Anda di halaman 1dari 23

Laporan Pendahuluan

Space occupying lesion (sol)

A. PENGERTIAN

SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah


mengenai adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak.
Terdapat beberapa penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti
kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. (Suzanne
dan Brenda G Bare 2011).

Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas
yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah
satu tumor susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas
disusunan saraf pusat adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam
intracranial atau dalam kanalis spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh
sifat-sifat proses ganas spesifik seperti yang berasal dari sel-selsaraf di
meaningen otak, termasuk juga tumor yang berasal dari sel penunjang
(Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak. (Fransisca B Batticaca.
2012: 84).

Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi


maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang
meluas pertama kali dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari
rongga cranium. Akhirnya vena mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi
darah otak dan cairan serebrospinal mulai timbul dan tekanan intracranial mulai
naik. Kongesti venosa menimbulkan peningkatan produksi dan penurunan
absorpsi cairan serebrospinal dan meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-
hal seperti diatas.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari kebanyakan tumor otak tetap tidak diketahui, namun beberapa
tumor, faktor predisposisinya diketahui:
 Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang jelas.
Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat untuk
memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
 Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang
mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya
sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan
merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada
kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
 Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi.
 Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
 Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini
telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitrosoethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewana
C. ANATOMI FISIOLOGI
Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak
di cavum cranii. Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat
dewasa seberat 1400-1500 gram.
Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga
disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan.
Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan manusia dengan
binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir,
analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan
visual.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang
menyerupai parit disebut sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing
adalah: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.
• Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari
Otak Besar.
Mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus
precentralis, girus frontalis superior, girus frontalis media, girus frontalis
inferior,girus recrus, dirus orbitalis, dan lobulus paracentralis superior. Lobus
ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak,
kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,
kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan
bahasa secara umum.
• Lobus Parietal berada di tengah, mulai dari sulcus centralis menuju lobus
occipitalis dan cranialis dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis,
lobulus parietalis superior,dan lobulus parietalis inferior-inferior-posterior.
berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan
dan rasa sakit.
• Lobus Temporal berada di bagian bawah terletak antara polus temporalis
dan polus occipitalis dibawah sulcus lateralis berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk
suara.
• Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, terletak antara sulcus
parieto occipital dengan sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan,
cuneus dan girus lingualis, berhubungan dengan rangsangan visual yang
memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap objek
yang ditangkap oleh retina mata.
Area Broca yang betanggungjawab untuk kemampuan berbicara,
terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik
korteks yang mengontrol otot-otot penting untuk artikulasi.
Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-
lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan
pemahaman bahasa. Daerah ini berperan penting dalam pemahaman
bahasa baik tertulis maupun lisan. Selain itu, daerah ini bertanggung jawab
untuk memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui
seberkas saraf ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi
pembicaraan.
Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar
separuh dari luas korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang
disebut daerah asosiasi berperan dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi
luhur).
Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis
tepat di anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas
volunteer (2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang
dan penentuan pilihan (3) sifat-sifat kepribadian. Korteks asosiasi parietalis-
temporalis-oksipitalis dijumpai pada peetemuan ketiga lobus. Di lokasi ini
dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-sensasi somatic, auditorik, dan
visual yang berasal dari ketiga lobus untuk pengolahan persepsi yang
kompleks.
Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus
temporal. Daerah ini berkaitan dengan motivasi dan emosi.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga
menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang
dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis,
gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan
pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi,
misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan makanan ke dalam
mulutnya atau tidak mampu mengancingkan baju
3. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau
rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung
atau sumsum tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar
manusia termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh,
mengatur proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar
manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.
Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil
mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan
merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang yang tidak kita kenal
terlalu dekat .

Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:


• Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak tengah
berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran
pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
• Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri badan
menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol funsi
otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
• Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau
tertidur.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.
Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering
disebut dengan otak mamalia. Komponen limbik antara lain hipotalamus,
thalamus, amigdala, hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah
satu fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat
perhatian dan mana yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi
yang tak tersentuh oleh indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak
emosi atau tempat bersemayamnya rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav
Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah Sadar" atau ketidaksadaran
kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti menolong orang dan
perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini sebagai
tempat duduk bagi semua nafsu manusia, tempat bermuaranya cinta,
penghargaan dan kejujuran.
D. PATOFISIOLOGI / PATHWAY

Idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak


Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Nekrosis jar. otak Penyerapan cairan otak

Kerusakan jar. Neuron Gang.Suplai Hipoksia Obstruksi vena di otak


( Nyeri ) darah jaringan

Kejang Gang.Neurologis Gang.Fungsi Gang.Perfusi Oedema


fokal otak jaringan

Defisit Disorientasi Peningkatan TIK Hidrosefalus


neurologis

Resti.Cidera Perubahan
 Aspirasi
proses pikir
sekresi
 Obs. Jalan
nafas Bradikardi progresif, Bicara terganggu,
Hernialis ulkus
 Dispnea hipertensi sitemik, afasia
 Henti nafas gang.pernafasan
 Perubahan pola
nafas
Ancaman Gang.Komunikasi Menisefalon
kematia verbal tekanan
Gang.Pertukaran
gas Cemas Mual, muntah,
Gang.kesadaran
papileodema, pandangan
Gang. Rasa kabur, penurunan fungsi
( Suddart, Brunner. 2001) pendengaran, nyeri
nyaman
kepala
E. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)
1. Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2. Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a) Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak
pada satu sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b) Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan
dengan tumor) dan halusinasi penglihatan.
c) Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d) Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional
dan tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi
ekstrim yang tidak teratur dan kurang merawat diri
e) Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan
saraf kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf
kelima), kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas
fungsi motorik.
f) Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia.
( Brunner & Sudarth, 2003 ; 2170 )
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi
informasi tentang sistem vaskuler.
2. MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam
batang otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam
gambaran yang menggunakan CT Scan

3. Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan


untuk memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.

4. Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor

5. Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal

G. PROGNOSIS
Tergantung jenis tumor spesifik. Meskipun diobati, hanya sekitar 25%
penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun.
Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5
tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati
bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif
dilakukan pada:
1. penderita yang berusia dibawah 45 tahun
2. penderita astrositoma anaplastik
3. penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat
melalui pembedahan.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan kanker metastatik tergantung kepada sumber kankernya. Sering
dilakukan terapi penyinaran.Jika penyebarannya hanya satu area, maka bisa
dilakukan pembedahan.
1. Terapi Steroid
Steroid secara dramatis mengurangi edema sekeliling tumor
intrakranial, namun tidak berefek langsung terhadap tumor. Dosis
pembebanan dekasametason 12 mg. iv, diikuti 4 mg. q.i.d. sering
mengurangi perburukan klinis yang progresif dalam beberapa jam.
Setelah beberapa hari pengobatan, dosis dikurangi bertahap untuk
menekan risiko efek samping yang tak diharapkan.
Tumor seller atau paraseller kadang-kadang tampil dengan
insufisiensi steroid. Pada pasien ini perlindungan steroid merupakan
sarat mutlak tindakan anestetik atau operatif.
2. Tindakan Operatif
Kebanyakan pasien dengan tumor intrakranial memerlukan
satu atau lebih pendekatan bedah-saraf. Contohnya antara lain
sebagai berikut:
Kraniotomi: Flap tulang dipotong dan dibuka dengan melipat.
Burr hole: Untuk biopsi langsung atau stereotaktik.
Pendekatan Transsfenoid: Melalui sinus sfenoid kefossa pituitari.
Pendekatan Transoral: Membuang arkus atlas, peg odontoid dan
klivus memberikan jalan mencapai aspek anterior batang otak dan
cord servikal atas. Jarang digunakan. Biasanya untuk tumor letak
depan seperti neurofibroma, khordoma.
Kraniektomi: Burr hole diikuti pengangkatan tulang sekitarnya untuk
memperluas bukaan, rutin digunakan untuk pendekatan pada fossa
posterior.
Prosedur biopsi, pengangkatan tumor parsial/ dekompresi internal
atau pengangkatan total tumor tergantung asal dan lokasi tumor.
Tumor ganas primer yang infiltratif mencegah pengangkatan total dan
sering operasi dilakukan terbatas untuk biopsi atau dekompresi
tumor. Prospek pengangkatan total membaik pada tumor jinak seperti
meningioma atau kraniofaringioma; bila banyak tumor yang
terabaikan, atau bagian tumor mengenai struktur dalam, bisa
berakibat rekurensi.
3. Radioterapi
Saat ini tindakan terhadap tumor intrakranial menggunakan salah
satu dari cara berikut:
- sinar-x megavoltase
- sinar gama dari kobalt60
- berkas elektron dari akselerator linear
- partikel yang dipercepat dari siklotron, seperti neutron, nuklei
dari helium, proton
Sebagai alternatif, tumor ditindak dari dalam (brakhiterapi)
dengan mengimplantasikan butir radioaktif seperti ytrium90.
Kontras dengan metoda tua dengan 'terapi sinar-x dalam', tehnik
modern memberikan penetrasi jaringan lebih dalam dan
mencegah kerusakan radiasi terhadap permukaan kulit. Efek
radioterapi tergantung dosis total, biasanya hingga 6.000 rad,
dan durasi pengobatan. Harus terdapat keseimbangan terhadap
risiko pada struktur normal sekitar. Umumnya, makin cepat sel
membelah, makin besar sensitivitasnya. Radioterapi terutama
bernilai pada pengelolaan tumor ganas; astrositoma maligna,
metastasis, medulloblastoma dan germinoma, namun juga
berperan penting pada beberapa tumor jinak; adenoma pituitari,
kraniofaringioma. Karena beberapa tumor menyebar melalui
jalur CSS seperti medulloblastoma, iradiasi seluruh aksis neural
menekan risiko terjadinya rekurensi dalam selang waktu singkat.
Komplikasi Radioterapi: Setelah tindakan, perburukan pasien
bisa terjadi karena beberapa hal:
- selama tindakan: peningkatan edema, reversible
- setelah beberapa minggu/bulan: demielinasi
- enam bulan-10 tahun: radionekrosis, irreversible (biasanya satu
hingga dua tahun)
Komplikasi serupa mungkin mengenai cord spinal setelah
iradiasi tumor spinal.
Sensitiser sel hipoksik: Saat radioterapi, bagian dari proses
destruktif adalah konversi oksigen ke ion hidroksil. Adanya area
hipoksik didalam jaringan tumor menambah radioresistensi.
Penggunaan sensitiser sel hipoksik seperti misonidazol,
bertujuan meningkatkan sensitivitas didalam regio ini. Manfaat zat
ini masih dalam pengamatan.
4. Khemoterapi
Manfaatnya belum jelas. Yang biasanya digunakan
adalah BCNU, CCNU, metil CCNU, prokarbazin, vinkristin dan
metotreksat.
Obat khemoterapeutik ideal adalah membunuh sel
tumor secara selektif; namun respon sel tumor berkaitan langsung
dengan dosis. Tak dapat dihindarkan, dosis tinggi menyebabkan
toksisitas 'bone marrow'. Dalam praktek, kegagalan menimbulkan
tanda depresi 'marrow' (antara lain leukopenia) menunjukkan dosis
yang tidak adekuat.
Efek samping merintangi pemakaian khemoterapi pada
tumor jinak atau 'derajat rendah'. Pada pasien dengan tumor ganas,
beberapa penelitian menunjukkan terapi tunggal atau kombinasi
menghasilkan beberapa remisi tumor, namun penelitian terkontrol
acak memperlihatkan hasil yang tak sesuai. Pada astrositoma
maligna, BCNU mungkin bermanfaat sedang. Pada medulloblastoma,
terapi kombinasi CCNU dan vinkristin mungkin memperlambat
rekurensi.
5. Kombinasi radio-kemoterapi
Kombinasi radio-kemoterapi mulai dikembangkan.
Peningkatan ketahanan hidup selama 1 tahun sebanyak 10% dan 2
tahun sebanyak 8,6%. Nitrosourea (BCNU) merupakan regimen yang
paling efektif.
6. Rehabilitasi
 Merupakan bagian yang sangat penting pada bagian terapi
 Tergantung pada kebutuhan pasien dan bagaimana tumor
mempengaruhi aktivitas kerja
 Occupational terapi, untuk mengatasi kesulitan dalam aktivitas
untuk kehidupan sehari-hari seperti makan, mandi, berpakaian
dan pergi ke toilet
 Physical terapi terutama pada lengan yang lemah atau
paralyse dan pada gangguan keseimbangan
 Speech terapi terutama pada pasien dengan gangguan bicara.

