Anda di halaman 1dari 14

Teori Etika Bisnis Islam Dalam Produksi, Distribusi, dan

Konsumsi

Disusun oleh:
Fathien Ramadhoni (1711140010)
Sari Puspita Dewi (1711140032)

Abstrak
Di dalam Etika bisnis islam merupakan pedoman dalam kegiatan ekonomi dan
bisnis yang digali langsung dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi. Prinsip etika
bisnis islam yang perlu diterapkan dalam bisnis islam adalah kesatuan,
keseimbangan, kehendak bebas, tanggung jawab dan ihsan. Salah satu
tanggung jawab seorang pebisnis muslim adalah mematuhi hukum formal dan
non formal yang berlaku dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012.
Selain itu di dalam etika bisnis islam terdapat beberapa bagian yang
diterapkan dalam bisnis. Dengan adanya bagian etika bisnis islam maka dalam
jurnal ini kami membahas tentang “Etika Bisnis Islam Dalam Produksi,
Distribusi, dan Konsumsi”. Dalam kegiatan etika bisnis islam dalam produksi,
distribusi, dan konsumsi adalah merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak
bisa dipisahkan. Dengan adanya kegiatan itu suatu bisnis ini diharapkan para
pelaku bisnis dapat menjalankan bisnisnya sesuai tugas masing-masing
bertujuan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya, akan tetapi yang
paling penting adalah mencari keridhaan dan mencapai keberkahan atas rezeki
yang diberikan oleh Allah SWT.

Kata kunci: Etika Bisnis Islam Dalam Produksi, Distribusi, dan Konsumsi.

1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bisnis telah menjadi aspek penting dalam hidup manusia. Sangat wajar
jika Islam memberi tuntunan dalam bidang usaha. Usaha mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya bahkan ditempuh dengan cara tidak etis telah menjadi
kesan bisnis yang tidak baik. Etika bisnis sangat urgen untuk dikemukakan
dalam era globalisasi yang terjadi di berbagai bidang dan kerap mengabaikan
nilai-nilai etika dan moral. Oleh karenanya, Islam sangat menekankan agar
aktivitas bisnis tidak semata-mata sebagai alat pemuas keinginan tetapi lebih
pada upaya menciptakan kehidupan seimbang disertai perilaku positif bukan
destruktif.
Beberapa unsur dalam berbisnis itu ialah produksi, distribusi, dan
konsumsi. para ekonom mendefinisikan produksi sebagai menghasilkan
kekayaan melalui eksploitasi manusia terhadap sumber-sumber kekayaan
lingkungan.Bila diartikan secara konvensional, produksi adalah proses
menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan
menggunakan sumber yang ada. Sedangkan Disrtibusi adalah suatu proses
penyaluran atau penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen
dan para pemakai. Kemudian Konsumsi berperan sebagai pilar dalam
kegiatan ekonomi seseorang (individu), perusahaan maupun negara.
Bisnis dalam perspektif Al Qur’an disebut sebagai aktivitas yang
bersifat material sekaligus immaterial. Suatu bisnis bernilai jika secara
seimbang memenuhi kebutuhan material dan spiritual, jauh dari kebatilan,
kerusakan dan kezaliman. Akan tetapi mengandung nilai kesatuan,
keseimbangan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, kebenaran, kebajikan
dan kejujuran. Pada kesempatan ini kami akan menjelaskan tentang teori etika
bisnis islam dalam produksi, distribusi, dan konsumsi.

