Anda di halaman 1dari 6

Nama: Danisha Anugerah Safitri

NIM: 3211417003
Rombel: Internasional
Mata kuliah: Geohidrologi
Dosen pengampu:
1. Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si
2. Wahyu Setyaningsih, S.T, M.T

KEADAAN DAN PERMASALAHAN AIR TANAH DI KABUPATEN BELITUNG,


KEP. BANGKA BELITUNG

A. LOKASI
Kabupaten Belitung merupakan daerah kepulauan yang secara astronomi terletak antara 107 o08’-
107o58,5’ Bujur Timur dan 02o30’-03o15’ Lintang Selatan dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Belitung Timur
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Gaspar
Kabupaten Belitung mempunyai keadaan topografi yang relatif datar. Kabupaten ini memiliki
ketinggian maksimum 500m dari permukaan laut yang berada di daerah Gunung Tajam. Bebatuannya
didominasi oleh kwarsa, batuan granit, batuan alluvial dan pasir. Akibat kehadiran batuan granit yang
mendominasi sebagai batuan alas, air tanah pada Kabupaten Belitung akan memiliki ciri yang khas terhadap
kedalaman, komposisi mineral air dan jenis akuifer tanah. Sementara itu, daerah hilir atau sekitar pantai
Kabupaten Belitung terdiri dari atas beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) utama. DAS utama tersebut
antara lain DAS Buding di sebelah utara, DAS Pala dan Kembiri di sebelah selatan, dan terdapat di sebelah
barat DAS Brang dan Cerucuk. Tingkat kemirin dan lereng yang rendah juga dimiliki oleh wilayah pantai
Kabupaten Belitung.Tingkat kemiringannya hanya berkisar 5-10%.

B. KEADAAN DAN JENIS AIR TANAH

Urut-urutan batuan yang berada pada Kabupaten Belitung terdiri dari dangkal ke dalam yaitu pasir
kuarsa, granodiorite, pasir dan granit. Pada batupasir kuarsa dan batupasir berperan sebagai penyimpanan
air tanah, sedangkan granodiorit berperan sebagai penutup lapisan batuan (Gambar 2), dilanjut dengan
granit yang merupakan batuan alas. Adapun tebal dari masing-masing lapisan batuan diantaranya:

1. Lapisan penutup berupa tanah humus memiliki tebal 1,5 – 3,8 m,


2. Lapisan pasir kuarsa memiliki tebal 2,4 – 5 m,
3. Lapisan granodiorite memiliki tebal 2,1 – 6,7 m, dan
4. Lapisan pasir memiliki tebal 24,7 – 36.

Potensi air tanah berada pada kedalaman 6 – 34 m dengan sifat akuifer tertekan yang termasuk
kedalam air tanah dangkal, sedangkan jika dilakukan pemboran lebih lanjut air sudah tidak bisa ditemukan
lagi, karena adanya kehadiran granit (Tabel 1). Berdasarkan hasil uji air tanah pada Laboratorium Analisis
dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro yang dilakukan pada Juli 2017, kualitas air tanah yang berada pada
Kabupaten Belitung masih tergolong baik dengan pH 7,41 dan memiliki baku mutu dibawah ambang batas
yang telah ditentukan.

Gambar 1. Peta Geologi Lembar Belitung (Baharuddin dan Sidarto, 1995)


Gambar 2. Penampang vertikal kondisi air tanah daerah Tanjungpandan

C. PEMANFAATAN AIR TANAH

Keterdapatan air tanah di Kabupaten Belitung meliputu air tanah tertekan dan mata air yang
mempunyai potensi untuk dapat dikembangkan dan dimanfaatkan. Prospek pengembangan dan
pemanfaatan air tanah dalam yang sifatnya tertekan di pulau belitung kemungkinan kecil, karena daerah
ini umumnya disusun oleh batuan padu sehingga air tanah hanya berada terbatas pada zona lapukan dan
rekahan batuan. Air tanah tertekan yang masih dapat diharapkan pada daerah perbukitan khususnya pada
daerah bermorfologi relatif landai, daerah patahan, dan daerah-daerah rekahan sekitar intrusi batuan beku.
Daerah tersebut di daerah Prawas, Mangkubang dan Kemandeng Hilir. Air tanah pada daerah ini dapat
dimanfaatkan untuk pemandian, mata air (sumber daya air baku), serta pengairan sawah.
D. PERMASALAHAN AIR TANAH
1. Bencana Kekeringan