Efek samping terapi :


- Efek samping yang timbul karena pengobatan untuk menghancurkan tumor
juga merusak sel yang sehat
- Efek samping tergantung pada jenis terapi yang digunakan
- Efek samping kraniotomi:
Merusak sel otak yang normal, udem otak, lemah, gangguan fungsi koordinasi,
perubahan personaliti, gangguan bahasa dan gangguan memori, kejang, gejala
kanan bertambah berat dari sebelumnya, tetapi akan hilang atau berkurang
dengan berjalannya waktu.
- Efek samping radioterapi :
Nausea, rambut rontok, reaksi kulit pada daerah terapi, sakit kepala, gangguan
memori, kejang
- Efek samping kemoterapi:
Antikanker mempengaruhi pertumbuhan sel secara cepat sehingga pasien
mudah terserang infeksi, nafsu makan berkurang, vomitus, sakit tenggorokan,
rambut rontok, infertilitas, menopause dini, kerusakan ginjal, tinitus, gangguan
pendengaran

ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi,
whezing, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran
mukosa pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.

4. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri
atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun
cara yang cukup jelas dan cepat adalah
Awake :A
Respon bicara:V
Respon nyeri :P
Tidak ada respon:U
5. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera
yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi inline harus dikerjakan.

J. PENGKAJIAN SEKUNDER
1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.

3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian


tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.

4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,
empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).

5) Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
N : menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
7) Eliminasi
Gejala : -
Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
8) Nutrisi
Gejala : kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
9) Hygiene
Gejala : -
Tanda : ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan diri (pada
periode akut).
10) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan.
Tanda : penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit
dalam keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus,
kejang umum lokal.
11) Nyeri / kenyamanan
Gejala : sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
12) Pernapasan
Gejala : adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah
13) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke
jaringan otak
2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi
4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat
tekanan pada serebelum (otak kecil)
5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan.

L. INTERVENSI
1) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungn dengan kurangnya darah ke
jaringan otak
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam diharapkan perfusi jaringan
kembali normal dengan kriteria hasil :
a) TTV normal
b) Kesadaran pasien kembali seperti sebelum sakit
c) Gelisah hilang
d) Ingatanya kembali seperti sebelum sakit
Intervensi :
a) Memantau status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya seperti GCS
b) Memantau frekuensi dan irama jantung

c) Memantau suhu juga atur suhu lingkungan sesuai kebutuhan. Batasi


penggunaan selimut dan lakukan kompres hangat jika terjadi demam

d) Memantau masukan dan pengeluaran, catat karakteristik urin, tugor kulit


dan keadaan membrane mukosa

e) Mengunakan selimut hipotermia

f) Kolaborasi pemberian obatse suai indikasi seperti steroid, klorpomasin,


asetaminofen

Rasional :
a) Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan
potensi TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi,
penyebaran, luas,dan perkembangan dari kerusakan
b) Perubahan pada frekuensi dan disritmia dapat terjadi yang
mencerminkan trauma atau tekanan batang otak tentang ada tidaknya
penyakit

c) Demam biasanya berhubungan dengan proses inflamasi tetapi mungkin


merupakan komplikasi dari kerusakan pada hipotalamus

d) Hipertermi meningkatkan kehilangan air dan meningkatkan resiko


dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun

e) Membantu dalam mengontrol peningkatan suhu


f) Dapat menurunkan permebilitas kapiler untuk membatasi pembentukan
edema, mengatasi menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan
metabolism seluler/ menurunkan konsumsi oksigen

2) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3x24 jam nyeri hilang dengan kriteria
hasil :
a) Nyeri hilang
b) Pasien tenang

c) Tidak terjadi mual muntah

d) Pasien dapat beristirahat dengan tenang

Intervensi :
a) Memberikan lingkungan yang tenang
b) Meningkatkan tirah baring, bantu perawatan diri pasien

c) Meletakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata

d) Mendukung pasien untuk menemukan posisi yang nyaman

e) Memrikan ROM aktif/pasif

f) Mengunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri leher/punggung


yang tidak ada demam

g) Kolaborasi pemberian obat analgetik seperti asetaminofen, kodein sesuai


indikasi

Rasional :
a) Menurunkan reaksi terhadap stimulus dari luar dan meningkatkan
istirahat
b) Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

c) Meningkatkan vasokontriksi, penumpukan resepsi sensori yang akan


menurunkan nyeri

d) Menurun kaniritasi meningeal dan resultan ketidaknyamanan lebih lanjut

e) Membantu merelaksasi ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri

f) Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit

g) Untuk menghilangkan nyeri yang hebat

3) Gangguan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan kurang nutrisi


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan
pasien menjadi adekuat dengan kriteria hasil :
a) Mual muntah hilang
b) Napsu makan meningkat
c) BB kembali seperti sebelum sakit

Intervensi :
a) Mengkaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan
b) Memberi makanan dalam jumlah kecil dan sering

c) Menimbang berat badan

d) Kolaborasi dengan ahli gizi

Rasional :
a) Menentukan pemilihan terhadapjenis makanan sehingga pasien
terlindungi dari aspirasi
b) Meningkatkan proses pencernaan dan kontraksi pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan

c) Mengevaluasi keefektifan/ kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

d) Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan


kalori/nutrisi

4) Gangguan imobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kesadaran akibat


tekanan pada serebelum (otak kecil).
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien dapat
menunjukkan cara mobilisasi secara optimal. Kriteria hasil :

a) Klien dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi tubuh yang sakit,

b) Mempertahankan integritas kulit dan kandung kemih dan fungsi usus.

Intervensi :
a) Memeriksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada
kerusakan yang terjadi.
b) Mengkaji derajat imobilitas pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0 – 4)

c) Meletakkan pasien pada posisi tertentu, ubah posisi pasien secara


teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara waktu

Rasional :
a) Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
b) Seseorang dalam semua kategori sama – sama mempunyai risiko
kecelakaan namun katagori 2 – 4 mempunyai resiko terbesar untuk
terjadinya bahaya tsb sehubungan dengan imobilisasi.

c) Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap berat


badan dan meningkatkan sirkulasi seluruh bagian tubuh.

5) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan penglihatan


Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 24 jam diharapkan penglihatan
pasien kembali normal dengan kriteria hasil : Pasien dapat melihat dengan
jelas
Intervensi :
a) Memastikan atau validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik,
orientasikan kembali pasien secara teratur pada lingkungan, dan
tindakan yang akan dilakukan terutama jika penglihatannya terganggu
b) Membuat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan

c) Memberikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dam


melakikan aktivitas

d) Merujuk pada ahli fisioterapi

Rasional :
a) Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan
persepsi, gangguan fungsi kognitif dan atau penurunan penglihatan dapat
menjadi potensi timbulnya disorientasi dan ansietas
b) Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan
untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi sensori

c) Menurunkan fruktasi yang berhubungan dengan perubahan


kemampuan /pola respon yang memanjang
d) Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan
berintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/
ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada
peningkatan evaluasi, dan fungsi fisik, kognitif, dan perseptual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Brenda G. Bare, Suzanne C. Smeltzer. 2011. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
2. Batticaca, Fransisca.2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
3. Brunner & Sudarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8 Vol
3. EGC. Jakarta
4. Doenges.EM. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
5. Price, Sylvia A. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses
Penyakit. Edisi 6 Vol.2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai