Disusun oleh :
ARWATI KILWOW
NIM. 2017-84-055
Konsulen :
BAB I
2
PENDAHULUAN
Pada kehamilan biasa embrio tumbuh menjadi janin dan kemudian dilahirkan
menjadi bayi, maka pada sejumlah wanita kehamilan abnormal dapat terjadi, yakni
menjadi mola hidatidosa. Mola hidatidosa tergolong penyakit trofoblast yang tidak ganas,
tetapi bisa menjadi ganas ( mola distruens atau penyakit trofoblast ganas jenis villosum)
dan sangat ganas ( koriokarsinoma atau penyakit trofoblast ganas jenis nonvillosum).
Pada umumnya penderita mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada
kalanya yang kemudian menglami degenerasi keganasan berupa koriokarsinoma. Jadi yang
termasuk penyakit trofoblas adalah molahidatidosa yang jinak dan koriokarsinoma yang
ganas.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
terjadi keabnormalan dalam konsepsi plasenta yang disertai dengan perkembangan parsial
atau tidak ditemukan adanya pertumbuhan janin,1-5 hampir seluruh vili korialis mengalami
dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi cairan jernih,
B. EPIDEMIOLOGI
adalah di Indonesia yaitu 1 dari 77 kehamilan dan 1 dari 57 persalinan. Faktor risiko
C. FAKTOR RISIKO
1. USIA
Faktor risiko terjadinya mola yaitu usia ibu yang sangat muda (belasan tahun)
dan usia 36 hingga 40 tahun memiliki risiko 2 kali lipat. Wanita dengan usia lebih
dari 40 tahun memiliki risiko 10 kali lebih tinggi menderita kehamilan mola, hal ini
dikaitkan dengan kualitas sel telur yang kurng baik pada wanita usia ini.2
2. RIWAYAT MOLA
4
Dalam suatu kajian terhadap 12 penelitian yang total mencakup hampir 5000
kelahiran, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 %. Faktor resiko 1,5 % untuk mola
hidatidosa komplit dan 2,7% mola hidatidosa parsial. Berkowitz dkk (1998)
mola memiliki mola ketiga. Mola hidatiformis berulang pada pasangan yang
3. FAKTOR LAIN
kemungkinan kehamilan mola hingga dua kali lipat. Defisiensi variasi vitamin
(kekurangan protein (Acosta Sison), asam folat dan histidin (Reynold), B-karoten
D. KLASIFIKASI
a. Mola Hidatidosa
- Mola Invasif
- Koriokarsinoma
menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Ukuran vesikel bervariasi dari sulit
komplit menemukan sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya
kromosom X-nya berasal dari ayah dan tidak ada faktor ibu. Teori ini disebut
edema stroma vili, tidak ada pembuluh darah pada vili dan proliferasi sel-sel
Pada trimester dua, mola hidatidosa komplit berbentuk seperti anggur karena vili
degenerasi hidropik, sehingga unsur janin selalu ada. Perkembangan janin akan
bergantung kepada luas plasenta yang akan mengalami degenerasi, tetapi janin
biasanya tidak dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim. 1-5
mungkin tampak sebagian jaringan janin, biasanya paling tidak kantung amnion,
Secara sitogenetik MHP terjadi karena satu ovum yang normal dibuahi
oleh dua sperma. Hasil konsepsi meliputi 69 XXX, 69 XXY, atau 69 XYY. MHP
mempunyai satu haploid ibu dan dua haploid bapak, sehingga disebut Diandro
Triploid. Komposisi unsur ayah dan ibu yang tidak seimbang menyebabkan
7
pembentukan plasenta tidak wajar, yang merupakan gabungan vili korialis yang
Gambaran khas MHP adalah crinkling atau scalloping vili dan inklusi trofoblas
Patologi
Kadang ditemukan juga kehamilan kembar, antara janin dengan mola komplit.
Nieman (2006) melaporkan bahwa 5% terjadi kehamilan kembar janin dengan mola
komplit. Kemampuan janin untuk bertahan hidup tergantung dari pemuatan diagnosis dan
penyulit dari mola, misalnya pre-eklamsia atau perdarahan. Dari pengamatan Vejerslev
(1991) terhadap 113 kasus kehamilan gemeli mola, 45% berkembang mencapai usia 28
minggu dan 70% di antaranya bertahan hidup. Dibandingkan dengan mola parsial, wanita
dengan kehamilan gemeli mola memiliki resiko yang lebih besar menjadi keganasan, tapi
Pada permulaannya, gejala mola tidak seberapa berbeda dengan kehamilan biasa, yaitu
mual, muntah , pusing dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
9
Selanjutnya, perkembangannya lebih cepat, sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar daripada umur kehamilan. Ada pula kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
trofoblas tidak begitu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying
mole. 1-5
1. Pendarahan
Pendarahan adalah gejala utama mola. Biasanya keluhan perdarahan inilah yang
membawa pasien datang ke rumah sakit. Pendarahan dapat terjadi antara bulan
pertama sampai ketujuh dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat pendarahannya bisa
kadang terjadi perdarahan berat yang tertutup didalam uterus sehingga menyebabkan
uterus mengalami distensi karena terisi banyak darah dan kadang tampak cairan
berwarna gelap yang keluar dari vagina, gejala ini dapat muncul pada 50% kasus.
