Anda di halaman 1dari 15

LAPARATOMY

A. Defenisi

Laparatomy merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu insisi pada


dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat dan Jong, 1997).
Ditambahkan pula bahwa laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn. Adapun tindakan
bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi laparatomi ini adalah herniotomi,
gasterektomi, kolesistoduodenostomi, hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi,
kolostomi, hemoroidektomi dfan fistuloktomi. Sedangkan tindkan bedah obgyn yang
sering dilakukan dengan tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus,
operasi pada tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi hissterektomi, baik
histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral.
Tujuan: Prosedur ini dapat direkomendasikan pada pasien yang mengalami nyeri
abdomen yang tidak diketahui penyebabnya atau pasien yang mengalami trauma
abdomen.
Laparatomy eksplorasi digunakan untuk mengetahui sumber nyeri atau akibat trauma dan
perbaikan bila diindikasikan.
Ada 4 cara insisi pembedahan yang dilakukan, antara lain (Yunichrist, 2008):
1. Midline incision
Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit perdarahan,
eksplorasi dapat lebih luas, cepat di buka dan di tutup, serta tidak memotong ligamen
dan saraf. Namun demikian, kerugian jenis insis ini adalah terjadinya hernia
cikatrialis. Indikasinya pada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan lien serta di
bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
2. Paramedian
yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah (± 2,5 cm), panjang (12,5 cm). Terbagi
atas 2 yaitu, paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi pada jenis operasi lambung,
eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian bagian bawah, serta plenoktomi.
Paramedian insicion memiliki keuntungan antara lain : merupakan bentuk insisi
anatomis dan fisiologis, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah
diperluas ke arah atas dan bawah
3. Transverse upper abdomen incision
yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.
4. Transverse lower abdomen incision
yaitu; insisi melintang di bagian bawah ± 4 cm di atas anterior spinal iliaka,
misalnya; pada operasi appendectomy

B. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :
a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium)
yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang
dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau
sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga
abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer
dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar
kronis. Peritonitis sekunder disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster
dan penyakit ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai
kolon sebagai akibat karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari
obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila
penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa perlengketan (lengkung usus
menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada jaringan parut
setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus
(usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian
menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat
distensi), hernia (protrusi usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan
otot abdomen), dan tumor (tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus
atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks
Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian
inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi
lumen oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa
menyebabkan inflamasi.
5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
POST OPERATIF LAPARATOMI

A. Defenisi
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005)
dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu periode
pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif. Proses
pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi
adalah bentuk pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani
operasi pembedahan abdomen.

B. Tujuan perawatan post laparatomi


1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
2. Mempercepat penyembuhan.
3. Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum operasi.
4. Mempertahankan konsep diri klien.
5. Mempersiapkan klien pulang.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi

D. Komplikasi
1. Syok
Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan
ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.
Manifestasi Klinis :
a. Pucat
b. Kulit dingin dan terasa basah
c. Pernafasan cepat
d. Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
e. Nadi cepat, lemah dan bergetar
f. Penurunan tekanan nadi
g. Tekanan darah rendah dan urine pekat.
2. Hemorrhagi
a. Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan
b. Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
tidak aman dari pembuluh darah yang tidak terikat
c. Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami
erosi oleh selang drainage.
d. Manifestasi Klinis Hemorrhagi : Gelisah, , terus bergerak, merasa haus, kulit
dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam, bibir
dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
3. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari dinding pembuluh
darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke paru-paru, hati, dan otak.
4. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi. Organisme yang paling
sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus, mikroorganisme; gram
positif. Buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka adalah keluarnya
organ-organ dalam melalui insisi.Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah
infeksi luka, kesalahan menutup waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada
dinding abdomen sebagai akibat dari batuk dan muntah.