Secara umum, curah hujan ratarata bulanan yang diterima Kabupaten Belitung cukup tinggi, yaitu
163 mm. Akan tetapi jumlah curah hujan tersebut tidak konstan sepanjang tahun. Pada musim kemarau,
curah hujan menurun drastis. Pada bulan September 2015, Kabupaten Belitung tidak mengalami hujan sama
sekali dan termasuk daerah dengan kekeringan ekstrim karena tidak mendapat hujan selama lebih dari 60
hari secara berturut-turut (BMKG Klas I Pangkal Pinang, 2015). Debit air tanah Kabupaten Belitung pada
tahun 2010 mencapai 86.067 liter per detik (Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung, 2015), namun
jumlah tersebut menurun seiring datangnya musim kemarau. Kecenderungan untuk terjadinya kekeringan
juga disebabkan oleh kurangnya produktivitas sumur gali, yang diakibatkan oleh turunnya muka air tanah,
serta kurangnya jumlah sumur gali di daerah- daerah yang potensial.

2. Pencemaran air di sekitar pertambangan maupun eks pertambangan yang cukup parah

Kondisi stagnasi air tanah yang telah berlangsung lama menjadi ciri dari hidrologi daerah rendah
dan perlembahan. Hal ini mengakibatkan kondisi lapisan bawah didominasi oleh lapisan konkresi besi yang
kedap air. Air hujan di wilayah Belitung biasanya mengalir sebagai aliran permukaan (run off) mengerus
permukaan (sheet erosion). Kandungan biji timah dan kaolin banyak ditemukan di daerah endapan batuan
granit, sehingga daerah sekitar sungai banyak dimanfaatkan sebagai usaha pertambangan. Bahkan sebagian
sumur, kolong atau bekas tambang bijih timah mengering. Sementara air sungai tidak bisa dimanfaatkan
untuk memasak, mencuci dan kebutuhan lainnya, karena air payau dan sudah tercemar. Tingkat pencemaran
air sungai cukup parah, karena adanya aktivitas penambangan bijih timah di hulu sehingga menyebabkan
air keruh karena partikel lumpur dan sungai yang dangkal akibat aktivitas pertambangan.

3. Tingkat kesadaran masyarakat untuk menjaga ketersediaan air masih rendah.

Selama ini, sebagian besar masyarakat masih merasa acuh terhadap ketersediaan air bersih dan
sumbernya, mereka menganggap air bersih sebagai hal biasa yang disediakan secara alami oleh
alam.Berbagai aktivitas sehari-hari dilakukan pada sumber air baku seperti mandi, cuci, kakus, bahkan
sungai dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah terbesar dan gratis.