2
PEMBAHASAN

A. Teori Etika Bisnis Islam dalam Produksi


Berbicara tentang etika bisnis islam pada sektor agribisnis menjadikan
suatu pokok pembahasan khusus tentang etika bisnis yang diterapkkan pada
sector agribisnis sesuai dengan kode etik yang berlaku dalam islam. Melihat
banyaknya petani dan pengusaha muslim di Indonesia yang bergerak di sector
gribisnis tersebut, maka perlu diterapkan nilai-nilai moralitas dan aspek-aspek
normative atau etika bisnis yang berlaku dalam ajaran islam. Karena dalam islam
semakin beretika seseorang maka orang tersebut semakin berproduksi.1
Untuk menerapkan etika bisnis yang sesuai dengan ajaran islam pada
sector agribisnis, terlebih dahulu ditanamkan nilai-nilai etika pada titik pangkal
yang menjadi dasar kegiatan itu. Berarti etika bisnis islam harus diterapkan
terlebih dahulu di bidang produksi ketimbang bidang yang lain. Karena
merupakan titik pusat dari kegiatan agribisnis tersebut. Para ahli ekonomi
mendefinisikan produksi sebagai menciptakan kekayaan melalui eksploitasi
manusia terhadap sumber-sumber kekayaan lingkungan.
Dari sisi pandang konvensional, biaya produksi dilihat dari tiga hal,
yaitu : apa yang diproduksi, bagaimana memproduksiya, dan untuk siapa barang
atau jasa diproduksi. Dalam ekonomi konvensional, terdapat empat faktor dalam
produksi, yaitu bumi (alam), modal, keahlian, tenaga kerja. Para pengkaji
ekonomi sosialis menganggap faktor tenaga kerja merupakan faktor terpenting
dalam berproduksi. Namun pengnut sosialisme tidak memberikan pengakuan dan
penghargaan terhadap hak milik individu, sehingga faktor tenaga kerja atau
manusia turun derajatnya menjadi sektor pekerja atau kelas pekerja. Sedangkan

1
Sukarno, “Etika Produksi Perspektif Ekonomi Islam”, Program Studi Ekonomi Islam,
(Bogor: FAI-UIKA, 2010), hlm 32, t.d.

3
para penganut paham kapitalis, yang saat ini menguasai dunia, beranggapan
bahwa modal atau kapital sebagai faktor yang terpenting.
Berbeda dengan pengkaji dalam bidang ekonomi islam yang berbeda
pendapat tentang apa yang diterapkan atau dikesampingkan islam diantara empat
faktor produksi itu. Menurut Yusuf Qhardawi ada dua faktor utama dalam
kegiatan produksi yaitu tanah (alam), dan kerja. Yusuf Qhardawi menganggap
tanah adalah kekayaan alam yang telah diciptakan Allah untuk kepentingan
manusia dalam merealisasi cita-cita dan tujuannnya. Sedangkan kerja adalah
segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik jasmani
maupun akal pikiran, untuk mengelola kekayaan alam ini bagi kepentingannya.2
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan
yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun di masa mendatang.
Berbeda dengan islam, konsep produksi di dalam ekonomi islam tidak semata-
mata bermoif memaksimalkan keuntungan dunia, tetapi lebih pentig untuk
mencapai maksimalisasi keuntungan akhirat. Dalam QS. Al-Qashash/ 28: 77
Allah berfirman:
‫َصي َبكَ ِمنَ ٱلدُّ ْن َيا ۖ َوأ َحْ سِن‬ ِ ‫َنس ن‬َ ‫اخ َرة َ ۖ َو ََل ت‬
ِ ‫ٱل َء‬ ْ ‫هار‬ ‫َوٱ ْبتَغِ ِفي َما ٓ َءات َٰىكَ ه‬
َ ‫ٱَّللُ ٱلد‬
َ‫ٱَّللَ ََل ُي ُِِحُّبُّ ْٱل ُم ْف ِسدُِين‬ ِ ‫سادَ فِى ْٱَأْل َ ْر‬
‫ِض ۖ إِ هَّن ه‬ َ َ‫ٱَّللُ إِلَيْكَ ۖ َو ََل تَبْغِ ْٱلف‬
‫سنَ ه‬ َ ْ‫َك َما ٓ أَح‬
Artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan”.

2
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 65.

4
Ayat diatas mengingatkan manusia untuk mencari kesejahteraan
akhirat tanpa melupakan urusan dunia. Artinya urusan dunia merupakan sarana
untuk memperoleh kesejahteraan akhirat. Orang bisa berkompetisi dalam
kebaikan untuk urusan dunia, tetapi sejatinya mereka sedang berlomba-lomba
mencapai kebaikan di akhirat.
Beberapa ekonomi muslim turut pula mendefinisikan mengenai
produksi dalam perspektif Islam, yaitu sebagai berikut.
a. Kahf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif Islam sebagai
usaha manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik material, tetapi
juga moralitas, sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana
digariskan dalam agama, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.3
b. Siddiqi (1992) mendefinisikan kegiatan produksi sebagai penyediaan barang
dan jasa dengan memperhatikan nilai keadilan dan kemanfaatan (maslahah)
bagi masyarakat. Dalam pandangannya, selama produsen telah bertindak adil
dan membawa kebajikan bagi masyarakat, ia telah bertindak Islami.
c. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata “produksi” dalam
bahasa Arab dengan kata al-intaj, yang secara harfiah dimaknai dengan ijadu
sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin
bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin
muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan
penggabungan unsur-unsur produksi, yang terbingkai dalam waktu yang
terbatas).
d. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya, muqaddimah fi’ilm al-iqtishad
al-islamy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan
proses produksi, dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang
diambil dari hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya harus

3
Lukman Hakim, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 70.

5
mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak
membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat.
e. Al-Haq menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan
barang dan jasa yang merupakan fardhu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi
banyak orang pemenuhannya bersifat wajib.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
produksi merupakan proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya
menjadi output dalam rangka meningkatkan dan memberi maslahah bagi manusia
Selain itu efisiensi dalam produksi islam lebih dikaitkan dengan penggunaan
prinsip produksi yang dibenarkan syariah. Dengan kata lain, efisiensi produksi
terjadi jika menggunakan prinsip-prinsip produksi sesuai syariah islam.
Etika bisnis islam dalam berproduksi, sejak dari kegiatan
mengorganisasi faktor produksi, proses produksi hingga pemasaran dan
pelayanan kepada konsumen, semuanya harus mengikuti moralitas Islam.
Metwally (1992) mengatakan bahwa perbedaan dari perusahaan-perusahaan non
islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada kebijakan-kebijakan ekonomi
dan strategi pasar. Produksi barang dan jasa yang dapat merusak moralitas dan
menjauhkan manusia dari nilai-nilai religius tidak diperbolehkan.
Adapun Etika dalam berproduksi yaitu sebagai berikut:
a. Peringatan Allah akan kekayaan alam.
b. Berproduksi dalam lingkaran yang Halal. Sendi utamanya dalam berproduksi
adalah bekerja, berusaha bahkan dalam proses yang memproduk barang dan
jasa yang toyyib, termasuk dalam menentukan target yang harus dihasilkan
dalam berproduksi.
c. Etika mengelola sumber daya alam dalam berproduksi dimaknai sebagai
proses menciptakan kekayaan dengan memanfaatkan sumber daya alam harus
bersandarkan visi penciptaan alam ini dan seiring dengan visi penciptaan
manusia yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.

6
d. Etika dalam berproduksi memanfaatkan kekayaan alam juga sangat tergantung
dari nilai-nilai sikap manusia, nilai pengetahuan, dan keterampilan. Dan
bekerja sebagai sendi utama produksi yang harus dilandasi dengan ilmu dan
syari’ah islam.
e. Khalifah di muka bumi tidak hanya berdasarkan pada aktivitas menghasilkan
daya guna suatu barang saja melainkan Bekerja dilakukan dengan motif
kemaslahatan untuk mencari keridhaan Allah Swt.

B. Teori Etika Bisnis Islam dalam Distribusi


Secara bahasa, distribusi berasal dari bahasa inggris (distribution)
yang artinya penyaluran dan pembagian atau pengiriman barang atau jasa kepada
beberapa orang atau tempat. Disrtibusi adalah suatu proses penyaluran atau
penyampaian barang atau jasa dari produsen ke konsumen dan para pemakai.
Distribusi dalam ekonomi islam dimaknai lebih luas yang mencakup pengaturan
kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan.Islam
memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan pribadi, dan meletakan
pada masing-masing keduanya aturan-aturan untuk mendapatkan, menggunakan,
dan memilikinya, serta aturan-aturan tentang warisan, hibah, dan wasiat. Dalam
etika islam, distribusi lebih ditekankan pada penyaluran harta kekayaan yang
diberikan kepada beberapa pihak, baik individu, masyarakat, maupun negara.4
Salah satu tujuan dari distribusi yaitu mengurangi ketidaksamaan
pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat. Apabila terjadi perbedaan ekonomi
yang mencolok antara yang kaya dan miskin akan mengakibatkan adanya sifat
saling benciyang pada akhirnya melahirkan sikap permusuhan dan perpecahan
dalam masyarakat. Islam mengakui adanya perbedaan jumlah harta antar
individu dalam masyarakat.

4
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.
82.

7
Islam tidak membolehkan distibusi barang atau jasa yang dilarang
seperti bunga modal dan bunga pinjaman yang termasuk di dalamnya riba, hasil
pencurian, khamer, dan sebagainya. Etika bisnis islam menghendaki agar suatu
barang didistribusikan kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. Karna
kalau tidak di bagikan kepada yang berhak menerimanya, suatu barang tidak
akan bisa dinikmati oleh orang yang berhak tersebut, misalnya zakat.
Contoh kegiatan distribusi adalah agen koran, agen beras dan lain-lain.
Pada sisi lain distribusi dimaknai sebagai suatu kegiatan penyaluran harta atau
jasa yang dimiliki kepada orang lain, baik individu maupun orang lain. Contoh
kegiatannya memberi sumbangan atau bantuan, wakaf, zakat, waris -mewarisi.
Ada beberapa etika islam yang dianjurkan dalam kegiatan distribusi,
yaitu: :
1. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
2. Memberikan informasi tentang barang secara jujur dan transparan, apa
adanya, tidak menggoda, dan menjerumuskan pembeli.
3. Tidak mendistribusikan barang-barang yang membahayakan dan yang
diharamkan.
4. Melakukan metode distribusi bersifat jujur, memegang amanah dan
berdakwah.
5. Tidak mengurangi ukuran, standar, kualitas, timbangan secara curang.
6. Harus tetap menjaga sifat adil dalam segala bentuk.
7. Melarang kegiatan monopoli ang merusak kepentingan sosial.
8. Menganjurkan sifat saling menolong, toleransi, dan sedekah.
9. Tidak melakukan praktik rakus laba. Membebaskan konsumen memilih
keinginanya, tidak melakukan paksaan dan memberikan kepada konsumen
untuk mengembalikan barangnya jika salah beli.5

5
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.
85.

8
C. Teori Etika Bisnis Islam dalam Konsumsi
Konsumsi, berasal dari bahasa Belanda yaitu (Consumptie), adalah
suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna
suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan
kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan
atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Yusuf Qardhawi mendefenisikan konsumsi adalah salah satu
kegiatan utama dalam ekonomi. Konsumsi di dalam Islam tidak bisa lepas dari
etika umum tentang norma dan akhlaq dalam ekonomi Islam.6
Pelaku konsumsi atau orang yang menggunakan barang atau jasa
untuk memenuhi kebutuhannya disebut konsumen. Perilaku konsumen adalah
kecenderungan konsumen dalam melakukan konsumsi, untuk memaksimalkan
kepuasannya. Dengan kata lain, perilaku konsumen adalah tingkah laku dari
konsumen, dimana mereka dapat mengilustrasikan pencarian untuk membeli,
menggunakan, mengevaluasi dan memperbaiki suatu produk dan jasa mereka.
Perilaku konsumen (consumer behavior) mempelajari bagaimana manusia
memilih di antara berbagai pilihan yang dihadapinya dengan memanfaatkan
sumber daya (resources) yang dimilikinya.
Adapun dasar hukum konsumsi:
1. QS. Al-Maidah: 4
‫َُي ْسأَلُونَكَ َماذَا أ ُ ِح هل لَ ُه ْم قُ ْل أ ُ ِح هل لَ ُك ُم ال ه‬
ُ‫ط ِِّي َبات‬
Artinya:
“Mereka menanyakan kepadamu:”apakah yang dihalalkan bagi
mereka?”. Katakanlah dihalalkan bagimu yang baik-baik”.

6
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.
86.

9
2. QS. Al-Baqarah : 172
َ‫ت َما َرزَ ْقنَا ُك ْم َوا ْْش ُك ُروا ِ هَّللِ إِ َّْن ُك ْنت ُ ْم إُِيهاهُ ت َ ْعبُد ُوَّن‬ َ ‫ُيَا أَُيُّ َها الهذُِينَ آ َمنُوا ُكلُوا ِم ْن‬
ِ ‫طيِِّبَا‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”.
3. QS. Al-Mu’minuun : 51
‫ت‬ ‫س ُل ُكلُوا ِمنَ ال ه‬
ِ ‫طيِِّبَا‬ ُّ ‫ُيَا أَُيُّ َها‬
ُ ‫الر‬
Artinya:
“Hai rosul-rosul, makanlah dari makanan yang baik-baik”
4. QS. An-Nahl ayat 114
‫طيِِّباا َف ُكلُوا ِم هما‬
َ ‫َّللاُ َح ََل اَل‬
‫َرزَ قَ ُك ُم ه‬
Artinya:
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rizki yang telah diberikan
Allah kepadamu”.
Ada beberapa aturan etika konsumsi dalam islam yang dapat dijadikan
sebagai pegangan untuk mewujudkan rasionalitas dalam berkonsumsi:
1. Tidak boleh hidup bermewah-mewahan
Tarf adalah sebuah sikap berlebihan dan bermewah-mewahan dalam
menikmati keindahan dan kenikmatan dunia. Islam sangat membenci tarf,
karena merupakan perbuatan yang menyebabkan turunnya adzab dan
rusaknya sebuah kehidupan umat.
2. Pelarangan Israf, Tabdzir dan Safih
Israf adalah melampaui batas hemat dan keseimbangan dalam
berkonsumsi, israf merupakan prilaku dibawah tarf. Tabdzir adalah
melakukan konsumsi secara berlebihan dan tidak proposional, safih adalah
orang yang tidak cerdas dimana ia melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan syariah dan senantiasa menuruti hawa nafsunya.

10
3. Keseimbangan dalam berkonsumsi
` Aturan dan kaidah berkonsumsi dalam sistem ekonomi islam
menganut paham keseimbangan dalam berbagai aspek. Konsumsi yang
dijalankan seorang muslim tidak boleh mengorbankan kemaslahatan
individu dan bermasyarakat. Larangan atas sikap tarf dan israf , bukan
berati mengajak seorang muslim untuk bersikap kikir dan bakhil. Akan
tetapi mengajak kepada konsep keseimbangan , karna sebaik baik perkara
adalah yang di tengah-tengahnya.7
Berdasarkan uraian di atas seorang konsumen ditutut untuk
berkonsumsi secara seimbang, di karenakan berdampak positif bagi
kehidupan individu dan masyarakat, baik dalam etika maupun dalam aspek
sosial dan ekonomi.
4. Larangan berkonsumsi atas barang dan jasa yang membahayakan
Islam mengharamkan konsumsi atas barang dan jasa yang berdampak
negatif terhadap kehidupan sosial dan ekonomi, yang di dalamnya sarat
dengan kemudaratan bagi individu dan masyarakat serta ekosistem
masyarakat bumi. Konsumsi terhadap komoditas dan jasa yang dapat
membahayakan kesehatan dan tatanan kehidupan sosial, sangat berdampak
bagi kehidupan ekonomi. Seperti halnya narkoba,minuman keras, judi dan
penyakit sosial ini menimbulakan tindakan kriminal yang dapat
meresahkan kehidupan masyarakat.

7
Sofyan Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Empat, 2011), hlm.
89.

11
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam etika bisnis islam, aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi
merupakan satu rangkaian kegiatan yang tidak bisa dipisahkan. Produksi adalah
proses menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa dengan
menggunakan sumber yang ada. Memperoduksi sesuatu bukanlah sekedar untuk
dikonsumsi sendiri atau dijual ke pasar. Islam secara khas menekankan bahwa
setiap kegiatan produksi harus pula diwujudkan fungsi sosial. Agar mampu
mengembang fungsi sosial seoptimal mungkin, kegiatan produksi harus
melampaui surplus untuk mencukupi keperluan konsumstif dan meraih
keuntungan financial, sehingga bisa berkontribusi dalam kehidupan sosial.
adapun tujuan produksi dalam etika bisnis Islam adalah untuk memenuhi segala
bentuk kebutuhan hidup manusia. Dengan terpenuhinya kebutuhan manusia ini
diharapkan bisa tercipta kemaslahatan atau kesejahteraan baik bagi individu
maupun kolektif.
Dalam etika islam, distribusi lebih ditekankan pada penyaluran harta
kekayaan yang diberikan kepada beberapa pihak, baik individu, masyarakat,
maupun negara. Contoh kegiatan distribusi adalah agen koran, agen beras dan
lain-lain. Pada sisi lain distribusi dimaknai sebagai suatu kegiatan penyaluran
harta atau jasa yang dimiliki kepada orang lain, baik individu maupun orang lain.
Contoh kegiatannya memberi sumbangan atau bantuan, wakaf, zakat, waris -
mewarisi. Salah satu tujuan dari distribusi yaitu mengurangi ketidaksamaan
pendapatan dan kekayaan dalam masyarakat.
Konsumsi adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau
menghabiskan daya guna suatu benda , baik berupa barang maupun berupa jasa,
untuk memnuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Dalam konsumsi
Allah memerintahkan kepada kita agar mengkonsumsi makanan/barang yang
baik dan di diperoleh dari hasil yang halal. Etika Konsumsi dalam Islam adalah

12
tidak boleh hidup bermewah-mewahan, pelarangan Israf, tabdzir dan safih,
keseimbangan dalam berkonsumsi, Larangan berkonsumsi atas barang dan jasa
yang membahayakan. Manfaatnya adalah ketika konsumen membeli suatu
barang/ jasa , maka ia akan mendapatkan kepuasan dan atau maslahah. Manusia
dalam berproduksi, konsumsi dan distribusi harus sesuai dengan etika islam yang
menjadikan kemakmuran dan ketentraman dalam bermasyarakat.

B. Kritik dan Saran


Mengenai referensi yang membahas Etika Bisnis Islam dalam
produksi, distribusi, dan konsumsi , masih sangat terbatas sehingga penerbit buku
seharusnya lebih memperhatikan hal ini, selain itu isi dari buku ini pembahasan
hanya sedikit sehingga mahasiswa belum sangat memahami materinya.
Walaupun jurnal ini telah diusahakan penyusunnya secermat mungkin,
namun tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan dan kesalahan
baik dari segi penjelasan ataupun penulisannya. Oleh karena itu, dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan kritik yang sifatnya konstruktif serta
koreksi dari pembaca. Dan semoga makalah ini bisa membawa kemanfaatan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. Jakarta: Erlangga.


Harahap. Sofyan. 2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta: Salemba
Empat.
Sukarno, 2010, Etika Produksi Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Ekonomi IslamAl-
Infaq, Vol. 1 No. 1, Program Studi Ekonomi Islam FAI-UIKA Bogor.

14

Anda mungkin juga menyukai