E. Pencegahan dan Penanganan Komplikasi


1. Syok
Pencegahan :
a. Terapi penggantian cairan
b. Menjaga trauma bedah pda tingkat minimum
c. Pengatasan nyeri dengan membuat pasien senyaman mungkin dan dengan
menggunakan narkotik secara bijaksana
d. Pemakaian linen yang ringan dan tidak panas (mencegah vasodilatasi)
e. Ruangan tenang untuk mencegah stres
f. Posisi supinasi dianjurkan untuk memfasilitasi sirkulasi
g. Pemantauan tanda vital
Pengobatan :
a. Pasien dijaga tetap hangat tapi tidak sampai kepanasan
b. Dibaringkan datar di tempat tidur dengan tungkai dinaikkan
c. Pemantauan status pernafasan dan CV
d. Penentuan gas darah dan terapi oksigen melalui intubasi atau nasal kanul jika
diindikasikan
e. Penggantian cairan dan darah kristaloid (ex : RL) atau koloid (ex : komponen
darah, albumin, plasma atau pengganti plasma)
f. Terapi obat : kardiotonik (meningkatkan efisiensi jantung) atau diuretik
(mengurangi retensi cairan dan edema)
2. Hemorrhagi
Penatalaksanaan :
a. Pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok
b. Sedatif atau analgetik diberikan sesuai indikasi
c. Inspeksi luka bedah
d. Balut kuat jika terjadi perdarahan pada luka operasi
e. Transfusi darah atau produk darah lainnya
f. Observasi Vital Signs.
3. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki post operasi dan ambulatif dini.
4. Buruknya integriats kulit sehubungan dengan luka infeksi.
Tindakan pengendalian :
a. Dorongan kepada pasien untuk batuk dan nafas efektis serta sering mengubah
posisi
b. Penggunaan peralatan steril
c. Antibiotik dan antimikroba
d. Mempraktikkan teknik aseptik
e. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
f. Pencegahan kerusakan kulit
g. Pantau tanda-tanda hemorrhagi dan drainage abnormal
h. Pantau adanya perdarahan
i. Perawatan insisi dan balutan
j. Penggantian selang intravena dan alat invasif lainnya sesuai program.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan


Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin c.
Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.
Pencegahan infeksi.
Pengembalian Fungsi fisik.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan napas dan
batuk efektf, latihan mobilisasi dini.
Mempertahankan konsep diri.
Gangguan konsep diri : Body image bisa terjadi pada pasien post laparatomy karena
adanya perubahan sehubungan dengan pembedahan. Intervensi perawatan terutama
ditujukan pada pemberian support psikologis, ajak klien dan kerabat dekatnya
berdiskusi tentang perubahan-perubahan yang terjadi dan bagaimana perasaan pasien
setelah operasi.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN POST LAPARATOMI

A. Pengkajian
Tahap pengkajian keperawatan pada klien dengan post laparatomi sama seperti pada
kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri dari dua tahap :
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien dan penanggung jawab
b. Riwayat Kesehatan Klien.
1) Alasan Masuk Perawatan
Menggambarkan tentang hal-hal yang menjadikan pasien dibawa ke Rumah
Sakit dan dirawat.
2) Keluhan Utama
Keluhan utama ini diambil dari data subjektif atau objektif yang paling
menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan utama pada klien post laparatomi
ialah nyeri di daerah abdomen, mual, muntah, demam.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah pengembangan dari keluhan utama dan
data yang menyertai menggunakan pendekatan PQRST (Priharjo, 1996 : 10).
P (Paliatif) : Faktor pencetus / penyebab yang dapat memperingan dan
memperberat keluhan klien.
Q (Qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan dirasakan.
R (Region) : Mengetahui lokasi dari keluhan yang dirasakan, apakah keluhan
itu menyebar atau mempengaruhi area lain.
S (Severity) : Merupakan skala / intensitas keluhan.
T (Time) : Waktu dimana keluhan itu dirasakan.
4) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah
kesehatan sekarang serta jenis penyakit dan kesehatan masa lalu.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga ini dikaji tentang penyakit yang menular atau
penyakit menurun yang ada dalam keluarga.
c. Pola Aktivitas Harian
Pengkajian pada pola aktivitas ini adalah membandingkan antara kebiasaan
selama di rumah sakit sebelum sakit dan selama sakit di rumah sakit meliputi
1) Pola Nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, pantangan makanan,
alergi terhadap makanan dan nafsu makan.
2) Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi yang harus dikaji meliputi frekuensi buang air besar,
konsistensinya dan keluhan selama buang air besar. Frekuensi buang air kecil,
warna, jumlah urine tiap buang air kecil. Pada klien dengan post operasi
biasanya dijumpai penurunan jumlah urine akibat intake cairan yang tidak
adekuat akibat pembedahan.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Pada pola istirahat tidur yang harus dikaji adalah lama tidur dalam sehari,
kebiasaan pada waktu tidur. Pada klien post operasi bisa ditemukan gangguan
pola tidur karena nyeri.
4) Pola Personal Hygiene
Pola personal hygiene yang harus dikaji adalah kemampuan klien perawatan
diri seperti mandi, gosok gigi, keramas, gunting kuku, dll. Pada klien dengan
post operasi biasanya klien tidak dapat melakukan personal hygiene secara
mandiri karena keterbatasan gerak akibat pembedahan dan nyeri.
5) Pola Aktivitas
Pada pola aktivitas meliputi kebiasaan aktivitas sehari-hari. Pada klien dengan
post operasi biasanya ditemukan keterbatasan gerak akibat nyeri.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan Umum
Penampilan umum klien setelah dilakukan pembedahan biasanya tampak
lemah, gelisah, meringis (Doengoes, 2000 : 514).
2) Pemeriksaan Fisik Persistem
a) Sistem Pernafasan
Kepatenan jalan nafas, kedalaman, frekuensi dan karakter pernafasan, sifat
dan bunyi nafas merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post
operasi (Brunner & Suddarth, 2002 : 468). Pernafasan cepat dan pendek
sering terjadi mungkin akibat nyeri. Pernafasan yang bising karena
obstruksi oleh lidah dan auskultasi dada didapatkan bunyi krekels
(Brunner & Suddarth, 2002 : 468).
b) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien post operasi biasanya ditemukan tanda-tanda syok seperti
takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi dan penurunan suhu tubuh.
c) Sistem Gastrointestinal
Ditemukan distensi abdomen, kembung (penumpukan gas), mukosa bibir
kering, penurunan peristaltik usus juga biasanya ditemukan muntah dan
konstipasi akibat pembedahan.
d) Sistem Perkemihan
Terjadi penurunan haluaran urine dan warna urine menjadi pekat / gelap,
terdapat distensi kandung kemih dan retensi urine.
e) Sistem Muskuloskeletal
Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di abdomen dan
efek dari pembedahan atau anastesi sehingga menyebabkan kekakuan otot.
f) Sistem Neurologi
Nyeri dirasakan bervariasi, tingkat dan keparahan nyeri post operasi
tergantung pada anggapan fisiologi dan psikologi individu serta toleransi
yang ditimbulkan oleh nyeri.
g) Sistem Integumen
Ditemukan luka akibat pembedahan di area abdomen. Karakteristik luka
tergantung pada lamanya waktu setelah pembedahan.
e. Aspek Psikologis
1) Status Emosional
Kemungkinan ditemukan emosi klien jadi gelisah dan labil, karena proses
penyakit yang tidak diketahui / tidak pernah diderita sebelumnya dan akibat
pembedahan.
2) Konsep Diri
Menurut Keliat (2001 : 9) terdapat lima komponen dalam konsep diri, yaitu :
a) Body Image / Gambaran Diri
Mencakup persepsi dengan perasaan terhadap tubuhnya, bagi tubuh yansg
disukai dan tidak disukai.
b) Harga Diri
Penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa
jauh memenuhi ideal diri. Aspek utama adalah dicintai dan menerima
penghargaan dari orang lain.
c) Ideal Diri
Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas / peran dan harapan terhadap
penyakitnya.
d) Peran
Peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok masyarakat dan
kemampuan klien dalam melaksanakan tugas / peran tersebut.
e) Identitas
Status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status
dan posisinya.Stressor
3) Stressor
Stressor adalah setiap faktor yang menimbulkan stress atau mengganggu
keseimbangan (Keliat, : 2001). Seseorang yang mempunyai stresor akan
mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
4) Mekanisme Koping
Mekanisme koping ini merupakan suatu cara bagaimana seseorang untuk
mengurangi atau menghilangkan stress yang dihadapi (Keliat : 2001).
5) Harapan dan Pemahaman Klien tentang Kondisi Kesehatan yang dihadapi.
Hal ini perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan
efisien.
6) Aspek Sosial dan Budaya
Pengkajian ini menyangkut pada pola komunikasi dan interaksi
interpersonal, gaya hidup faktor sosiokultural serta support sistem yang ada
pada klien.
7) Aspek Spiritual
Aspek ini menyangkut tentang kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan
dan cara untuk menjalankan ibadah.
8) Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi / obat-obatan yang diberikan
kepada klien, serta prosedur diagnostik yang dilakukan kepada klien seperti
pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan Rontgen.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi
kebutuhan spesifik pasien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
(Doengoes, 2000 : 8).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien post operasi akibat
peritonitis menurut Doengoes (2000 : 516) adalah sebagai berikut :
1. Pola nafas tidak efektif
2. Resiko tinggi kekurangan volume
3. Nyeri (akut)
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Kerusakan integritas kulit / jaringan.
6. Perubahan perfusi jaringan
7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

C. Rencana Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi
keperawatan dan aktivitas keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi,
menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien (Gaffar, 1999 : 63).
Rencana keperawatan pada klien post operasi berdasarkan diagnosa keperawatan menurut
Doengoes (2000 : 515) adalah :
1. Diagnosa Keperawatan: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neuromuskular,
ketidakseimbangan perseptual / kognitif, peningkatan ekspansi paru, energi, obstruksi
trakeobronkial.
Tujuan: Pola nafas efektif.
Kriteria Evaluasi: Menetapkan pola nafas yang normal / efektif dan bebas dari
sianosis atau tanda-tanda hipoksia lainnya.
Intervensi
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang,
aliran udara faringeal oral.
b. Auskultasi suara nafas. Dengarkan adanya kumur-kumur, mengi, crow dan atau
keheningan setelah ekstubasi.
c. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi
atau pernafasan cuping hidung,
d. Pantau tanda-tanda vital secara terus menerus.
e. Lakukan latihan gerak sesegera mungkin pada pasien yang reaktif dan lanjutkan
pada periode pasca operasi.
f. Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
2. Diagnosa Keperawatan: Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral, hilangnya cairan tubuh secara tidak
normal seperti melalui kateter, selang, jalur normal seperti muntah.
Tujuan: Kekurangan volume cairan tidak terjadi.
Kriteria Evaluasi: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat,
sebagaimana ditunjukan dengan adanya tanda-tanda vital yang stabil, palpasi denyut
nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa lembab dan
pengeluaran urine individu yang sesuai.
Intervensi:
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran cairan
gastrointestinal).
b. Kaji pengeluaran urinarius, terutama untuk tipe prosedur operasi yang dilakukan.
c. Pantau tanda-tanda vital.
d. Periksa alat drein pada interval reguler. Kaji luka untuk terjadinya pembengkakan.
e. Pantau suhu kulit, palpasi denyut perifer.
f. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral, produksi drah dan atau plasma ekspander
sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
g. Berikan kembali pemasukan oral secara berangsur-angsur sesuai petunjuk.
h. Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan. Catat waktu penggan-
tian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan komplikasi.
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri (akut) berhubungan dengan gangguan pada kulit,
jaringan dan intregitas otot.
Tujuan: Nyeri teratasi.
Kriteria Evaluasi: Mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / dihilangkan.
Tampak santai, dapat beristirahat / tidur dan ikut serta dalam aktivitas sesuai
kemampuan.
Intervensi:
a. Evaluasi rasa sakit secara reguler, mencatat karakteristik, lokasi dan intensitas
(skala 0 – 5)
b. Kaji tanda-tanda vital, perhatikan takikardia, hipertensi dan peningkatan
pernafasan, bahkan jika pasien menyangkal adanya rasa sakit.
c. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesuai kebutuhan.
d. Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektivitas intervensi.
e. Dapat mengindikasikan rasa sakit akut dan ketidaknyamanan.
f. Pahami penyebab ketidaknyamanan.
g. Lakukan reposisi sesuai petunjuk, misalnya semi-fowler, miring.
h. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam, bimbingan
imajinasi, visualisasi.
i. Kolaborasi : Berikan obat sesuai petunjuk : Analgesik IV.
Mungkin mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi.
j. Lepaskan tegangan emosional dan otot, tingkatkan perasaan kontrol yang
mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
4. Diagnosa Keperawatan: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah, disfungsi usus, abnormalitas metabolik, peningkatan kebutuhan
metabolik dan pembedahan.
Tujuan: Perubahan nutrisi teratasi.
Kriteria Evaluasi: Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
Intervensi:
a. Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada / hiperaktif
b. Timbang berat badan dengan teratur
c. Kaji abdomen dengan sering untuk kembali ke bunyi yang lembut, penampilan
bising usus normal dan kelancaran flatus
d. Kolaborasi : Tambahkan diet sesuai toleransi, contoh cairan jernih sampai lembut
Kehilangan / peningkatan dini menunjukan perubahan hidrasi tetapi kehilangan
lanjut diduga ada defisit nutrisi
5. Diagnosa Keperawatan: Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan
perubahan sirkulasi, efek-efek yang ditimbulkan oleh medikasi, akumulasi drein,
perubahan status metabolis.
Tujuan: Integritas kulit kembali normal.
Kriteria Evaluasi: Mencapai penyembuhan luka. Mendemonstrasikan tingkah laku /
teknik untuk meningkatkan kesembuhan dan untuk mencegah komplikasi.
Intervensi:
a. Beri penguatan pada balutan awal / penggantian sesuai indikasi. Gunakan teknik
aseptik yang ketat.
b. Periksa luka secara teratur, catat karekteristik dan integritas kulit.
c. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
d. Pertahankan ketepatan saluran pengeluaran cairan pada drain / insisi yang
mengalami pengeluaran cairan yang berbau.
e. Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi, ekskoriasi.
f. Tekan areal atau insisi abdominal dan dada dengan menggunakan bantal selama
batuk atau bergerak.
g. Ingatkan pasien untuk tidak menyentuh daerah luka.
kulit.
6. Diagnosa Keperawatan: Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan
aliran vena, arteri, hipervolemik.
Tujuan: Perfusi jaringan teratasi.
Kriteria Evaluasi: Mendemonstrasikan adanya perfusi jaringan yang adekuat dengan
tanda-tanda vital yang stabil, adanya denyut nadi perifer yang kuat, kulit hangat /
kering, kesadaran normal dan pengeluaran urinarius individu sesuai.
Intervensi:
a. Bantu latihan rentang gerak, meliputi latihan aktif kaki dan lutut.
b. Bantu dengan ambulasi awal.
c. Pantau tanda-tanda vital, palpasi denyut nadi perifer, catat suhu / warna kulit dan
pengisian kapiler. Evaluasi waktu dan pengeluaran cairan urine.
d. Kolaborasi : Beri cairan IV / produk-produk darah sesuai kebutuhan.
7. Diagnosa Keperawatan: Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, salah
interprestasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan: Pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan terpenuhi.
Kriteria Evaluasi: Menyatakan pemahaman proses penyakit dan pengobatan.
Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala dengan proses penyakit dan
menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Melakukan dengan benar, prosedur
yang perlu dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi:
a. Kaji ulang proses penyakit dasar dan harapan untuk sembuh
b. Diskusikan program pengobatan, jadwal dan kemungkinan efek samping
c. Anjurkan melakukan aktivitas biasanya secara bertahap sesuai toleransi dan
sediakan waktu untuk istirahat adekuat
d. Kaji ulang pembatasan aktivitas contoh hindari mengangkat berat, konstipasi

Anda mungkin juga menyukai