Anda di halaman 1dari 8

PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI DENGAN

GENERAL ANESTESI SEBELUM DAN SESUDAH DIBERIKAN RELAKSASI


OTOT PROGRESIF DI RS PANTI WILASA CITARUM SEMARANG

Maria Dagobercia Uskenat*).,


Ns. Sri Puguh K, M.Kep.,Sp.MB**), Achmad Solechan, S.Kom.,M.Si***)

*)
Mahasiswa Program Studi SI Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang,
**)
Dosen Program Studi SI Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang,
***)
Dosen SI STIMIK ProVisi Semarang

ABSTRAK

Pembedahan adalah salah satu tindakan pengobatan dengan penyembuhan penyakit dengan cara
memotong, mengiris anggota tubuh yang sakit. Pembedahan dilakukan dengan anestesi general
maupun regional. Anestesi general yaitu anestesi yang bertujuan untuk menghilangkan sensasi di
seluruh tubuh dan kesadaran. Pembedahan akan menimbulkan respon psikologis yaitu kecemasan.
Untuk mengurangi kecemasan dapat diatasi dengan menggunakan relaksasi otot progresif, karena
dapat menekan saraf saraf simpatis di mana dapat menekan rasa tegang yang dialami oleh individu
secara timbal balik, sehingga timbul counter conditioning (penghilangan). Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan general anestesi
sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang. Desain penelitian ini menggunakan Quasi eksperimental, dengan rancangan penelitian
“one group pre test – post test design”. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling dengan jumlah 30 orang. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired sample t-
test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat kecemasan
sebelum dan sesudah diberikan relaksasi otot progresif dengan p= 0,000 atau < 0,05. Rekomendasi
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagi salah satu alternatif dalam mengontrol tingkat
kecemasan pasien pre operasi.

Kata kunci: Kecemasan, relaksasi otot progresif, dan pre operasi

ABSTRACT

Surgery is one of treatment measures to cure the disease by cutting and slicing. Surgery is
performed with general or regional anesthesia. General anesthesia is an anesthetic that aims to
eliminate the sensation throughout the body and awareness. Surgery will lead a psychological
response that is anxiety. To reduce the anxiety can be overcome by using progressive muscle
relaxation, because it press on nerves which can suppress the sympathetic nervous tension
experienced by individuals reciprocally, so that the resulting counter conditioning (removal), this
study aims to determine differences in the level of patient anxiety pre surgery with general
anesthesia administered before and after progressive muscle relaxation in the hospital Panti Wilasa
Citarum Semarang. Design Quasi-experimental research uses, the design of the study "one group
pre test - post test design". It uses sampling technique purposive sampling with number 30. The test
is that used in this study is paired sample t-test. The results showed a significant difference between
anxiety levels before and after progressive muscle relaxation is given by p = 0.000 or < 0.05. The
recommendations of this study can be used as an alternative in controlling the level of patient
anxiety pre surgery.

Key words: Anxiety, progressive muscle relaxation, and pre surgery

1
PENDAHULUAN adalah fungsi ego untuk memperingatkan
individu tentang kemungkinan datangnya
Operasi adalah penyembuhan penyakit suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
dengan jalan memotong, mengiris reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan
anggota tubuh yang sakit. Biasanya berfungsi sebagai mekanisme yang
dilaksanakan dengan anestesi baik melindungi ego karena kecemasan
general maupun regional, dirawat inap. memberi sinyal kepada kita bahwa ada
Anestesi general yaitu anestesi yang bahaya dan kalau tidak dilakukan
bertujuan untuk menghilangkan sensasi tindakan yang tepat maka bahaya itu akan
di seluruh tubuh dan kesadaran, jenis meningkat sampai ego dikalahkan.
operasi yang dilaksanakan lebih serius
daripada operasi kecil. Operasi ini Cemas disebabkan oleh hal-hal yang
beresiko pada ancaman jiwa (Long, 1996, tidak jelas, termasuk di dalamnya pasien
hlm.4). yang akan menjalani operasi karena tidak
tahu konsekuensi operasi dan takut
Operasi yang akan dilakukan terhadap prosedur operasi itu sendiri
membutuhkan persiapan mental dan (Muttaqin & Kumala, 2009, hlm.72).
bergantung pada keperawatan pre operatif Perasaan yang tidak menyenangkan ini
yang merupakan tahapan awal dari umumnya menimbulkan gejala-gejala
keperawatan perioperatif. Kesuksesan fisiologis (seperti gemetar, berkeringat,
tindakan operasi secara keseluruhan detak jantung meningkat, dan lain-lain)
sangat bergantung pada fase ini. Hal ini dan gejala-gejala psikologis (seperti
disebabkan fase ini merupakan landasan panik, tegang, bingung, tak dapat
awal untuk kesuksesan tahapan-tahapan berkonsentrasi, dan sebagainya).
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan Perbedaan intensitas kecemasan
pada tahap ini akan berakibat fatal pada tergantung pada keseriusan ancaman dan
tahap berikutnya. Pengkajian secara kemampuan dari mekanisme keamanan
integral fungsional pasien meliputi yang dimiliki seseorang. Perasaan-
fungsi fisik, biologis, dan psikologis perasaan tertekan dan tidak berdaya akan
sangat diperlukan untuk keberhasilan dan muncul apabila orang tidak siap
kesuksesan suatu operasi (Puryanto, menghadapi ancaman (Anonim, 2010,
2009, ¶5). ¶2).

Operasi merupakan tindakan pengobatan Penelitian Makmuri et.al (2007 dalam


yang banyak menimbulkan kecemasan. Puryanto, 2009, ¶6) tentang tingkat
Operasi yang ditunggu pelaksanaannya kecemasan pasien pre operasi fraktur
akan menyebabkan kecemasan pada femur di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono
pasien. Kecemasan yang terjadi Soekarjo Purwokerto menunjukkan
dihubungkan dengan rasa nyeri, bahwa dari 40 orang responden terdapat
kemungkinan cacat, menjadi bergantung 16 orang atau 40,0% yang memiliki
dengan orang lain dan mungkin kematian tingkat kecemasan dalam kategori
(Potter & Perry, 2005, hlm.1790). sedang, 15 orang atau 37,5% dalam
kategori ringan, responden dengan
Kecemasan merupakan reaksi emosional tingkat kecemasan berat sebanyak 7
terhadap penilaian individu yang orang atau 17,5% dan responden yang
subyektif, yang dipengaruhi oleh alam tidak merasa cemas sebanyak 2 orang
bawah sadar dan tidak diketahui secara atau 5%. Hal ini menunjukkan sebagian
khusus penyebabnya (Depkes, 2008, besar pasien pre operasi mengalami
hlm.70). Menurut Freud (dalam Pratiwi, kecemasan.
2010, ¶2) mengatakan bahwa kecemasan

2
Kecemasan pada pasien pre operasi dapat Kecemasan apabila tidak diatasi dapat
dikurangi dengan teknik relaksasi dan menyebabkan pasien tidak mampu
latihan napas dalam. Istilah relaksasi berkonsentrasi dan memahami kejadian
sering digunakan untuk menjelaskan selama perawatan dan prosedur
aktivitas yang menyenangkan. Rekreasi, pembedahan, selain itu dapat
olah raga, pijat, dan menonton bioskop mengganggu proses penyembuhan atau
yang dilakukan untuk mendapatkan pemulihan setelah pembedahan
suasana rileks merupakan contoh yang (Pamungkas, 2008, ¶3).
banyak dikaitkan dengan relaksasi. Efek
relaksasi yang dihasilkan adalah perasaan Tujuan dari penelitian ini adalah
senang, yang mulai digunakan untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan
mengurangi ketegangan, terutama pasien pre operasi dengan general
ketegangan psikis yang berkaitan dengan anestesi sebelum dan sesudah diberikan
permasalahan kehidupan (Ramdani dan teknik relaksasi otot progresif
Putra, 2009, ¶1).
METODE PENELITIAN
Penelitian sejenis yang dilakukan oleh
Suyamto, Prabandari, Marchira (2009) Penelitian ini menggunakan metode
pengaruh relaksasi otot dalam penelitian Quasi eksperimental yang
menurunkan kecemasan dengan skala bertujuan untuk menjelaskan hubungan
kecemasan Test Taylor Manifest Anxiety sebab-akibat sehingga dapat dijadikan
Scale (T-TMAS) mahasiswa menjelang sebagai dasar memprediksi sebuah
ujian akhir pada kelompok perlakuan, fenomena, pendekatan yang digunakan
kecemasan hasil pre test adalah: 25,32 ± adalah one group pre - post test design
5,89 dan kecemasan pos test pada yaitu suatu penelitian yang dilakukan
mahasiswa yang mendapatkan perlakuan dengan cara memberikan pretest
relaksasi terjadi penurunan yang (pengamatan awal), dan posttest
signifikan, yaitu 11,69 ± 2. Pada (pengamatan akhir) (Hidayat, 2007,
kelompok kontrol, kecemasan pre test hlm.29). Populasi dalam penelitian ini
adalah 22,69 ± 2,77. Dan kecemasan post semua pasien yang dilakukan operasi
test pada mahasiswa yang tidak mendapat dengan general anestesi terencana di
perlakuan adalah 24,10 ± 7.87. Hal ini ruang rawat inap Rumah Sakit Panti
menunjukkan kecemasan dapat Wilasa Citarum Semarang pada bulan
diintervensikan dengan relaksasi otot. Desember 2011–Januari 2012. Dalam
penelitian ini teknik sampling yang
Kecemasan pasien pre operasi merupakan digunakan adalah purposive sampling
suatu respon antisipasi terhadap suatu yaitu seluruh pasien yang dilakukan
pengalaman baru yang dapat dianggap operasi terencana dengan general anestesi
pasien sebagai suatu ancaman terhadap yang memenuhi kriteria untuk dilakukan
perannya dalam hidup atau bahkan penelitian. Penelitian ini dimulai tanggal
kehidupannya itu sendiri. Pengalaman 17 Desember 2011-17 Januari 2012.
yang peneliti temukan di beberapa
Rumah Sakit menunjukkan bahwa pasien Alat pengumpul data yang digunakan
yang mengalami kecemasan telah yaitu instrumen yang berupa kuesioner.
mendapatkan intervensi untuk Kuesioner yang digunakan dalam
menurunkan tingkat kecemasan hanya penelitian ini adalah skala kecemasan
saja belum optimal. Kondisi ini modifikasi Hamilton Rating Scale For
menyebabkan pasien kurang Anxiety (HRSA).
mendapatkan keterampilan tentang
bagaimana cara mengontrol kecemasan.

3
Analisa yang digunakan dalam penelitian gangguan kecemasan dapat terjadi pada
ini adalah analisis univariat untuk semua usia, namun lebih sering pada usia
mengetahui distribusi frekuensi variabel dewasa karena banyak masalah yang
yang diteliti yaitu pengaruh relaksasi otot dihadapi. Menurut Nursalam (2001 dalam
terhadap penurunan tingkat kecemasan Kusmarjathi, 2009, hlm.75),
pasien pre operasi. Dalam penelitian ini, mengemukakan bahwa kematangan usia
analisis univariat dengan mencari mean, berpengaruh terhadap sesorang dalam
median dan standar deviasi terhadap menyikapi situasi/penyakitnya dalam
setiap variabel yaitu kecemasan sebelum mengatasi kecemasan yang dialami.
dan sesudah diberikan relaksasi otot
progresif.
2. Karakteristik Jenis Kelamin
Tabel 2
Analisa bivariat terhadap dua variabel Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin
yang diduga berhubungan atau di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
berkorelasi. Analisis bivariat dalam Semarang, 2011, (n=30)
penelitian ini menggunakan uji beda dua
mean dependen (paired sample t-test) Jenis Frekuensi Persentase
dengan nilai probabilitas yang kurang Kelamin
dari taraf signifikan 5% atau 0,05 L 16 53,3
tergolong terdapat perbedaan yang P 14 46,7
signifikan antara kedua sampel yang Total 30 100
berpasangan (Sabri dan Hastono, 2006,
hlm.118). Videbeck (2008, hlm.313)
mengemukakan laki-laki dan perempuan
mempunyai perbedaan tingkat
HASIL PENELITIAN DAN kecemasan, di mana perempuan lebih
PEMBAHASAN mudah tersinggung, sangat peka dan
menonjolkan perasaannya. Sedangkan
1. Karakteristik Usia Responden laki-laki, memiliki karakteristik maskulin
yang cenderung dominan, aktif, lebih
Tabel rasional dan tidak menonjolkan perasaan.
Distribusi Frekuensi di Rumah Sakit Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Panti Wilasa Citarum Semarang, responden paling banyak mengalami
2011, (n=30) kecemasan berjenis kelamin laki-laki
yaitu: 53,3% hal ini terjadi karena
Umur Frekuensi Persentase pembedahan yang dilakukan paling
banyak yaitu operasi fraktur dan Trans
18-23 tahun 5 16,7 Uretra Resection (TUR) di mana operasi
24-29 tahun 2 6,7 TUR hanya untuk kaum laki-laki.
30-35 tahun 4 13,3
36-41 tahun 8 26,7 Hasil penelitian ini sejalan dengan
42-47 tahun 7 3,3 penelitian yang dilakukan oleh Sawitri
dan Sudarwanto (2008) tentang pengaruh
>48 tahun 4 13,3
pemberian informasi pra bedah terhadap
Total 30 100 tingkat kecemasan pada pasien pra bedah
mayor di bangsal orthopedi Rumah Sakit
Usia terbanyak yang mengalami Umum Islam Kustati Surakarta
kecemasan adalah 36-41 tahun. Hal ini didapatkan responden yang banyak
sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Lutfa & Maliya (2008, hlm.188) bahwa

4
mengalami kecemasan adalah laki-laki 4. Pekerjaan
sebanyak 67,2%.
Tabel 4
3. Pendidikan Distribusi Frekuensi Pekerjaan
di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Tabel 3 Semarang, 2011, (n=30)
Distribusi Frekuensi Pendidikan
di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Pekerjaan Frekuensi Persentase
Semarang, 2011, (n=30) PNS 1 3,3
Swasta 21 73,3
Pendidikan Frekuensi Persentase Tidak bekerja 7 23,3
Total 30 100
SD 4 13,3
SMP 6 20,0
SMA 12 40,0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
PT 8 26,7 pekerjaan terbanyak responden adalah
Total 30 100 swasta 70,0%. Jenis pekerjaan di swasta
yang mempunyai penghasilan tidak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menentu dapat mempengaruhi perilaku
responden paling banyak berpendidikan responden dalam menentukan
SMA yaitu 40,0%. Pendidikan bagi setiap pengobatan, membeli obat, biaya
orang memiliki arti masing-masing. perawatan di rumah sakit, dan biaya
Pendidikan pada umumnya berguna pengobatan yang tinggi dapat menambah
dalam merubah pola pikir, pola tingkat kecemasan responden
bertingkah laku, dan pola pengambilan (Kusmarjathi, 2009, hlm.75).
keputusan. Tingkat pendidikan yang
cukup akan lebih mudah dalam 5. Kecemasan Sebelum dan Sesudah
mengidentifikasi stresor dalam diri Diberikan Relaksasi Otot Progresif
sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi Tabel 5
kesadaran dan pemahaman terhadap Distribusi Kategori kecemasan Sebelum
stimulus (Lutfa & Maliya, 2008, dan Sesudah diberikan Intervensi di
hlm.188). Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum
Semarang, 2011, (n=30)
Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kusmarjathi (2009) Skala Frekuensi Persentase
tentang tingkat kecemasan pasien pre Kecemasan
operasi apendiktomi di ruang Bima Pre post Pre post
Tidak ada kecemasan 0 6 0 20,00
Rumah Sakit Umum Daerah Sanjiwani
kecemasan ringan 17 19 56,7 63,3
Gianyar dari 30 responden didapatkan Kecemasan sedang 12 5 40,0 16,7
kecemasan paling banyak dialami Kecemasan berat 1 0 3,3 0
responden yang berpendidikan SMA Kecemasan berat 0 0 0 0
sebanyak 50%. sekali
Total 30 100

Kecemasan merupakan suatu kondisi


kegelisahan mental, keprihatinan,
ketakutan, firasat atau putus asa karena
ancaman yang akan terjadi atau antisipasi
yang tidak dapat diidentifikasi terhadap
diri sendiri (Kozier, et all, 2010,
hlm.525). Kecemasan juga merupakan

5
kekhawatiran pada sesuatu yang akan 6. Perbedaan tingkat Kecemasan pre dan
terjadi dengan penyebab yang tidak jelas post relaksasi otot progresif
dan dihubungkan dengan perasaan tidak
menentu dan tidak berdaya (Stuart, 2007, Tabel 6
hlm.144). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pre
dan Post Relaksasi di Rumah Sakit
Pratiwi (2010, hlm.5) mengemukakan Panti Wilasa Citarum Semarang, 2011,
faktor-faktor yang dapat menyebabkan (n=30)
kecemasan adalah keadaan biologis,
kemampuan Skor Pre Mean Standar P value N
beradaptasi/mempertahankan diri dan Post deviasi
terhadap lingkungan yang diperoleh dari 6,467 4,644 0,000 30
perkembangan dan pengalaman, serta
adaptasi terhadap rangsangan, dan stresor Hasil uji dengan (paired sampel t- test)
atau situasi yang dihadapi. Sumber menunjukkan nilai p 0,000 atau < 0,05
stresor/situasi yang dapat menyebabkan maka dapat disimpulkan ada perbedaan
kecemasan didapatkan dari lingkungan tingkat kecemasan pada pasien sebelum
sosial. Lingkungan sosial mempunyai dan sesudah pemberian relaksasi otot
aturan-aturan, kebiasaan, hukum-hukum progresif.
yang berlaku di daerah tertentu. Hal
inilah yang menyebabkan individu harus Kustanti &Widodo (2008, hlm.131)
dapat menyesuaikan diri dengan mengemukakan relaksasi otot progresif
lingkungan sosial yang ada. Individu adalah salah satu cara dari teknik
yang tidak dapat menyesuikan diri relaksasi yang mengkombinasikan latihan
dengan norma/aturan dalam masyarakat nafas dalam & serangkaian seri kontraksi
akan menyebabkan ketidakseimbangan dan relaksasi otot tertentu. Teknik ini
dalam diri dan sosialnya, sehingga dapat didasari bahwa tubuh bereaksi terhadap
menimbulkan kecemasan. kecemasan dengan merangsang pikiran
dan kejadian dengan ketegangan otot.
Muttaqin & Sari (2009, hlm.74) Ketegangan fisiologis sebaliknya akan
mengemukakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan pengalaman subjektif
menyebabkan kecemasan pasien pre terhadap kecemasan, relaksasi otot akan
operasi adalah takut terhadap nyeri, menurunkan ketegangan fisiologis dan
kematian, takut tentang ketidaktahuan, menurunkan kecemasan. Kebiasaan
takut tentang deformitas dan ancaman untuk merespon terhadap satu keadaan,
lain terhadap citra tubuh. Selain itu akan menghambat kebiasaan merespon
pasien juga sering mengalami kecemasan pada yang lain.
lain seperti masalah finansial, tanggung
jawab terhadap keluarga dan kewajiban Ramdani & Putra (2009, ¶1)
pekerjaan atau ketakutan akan prognosa mengemukakan didalam sistem saraf
yang buruk dan ancaman manusia terdapat sistem saraf pusat dan
ketidakmampuan permanen, akan sistem saraf otonom. Sistem saraf pusat
memperberat ketegangan emosional yang berfungsi mengendalikan gerakan-
sangat hebat yang diciptakan oleh proses gerakan yang dikehendaki, misalnya
pembedahan. gerakan tangan, kaki, leher, dan jari-jari.
Sistem saraf otonom berfungsi
mengendalikan gerakan-gerakan yang
otomatis, misalnya fungsi digestif, proses
kardiovaskuler dan gairah seksual. Sistem
saraf otonom ini terdiri dari dua