Masyarakat juga masih menganggap ketersediaan air bersih menjadi tanggung jawab pemerintah.
Padahal sesungguhnya kesadaran dan rasa memiliki, bahwa menjaga ketersediaan air bersih merupakan
tanggung jawab bersama. Selain itu adanya alih fungsi daerah resapan air menjadi pemukiman yang cukup
tinggi.
E. SOLUSI YANG DILAKUKAN
1. BPBD Babel mengusulkan agar pemerintah membangun waduk skala besar untuk mengolah air payau
menjadi tawar dalam mengatasi krisis air bersih selama musim kemarau. BPBD Babel sudah
menyiagakan dua unit mobil tangki air (dengan kapasitas 5.000 liter) untuk memenuhi kebutuhan air
bersih masyarakat yang terdampak kekeringan selama musim kemarau.
2. Mengedukasikan masyarakat agar menghentikan membuang sampah secara sembarangan dan
membuang limbah domestik maupun detergen pada sumber air baku. Perlu adanya kesadaran yang
dimulai dari dari diri masyarakat sendiri untuk turut serta dalam menjaga kelestarian persediaan air
bersih.
3. Menghentikan alih fungsi daerah resapan air dengan upaya konservasi menanam tanaman yang
bermanfaat, karena pohon merupakan salah satu penyaring alam terbaik untuk menjaga kelestarian air
bersih.
4. Diperlukan peta potensi air tanah yang menggambarkan potensi air tanah berdasarkan kedalaman muka
air tanah. Diharapkan dengan adanya peta potensi air tanah ini, dapat memberikan pemahaman pada
pemerintah maupun warga setempat akan letak daerah-daerah yang potensial untuk pembuatan sumur
gali maupun instalasi lainnya demi pemenuhan kebutuhan air dan mencegah terjadinya kekeringan.

F. UPAYA KONSERVASI AIR TANAH

Upaya konservasi air tanah di Kabupaten Belitung yang bisa dilakukan contohnya adalah dengan
melakukan penanaman pohon atau tanaman yang bermanfaat atau yang memiliki tingkat meresap air yang
tinggi sehingga dapat menjaga ketersediaan air tanah. Selain itu, berdasarkan penelitian dan pengabdian
masyarakat yang dilaksanakan oleh mahasiswa-mahasiswa jurusan Teknik Pertambangan, Universitas
Bangka Belitung, dalam hal konservasi air tanah di daerah Merawang, Bangka yaitu melakukan konservasi
air tanah melalui pembuatan biopori tanah. Pembuatan biopori ini bertujuan untuk menyimpan cadangan
air sehingga mengatasi kekeringan. Jumlah volume air yang tersimpan dapat diprediksi melalui laju resapan
biopori. Dari data resapan yang diperoleh, 50 lubang biopori di Kecamatan Merawang, Bangka
diperkirakan mampu meresapkan air sebanyak 6286,23 mL/detik. Hal ini dapat memberikan salah satu ide
lain dalam konservasi air tanah selain melakukan penanaman pohon saja. Diharapkan metode biopori ini
dapat dikembangkan dan diterapakan lebih luas, serta memperbanyak biopori guna mengatasi kekeringan
di Belitung saat musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA

Anisa Indriawati, Irvani, dkk. 2015. Konservasi Air Tanah Melalui Pembuatan Biopori Sebagai Upaya
Mengatasi Kekeringan Di Desa Jada Bahrin Kecamatan Merawang. Naskah Publikasi Ilmiah
(14-20). Bangka Belitung: Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Belitung. 2018. Belitung Dalam Angka Tahun 2018. Tanjungpandan:
BPS Kabupaten Belitung.

Baharudin & Sidarto. 1995. Peta Geologi Lembar Belitung. Bandung : Pusat Survei Geologi, Badan
Geologi Bandung.

Safitri, Guritno, dkk. 2018. Daerah Prospek Air Tanah Untuk Mencegah Bencana Kekeringan Di
Desa Padang Kandis, Kecamatan Membalong, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Publikasi Ilmiah. Bandung: Fakultas Geologi Universitas Padjajaran.

Sukrisna, A. 2004. Keterdapatan Air Tanah P.Bangka-P.Belitung Serta Prospek Pemanfaatannya’.


Buletin geologi Tata Lingkungan Vol. 14 No. 1, Juni 2004: 8-13. Bandung: Badan
Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Anonim. 2017. Karakteristik Wilayah Pulau Belitung.


http://www.belitunginfo.com/belitung/karakteristik/.

(Diakses pada 8 Mei 2019 pukul 4.11 WIB)

Anda mungkin juga menyukai