Akibat pendarahan ini, selain anemia juga dapat terjadi syok atau kematian. 1-5
Pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan usia kehamilan adalah gejala klasik dari
trofoblas yang berlangsung dengan sangat cepat. Uterus mungkin sulit diidentifikasi
secara pasti dengan palpasi, terutama pada wanita nulipara karena konsistensi yang
membesar akibat kista-kista lutein sehingga sulit dibedakan dengan uterus yang
3. Hiperemesis
Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering pada trimester
pertama kehamilan. Hal ini dipengaruhi oleh kadar hormon HCG yang berlebihan.
Hanya saja derajat keluhan mual, muntah, pusing dan lain-lain sering lebih berat. 1-5
4. Pre-eklamsia
Mola hidatidosa bisa disertai dengan pre-eklamsia, terjadinya lebih muda daripada
kehamilan biasa (yang menetap sampai trimester kedua). Karena hipertensi akibat
kehamilan jarang dijumpai sebelum usia gestasi 24 minggu, pre-eklamsia yang terjadi
sebelum waktu ini sedikitnya harus mengisyaratkan mola hidatidosa atau adanya mola
5. Kista Lutein
Pada mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral maupun
bilateral. Kista lutein ini terbentuk karena respon terhadap kadar hormon HCG yang
meningkat dan biasanya disertai dengan hydrops fetalis dan hipertrofi palsenta
(Niemann, 2006). Pasien biasanya megeluh adanya nyeri pada pelvis karena
pembesaran dari ovarium. Karena ada pembesaran ovarium, otomatis ada resiko
terjadinya torsi kita lutein, infark dan pendarahan yang dapat mengakibatkan gejala
akut abodmen. Dengan pemeriksaan klinis insidensi kista lutein lebih kuran 10,2%
(biasanya tidak teraba dengan palpasi bimanual), tetapi bila menggunakan USG
6. Tirotoksikosis
Sebenarnya dalam setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran
darah kemudian ke paru-paru tanpa memberikan gejala apapun. Tetapi pada mola,
kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini terlalu banyak sehingga dapat menimbulkan
emboli paru akut yang bisa menyebabkan kematian. Semakin besar ukuran uterus,
resiko terjadinya komplikasi ini semakin besar terutama saat usia kehamilan 16
minggu. 1-5
Ada beberapa gejala pada mola hidatidosa parsial agak berbeda dengan mola hidatidosa
1) Pasien dengan mola parsial tidak memiliki gejala klinis seperti mola hidatidosa
komplit. Pasien tersebut biasanya datang dengan gejala dan tanda seperti abortus
inkomplet atau missed abortion, yaitu perdarahan per vaginam dengan tidak
3) Kista lutein, hiperemesis dan komplikasi hipertiroid sangat amat jarang ditemukan.
F. DIAGNOSIS1-5
1. Anamnesis
Ada kehamilan disertai gejala dan tanda kehamilan muda yang berlebihan,
- terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata dari kehamilan
biasa
12
- terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna tengguli tua
atau kecoklatan
- pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan dengan usia
kehamilan seharusnya
- keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu ada) yang
(1) Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering pada mola komplet adalah
perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah darah yang banyak,
dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini terdapat dalam 97%
kasus.
(2) Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan muntah yang berat. Hal ini
dan kulit yang hangat. Didapatkan pula adanya gejala preeklamsia yang terjadi
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi :
Pemeriksaan dalam :
13
3. Pemeriksaan Laboratorium
tetapi berat badan menurun dan sebagainya. Dapat terjadi krisis hipertiroid
4. Pemeriksaan Ultrasonografi
Kasus mola menunjukkan gambaran yang khas, yaitu berupa badai salju (snow
flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb). Diagnosis
G. PENATALAKSANAAN
Pengelolaan mola hidatidosa terdiri atas: 1-5
Gambar 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan salam penatalaksanaan mola hidatidosa 4,5
15
Pada pasien dengan syok atau anemia dapat diberikan rehidrasi cairan dan transfusi
darah, penangan pre-eklamsia dan eklamsia sama dengan kehamilan biasa, sedangkan
untuk tirotoksikosis diobati dengan protokol dari penyakit dalam. Hal-hal yang harus
a. Kuretase isap
kuretase isap. Untuk mola besar, perlu diberikan anestesia yang adekuat dan
persediaan darah yang cukup. Pada keadaan serviks tertutup, pelebaran praoperasi
lanjut agar kuret hisap 10 sampai 12 mm dapat masuk. Setelah sebagian besar
kuret yang besar dan tajam. Sonografi dalam opersai membantu memastikan bahwa
b. Histerektomi
Histerektomi ini sangat jarang dilakukan pada kasus mola. Tindakan ini dilakukan
pada wanita yang telah cukup umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk
melakukan histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan faktor
predisposisi untuk terjadinya keganasan. Tindakan ini logis pada wanita usia 40
tahun atau dipakai batasan usia si atas 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
3. Surveilans pascaevakuasi
Bagi wanita yang dikeluarkan molanya, followup adalah suatu keharusan. Tujuan
b. Setelah kadar basal β-hCG serum diperoleh dalam 48 jam setelah evakuasi, kadar
dipantau setiap 1 sampai 2 minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting untuk
jumlah kecil dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. Kadar harus turun secara
Gambar 6. Gambaran skematik median kurva regresi βhCG pada mola hidatidosa 2
kadar atau kadar yang terus mendatar menunjukkan perlunya evaluasi untuk
d. Jika kadar β-hCG turun ke kadar normal maka pemeriksaan kadar ulang ini diulang
setiap bulan selama 6 bulan. Jika tidak terdeteksi maka surveilans dapat dihentikan
H. PROGNOSIS
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau
tirotoksikosis. Di negara maju, kematian karena mola hampir tidak ada. Akan tetapi di
negara berkembang masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 2,2% dan 5,7%. Sebagian dari
pasien mola kan segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan, menjadi
berbeda-beda, berkisar antara 5,6%. Bila terjadi keganasan, maka pengelolaan secara
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
18
Identitas:
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Kawin : Kawin
Ruangan : Gynecology
No. RM : 137623
Pasien datang dengan keluhan pendarahan dari jalan lahir sejak 1 bulan lalu dan
memberat ± 5 hari SMRS. Awalnya berupa bercak darah, namun sejak 5 hari lalu darah
yang keluar bertambah banyak. Darah yang keluar berwarna sedikit gelap dan kadang
bergelembung. Pasien ganti pembalut 1 kali sehari. Pasien mengaku dirinya hamil, HPHT
13-05-2018. Ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0). Mual ringan dirasakan pasien, dan
tidak sampai muntah. Pasien juga merasa sedikit lemas. Keluhan lain tidak dirasakan
pasien, nyeri perut (-), nyeri kepala (-), demam (-), jantung berdebar (-).
19
Riwayat penyakit dahulu: riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-), hipertensi (-), DM
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang sama.
- Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 14 tahun dan siklusi menstruasinya teratur (28-30 hari)
dengan lama haid yaitu 5-6 hari dan biasanya mengganti pembalut tiga kali sehari.
- Riwayat ginekologi
Pasien mengaku tidak memiliki keluhan tentang penyakit kandungan sebelumnya
- Riwayat Pernikahan
Pernikahan pertama, usia pernikahan 28 tahun.
- Riwayat Obstetri
G1P0A0
- Riwayat Kontrasepsi
Belum pernah memakai kontrasepsi
- Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku tidak pernah merokok dan minum minuman beralkohol.
PEMERIKSAAN FISIK
- Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
- Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 36,7ºC
- Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-
Telinga : Otorea -/-
Hidung : Rhinorea -/-
Gigi dan mulut : Dalam batas normal
20
- Pemeriksaan Ginekologi
o Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi: abdomen gravid, simetris, jaringan parut (-), bekas operasi (-)
Auskultasi : peristaltik usus normal 8x/menit, denyut jantung janin (-)
Palpasi: uterus membesar setinggi 2 jari di atas pusar, gerakan janin (-), nyeri tekan (-)
Perkusi: timpani
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Rutin, dilakukan pada tanggal 06 Oktober 2018 :
WBC 6,7x103/mm3 LIMFOSIT 27,8%
GDS 69 mg/dl
Pemeriksaan endokrinologi
Pemeriksaan USG
DIAGNOSA
Mola Hidatidosa Komplit
Anemia
TATALAKSANA
− Observasi KU, TTV
− IVFD RL 20 tpm
− Transfusi PRC sampai Hb >10g/dl
− Cek profil hormon tiroid (FSH dan FT4)
− Ronthen thorax
− Rencana kuretase tanggal 11/10/2018
LAPORAN OPERASI (11 Oktober 2018)
- Diagnosis pre operasi
Mola Hidatidosa komplit
- Diagnosis post operasi
Mola Hidatidosa Komplit
- Tindakan : Kuret hisap Mola
- Teknik operasi :
Prosedur operasi rutin
Pasien dengan posisi supine di atas meja operasi dan dilakukan anestesi
spinal
Asepsis dengan antisepsis daerah operasi dan sekitarnya
Kandung kemih dikosongkan
Dipasang spekulum SIMS atas dan bawah
Menjepit porsio arah jam 11 s/d 01
Sondase uterus AF, ukuran 20 cm
22
Diambil jaringan sebesar mungkin dengan klem ovum, dilakukan kuret hisap
sampai kavum uterus kosong, keluarkan jaringan seperti gelembung ± 500
cc dan dikirim ke Lab PA.
Operasi selesai
PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam
FOLLOW-UP
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien usia 28 tahun G1P0A0 usia kehamilan 19-20 minggu masuk dengan keluhan
keluar darah dari jalan lahir sejak 1 bulan lalu yang memberat sejak 5 hari SMRS. Awalnya
berupa bercak (spotting)namun 5 hari terakhir jumlah darah yang keluar lebih banyak.
Darah yang keluar berwarna sedikit gelap, encer namun kadang keluar seperti gelembung.
Keluar darah disertai keluhan pusing, mual ringan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
abdomen tampak gravid dengan tinggi fundus uteri 2 jari di atas pusar, tidak ada nyeri
tekan, denyut jantung janin tidak ada, serta tidak teraba adanya janin. Pada pemeriksaan
genital didapatkan bercak darah berwarna gelap dengan sedikit gelembung. Pada
pemeriksaan USG didapatkan gambaran honeycomb atau badai salju dan tidak ada janin.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang pasien didiagnosa “Mola
Hidatidosa Komplit.” Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien mola hidatidosa datang
dengan amenorea 1 sampai 2 bulan, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari
usia kehamilannya dimana pada kasus hasil pemeriksaan TFU menunjukkan usia kehamilan
24 minggu sedangkan berdasarkan HPHT baru berusia 19-20 minggu. Tidak ditemukan
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai β-hCG serum >225.000 dimana hasil
ini sesuai dengan kriteria penegakan diagnosis Mola Hidatidosa yaitu apabila ditemukan
nilai β-hCG serum >40.000. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan USG yang
menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah
(honey comb) serta hasil kuretase menunjukkan jaringan seperti gelembung mola. Semua
26
gejala dan tanda serta pemeriksaan penunjang yang didapatkan pada pasien menunjukkan
Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu memperbaiki keadaan umum pasien
seperti melakukan transfusi darah PRC 2 kantong sehingga Hb naik dari 8,5 g/dl menjadi
10.0 g/dl. Setelah memperbaiki anemia, dilanjutkan dengan tindakan kuretase hisap Mola
dan pemeriksaan tindak lanjut. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
transfusi pada pasien untuk mengatasi anemia atau stok. Kemudian dilakukan kuretase hisap
untuk mengosongkan rongga uterus dari jaringan mola. Tindakan kuretase dipilih pada
pasien karena pasien masih dalam usia reproduksi dan belum memiliki anak dimana selain
tindakan kuretase juga dapat dilakukan histerektomi namun tindakan ini tidak diindikasikan
pada pasien karena pasien masih dalam usia subur dan belum memiliki anak. Selanjutnya
dianjurkan kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan kadar β-hCG 24 jam pasca
tindakan serta pasien disarankan untuk rutin memeriksa kadar β-hCG setiap 1-2 minggu
selagi masih tinggi dan setiap bulan selama 6 bulan jika kadarnya sudah normal. Pasien juga
disarankan agar tidak hamil selama minimal 6 bulan-1 tahun dengan menggunakan
kontrasepsi hormonal.
Pada kasus ini prognosisnya dubia ada bonam karena pada pasien tidak ditemukan
adanya perdarahan yang masif, infeksi ataupun payah jantung karea kematian pada mola
hidatidosa disebabkan oleh perdarahan, infeksi, payah jantung atau tirotoksikosis. Salah
keganasan yang dilaporkan oleh berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,6%.
Olehnya itu pemeriksaan kadar hCG harus rutin dilakukan Bila terjadi keganasan, maka
REFERENSI
1. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu kebidanan edisi keempat. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2014.
3. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu kandungan edisi ketiga. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo 2014.
6. Ngan HYS, Seckl MJ, Berkowitz RS, Xiang Y et all. FIGO cancer report 2015:
Update on the diagnosis and management of getational trophoblastic disease.
International Journal of Gynecology and Obstetrics 131 (2015) S123–S126