Disusun Oleh:
Andika Nursari Putri
N 111 17 097
Pembimbing :
dr. Daniel Saranga, Sp.OG (K)
2.1 Infertilitas
Infertilitas adalah ketidakbisaan ataupun berkurangnya kapasitas manusia
untuk menghasilkan keturunan. Berdasarkan World Health Organisation
infertilitas didefinisikan sebagai kegagalan untuk mencapai kehamilan klinis
setelah 12 bulan atau lebih berhubungan seksual secara reguler tanpa
pengaman. Subfertilitas adalah kejadian kehamilan pada pasangan yang sudah
berusaha untuk hamil setelah 12 bulan percobaan.
Infertilitas disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: faktor
laki-laki, faktor ovulasi, berkurangnya cadangan ovum, cedera tuba, adhesi
tuba, faktor rahim, gangguan sistemik, faktor serviks dan faktor yang tidak
dapat dijelaskan seperti endometriosis tanpa adhesi tuba ataupun
peritoneum.Faktor laki-laki berkontribusi pada 20-40% infertilitas.
Syarat-syarat kehamilan normal
1. Testis menghasilkan sperma
2. Ovarium menghasilkan ovum
3. Tuba fallopii patent
4. Endometrium/uterus mampu menunjang/mempertahankan kehamilan
5. Lendir serviks normal
Etiologi
1. Faktor suami
Faktor yang terpenting dari terjadinya infertilitas dari suami
adalah hasil analisis sperma. Faktor sperma ini berkisar 40-60% dari
keseluruhan kasus infertilitas. Analisis sperma merupakan
pemeriksaaan infertilitas yang mudah, murah dan aman tetapi
memberikan informasi sangat esensial. Hasil pemeriksaan sperma
mungkin sudah dapat menentukan arah penatalaksanaan selanjutnya
pada awal kunjungan. Perlu diperhatikan bahwa hasil analisis sperma
ini sangat bervariasi dari waktu ke waktu pada individu yang sama.
Analisis sperma yang kurang baik sebaiknya diperiksa 2-3 kali dengan
interval pemeriksaan 3-4 minggu.
2. Faktor istri
a. Usia Istri
Usia istri memegang peranan penting dalam infertilitas. Semakin
muda usia wanita maka semakin mudah untuk mendapatkan
keturunan.
b. Liang sanggama dan mulut rahim
Wanita dengan kelainan bawaan atau dapatan pada liang
sanggama atau mulut rahim sulit diharapkan terjadinya konsepsi.
Sering didapatkan sinekia,polip, dan kerusakan endoserviks pada
mulut rahim. Di samping itu infeksi yang menahun dapat
mengakibatkan reaksi imun yang mengganggu. Sumbatan
psikogen dapat terjadi seperti vaginismus atau dispareuni. Disini
perlu silakukan pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan
inspekulo, uji pasca sanggama, uji lendir serviks, pemeriksaan
dalam, pemeriksaan mikroskopis cairan vagina dan biakan bila
perlu.
c. Rahim
Biasanya didapatkan sinekia, endometris,mioma dan cacat
bawaan kavum uteri pada rahim. Infeksi menahun pada dinding
rahim yang tidak mendapatkan pengobatan secara tepat
mengakibatkan pelekatan dinding rahim di samping adanya polip
ataupun tumor. Untuk kasus ini diperlukan pemeriksaan yang
meliputi pemeriksaan dalam, biopsiendometrium,
histerosalpingografi, laparoskopi, dan biakan bila perlu.
d. Indung telur dan tuba
Faktor tuba ditemukan paling banyak dalam infertilitas. Hal itu
disebabkan oleh peradangan rongga panggul dan endometriosis.
Untuk mendapatkan kehamilan diperlukan sel telur yang masak
dan indung telru yang mampu menghasilkan hormon progesteron
yang mencukupi untuk mempertahankan kehamilan tersebut.
Pada kasus ini diperlukan pemeriksaan yang meliputi pertubasi,
histerosalpingografi dan laparoskopi.
Faktor indung telur sebagai penyebab infertilitas disebabkan oleh
anovulasi, defek fase luteal dan amenore dengan pengaruh
estrogen rendah. Untuk itu diperlukan pemeriksaan yang anatara
lain meliputi anamanesis riwayat haid, perubahan lendir serviks,
suhu basal badan, sitologi vagina, biopsi endometrium dan
pemeriksaan hormonal.
e. Peritoneum
Faktor peritoneum sebagai penyebab infertilitas umumnya
disebabkan antara lain pelekatan peritonium karena bekas
peradangan dan endometriosis. Pemeriksaan dengan laparoskopi
diagnostik merupakan pemeriksaan tahap akhir dalam pengelolaan
infertilitas untuk memeriksa faktor peritonium.
Prevalensi penyebab infertilitas adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Prevalensi penyebab infertilitas
2.4 Klasifikasi
Berdasarkan asal sumber sperma pada proses in vitro fertilization
maka secara teknis teknik in vitro fertilization terdiri dari empat jenis, yaitu:
1. Teknik in vitro fertilization dari sperma dan ovum suami isteri yang
dimasukkan kedalam rahim isterinya sendiri.
2. Teknik in vitro fertilization dari sperma dan ovum suami isteri yang
dimasukkan ke dalam rahim selain isterinya. Atau disebut juga sewa rahim
(Surrogate Mother).
3. Teknik in vitro fertilization dengan sperma dan ovum yang diambil dari
bukan suami/isteri.
4. Teknik in vitro fertilization dengan sperma yang dibekukan dari suaminya
yang sudah meninggal.
Secara garis besar penanganan infertile dikelompokkan :
• Induksi ovulasi
• Inseminasi buatan/IUI (suami atau donor)
• Teknologi Reproduksi Bantuan(TRB/ART) → IVF-ET,GIFT,ZIFT,ICSI
.
In vitro fertilisation (IVF) adalah teknik yang membuat terjadinya fertilisasi
antara sperma pria dan ovum wanita di luar tubuh si wanita. Prosedurnya:
1. Ovarian stimulation
Siklus perawatan dimulai di hari ketiga menstruasi dan di dalamnya
termasuk pengobatan fertilitas untuk menstimulasi perkembangan folikel-
folikel di ovarium.
2. Egg retrieval
Saat pematangan folikel dinilai sudah cukup, sel telur diperoleh dari
pasien dengan menggunakan Transvaginal oocyte retrieval atau oocyte
retrieval (OCR).
3. Fertilisation
Di laboratorium, sperma dan sel telur di-inkubasi bersama di dalam kultur
media selama sekitar 18 jam. Selam waktu tersebut, fertilisasi terjadi dan
sel telur yang telah dibuahi menunjukkan 2 pronuklei. Ovum yang telah
dibuahi dipindahkan ke medium pertumbuhan dan ditinggalkan sekitar 48
jam sampai ovum mencapai tingkat 6-8 sel.
4. Selection
Laboratorium telah menemukan metode penilaian untuk menilai kualitas
oosit dan embrio. Biasanya, embrio yang telah mencapai tahap 6-8 sel
dipindahkan 3 hari setelah pengambilan.
5. Embryo transfer
Embryo transfer adalah langkah dalam IVF dimana satu atau lebih embrio
ditanamkan ke dalam uterus seorang wanita dengan harapan akan terjadi
kehamilan. Embrio yang dinilai mempunyai kualitas baik ditransfer ke
uterus pasien lewat kateter plastik yang tipis, yang melewati vagina dan
cervix. Tahap-tahap dalam embryo transfer, yaitu:
a. Uterine preparation
Pada manusia, endometrium (lapisan pada uterus) harus benar-
benar siap supaya embrio dapat ditanamkan. Dalam siklus
natural maupun stimulasi, embryo transfer dilakukan saat fase
luteal, saat dimana endometrium siap untuk menerima embrio.
b. Timing
Dalam siklus stimulasi IVF pada manusia, embrio biasanya
ditransfer 3 hari setelah fertilisasi (sudah mencapai tahap 8-sel)
atau 2-3 hari lagi sesudahnya, saat embrio telah mencapai tahap
blastosit.
c. Procedure
Prosedur dari embryo transfer dimulai dengan menempatkan
speculum di dalam vagina untuk memvisualisasikan cervix, yang
dibersihkan dengan cairan saline atau kultur media. Kateter yang
berisi embrio diserahkan kepada klinisi setelah
mengkonfirmasikan identitas pasien. Kateter dimasukkan
melalui cervicl canal dan lanjut ke rongga uterus, dimana embrio
ditanam. Lalu kateter ditarik mundur kembali dan diserahkan ke
embriologis yang memeriksa apakah ada embrio yang tertahan.
Abdominal ultrasound kerap digunakan untuk memastikan
penempatan yang betul, yaitu 1-2 cm dari uterine fundus.
Anashtesia biasanya tidak diperlukan.
d. Follow-up
Setelah embryo transfer, pasien tetap diberikan pengobatan
estrogen dan progesteron; tes kehamilan dilakukan 2 minggu
setelah proses transfer.
Langkah-langkah :
A. Pencegahan Infeksi
Infeksi oleh virus cytomegalovirus (CMV), hepatitis B, C, D, herpes
simplex virus tipe 2, human T-lymphotrophic virus dan human
immunodeficiency virus (HIV) dapat ditularkan melalui sekresi air mani
dan vagina. Sehingga secara umum, pasien selalu diskrining untuk virus-
virus tersebut dan penyakit infeksi menular seksual lainnya.
B. Metode Persiapan Sperma
Sebelum dilakukan prosedur inseminasi, plasma semen harus dipisahkan
dari sampel untuk menghindari kontraksi yang disebabkan oleh
prostaglandin dan mencegah infeksi.
Memisahkan plasma semen dilakukan dengan cara sentrifugasi
spermatozoa selama 10 menit dalam medium kultur (Ham’s F-10, Ham’s
F-10 yang disuplementasi dengan 7,5% serum janin manusia dan larutan
Tyrode), setelah itu supernatantnya dibuang dan sperma dimasukkan
kembali ke dalam media kultur.
Apabila menggunakan sperma yang dibekukan, maka sampel sperma
dibiarkan mencair pada suhu ruangan selama 30 menit, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan dengan
Ham’s F-10 sebanyak 2 mL lalu disentrifugasi selama 10 menit setelah
itu supernatantnya dibuang dan sperma dimasukkan kembali ke dalam
media kultur.
Pada pasien dengan ejakulasi retrograde dilakukan abstinen selama 4-7
hari sebelum pengambilan sample. Urin dinetralisir selama 3 hari
menggunakan natrium bikarbonat per oral. Pasien harus menghindari
konsumsi alkohol dan obat-obatan sebelum pengambilan sampel. Pasien
berkemih 1 jam sebelum tes, kemudian mengumpulkan sampel urin
segera setelah ejakulasi. Urin segera disentrifugasi selama 10 menit
kemudian disuspensi dalam larutan Tyrode dengan 4% serum albumin
atau dalam Ham’s F-10 yang disuplementasi dengan 7,5% serum janin
manusia, kemudian diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37oC dalam
udara 5% CO2
C. Stimulasi Ovarium
Inseminasi dengan kombinasi stimulasi ovarium efektif untuk pasangan
dengan subfertilitas yang tidak bisa dijelaskan, endometriosis dan
subfertilitas laki-laki. Pilihan pertama untuk stimulasi ovarium adalah
clomiphene sitrat 50-100 mg per hari selama 5 hari. Apabila dibutuhkan,
dapat dikombinasikan dengan FSH rekombinan 50-75 IU per hari.
Selain clomiphene sitrat, dapat juga digunakan injeksi human chorionic
gonadotopin (hCG) 10.000 IU pada pertengahan siklus.
Dilakukan pemeriksaan ultrasound ketat setiap siklus yang distimulasi.
