Anda di halaman 1dari 17

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN

“Sistem Perbankan Alternatif”

NAMA KELOMPOK :

1. Ghulam Miftahul F (1231700092)


2. Ria Rizky Cahya (1231700004)
3. Mursidi (1231700030)
4. Abib idham R (1231700001)
5. M.syafrie Agasta (1231700025)

FAKULTAS EKONOMI

EKONOMI BISNIS

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945

SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Sistem Perbankan Alternatif”. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah
beserta keluarga dan sahabatnya.

Makalah ini memuat tentang bagaimana kita mengetahui tugas dan fungsi pokok bank
umum dan bank indonesia. Materi yang terdapat dalam makalah ini disusun dari berbagai sumber
pustaka seperti yang terlihat pada daftar pustaka.

Karena keterbatasan waktu dan pengetahuan dalam penyusunan, penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik dari
segi isi maupun bahasa. Semoga segala aktivitas keseharian penulis dan pembaca mendapat berkah
dari Allah SWT dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, Mei 2018

Tim Penyusun
BAB I .............................................................................................Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN ........................................................................Error! Bookmark not defined.

A. LATAR BELAKANG ................................................Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ...........................................................Error! Bookmark not defined.

C. Tujuan Penulisan..............................................................Error! Bookmark not defined.

BAB 2 PEMBAHASAN

BAB 3 PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Kemajuan dunia perbankan yang dirasakan dapat membantu pembangunan di
Indonesia mulai mengalami kendala yang besar, berawal dari bulan Juli 1997 krisis moneter
melanda bangsa Indonesia. Kondisi ini telah membawa dampak yang sangat luas terhadap
aspek kehidupan bangsa Indonesia, karena berlanjut pada krisis multi dimensi yang merupakan
kombinasi antara krisis ekonomi, finansial, politik, dan sosial.
Kondisi ini akibat dari akumulasi rentetan kesalahan kebijakan (misjudgement and
policy error) di bidang moneter dan keuangan. Hal ini terutama akibat dari langkah kebijakan
ekonomi dan moneter yang diterapkan pemerintah dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing, seperti pemindahan dana BUMN ke Bank Indonesia dan
penaikan suku bungan SBI dari 14% menjadi 30% yang hal ini menimbulkan krisis baru yang
dampaknya lebih berbahaya yaitu krisis likuiditas (Zainul Arifin, 1999: 55).
Krisis mata uang, krisis likuidasi, dan krisis kepercayaan juga membawa dampak
pada kinerja pasar modal. Dengan terintegrasinya pasar modal dunia.
Maka gejolak yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan
sektor moneter dengan sektor riil. Sektor moneter telah berkembang sedemikian cepat
melampaui batas-batas negara, sedangkan sektor riil selalu tertinggal dibelakang
karena production time requirement dari input menjadi output.
Kebijakan pemerintah dengan kenaikan suku bunga tersebut ternyata telah membawa
dampak yang dahsyat pada dunia usaha perbankan di Indonesia. Karena dengan adanya tingkat
bunga yang relatif tinggi akan membuka peluang terjadinya kredit macet yang berakibat lebih
jauh adalah terjadinya kekurangan finansial sehingga bank tidak mampu lagi beroperasi.
Berpijak dari kondisi tersebut, maka dipandang perlu adanya suatu lembaga keuangan
alternatif yang tidak memakai perangkat bunga dalam kegiatan usahanya, sehingga diharapkan
mampu menghadapi gejolak moneter yang terjadi, karena dengan adanya praktek bebas bunga
tidak akan terpengaruh oleh naik turunnya tingkat suku bunga yang ditetapkan pemerintah
khususnya untuk menjaga nilai tukar rupiah.
Lembaga keuangan alternatif tersebut hendaklah memperhatikan keseimbangan
antara sektor riil dan sektor keuangan, serta harus mempunyai orientasi integralistik, artinya
harus mampu bertindak sebagai:
1. Lembaga kepercayaan yang menjamin kebersamaan antara bank dan nasabah.
2. Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan tidak produktif melalui sistem
operasi profit and loss sharing sebagai pengganti bunga.
3. Lembaga yang berusaha mengurangi kemiskinan dengan membina ekonomi lemah dan
tertindas.
4. Mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan memperluas kesempatan
kerja melalui kredit pemilikan barang modal.

Di negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim, seperti Pakistan, Kuwait,


Mesir, Malaysia, dan negara-negara lainnya, bank syariah dapat berkembang pesat dan mampu
bersaing dengan bank konvensional, bahkan di Malaysia pesatnya pertumbuhan bank syariah
mendorong bank konvensional untuk membuka atau meluncurkan produk-produk tabungan
maupun kredit syariah dengan sistem memadai sehingga di Malaysia saat ini sudah tercipta
“Islamic Interbank Money Market” yang lebih fenomenal lagi, majunya bank syariah mampu
mengubah persepsi masyarakat terhadap bunga bank, persepsi tersebut adalh bunga bank
adalah riba dan riba menurut hukum islam adalah haram (Mulya E. Siregar, 2002: 42).
Sementara DR. H. Karnaen Perwataatmaja dan Mohammad Syafi’i Antonio
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan bank yang beroperasional sesuai prinsip-prinsip
syariah islam adalah bank yang dalam beroperasionalnya itu mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah itu dijauhi praktek-praktek
yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk di isi dengan kegiatan investasi atas
dasar bagi hasil (H. Karnaen Perwaatmaja, 1999: 72).
Dalam hal kegiatannya, bank syariah seperti halnya bank konvensional juga
berfungsi sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution), yaitu menghimpun dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan akan tetapi
bank syariah atau bank islam tidak memakai sistem bunga melainkan sistem bagi hasil dan
kerugian (profit and loss sharing).
Bank syariah sebagai sistem perbankan yang berdasarkan prinsip syariah disamping
bertujuan menilai keuntungan juga bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan dengan prinsip
tolong menolong dalam hal kebaikan sesui dengan firman Allah SWT:
“Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (QS. Al Maidah (5):2)
Chapra dalam bukunya berjudul “Al Quran menuju sistem moneter yang adil”
mengatakan bahwa : sejalan hal ini, riba mempunyai pengertian yang sama yaitu sebagai
bunga, sesuai dengan konsensus para fuqaha atau ahli hukum islam. Atas dasar hal tersebut,
maka sistem bunga dalam islam dianggap sebagai praktek bunga uang atau riba (Capra, 1997:
21).
Potensi yang besar bagi kegiatan bank islami telah membuka wawasan baru bagi
bank-bank yang berada di negara non-muslim untuk membuka “Islamic Devition”di bank-
bank mereka yang bersifat konvensional. Dengan kata lain bank-bank tersebut dapat
melakuakn “Dual Banking System” yaitu melakukan dua kegiatan perbankan dari konsep
konvensional juga konsep bagi hasil. Namun berbeda dengan produk-produk layanan yang
baru dari sistem bank konvensional, kelahiran bank islami di Indonesia yaitu bank tanpa bunga
membawa dampak berubahnya sistem perbankan di Indonesia yang selama ini telah mapan.
Dengan kata lain eksistensi bank islami disamping bank konvensional sebagai alternatif yang
sehat dalam sektor pembiayaan yang selama ini diambil oleh bank keuangan konvensional
(Zainul Arifin, 1999: 28).
Bank islami merupakan satu bentuk institusi perekonomian islam, sehingga adopsi
perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional bukanlah semata-mata mengakomodasi
kepentingan penduduk Indonesia yang kebetulan mayoritas muslim.
Islam sebagai ajaran yang komprehensif dan universal, mengatur aspek kehidupan
manusia, baik ritual (ibadah mahdhoh) maupun sosial (muamalah) yang diterapkan dalam
setiap waktu dan tempat. Sedangkan tujuan utama dari lembaga keuangan berlandaskan etika
ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan
ekonominya berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah (Syafi’i Antonio, 2004: 95).
Baru sekitar tahun 1988 dengan keluarnya paket deregulasi perbankan (Pakto) 1988
telah membuka peluang dan memberi kemudahan dalam mendirikan bank swasta baru,
pembukaan kantor-kantor cabang bank, serta usaha bank perkreditan rakyat, memudahkan
untuk memperluas bank devisa, pendirian bank campuran, dan pembukaan kantor cabang bank
asing, terbukanya peluang bagi pemanfaatan dana-dana dari badan usaha milik negara
(BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) pada bank swasta dan lembaga keuangan
lainnya (Sri Susilo, 2004: 95).
Sejak saat itulah ada kesempatan untuk mendirikan bank Islam, dan pada tahun 1992
pemerintah memberikan respon terhadap berdirinya bank dengan sistem bagi hasil yakni
dengan diterbitkannya peraturan pemerintah RI NO. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka taraf hidup masyarakat banyak. Selain itu, menurut jenis bank
yang diakui secara resmi hanya ada dua jenis, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) (Zainul Arifin, 2003).
Selanjutnya pada tahun 1998, berdirinya bank syariah, dengan prinsip syariat Islam
diperkuat lagi dengan terbitnya UU RI. No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7
Tahun 1992 (Muhammad Syafi’i Antonio, 2001: 224).
Dengan berdirinya bank syariah di Indonesia diharapkan mampu menjawab
permasalahan di kalangan umat Islam yang tidak mau berhubungan dengan bank konvensional
karena adanya praktik bunga. Bagaimana penghimpunan sumber-sumber daya ini dapat
dilangsungkan jika bunga dihapuskan? Alternatif harus disusun dalam suatu krangka dua
prinsip.
Pertama, Islam mengakui suatu peran resmi bagi sektor swasta. Akan tetapi, karena
kekayaan pribadi dalam Islam hanya merupakan suatu amanat dari Tuhan, pemilik tidak
memiliki hak mutlak terhadapnya.
Kedua, Islam sungguh-sungguh mengakui peran modal sebagai suatu faktor
produksi. Akan tetapi, karena keuntungan kepada modal dapat ditentukan hanya sesudah
dilakukan perhitungan terhadap semua ongkos, Islam melarang suatu laju keuntungan positif
yang ditentukan di depan dalam bentuk bunga (Chapra, 2000: 31-32).
Disamping itu dengan asas tanpa bunga yang diterapkan bank Islam atau bank
syariah diharapkan tidak akan terpengaruh oleh kondisi gejolak moneter yang terjadi. Ekonomi
Islam kini menjadi sebuah alternatif, atau bahkan jalan keluar dalam praktek sistem ekonomi
dunia. Di sini mempunyai dua sasaran, yaitu mulsim dan non-muslim :
Pertama, jika sasarannya muslim, maka di samping sebagai alternatif yang
mempunyai sistem ekonomi Islam, khususnya lagi perbankan syariah, akan dapat digunakan
oleh mayoritas umat Islam dalam rangka mengembangkan ekonomi Islam.
Kedua, jika sasarannya non-muslim, maka orientasinya harus kompetensi dengan
sistem ekonomi yang ada. Sudah barang tentu ekonomi Islam bukan hanya untuk Islam, namun
untuk siapa saja yang mau menggunakannya, sebagai wujud ajaran Islam yang mempunyai
komitmen sebagai rahmatan lil’alamin. Ini terbukti dengan adanya sistem perbankan syariah
di HSBC, bank milik non-muslim yang berpusat di London, dengan nama HSBC Syariah, yang
beroperasi secara global (A. Qodri Azizy, 2004: 194-195).
Mengingat berdirinya bank syariah sebagai sistem alternatif dalam dunia perbankan
di Indonesia yang relatif masih baru, maka menarik untuk dibahas, lebih-lebih bangsa
Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sehingga pembahasan ini
mengangkat judul: Prospek Perbankan Syariah Sebagai Sistem Perbankan Alternatif Di
Indonesia.

