Anda di halaman 1dari 4

40 Prisma No. 1, Vol.

28, Juni 2009


Prisma ESAI

Menyapa Prisma yang


Datang Lagi
Daniel Dhakidae

PIKIRAN tertentu bisa datang ber- dan bidang yang digeluti “kapan
ulang kali, dan menghantui sese- menerbitkan kembali majalah Pris-
orang. Yang menjadi buah dari pi- ma?” kami, di LP3ES, dan para ko-
kiran itu mungkin tidak bisa, atau lega redaksi selalu merasa terteror.
tidak mampu diterima dan dikerja- Rasa terteror itu semakin mening-
kan menjadi kenyataan. Akan tetapi kat oleh pertanyaan tersebut yang
tanpa terduga ia datang lagi setiap akhirnya mengental dalam obsesi
saat dan “menyerang dan mendu- bagaimana menghidupkan kembali
duki” seseorang. Itulah yang disebut sesuatu yang sudah satu dasawarsa
obsesi. Ilusi lebih menunjukkan sa- tidak lagi melihat dan merasakan
lah melihat atau melihat yang salah, atau salah panas sinar matahari. Obsesi itu berlangsung
membaca gejala sehingga menilainya sebagai bertahun-tahun—sejak sepuluh tahun lalu.
kenyataan yang lebih tinggi atau lebih rendah, Jarak waktu satu atau dua dasawarsa, pada
lebih besar atau lebih kecil. dasarnya, tidak menjadi soal karena kemam-
Sedangkan gabungan antara obsesi dan ilusi puan finansial seperti dewa di muka bumi untuk
adalah dua gejala kejiwaan yang ruwet. Namun menghidupkan apa saja yang mau dihidupkan,
sublimasi keduanya menjadi motivasi yang dan mematikan apa saja yang ingin dimatikan.
dahsyat. Setiap pejuang, atau bahkan penjahat, Memberikan makna bagi masa yang hilang itu
kecil atau besar, revolusioner atau tidak selalu yang lebih jadi soal. Soalnya bertingkat-tingkat
“diserang dan diduduki” pikiran seperti itu, apa dari manajemen sampai idealisme. Paham neo-
pun namanya: kemerdekaan, persamaan, atau logisme manajemen seperti market visibility
persaudaraan, dan Tanah Air. bukan berada di luar paradigma berpikir majalah
ini— kalau boleh memakai istilah ini untuk
urusan ini; akan tetapi itu lebih merupakan
Ilusi Keberhasilan dan
sesuatu yang bisa dikerjakan dengan sedikit
Sublimasinya
kesadaran akan manajemen.
Setiap kali mendengar pertanyaan sahabat, Kalaupun konsep itu mau dipaksa maka
kolega, simpatisan yang dekat dan jauh dalam market visibility sudah tentu jauh menurun
arti tempat, umur, dan generasi kecendekiaan karena sudah hilang dari ingatan para kon-
Esai 41

sumen. Menilik pertanyaan yang sering dia- violet.


jukan sangat bisa diduga bahwa majalah itu Dua ambisi termaksud diukir di sana. Perta-
masih diingat dan dikenang sebagai mitra ma, ambisi luminal, cahaya, yang berusaha me-
kecendekiaan di beberapa kubu yang merasa nangkap sinar putih yang akan disulap jadi
bahwa kehidupan akademia, intelektual, dan berkas-berkas warna pelangi. Majalah ini pun
profesionalnya mendapat seberkas sinar yang sejak dulu berambisi menangkap soal-soal itu
dipancarkan setelah berkontak dengan majalah mengupasnya menjadi merah, hijau, biru dari
ini di masa remaja, mahasiswa, dan ketika sudah beraneka soal dengan titik-tilik yang khas dalam
berkarier secara profesional di mana pun. bidang pemikiran sosial ekonomi. Sebegitu rupa
Namun, yang paling meneror sebenarnya sehingga yang tidak jadi soal dipersoalkan
adalah ilusi tentang keberhasilan, fame and sampai tumbuh kesadaran bahwa itu juga soal.
glory. Semakin mendengar cerita bahwa majalah Kedua, adalah ambisi spasial, ruang, karena
itu dikepit sekadar untuk beraksi semakin bundarannya adalah bundaran semesta, uni-
menggelisahkan. Semakin pertanyaan di atas versum, yang juga diilusikan sebagai “bundar”
diajukan, dan semakin berbeda ruang, generasi, sedangkan Einstein mungkin mengatakannya
dan bidang-bidang kecendekiaan dan akademi seharusnya menjadi “bundar pipih”, dan bukan
yang digeluti semakin menakutkan lagi karena bundar-bulat. Ruang nasional ataupun antar-
yang disebut ilusi sungguh beraksi dalam bangsa tidak menjadi batas.
kenyataan. Bayangan untuk mengulanginya Baik dalam arti luminal maupun dalam arti
justru yang lebih menakutkan. spasial semua ambisi itu berpijak pada dasar
Sungguh suatu ilusi pula bahwa majalah yang disebut di atas sebagai pemikiran. Akan
yang disebut sebagai “majalah pemikiran sosial tetapi “siapa berpikir?” dalam masa yang serba
ekonomi” ini menyentuh satu generasi karena “pragmatik”. Pragmatisme dalam political
tidak ada yang tahu apakah ia pernah meng- parlance bangsa ini diterima sebagai anti-
ubah kehidupan seseorang. Dalam ilusi tentang berpikir, yang akan diterima dan dipakai selama
keberhasilan siapa pun dipaksa untuk mereka- “masih mampu menangkap kucing putih atau
reka peran sosial dan intelektual majalah ini hitam”. Semuanya pasti membuat John Dewey
pada masa lalu yang dekat karena hanya sepu- meloncat dan memrotes dari kuburnya me-
luh tahun; namun, bisa juga masa lalu yang jauh ngapa pendangkalan itu merajalela dan disebar-
karena yang dirasa dekat tadi adalah abad dua- luaskan. Di tengah pragmatisme picik tersebut
puluh, dan kini abad duapuluh satu dengan se- majalah ini pun berambisi untuk mengatakan
luruh perubahan yang terkandung di dalamnya. bahwa “berpolitik adalah berpikir”. Setiap tin-
Dalam hubungan itu, ilusi juga banyak dakan politik adalah tindakan berpikir, termasuk
berhubungan dengan ambisi. Seluruh ambisi itu tindakan yang dibuat di dalam ruang-ruang kecil
tertuang dalam format atau dengan memakai yang disebut sebagai bilik-bilik tempat seorang
sekali lagi neologisme teknologi ia tertuang mencentang.
dalam bayang-bayang prismatic design, yang Ketika seorang berada di dalam bilik suara,
terbersit dari namanya Prisma yang mem- misalnya, dia mungkin tidak sadar atau tidak
berikan distinctiveness pada sinar yang tadinya membayangkan dirinya sendiri sedang menger-
hanya putih belaka; namun, dengan prisma jakan suatu political event. Namun, suatu maja-
sebagai teknik menjadi merah, hijau, biru lah sosial-ekonomi seperti Prisma akan mem-
bahkan sampai ke warna yang tidak kasat mata, bayangkan suatu universum politik, yaitu siapa
tidak bisa dilihat dengan mata telanjang tapi dan apa, institusi mana saja yang tinggal dan
katanya juga warna, infra-merah, dan ultra- berubah, konsensus apa yang dicapai dan kon-
42 Prisma No. 1, Vol. 28, Juni 2009