Pemberian stimulan dihentikan setelah terdapat 2 folikel dominan
berukuran lebih dari 15 mm, akan tetapi semua folikel berukuran lebih
dari 10 mm tetap harus dihitung untuk kriteria pembatalan. Apabila
terdapat 4 atau lebih folikel 9 berukuran lebih dari sama dengan 14 mm,
pada saat waktu pemberian hCG, maka akan dilakukan usaha
pencegahan sekunder berupa pembatalan siklus, aspirasi folikel berlebih
dan atau IVF.
D. Penentuan Waktu Inseminasi
Inseminasi dapat dilakukan pada sebelum hingga 10 jam setelah ovulasi
dan dapat dilakukan sekali ataupun beberapa kali. Pada umumnya,
inseminasi dilakukan 32-36 jam setelah pemberian hCG atau 24-28 jam
setelah lonjakan kadar LH.
Apabila tidak dilakukan stimulasi ovarium, maka dilakukan pemantauan:
•Peningkatan temperatur tubuh basal: peningkatan temperatur menjadi
37.1oC atau lebih selama 3 hari berturut-turut
•Skor mukus serviks: pada jendela masa subur, sekresi serviks menjadi
lebih bening dan licin sedangkan pada masa di siklus menstruasi lainnya
adalah kering dan lengket.
•Pemeriksaan ultrasound harian: ditemukan mengecilnya folikel ovarium
dan penampakan cairan di cul-de-sac pada pemeriksaan ultrasound
transvaginal.
•Immunoassay LH urin: 2 jam setelah lonjakan LH dalam darah, LH urin
dapat dideteksi. 48 jam setelah lonjakan LH, ovulasi akan terjadi.
E. Metode Inseminasi
Inseminasi dapat dilakukan ke dalam serviks, rahim, peritoneum ataupun
tuba Falopii. Inseminasi dapat dilakukan menggunakan metal cannula
ataupun berbagai kateter seperti Tomcat, Weissman, Shepard, Mekler
atau Kremer de la Fontaine dll. Rahim adalah tempat paling umum untuk
dilakukan inseminasi. Apabila akan dimasukkan ke dalam rahim,
dimasukan suspensi sperma sebanyak 0.2-0.5 mL menggunakan kateter.
Perfusi ke dalam tuba Falopii, dimasukan sebanyak 4 mL. Untuk sperma
yang dibekukan, sebaiknya dilakukan inseminasi intraserviks.
Selain rahim dan tuba, sperma juga dapat dimasukkan ke dalam
intraserviks menggunakan spuit tanpa jarum. Inseminasi ke dalam rahim
dan tuba dapat dilakukan menggunakan double nut bivalve speculum
untuk memasukkan sperma 10 mL dan dilakukan klem pada serviks
untuk mencegah kebocoran ke vagina.
Setelah proses inseminasi, dilakukan imobilisasi pasien selama 10-15
menit, baik untuk prosedur dengan ataupun tanpa stimulasi ovarium,
untuk meningkatkan laju kehamilan dan persalinan hidup.
2.6 Komplikasi
Kehamilan multifetal adalah komplikasi paling sering pada metode
inseminasi. Kram rahim dan ketidaknyamanan abdomen ringan juga sering
terjadi setelah proses inseminasi. Infeksi pelvik jarang terjadi.
Luaran Keberhasilan metode inseminasi dengan stimulasi ovarium
dihitung berdasarkan kehamilan per siklus, dimana hasilnya berada diantara
rentang 8-22%. 70% dari kehamilan adalah janin tunggal hidup, 23,5%
menjadi aborsi spontan, dan 5,9% nya adalah kehamilan ektopik. Kehamilan
multifetal terjadi pada 13,7% kehamilan. Laju kehamilan lebih tinggi secara
signifikan pada wanita <40 tahun dan durasi infertilitas 6 tahun.
Berdasarkan etiologinya, laju kehamilan pada wanita dengan endometriosis
lebih rendah dibandingkan dengan infertilitas yang tidak bias dijelaskan.
BAB III
KESIMPULAN