B. PERUMUSAN MASALAH
Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum
Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Maka kegiatan operasional bank harus
memperhatikan perintah dan larangan. Larangan utama berkaitan dengan bank yang dapat di
klasifikasikan sebagai riba (Sri Susilo, 2000: 110).
Berangkat dari latar belakang di atas, maka dalam penulisan karya ini akan berusaha
mengangkat permasalahan-permasalahan berikut:
1. Faktor apa yang menjadi keunggulan sistem perbankan syariah dalam menghadapi gejolak
moneter yang terjadi?
2. Bagaimana eksistensi bank syariah di Indonesia disamping bank konvensional?
3. Bagaimana prospek perbankan syariah sebagai sistem perbankan alternatif di Indonesia?

C. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembahasan masalah
dalam karya ini adalah :
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan dan peran perbankan syariah dalam
menghadapi gejolak moneter.
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai eksistensi bank syariah sebagai
perbankan yang tidak memakai perangkat bunga dalam operasinya.
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana prospek perbankan syariah sebagai sistem
alternatif di Indonesia.
PEMBAHASAN

Perbedaan Antara Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional

Perbedaan pokok antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah sebagai berikut.

Bank Konvensional Bank Syariah


1.Akad yang dilakukan hanya memiliki 1.Akad yang dilakukan memiliki
konsekuensi duniawi. konsekuensi duniawi dan ukhrawi.
2.Tidak ada Dewan Pengawas Syariah 2.Ada Dewan Pengawas Syariah dalam
dalam Struktur Organisasinya Struktur Organisasinya.
3.Penghasilan utama berasal dari 3.Penghasilan utama berasal dari
pendapatan bunga. pendapatan atas dasr bagi hasil
(mudharabah). Sistem bunga (riba) tidak
diperkenankan.
4.Semua jenis bisnis dan usaha dapat 4.Tidak mungkin membiayai usaha yang
dibiayai. mengandung hal-hal yang diharamkan.
5.Lingkungan kerja dan budaya 5.Lingkungan kerja dan budaya
perusahaan tidak diatur. perusahaan harus sesuai dengan prinsip
syariah.
Jenis Produk pada Bank Syariah

Jenis produk pada Bank Syariah sebagai berikut.

I. Produk Penghimpunan Dana

Produk penghimpunan dana terdiri dari berikut ini.

1. Wadiah
Wadiah adalah simpanan nasabah yang terdiri dari berikut ini.

a. Yad al amanah, yaitu simpanan yang tidak sering ditarik atau dipakai, seperti Safe Deposit Box.
b. Yad dhamanah, yaitu simpanan yang sering ditarik, seperti rekening giro.

2. Mudharabah
Mudharabah, yaitu akad kerjasama usaha antara dua pihak. Pihak pertama (sahibul maal)
menyediakan seluruh (100 %) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak sedangkan apabila rugi
ditanggung pemilik modal selama bukan akibat kelalaian pengelola tetapi apabila kerugian
diakibatkan karena kelalaian atau kecurangan pengelola maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian.

Pada sisi penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada hal berikut.

c. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus seperti tabungan haji,
tabungan qurban, dan sebagainya.
d. Deposito biasa.
e. Deposito spesial (special investment), yaitu dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis
tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.

Atas tabungan dan deposito di atas, bank Syariah akan memberikan 'nisbah kepada nasabahnya dalam
persentase tertentu.
II. Produk Penyaluran Dana

1. Jual Beli

a. Bai’il Murabahah
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Dalam hal itu, bank bertindak sebagai penjual dan
nasabah bertindak sebagai pembeli untuk harga inventory baik produksi maupun konsumsi.
Pertama-tama bank membeli barang yang dipesan nasabah dari pihak lain kemudian dijual kepada
nasabah setelah ditambah keuntungan. Nasabah kemudian mencicilnya sesuai harga dan jangka
waktu yang disepakati.

b. Bai’as Salam
Bai’as salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari sementara pembayaran
dilakukan dimuka. Bai’as salam biasanya deprgunakan pada pembiayaan bagi petani dengan
jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6 bulan. Bank bertindak sebagai pembeli dan nasabah
sebagai penjual. Bank membayar harga yang disepakati diawali kontrak. Ketika barang akan
dikirim oleh nasabah bank dapat menjualnya kepada pihak lain dengan harga yang lebih tinggi
misalnya kepada Bulog, pedagang pasar induk, dan grosir. Yang dibeli bank adalah barang, seperti
padi, jagung, dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai
simpanan atau inventory. Secara umum, aplikasi perbankan Bai’as Salam dapat digambarkan
dalam skema berikut ini.

Gambar 1 Skema Aplikasi Perbankan Bai’as Salam


Prinsip yang dipakai adalah jual-beli.

c. Bai’al Istishna
Bai’al Istishna merupakan suatu jenis khusus dari akad bai’as salam. Biasanya jenis ini
dipergunakan untuk pembiayaan konstruksi dan barang manufaktur jangka pendek. Dengan
demikian, ketentuan bai’al istishna mengikuti ketentuan dan akad bai’al salam. Bank bertindak
sebagai pemesan (pembeli) sedang nasabah sebagai penjual (pembuat). Kedua belah pihak sepakat
atas harga serta sistem pembayaran, apakah dilakukan dimuka, melalui cicilan atau ditanguhkan
sampai suatu waktu pada masa yang akan datang. Bank dapat menyalurkan dana secara bertahap
dengan prisip bai’al istishna. Ketika barang akan atau sudah selesai, bank dapat menjual secara
cicilan kepada nasabah lain untuk mendapat keuntungan. Secara umum, aplikasi perbakan Bai’al
Istishna dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Gambar 2 Skema Aplikasi Perbakan Bai’al Istishna

2. Bagi Hasil

a. Akad al Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dan pihak pertama (sahibul maal)
menyediakan seluruh (100%) modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Apabila rugi
ditanggung pemilik modal selama bukan akibat kelalaian pengelola tetapi bila kerugian
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola maka pengelola harus bertanggung jawab
atas kerugian. Pembiayaan mudharabah diterapkan untuk hal berikut.
i. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdangangan dan jasa. ii. Investasi khusus dan
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan.sahibul maal.

b. Akad Al-Musyarakah
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau untuk suatu usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan
bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Akad ini
biasanya dipergunakan dalam hal berikut. i. Pembiayaan Proyek

Dalam hal ini, nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek
tertentu. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati untuk bank.

ii. Modal Ventura


Pada bank yang diperbolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan,
musyawarah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk
jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi baik secara singkat maupun
bertahap.

iii. Akad Al-ljarah


Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah
sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu
sendiri. Di sini bank bertindak sebagai pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa. Pada
akhir masa sewa bank dapat menjualnya kepada nasabah (sewa dengan hak opsi). Bank Islam
yang mengoperasikan produk ijarah dapat melakukan leasing, baik operting lease maupun
finacial lease.
Secara umum, aplikasi perbankan Al-ljarah dapat digambarkan dalam skema berikut ini.

Gambar 3 Skema Aplikasi Perbankan Al-ljarah

III. Produk Jasa

Produk jasa pada Bank Syariah terdiri dari sebagai berikut.

1. Al –Wakalah

Al-Wakalah adalah penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat atau kekuasaan oleh seseorang
kepada yang lain dalam hal yang diwakilkan. Di sini, bank berfungsi sebagai wakil nasabah.

Prinsip Al-Wakalah biasanya digunakan sebagai berikut.

a. Sebagai dasar bisnis Kiriman Uang dalam perbankan.


b. Sebagai dasr bisnis kliring dalan perbankan.
c. Sebagai dasar bisnis inkaso (L/C) dalam perbankan, yaitu suatu pengiriman surat/dokumen berharga
untuk ditagihkan pembayarannya kepada pihak yang menerbitkan atau yang ditentukan (tertarik)
dalam surat/dokumen berharga tersebut. Sebagai imbalan atas kegiatannya Bank Syariah mendapat
Fee (umulah).
2. Al-Kafalah

Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, Kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang
lain sebagai penjamin. Bank sebagai pemjamin dan nasabah sebagai pihak yang dijamin. Prisip Al-
Kafalah biasanya digunakan dalam Garasi Bank, yaitu pemberian janji bank kepada pihak lain untuk
jangka waktu tertentu, jumlah tertentu, dan keperluan tertentu bahwa bank akan membayar kewajiban
nasabah yang diberi garansi bank kepada pihak lain tersebut apabila nasabah yang bersangkutan cidera
janji (wan prestasi). Garansi yang diberikan dapat berupa garansi atau standby L/C.

3. Al-Hawalah

Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Bank bertindak sebagai penerima pengalihan piutang dan nasabah sebagai pihak
yang mengalihkan piutang. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada hal berikut.

a. Factoring atau anjak piutang, yaitu para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga
memindahkan piutang itu kepada bank. Bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya
dari pihak ketiga itu.
b. Post-dated check, yaitu bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut.
c. Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya dalam bill
discounting nasabah harus membayar fee, sementara pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak
hawalah.. Sebagai imbalan atas kegiatannya, Bank Syariah mendapat fee (umulah).

4. Ar-Rahn

Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan hutang atau gadai. Kontrak
rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal sebagai berikut. a. Sebagai prisip
Rahn dipakai dalam prinsip artinya sebagai akad tambahan terhadap produk lain seperti dalam
pembiayaan bai’al murabaha. Bank dapat menahan barang nasabah sabagai konsekuensi akad
tersebut.

b. Sebagai Produk.

Sebagai produk rahn adalah gadai. Bedanya dengan pengadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak
dkenakan bunga tetap. Yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran.

Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pengadaian adalah pada bunga pegadaian biasa, sifat
bunganya dapat berakumulasi dan berlipat ganda, sementara biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan
dimuka.

5. Al-Qardh

Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.
Akadnya adalah akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersil. Jika nasabah yang
dibantu bank rugi karena musibah, Bank Syariah dapat membebaskannya pinjaman nasabah tersebut.
Akad qardh biasanya diterapkan sebagai berikut.

a. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya yang
membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu.
b. Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dan cepat sedangkan ia tidak dapat menarik dananya
karena misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito.

c. Sebagai produk untuk menyumbang usaha yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna
pemenuhan skema khusus itu telah dikenal suatu produk khusus, yaitu qardhul hasan.

Anda mungkin juga menyukai