flik apa akan pecah, mengenai apa saja, lem- itu hanya menjadi kenang-kenangan belaka.
baga apa yang terlibat sebagai akibat centangan Yang disaksikan sekarang bukan religious
anonim di sudut-sudut negeri ini. frame of mind akan tetapi the frenzy of a market
Berpikir adalah mencari tahu di mana nega- place, haru-biru di pasar tempat orang menjual
ra dan modal membuang surplus kekuasaannya dan membeli suara dalam lelangan terbuka atau
dengan memakai kekerasan, secara kasat mata tertutup. Politik dan berpolitik tidak lagi suatu
maupun tidak; mencari tahu mengapa ada nama- proses berpikir, pikiran, akan tetapi proses
nama yang dihilangkan dari daftar pemilihan, transaksi, suatu tawar-menawar quid pro quo.
dan mengapa orang mati tetap menjadi pemilih Suara bukan pilihan politik, akan tetapi suatu
yang sah. benda yang akan ditukar dengan uang atau
Dengan kata lain yang universal dan kolektif pangkat, kedudukan dan lain-lain lagi.
itu intrinsik dalam diri setiap insan politik, dan Perkembangan media audio-visual semakin
usaha untuk memahami itu artinya berpikir, mendikte arah gejala ini. Kalau ungkapan
penser, kata Alain Badieu. Dalam kerjanya tentang kedangkalan berpikir sudah menjadi
Prisma mau berdiri di sana. klise namun di sana sudah muncul gejala lain
bahwa khalayak yang terdiri dari para pembaca
terpelajar semakin menurun. Khalayak yang
Dunia yang Berubah
berminat dan membaca majalah ini mungkin
Menjelang pemilihan umum 1955 ilmuwan berubah. Daya tarik jurnal audio-visual mungkin
politik Herbert Feith meragukan kegunaan berperan di sana, meski majalah ini pun akan
pemilihan umum pertama di Indonesia itu. Ting- berkiprah di sana. Semuanya memberi jalan
kat buta huruf terlalu tinggi, mendekati 40 kepada suatu generasi yang dikatakan sebagai
persen; hampir separuh penduduk. Keadaan “desensitized to complex argumentation”, gene-
itu, katanya, tidak memungkinkan pemilihan rasi yang sudah terkuras derajat sensitivitasnya
yang berguna. Namun, dalam laporan tentang terhadap argumentasi yang berbelit-belit (The
pemilihan umum, Feith mengaku terperanjat Nation, Amerika Serikat).
oleh kenyataan bahwa begitu banyak orang Tragis bahwa melawan gejala pendang-
yang melihat dan memperlakukan pemilihan kalan ini menjadi anakronik. Menata suatu
umum “in an almost religious frame of mind”, majalah menjadi organ berpikir bisa juga
seperti sedang melakukan kebaktian agama. menunjukkan gejala yang sama, hanya ditinjau
Sungguh mengharukan pada waktu itu di dari sudut lain, yaitu menghimpun kelompok
tengah penduduk yang hampir separuh re- yang “desentisized to change”, hilang dan terku-
publik buta huruf, politik adalah berpikir dan ras sensitivitas terhadap perubahan, apa pun
karena itu hampir-hampir bertetangga dengan nama perubahan itu.
beragama. Manusia berpikir sedalam-dalamnya Pertarungan antara keduanya mungkin
ketika dia berpikir tentang agama baik untuk menghasilkan krisis di salah satu tempat. Me-
menolak atau menerimanya. ngikis pragmatisme salah kaprah akan me-
Namun, sayang, profesor Feith tidak cukup ngurangi pasar kemewahan dalam arus barang.
panjang umurnya untuk menyaksikan apa yang Meningkatkan kemampuan berpikir hanya
terjadi dengan pemilihan umum tahun 2009. melahirkan generasi kritis yang menghalangi
Dia akan terperanjat sekali lagi seperti dia kemajuan dalam konsumtivisme. Pilihannya
terperanjat tentang antusiasme tahun 1950-an. adalah demi kemajuan zaman harus melepas-
Kalau dulu dikerjakan dengan rangka pikiran kannya dalam kedangkalan karena kedangkalan
keagamaan, dia akan terkejut bahwa kerangka itu mewah dan nikmat dan menghidupkan eko-
Esai 43

nomi. Sekali lagi dua-duanya akan menghasilkan langkan kepentingan akan tetapi menunjukkan
krisis baru lagi. kepentingan dan derajat keterpengaruhannya
dalam suatu penelitian ilmu sosial. Dengan
demikian hasil dibatasi dan diukur berdasarkan
Prisma dan
itu. Prisma akan dililit soal-soal itu.
Abad Duapuluh Satu
Dalam dunia nyata reformasi seolah-olah
Prisma terbit pertama kali tahun 1971 da- memberikan jawaban kepada soal-soal sebagai-
lam lingkungan sosio-budaya-politik dan ekono- mana dikatakan di atas. Sentralisasi dihancurkan
mi yang berbeda, dan salah satu perbedaannya dan desentralisasi menjadi percakapan sehari-
adalah berjayanya paham modernisasi, baik hari. Konsep besar seperti negara, sentralisasi,
sebagai suatu cita-cita maupun suatu gerak. pusat, diganti dengan konsep lebih kecil, dae-
Prisma menjadi salah satu pendukungnya, sadar rah, de-centering, menciptakan seribu pusat di
atau tidak. Gerak modernisasi bolehlah dikata- segala bidang, dan bukan hanya satu pusat
kan secara kasar sebagai suatu gerak yang dido- besar. Strukturalisme modernis menghasilkan
rong oleh cita-cita untuk maju, meninggalkan dunia lelaki sedangkan destrukturalisme me-
yang lama, kuno, agraris menuju industrialisasi; munculkan dan/atau berusaha untuk memun-
dan yang tidak terdidik menuju pendidikan ting- culkan kehidupan dengan gender balance yang
gi. Semua soal dilihat dalam kacamata dan ana- memadai, pluralisme kehidupan etnik, dan
lisis versi dualisme, masalah-masalah dibahas agama, dan lain sebagainya.
secara biner: hitam x putih; maju x terbelakang; Paham-paham tentang struktur besar se-
modern x kuno, dan lain sebagainya. perti sistem, demokrasi, dan ideologi-ideologi
Ekses karikatural tidak terhindarkan. Bang- besar tidak lagi menguasai wacana. Kalaupun
sa modern adalah bangsa yang derajat mem- sistem masih dibicarakan, ia ditempatkan dalam
baca surat kabar tinggi. Untuk itu surat kabar konteks, kontekstualisasi. Kalau demokrasi
dicetak dan dibagi-bagi di desa-desa. Dengan dibicarakan maka persoalannya dialihkan men-
begitu indeks kemoderenan dipenuhi sampai jadi demokrasi efektif dalam suatu lingkungan
luber meskipun kemampuan membaca efektif budaya tertentu. Menjawab tantangan semua itu
tetap rendah. Dengan begitu kemoderenan da- adalah berpikir bersama beban yang disan-
lam hal ini adalah kegiatan mengejar indeks dan dangnya bersama itu.
bukan isi. Orde Baru bisa dengan pongah Di tengah perkembangan beginilah Prisma
memaklumkan bahwa bukan hanya ABRI yang akan berada, dan tantangan itulah yang akan
bisa masuk desa, akan tetapi koran juga masuk dihadapi Prisma ke depan. Dengan nomor
desa dan memenangkan pertandingan mo- perdana abad dua puluh satu obsesi diharapkan
dernisasi demi modernisme. berhenti menjadi hantu, dan ilusi berkurang
Semua itu kini dipersoalkan sampai kepada kadarnya. Namun, sama sekali tak ada manfa-
prinsip kemoderenan untuk mengejar dan atnya untuk membuktikan bahwa dua-duanya
membela prinsip “obyektivitas”. Tidak ada yang sudah bersublimasi menjadi motivasi yang
obyektif semuanya tergantung dari perspektif. harus dengan sendirinya mencuat ke permu-
Yang disebut sebagai obyektif lebih terikat kaan dalam kerja.
pada budaya dan khas dari segi budaya. Keti- Prisma berusaha untuk turut mengambil
dakberpihakan dilawan dengan “prinsip me- beban “pemikiran sosial ekonomi” untuk
ngambil pihak” dengan alasan tidak ada ilmu apa menghadapi itu semua. Dengan menerima dan
pun yang mampu melepaskan dirinya dari mengerjakan beban tersebut berarti berpikir
kepentingan. Persoalannya bukannya menghi- karena berpikir adalah berbuat•

Anda mungkin juga menyukai