Anda di halaman 1dari 14

LEARNING OBJECTIVE:

1. Apa pengertian dari:


a. Hematoma.
b. Hiperemis.
c. Diskontinuitas.
d. BMD.
e. IMT.
f. Shenton line.
g. Osteocalcine.
h. T-score.
i. Menopause.
j. Hidroxyproline.
k. Alkalin Phosphate.
2. Apa diagnosis pada skenario?
3. Apa etiologi pada skenario?
4. Apa yang menyebabkan panggul kiri terasa kaku dan nyeri pada
skenario?
5. Apa pengaruh menopause terhadap diagnosis pada skenario?
6. Berapa kadar normal dari:
a. Kalsium.
b. Vitamin D.
c. Hormon tiroid.
d. Hormon paratiroid.
e. Kadar alkaline phosphate.
f. Osteocalcine.
g. Hydroxyproline.
7. Apa tanda dan gejala serta diagnosis banding pada skenario?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada diagnosis (Farmakologi dan Non
Farmakologi?
9. Bagaimana patogenesis pada skenario?
10. Jelaskan kasus-kasus pada muskuloskeletal.
11. Jelaskan dasar diagnosis.
12. Jelaskan penyebab penyakit.
13. Kadar normal penyakit.
14. Prognosis pada pasien.
15. Jelaskan kapan proses rujukan.
16. Jelaskan bagaimana perujukan.
17. Jelaskan epidemiologi dari penyakit.
18. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan?
JAWABAN:

1. Berikut beberapa pengertiannya:


a. Hematoma merupakan pengumpulan setempat ekstravasasi
darah, biasanya membeku, di dalam organ, ruang, atau
jaringan.
b. Hiperemis merupakan pembengkakan; ekses darah pada
bagian tubuh tertentu.
c. Diskontinuitas merupakan proses perkembangan yang
melibatkan proses-proses berbeda secara kualitatif.
d. BMD merupakan pemeriksaan densitas massa tulang
umumnya berkolerasi dengan kekuatan tulang dan digunakan
untuk mendiagnosis osteoporosis.
e. IMT merupakan indicator sederhana dari korelasi antara tinggi
dan berat badan. IMT digunakan untuk mengukur ideal atau
tidaknya berat badan, dan merupakan cara pengukuran yang
baik untuk menilai resiko penyakit yang dapat terjadi akibat
berat badan berlebih.
f. Shenton line merupakan garis cekung yang tampak pada foto
rontgent sendi pinggul normal, yang dibentuk oleh puncak
foramen obturatorium.
g. Osteocalcine merupakan polipeptida yang hanya di produksi
oleh osteoblast atas pengaruh 1,25 dihidroksivitamin D3.
h. T-score merupakan penggambaran dari hasil penilaian
pemeriksaan densitas massa tulang.
i. Menopause merupakan menstruasi yang telah berhenti pada
wanita, biasanya mulai terjadi pada wanita diatas umur 45
tahun.
j. Hidroxyproline merupakan prolin terhidroksilasi, terdapat pada
kolagen dan protein-protein jaringan ikat lainnya.
k. Alkalin phosphate merupakan suatu enzim dari golongan
hydrolase yang mengkatalisis pemecahan orthophosphate dari
orthophosphoric monoester dalam kondisi alkalin.

(Sumber: Dorland.W.A.Newman. 2014. Kamus Saku Kedokteran


Dorland. Edisi 28. EGC: Jakarta).

2. Diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan dari skenario yaitu


Fraktur Collum Femur disertai dengan Osteoporosis. Pada diagnosis
osteoporosis menggunakan T-score yang nilai normalnya lebih dari -1
dan resiko fraktur rendah. Kurang dari -1 namun lebih dari -2,5 tingkat
keparahan adalah osteopenia. Jika osteoporosis kurang dari -2,5.
Pada skenario di jelaskan bahwa T-score femur -2,7 dan vertebra -2,5,
jadi bisa dipastikan bahwa pasien mengalami osteoporosis.

(Sumber: Brown, Pam et al. 2007. Osteoporosis. Erlangga: Jakarta).


