang naik serta turunnya BUMI, setidaknya dalam jangka pendek, menjadi
fifty-fifty. Atau dengan kata lain kalau horizon investasi anda hanya tiga bulan atau kurang, maka
kemungkinan bahwa anda akan untung atau rugi dari BUMI ini menjadi sama besarnya. Dan itu artinya
keputusan untuk membeli BUMI dalam jangka pendek merupakan spekulasi, atau kasarnya, gambling.

Tapi kalau horizonnya adalah sampai tahun 2018 nanti, dimana penulis tetap optimis bahwa ekuitas BUMI
pada akhirnya tetap akan menjadi plus, maka tentu BUMI ini sangat menarik. Sebab, sekarang kita pakai
perhitungan kasar saja: Oktober 2016 lalu BUMI ini berada di level 123, dan sekarang dia sudah naik ke
266, jadi total kenaikannya adalah 116% bukan? Nah, menurut anda, dengan mempertimbangkan bahwa
ekuitas BUMI akan positif di tahun 2018, sementara labanya kembali naik atau setidaknya stabil di US$
350 juta per tahun, maka pada Oktober 2018 nanti alias setahun dari sekarang, kira-kira BUMI bisa nggak,
naik lagi ke katakanlah 400 – 450? (soalnya kemarin BUMI sempat agak lama konsolidasi disitu). Jika
jawabannya adalah, bisa! Maka itu artinya profit sekitar 50% dalam satu tahun, not bad eh??

Tapi pertanyaannya sekarang: 1. Bisa nggak anda hold BUMI sampai setahun kedepan? Dan 2. Selama
setahun tersebut, bisa nggak anda tutup mata sama sekali terhadap naik turun sahamnya? Jika
jawabannya adalah: 1. Insya Allah bisa, 2. Emm.. (mikir), maka: Lupakan bahwa anda pernah membaca
tulisan tentang BUMI ini, dan sekarang mari kita lanjut ke analisa saham berikutnya. Dan oh ya, sebelum
penulis lupa, pertanyaan tentang BUMI tidak akan ditanggapi (hanya BUMI saja, jadi anda bebas bertanya
tentang saham lain manapun).

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: ?


Rating Saham pada 266: A

Untuk dua saham berikutnya yakni LSIP dan SIMP, pembahasannya digabung.

16. PP London 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 9,787 9,459 3.5
Current 2,128 2,128 0.0
Liabilities 1,741 1,813 (4.0)
Current 641 781 (17.9)
Equity 8,040 7,640 5.2
Earnings 6,329 6,324 0.1
Shares Volume 6,823 6,823 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 3,575 2,618 36.6
Operating Profit 791 400 97.5

TeguhHidayat.com
P a g e | 35

Net Profit for Company 640 272 134.8


Comp. Net Profit 638 270 136.3
EPS 94 40 135.0
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 1,540
Mkt Cap (billion Rp) 10,507
PER (X) 12.3
PBV (X) 1.3

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 461.8 421.4 9.6
EER 78.7 82.8 (4.9)
Current Ratio 331.8 272.5 21.7
ROA 8.7
ROE 10.6
OPM 22.1 15.3 44.6
NPM 17.9 10.4 72.0

17. Salim Ivomas 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 32,982 32,538 1.4
Current 5,943 5,729 3.7
Liabilities 15,062 14,919 1.0
Current 4,862 4,595 5.8
Equity 14,711 14,462 1.7
Earnings 9,245 8,996 2.8
Shares Volume 15,816 15,816 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 12,233 10,268 19.1
Operating Profit 1,437 1,003 43.3
Net Profit for Company 406 295 37.6
Comp. Net Profit 566 256 121.3
EPS 26 19 36.8
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 525
Mkt Cap (billion Rp) 8,304
PER (X) 15.1
PBV (X) 0.6

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 97.7 96.9 0.8
EER 62.8 62.2 1.0
Current Ratio 122.2 124.7 (2.0)
ROA 2.3
ROE 3.7
OPM 11.7 9.8 20.3
NPM 3.3 2.9 15.5

Sebelum membahas LSIP dan induknya, SIMP, pertama-tama penulis hendak kasih update dulu terkait
industri CPO/perkebunan kelapa sawit. Jadi penulis sudah tertarik dengan sektor sawit ini sejak Kuartal I

TeguhHidayat.com
P a g e | 36

2017 lalu, ketika itu dengan analisa bahwa, 1. Kinerja perusahaan sawit, dalam hal ini Astra Agro Lestari
(AALI) dan LSIP (secara fundamental serta kinerja historisnya, dua saham tersebut bisa disebut sebagai
yang terbaik di sektor sawit) mulai tampak bagus dimana labanya naik signifikan, 2. Biasanya kalau
saham-saham batubara naik, maka yang bakal naik panggung selanjutnya adalah sawit. Namun demikian,
berbeda dengan harga batubara yang ketika itu mulai rally, harga CPO masih adem ayem saja di RM2,500
per ton. Problemnya, harga saham komoditas biasanya lebih mengikuti harga komoditas yang
bersangkutan ketimbang kinerja/laporan keuangan dari perusahaannya sendiri. Jadi berhubung harga
CPO masih belum ada tanda-tanda bakal naik, maka meski penulis cukup yakin bahwa harga saham AALI
yang ketika itu berada di level 14,150, dan LSIP yang ketika itu berada di level 1,380, sudah bottom alias
gak akan turun lebih rendah lagi (karena faktanya kinerja mereka cukup bagus kok), tapi selama harga
CPO belum gerak (kalau sampai turun lagi sih nggak ya, karena trend penurunan harga komoditas sudah
lama berakhir), maka demikian pula sahamnya gak akan naik dulu.

And indeed, tiga bulan kemudian yakni di Kuartal II, harga CPO masih belum gerak, dan alhasil AALI dan
LSIP masih belum kemana-mana, yakni masing-masing di level 15,125 dan 1,405 (well, masih naik sih,
tapi dikit banget cuma 1 – 2%, dan bisa saja besok-besok dua saham tersebut turun lagi). Lalu untuk
Kuartal III ini bagaimana? Finally, harga CPO mulai naik ke level RM2,800, dan keliatannya bakal lanjut.
Dan memang LSIP sendiri keliatannya mulai gerak, dimana sekarang sahamnya sudah di level 1,540, dan
laporan keuangannya diatas masih mendukung kenaikannya tersebut. Demikian pula dengan SIMP, yang
sempat lama ngadem di 500, tapi sekarang mulai ada gerak-gerak lagi. Penulis sebenarnya hendak
memasukkan juga AALI, tapi tidak seperti LSIP dan SIMP, AALI sampai sekarang belum ada tanda-tanda
uptrend. Dengan mempertimbangkan kondisi pasarnya sekarang dimana mayoritas investor lebih
menyukai saham yang sudah ‘jalan’, maka penulis kira momentumnya terdapat di LSIP, dan juga SIMP,
masing-masing dengan target kira-kira 1,700 dan 650, probably in short term (jadi secara persentase
potensi kenaikan, maka SIMP lebih menarik, tapi biar gimana LSIP tetap lebih populer di kalangan
investor mengingat kinerjanya/profitabiltasnya jauh lebih baik).

Bagi anda yang belum tahu, LSIP merupakan anak usaha dari Salim Ivomas Pratama (SIMP), yang
merupakan anak usaha dari Indofood (INDF), sehingga LSIP merupakan bagian dari Grup Salim. Dan
berbeda dengan anak-anak usahanya yang lain yang dikembangkan kesana kemari, termasuk SIMP banyak
berekspansi dengan mengakuisisi lahan-lahan sawit dan mendirikan pabrik minyak goreng dan margarine,
maka Grup Salim mengelola LSIP secara konservatif saja: Nanam sawit, tunggu sampe besar, panen, jual.
Tapi justru karena itulah kinerja LSIP terbilang bagus karena satu-satunya risiko bisnisnya adalah
penurunan harga CPO. Sejak Kuartal I 2017 lalu penulis mengatakan bahwa, dengan asumsi harga CPO
minimal tidak turun lagi, dan pasarnya juga normal (atau kalaupun IHSG drop, dropnya gak terlalu
dalam), maka LSIP harusnya akan naik paling tidak ke 1,500 – 1,700 (SIMP naik ke 650 – 700), tapi kalau
tidak naik pun, maka LSIP ini gak akan turun juga/tetap akan bertahan di 1,400-an (SIMP: gak akan turun
dari 500an). Dan untuk sekarang ini, bisa penulis katakan bahwa pernyataan diatas masih relevan.

Rating Kinerja LSIP pada Kuartal III 2017: A

TeguhHidayat.com
P a g e | 37

Rating Saham pada 1,540: A

Rating Kinerja SIMP pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 525: AA

18. Adira 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 28,256 27,643 2.2
Liabilities 22,768 22,666 0.5
Equity 5,488 4,977 10.3
Earnings 5,428 5,418 0.2
Shares Volume 1,000 1,000 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 6,741 6,234 8.1
Operating Profit 1,628 1,217 33.7
Net Profit for Company 1,092 904 20.8
Comp. Net Profit 1,009 850 18.7
EPS 1,092 904 20.8
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 7,100
Mkt Cap (billion Rp) 7,100
PER (X) 4.9
PBV (X) 1.3

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 24.1 22.0 9.8
EER 98.9 108.9 (9.1)
ROA 4.8
ROE 26.5
OPM 24.1 19.5 23.7
NPM 16.2 14.5 11.7

Sedikit flashback agak jauh ke belakang, penulis pertama kali memasukkan ADMF ini ke dalam planning
pada edisi Kuartal IV 2015 lalu, ketika itu ADMF berada 3,020 dimana PBV-nya pada harga tersebut cuma
0.7 kali, dan saham ADMF sendiri sudah turun sangat jauh dari sebelumnya 12,000-an (jadi harga
sahamnya tinggal seperempatnya). Dan setelah penulis mempertimbangkan beberapa hal seperti, 1.
Kinerja ADMF, meski labanya turun, tapi sebenarnya gak sejelek itu, dimana ROE-nya masih bagus di 15%.
Penurunannya yang keterlaluan tersebut lebih karena ADMF ini kurang likuid aja, dimana ketika orang
jualan maka gak ada yang nampung, sehingga turunnya jadi bablas gitu, 2. Merk ‘Adira’ di bisnis kredit
motor adalah sama kuatnya dengan merk ‘Bank BCA’ di industri perbankan, maka: Valuasi ADMF sudah
terlalu murah dan gak bisa turun lagi. Sementara kalau ADMF di awal tahun 2016 nanti kembali
membukukan kenaikan laba, dan kemungkinan memang demikian terutama kalau melihat industri kredit
motor seharusnya sudah melewati masa-masa tersulitnya di tahun 2015 tersebut (ditandai dengan mulai
kembali dilonggarkannya peraturan DP kredit motor oleh Bank Indonesia), maka sahamnya bakal terbang!

TeguhHidayat.com
P a g e | 38

Dan ternyata benar: Di Kuartal I 2016, laba ADMF melompat lebih dari 200%, dan alhasil sahamnya pun
tiba-tiba saja sudah berada di level 5,000-an (dari sebelumnya 3,020). Tapi berhubung PBV ADMF pada
harga tersebut masih 1.1 kali, dimana sekali lagi kalau mempertimbangkan nama besar perusahaan maka
valuasi segitu masih murah, maka penulis menyimpulkan bahwa ADMF masih bisa naik lagi, baik itu dalam
jangka pendek, menengah, maupun panjang. Barulah pada awal tahun 2017, yakni ketika ADMF
menyentuh 7,000, maka penulis menganggap bahwa, meski dalam jangka panjang ADMF ini masih bisa
lanjut naik, tapi dalam 3 – 6 bulan kedepan kemungkinan dia akan konsolidasi dulu. Jadi ketika itulah
sahamnya tidak lagi masuk ebook ini.

Waktu kemudian berlalu.. And luckily, kita sekarang mendapat dua kabar baik dari ADMF ini. Pertama,
kinerja perusahaan kembali stabil seperti dulu, dimana penulis perhatikan ROE ADMF konsisten di kisaran
25% di setiap kuartal sejak Kuartal I 2016 lalu (sebelum bisnis kredit motor mulai lesu di tahun 2012, ROE
ADMF memang konsisten di 25 – 27%). Dan kedua, sahamnya ternyata beneran konsolidasi, dan sampe
sekarang masih di level 7,000-an, tapi trendnya bagus/naik pelan-pelan. Berhubung ekuitas ADMF sendiri
sekarang sudah tembus Rp5.5 trilyun, atau naik cukup signifikan dibanding akhir tahun 2015 lalu yang
hanya Rp4.4 trilyun (dan kenaikan itu dicapai ketika perusahaan rutin membayar sekitar 40% laba
bersihnya setiap tahun sebagai dividen, which is excellent), maka PBV-nya juga menjadi relatif masih
murah yakni 1.3 kali. FYI, sejak awal penulis menganggap bahwa PBV yang wajar bagi ADMF ini adalah
serendah-rendahnya 1.5 – 2.0 kali, dimana kalau berdasarkan kinerjanya sekarang ini dan juga outlook
dari industri leasing motor itu sendiri (yang mulai rame lagi seiring dengan pulihnya ekonomi makro),
maka kita mungkin bisa lebih optimis, selain karena di masa lalu, PBV ADMF ini stabil di 2,7 kali). Jadi
yap, silahkan anda hitung sendiri, berapa perkiraan target harga untuk ADMF ini. Jika anda sedang
mencari saham untuk long term namun dengan opsi mid term (jadi kalau anda berubah pikiran, maka
sahamnya bisa dijual lebih cepat/gak perlu nunggu sampai satu tahun, misalnya kalau ternyata dia
rally/naik lebih cepat dari yang diperkirakan), maka ADMF bisa dipertimbangkan.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 7,100: AA

19. Mandala M. 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 3,172 3,562 (11.0)
Liabilities 1,338 1,749 (23.5)
Equity 1,834 1,813 1.1
Earnings 1,713 1,693 1.2
Shares Volume 1,325 1,325 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 1,036 1,127 (8.0)
Operating Profit 291 248 17.3
Net Profit for Company 219 219 0.0
Comp. Net Profit 219 219 0.0
EPS 165 140 17.9
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value

TeguhHidayat.com
P a g e | 39

Current Price (Rp) 1,290


Mkt Cap (billion Rp) 1,709
PER (X) 5.9
PBV (X) 0.9

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 137.1 103.7 32.2
EER 93.4 93.3 0.1
ROA 9.2
ROE 15.9
OPM 28.1 22.0 27.6
NPM 21.2 19.4 8.8

Selain ADMF, di sektor pembiayaan/leasing kendaraan bermotor ada satu lagi perusahaan yang meskipun
tidak begitu terkenal, dan sahamnya juga tergolong tidak likuid, tapi fundamentalnya sangat istimewa
dengan pertumbuhan kinerja yang konsisten dan alhasil, sahamnya naik terus dalam jangka panjang. Yup,
itu adalah MFIN ini. MFIN sudah menjadi penghuni dari daftar ‘Grade A stocks’ milik penulis sejak lama,
dan pernah dibahas secara lengkap dua kali di blog, yakni pada Mei 2013 (ini linknya:
http://www.teguhhidayat.com/2013/05/mandala-multifinance.html), dan pada Februari 2015
(http://www.teguhhidayat.com/2015/02/wonderful-company-at-wonderful-price.html) (untuk
memperoleh informasi lengkap tentang MFIN, termasuk tentang industri leasing motor itu sendiri,
silahkan anda baca dulu). Di tahun 2013 dan 2015 tersebut, MFIN masing-masing berada di level 750 dan
925, dan di dua kali analisa dengan selisih waktu dua tersebut penulis sama-sama mengatakan bahwa
sahamnya sangat cocok untuk long term. Dan berapa MFIN sekarang? Sudah di level 1,290. Hanya memang
dalam perjalanannya, MFIN ini juga tetap mengalami fluktuasi jangka pendek yang membutuhkan
kesabaran ekstra untuk menghadapinya. Contoh, pada semester dua 2015, seiring dengan penurunan
IHSG ketika itu, MFIN juga ikut turun lumayan ke 700-an, dan nggak naik-naik lagi sampai awal tahun
2017. Di lain waktu, pada Maret 2017 lalu MFIN bahkan tiba-tiba sajaa terbang hingga sempat menyentuh
1,900, tapi tak lama kemudian turun lagi ke 1,030, sebelum kemudian naik ke posisi sekarang.

Jadi maksud penulis adalah, meski MFIN sejak awal, dan sampai sekarang, masih bisa kita sebut sebagai
‘wonderful company’, tapi apakah investor bisa memperoleh profit atau justru malah rugi dari MFIN ini,
maka itu tetap tergantung dari si investor itu sendiri, apakah dia tetap bisa santai jika sewaktu-waktu
MFIN ini berbulan-bulan gak naik-naik, atau bahkan malah turun. Jadi kalau anda beli MFIN ini tapi bukan
untuk long term, melainkan misalnya untuk 3 bulan saja, maka anda mungkin justru akan rugi.
Masalahnya adalah, seperti yang disebut diatas, MFIN ini tidak seterkenal ADMF, dan sahamnya juga tidak
likuid, sehingga praktis menyebabkan banyak investor jadi ragu untuk memegangnya untuk long term,
bahkan meski si investor ini tahu persis bahwa fundamental MFIN terbilang sangat baik. And frankly,
penulis termasuk dari investor yang ragu tersebut, dan karena itulah MFIN jarang masuk ebook ini,
terutama jika dibanding dua kompetitornya yakni ADMF dan WOMF (ADMF menang popularitas serta
likuiditas, sementara WOMF menang di valuasi).

TeguhHidayat.com
P a g e | 40

Namun setelah penulis menghadapi kondisi pasar yang ‘belum pernah terjadi sebelumnya’ seperti yang
sudah disampaikan di analisa TLKM diatas, maka barulah saya mempertimbangkan untuk kembali lagi ke
basic value investing, yakni: Belilah saham bagus (dan ‘bagus’ disini artinya bener-bener bagus, jadi kita
harus liat manajemennya, kinerja perusahaan 5 - 10 tahun terakhir, dst), pada valuasi yang murah, lalu
selanjutnya pegang sahamnya untuk jangka panjang. Seperti yang sering penulis sampaikan, value
investing itu soal beli saham bagus pada harga murah, jadi bukan soal ‘beli saham hari ini lalu jualnya
lima tahun kemudian’, dan karena itulah penulis sering juga beli saham untuk tujuan short – mid term,
misalnya dengan memanfaatkan momentum batubara dan properti, dan hasilnya memang tetap bagus.
Namun pada waktu-waktu tertentu, contohnya seperti pada kondisi pasar sekarang, maka strategi jangka
pendek dan menengah seperti itu ternyata tidak lagi efektif menghasilkan keuntungan, dan terus terang
penulis juga sempat menderita kerugian dari saham-saham tertentu. Jadi pada akhirnya mungkin kita
harus melirik lagi saham-saham seperti MFIN ini, minimal sebagai ‘bemper’ untuk saham-saham lain yang
kita beli untuk tujuan short – mid term (jadi kalau sewaktu-waktu kita kena rugi dari saham short – mid
tersebut, maka minimal kita masih profit dari MFIN). Karena hanya saham-saham dengan kriteria seperti
MFIN inilah, yang benar-benar memenuhi rule ‘never lose money’ milik Warren Buffett, yang kalaupun dia
turun maka kita bisa tetep santai, karena kita tahu persis bahwa nanti juga dia naik lagi. Jika anda
tertarik untuk invest long term di sektor pembiayaan leasing motor (dalam jangka panjang, sektor ini
menawarkan pertumbuhan yang kurang lebih sama konsistennya dengan sektor perbankan), maka selain
ADMF diatas, MFIN ini bisa dipertimbangkan untuk diversifikasi, mengingat karena kita hanya bisa
membeli masing-masing saham dalam jumlah yang tidak banyak, karena memang mereka tidak likuid.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 1,290: AA

20. WOM Finance 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 6,923 6,671 3.8
Liabilities 6,010 5,856 2.6
Equity 913 815 12.0
Earnings 415 314 32.2
Shares Volume 3,481 3,481 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 1,554 1,422 9.3
Operating Profit 132 73 81.5
Net Profit for Company 101 57 78.0
Comp. Net Profit 98 51 90.8
EPS 29 16 77.9
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 195
Mkt Cap (billion Rp) 679
PER (X) 5.0
PBV (X) 0.7

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 15.2 13.9 9.1

TeguhHidayat.com
P a g e | 41

EER 45.4 38.5 18.0


ROA 1.9
ROE 14.8
OPM 8.5 5.1 66.1
NPM 6.5 4.0 62.8

Kalau kita bicara jangka panjang, maka WOMF sama sekali gak bagus jika dibandingkan dengan ADMF dan
MFIN (ADMF memang pernah turun berkepanjangan dari 12,000 sampai 3,000-an, tapi itu karena bisnis
leasing motor sedang lesu di tahun 2012 – 2015, dan ekuitas perusahaan sempat anjlok hingga hampir
separohnya setelah membagikan dividen jumbo Rp2,700 per saham, yang menyebabkan PBV-nya jadi
mahal. Tapi begitu begitu bisnis leasing motor mulai pulih lagi sejak awal 2016 lalu, maka seperti yang
bisa anda lihat, kinerja ADMF kembali lancar jaya), termasuk WOMF ini pernah dan ketika sekitar satu
setengah tahun lalu penulis pernah beli WOMF ini di harga 80, maka tujuannya bukan untuk long term,
melainkan untuk memanfaatkan momentum pulihnya kinerja perusahaan seiring dengan bangkitnya bisnis
leasing motor itu sendiri. Beruntung, kesininya kinerja WOMF ternyata juga cukup konsisten, jadi dia
rutin masuk ebook ini. Dan sahamnya pun, meski pada waktu-waktu tertentu kadang turun atau stagnan
selama berbulan-bulan, namun pada akhirnya tetap naik lagi. Di Kuartal II kemarin, WOMF berada di level
173, dan itu agak turun dibanding posisinya di awal tahun 2017 yakni 220. Namun sekarang WOMF sudah
naik lagi level 195. Dan kalau kita melihatnya dalam setahun terakhir, maka secara keseluruhan WOMF
tetap naik banyak, karena setahun lalu WOMF ini masih berada di 140 (jadi naiknya 30 – 40%). Dengan
asumsi bahwa kinerja WOMF akan kembali bertumbuh di tahun 2018 nanti, maka sahamnya berpeluang
untuk naik kurang lebih sebanyak itu juga, dalam setahun kedepan. However, jika dibanding dengan
ADMF atau MFIN, maka dengan mempertimbangkan track record kinerja perusahaan, asumsi bahwa
‘kinerja WOMF akan kembali bertumbuh’, itu bisa saja tidak terpenuhi, jadi kalau anda tertarik dengan
WOMF ini gunakan dana secukupnya saja.

Seperti halnya ADMF dan MFIN, WOMF dikelola dengan cara yang tradisional dan tidak rumit: Perusahaan
ngambil unit-unit motor, kalau nggak Honda ya Yamaha, duitnya bisa pake dana milik sendiri, pinjaman
bank, atau obligasi (ADMF dari Danamon, MFIN dari obligasi, sedangkan WOMF dari Maybank Indonesia),
kemudian motor tadi dijual lagi dengan cara kredit dimana perusahaan mengambil bunga hingga 40% per
tahun. Setelah dikurangi bunga pinjaman sebesar sekitar 16% untuk pihak bank, maka itulah keuntungan
bagi si perusahaan leasing. Kemungkinan karena sejak awal bisnis leasing motor ini untungnya memang
gede banget (modal 16%, untungnya 40%, kurang gede gimana coba??), dan jumlah konsumen pembeli
motor/mobil juga selalu naik dalam jangka panjang seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka
penulis gak pernah melihat ada perusahaan leasing motor yang serakah pinjam sana sini, akuisisi sana
sini, melainkan mereka santai saja menjalankan bisnis yang sudah ada, dan biasanya juga tanpa
pengembangan/ekspansi apapun kecuali sebatas buka kantor cabang baru, dan alhasil gak banyak yang
bisa diceritakan lagi dari ADMF dkk. Warren Buffett sendiri biasanya paling seneng dengan perusahaan
model begini, yang ia gambarkan sebagai ‘even if the company is run by an idiot, they will still make
profit’. Problemnya, sekali lagi, terletak di likuiditas sahamnya saja. Tapi dengan asumsi bahwa anda
bisa mengalokasikan sebagian kecil dari portofolio anda untuk saham-saham yang ‘sekalinya beli maka

TeguhHidayat.com
P a g e | 42

selanjutnya gak perlu diliat-liat lagi, minimal sampai keluar laporan keuangan berikutnya’, atau buat
latihan investasi jangka panjang lah (misalnya kalau anda masih suka trading harian), maka penulis
merekomendasikan saham-saham pembiayaan kendaraan bermotor, dan tiga saham diatas merupakan
yang terbaik di sektor ini.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 195: BBB

Namun jika anda masih belum yakin dengan outlook jangka panjang dari bisnis leasing, misalnya karena
ada juga cerita bahwa penjualan motor belakangan ini stagnan/turun, maka kita bisa fokus ke sektor
yang lebih tradisional lagi yakni consumer goods, contohnya seperti saham berikut

21. Nippon Indosari 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 2,969 2,920 1.7
Current 824 949 (13.2)
Liabilities 1,505 1,477 1.9
Current 808 321 152.0
Equity 1,415 1,399 1.1
Earnings 1,136 1,128 0.7
Shares Volume 5,062 5,062 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 1,825 1,837 (0.7)
Operating Profit 179 324 (44.9)
Net Profit for Company 97 204 (52.2)
Comp. Net Profit 78 204 (61.7)
EPS 19 40 (52.1)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 1,295
Mkt Cap (billion Rp) 6,555
PER (X) 50.5
PBV (X) 4.6

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 94.0 94.7 (0.8)
EER 80.3 80.6 (0.4)
Current Ratio 102.0 296.2 (65.6)
ROA 3.5
ROE 9.2
OPM 9.8 17.6 (44.5)
NPM 5.3 11.1 (51.9)

Salah satu keuntungan berinvestasi di perusahaan dengan nama besar/merk yang amat sangat populer,
termasuk reputasinya juga sangat bagus (jadi gak semua perusahaan dengan merk produk yang populer,
itu reputasi perusahaannya bagus. Contohnya AISA), adalah sahamnya gak akan kemana-mana/gak akan
turun bahkan meski kinerja perusahaan sewaktu-waktu tampak kurang bagus/labanya turun, karena
investor sudah terlanjur percaya bahwa penurunan kinerja itu cuma sementara, dan pada akhirnya nanti

TeguhHidayat.com
P a g e | 43

labanya akan naik lagi. Termasuk jika perusahaan sewaktu-waktu kena sentimen negatif tertentu, maka
sahamnya juga tetap tidak akan turun (atau turun tapi gak banyak). ROTI merupakan salah satu saham
dengan kriteria seperti itu, dimana meski seperti yang bisa anda lihat diatas kinerjanya kurang bagus,
tapi sahamnya fine-fine aja. Demikian pula ketika beberapa waktu lalu sempat rame cerita boikot Sari
Roti (masih inget gak?), maka itupun gak berpengaruh terhadap harga sahamnya. Ini sebabnya Warren
Buffett sering mengatakan bahwa aset kualitatif yang dimiliki perusahaan seperti reputasi dan kekuatan
merk, adalah jauh lebih berharga dibanding aset kuantitatif (pabrik, kantor cabang, dll) seperti yang
ditunjukan di laporan keuangan.

Tapi pak Teguh, bukannya kemarin ROTI justru turun dari 1,700-an sampai sempet nyentuh 1,175? Yup,
tapi itu karena perusahaan menggelar right issue yang kemudian ditetapkan di harga 1,275 per saham,
jadi normal jika saham ROTI di market turun hingga ke kisaran harga right issue-nya tersebut. Selain itu
memang sejak awal best price bagi ROTI, seperti yang penulis jelaskan disini:
http://www.teguhhidayat.com/2015/08/nippon-indosari-corpindo.html, adalah pada PBV kurang dari 5
kali. Tapi sejak di edisi Kuartal II kemarin, penulis mengatakan bahwa kalau nanti sudah fix harga right
issue-nya di berapa, maka barulah anda bisa beli sahamnya pada kisaran harga yang gak jauh-jauh dari
harga right issue-nya, untuk selanjutnya hold saja untuk long term. Atau, kalau misalnya anda masih ragu
dengan penurunan laba perusahaan, maka gunakan separuh dana dulu, lalu separuhnya lagi nanti dipakai
ketika ROTI akhirnya membukukan kenaikan laba kembali.

Sedikit berbeda dengan perusahaan consumer goods lain pada umumnya, ROTI termasuk agresif dalam
berekspansi, dimana perusahaan sudah beberapa kali mengambil utang bank, obligasi, dan menerbitkan
saham baru. Dari right issue-nya kemarin, ROTI akan membangun 5 – 6 pabrik roti baru di Sumatera dan
Kalimantan (sampai sekarang pabrik-pabrik milik ROTI masih terkonsentrasi di Jawa). Cara kerja yang
agresif seperti ini sebenarnya menyebabkan sahamnya jadi agak berisiko, dan memang laba bersih ROTI
tahun ini juga turun karena meningkatnya biaya sumber daya manusia terkait ekspansi jaringan distribusi,
yang sayangnya belum berdampak terhadap meningkatnya pendapatan. Tapi sekali lagi kalau
mempertimbangkan kekuatan merk ‘Sari Roti’, maka ROTI ini tetap menarik, dan mungkin karena itulah
investor besar asal Amerika, Kohlberg Kravis Roberts (KKR), ikut masuk ke ROTI dengan mengakuisisi 12%
sahamnya pada harga 1,275 per saham (FYI, KKR ini juga dulu invest di AISA pada harga 1,500 di bulan
Juli 2013, dan gak sampai setahun kemudian ASIA naik sampai 2,500). So, are you join or not?

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 1,295: A

22. Buyung Poetra S. 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 532 370 43.6
Current 356 188 89.0
Liabilities 67 150 (55.5)
Current 56 142 (60.3)
Equity 465 220 111.2

TeguhHidayat.com
P a g e | 44

Earnings 895 54 1,570.7


Shares Volume 2,350 1,650 42.4
9M 2017 9M 2016
Revenues 900 816 10.3
Operating Profit 57 49 16.6
Net Profit for Company 36 29 23.7
Comp. Net Profit 36 29 23.9
EPS 19 18 5.6
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 322
Mkt Cap (billion Rp) 757
PER (X) 12.7
PBV (X) 1.6

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 695.6 146.5 374.6
EER 192.6 24.4 690.9
Current Ratio 633.4 133.1 376.0
ROA 9.0
ROE 10.4
OPM 6.4 6.0 5.7
NPM 4.0 3.6 12.1

HOKI merupakan salah satu dari banyak saham anyar di bursa di tahun 2017 ini, dan penulis pertama kali
membahasnya pada edisi Kuartal II kemarin dimana inti analisanya adalah, 1. HOKI menarik karena dia
bergerak di industri perdagangan beras premium, dengan merk ‘Topi Koki’ yang cukup terkenal, dan
laporan keuangannya juga bagus, 2. Tipe manajemennya tradisional, mirip-mirip dengan cara kerja dari
perusahaan consumer goods besar seperti ULTJ, UNVR, dst, 3. Valuasi sahamnya relatif rendah dengan
PBV kurang dari 2 kali, atau jauh dibawah valuasi saham-saham consumer lainnya (tapi memang yang
harus juga dipertimbangkan, HOKI masih pemain baru di bursa yang belum jelas track record kinerja
keuangannya seperti apa). Di edisi kuartal II tersebut penulis menyarankan best buy 310 – 350 (310 itu
harga IPO-nya), dan ternyata HOKI sempat turun sampai dibawah rentang tersebut, tapi sekarang dia naik
lagi ke 322. Dan seperti dugaan penulis, ribut-ribut penetapan harga eceran tertinggi (HET) beras, yang
sebelumnya jadi penyebab turunnya saham HOKI (dan juga AISA), belakangan dilupakan orang begitu
saja, diganti dengan cerita dicabutnya izin alexis, reklamasi, bla bla bla, dan alhasil sahamnya naik lagi.

Sayangnya kinerja HOKI di Kuartal III ini kurang bagus, dimana labanya yang Rp36 milyar diatas justru
turun dibanding kuartal II kemarin yang mencapai Rp45 milyar, yang artinya pada bulan Juli – September
2017, HOKI menderita kerugian meski penjualan berasnya masih naik. Dan ketika penulis cek LK-nya,
tidak ada akun tertentu yang menjelaskan penurunan tersebut (misalnya kerugian kurs, dll), jadi laba
HOKI agak turun karena beban pokoknya naik tinggi saja. Penulis perhatikan kenaikan beban pokok ini
juga kadang terjadi pada AISA, yang mungkin dipengaruhi oleh harga beli beras dari petani yang
berfluktuasi (ketika musim panen, harganya turun, tapi di waktu yang lain harganya naik), sementara
harga jual ke konsumen cenderung tetap. Jadi mungkin bisa disimpulkan bahwa meski dalam jangka

TeguhHidayat.com
P a g e | 45

panjang, pendapatan serta laba HOKI normalnya akan naik terus, namun dalam jangka pendek, dalam hal
ini dari satu kuartal ke kuartal berikutnya, labanya mungkin bisa turun, sehingga kinerja HOKI ini kurang
konsisten. Actually, penulis percaya bahwa kalau melihat tipikal manajemennya, maka pada akhir tahun
nanti, ROE HOKI akan tetap bagus di level 15 – 20%. Tapi berhubung untuk sekarang ROE perusahaan agak
kecil, dan pernyataan bahwa ROE-nya nanti akan naik lagi’ lebih merupakan asumsi ketimbang prediksi
(sebab sekali lagi, HOKI belum punya track record kinerja jangka panjang), maka untuk sekarang
sebaiknya kita menghargai sahamnya pada valuasi yang lebih konservatif. Seberapa konservatif? Well,
maksimal PBV 1.5 lah.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 322: A

23. Tiga Pilar Sejahtera (current price: 915)

AISA, seperti biasa, kembali terlambat merilis LK-nya (makanya penulis bilang bahwa meski AISA ini
punya banyak merk terkenal seperti snack Taro, beras Maknyuss, tapi reputasinya kurang bagus), namun
berdasarkan LK Kuartal II kemarin, maka pada harga saham 915, PBV-nya adalah 0.7 kali, sementara PER-
nya 7.6, clearly still undervalue. But hey, bagaimana dengan perkembangan kasus ‘oplosan beras’-nya
kemarin?

Nah, di edisi Kuartal II kemarin, ketika itu AISA berada di level 1,180, penulis intinya mengatakan bahwa
setelah polisi menetapkan status tersangka kepada dirut PT Indo Beras Unggul (IBU), yang berinisial ‘TW’,
namun tidak ada kejelasan soal siapa sebenarnya TW ini, dan yang mana orangnya, maka itu merupakan
‘jalan tengah’ yang diambil kepolisian untuk tetap menjaga reputasi mereka (terutama karena
penggerebekan pabrik berasnya dipimpin langsung oleh tokoh sekelas kapolri), tapi disisi lain
membebaskan AISA dari kasusnya itu sendiri (sebab sejak awal, kasusnya banyak kejanggalan/terkesan
dipaksakan). Ini artinya AISA tetap menarik, karena pada akhirnya nanti sahamnya, yang sekarang tengah
terpuruk karena kasusnya tersebut, bakal naik lagi. Penulis kemudian menetapkan best price bagi AISA ini
di level 1,000 atau dibawahnya.

Okay, lalu berapa posisi AISA sekarang? Well, ternyata beneran sudah dibawah 1,000. Tapi yang berbeda
dengan perkiraan penulis adalah, ternyata kasusnya masih lanjut, dimana polisi belakangan akhirnya
menyebut nama si tersangka yakni Trisnawan Widodo, atau dengan kata lain, tokoh inisial TW ini
bukanlah tokoh fiktif (foto orangnya juga sudah ada di google). AISA juga sudah merilis pernyataan yang
ditulis langsung oleh Mr. Trisnawan, yang pada intinya meminta maaf terkait kasus hukumnya (penulis
gak ngerti ilmu hukum, tapi sekilas nada pernyataannya hanya meminta maaf saja, jadi bukan mengakui
bahwa ia bersalah).

Dan tak lama setelah keluar nama ‘Trisnawan Widodo’, maka mudah ditebak: AISA langsung meluncur
turun lagi hingga menyentuh 800-an, dan awalnya penulis kira AISA bakal lanjut turun seperti katakanlah

TeguhHidayat.com
P a g e | 46

PGAS atau GJTL waktu perusahaan melaporkan penurunan laba (jadi sekalian aja tunggu sampai PBV-nya
cuma 0.5 kali), tapi ternyata dia dengan cepat rebound lagi, sebelum sekarang stabil di 900-an. Nah, jadi
kalau perkiraan penulis benar, maka sepertinya kalaupun nanti kasus hukumnya ini bakal
berkepanjangan, tapi harga saham AISA sekarang ini tetap sudah mencerminkan/sudah price in dengan
kasusnya tersebut, alias nggak bisa turun lebih rendah lagi, karena pada akhirnya AISA masih memiliki
kepercayaan dari publik sebagai salah satu perusahaan consumer skala nasional. Teori price in memang
masih belum pasti karena baru sejak Agustus lalu (baru tiga bulan lalu) penurunan AISA berhenti di level
900 – 1,000 (sedangkan kasus hukumnya mulai ramai di bulan Juli). Tapi kalau katakanlah sampai tiga
bulan ke depan kasus hukumnya masih ramai di media, dan selama itu AISA tetep stay di level harganya
sekarang, maka barulah teorinya menjadi fix/benar adanya. Dan setelah tiga bulan itulah, anda boleh
masuk ke AISA ini, di harga sekarang juga boleh.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: ?


Rating Saham pada 930: AA

24. Indah Kiat 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 7,282 6,879 5.9
Current 2,627 2,187 20.1
Liabilities 4,185 4,059 3.1
Current 1,514 1,368 10.6
Equity 3,097 2,819 9.8
Earnings 889 611 45.5
Shares Volume 5,471 5,471 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 2,261 2,028 11.5
Operating Profit 409 222 84.1
Net Profit for Company 287 97 196.1
Comp. Net Profit 290 105 176.0
EPS 0.053 0.018 196.2
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 5,425
Mkt Cap (billion Rp) 29,680
PER (X) 5.8
PBV (X) 0.7

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 74.0 69.4 6.5
EER 28.7 21.7 32.5
Current Ratio 173.5 159.8 8.6
ROA 5.3
ROE 12.4
OPM 18.1 10.9 65.1
NPM 12.7 4.8 165.5

Untuk INKP, penulis mungkin bisa menyampaikan lagi analisa lengkapnya di edisi Kuartal II kemarin:

TeguhHidayat.com
P a g e | 47

INKP mulai mencuri perhatian investor setelah sahamnya mulai naik signifikan sejak awal tahun 2017 ini,
dari ketika itu di level 900-an hingga sekarang sudah 2,600-an, dan kelihatannya masih akan terus lanjut
naik. Namun yang menarik adalah (sekaligus sedikit membingungkan), bahkan pada harganya saat ini
yang sudah naik hampir tiga kali lipat, valuasi INKP tampak masih sangat rendah dengan PBV 0.4 dan PER
3.2 kali. Jadi INKP ini beneran murah atau gimana? Dan, hey, INKP ini sebenarnya perusahaan apa sih??

INKP adalah bagian dari Asia Pulp & Paper Co. (APP) milik Grup Sinarmas, yang bergerak dibidang
produksi kertas. Yup, bagi anda yang belum tau, diluar minyak, batubara, dan CPO, Indonesia adalah
juga salah satu produsen dan pengekspor kertas terbesar di dunia, dimana APP merupakan perusahaan
kertas terbesar kedua dimari, setelah APRIL Group milik konglomerat Sukanto Tanoto (APRIL adalah
induk dari Toba Pulp Lestari/INRU). Meski hanya berstatus sebagai salah satu bagian dari APP (selain
INKP, APP juga merupakan induk dari Pabrik Kertas Tjiwi Kimia (TKIM), Pindo Deli, dan Lontar Papyrus,
dimana kesemuanya merupakan perusahaan kertas), namun INKP sejatinya merupakan perusahaan besar
dengan aset US$ 7.1 milyar, atau sudah lebih besar dibanding emiten bluechip seperti PGAS sekalipun.
Jadi kalau PBV INKP hanya 0.4 kali pada harga saham 2,660, padahal INKP kelihatan sudah naik banyak
sebelumnya, maka angka PBV tersebut benar adanya, mengingat ekuitas INKP mencapai hampir US$ 3
milyar (atau Rp40 trilyun, and that’s very huge), sementara jumlah saham beredarnya hanya 5.4 milyar
lembar. Jadi ketika beberapa bulan lalu INKP ini masih di 900-an, maka PBV-nya yang hanya 0.1 kali
ketika itu, juga tidak keliru.

Namun tentu, terdapat alasan kenapa INKP, meski merupakan perusahaan yang sangat besar sehingga
seharusnya sahamnya juga likuid, bisa-bisanya dulu dihargai pada valuasi yang kelewatan murahnya
seperti itu, dan sahamnya selamai ini juga nyaris tidak pernah diperhatikan sama sekali oleh para
investor maupun analis (mereka hanya memperhatikan INKP baru-baru ini saja). Yup, meski pada tahun
2017 ini INKP tampak membukukan kinerja yang cukup baik, namun dalam lima tahun terakhir yakni
2012 – 2016, kinerja perusahaan cenderung tidak konsisten dimana labanya naik dan turun, termasuk
terkadang merugi pada kuartal tertentu, dan ROE-nya paling tinggi hanya mencapai 9.6% pada tahun
2013. INKP juga memiiki utang yang sangat besar, punya cerita jelek di masa lalu (terkait utang APP
senilai US$ 13.4 milyar yang default pada awal dekade 2000-an, coba anda googling), sementara
industri kertas itu sendiri punya reputasi jelek sebagai pembabat hutan. Secara fundamental, tidak
hanya INKP yang kinerjanya angin-anginan, tapi perusahan-perusahaan kertas lainnya di BEI pun sama
begitu (which is anomali, mengingat seperti yang sudah disebut diatas, Indonesia merupakan salah satu
produsen kertas terbesar di dunia, tapi begitulah faktanya). Saham INKP sendiri, meski dalam sepuluh
tahun terakhir pernah beberapa kali naik banyak seperti sekarang-sekarang ini, tapi selalu ujung-
ujungnya balik lagi ke 800 – 1,000, sebelum kemudian ngetem lamaaa disitu.

Karena itulah, ketika pada Kuartal I kemarin INKP mulai ramai dibicarakan karena kinerjanya memang
tampak cukup bagus, sementara valuasinya juga masih sangat murah, namun penulis masih belum
tertarik dengan INKP ini, dan sejujurnya sampai sekarang pun saya masih belum begitu tertarik,
terutama karena penulis tidak punya gambaran sama sekali soal bagaimana kira-kira kinerja INKP ini

TeguhHidayat.com
P a g e | 48

kedepannya. However, kalau melihat beberapa saham lain yang ceritanya juga mirip dengan INKP ini,
katakanlah TPIA (TPIA juga dulunya lamaaa banget gak mau naik-naik di level 3,000-an, ketika itu
karena kinerjanya memang amburadul, sementara sektornya juga tidak populer yakni produsen pupuk
urea. Tapi begitu kinerja perusahaan mulai improve di tahun 2016, dan sahamnya mulai naik lagi untuk
pertama kalinya dalam lima tahun terakhir, maka kenaikan tersebut ternyata terus berlanjut hingga
tiba-tiba saja sekarang TPIA sudah berada di level.. 25,000-an! Alias sudah naik 7 kali lipat (yang
mungkin karena memang sejak awal ketika TPIA ini berada di 3,000-an, PBV-nya juga cuma 0.1 kali),
maka penulis mulai berpikir bahwa INKP juga bukan tidak mungkin mengikuti jejak TPIA tersebut,
apalagi Grup Sinarmas sendiri belakangan ini mulai banyak ekspansi sana sini (selain melalui BSDE yang
disebut diatas, Sinarmas juga mengakuisisi Berau Coal Energy/BRAU, dan banyak lagi perusahaan
lainnya), jadi bukan tidak mungkin nanti INKP juga bakal ada cerita ekspansi.

Okay, lalu berapa posisi INKP sekarang? Well, sudah tembus 5,000-an, alias lompat 100% hanya dalam tiga
bulan. Normally kalau ada saham kita yang terbang tinggi dan dalam waktu yang sangat cepat seperti itu,
maka penulis akan mengeluarkannya dari planning/kita bakal profit taking, apalagi jika
saham/perusahaan tersebut termasuk berisiko tinggi seperti INKP ini. Tapi setelah mempertimbangkan
lagi kondisi pasarnya, dimana sekarang kita berada dalam kondisi saham-saham yang naik, selama
valuasinya tampak masih murah, akan terus naik, maka mungkin INKP masih bakal lanjut, dan sampai
sekarang analis sekuritas juga masih rame merekomen INKP ini, terutama setelah LK Kuartal III-nya diatas
terbilang masih sama bagusnya dibanding Kuartal II kemarin (sementara sahamnya sekarang sudah
likuid/rame banget). Jadi kalau anda sudah memegangnya sejak awal maka boleh hold, toh posisinya
juga sudah nothing to lose bukan? However, kalau anda baru mau masuk di harga sekarang, maka terus
terang itu cukup berbahaya, jadi gunakan dana yang (menurut anda) kecil saja.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 5,425: ?

25. Metrodata 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 3,978 3,876 2.6
Current 3,464 3,359 3.1
Liabilities 1,897 2,027 (6.4)
Current 1,716 1,812 (5.3)
Equity 1,443 1,301 10.9
Earnings 973 880 10.6
Shares Volume 2,455 2,376 3.3
9M 2017 9M 2016
Revenues 7,239 7,044 2.8
Operating Profit 293 233 26.0
Net Profit for Company 155 114 36.2
Comp. Net Profit 244 147 66.6
EPS 63 48 31.8
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value

TeguhHidayat.com
P a g e | 49

Current Price (Rp) 590


Mkt Cap (billion Rp) 1,449
PER (X) 7.0
PBV (X) 1.0

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 76.1 64.2 18.5
EER 67.5 67.7 (0.3)
Current Ratio 201.8 185.3 8.9
ROA 8.2
ROE 14.4
OPM 4.1 3.3 22.7
NPM 2.1 1.6 32.6

PT Mati Duluan.. I mean, PT Metrodata Electronics (MTDL), adalah perusahaan distributor ponsel, laptop,
komputer desktop dll, dan perusahaan juga menyediakan jasa solusi IT untuk keperluan kantor-
kantor/komersial. MTDL ini dulu di tahun 2012 pernah menjadi salah satu ‘mutiara terpendam’ yang kita
temukan, setelah penulis menyadari bahwa perusahaan memiliki kinerja yang cukup bagus (ROE diatas
10% itu termasuk sangat baik untuk ukuran perusahaan distributor/bukan produsen), dan valuasi
sahamnya, yang ketika itu masih di level 154, masih sangat murah dengan PBV hanya 0.5 kali, plus
manajemennya cukup bagus dimana MTDL ini dimiliki oleh Candra Ciputra, putra dari Pak Ci.

Dan kemudian MTDL memang beneran naik.. dan terus saja naik.. hingga tembus 650 di awal tahun 2015.
Penulis sendiri ketika itu sudah keluar dari MTDL ini sebelumnya di harga 450 - 500, jadi ketika kemudian
MTDL masih lanjut naik maka saya gak peduli, karena kita beranggapan bahwa mau MTDL ini naik sampai
berapapun, namun pada akhirnya dia akan stagnan, atau turun lagi (PBV hampir 2 kali tentu saja agak
mahal untuk perusahaan distributor yang kita tidak bisa berharap bahwa ROE-nya akan tembus 20%). Jadi
sejak saat itu kita gak lirik-lirik MTDL lagi.

Waktu berlalu, dan ternyata sampai sekarang MTDL memang masih disitu-situ saja, tapi yang membuat
penulis surprise adalah, ketika di Semester Dua IHSG jeblok, ternyata MTDL gak ikut bablas angine seperti
kebanyakan saham lain, melainkan hanya turun sedikit dari 650 ke 580, dan memasuki tahun 2016, ketika
IHSG mulai pulih lagi, MTDL tetap ikut naik hingga sempat tembus 700 pada Juni 2016. Penulis kemudian
cek kinerja jangka panjang MTDL ini, dan ternyata justru pada tahun 2015 tersebut, laba MTDL lompat
dari Rp178 menjadi Rp227 milyar. Dan jika dihitung sejak tahun 2012, maka laba MTDL memang naik
terus, sampai sekarang. Penulis tidak tahu apakah kinerja konsisten tersebut terkait dengan booming
ecommerce atau lainnya (MTDL punya toko online, www.metrodataonline.com, selain juga menjual
melalui toko milik pihak ketiga), tapi yang jelas sekarang ini sangat sulit mencari perusahaan yang
kinerjanya konsisten seperti MTDL ini, jadi sahamnya terlalu menarik untuk diabaikan. Kemudian sektor
IT itu sendiri, termasuk didalamnya ecommerce, juga sangat menarik, dimana berdasarkan data statistik
BPS, pertumbuhan GDP di sektor ini mencapai rekor 11% di tahun 2015 dan 2016, jauh diatas
pertumbuhan GDP nasional yang hanya 4 – 5%. MTDL sendiri sampai sekarang masih terus mentargetkan
peningkatan pendapatan serta laba, termasuk target kenaikan pendapatan 10% di tahun 2017.

TeguhHidayat.com
P a g e | 50

Dan yang terpenting adalah, setelah sahamnya cenderung turun terus dalam setahunan terakhir, maka
dengan PER 7.0 dan PBV 1.0 kali, valuasinya menjadi reasonable lagi. So yeah, penulis kira mulai
sekarang kita bisa mengamati MTDL lagi. Terkait best price serta timing untuk masuknya, penulis masih
agak ragu karena trend sahamnya jelas sekali masih downtrend sejak setahun terakhi, tapi nanti lah, kita
cek lagi perkembangannya tiga bulan dari sekarang.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 590: A

26. Erajaya 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 7,248 7,425 (2.4)
Current 5,269 5,168 2.0
Liabilities 3,669 4,015 (8.6)
Current 3,570 3,935 (9.3)
Equity 3,514 3,349 4.9
Earnings 1,628 1,463 11.3
Shares Volume 2,900 2,900 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 16,654 15,592 6.8
Operating Profit 317 270 17.6
Net Profit for Company 223 190 17.0
Comp. Net Profit 230 183 25.6
EPS 77 66 16.7
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 785
Mkt Cap (billion Rp) 2,277
PER (X) 7.6
PBV (X) 0.6

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 95.8 83.4 14.9
EER 46.3 43.7 6.0
Current Ratio 147.6 131.3 12.4
ROA 4.2
ROE 8.4
OPM 1.9 1.7 10.1
NPM 1.3 1.2 9.5

Seperti halnya MTDL, ERAA adalah juga perusahaan distributor ponsel dan produk-produk elektronik
lainnya, namun penulis baru menyadari belakangan bahwa meski ERAA ini menang secara merk/nama
perusahaan, tapi kinerjanya tidak sebaik MTDL, dan itu menjelaskan kenapa sahamnya masih belum
kemana-mana lagi sampai sekarang (MTDL sejak 2015 memang juga belum kemana-mana lagi, tapi kalau
dihitung dari tahun 2012 maka dia sudah naik buanyak, sementara ERAA malah turun). Namun disisi lain
valuasi ERAA, setidaknya dari sisi PBV, juga lebih murah dibanding MTDL, jadi sahamnya tetap menarik.
Sejak sekitar dua tahunan lalu, penulis sudah menganggap bahwa level 600 sudah merupakan bottom bagi

TeguhHidayat.com
P a g e | 51

ERAA ini, dimana sahamnya sewaktu-waktu suka naik lagi entah itu ke 700, 800, atau lebih tinggi lagi
(meski di sebagian besar waktu yang lain, ERAA cuma bergerak disitu-situ saja/kadang naik sedikit ke
650, lalu turun lagi).

Okay, lalu berapa ERAA sekarang? Sudah 700-an. Dan ERAA ternyata menjadi satu dari beberapa saham
dengan PBV nol koma, yang mulai bergerak naik dalam beberapa bulan terakhir ini. Jadi asalkan kondisi
pasarnya tetap sama seperti sekarang, maka ERAA mungkin masih bisa lanjut naik karena kinerja
terbarunya diatas masih not bad, di harga sekarang pun, PBVnya masih 0.6 kali. However, penulis masih
menganggap bahwa best price/bottom price bagi ERAA ini adalah di 600 (atau 600-an), jadi kalau anda
tertarik maka di harga sekarang sudah boleh masuk, tapi siapkan dana untuk average down.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 785: A

27. Sritex 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 1,037 947 9.5
Current 481 378 27.4
Liabilities 665 616 7.9
Current 131 107 22.6
Equity 373 331 12.6
Earnings 221 178 24.3
Shares Volume 18,593 18,593 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 573 499 14.8
Operating Profit 99 80 24.5
Net Profit for Company 47 41 14.4
Comp. Net Profit 46 40 14.0
EPS 0.003 0.002 13.6
in million USD, EPS in USD, shares volume in million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 388
Mkt Cap (billion Rp) 7,214
PER (X) 8.7
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 56.1 53.7 4.3
EER 4,988.0 53.6 9,197.4
Current Ratio 367.7 354.0 3.9
ROA 5.9
ROE 16.9
OPM 17.3 16.0 8.4
NPM 8.2 8.3 (0.4)

Sejak sahamnya IPO di bulan Juni 2013 lalu, SRIL ini setidaknya sudah dua kali masuk planning penulis.
Pertama adalah pada Semester II 2014, ketika itu SRIL turun terus dari 300-an hingga 150-an, padahal
perusahaannya baik-baik saja (Dan IHSG di tahun 2014 itu juga sedang naik lumayan). Memasuki 2015,

TeguhHidayat.com
P a g e | 52

SRIL mulai balik arah dan naik, namun ketika sahamnya sudah mencapai 270-an pada Mei 2015, penulis
melalui artikel terbuka di blog (ini link-nya, silahkan dibaca terutama bagi yang belum tau SRIL ini
perusahaan apa: http://www.teguhhidayat.com/2015/05/sri-rejeki-isman-sritex.html) mengatakan
bahwa sahamnya masih bisa lanjut naik lagi.

Dan ternyata memang benar: Pada Agustus 2015, atau hanya beberapa bulan kemudian, SRIL melejit
sampai sempat hampir saja tembus 500, dan investor ketika itu sempat euforia karena SRIL ini terbang
dengan volume transaksi yang sangat besar hingga 1 milyar lembar saham per hari, dan itu terjadi ketika
diwaktu yang bersamaan IHSG-nya tengah terpuruk. Tapi justru karena itulah, penulis jadinya ngeliat
saham SRIL ini jadi mirip-mirip BUMI, jadi kita kemudian putuskan untuk profit taking meski secara
fundamental, kinerja laporan keuangan SRIL sebenernya sampai saat itu masih termasuk salah satu yang
terbaik di BEI.

Waktu berlalu, dan pada Januari 2016, SRIL tiba-tiba saja anjlok lagi dari 400 ke 260 hanya dalam
seminggu, sekali lagi, justru ketika IHSG-nya mulai naik! (jadi kesimpulannya jelas: SRIL ini saham
bandar). Tapi ketika penulis melihat lagi laporan keuangannya, ternyata SRIL masih oke/labanya masih
naik dan seterusnya, dan PBV-nya pada harga 260 mulai atraktif di level 1.2 kali. Jadi ketika itulah kita
kembali memasukkan SRIL ke dalam planning. Namun berbeda dengan pengalaman sebelumnya di tahun
2015, kali ini SRIL butuh waktu cukup lama untuk naik, bahkan pada September 2016 dia lanjut turun lagi
sampai menyentuh 208, dan PBV-nya (berdasarkan posisi ekuitas perusahaan ketika itu) tinggal 0.9 kali.

Sudah tentu, orang pun bertanya-tanya, ini SRIL ada apa? Tapi ketika penulis cek lagi LK perusahaan, dia
masih oke kok! Jadi sepanjang tahun 2016 tersebut, meski SRIL cuma mondar mandir saja di 220 – 250,
tapi kita tetap memasukkan sahamnya ke dalam planning. And finally, pada Februari 2017, atau tiga
belas bulan setelah SRIL jatuh dari 400 ke 260 di bulan Januari 2016, SRIL akhirnya naik juga, lagi-lagi
dengan kenaikan yang gila-gilaan (atau lebih tepatnya, bikin para trader jadi gila). Yup, sepanjang
Februari tersebut, SRIL melompat dari 232 hingga 496, alias terbang lebih dari dua kali lipat, hanya
dalam tempo kurang dari sebulan. Jadi setelah penantian selama setahun penuh, ketika itulah penulis
kembali profit taking/mengeluarkan SRIL dari ini dari planning, untuk selanjutnya duduk santai diluar dan
tunggu dia balik lagi ke 250-an.

Okay, tapi bukannya SRIL sampai sekarang masih belum turun, melainkan masih agak tinggi di level 388?
Jadi kenapa dia masuk planning lagi? Sebenarnya, yap, penulis sendiri juga maunya ambil SRIL ini di
250an, atau minimal dibawah 300 deh. Namun penulis melihat bahwa saham SRIL belakangan ini
sepertinya nggak dibandar-bandarin lagi seperti dulu. Waktu dia terbang, Februari 2017 lalu, maka di
bulan Maret-nya SRIL langsung turun lagi sampai 280, tapi setelah itu dia kemudian stabil/sideways di
300-an, sebelum mulai gerak naik lagi pada Juni 2017, dan kali ini dengan kenaikan yang pelan-pelan.
Makanya sahamnya jadi gak begitu rame dibicarakan lagi di forum-forum seperti sebelumnya, dan anda
sendiri mungkin baru nyadar kalau SRIL sekarang sudah dekat-dekat 400 lagi bukan? Yang juga penulis
perhatikan, kondisi pasar yang sekarang ini terjadi (baca lagi ulasan TLKM diatas), itu juga dimulai sejak

TeguhHidayat.com
P a g e | 53

Juni 2017 (sebelum Juni, asing masih belanja). Jadi teori penulis adalah, ketika SRIL pada bulan Maret
turun lagi dari 498 dan mentok di 300, maka ketika itu bandarnya, yang mungkin sudah kenyang jualan di
harga atas, sudah melepaskan SRIL sama sekali, sehingga pergerakan SRIL selanjutnya murni ditentukan
oleh mekanisme pasar.

Kemudian pada bulan Juni, ketika dimulai trend dimana saham yang naik lanjut naik, sementara saham
yang turun lanjut turun, maka SRIL yang ketika itu berada di posisi 300, atau dengan kata lain secara
keseluruhan masih naik lumayan dibanding akhir tahun 2016 (waktu itu SRIL masih 230), sementara disisi
lain laporan keuangannya masih bagus seperti biasanya (dan valuasinya juga belum bisa disebut mahal,
PER-nya masih 7 kali pada harga 300), maka jadilah SRIL masuk ke kelompok ‘saham yang lanjut naik’.
Dan penulis perhatikan, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, kali ini naik turunnya
SRIL mengikuti naik turunnya IHSG. Yup, jadi kalau kita anggap bahwa SRIL ini gak pernah naik sampai
496 (sebab SRIL bisa terbang sampai situ karena digoreng bandar, jadi bukan karena mekanisme pasar
yang wajar), maka posisi SRIL sekarang ini sejatinya sedang break new high, atau sama seperti IHSG. Dan
untungnya, fundamental perusahaan juga mendukung kenaikan sahamnya tersebut.

Nah, jadi dalam hal ini penulis kembali memasukkan SRIL ke dalam planning karena faktor kondisi
pasarnya, dimana selama IHSG masih lanjut naik, maka demikian pula halnya dengan SRIL, sampai tembus
500 (PBV 1.9 kali) pun bisa saja. However, yang juga perlu diperhatikan, meski memang bandar SRIL ini
sekarang lagi libur, tapi kita tidak tahu kapan mereka akan main lagi, dimana SRIL bisa saja tiba-tiba
drop lagi seperti tahun 2016 lalu. In that sense, maka anda boleh juga tunggu SRIL ini untuk benar-benar
turun sampai dibawah 300 dulu. Namun dengan asumsi bahwa kondisi pasarnya akan terus seperti
sekarang, dan bandar SRIL belum akan main lagi dalam waktu dekat (mereka kan baru saja ‘main’ pada
Februari – Maret 2017 lalu, jadi babak selanjutnya seharusnya masih lama), maka SRIL juga akan lanjut
naik pelan-pelan. We’ll see.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: A


Rating Saham pada 388: A

Untuk dua saham berikut yakni MCOR dan BULL, penulis akan lebih banyak menampilkan kembali analisa
seperti yang sudah disampaikan di edisi Kuartal II (dan Kuartal I) kemarin.

28. Bank CCB Indonesia 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 14,934 12,257 21.8
Liabilities 12,460 9,861 26.4
Equity 2,474 2,396 3.2
Earnings 482 408 18.1
Shares Volume 16,631 16,631 0.0
9M 2017 9M 2016
Income 821 746 10.0
Operating Profit 102 78 31.8
Net Profit for Company 74 54 37.1
Comp. Net Profit 74 54 37.1

TeguhHidayat.com
P a g e | 54

EPS 4 5 (18.1)
in billion Rp, EPS in Rp, Shares Volume in Million

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 210
Mkt Cap (billion Rp) 3,493
PER (X) 35.5
PBV (X) 1.4

Ratios (%) 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


CAR 16.3 22.4 (27.2)
NPL Gross 3.1 2.6 19.6
NPL Net 2.3 2.0 14.8
ROA 1.0 1.1 (11.0)
ROE 4.9 5.2 (7.4)
NIM 4.8 4.3 12.1
Op. Exp. to Op. Inc. 88.6 89.3 (0.9)
LDR 78.1 84.2 (7.3)

MCOR dulunya merupakan bank kecil gak jelas dengan kinerja yang juga angin-anginan, sehingga
sahamnya juga hampir gak pernah kemana-mana kecuali mondar mandir di 70 – 100. Namun setelah
perusahaan diakuisisi oleh China Construction Bank (CCB) lalu kemudian menggelar right issue, sekitar
Juli 2016 lalu, maka barulah MCOR ini menarik untuk dperhatikan, terutama karena CCB ini berencana
menyuntik dana dalam jumlah besar ke MCOR (jadi right issue-nya kemarin barulah permulaan), dan
akan menjadikan MCOR sebagai bank minimal kelas menengah (seperti BBKP, BJBR, dst. MCOR
sebelumnya, dan sampai saat ini, masih berstatus sebagai bank kecil). Dengan melihat reputasi CCB
sebagai bank besar kelas dunia (actually, CCB ini merupakan bank terbesar kedua di dunia, setelah
Industrial and Commercial Bank of China/ICBC), plus adanya anggapan bahwa CCB akan menggunakan
MCOR ini sebagai pintu masuknya mereka untuk membiayai pembangunan infrastruktur di Indonesia
(selain menggunakan dana sendiri/APBN, Pemerintah juga menerima masuknya modal swasta untuk
pembiayaan infrastruktur, termasuk menerima setoran modal dari China, Arab Saudi, Amerika, dst),
maka statemen bahwa MCOR akan disulap jadi bank besar, itu terbilang masuk akal. Pihak manajemen
sendiri sudah mengatakan bahwa mereka akan secara bertahap menambah modal di MCOR hingga sekian
trilyun dalam beberapa tahun kedepan, termasuk mengatakan bahwa mereka akan menjadikan MCOR
sebagai market maker dari peredaran mata uang Renminbi (RMB) di Indonesia.

Nah, awalnya penulis sendiri gak begitu tertarik sama cerita MCOR ini karena, you know, cerita tentang
‘perusahaan A bakal jadi besar bla bla bla’, itu merupakan sarapan sehari-hari investor saham, dan
tidak semua cerita seperti itu bisa dipercaya. Tapi setelah perusahan kemudian di merger dengan bank
kecil lainnya, dalam hal ini Bank Antar Daerah (Bank Anda), kemudian status MCOR langsung berubah
sepenuhnya sebagai unit usaha CCB di Indonesia (setelah penulis pikirkan lagi, tentu lebih mudah dan
lebih cepat bagi CCB untuk mengakuisisi bank-ban kecil lalu di merger, kemudian bank hasil merger
tersebut disuntik modal, daripada harus set up bank baru dari nol sama sekali), dan memang saham
MCOR terus lanjut naik, maka saya mulai berpikir berbeda. Selain itu PBV MCOR yang hanya 1.7 kali

TeguhHidayat.com
P a g e | 55

pada harga 250, meski memang tidak murah, tapi juga gak bisa disebut kelewat mahal, dan PBV
tersebut bakal ter-adjust alias turun jika nanti CCB merealisasikan suntikan modal ke MCOR.

Hanya memang, kalau kita membeli MCOR berdasarkan analisa diatas, maka itu sedikit spekulasi karena
kalau kita balik lagi ke fundamentalnya, kinerja MCOR selama ini ya gak ada bagus-bagusnya, sementara
pergerakan sahamnya juga cenderung fluktuatif karena faktor bandar (naik turunnya MCOR jelas ada
yang mengendalikan), sehingga saham ini risikonya lumayan besar terutama jika anda telat masuk
(misalnya baru beli setelah sahamnya terbang tinggi). However, kalau kita bandingkan risikonya dengan
peluang profitnya, maka MCOR ini tetap worth it. Perhatikan: Manajemen MCOR bisa mengumumkan
aksi penambahan modal perusahaan kapan saja, sehingga sahamnya bisa naik kapan saja, dan bisa
sampai ke posisi berapa saja. Selain itu kalau nanti MCOR ini lanjut cooling down-nya (karena dalam
waktu 6 bulan terakhir, MCOR sebenarnya sudah naik banyak), maka cukup jelas ada support kuat di
210, dimana penulis kira MCOR gak akan turun sampai serendah itu even kalaupun IHSG drop, karena
ada yang ngejagain (jika MCOR ini turun sampai titik tertentu, bandarnya bakal masuk lagi).

Singkatnya, okay, MCOR ini risikonya lumayan mengingat dia bisa lanjut turun sampai 210, dan setelah
itu dia bisa lamaaaaa untuk naik lagi (kalau bandarnya belum masuk dapur, ya MCOR ini juga gak bakal
kemana-mana). Tapi disisi lain, kalau nanti dia dapet gilirannya untuk naik, dan itu bisa terjadi kapan
saja, maka dia bisa naik sampai berapa saja, hingga menghasilkan profit 2 kali lipat atau bahkan lebih.
Thus, jika anda mau coba investasi model high risk but higher gain, maka MCOR boleh dipertimbangkan.
Pertimbangan lainnya adalah, jika kita lihat lagi kinerja terbaru MCOR diatas, maka meski kinerja
tersebut masih belum bisa dikatakan bagus, tapi terdapat progress yang positif dimana pendapatan,
laba bersih, CAR, hingga NIM-nya naik semua (meski sayangnya NPL-nya juga ikutan naik). Dalam tiga
bulan terakhir, MCOR sempat fluktuatif dengan naik dari 250 sampai 290, tapi kemudian turun lagi ke
posisi sekarang (236), dimana meski penurunan ini tentu tampak tidak bagus, tapi setidaknya masih
sesuai skenario diatas bahwa sahamnya tidak sampai drop dibawah 210. Disisi lain, kalau analisa penulis
benar bahwa saham-saham konstruksi bakal rame dalam waktu dekat ini, maka kemungkinan MCOR akan
ikutan naik bahkan meski bandarnya belum masuk lagi, karena orang bakal ingat lagi soal cerita CCB-
nya. Well, mari kita liat lagi nanti kedepannya bagaimana.

Nah, menjelang akhir tahun 2017 ini, berapa MCOR sekarang? Tenyata lanjut turun hingga mentok di 210
pada September 2017 kemarin, tapi setelah itu gak lanjut turun lagi (meski juga belum jalan lagi), jadi
ulasan diatas masih relevan. Untuk kinerja Kuartal III-nya sendiri juga belum ada perubahan apa-apa
dibanding Kuartal II kemarin. Kalau ada yang penulis perhatikan adalah, pada September 2017 kemarin,
ketika MCOR ini terus saja turun hingga sempat ditutup di level 204, tiba-tiba saja keluar berita dengan
judul ‘Bank CCB Indonesia akan naik kelas menjadi bank buku III’, dimana jelas sekali bahwa itu
merupakan berita pesanan (aslinya cuma berita lama yang ditulis ulang kembali, jadi gak ada cerita baru
apapun), tapi tetap sukses mendorong sahamnya lompat ke 230. Tak lama kemudian, setelah berita
tersebut mereda dan dilupakan, MCOR kembali turun tapi kali ini penurunannya berhenti di 206 – 210,
lalu stabil disitu. Dari kejadian tersebut penulis meyimpulkan bahwa teori yang menyebutkan MCOR ini

TeguhHidayat.com
P a g e | 56

masih dijagain bandar, itu masih relevan, atau dengan kata lain sahamnya masih bisa naik dalam jangka
waktu yang agak panjang (dan posisi MCOR sekarang juga masih tinggi dibanding setahun lalu yakni 150-
an). Well, mari berharap kalau kita tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melihat CCB merealisasikan
penambahan modal bagi MCOR ini.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: BBB


Rating Saham pada 210: A

29. Buana Listya Tama (current price: 150)

Berikut adalah analisa BULL di Kuartal II kemarin.

Penulis pertama kali menemukan BULL pada Maret 2017 lalu, dimana setelah melakukan analisa yang
cukup panjang, kesimpulannya adalah bahwa BULL ini menarik karena 1. Valuasinya sangat terdiskon
dengan PBV 0.4 kali (pada harga 127), dan sahamnya mungkin bisa naik sampai 200 – 300, 2. Kalopun
turun maka akan dijaga untuk minimal gak balik lagi dibawah harga right issue-nya (100). However,
terdapat risiko dimana pergerakan BULL nyaris sepenuhnya dikuasai bandar, yakni sekuritas Danatama,
sementara kinerja BULL itu sendiri sampe sekarang masih biasa-biasa saja, bahkan perusahaan sering
telat merilis LK-nya. Anda bisa baca lagi ulasannya disini:
http://www.teguhhidayat.com/2017/03/buana-listya-tama.html.

Dan memang, setelah hampir setengah tahun, meski BULL secara keseluruhan masih naik (pada Maret
lalu, BULL masih berada di level 127), tapi fluktuasinya lumayan bikin pusing dimana BULL ini sempet
ditarik sampe 175, sebelum kemudian melayang-layang turun lagi (kalo kata seorang temen: Kaya
layangan putus), dan posisi investor sekarang ini adalah sama sekali tidak punya gambaran soal
kedepannya BULL ini bakal kemana, apakah ditarik keatas lagi atau dibiarkan melayang turun, terutama
karena perusahaan bahkan masih belum merilis LK-nya untuk Kuartal I 2017 (dan anehnya sahamnya
tidak disuspen karenanya). Jadi, yap, BULL ini terbilang spekulasi. Satu-satunya fakta analisa yang bisa
diandalkan adalah bahwa para pemegang saham besar di BULL sudah average down melalui mekanisme
right issue pada harga 100, akhir tahun 2016 lalu, sehingga teorinya adalah, meski BULL mungkin saja
bakal lama naiknya (sengaja biar orang-orang teler dulu), namun BULL juga gak akan balik lagi hingga
dibawah 100 tersebut. Sebab kalo itu terjadi, Om Vicky bakal langsung didamprat oleh Budy Tjokro dan
lainnya.

Sampai sejauh ini, pergerakan BULL masih sesuai dengan teori diatas, dimana meski belum ada lagi
kerekan sampai tembus 175 seperti beberap waktu lalu, namun kerekan-kerekan kecil tetap terjadi
(misalnya terbang dari 130 sampai 145 hanya dalam sehari, sebelum kemudian turun lagi pelan-pelan,
tapi begitu penurunannya mendekati 130 maka langsung dikerek lagi. Coba saja anda perhatikan).
Secara teknikal pun, dalam setahun terakhir trend BULL ini masih uptrend, dimana kalau nanti dia
tembus resisten 155, maka itulah tandanya.

TeguhHidayat.com
P a g e | 57

Hanya saja, kita tentu tidak bisa menebak kapan BULL bakal naik hingga tembus 155 tersebut, alias bisa
saja cukup lama dari sekarang, atau malah tidak terjadi sama sekali. Mengingat fundamental BULL
masih belum jelas, maka nyaris tidak mungkin bagi sahamnya untuk naik sendiri karena mekansime pasar
yang normal, sehingga dalam hal ini kita hanya bisa mengharapkan ‘belas kasihan’ bandar agar
sahamnya naik. Meski demikian kemungkinan kenaikan tersebut tetap terbuka lebar karena cukup jelas
bahwa sampai sekarang si ‘tuan bandar’ itu masih aktif bekerja, sementara disisi lain risikonya juga
rendah mengingat PBV-nya masih 0.5 kali, dan adanya jaminan bahwa sahamnya gak akan sampai drop
dibawah 100 (pada prakteknya, jangankan balik lagi ke 100, sekarang ini sudah terbentuk support kuat
di 127). Kesimpulannya, meski juga masih berbau spekulasi, namun BULL ini sedikit banyak masih
memenuhi kaidah value investing terutama dari risikonya yang, secara teori, terbilang rendah, dan pada
harga sekarang pun dia sudah boleh buy.

Okay, setelah tiga bulan berlalu, untuk sekarang penulis bisa katakan bahwa, pertama, BULL masih
dijagain sama bandarnya, dan arahnya masih keatas, jadi sepertinya tinggal tunggu rame saja. Dan
kedua, BULL masih belum merilis LK Kuartal III, tapi di LK Kuartal II-nya, perusahaan melaporkan laba
bersih dari surplus revaluasi kapal senilai US$ 21 juta. Ini menarik, karena meski pendapatan tersebut
tidak riil/BULL tidak benar-benar menerima duit sebanyak itu, namun itu menyebabkan nilai ekuitas
perusahaan melompat jadi US$ 141 juta, dan alhasil PBV-nya sahamnya jadi turun sedikit ke level 0.4
kali (di harga 150). Kalau melihat lagi proses right issue-nya dll, maka penulis kira pencatatan surplus
revaluasi itu juga merupakan persiapan dari bandarnya untuk nanti benar-benar mengerek BULL ini
terbang keatas (untuk BULL ini, bandar sahamnya dan manajemen perusahaan adalah merupakan orang-
orang yang sama). Yup, kesimpulannya so far so good, sekarang tinggal kita tunggu lagi saja
perkembangan berikutnya.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: ?


Rating Saham pada 150: A

30. Kirana Megatara 30-Sep-17 31-Dec-16 Change (%)


Assets 3,715 3,807 (2.4)
Current 2,356 2,363 (0.3)
Liabilities 1,955 2,755 (29.0)
Current 287 164 75.0
Equity 1,760 1,052 67.3
Earnings 594 407 45.8
Shares Volume 7,683 7,683 0.0
9M 2017 9M 2016
Revenues 9,466 5,525 71.3
Operating Profit 747 260 187.0
Net Profit for Company 391 120 224.6
Comp. Net Profit 391 120 224.6
EPS 53 185 (71.5)
in billion Rp, EPS in Rp, shares volume in million

TeguhHidayat.com
P a g e | 58

Stock & Market Cap Value


Current Price (Rp) 406
Mkt Cap (billion Rp) 3,119
PER (X) 5.8
PBV (X) 1.8

Ratios (%) 9M 2017 9M 2016 Change (%)


EDR 90.1 38.2 135.7
EER 33.7 38.7 (12.9)
Current Ratio 821.1 1,441.2 (43.0)
ROA 14.0
ROE 29.6
OPM 7.9 4.7 67.5
NPM 4.1 2.2 89.4

KMTR merupakan salah satu dari sekian banyak pendatang baru di bursa sepanjang tahun 2017 ini,
dimana dengan ROE-nya yang mencapai hampir 30%, serta nilai pendapatannya yang lebih dari dua kali
nilai total asetnya (padahal baru sampai Kuartal III, jadi belum genap setahun), seketika membuat
penulis penasaran: KMTR ini perusahaan apa toh?

KMTR merupakan perusahaan produsen karet remah (crumb rubber), yakni karet yang dibuat dari getah
hasil sadapan pohon karet, yang nantinya diolah lebih lanjut menjadi ban kendaraan bermotor dan
produk-produk berbahan dasar karet lainnya. KMTR dimiliki secara joint venture oleh Grup Tiputra milik
TP Rachmat, dan Grup Persada Capital milik Alm. Benny Subianto. Seperti yang mungkin anda ketahui, TP
Rachmat dan Benny Subianto adalah anggota senior di jajaran direksi Grup Astra di masa lalu, yakni
waktu Astra masih dimiliki oleh Keluarga Soeryadjaya, sehingga mereka sampai sekarang masih memiliki
hubungan/koneksi yang erat dengan Grup Astra. Dan KMTR sukses menjadi salah satu perusahaan crumb
rubber terbesar di Indonesia, salah satunya berkat koneksi tersebut (KMTR banyak menjual karetnya
untuk pabrik otomotif milik Astra International, selain menjualnya ke produsen ban internasional).
Hingga Kuartal III 2017, KMTR memiliki dan mengoperasikan 15 pabrik crumb rubber di banyak lokasi
berbeda yang tersebar dari Jambi hingga Kalimantan Selatan (biasanya terletak dekat perkebunan karet).
Selain crumb rubber, KMTR juga menjual karet mentah yang disadap langsung dari pohonnya, tapi nilai
pendapatannya kecil/tidak signifikan. Meski nama perusahaannya kurang populer, tapi di kalangan pelaku
usaha industri karet itu sendiri maka KMTR merupakan perusahaan besar dan terkenal, dan dengan
reputasi yang cukup baik.

Nah, bagi anda yang belum tau, selain batubara dan CPO, Indonesia adalah juga salah satu produsen
karet terbesar di dunia (terbesar kedua setelah Thailand), dimana permintaan karet dalam jangka
panjang, terutama untuk membuat ban, senantiasa bertumbuh seiring dengan pertumbuhan industri
otomotif. Penulis belum tahu apakah kinerja KMTR ini tergantung oleh naik turunnya harga karet dunia,
alias sama seperti perusahaan sawit dan batubara, tapi sepertinya memang demikian, dimana
pendapatan KMTR turun dari Rp10.6 trilyun di 2014, menjadi hanya Rp7.7 trilyun di 2016, dan baru naik
lagi pada tahun 2017 (seperti halnya harga batubara dan CPO, harga karet dunia juga baru mulai naik
pada Semester II 2016 lalu, setelah sebelumnya turun terus). Dan berhubung harga karet belakangan lagi

TeguhHidayat.com
P a g e | 59

turun lagi, maka penurunan saham KMTR dari 600-an ke posisi sekarang ketika laporan keuangannya
tampak mengesankan, itu menjadi bisa dijelaskan. Problem lainnya, mengingat investor (termasuk
penulis) masih awam dengan ‘saham karet’, dan KMTR sendiri sejauh ini masih merupakan satu-satunya
saham karet di BEI (sehingga gak ada pembandingnya), maka jadilah orang tambah ragu dengan KMTR ini,
apalagi dengan PBV 1.8 kali maka sahamnya belum bisa disebut murah.

Namun demikian tetap saja: Meski penulis sendiri juga belum ada gambaran soal bagaimana kira-kira
kinerja KMTR ini kedepannya, namun ROE KMTR yang hampir 30% terlalu menarik untuk diabaikan, dan
kita sebelumnya sudah punya banyak pengalaman sukses dengan saham-saham second liner dengan ROE
besar seperti itu (CEKA, KBLI, SRIL, dst), sementara KMTR sendiri bukanlah perusahaan kecil di bidangnya
(KMTR adalah market leader di pasar crumb rubber di Indonesia). Namun karena untuk industri karetnya
itu sendiri masih gelap, maka sekarang kita balik lagi saja ke rumus tradisional value investing: Untuk
saham yang tidak begitu likuid, kurang terkenal, dan juga tidak punya track record kinerja yang bagus,
maka kalau ROE-nya 25 – 30%, PBV yang bisa dianggap murah bagi sahamnya adalah 1.5 kali atau
dibawahnya. Berhubung diharga 406, PBV KMTR masih 1.8 kali, sementara sahamnya masih downtrend
(KMTR baru akan balik arah menjadi uptrend kalau sahamnya naik sampai tembus 450), maka mari kita
tunggu dulu bagaimana perkembangannya, beberapa bulan dari sekarang.

Rating Kinerja pada Kuartal III 2017: AA


Rating Saham pada 406: BBB

PENTING: Penulis menyusun ebook ini selama 1 minggu, namun Anda mungkin bisa membacanya dengan
cepat hanya dalam waktu kurang dari 1 jam. Namun untuk memperoleh hasil yang maksimal, termasuk
untuk menghindari misinterpretasi (salah pengertian) dari analisis-analisis yang disajikan, maka cobalah
untuk membacanya secara perlahan dan berulang-ulang, terutama untuk saham yang anda memang
berminat untuk membelinya.

Ebook kuartalan ini adalah seperti ‘cerita bersambung’, sehingga membacanya tidak akan lengkap tanpa
membaca edisi sebelumnya. Bagi pelanggan baru, anda masih bisa membaca/membeli ebook edisi
Kuartal II 2016 (edisi sebelum edisi yang sedang anda baca ini), pada harga diskon yakni Rp95,000, sudah
merupakan versi yang bisa di-print. Untuk memesan, anda bisa transfer ke (pilih salah satu):

Bank BCA 139.229.1118


Bank Mandiri 132.000.706.2087
Bank BNI 338.434.774
Bank BRI 0137.0101.0657.539
Semuanya atas nama Teguh Hidayat

TeguhHidayat.com
P a g e | 60

Kemudian kirim email ke teguh.idx@gmail.com dengan subjek 'Ebook Kuartalan edisi lama'. Jangan lupa
sebutkan nama anda dan bank tujuan transfer, dan nanti ebooknya akan dikirim via email. Tersedia pula
Ebook Kuartalan edisi yang lebih lama (Kuartal IV 2016, Kuartal III 2016, dan seterusnya).

Jika ada pertanyaan boleh kirim email ke teguh.idx@gmail.com

Disclaimer is ON.

Warning: Dilarang memperlihatkan atau mem-forward ebook ini kepada siapapun, termasuk rekan kerja
atau keluarga dekat anda, apalagi ke grup WA atau forum. Jika anda hendak menunjukkan ebook ini ke
teman anda, maka mintalah ia untuk membelinya (harganya Rp275,000 per copy) sesuai petunjuk di link
ini: http://www.teguhhidayat.com/p/ebook-analisis-kuartal-i-2014.html

***

Ebook Kuartalan - Referral Program

Dear investor, sebelumnya penulis ucapkan terima kasih telah ikut membeli Ebook analisis yang
sangat sederhana ini, dan semoga apa yang disampaikan disini bisa bermanfaat terhadap
kegiatan investasi anda di pasar saham.

Kemudian melalui referral program ini, penulis juga menawarkan sedikit penghasilan tambahan
yang bisa anda peroleh dari Ebook ini. Caranya adalah dengan merekomendasikan Ebook ini
kepada teman, rekan kerja, saudara, atau siapapun, dimana jika teman anda tersebut
membelinya, maka anda berhak memperoleh uang tunai sebesar Rp70,000 untuk satu orang
pembeli, yang akan ditransfer langsung ke rekening anda.

Okay, berikut caranya:

1. Pertama, ceritakan tentang blog www.teguhhidayat.com, dan juga tentang Ebook


Kuartalan ini kepada teman anda (hanya menceritakan saja, jadi bukan memperlihatkan
isi apalagi memberikan Ebook-nya). Kemudian jika teman anda tersebut berminat untuk
membaca Ebooknya, maka jelaskan bahwa ia bisa membelinya sesuai dengan petunjuk
yang disampaikan disini: http://www.teguhhidayat.com/p/ebook-analisis-kuartal-i-
2014.html (Transfer ke rekening atas nama Teguh Hidayat, lalu kirim email).
2. Setelah memastikan bahwa teman anda tersebut sudah membeli Ebooknya (misalnya
anda berdua berdiskusi tentang isi Ebook tersebut, yang itu berarti teman anda sudah
membaca Ebooknya), selanjutnya:
3. Anda kirim email ke teguh.idx@gmail.com, dengan subjek ‘Ebook Kuartalan Referral’,
dan isi: Nama lengkap dari teman anda tersebut, dan nomor rekening bank anda.
Penulis nantinya akan mencocokkan nama-nama yang anda sebutkan dengan daftar
nama dari orang-orang yang sudah membeli Ebook Kuartalan ini.
4. Anda akan menerima pembayaran dalam waktu paling lambat 2 x 24 jam, kemudian anda
akan menerima konfirmasi (bahwa uangnya sudah ditransfer) melalui email. Jika anda
misalnya menyebutkan 5 nama, maka anda totalnya akan menerima Rp70,000 x 5 =
Rp350,000. Jadi boleh juga anda mereferensikan Ebook ini ke beberapa orang dulu,
kemudian baru kirim email untuk mengklaim pembayaran anda tersebut.

TeguhHidayat.com
P a g e | 61

5. Teman anda tetap akan menerima Ebooknya yang dikirim penulis lewat email, jadi bukan
dari anda sendiri.

Nah, mudah sekali bukan? Beberapa catatan:

1. Referral Program untuk Ebook Kuartal III 2017 ini berlaku sampai 31 Januari 2018. Jadi email
klaim permintaan pembayaran setelah tanggal tersebut tidak akan dilayani.

2. Jika satu orang teman anda membeli Ebooknya untuk satu tahun (4 edisi), maka pembayaran
yang anda terima dari satu orang tersebut bukan Rp70,000, melainkan Rp200,000. Anda tidak
perlu bertanya kepada teman anda, apakah ia membeli Ebooknya hanya sebanyak satu edisi
atau satu tahun, karena penulis akan sudah memiliki datanya (jadi di email ‘Ebook Kuartalan
Referal’ yang anda kirim nanti, anda tinggal menyebutkan nama lengkap teman anda tersebut).

3. Tidak ada perbedaan apakah teman anda membeli Ebook nonprint ataukah print version.
Pembayaran yang anda terima tetap senilai Rp70,000 per orang, atau Rp200,000 jika
langganannya untuk satu tahun.

4. Referral program sejatinya bertujuan untuk menjadi solusi bagi anda yang hendak meng-
share/mem-forward ebook ini kepada orang terdekat. Selama ini penulis melarang pelanggan
Ebook ini untuk memperlihatkannya kepada orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya,
bahkan meski ke suami/istri/anak. Namun melalui referral program ini maka anda sekarang
diperbolehkan untuk sharing ebook ini kepada siapapun tanpa khawatir melanggar hak cipta atas
Ebook ini, plus anda juga akan memperoleh keuntungan tunai.

Demikian, semoga bermanfaat!

Merci,
Teguh

TeguhHidayat.com

Anda mungkin juga menyukai