6
subsistem yaitu sistem saraf simpatis dan ditolak, artinya ada perbedaan yang
sistem saraf parasimpatis yang kerjanya signifikan pemberian relaksasi otot
saling berlawanan. Jika sistem saraf progresif terhadap penurunan tingkat
simpatis meningkatkan rangsangan atau kecemasan pasien pre operasi.
memacu organ-organ tubuh, memacu
meningkatnya denyut jantung dan
pernafasan, serta menimbulkan SARAN
penyempitan pembuluh darah tepi
(peripheral) dan pembesaran pembuluh 1. Hasil penelitian ini dapat menjadi
darah pusat, maka sebaliknya sistem saraf sumber informasi yang baik bagi
parasimpatis menstimulasi turunnya perawat tentang asuhan keperawatan
semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem pre operatif melalui pemberian
saraf simpatis dan menaikkan semua intervensi keperawatan seperti
fungsi yang diturunkan oleh sistem saraf megajarkan teknik relaksasi otot
simpatis. progresif untuk mengurangi
kecemasan pasien yang akan
menjalani operasi.
Saat individu mengalami ketegangan dan
kecemasan yang bekerja adalah sistem 2. Bagi peneliti selanjutnya yang akan
saraf simpatis, sedangkan saat rileks yang melakukan penelitian sejenis dapat
bekerja adalah sistem saraf para simpatis menggunakan treatment lain seperti
(Ramadani & Putra, 2009, ¶2). Relaksasi teknik relaksasi nafas dalam yang
otot progresif menekan saraf saraf dapat digunakan untuk mengukur
simpatis di mana dapat menekan rasa penurunan tingkat kecemasan pasien
tegang yang dialami oleh individu secara pre operasi dengan menggunakan
timbal balik, sehingga timbul counter sampel yang lebih besar lagi sehingga
conditioning (penghilangan), sehingga didapatkan hasil yang lebih optimal.
relaksasi dapat mengurangi tingkat
kecemasan. Individu dengan tingkat
kecemasan yang tinggi dapat DAFTAR PUSTAKA
menunjukkan efek fisiologis positif
melalui latihan relaksasi dan mengurangi Anonim. (2010) http://psikologi.or.id/my
kemungkinan gangguan yang contents/uploads/2010/05/pengertian
berhubungan dengan stres, dan kecemasan-anxiety.pdf. Diperoleh
mengontrol anticipatory anxiety sebelum tanggal 15 Mei 2011
situasi yang menimbulkan kecemasan
(Lutfa & Maliya, 2008, hlm.132). Departemen Kesehatan. (2000). Keperawatan
jiwa, Jakarta: Depkes

KESIMPULAN Hidayat, A, Aziz, Alimul. (2007). Riset


keperawatan dan teknik penulisan
Ada perbedaan sebelum dan sesudah ilmiah, Jakarta: Salemba Medika
pemberian relaksasi otot progresif
terhadap penurunan tingkat kecemasan Kozier B, Glenora, E, Berman, A, Snider S,
pasien pre operasi dengan general (2010) Buku ajar fundamental
anestesi di Rumah Sakit Panti Wilasa keperawatan: konsep, proses &
Citarum Semarang, hal ini dapat praktik. Jakarta: EGC
diketahui dari hasil uji paired sampel T-
Test nilai p = 0,000 < α (0,05), maka Kusmarjathi, Ketut Ni.(2009).Tingkat
dapat diartikan bahwa Ho (Hipotesis nol) kecemasan pasien pra operasi

7
appendiktomi di ruang bima RSUD Pamungkas Yani Idris. (2008). Pengaruh
sanjiwani Gianyar. pendidikan kesehatan terhadap
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/ penurunan tingkat kecemasan pada
admin/jurnal/21097276.pdf. pasien pre operasi hernia di rsud
Diperoleh tanggal 19-Mei-2011 sragen.
http://etd.eprints.ums.ac.id/3976/1/J2
Kustanti, E. & Widodo, A, (2008) Pengaruh 10040031.pdf diperoleh tanggal 12-
teknik relaksasi terhadap perubahan juni-2011
status mental klien skizofrenia di
rumah sakit jiwa daerah surakarta. Ramdhani,N. &, Putra, A.(2009). Studi
http://etd.eprints.ums.ac.id/6424/1/J2 pendahuluan multimedia interaktif
10050060.pdf. Diperoleh tanggal: 16- “pelatihan
Mei-2011 relaksasi”.http://neila.staff.ugm.ac.id
/wordpress/wpcontent/uploads/2009/
Long, Barbara, C. (1996). Perawatan 08/relaksasi-otot.pdf. Diperoleh
medikal Bedah, volume 2, Bandung: tanggal 19-Mei -2011
Yayasan ikatan alumni pendidikan
keperawatan padjajaran Sabri, L., Hastono, P, S. (2009). Statistik
kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Lutfa,U., Maliya, A. (2008). Faktor-faktor persada
yang mempengaruhi kecemasan
pasien dalam tindakan kemoterapi di Sawitri, E., & Sudaryanto, A. (2008).
Rumah Sakit Dr.Moewardi Pengaruh Pemberian informasi pra
Surakarta. bedah terhadap tingkat kecemasan
http://eprints.ums.ac.id/1131/1/4g.pdf pada pasien pra bedah Mayor di
. Diperoleh tanggal 27- Januari -2012 bangsal ortopedi RSUI kustati
surakarta.
Muttaqin,A., Sari, K,. (2009). Asuhan http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurn
keperawatan perioperatif: konsep, al/ 11081318.pdf Diperoleh tanggal
proses dan aplikasi. Jakarta: Salemba 15-Mei-2011
Medika
Stuart, G.W. (2007). Buku saku keperawatan
Puryanto. (2009). Perbedaan tingkat jiwa. Alih Bahasa Achir yani. Hamid.
kecemasan pasien pre operatif Jakarta: EGC
selama menunggu jam operasi
antara ruang rawat inap dengan Suyamto, Prabandari, S,Y & Marchira, R, C.
ruang persiapan operasi rumah sakit (2009). Pengaruh relaksasi otot
ortopedi surakarta. dalam menurunkan skor kecemasan
http://etd.eprints.ums.ac.id/4455/ T-TMAS mahasiswa menjelang ujian
1/J210070104.pdf. Diperoleh tanggal akhir program di akademi
26-Mei-2011 Notokusumo Yogyakarta.
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurn
Pratiwi, Ratih, Putri. (2010). Pengertian al/25309142149.pdf. Diperoleh
kecemasan. tanggal 13-Mei-2011
http://psikologi.or.id/mycontents/upl
oads/2010/05/pengertian-kecemasan- Videbeck, S. (2008). Buku ajar keperawatan
anxiety.pdf. Diperoleh 15-Mei-2011 jiwa. Jakarta: EGC.

Potter, P, A & Perry, A, G. ( 2005). Buku


ajar fundamental keperawatan. Vol.2
Edisi 4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai