Anda di halaman 1dari 63

LBM 2

Mudah suka mudah duka

STEP 1

1. Mood : keadaan emosional dalam diri seseorang yang dialami secara subyektif.

2. Afektif : respon emosiaonal yang bisa dinilai melalui ekspresi wajah, pembicaraan,

sikap dan gerak tubuh.

Mood dan afektif, tidak reliabel bisa di gali lagi dg anamnesis

3. Sindroma depresi : sindrom yang menunjukan penurunan afektif dan aktivitas sehari

hari.

Kumpulan gejala diantaranya : kehilangan minat dan kegembiraan, energi yang

mudah turun  lelah, kurang konsentrasi, penurunan rasa percaya diri dan

gangguan tidur yang menyebabkan fungsi sosialnya terganggu

STEP 2

1. Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat dan

kegembiraan, kurang semangat dan tidur terganggu?

Depresi itu sendiri bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

FAKTOR BIOLOGIS

Beberapa bahan kimia di dalam otak dan tubuh memiliki peranan yang penting

dalam mengendalikan emosi kita. Dalam otak terdapat substansi biokimiawi yaitu

neurotransmitter yang berfungsi sebagai pembawa pesan komunikasi antar neuron


di otak. Jika neurotransmiter ini berada pada tingkat yang normal, otak akan bekerja

secara harmonis. Berdasarkan riset, kekurangan neurotransmiter serotonin,

norepinefrin dan dopamin dapat menyebabkan depresi. Di satu sisi, jika

neurotransmiter ini berlebih dapat menjadi penyebab gangguan manik. Selain itu

antidepresan trisiklik dapat memicu mania.4

Serotonin adalah neurotransmiter aminergic yang paling sering dihubungkan

dengan depresi. Penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi. Pada beberapa

pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di

cairan serebrospinalnya. Pada penggunaan antidepresan jangka panjang terjadi

penurunan jumlah tempat ambilan kembali serotonin.2

Dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam menyebabkan depresi. Data

menunjukkan aktivitas dopamin yang menurun pada depresi dan meningkat pada

mania. Obat yang menurunkan kadar dopamin seperti reserpine dan pada penyakit

yang mengalami penurunan dopamin seperti parkinson disertai juga dengan gejala

depresi. Obat-obat yang meningkatkan kadar dopamin seperti tyrosine,

amphetamine dan bupropion menurunkan gejala depresi. Disfungsi jalur dopamin

mesolimbik dan hipoaktivitas reseptor dopamin tipe 1 (D1) terjadi pada depresi.2

Obat-obatan yang mempengaruhi sistem neurotransmiter seperti kokain akan

memperparah mania. Agen lain yang dapat memperburuk mania termasuk L-dopa,

yang berpengaruh pada reuptake dopamin dan serotonin. Calsium channel blocker

yang digunakan untuk mengobati mania dapat mengganggu regulasi kalsium di

neuron. Gangguan regulasi kalsium ini dapat menyebabkan transmisi glutaminergik

yang berlebihan dan iskemia pembuluh darah.5


Neurotransmiter lain seperti GABA dan peptida neuroaktif seperti vasopresin dan

opiat endogen juga berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Beberapa

penelitian menyatakan bahwa sistem pembawa kedua (second messenger) seperti

adenylate cyclase, phosphatidylinositol dan regulasi kalsium mungkin memiliki

relevansi dengan penyebab gangguan mood.2

Regulasi abnormal pada sumbu neuroendokrin mungkin dikarenakan fungsi

abnormal neuron yang mengandung amine biogenik. Secara teoritis, disregulasi pada

sumbu neuroendokrin seperti sumbu tiroid dan adrenal terlibat dalam gangguan

mood. Pasien dengan gangguan mood mengalami penurunan sekresi melatonin

nokturnal, penurunan pelepasan prolaktin, penurunan kadar FSH dan LH serta

penurunan kadar testosteron pada laki-laki.2

Dexamethasone adalah analog sintetik dari kortisol. Pada Dexamethasone

Suppression Test, 50% dari pasien yang menderita depresi memiliki respon yang

abnormal terhadap dexamethasone dosis tunggal. Banyak penelitian menemukan

bahwa hiperkortisolemia dapat merusak neuron pada hipokampus.2

Gangguan tiroid seringkali disertai dengan gejala afektif. Penelitian telah

mengambarkan adanya regulasi tiroid yang abnormal pada pasien dengan gangguan

mood. Sepertiga dari pasien dengan gangguan depresif berat memiliki pelepasan

tirotropin yang tumpul. Penelitian terakhir melaporkan kira-kira 10% pasien dengan

gangguan mood khususnya gangguan bipolar I memiliki antibodi antitiroid yang

dapat dideteksi.2

Beberapa penelitian menemukan terdapat perbedaan pengaturan pelepasan

hormon pertumbuhan antara pasien depresi dengan orang normal. Penelitian juga
telah menemukan bahwa pasien dengan depresi memiliki penumpulan respon

terhadap peningkatan sekresi hormon pertumbuhan yang diinduksi clonidine.2

Gangguan tidur adalah gejala yang sering ditemukan pada pasien depresi.

Menurunnya kebutuhan tidur adalah gejala klasik dari mania. Penelitian telah

mengungkapkan bahwa elektroensefalogram (EEG) saat tidur pada orang yang

menderita depresi menunjukkan kelainan. Kelainan tersebut antara lain perlambatan

onset tidur, pemendekan latensi rapid eye movement (REM), peningkatan panjang

periode REM pertama dan tidur delta yang abnormal. Pada depresi terjadi regulasi

abnormal dari irama sirkadian. Beberapa penelitian pada binatang menyatakan

bahwa terapi antidepresan efektif untuk mengubah jam biologis.2

Penelitian melaporkan adanya kelainan imunologis pada pasien depresi dan pada

orang yang berdukacita karena kehilangan sanak saudara, pasangan atau teman

dekat. Kemungkinan proses patofisiologi yang melibatkan sistem imun menyebabkan

gejala psikiatrik dan gangguan mood pada beberapa pasien.2

Pada pencitraan otak pasien dengan gangguan mood terdapat sekumpulan pasien

dengan gangguan bipolar I terutama pasien laki-laki memiliki ventrikel serebral yang

membesar. Pembesaran ventrikel lebih jarang pada pasien dengan gangguan

depresif berat. Pencitraan dengan MRI juga menyatakan bahwa pasien dengan

gangguan depresif berat memiliki nukleus kaudatus yang lebih kecil dan lobus

frontalis yang lebih kecil. Banyak literatur menjelaskan penurunan aliran darah pada

korteks serebral dan area korteks frontalis pada pasien depresi berat.2

Hipotesis menyatakan gangguan mood melibatkan patologis pada sistem limbik,

ganglia basalis dan hipotalamus. Gangguan pada ganglia basalis dan sistem limbik

terutama pada hemisfer yang dominan dapat ditemukan bersamaan dengan gejala
depresif. Disfungsi pada hipotalamus dihubungkan dengan perubahan pola tidur,

nafsu makan dan perilaku seksual pada pasien dengan depresi. Postur yang

membungkuk, terbatasnya aktivitas motorik dan gangguan kognitif minor adalah

beberapa gejala depresi yang juga ditemukan pada penderita dengan gangguan

ganglia basalis seperti penyakit Parkinson dan demensia subkortikal lainnya.2

FAKTOR GENETIK

Seseorang yang memiliki keluarga dengan gangguan mood memiliki resiko lebih

besar menderita gangguan mood daripada masyarakat pada umumnya. Tidak semua

orang yang dalam keluarganya terdapat anggota keluarga yang menderita depresi

secara otomatis akan terkena depresi, namun diperlukan suatu kejadian atau

peristiwa yang dapat memicu terjadinya depresi. Pengaruh gen lebih besar pada

depresi berat dibandingkan depresi ringan dan lebih berpengaruh pada individu

muda dibanding individu yang lebih tua. Penelitian oleh Kendler (1992) dari

Departemen Psikiatri Virginia Commonwealth University menunjukkan bahwa resiko

depresi sebesar 70% karena faktor genetik, 20% karena faktor lingkungan dan 10%

karena akibat langsung dari depresi berat.4

Pada penelitian keluarga ditemukan bahwa keluarga derajat pertama dari penderita

gangguan bipolar I kemungkinan 8 sampai 18 kali lebih besar untuk menderita

gangguan bipolar I dan 2 sampai 10 kali lebih besar untuk menderita gangguan

depresi berat dibanding kelompok kontrol. Keluarga derajat pertama pasien dengan

gangguan depresif berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar untuk

menderita gangguan bipolar I dan 2 sampai 3 kali lebih besar untuk menderita

gangguan depresif berat dibanding kelompok kontrol.2


Kemungkinan untuk menderita gangguan mood menurun jika derajat hubungan

keluarga melebar. Contohnya, keluarga derajat kedua seperti sepupu lebih kecil

kemungkinannya daripada keluarga derajat pertama seperti kakak misalnya untuk

menderita gangguan mood. Sekitar 50% pasien dengan gangguan bipolar I memiliki

orang tua dengan gangguan mood terutama depresi. Jika orang tua menderita

gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya menderita gangguan mood sebesar

25%. Jika kedua orang tua menderita gangguan bipolar I maka kemungkinan anaknya

menderita gangguan mood adalah 50-75%.2

Pada penelitian adopsi, anak biologis dari orang tua dengan gangguan mood tetap

beresiko terkena gangguan mood walaupun mereka telah dibesarkan oleh keluarga

angkat yang tidak menderita gangguan mood. Orang tua biologis dari anak adopsi

dengan gangguan mood mempunyai prevalensi gangguan mood yang sama dengan

orang tua dari anak dengan gangguan mood yang tidak diadopsi. Prevalensi

gangguan mood pada orang tua angkat sama dengan prevalensi pada populasi

umumnya.2

Pada penelitian saudara kembar, angka kejadian gangguan bipolar I pada kedua

saudara kembar monozigot adalah 33-90% dan untuk gangguan depresif berat,

angka kejadian pada kedua saudara kembar monozigot adalah 50%. Pada kembar

dizigot angkanya berkisar 5-25% untuk menderita gangguan bipolar I dan 10-25%

untuk menderita gangguan depresif berat.2

Hubungan antara gangguan mood khususnya gangguan bipolar I dengan petanda

genetik telah dilaporkan pada kromosom 5, 11 dan X. Gen reseptor D 1 terletak pada

kromosom 5 dan gen untuk tiroksin hidroksilase yaitu enzim yang membatasi

kecepatan sintesis katekolamin berlokasi di kromosom 11.2


Sekitar 25% dari kasus penyakit bipolar dalam keluarga terkait lokus dekat sentromer

pada kromosom 18 dan sekitar 20% terkait lokus pada kromosom 21q22.3. Tidak ada

penyebab tunggal untuk gangguan bipolar namun gangguan ini biasanya merupakan

hasil dari kombinasi faktor keluarga, biologis, psikologis dan faktor sosial.7

FAKTOR PSIKOSOSIAL

Telah lama diamati bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress sering

mendahului episode pertama pada gangguan mood. Beberapa klinisi mempercayai

bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan penting dalam depresi.2

Beberapa artikel menjelaskan hubungan antara fungsi keluarga dengan onset serta

perjalanan gangguan mood khususnya gangguan depresif berat. Ada bukti bahwa

individu yang kehilangan ibu saat masih muda memiliki resiko lebih besar terkena

depresi. Pada pola pengasuhan, orang tua yang menuntut dan kritis, menghargai

kesuksesan dan menolak semua kegagalan membuat anak mudah terserang depresi

di masa depan. Anak yang menderita penyiksaan fisik atau seksual membuat

seseorang mudah terkena depresi sewaktu dewasa.4

Aspek-aspek kepribadian juga mempengaruhi kerentanan terhadap depresi dan

tinggi rendahnya depresi yang dialami seseorang. Tipe kepribadian tertentu seperti

dependen, obsesif kompulsif, histerikal, antisosial dan paranoid beresiko mengalami

depresi.2 Menurut Gordon Parker, seseorang yang mengalami kecemasan tingkat

tinggi, mudah terpengaruh, pemalu, suka mengkritik diri sendiri, memiliki harga diri

yang rendah, hipersensitif, perfeksionis dan memusatkan perhatian pada diri sendiri

(self focused) memiliki resiko terkena depresi.4


Sigmund Freud menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dengan

melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi

diarahkan secara internal karena identifikasi terhadap objek yang hilang. Menurut

Melanie Klein, siklus manik depresif merupakan pencerminan kegagalan pada masa

kanak-kanak untuk mendapat introjeksi mencintai. Pasien depresi menderita karena

mereka memiliki objek cinta yang dihancurkan oleh mereka sendiri. Klein

memandang mania sebagai tindakan defensif yang disusun untuk mengidealisasi

orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain dan

mengembalikan objek cinta yang hilang.2

E Bibring memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan

dalam ego antara aspirasi seseorang dengan kenyataan yang ada. Pasien yang

terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup dengan ideal sehingga mereka

merasa putus asa dan tidak berdaya. Menurut Heinz Kohut, orang yang terdepresi

merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa kerena tidak menerima respon

yang diinginkan.2

Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru dalam menilai pengalaman hidup,

penilaian diri yang negatif, pesimis dan keputusasaan yang terus-menerus

berhubungan dengan depresi. Pandangan negatif yang terus dipelajari selanjutnya

akan menimbulkan perasaan depresi.2

 Teori neurobiologik

Teori biologik memfokuskan pada abnormalitas norepinefrin (NE) dan serotonin (5-

HT). Hipotesis katekolamin menyatakan bahwa depresi disebabkan oleh rendahnya

kadar NE otak, dan peningkatan NE menyebabkan mania. Pada beberapa pasien


kadar MHPG (metabolit utama NE rendah). Hipotesis indolamin menyatakan bahwa

rendahnya neurotransmiter serotonin (5-HT) otak menyebabkan depresi dan

peningkatan serotonin (5-HT) dapat menyebabkan mania. Hipotesis lain menyatakan

bahwa penurunan NE menimbulkan depresi dan peningkatan NE menyebabkan

mania, hanya bila kadar serotonin 5-HT rendah.

Mekanisme kerja obat antidepresan mendukung teori ini – antidepresan klasik

trisiklik memblok ambilan kembali (reuptake) NE dan 5-HT dan menghambat

momoamin oksidase inhibitor mengoksidasi NE. Penelitian terbaru menyatakan

bahwa mungkin terdapat hipometabolisme otak di lobus frontalis menyeluruh pada

depresi atau beberapa abnormalitas fundamental ritmik sirkadian pada pasien-

pasien depresi.

 Neurotransmiter dan sinapsis

Jaringan otak terdiri atas berjuta-juta sel otak yang disebut neuron. Sel ini terdiri atas

badan sel, ujung axon dan dendrit. Antara ujung sel neuron satu dengan yang lain

terdapat celah yang disebut celah sinaptik atau sinapsis. Satu neuron menerima

berbagai macam informasi yang datang, mengolah atau mengintegrasikan informasi

tersebut, lalu mengeluarkan responsnya yang dibawa suatu senyawa neurokimiawi

yang disebut neurotransmiter. Terjadi potensial aksi dalam membran sel neuron

yang memungkinkan dilepaskannya molekul neurotransmiter dari axon terminalnya

(prasinaptik) ke celah sinaptik lalu ditangkap reseptor di membran sel dendrit dari

neuron berikutnya. Terjadilah loncatan listrik dan komunikasi neurokimiawi antar

dua neuron. Pada reseptor bisa terjadi “supersensitivitas” dan “subsensitivitas”.


Supersensitivitas berarti respon reseptor lebih tinggi dari biasanya, yang

menyebabkan neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik lebih banyak jumlahnya

yang berakibat naiknya kadar neurotransmiter di celah sinaptik tersebut.

Subsensitivitas reseptor adalah bila terjadi sebaliknya. Bila reseptor di blok oleh obat

tertentu maka kemampuannya menerima neurotransmiter akan hilang dan

neurotransmiter yang ditarik ke celah sinaptik akan berkurang yang menyebabkan

menurunnya kadar (jumlah) neurotransmiter tertentu di celah sinaptik.

Suatu kelompok neurotransmiter adalah amin biogenik, yang terdiri atas

enam neurotransmiter yaitu dopamin, norepinefrin, epinefrin, serotonin, asetilkholin

dan histamin. Dopamin, norepinefrin, dan epinefrin disintesis dari asam amino yang

sama, tirosin, dan diklasifikasikan dalam satu kelompok sebagai katekolamin.

Serotonin disintesis dari asam amino triptofan dan merupakan satu-satunya

indolamin dalam kelompok itu. Serotonin juga dikenal sebagai 5-hidroksitriptamin

(5-HT).

Selain kelompok amin biogenik, ada neurotransmiter lain dari asam amino.

Asam amino dikenal sebagai pembangun blok protein. Dua neurotransmiter utama

dari asam amino ini adalah gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glutamate. GABA

adalah asam amino inhibitor (penghambat), sedang glutamate adalah asam amino

eksitator. Kadang cara sederhana untuk melihat kerja otak adalah dengan melihat

keseimbangan dari kedua neurotransmiter tersebut.

Bila oleh karena suatu hal, misalnya subsensitivitas reseptor-reseptor pada

membran sel paskasinaptik, neurotransmiter epinefrin, norepinefrin, serotonin,

dopamin menurun kadarnya pada celah sinaptik, terjadilah sindrom depresi.


Demikian pula bila terjadi disregulasi asetilkholin yang menyebabkan menurunnya

kadar neurotransmiter asetilkolin di celah sinaptik, terjadilah gejala depresi.

 Monoamin dan Depresi

Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa zat-zat yang

menyebabkan berkurangnya monoamin, seperti reserpin, dapat menyebabkan

depresi.Akibatnya timbul teori yang menyatakan bahwa berkurangnya ketersediaan

neurotransmiter monoamin, terutama NE dan serotonin, dapat menyebabkan

depresi. Teori ini diperkuat dengan ditemukannya obat antidepresan trisiklik dan

monoamin oksidase inhibitor yang bekerja meningkatkan monoamin di sinap.

Peningkatan monoamin dapat memperbaiki depresi.

 Serotonin

Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak ke

korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan hipokampus.

Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam gangguan-gangguan

psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst yang terletak di lokasi yang

berbeda di susunan syaraf pusat.

Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido. Sistem

serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi mengatur

ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis HPA).

Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi gerak


motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif pada

mamalia dan reptilia.

Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian dengan

alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-HT1A dan 5-

HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan serotonin dapat menjadi

tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.

Dari penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah

prefrontal dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat

pengobatan. Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh

diri.

Triptofan merupakan prekursor serotonin. Triptofan juga menurun pada

pasien depresi. Penurunan kadar triptofan juga dapat menurunkan mood pada

pasien depresi yang remisi dan individu yang mempunyai riwayat keluarga

menderita depresi. Memori, atensi, dan fungsi eksekutif juga dipengaruhi oleh

kekurangan triptofan. Neurotisisme dikaitkan dengan gangguan mood, tapi tidak

melalui serotonin. Ia dikaitkan dengan fungsi kognitif yang terjadi sekunder akibat

berkurangnya triptofan.

Hasil metabolisme serotonin adalah 5-HIAA (hidroxyindolaceticacid). Terdapat

penurunan 5-HIAA di cairan serebrospinal pada penderita depresi. Penurunan ini

sering terjadi pada penderita depresi dengan usaha-usaha bunuh diri.

Penurunan serotonin pada depresi juga dilihat dari penelitian EEG tidur dan

HPA aksis. Hipofontalitas aliran darah otak dan penurunan metabolisme glukosa otak

sesuai dengan penurunan serotonin. Pada penderita depresi mayor didapatkan


penumpulan respon serotonin prefrontal dan temporoparietal. Ini menunjukkan

bahw adanya gangguan serotonin pada depresi.

 Noradrenergik

Badan sel neuron adrenergik yang menghasilkan norepinefrin terletak di locus

ceruleus(LC) batang otak dan berproyeksi ke korteks serebri, sistem limbik, basal

ganglia, hipotalamus dan talamus. Ia berperan dalam mulai dan mempertahankan

keterjagaan (proyeksi ke limbiks dan korteks). Proyeksi noradrenergik ke hipokampus

terlibat dalam sensitisasi perilaku terhadap stressor dan pemanjangan aktivasi locus

ceruleus dan juga berkontribusi terhadap rasa ketidakberdayaan yang dipelajari.

Locus ceruleus juga tempat neuron-neuron yang berproyeksi ke medula adrenal dan

sumber utama sekresi norepinefrin ke dalam sirkulasi darah perifer.

Stresor akut dapat meningkatkan aktivitas LC. Selama terjadi aktivasi fungsi

LC, fungsi vegetatif seperti makan dan tidur menurun. Persepsi terhadap stressor

ditangkap oleh korteks yang sesuai dan melalui talamus diteruskan ke LC,

selanjutnya ke komponen simpatoadrenalsebagai respon terhadap stressor akut tsb.

Porses kognitif dapat memperbesar atau memperkecil respon simpatoadrenal

terhadap stressor akut tersebut.

Rangsangan terhadap bundel forebrain (jaras norepinefrin penting di otak)

meningkat pada perilaku yang mencari rasa senang dan perilaku yang bertujuan.

Stressor yang menetap dapat menurunkan kadar norepinefrin di forbrain medial.

Penurunan ini dapat menyebabkan anergia, anhedonia, dan penurunan libido pada

depresi.
Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol

(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan

penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG

mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin

meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).

 Dopamin

Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair, nigrostriatal,

mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk mengatur

motivasi, konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan kompleks, serta

tugas-tugas fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada sistem ini dikaitkan

dengan gangguan kognitif, motorik, dan anhedonia yang merupakan manifestasi

simptom depresi.

 Neurotransmiter lain

Neuron kolinergik mengandung setilkolin yang terdistribusi difus di korteks

serebri dan mempunyai hubungan timbal balik dengan sistem monoamin. Abnormal

kadar kolin (prekursor asetilkolin) terdapat di otak pasien depresi. Obat yang bersifat

agonis kolinergik dapat menyebabkan letargi, anergi, dan retardasi psikomotor pada

orang normal. Selain itu, ia juga dapat mengeksaserbasi simptom-simptom depresi

dan mengurangi simptom mania.


GABA (gamma-aminobutyric acid) memiliki efek inhibisi terhadap monoamin,

terutama pada sistem mesokorteks dan mesolimbik. Pada penderita depresi

terdapat penurunan GABA. Stressor khronik dapat mengurangi kadar GABA dan

antidepresor dapat meningkatkan regulasi reseptor GABA.

Asam amino glutamat dan glisisn merupakan neurotransmiter utama di SSP,

yang terdistribusi hampir di seluruh otak. Ada 5 reseptor glutamat, yaitu NMDA,

kainat, L-AP4, dan ACPD. Bila berlebihan, glutamat bisa menyebabkan neurotoksik.

Obat-obat yang antagonis terhadap NMDA mempunyai efek antidepresan.

 HPA aksis (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal)

Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita

tercatat dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang

mengganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh

meningkatkan kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah

kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk

mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur

tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan.

Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap

stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan “umpan balik”, yaitu

hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone (CRH) , kemudian

mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi

adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke

adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.


Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran

pada awal perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya

gangguan mood pada masa dewasa.

Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang

dialami seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan

peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.

Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang

menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf

yang berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan

terhadap stressor dan resiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan

stressor meningkat, seperti terjadinya depresi setelah dewasa.

Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola

pengasuhan buruk, menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang

kehidupannya. Selain itu , setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan

terhadap stressor.

Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,

mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.

Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa.

Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.

Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal

terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat

penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.

Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik

seseorang terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi
bila orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh

pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya,

mekanisme “umpan balik” semakin terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan

kortisol menekan sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini

mempermudah seseorang mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan

stressor.

Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan

kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini

menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan

dengan gangguan hipokampus.

Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten

pada gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan

dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi

deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan

peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada

keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi

inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone

supression test).

 Neurotransmiter pada Mania (Gangguan Bipolar)

Otak menggunakan sejumlah senyawa neurokimiawi sebagai pembawa pesan

untuk komunikasi berbagai beagian di otak dan sistem syaraf. Senyawa neurokimiawi

ini, dikenal sebagai neurotransmiter, sangat esensial bagi semua fungsi otak. Sebagai
pembawa pesan, mereka datang dari satu tempat dan pergi ke tempat lain untuk

menyampaikan pesan-pesannya. Bila satu sel syaraf (neuron) berakhir, di dekatnya

ada neuron lainnya. Satu neuron mengirimkan pesan dengan mengeluarkan

neurotrasmiter menuju ke dendrit neuron di dekatnya melalui celah sinaptik,

ditangkap reseptor-reseptor pada celah sinaptik tersebut.

Neurotransmiter yang berpengaruh pada terjadinya gangguan bipolar adalah

dopamin, norepinefrin, serotonin, GABA, glutamat dan asetilkolin. Selain itu,

penelitian-penelitian juga menunjukksan adanya kelompok neurotransmiter lain

yang berperan penting pada timbulnya mania, yaitu golongan neuropeptida,

termasuk endorfin, somatostatin, vasopresin dan oksitosin. Diketahui bahwa

neurotransmiter-neurotransmiter ini, dalam beberapa cara, tidak seimbang

(unbalanced) pada otak individu mania dibanding otak individu normal.

Misalnya, GABA diketahui menurun kadarnya dalam darah dan cairan spinal

pada pasien mania. Norepinefrin meningkat kadarnya pada celah sinaptik, tapi

dengan serotonin normal. Dopamin juga meningkat kadarnya pada celah sinaptik,

menimbulkan hiperaktivitas dan nsgresivitas mania, seperti juga pada skizofrenia.

Antidepresan trisiklik dan MAO inhibitor yang meningkatkan epinefrin bisa

merangsang timbulnya mania, dan antipsikotik yang mem-blok reseptor dopamin

yang menurunkan kadar dopamin bisa memperbaiki mania, seperti juga pada

skizofrenia.

Sumber :

Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III.Jakarta: Bagian

Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-69.2.


Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan dan Sadock Sinopsis PsikiatriIlmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis edisi 7. Jakarta: BinarupaAksara. 1997. p. 777-

858

Lubis NL. Depre si Tinjauan Psikologis. Ja karta: Kencan a Prenada

M e d i a Group. 2009. p. 61-85

2. Mengapa penderita mengalami perubahan afektif yang

sebelumnya semangat menjadi sindroma depresi?


3. Bagaimana hubungan PHK dengan sindroma depresi?

Bila pengalaman yang berbentuk stressor dalam kehidupan sehari-hari kita

tercatat dalam korteks serebri dan sistem limbik sebagai stresor atau emosi yang

mengganggu, bagian dari otak ini akan mengirim pesan ke tubuh. Tubuh

meningkatkan kewaspadaan untuk mengatasi stressor tersebut. Target adalah

kelenjar adrenal. Adrenal akan mengeluarkan hormon kortisol untuk

mempertahankan kehidupan. Kortisol memegang peranan penting dalam mengatur

tidur, nafsu makan, fungsi ginjal, sistem imun, dan semua faktor penting kehidupan.

Peningkatan aktivitas glukokortikoid (kortizol) merupakan respon utama terhadap

stressor. Kadar kortisol yang meningkat menyebabkan “umpan balik”, yaitu

hipotalamus menekan sekresi cortikotropik-releasing hormone (CRH) , kemudian

mengirimkan pesan ini ke hipofisis sehingga hipofisi juga menurunkan produksi

adrenocortictropin hormon (ACTH). Akhirnya pesan ini juga diteruskan kembali ke

adrenal untuk mengurangi produksi kortisol.


Pengalaman buruk seperti penganiayaan pada masa anak atau penelantaran

pada awal perkembangan merupakan faktor yang bermakna untuk terjadinya

gangguan mood pada masa dewasa.

Sistem CRH merupakan sistem yang paling terpengaruh oleh stressor yang

dialami seseorang pada awal kehidupannya. Stressor yang berulang menyebabkan

peningkatan sekresi CRH, dan penurunan sensitivitas reseptor CRH adenohipofisis.

Stressor pada awal masa perkembangan ini dapat menyebabkan perubahan yang

menetap pada sistem neurobiologik atau dapat membuat jejak pada sistem syaraf

yang berfungsi merespon respon tersebut. Akibatnya, seseorang menjadi rentan

terhadap stressor dan resiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan

stressor meningkat, seperti terjadinya depresi setelah dewasa.

Stressor pada awal kehidupan seperti perpisahan dengan ibu, pola

pengasuhan buruk, menyebabkan hiperaktivitas sistem neuron CRH sepanjang

kehidupannya. Selain itu , setelah dewasa, reaktivitas aksis HPA sangat berlebihan

terhadap stressor.

Adanya faktor genetik yang disertai dengan stressor di awal kehidupan,

mengakibatkan hiperaktivitas dan sensitivitas yang menetap pada sistem syaraf.

Keadaan ini menjadi dasar kerentanan seseorang terhadap depresi setelah dewasa.

Depresi dapat dicetuskan hanya oleh stressor yang derajatnya sangat ringan.

Peneliti lain melaporkan bahwa respons sistem otonom dan hipofisis-adrenal

terhadap stressor psikososial pada wanita dengan depresi yang mempunyai riwayat

penyiksaan fisik dan seksual ketika masa anak lebih tinggi dibanding kontrol.

Stressor berat di awal kehidupan menyebabkan kerentanan biologik

seseorang terhadap stressor. Kerentanan ini menyebabkan sekresi CRH sangat tinngi
bila orang tersebut menghadapi stressor. Sekresi tinggi CRH ini akan berpengaruh

pula pada tempat di luar hipotalamus, misalnya di hipokampus. Akibatnya,

mekanisme “umpan balik” semakin terganggu. Ini menyebabkan ketidakmampuan

kortisol menekan sekresi CRH sehingga pelepasan CRH semakin tinggi. Hal ini

mempermudah seseorang mengalami depresi mayor, bila berhadapan dengan

stressor.

Peningkatan aktivitas aksis HPA meningkatkan kadar kortisol. Bila peningkatan

kadar kortisol berlangsung lama, kerusakan hipokampus dapat terjadi. Kerusakan ini

menjadi prediposisi depresi. Simptom gangguan kognitif pada depresi dikaitkan

dengan gangguan hipokampus.

Hiperaktivitas aksis HPA merupakan penemuan yang hampir selalu konsisten

pada gangguan depresi mayor. Gangguan aksis HPA pada depresi dapat ditunjukkan

dengan adanya hiperkolesterolemia, resistennya sekresi kortisol terhadap supresi

deksametason, tidak adanya respon ACTH terhadap pemberian CRH, dan

peningkatan konsentrasi CRH di cairan serebrospinal. Gangguan aksis HPA, pada

keadaan depresi, terjadi akibat tidak berfungsinya sistem otoregulasi atau fungsi

inhibisi umpan balik. Hal ini dapat diketahui dengan test DST (dexamethasone

supression test).

4. Apakah ada hubungan dari umur dan jenis kelamin dengan

sindroma depresi?

5. Apa saja faktor yang menyebabkan sindroma depresi?


6. Apa saja derajat depresi?

Pasien kemungkinan menderita depresi sesuai dengan gejala dari

depresi yaitu

F32.Episode Depresi

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

 afek depresif

 kehilngan minat dan kegembiraan, dan

 berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala Lainnya :

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu

g. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut

diperlukan masa sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan


7. Apa macam-macam mood dan afektif?

8. Apa macam –macam dari gangguan mood/afektif?

Gejala Fisik

Menurut beberapa ahli, gejala depresi yang kelihatan ini mempunyai

rentangan dan variasi yang luas sesuai dengan berat ringannya depresi

yang dialami. Namun secara garis besar ada beberapa gejala fisik umum

yang relatif mudah dideteksi. Gejala itu seperti :

 Gangguan pola tidur (sulit tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit)

 Menurunnya tingkat aktivitas. Pada umumnya, orang yang mengalami

depresi menunjukkan perilaku yang pasif, menyukai kegiatan yang tidak

melibatkan orang lain seperti nonton TV, makan, tidur

 Menurunnya efisiensi kerja. Penyebabnya jelas, orang yang terkena

depresi akan sulit memfokuskan perhatian atau pikiran pada suatu hal,

atau pekerjaan. Sehingga, mereka juga akan sulit memfokuskan energi

pada hal-hal prioritas. Kebanyakan yang dilakukan justru hal-hal yang

tidak efisien dan tidak berguna, seperti misalnya ngemil, melamun,

merokok terus menerus, sering menelpon yang tak perlu. Yang jelas,

orang yang terkena depresi akan terlihat dari metode kerjanya yang
menjadi kurang terstruktur, sistematika kerjanya jadi kacau atau

kerjanya jadi lamban.

 Menurunnya produktivitas kerja. Orang yang terkena depresi akan

kehilangan sebagian atau seluruh motivasi kerjanya. Sebabnya, ia tidak

lagi bisa menikmati dan merasakan kepuasan atas apa yang

dilakukannya. Ia sudah kehilangan minat dan motivasi untuk melakukan

kegiatannya seperti semula. Oleh karena itu, keharusan untuk tetap

beraktivitas membuatnya semakin kehilangan energi karena energi yang

ada sudah banyak terpakai untuk mempertahankan diri agar tetap dapat

berfungsi seperti biasanya. Mereka mudah sekali lelah, capai padahal

belum melakukan aktivitas yang berarti !

 Mudah merasa letih dan sakit. Jelas saja, depresi itu sendiri adalah

perasaan negatif. Jika seseorang menyimpan perasaan negatif maka

jelas akan membuat letih karena membebani pikiran dan perasaan ! ;

dan ia harus memikulnya di mana saja dan kapan saja, suka tidak suka !

Gejala Psikis

Perhatikan baik-baik gejala psikis di bawah ini, apakah Anda atau rekan

Anda ada yang mempunyai tanda-tanda seperti di bawah ini :


 Kehilangan rasa percaya diri. Penyebabnya, orang yang mengalami

depresi cenderung memandang segala sesuatu dari sisi negatif,

termasuk menilai diri sendiri. Pasti mereka senang sekali

membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Orang lain dinilai

lebih sukses, pandai, beruntung, kaya, lebih berpendidikan, lebih

berpengalaman, lebih diperhatikan oleh atasan, dan pikiran negatif

lainnya.

 Sensitif. Orang yang mengalami depresi senang sekali mengkaitkan

segala sesuatu dengan dirinya. Perasaannya sensitif sekali, sehingga

sering peristiwa yang netral jadi dipandang dari sudut pandang yang

berbeda oleh mereka, bahkan disalahartikan. Akibatnya, mereka mudah

tersinggung, mudah marah, perasa, curiga akan maksud orang lain (yang

sebenarnya tidak ada apa-apa), mudah sedih, murung, dan lebih suka

menyendiri.

 Merasa diri tidak berguna. Perasaan tidak berguna ini muncul karena

mereka merasa menjadi orang yang gagal terutama di bidang atau

lingkungan yang seharusnya mereka kuasai. Misalnya, seorang manajer

mengalami depresi karena ia dimutasikan ke bagian lain. Dalam

persepsinya, pemutasian itu disebabkan ketidakmampuannya dalam


bekerja dan pimpinan menilai dirinya tidak cukup memberikan

kontribusi sesuai dengan yang diharapkan.

 Perasaan bersalah. Perasaan bersalah terkadang timbul dalam

pemikiran orang yang mengalami depresi. Mereka memandang suatu

kejadian yang menimpa dirinya sebagai suatu hukuman atau akibat dari

kegagalan mereka melaksanakan tanggung jawab yang seharusnya

dikerjakan. Banyak pula yang merasa dirinya menjadi beban bagi orang

lain dan menyalahkan diri mereka atas situasi tersebut.

 Perasaan terbebani. Banyak orang yang menyalahkan orang lain atas

kesusahan yang dialaminya. Mereka merasa terbeban berat karena

merasa terlalu dibebani tanggung jawab yang berat.

Gejala Sosial

Jangan heran jika masalah depresi yang berawal dari diri sendiri pada

akhirnya mempengaruhi lingkungan dan pekerjaan (atau aktivitas rutin

lainnya). Bagaimana tidak, lingkungan tentu akan bereaksi terhadap

perilaku orang yang depresi tersebut yang pada umumnya negatif

(mudah marah, tersinggung, menyendiri, sensitif, mudah letih, mudah

sakit). Problem sosial yang terjadi biasanya berkisar pada masalah

interaksi dengan rekan kerja, atasan atau bawahan. Masalah ini tidak
hanya berbentuk konflik, namun masalah lainnya juga seperti perasaan

minder, malu, cemas jika berada di antara kelompok dan merasa tidak

nyaman untuk berkomunikasi secara normal. Mereka merasa tidak

mampu untuk bersikap terbuka dan secara aktif menjalin hubungan

dengan lingkungan sekalipun ada kesempatan.

Menurut PPDGJ III, gangguan suasana perasaan (mood [afektif])

dibagimenjadi:

F30 EPISODE MANIK

• Kesamaan karakteristik dalam afek yang meningkat,disertai

peningkatan dalam jumlah dan kecepatan aktivitas fisik dan mental,

dalam berbagai derajat keparahan. Kategori inihanya untuk satu episode

manik tunggal (yang pertama),termasuk gangguan afektif bipolar,

episode manik tunggal. Jikaada episode afektif (depresi, manik atau

hipomanik)sebelumnya atau sesudahnya, termasuk gangguan

afektif bipolar. (F31).

F30.0Hipomania

• Derajat gangguan yang lebih ringan dari mania (F30.1),afek yang

meninggi atau berubah disertai peningkatan aktivitas,menetap selama


sekurang-kurangnya beberapa hari berturut-turut, pada suatu derajat

intensitas dan yang bertahan melebihiapa yang digambarkan bagi

siklotimia (F34.0), dan tidak disertai halusinasi atau waham.

•Pengaruh nyata atas kelancaran pekerjaan dan aktivitassosial memang

sesuai dengan diagnosis hipomania, akan tetapi bila kakacauan itu berat

atau menyeluruh, maka diagnosismania (F30.1 atau F30.2) harus

ditegakkan.

F30.1Mania Tanpa Gejala Psikotik

• Episode harus berlangsung sekurang-kurangnya 1 minggu,dan cukup

berat sampai mengacaukan seluruh atau hampir seluruh pekerjaan dan

aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

• Perubahan afek harus disertai dengan energi yang bertambah sehingga

terjadi aktivitas berlabihan, percepatan dankebanyakan bicara,

kebutuhan tidur yang berkurang, ide-ide perihal kebesaran/ “ grandiose

ideas” dan terlalu optimistik.

F30.2Mania Dengan Gejala Psikotik

• Gambaran klinis merupakan bentuk mania yang lebih beratdari F30.1

(mania tanpa gejala psikotik).


• Harga diri yang membumbung dan gagasan kebesarandapat

berkembang menjadi waham kebesaran (delusion of grandeur ),

irritabilitas dan kecurigaan menjadi waham kejar (delusion of

persecution). Waham dan halusinasi “sesuai”dengan keadaan afek

tersebut (mood congruent ).

F30.8 Episode Manik Lainnya

F30.9 Episode Manik YTT

F31GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

• Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua

episode) dimana afek pasien dan tingkataktivitasnya jelas terganggu,

pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penmbahan

energi dan aktivitas(mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa

penurunanafek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).Yang

khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurnaantar episode.

Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tibadan beralngsung antara 2

minggu sampai 4-5 bulan, episodedepresi cenderung berlangsung lebih

lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun

kecuali pada orangusia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali


terajadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental

lain(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).

• Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif.Tidak termasuk:

gangguan bipolar, episode manik tunggal(F30).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik

• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania(F30.0);

dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain(hipomanik,

manik, depresif atau campuran) di masalampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa GejalaPsikotik

• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteriauntuk mania tanpa

gejala psikotik (F30.1); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif atau campuran) di masalampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala

Psikotik
• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan

gejala psikotik (F30.2); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain(hipomanik,

manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.3Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atauSedang

• Untuk menegakkan diagnosis pasti

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1);dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik atau campuran di masa lampau.

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat TanpaGejala

Psikotik

• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik

atau campuran di masa lampau.


F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan

Gejala Psikotik

• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik

atau campuran di masa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran

• Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejalamanik, hipomani,

dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala

mania/ hipomania dandepresi sama-sama mencolok selama masa

terbesar dariepisode penyakit yang sekarang, dan telah

berlangsungsekurang-kurangnya 2 minggu); dan

(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik, atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi


• Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyataselama

beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-

kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,atau campuran dimasa

lampau dan ditambah sekurangnya satuepisode afektif lain (hipomanik,

manik, depresif ataucampuran).

F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya

F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F32.Episode Depresi

Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat) :

 afek depresif

 kehilngan minat dan kegembiraan, dan

 berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

(rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya

aktivitas.

Gejala Lainnya :

h. Konsentrasi dan perhatian berkurang

i. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang


j. Gagasan tentaang rasa bersalah dan tidak berguna

k. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

l. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

m. Tidur terganggu

n. Nafsu makan berkurang

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut

diperlukan masa sekurang-kurangnya dua minggu untuk penegakkan

diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika

gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.

1. KRITERIA DIAGNOSIS

F32.0 Episode Depresif Ringan

- sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi ditambah

sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya

- tidak boleh ada gejala yang berat dan keinginan untuk bunuh diri

- lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2

minggu
- hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa

dilakukannya

F32.1 Episode Depresif Sedang

- sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi seperti

pada episode depresif ringan ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan

sebaiknya 4) dari gejala lainnya

- lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu

- menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan dan urusan rumah tangga.

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik

- Semua 3 gejala utama depresi harus ada

- Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa

diantaranya harus berintensitas berat.

- Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang

mencolok, maka pasien mungkibn tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian penilaian

secara menyeluruh terhadap episode depresif berat masih dapat

dibenarkan.

- Episode depresif biasanya haarus berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,

maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun

waktu kurang dari 2 minggu

- Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial,

pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali paada taraf yang sangat

terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

- Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32 tersebut

- Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya

melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang

mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.

o Waham halusinasi serasi atau tdk serasi dg afek (mood congruent)


(PPGDJ III)

F 32.8 Episode Depresif Lainnya

F 32.9 Episode Depresif YTT

Tanyakan kpn dy pny ide utk bunuh diri, bila dlm wktu 2 minggu

gagasan bunuh diri masih adadepresi berat (indikasi untk rawat

inap), bila stlh 2 minggu tdk ada ide bunuh diridepresi

ringan/sedang dengan gejala somatik.

F 33. Gangguan Depresif Berulang

- gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari :

- episode depresi ringan (F32.0)

- episode depresi sedang (F32.1)

- epidode depresi berat (F32.3)

Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan

tetapi frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan

bipolar.Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek

dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2).

Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode

singkat dari peninggian afek dan hiperaktiviats ringan yang memenuhi

kriteria hipomania (F30.0), segera sesudah suatu episode depresif

(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan


depresi).

Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode,

namun sebagian kecil pasien mungkn mendapat depresi yang

akhirnya menetap, teruatam pada usia lanjut (untuk keadaan ini,

kategori ini harus tetap digunakan).Episode masing-masing, dalam

berbagai tingkat keparahan seringkali dicetuskan oleh perisitiwa

kehidupan yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak

essensial untuk penegakan diagnosis).

Diagnosis banding : Episode depresif singkat berulang (F38.1)

F33.0 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Ringan

Pedoman Diagnostik

Untuk diagnosis pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi,

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif ringan (F32) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.1 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Sedang

Pedoman Diagnostik
Untuk Diagnostik pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi,

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif sedang (F32.1) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.2 Gangguan Depresif Berulang Episode Kini Berat Tanpa Gejala

Psikotik

Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnostik pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi,

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2) dan

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.3 Gangguan Depresif Berulang, Episode Kini Berat Dengan Gejala

Psikotik

Pedoman Diagnostik
Untuk Diagnostik pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi,

dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode

depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3) dan

c. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.4 Gangguan Depresif Berulang Kini Dalam Remisi

Pedoman Diagnostik

Untuk Diagnostik pasti :

a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus pernah

dipenuhi di masa lampau, tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak

memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan derajat

keparahan apapun atau gangguan lain apapun (F30-F39)

b. Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-

masing selama minimal dua minggu dengan selang waktu beberapa

bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna

F33.8 Gangguan Depresif Berulang Lainnya

F33.9 Gangguan Depresif Berulang YTT


F34 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])MENETAP

F34.0 Siklotimia

• Ciri esensial adalah ketidak-stabilan menetap dari afek (suasana

perasaan), meliputi banyak periode depresi ringan danhipomania ringan,

diantaranya tidak ada yang cukup parah ataucukup lama untuk

memenuhi kriteria gangguan afektif bipolar (F31.-) atau gangguan

depresif berulang (F33.-).

• Setiap episode alunan afektif ( mood swings) tidak memenuhi kriteria

untuk mana pun yang disebut dalam episodemanik (F30.-) atau episode

depresif (F32.-).

F34.1 Distimia

• Ciri esensial adalah afek depresif yang berlangsung sangatlama yang

tidak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk memenuhi kriteria

gangguan depresif berulang ringan atausedang (F33.0 atau F33.1).

• Biasanya mulai pada usia dini dari masa dewasa dan berlangsung

sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka

waktu tidak terbatas.


• Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan iniseringkali merupakan

kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32) dan berhubungan

dengan masa berkabung ataustres lain yang tampak jelas.

F34.8 Gangguan Afektif Menetap Lainnya

• Kategori sisa untuk gangguan afektif menetap yang tidak cukup parah

atau tidak berlangsung cukup lama untuk memenuhi kriteria siklotimia

(F34.0) atau distimia (F34.1),namun secara klinis bermakna.

F34.9 Gangguan Afektif Menetap YTT

F38 GANGGUAN SUASANA PERASAAN (MOOD[AFEKTIF])LAINNYA

F38.0 Gangguan Afektif Tunggal Lainnya

• F38.00 Episode afektif campuran

Episode afektif yang berlangsung sekurang-kurangnya selama2 minggu

yang bersifat campuran atau pergantian cepat(biasanya dalam beberapa

jam) antara gejala hipomanik, manik dan depresif.

F38.1Gangguan Afektif Berulang Lainnya

• F38.10 Episode depresif singkat berulang


Episode depresif singkat yang berulang, muncul kira-kira sekalisebulan

selama satu tahun yang lampau.Semua episode depresif masing-masing

berlangsung kurangdari 2 minggu (yang khas ialah 2-3 hari, dengan

pemulihansempurna) tetapi memenuhi kriteria simtomatik untuk

episodedepresif ringan, sedang atau berat (F32.0, F32.1, F32.2).

F38.8Gangguan Afektif Lainnya YTT

• Merupakan kategori sisa untuk gangguan afektif yangtidak memenuhi

kriteria untuk kategori mana pun dari F30-F38.1 tersebut diatas.

F38.9 Gangguan Afektif YTT

• Untuk dipakai hanya sebagai langkah terakhir jika tak ada istilah lain

yang dapat digunakan.

• Termasuk: psikosis afektif YTT

Sumber :

Rusdi M. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-

III.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2001. p. 58-

69.2.

9. Apa penyebab dari gangguan afektif?


10. Bagaimana cara menilai scoring GAF?

11. Apa terapi yang diberikan pada pasien ini?

PENATALAKSANAAN

 Obat anti depresi & anti mania

Tabel 2. Panduan Obat-Obatan Bipolar Berdasarkan British Association

of Psychopharmacology (Sumber: Journal of Psychopharmacology 2003)

Obat Dosis Monitori Efek samping

ng

Lithium · Dosis Kadar Tremor,

tunggal lithium poliuria,

800 mg, dalam polidipsi,

malam serum peningkatan

hari. harus berat badan,

dipantau gangguan
· Dosis
setiap 3-6 kognitif,
direndahka
bulan, gangguan
n pada
sedangka saluran cerna,
pasien
n tes rambut
diatas 65
tahun dan fungsi rontok,

yang ginjal dan leukositosis,

mempunya tiroid jerawat, dan

i gangguan diperiksa edema

ginjal. setiap 12

bulan.

Valproate · Rawat Tes fungsi Nyeri pada

(divalproate inap: dosis hati pada saluran cerna,

semisodium inisial 20- 6 bulan peningkatan

) 30 pertama. ringan enzim

mg/kg/hari hati, tremor,

. dan sedasi

· Rawat

jalan: dosis

inisial 500

mg, titrasi

250-500

mg/hari.

· Dosis
maksimum

60

mg/kg/hari

Karbamazep · Dosis Darah Lelah, mual,

in inisial 400 rutin, dan diplopia,

mg. tes fungsi pandangan

hati kabur, dan


· Dosis
dilakukan ataxia
maintenan
pada 2
ce 200-
bulan
1600
pertama.
mg/hari.

Lamotrigine · Dosis ? Rash kulit,

inisial 25 hipersensitifit

mg/hari as, sindrom

pada 2 Steven

minggu Johnson,

pertama, toksik

lalu 50 mg epidermal
pada nekrolisis

minggu

kedua dan

ketiga.

· Dosis

diturunkan

setengahn

ya bila

pasien juga

mendapat

valproate.
Lamotrigine · Dosis inisial ? Rash kulit,

25 mg/hari hipersensitifitas,

pada 2 minggu sindrom Steven

pertama, lalu Johnson, toksik

50 mg pada epidermal

minggu kedua nekrolisis

dan ketiga.

· Dosis

diturunkan

setengahnya

bila pasien

juga mendapat

valproate.

ANTIDEPRESAN

Jenis antidepresan adalah antidepresan trisiklik (ATS), inhibitor

monoamine oksidase (MAOI), inhibitor reuptake serotonin selektif

(SSRI), dan sekelompok antidepresan lain yang tidak termasuk tiga kelas
pertama (Tabel dibawah). Indikasi klinis utama untuk penggunaan

antidepresan adalah penyakit depresif mayor. Obat ini juga berguna

dalam pengobatan gangguan panik, gangguan ansietas lainnya dan

enuresis pada anak-anak. Berbagai riset terdahulu menunjukkan bahwa

obat ini berguna untuk mengatasi gangguan defisit perhatian pada anak-

anak dan bulimia serta narkolepsi.

Antidepresan Trisiklik

Mekanisme kerja ATS tampaknya mengatur penggunaan

neurotransmiter norepinefrin dan serotonin pada otak. Manfaat Klinis

dengan riwayat jantung yang dapat diterima dan gambaran EKG dalam

batas normal, terutama bagi individu di atas usia 40 tahun, ATS aman

dan efektif dalam pengobatan penyakit depresif akut dan jangka

panjang. Reaksi yang merugikan dan pertimbangan

keperawatanPerawat harus mampu mengetahui efek samping umum

dari anti depresan dan mewaspadai efek toksik serta pengobatannya.

Obat ini menyebabkan sedasi dan efek samping antikolinergik, seperti

mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urine, hipotensi

ortostatik, kebingungan sementara, takikardia, dan fotosensitivitas.


Kebanyakan kondisi ini adalah efek samping jangka pendek dan biasa

terjadi serta dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis obat. Efek

samping toksik termasuk kebingungan, konsentrai buruk, halusinasi,

delirium, kejang, depresi pernafasan, takikardia, bradikardia, dan koma.

 Antidepresant

Serangan akut depresi merupakan kondisi yang dengan sukses

ditanggulangi 70-80 persen. Dalam pemberian obat pada pasien perlu

diingat bahwa depresi adalah proses akibat fenomena biologik dan

psikososial, keduanya tetap mendapatkan manfaat besar dengan

pemberian obat antidepresant.

Kepada pasien perlu diingatkan bahwa untuk mendapatkan efek

yang baik dari obat antidepressant diperlukan penggunaan obat lebih

dahulu selama 3-4 minggu, termasuk juga untuk menetapkan suatu obat

antidepressant tidak sesuai bagi pasien tertentu.

Sangat bijaksana menjelaskan kepada pasien efek samping yang

akan dialami pengguna obat tertentu tapi hal yang sekaligus merupakan
bukti bahwa obat itu sedang sedang bekerja dalam tubuh, dan tak perlu

cepat dihentikan penggunaannya tanpa saran dokter.

Pasien perlu faham bahwa dampak bagus obat adalah gejala

perbaikan pertama yang terlihat berupa perbaikan tidur, timbulnya

selesa makan, yang disusul dengan bangkitnya rasa bertenaga.

Sedangkan perasaan depresi merupakan gejala yang paling akhir

hilangnya.

Perhatikan sejarah penggunaan obat pada pasien dan

keluarganya, untuk mewaspadai hal yang tak diingini. Jika tak ada

kontraindikasi maka dapat digunakan sebagai salah satu pilihan adalah

golongan heterocyclic antidepressant yang diwakili oleh tricyclyc

antidepressant.

Tricyclic antidepressant (TCA)

Alasan pemilihan tricyclic antidepressant adalah profile efeknya

terutama karena tidak memiliki efek sedasi. Pengobatan yang dapat

dinilai hasilnya adalah pemberian tricyclic antidepressant sekurang-


kurangnya empat minggu, lebih disukai enam minggu. Jika 6 minggu tak

terdapat perobahan yang bermakna perlu dipertimbangkan penggunaan

antidepesaant kelompok lain seperti MonoAmino Oxydase Inhibitor

(MAIO) atau Electroconvulsive therapy (ECT).

Saat ini dipasar beredar beraneka ragam anti depressant yang

dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan, dengan memperhatikan hasil

riset anti depresant terakhir. Sediaan antidepressant yang dapat

digunakan : (berdasarkan urutan abjad nama dagang)

Kombinasi penggunaan tricyclic antidepressant (kecuali imipramine)

dengan MAOI dengan pengawasan sangat hati-hati dapat dicoba dengan

dosis awal keduanya rendah, perlahan dinaikkan.

Meski mengandung kontroversi penggunaan ECT dianjurkan kalau

diperlukan efek perbaikan lekas untuk menangkal resiko tinggi seperti

suicide dan homicide.

Lithium

Garam Lithium (carbonate) merupakan antidepressant yang


dianjurkan untuk gangguan depresi bipolar (terdapatnya episode depresi

dan mania) dan penderita gangguan depresi. Lithium tidak bersifat

sedative, depressant ataupun eforiant, inilah yang membedakannya dari

antidepressant lain.

Mekanisme aksi lithium mengendalikan alam perasaan belum

diketahui, diduga akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas

ion lithium dengan ukuran yang amat kecil tersebar melalui membrana

biologik, berbeda dari ion Na dan K. Ion lithium menggantikan ion Na

mendukung aksi potensial tunggal di sel saraf dan melestarikan

membrana potensial itu. Masih belum jelas betul makna interaksi antara

lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per liter) dan transportasi

monovalent atau divalent kation oleh sel saraf.

Aksi lithium disusunan saraf pusat dispekulasikan sebagai

merobah distribusi ion didalam sel susunan saraf pusat, perhatian

terpusat pada efek konsentrasi ion nya yang rendah dalam metabolisme

biogenic amine yang berperanan utama dalam patofisiologi gangguan

alam perasaan.
Psikoterapi

Manajemen klinis dilakukan dengan mempertimbangkan faktor dominan

kausa gangguan. Jika menonjol dampak aspek ledakan psikososial yang

mengacaukan psikodinamik pasien, dilakukan psikoterapi. Jika tak yakin

akan bermanfaat penanganan tunggal psikoterapi, dapat disertai

pemberian farmakoterapi anti depresant.

Banyak laporan menegaskan bahwa penanganan kombinasi dua tehnik

psikoterapi dan farmakoterapi memberikan hasil lebih baik.

Pada saat ini pengobatan depresi tidak memerlukan perawatan di rumah

sakit.

Penderita yang harus dirawat di rumah sakit adalah penderita yang:

- memiliki kecenderungan bunuh diri atau merencanakan tindakan

bunuh diri

- terlalu lemah karena berat badannya turun

- memiliki resiko terjadinya kelainan jantung karena penderita sangat

gelisah.

Pemberian obat-obatan merupakan langkah utama dalam mengobati


depresi sekarang ini.

Pengobatan lainnya adalah psikoterapi dan terapi elektrokonvulsif.

Kadang digunakan kombinasi dari ketiga terapi tersebut.

o ANTIMANIA

1. Secara umum

Penderita perlu dirawat di rumah sakit karena biasanya tidak

mempunyai pandangan dan kesadaran terhadap dirinya, sehingga

dapat membahayakan kesehatan fisiknya seperti kurang

memperhatikan kebersihan diri, tidak mau makan, tidak tidur

berhari-hari,membuang banyak uang atau menghabiskan miliknya

yang sudah secara rutin secara tidak bertanggungjawab.

2. Terapi kimiawi

a. Obat yang dapat diberikan ada beberapa senyawa :

- Senyawa phenothiazine

o Promazine (prazine/verophen) 100 - 600 mg/hari

o Chlorpromazine(Largaktil / Megaphen / Propaphenin ,

Thorazine) 75 - 500 mg/hari

o Levomepromazine(Nozinan/Neurocil) 75 - 300 mg/hari


o Thioridazine (Melleril) 75 - 500 mg/hari

o Trifluoperazine (Stelazine) 3 - 30 mg/hari

- Senyawa alkaloid Rauwolfla

o Reserpine (Serpasil) 3 - 9 mg/hari

- Senyawa butyrophenone

o Haloperidol (Haldol/Serenace/ Vesalium) 3 - 5 mg/hari

3. Terapi elektrolit

Lithium Carbonat dapat diberikan dalam jumlah 1 gr/hari,

umumnya dalam bentuk tablet.7

Sumber :

Rusdi M. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi

3.Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 2007. p. 23-

35
STEP 3

1. Mengapa pasien merasa sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, kurang semangat

dan tidur terganggu?

Fisiologis : karena kurang dari serotonin dihasilkan dari nukleus raphe, ada di celah

sinaps yang banyak serotonin karena pengambilan kembali terlalu cepat atau karena

penghancuran oleh monoamine oksidase.

monoamine oksidase???

untuk siklus tidur  serotonin rendah  gangguan tidur

peningkatan kortisol  irama sirkadian berubah

abnormalitas norepinefrin (eksitasi)

dopamin menurun  D1 menurun  eksitasi tidak ada  cepat lelah

dopamin, norepi : terbuat dari as amino tirosin

serotonin : asam amino triptopan, 80% terdapat di usus, 20% di neuron otak

cara kerja:

banyak di sistem limbik  mengontrol emosi melalui celah sinaps

pengambilan cepat dihancurkan dg monoamine oksidase. Terlalu banyak ditangkap

kemudian dihancurkan  mempengaruhi jumlah ketiganya.

Neurotransmiter utama = noerpinefrin  kunci pengaturan di hipotalamus. Bisa

dibentuk dari dopamin

Cepat lelah: dikaitkan dg fase tidur


NREM (non rapid eye movement)

N1 : saat mulai tetidur (5 menit)  ada sensari terjatuh karena kontraksi otot tiba2

N2 : tahap awal benar2 tidur  aktivitas otak lambat

N3 dan N4 : aktivitas otak sgt lambat  darah dialirkan ke otot untuk energi

REM (rapid eye movement)

Mata bergerak/berkedut tapi aktivitas otak naik sering terjadi fase mimpi. Otak

berkerja  melumpuhkan otot  tangan dan kaki tidak bergerak

NREM / REM memendek  siklus tidur memendek

Kualitas tidur pada orang depresi????

Tanda orang tidurnya baik???

Serotonin

- bisa dihasilkan dari karbo  nafsu makan turun  serotonin kurang

- siang dapat diubah menjadi melatonin  malam hari di keluarkan  bisa tidur.

Melatonin di simpan di kelenjar pineal  malam hari dikeluarkan

- terjadi penumpukan neurotransmiter di celah sinaps  depresi

- neurotransmiter dihancurkan di post sinaps (dopamin)  shg tidak terjadi

depresi, dihancurkan di pre sinaps (norepinefrin)  tdk terjadi depresi

- kelebihan norepi, serotonin, dopamin  maniak

- re-uptake  sehingga tidak terjadi depresi, re-uptake berlebihan  depresi


hubungan asam triptofan dg tyrosin???

Apakah setiap neurotransmitter punya irama sirkadian?

Peningkatan hormon berdasarkan jam yang mempengaruhi irama sirkadian 

terkait dg pemberian obat!!!

2. Mengapa penderita mengalami perubahan afektif yang sebelumnya bersemangat

menjadi sindroma depresi?

Mood dan afektif, tidak reliabel

a. Gangguan BB dan makan

b. Gangguan aktivitas dan tidur

c. Punya rasa bersalah

d. Ingin bunuh diri

e. Masalah dalam berfikir dan membuat keputusan

f. Tidak adanya energi

4 dari 6 selama 2 minggu  gangguan bipolar (berulang minimal 2 episode)

Episode manik : 2 minggu – 4 bulan

Depresi : 6 bulan

Perbedaan hipomanik dan depresi

- Hipomanik : afek meninggi tidak setinggi manik


- Depresi :

3. Perbedaan belanja normal dg “suka belanja”?

4. Hubungan “suka belanja” dg gangguan afektif dan mood?

5. Bagaimana hubungan PHK dengan sindroma depresi?

6. Apakah ada hubungan dari umur dan jenis kelamin dengan sindroma depresi?

7. Apa saja faktor yang menyebabkan sindroma depresi?

8. Apa saja derajat depresi?

9. Apa macam-macam mood dan afektif?

MOOD

- Euthymia : normal

- Hypothimia : sedih, murung, kehilangan semangat

- Hiperthymia : bersemangat, optimis

- Disforia : suasana tidak menyenangkan

- Euphoria : gembiran dan sejahtera yang berlebih

- Anhedonia : hilangnya minat dan kesenangnan

- Iritable : mudah terganggu dan marah

- Labil : mudah berubah secara cepat

AFEK

- Tension : tertekan

- Panik

- Hiperthymia : bersemangat, optimis

- Anxiety : cemas, resah gelisah


- Labil

- Parathymia

1. Appropriate : irama emosional dan afek harmonis (sesuai)

2. Inappropriate : irama emosional dan afek tidak sesuai

3. blunted atau tumpul : penurunan intensitas irama

4. flat/datar : tidak ada ekspresi dari efk suara monoton wajah tidak bergerak

5. labil : perubahan irama perasaan cepat dan tiba2

10. Apa macam –macam dari gangguan mood/afektif?

Gangguan mood : perubahan mood atau afek biasanya ke arah deprese (mood

turun) atau elasi (mood naik). Dibagi menjadi :

Berdasarkan episode

- Tunggal

- Multipel

Berdasarkan tingkat keparahan gejala

1. Mania dg gejala psikotik

2. Maniak tanpa gejala psikotik

3. Hipomaniak

1. Depresi ringan

2. Depresi sedang

3. Depresi berat tanpa psikotik


4. Depresi berat dg gejala psikotik

11. Apa penyebab dari gangguan afektif?

12. Bagaimana cara menilai scoring GAF?

13. Apa terapi yang diberikan pada pasien ini?

Anda mungkin juga menyukai