3. Etiologi dari fraktur collum femur yaitu terputusnya hubungan dari
kepala femur atau leher femur disebabkan oleh trauma.
Etiologi dari osteoporosis yaitu penyebab primernya adalah defisiensi
estrogen dan perubahan yang berhubungan dengan penuaan,
sedangkan penyebab sekundernya terdapat beberapa predisposisi,
yaitu: sejarah keluarga, gangguan endokrin, gangguan nutrisi dan
gastrointestinal, penyakit ginjal, penyakit rematik, gangguan
hematologi, gangguan genetik, dan beberapa obat-obatan.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).

4. Sensasi nyeri yang dirasakan ini terjadi karena pada bagian atau
struktur tulang terdapat yang disebut periosteum, dimana pada bagian
periosteum ini yang menyebabkan terjadinya rangsangan nyeri karena
pada tulang bagian yang memiliki nosiseptor atau reseptor nyeri
hanya di bagian atau struktur periosteum, sehingga saat terjadi fraktur
dan merusak periosteum akan membuat terasanya rasa nyeri.

(Sumber: Kuliah Pakar: dr. Jenny Sampe, Sp.S. 2016. General


Management Of Low Back Pain. Universitas
Tadulako Palu).

5. Defisiensi estrogen pada wanita menopause memegang peran yang


penting pada pertumbuhan tulang dan proses penuaan. Penurunan
kadar estrogen akan memacu aktivitas remodeling tulang yang makin
tidak seimbang karena osteoblast tidak dapat mengimbangi kerja
osteoklas, sehingga massa tulang akan menurun dan tulang menjadi
osteoporosis. Aktivitas osteoklas yang meningkat akan menyebabkan
terbentuknya lakuna Howship yang dalam dan putusnya trabekula,
sehingga kekuatan tulang akan menjadi turun dan tulang mudah
fraktur.

(Sumber: Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
6. InternaPublishing: Jakarta).

6. Kadar normal dari:


a. Kalsium : Tubuh orang dewasa diperkirakan mengandung
1000 gram kalsium. Sekitar 99% kalsium ini berada di dalam
tulang dalam bentuk hidroksiapatit dan 1% lagi berada di
dalam cairan ekstraselular dan jaringan lunak. Di dalam cairan
ekstraselular, konsentrasi ion kalsium (Ca2+) adalah 10-3 M,
sedangkan di dalam sitosol 10-6 M. Di dalam serum, kalsium
berada dalam 3 fraksi, yaitu Ca2+ sekitar 50%, kalsium yang
terikat albumin sekitar 40% dan kalsium dalam bentuk
kompleks terutama sitrat dan fosfat adalah 10%. Reabsorbsi
kalsium di tubulus ginjal terutama terjadi di tubulus proksimal,
yaitu sekitar 70%, kemudian 20% di ansa Henle dan sekitar
8% di tubulus distal. Sekitar 90% kalsium yang terikat protein,
terikat pada albumin dan sisanya terikat pada globulin. Pada
pH 7,4 gr/dl albumin akan mengikat 0,8 mg/dl kalsium. Kalsium
ini akan terikat pada gugus karboksil albumin dan ikatannya
sangat tergantung pada pH serum.
b. Vitamin D: kebutuhan vitamin D pada bayi, anak-anak dan
orang dewasa <50 tahun adalah 200 IU (5ug)/hari. Pada orang
tua 51-70 tahun dan >70 tahun, kebutuhan vitamin D masing-
masing adalah 400 IU (10ug)/hari dan 600 IU (15ug)/hari. Pada
wanita hamil dan laktasi, pada semua umur, kebutuhan vitamin
D adalah 200 IU/hari. Pada keadaan tanpa sinar matahari,
kebutuhan vitamin D pada semua umur harus ditambah 200
IU/hari. Batas atas asupan vitamin D yang direkomendasikan
pada bayi adalah 1000 IU/hari dan pada usia di atas 1 tahun
adalah 200 IU/hari.
c. Hormon tiroid: berperan merangsang resorpsi tulang. Hormon
tiroid (T3 dan T4) merupakan regulator pertumbuhan tulang
yang penting. Terdapat 4 isoform reseptor hormon tiroid, yaitu
TRa1, TRa2, TRb1 dan TRb2 yang semuanya diekspresikan
pada kondrosit pada tempat osifikasi endokondral.
d. Hormon paratiroid (PTH): Pada tulang, PTH merangsang
pelepasan kalsium dan fosfat. Hasil kerja dari PTH ini adalah
peningkatan kadar kalsium di dalam darah dan penurunan
kadar fosfat di dalam darah. PTH berperan merangsang
resorpsi tulang, tetapi tidak bersifat langsung karena osteoklas
tidak memiliki reseptor PTH. PTH pada mamalia merupakan
rantai tunggal polipeptida yang memiliki 84 asam amino.
e. Kadar alkaline phosphate: pada dewasa: 42-136 U/L, ALPI: 20-
130 U/L, ALP2; 20-120 U/L, Lansia: agak lebih tinggi dari
dewasa. Usia 0-20 tahun: 40-115 U/L, Usia 13-18 tahun: 50-
230 U/L.
f. Osteocalcine: nilai rujukan dari osteocalcine tidak spesifik
namun baik jika ditemukan berarti telah terjadi proses
perbaikan tulang atau jika positif maka telah terjadi remodeling
tulang atau proses perbaikan tulang.
g. Hydroxyproline: Laki-laki: 0,7-1,55 ug/mL (dalam serum),
Perempuan: -0,7-1,40 ug/mL (dalam serum), Usia 18-21 tahun:
13-28 mg/24m2, Usia 22-55 tahun: 8,5-23,5 mg/24m2.

(Sumber: Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
6. InternaPublishing: Jakarta).

7. Tanda dan gejala dari fraktur collum femur, yaitu:


 Terlihat adanya deformitas pada panggul. Perubahan gaya
berjalan dengan sedikit pincang.
 Di dapatkan adanya nyeri tekan pada panggul.
 Hambatan dalam menggerakkan femur secara abduksi, rotasi
dan hambatan dalam beraktivitas jalan atau berdiri.

Tanda dan gejala dari osteoporosis, yaitu:


 Berat badan rendah (indeks massa tubuh <19 kg/m 2).
 Tanda adanya perubahan kurvatura tulang belakang.
 Tanda-tanda predisposisi penyebab osteoporosis.
 Tanda-tanda penuaan (perubahan gaya berjalan, hipotensi
ortostatik, kelemahan otot-otot ekstremitas, penurunan
penglihatan, dan perubahan kognitif).

Diagnosis bandingnya yaitu:


 Hyperparathyroidism.
 Multiple Myeloma.
 Osteomalasia.
 Renal Osteodystrophy.
 Paget Disease.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).

8. Penatalaksanaan dari fraktur collum femur, yaitu:


 Konservatif:
a. Penanganan nyeri.
b. Skeletal traksi lateral.
c. Terapi pembedahan.
 Arthrodesis, dengan kawat atau skrup.
 Penggantian prostetik/total hip replacement.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).

Penatalaksanaan dari osteoporosis, yaitu:


 Farmakologi:
a. Pengobatan estrogen: untuk perempuan yang baru
menopause, penggantian estrogen merupakan salah satu
cara untuk mencegah osteoporosis. Estrogen dapat
mengurangi atau menghentikan kehilangan jaringan
tulang. Apabila pengobatan estrogen di mulai pada saat
menopause, maka akan mengurangi kejadian fraktur
pinggang sampai 55%. Estrogen dapat diberikan melalui
oral atau di tempel pada kulit.
b. Kalsium: kalsium dan vitamin D diperlukan untuk
meningkatkan kepadatan tulang. Konsumsi per hari
sebanyak 1.200-1.500 mg (melalui makanan dan
suplemen). Konsumsi vitamin D sebanyak 600-800 IU
diperlukan untuk meningkatkan kepadatan tulang.
c. Bifosfonat: merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2
asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon
dan mempunyai efek menghambat kerja osteoklas. Secara
farmakodinamik, absorpsi bifosfonat sangat buruk,
sehingga harus diberikan dalam keadaan perut kosong
dengan dibarengi 2 gelas air putih dan setelah itu
penderita harus dalam posisi tegak selama 30 menit.
Bifosfonat juga merupakan pengobatan lain selain
estrogen yang ada: alendronate, risedonate, dan
etidronate. Obat-obat ini memperlambat kehilangan
jaringan tulang dan beberapa kasus meningkatkan
kepadatan tulang. Sebelum mengonsumsi obat ini
biasanya dokter akan memeriksa kadar kalsium dan fungsi
ginjal.
d. Kalsitonin : merupakan obat yang telah direkomendasikan
oleh FDA untuk pengobatan penyakit-penyakit yang
meningkatkan resorpsi tulang dan hiperkalsemia yang
diakibatkannya, seperti penyakit paget, osteoporosis dan
hiperkalsemia pada keganasan.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan


Muskuloskeletal. Edisi 2. Salemba Medika:
Jakarta).

 Non Farmakologi:
a. Pemberian edukasi seperti: menganjurkan penderita untuk
melakukan aktivitas fisik yang teratur untuk memelihara
kekuatan, kelenturan dan koordinasi sistem neuromuskular
serta kebugaran, sehingga dapat mencegah resiko terjatuh.
Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan meliputi berjalan
30-60 menit/hari, bersepeda maupun berenang.
b. Jaga asupan kalsium 1000-1500 mg/hari, baik melalui
makanan sehari-hari maupun suplementasi.
c. Hindari merokok dan minum alkohol.
d. Hindari mengangkat barang-barang yang berat pada
penderita yang sudah pasti osteoporosis.
e. Hindari berbagai hal yang dapat menyebabkan penderita
terjatuh, misalnya lantai yang licin, obat-obat sedative dan
obat anti hipertensi yang dapat menyebabkan hipotensi
ortistatik.
f. Hindari defisiensi vitamin D, terutama pada orang-orang
yang kurang terpajan sinar matahari.

(Sumber: Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Edisi 6. InternaPublishing: Jakarta).

9. Patogenesis dari osteoporosis, yaitu:


 Osteoporosis adalah abnormalitas pada proses remodeling
tulang dimana resorpsi tulang melebihi formasi tulang
menyebabkan hilangnya massa tulang. Mineralisasi tulang
tetap terjadi. Remodeling tulang digambarkan dengan
keseimbangan fungsi osteoblast dan osteoklas. Meskipun
pertumbuhan terhenti, remodeling tulang berlanjut. Proses
dinamik ini meliputi resorpsi pada satu permukaan tulang dan
deposisi pembentukan tulang pada tempat yang berlawanan.
Hal ini dipengaruhi oleh beban berat badan dan gravitasi,
sama halnya dengan masalah seperti penyakit sistemik.
Proses selular dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan
dimodulasi oleh hormon lokal dan sistemik. Proses seluler
dilaksanakan oleh sel tulang spesifik dan di modulasi oleh
hormon lokal dan sistemik, serta peptida.
 Kondisi osteoporosis merupakan suatu hasil interaksi yang
kompleks menahun antara faktor genetik dan faktor
lingkungan. Berbagai faktor terlibat dalam interaksi ini dengan
menghasilkan suatu kondisi penyerapan tulang lebih banyak
dibandingkan dengan pembentukan yang baru. Kondisi ini
memberikan manifestasi penurunan massa tulang total.
Kondisi osteoporosis yang tidak mendapatkan intervensi akan
memberikan dua manifestasi penting, dimana tulang menjadi
rapuh dan terjadinya kolaps tulang. Hal ini akan berlanjut pada
berbagai kondisi dan masalah pada pasien dengan
osteoporosis.

Patogenesis dari fraktur collum femur, yaitu:


 Fraktur ini terjadi akibat jatuh pada daerah trochanter baik
karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak
terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi dimana
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Pada kondisi
osteoporosis insiden fraktur pada posisi ini tinggi.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).

10. Kasus-kasus pada muskuloskeletal yang terjadi, yaitu:


 Gangguan Kongenital, seperti:
a. Displasia skeletal.
b. Osteogenesis imperfekta.
c. Akondrogenesis.
d. Akondroplasia.
e. Araknodaktili.
f. Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot).
g. Genu Varus.
h. Genu Valgum.
i. Polidaktili.
j. Sindaktili.
k. Spina bifida sistika.
l. Deformitas spina kongenital.
m. Kongenital skoliosis.
n. Kifosis kongenital.
o. Lordosis kongenital.

 Infeksi dan inflamasi muskuloskeletal, seperti:


a. Osteomielitis.
b. Spondilitis tuberkulosa.
c. Bursitis.
d. Artritis rematoid.
e. Artritis rematik juvenil.
f. Demam rematik akut.
g. Tendinitis.
h. Tennis elbow.
i. Trigger finger.
j. Lupus eritematus sistemis.
k. Polimiositis.
l. Skleroderma.

 Gangguan metabolik muskuloskeletal, seperti:


a. Rakitis.
b. Osteomalasia.
c. Osteoporosis.
d. Penyakit paget.
e. Nekrosis avaskular.
f. Gout Artritis.

 Gangguan degeneratif muskuloskeletal, seperti:


a. Osteoartritis.
b. Nyeri punggung bawah.
c. Herniasi nukleus pulposus.
d. Spinal stenosis.
e. Carpal tunnel syndrome.
f. Ganglion.

 Neoplasma muskuloskeletal, seperti:


a. Osteoblastoma.
b. Osteosarkoma.
c. Enkondroma.
d. Kondroblastoma.
e. Displasia osteofibrosa.
f. Fibrosarkoma.
g. Sarkoma ewing.
h. Osteoklastoma (Giant Cells Tumor).
i. Angiosarkoma.
j. Neuroblastoma.

 Trauma muskuloskeletal, seperti:


a. Fraktur.
b. Dislokasi.
c. Trauma jaringan lunak (Sindrom kompartemen dan
Injuri saraf perifer).
d. Trauma tendon.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).
11. Dasar dari penegakan diagnosis, diantaranya:
 Anamnesis: ini memegang peranan yang penting pada
evaluasi penderita osteoporosis. Kita harus menanyakan
keluhan utamanya. Kadang-kadang, keluhan utama dapat
langsung mengarah kepada diagnosis, misalnya fraktur collum
femur pada osteoporosis. Faktor lain yang harus ditanyakan
juga adalah fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama,
penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan
sinar matahari, asupan kalsium, fosfor dan vitamin D, latihan
teratur yang bersifat weight-bearing. Menanyakan apakah
pasien adalah seorang perokok dan minum alkohol, karena
alkohol dan merokok juga merupakan faktor resiko
osteoporosis. Penyakit-penyakit lain juga harus
ditanyakan,karena ada beberapa penyakit yang berhubungan
dengan osteoporosis yaitu penyakit ginjal, saluran cerna, hati,
endokrin dan insufisiensi pankreas. Menanyakan riwayat haid,
umur menarche, dan menopause, penggunaan obat-obat
kontrasepsi juga harus diperhatikan. Riwayat keluarga dengan
osteoporosis juga harus ditanyakan, karena ada beberapa
penyakit tulang metabolik yang bersifat herediter.

 Pemeriksaan fisik: tinggi badan dan berat badan harus diukur


pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga dengan
gaya berjalan penderita, deformitas tulang, leg-length
inequality, dan nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis
sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan
tinggi badan dan juga penurunan berat badan. Selain itu juga
didapatkan protuberansia abdomen, spasme otot paravertebral
dan kulit yang tipis.

 Pemeriksaan biokimia tulang: pemeriksaan ini terdiri dari


kalsium total dalam serum, ion kalsium, kadar fosfor di dalam
serum, kalsium urin, fosfat urin, osteokalsin serum, piridinolin
urin, hormon paratiroid dan vitamin D. Untuk menentukan
turnover tulang, dapat diperiksa Bone alkaline phosphatase
(BSAP), Osteokalsin (OC), Procollagen type I C-propeptide
(PICP) dan Procollagen type I N-propeptide (PINP). Untuk
menilai resorpsi tulang, dapat diukur ekskresi Hidroksiprolin
(HYP), Pyridinoline (PYD) dan Deoxypyridinoline (DPD) cross-
links, di dalam urin atau N-terminal cross-linking telopeptide of
type I collagen (NTX) dan C-terminal cross-linking telopeptide
of type I collagen (CTX) di dalam serum atau urin.

 Pemeriksaan radiologik: gambaran radiologik yang khas pada


osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler
yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang
vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

 Pemeriksaan densitas massa tulang (BMD): densitometri


tulang merupakan pemeriksaan yang tepat untuk menilai
densitas massa tulang, sehingga dapat digunakan untuk
menilai faktor prognosis, prediksi fraktur dan bahkan diagnosis
osteoporosis. Berbagai metode yang dapat digunakan untuk
menilai densitas massa tulang adalah single-photon
absorptiometry (SPA) dan single-energy X-ray absorptiometry
(SPX) lengan bawah dan tumit; dual-photon absorptiometry
(DPA) dan dual-energy X-ray absorptiometry (DPX) lumbal dan
proksimal femur; dan quantitative computed tomography
(QCT). Untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang,
digunakan T-score.

(Sumber: Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 6. InternaPublishing: Jakarta).

12. Penyebab penyakit osteoporosis, yaitu:


 Umur: lebih sering terjadi pada usia lanjut.
 Ras: kulit putih mempunyai resiko lebih tinggi.
 Herediter: ditemukan riwayat keluarga dengan osteoporosis.
 Aktivitas fisik yang kurang.
 Tidak pernah melahirkan.
 Menopause dini (pada umur 46 tahun).
 Gaya hidup seperti peminum alkohol berat, peminum kopi
berat dan perokok berat.
 Hormonal yaitu kadar estrogen plasma yang kurang.
 Obat misalnya kortikosteroid.
 Kerusakan tulang akibat kelelahan fisik misalnya jogging yang
berlebihan tanpa diimbani gizi yang cukup.
 Jenis kelamin: 3 kali lebih sering pada wanita disbanding pria.
Perbedaan ini mungkin, disebabkan oleh faktor hormonal dan
rangka tulang yang lebih kecil.

(Sumber: Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.


Yarsif Watampone: Jakarta).

13. Kadar normal penyakit osteoporosis yaitu densitas massa tulangnya


adalah 2,5 atau di bawah dari dewasa muda berarti -2,5 atau
dibawahnya.

(Sumber: Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi.


Yarsif Watampone: Jakarta).

14. Fraktur pada pasien osteoporosis pada usia lanjut tidak hanya
berpengaruh pada kualitas hidup namun juga mengancam jiwa.
Fraktur osteoporosis panggul memiliki prognosis semakin jelek jika
operasi ditunda hingga lebih dari 3 hari. Prognosis pasien fraktur
panggul pasca terapi yaitu:
 Sepertiga akan tetap di tempat tidur.
 Sepertiga secara fungsional terbatas dan memerlukan
bantuan.
 Hanya sepertiganya kembali fungsional secara penuh.

(Sumber: Tanto, Chris et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4.


Media Aesculapius: Jakarta).

15. Menurut KEMENKES dalam pedoman sistem rujukan nasional , yaitu:


 Rujukan berdasarkan indikasi.
 Prosedur rujukan pada kasus kegawatan.
 Melakukan rujukan balik ke fasilitas perujuk.
 Keterjangkauan fasilitas rujukan.
 Rujukan pertama dari fasilitas primer.

Prosedur rujukan pada dasarnya, prosedur fasilitas pemberi


pelayanan kesehatan pengirim rujukan adalah:
 Menjelaskan kepada para pasien atau keluarganya tentang
alasan merujuk.
 Melakukan komunikasi dengan fasilitas kesehatan yang dituju
sebelum merujuk.
 Membuat surat rujukan dan juga melampirkan hasil diagnosis
pasien dan catatan medisnya.
 Mencatat pada register dan juga membuat laporan rujukan.
 Stabilisasi keadaan umum pasien dan diperhatahankan
selama dalam perjalanan.
 Pendampingan pasien oleh tenaga kesehatan.
 Menyerahkan surat rujukan kepada pihak-pihak yang
berwenang di fasilitas pelayanan kesehatan di tempat rujukan.
 Surat rujukan pertama harus berasal dari fasilitas pelayanan
kesehatan primer, kecuali dalam keadaan darurat.
 Ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Askes, Jamkesmas,
Jamkesda, SKTM dan badan penjamin kesehatan lainnya
tetap berlaku.

(Sumber: Primasari.L.K. 2014. Analisis Sistem Rujukan Jaminan


Kesehatan Nasional RSUD Dr. Adjidarmo
Kabupaten Lebak. Vol.1.No.2. Viewed on 25 April
2016. From: <http://www.jurnaladmskebkes.com>).

16. Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan


kesehatan yang melaksanakan pelimpahan wewenang dan tanggung
jawab atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam artian
dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam artian
antara strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Pasien yang akan dirujuk harus sudah diperiksa dan layak untuk
dirujuk. Adapun kriteria pasien yang dirujuk adalah apabila memenuhi
salah satu dari hal berikut ini:
 Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu
diatasi.
 Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis
ternyata tidak mampu diatasi.
 Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap.
 Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana kesehatan
yang lebih mampu.

Sistem rujukan:

Dokter Umum  Dokter Spesialis  Dokter Subspesialis , Jika


pasien sudah membaik maka : Dokter Subspesialis  Dokter
Spesialis  Dokter Umum.

(Sumber: Kuliah Pakar: drg. Tri Setyawati, M.sc. 2015. Pattient


Refferal. Universitas Tadulako Palu).

17. Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi untuk
predisposisi terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan
kuantitatif dan kedua komponen matriks tulang (osteoid dan
hidroksiapatit). Sebanyak 50% wanita dan 15% pria mengalami
fraktur yang berhubungan dengan osteoporosis pada usia 90 tahun.
Osteoporosis dapat bersifat sekunder terhadap penyakit tertentu atau
primer. Osteoporosis primer lebih sering terjadi pada wanita berusia
lanjut, terutama pada wanita yang terlambat menarche, mengalami
menopause lebih cepat, atau memiliki riwayat oligomenorea dalam
waktu lama. Osteoporosis sekunder terjadi pada penyakit endokrin,
penyakit reumatologis, penyakit saluran pencernaan, neoplasia, dan
penggunaan obat-obatan terutama kortikosteroid, heparin, warfarin
dan fenitoin.

(Sumber: Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga


Medical Series: Jakarta).

18. Beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi osteoporosis, yaitu:


 Pemeriksaan darah rutin.
 Pemeriksaan kimia darah.
 Pemeriksaan hormon tiroid.
 Pemeriksaan 25-hidroksivitamin D.
 Urinalisis untuk mendeteksi adanya hiperkalsiuria.
 Biopsy tulang.

(Sumber: Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal.


Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta).
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Pam et al. 2007. Osteoporosis. Erlangga: Jakarta

Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Erlangga Medical Series: Jakarta

Dorland.W.A.Newman. 2014. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 28.


EGC: Jakarta

Kuliah Pakar: dr. Jenny Sampe, Sp.S. 2016. General Management Of Low
Back Pain. Universitas Tadulako Palu

Kuliah Pakar: drg. Tri Setyawati, M.sc. 2015. Pattient Refferal. Universitas
Tadulako Palu

Noor, Zairin. 2016. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi 2. Salemba


Medika: Jakarta

Primasari.L.K. 2014. Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional


RSUD Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak. Vol.1.No.2. Viewed on 25 April
2016. From: <http://www.jurnaladmskebkes.com>

Rasjad, Chairuddin. 2012. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif


Watampone: Jakarta

Setiati, Siti et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
InternaPublishing: Jakarta

Tanto, Chris et al. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Media


Aesculapius: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai