Anda di halaman 1dari 8

CiE 7 (2) (2018)

Chemistry in Education
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chemined

REPRESENTASI KIMIA UNTUK MEREDUKSI MISKONSEPSI SISWA PADA


MATERI REDOKS MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN LKS
Dwi Andrianie, Sudarmin, Sri Wardani
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lt. 2 Kampus Sekaran Gunungpati Telp. 8508112 Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


Diterima 18 September Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menerapkan model pembelajaran inkuiri
2017 terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi kimia untuk mereduksi miskonsepsi
Disetujui 20 November siswa pada materi redoks. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling.
2017
Pelaksanaan penelitian ini pada kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran
Dipublikasikan 04 April
inkuiri terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi kimia, sedangkan pada kelas
2018
kontrol menggunakan metode ceramah dan diskusi. Teknik pengumpulan data adalah
Keywords:
tes berbentuk pilihan ganda beralasan terbuka, observasi, dan dokumentasi. Hasil
Inkuiri terbimbing;
miskonsepsi; redoks; analisis data menunjukkan bahwa ketuntasan belajar klasikal sebesar 88,89% untuk
representasi kimia kelas eksperimen dan 63,88% untuk kelas kontrol. Hasil analisis derajat miskonsepsi
siswa yang diperoleh kelas eksperimen mengalami pereduksian miskonsepsi sebesar
39% dan kelas kontrol sebesar 28%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi
kimia dapat mereduksi miskonsepsi siswa pada materi redoks, meningkatkan hasil
belajar kognitif siswa serta memiliki beberapa kelebihan salah satunya yaitu dapat
digunakan sebagai alternatif model pembelajaran untuk mereduksi miskonsepsi siswa.

Abstract
This experimental research aims to apply guided inquiry learning model assisted LKS based on
chemical representation to reduce student misconception on redox material. Determination of the
sample using purposive sampling technique. The implementation of this research in the
experimental class using guided inquiry learning model assisted LKS based on chemical
representation, while in control class using lecture and discussion method. Data collection
techniques are multiple choice tests with open-ended reasoning, observation, and documentation.
The result of data analysis shows that classical learning completeness is 88,89% for experiment
class and 63,88% for control class. The result of the analysis of the students' misconception degree
obtained by the experimental class experienced a reduction of misconception by 39% and control
class by 28%. Based on the result of the research, it can be concluded that the guided inquiry
learning model guided by LKS based on chemical representation can reduce students
'misconception on redox material, improve students' cognitive learning outcomes and have some
advantages, one of them can be used as an alternative learning model to reduce student
misconception.

© 2018 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6609
E-mail: dwiandrianie037@gmail.com

69
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

Pendahuluan menerima konsep baru, dan kurangnya


penekanan pada konsep-konsep prasyarat
Materi pelajaran kimia merupakan salah (Fajarianingtyas dan Yuniastri, 2015).
satu rumpun Ilmu Pengetahuan Alam yang Penanaman konsep yang baik dapat
menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam proses didukung melalui pembelajaran inkuiri
pembelajaran. Pembelajaran kimia menekankan terbimbing. Inkuiri terbimbing menawarkan
pada cara siswa menguasai konsep-konsep dan sebuah cara bagi guru agar dapat membantu
bukan menghafal fakta satu sama lain. Konsep- meningkatkan pemahaman siswa tentang
konsep kimia mempunyai tingkat generalisasi dan fenomena kimia yang abstrak. Inkuiri terbimbing
abstraksi tinggi yang menyebabkan siswa dapat juga membantu siswa menghubungkan
mengalami kesukaran dalam penguasaan konsep pemahaman fenomena kimia yang bersifat
(Karima dan Supardi, 2014). Siswa cenderung makroskopik dan submikroskopik ke dalam
lebih memilih untuk menghafal daripada bentuk simbolik. Strategi pembelajaran berbasis
memahami konsep-konsep kimia tersebut. Hal inkuiri terbimbing berhasil membelajarkan
tersebut menjadi tidak efektif karena kimia konsep dengan persentase ketercapaian terbesar
bukanlah untuk dihafalkan melainkan untuk dan menunjukkan respon positif terhadap upaya
dipahami. pencegahan miskonsepsi. Pemahaman
Menurut Dahar, sebagaimana dikutip oleh konseptual, keterampilan investigasi, dan
Fajarianingtyas dan Yuniastri (2015), belajar pemahaman terhadap karakteristik ilmu
konsep merupakan hasil utama pendidikan. pengetahuan (sains) siswa dalam pembelajaran
Konsep-konsep tersebut sebagai dasar berpikir inkuiri dibangun melalui tahap-tahap inkuiri
siswa untuk merumuskan prinsip-prinsip dan (Fajarianingtyas dan Yuniastri, 2015). Siswa
memecahkan masalah. Ketika pembelajaran memikul tanggung jawab utama untuk
berlangsung siswa mengkonstruksi membangun pengetahuan mereka sendiri dan
pengetahuannya menjadi konsep yang utuh. guru memfasilitasi proses inkuiri, membimbing
Dalam proses konstruksi tersebut, ketika siswa siswa dengan pertanyaan-pertanyaan,
melewati tahap akomodasi, konsep baru yang menyelidiki perilaku, menggunakan bukti
terbentuk dapat sesuai atau tidak sesuai dengan pengamatan, pengetahuan ilmiah untuk
pengertian ilmiah (Fajarianingtyas dan Yuniastri, mengembangkan penjelasan, dan menjawab
2015). Konsep baru yang tidak sesuai dengan pertanyaan mereka (Bass, Contant dan Carin,
konsep yang telah disepakati oleh ilmuwan 2009).
disebut sebagai miskonsepsi (Suparno, 2013). Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
Barke et al. (2009) menyebutkan bahwa bidang studi kimia SMA Negeri 2 Ungaran yaitu
salah satu konsep kimia yang sering dipahami Ibu Musyarofah, S.Pd menyatakan bahwa siswa
secara miskonsepsi oleh siswa adalah konsep kelas X mengalami kesulitan dalam memahami
reaksi oksidasi reduksi. Hastuti, Suyono dan materi reaksi redoks, siswa kurang memahami
Poedjiastoeti (2014) dalam penelitiannya konsep-konsep reaksi redoks dan penerapan
melaporkan bahwa siswa masih mengalami dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar rata-
miskonsepsi pada materi reaksi redoks sebesar rata siswa kelas X pada materi reaksi redoks
43%. Kegagalan siswa dalam memahami konsep tahun 2015/2016, sebagian besar siswa belum
disebabkan karena siswa mengkonstruksi memenuhi nilai minimal KKM sebesar 75. Belum
pemahamannya secara tidak utuh. Reaksi redoks tercapainya ketuntasan belajar kimia ini
dianggap sebagai materi yang sulit dan disebabkan oleh lemahnya pemahaman siswa
membingungkan oleh sebagian siswa. Salah satu terhadap konsep reaksi redoks, dimana masih
penyebab kesulitan siswa tersebut adalah banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada
karakteristik materi yang bersifat abstrak atau konsep reaksi redoks. Siswa kurang aktif dan
berada pada tingkat submikroskopik. Faktor antusias selama pembelajaran di kelas, baik saat
kesulitan lainnya adalah kurangnya minat dan diskusi maupun saat pembelajaran berlangsung.
perhatian siswa ketika proses pembelajaran Dalam upaya mereduksi miskonsepsi siswa pada
berlangsung, kurangnya kesiapan siswa dalam materi reaksi redoks, maka perlu penerapan

70
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

model pembelajaran inkuiri terbimbing. Model 2016/ 2017 sebanyak 407 siswa yang terbagi
pembelajaran inkuiri terbimbing diterapkan untuk dalam 11 kelas. Penentuan sampel menggunakan
meningkatkan pemahaman konsep siswa pada teknik purposive sampling setelah diketahui bahwa
materi reaksi redoks sehingga dapat mereduksi populasi bersifat normal dan homogen. Sampel
miskonsepsi siswa. yang diperoleh yaitu siswa kelas X-11 sebagai
Penerapan model pembelajaran inkuiri kelas eksperimen dan kelas X-5 sebagai kelas
terbimbing ini akan dipadukan dengan LKS kontrol. Variabel bebas yang digunakan adalah
berbasis representasi kimia. Lembar Kegiatan model pembelajaran inkuiri terbimbing
Siswa (LKS) merupakan suatu bahan ajar cetak berbantuan LKS berbasis representasi kimia pada
berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, kelas eksperimen dan metode ceramah dan
ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan diskusi pada kelas kontrol. Variabel terikatnya
tugas pembelajaran yang harus dikerjakan oleh adalah miskonsepsi siswa.
peserta didik, yang mengacu pada kompetensi Metode penelitian ini adalah metode tes,
dasar yang harus dicapai. LKS memuat dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan
sekumpulan kegiatan mendasar yang harus yaitu tes pilihan ganda beralasan terbuka (two tier
dilakukan oleh siswa untuk memaksimalkan test). Tes yang digunakan dalam penelitian yaitu
pemahaman konsep dalam upaya pembentukan tes pilihan ganda beralasan terbuka. Analisis
kemampuan dasar sesuai dengan indikator jawaban tes digunakan untuk mengukur derajat
pencapaian hasil belajar yang harus ditempuh. miskonsepsi siswa kelas eksperimen dan kontrol.
Representasi kimia merupakan suatu cara untuk Melalui metode ini maka konsepsi siswa dapat
mengekspresikan fenomena, konsep abstrak, dibedakan menjadi 4, yaitu paham konsep (PK),
gagasan, dan proses mekanisme. Menurut paham sebagian (PS), dan miskonsepsi (M), dan
Johnstone, sebagaimana dikutip oleh tidak paham (TP). Tes ini dilakukan pada awal
Chittleborough dan Treagust (2007), representasi dan akhir pembelajaran, yakni menggunakan pre-
kimia menyangkut tiga level yaitu level test dan post-test berupa soal pilihan ganda
makroskopik, sub mikroskopik, dan simbolik. beralasan terbuka yang berjumlah 20 soal dimana
Pada dasarnya ketiga level representasi kimia soal pre-test dan post-test menggunakan bentuk dan
tersebut harus saling berkaitan satu sama lain kualitas soal yang sama. Data tes inilah yang
sehingga dapat membangun konsep suatu materi dijadikan acuan untuk menarik kesimpulan pada
pembelajaran kimia secara utuh. akhir penelitian.
Berdasakan latar belakang yang diuraikan
di atas, maka akan dilakukan penelitian yang Hasil Dan Pembahasan
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Berbantuan LKS Berbasis Penelitian ini bertujuan untuk
Representasi Kimia untuk Mereduksi menerapkan model pembelajaran inkuiri
Miskonsepsi Siswa pada Materi Redoks”. terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi
Rumusan masalah dari penelitian ini kimia untuk mereduksi miskonsepsi pada materi
adalah: apakah penerapan model pembelajaran redoks. Pembelajaran dirancang untuk
inkuiri terbimbing dapat mereduksi miskonsepsi mengarahkan siswa kepada konsep ilmiah
siswa pada materi redoks? Tujuan dari penelitian melalui strategi pengubahan konseptual. Hal ini
ini adalah untuk mereduksi miskonsepsi siswa akan bermuara pada tereduksinya miskonsepsi.
pada materi redoks. Materi yang dipilih adalah redoks karena banyak
terjadi miskonsepsi pada materi ini. Penelitian
Metode dilaksanakan mulai tanggal 7 Maret 2017 sampai
4 Mei 2017. Analisis data dilakukan secara
Penelitian ini bersifat true experimental. statistik dan deskriptif.
Control group pre-test-post-test design adalah desain Hasil uji normalitas dan homogenitas
yang diterapkan dalam penelitian ini, sedangkan terhadap hasil ulangan akhir semester 1
populasinya yaitu seluruh siswa SMA N 2 menunjukkan bahwa data terdistribusi normal
Ungaran kelas X semester 2 tahun pelajaran dan populasi mempunyai homogenitas yang

71
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

sama. Metode penentuan sampel secara purposive berikut. Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
sampling, yaitu mengambil 2 kelas berdasarkan masih mengalami miskonsepsi pada indikator
pertimbangan ahli, yaitu guru yang mengajar di memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi
SMA. Pertimbangan yang dimaksudkan yaitu ditinjau dari pengikatan dan pelepasan oksigen,
memilih kelas yang diajar guru yang sama dan pengikatan dan pelepasan elektron, serta
memiliki nilai rata-rata ulangan akhir semester peningkatan dan penurunan bilangan oksidasi.
gasal yang hampir sama. Sampel dalam Indikator ini terdapat pada soal nomor 2. Pada
penelitian ini yaitu kelas X-11 sebagai kelas soal disajikan suatu reaksi: 3Br2(g) + 6NaOH(aq) →
eksperimen dan kelas X-5 sebagai kelas kontrol. 5NaBr(aq) + NaBrO3(aq) + 3H2O(l). Siswa diminta
Masing-masing kelas memiliki jumlah siswa memilih pernyataan yang benar mengenai reaksi
sebanyak 36. tersebut. Siswa yang memahami konsep akan
Kelas eksperimen diberikan menjawab bahwa pernyataan yang benar, yaitu:
pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri (1) bilangan oksidasi brom naik dari 0 menjadi
terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi +5, (2) bilangan oksidasi brom turun dari 0
kimia. Strategi pembelajaran inkuiri terbimbing menjadi -1, (3) Br2 berfungsi sebagai reduktor dan
yang mencakup enam langkah yaitu orientasi, oksidator, dan (4) merupakan reaksi autoredoks.
merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, Siswa yang mengalami miskonsepsi sebagian
mengumpulkan data, menguji hipotesis, dan besar menjawab pernyataan 1, 2 dan 3 yang
merumuskan kesimpulan (Sanjaya, 2010). benar. Hal ini dikarenakan siswa hanya
Sedangkan, untuk kelas kontrol diberi memahami bahwa apabila pada suatu reaksi
pembelajaran dengan metode ceramah dan terjadi reaksi reduksi dan oksidasi maka
diskusi yang diselingi tanya jawab. merupakan reaksi redoks. Pada soal memang
Penelitian ini menghubungkan hasil terjadi reduksi dan oksidasi tetapi senyawa Br2
belajar dengan miskonsepsi. 1besar siswa kelas pun bertindak sebagai reduktor dan oksidator
eksperimen dan kontrol mengalami miskonsepsi sekaligus, seharusnya reaksi disebut autoredoks.
sebelum diberi perlakuan. Hal ini berarti bahwa Pada LKS kelas kontrol maupun kelas
kedua kelas berangkat dengan kondisi eksperimen, sudah dijelaskan mengenai reaksi
miskonsepsi yang sama. Setelah diberi perlakuan, autoredoks. Pada LKS kelas kontrol hanya ada 1
persentase siswa kelas eksperimen yang masih soal latihan yang menyajikan soal mengenai
mengalami miskonsepsi menjadi sebagian kecil reaksi autoredoks sehingga menyebabkan siswa
yaitu 11%, sedangkan persentase siswa kelas tidak mudah mengingat mengenai konsep reaksi
kontrol setelah perlakuan menjadi 20%. Hal ini autoredoks. Pada LKS kelas eksperimen terdapat
berarti miskonsepsi kelas kontrol setelah diberi lebih dari 1 latihan soal yang menyajikan reaksi
perlakuan pun masih lebih banyak daripada kelas autoredoks, dimana ketika siswa mengerjakan
eksperimen. ternyata menjumpai reaksi autoredoks sehingga
Pada kedua kelas nampak bahwa menyebabkan siswa mudah memahami mengenai
miskonsepsi sama-sama tereduksi. Hal ini bukan konsep reaksi autoredoks.
berarti bahwa pembelajaran yang dilakukan pada Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
kedua kelas memberikan hasil yang sama. masih mengalami miskonsepsi pada indikator
Persentase tereduksinya miskonsepsi pada kelas membedakan reaksi redoks dan bukan reaksi
eksperimen lebih besar sehingga lebih efektif redoks berdasarkan konsep reaksi redoks. Soal
daripada kelas kontrol. Hasil perhitungan yang memuat indikator ini yaitu soal nomor 3
diperoleh rata-rata penurunan miskonsepsi pada dan 4. Pada soal nomor 3 disajikan suatu reaksi:
kelas eksperimen mencapai 39%, sedangkan NH3(g) + H2O(l) → NH4+(aq) + OH-(aq),
untuk kelas kontrol sebanyak 28%. Hal tersebut siswa diminta memilih pernyataan yang benar.
membuktikan bahwa model pembelajaran inkuiri Jawaban yang benar pada siswa yang paham
terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi konsep yaitu pelarutan gas NH3 bukan
kimia efektif untuk mereduksi miskonsepsi. merupakan reaksi redoks. Sedangkan, pada siswa
Hasil analisis miskonsepsi jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi akan menjawab
per item soal post-test diperoleh data sebagai bahwa gas NH3 mengalami reaksi reduksi. Hal ini

72
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

karena siswa beranggapan bahwa biloks unsur N mengalami oksidasi maupun reduksi. Konsep
pada senyawa NH4+ adalah -4 dimana siswa yang benar yaitu reduktor merupakan zat yang
menghitung jumlah biloks N ditambah biloks H mengalami oksidasi, sedangkan oksidator
hasilnya sama dengan nol. Padahal NH4+ merupakan zat yang mengalami reduksi.
merupakan senyawa ion yang memiliki muatan Beberapa siswa yang miskonsepsi masih terbalik
+1 sehingga seharusnya biloks unsur N yang antara pengertian reduktor dan oksidator. Pada
tepat adalah -3 karena pada senyawa ion, jumlah LKS kelas kontrol maupun kelas eksperimen
biloks unsur-unsurnya harus sama dengan jumlah sudah memuat konsep tersebut dengan jelas serta
muatannya. Pada LKS kelas kontrol, penjelasan terdapat latihan soal mengenai penentuan
mengenai aturan penentuan biloks tidak ada reduktor dan oksidator. Namun, karena
contoh perhitungan biloks dari aturan tersebut perbedaan daya tangkap setiap siswa untuk
sehingga siswa kelas kontrol kesulitan memahami memahami suatu konsep, maka masih ada saja
masing-masing perbedaan dari aturan biloks. siswa yang salah memahami konsep tersebut dan
Pada LKS kelas eksperimen, setiap aturan biloks kurang teliti ketika mengerjakan soal.
terdapat contoh pengerjaan soal perhitungan Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
biloks yang menggunakan aturan biloks tertentu tidak mengalami miskonsepsi pada indikator
sehingga siswa kelas eksperimen lebih memahami menemukan konsep redoks untuk memecahkan
perbedaan aturan biloks dan cara menentukan permasalahan di kehidupan sehari-hari. Tetapi
biloks. beberapa siswa kurang teliti dalam menjawab
Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol soal sehingga menulis jawaban yang salah. Soal
masih mengalami miskonsepsi pada indikator yang memuat indikator ini yaitu soal nomor 11.
menentukan bilangan oksidasi atom unsur dalam Miskonsepsi pada soal nomor 11 tidak terjadi
suatu senyawa atau ion. Soal yang memuat karena siswa sudah mengetahui contoh
indikator ini yaitu soal nomor 5, 6, dan 7. penerapan reaksi redoks yang merugikan dalam
Miskonsepsi pada soal nomor 6 terjadi karena kehidupan sehari-hari, terutama pada perkaratan
siswa masih salah konsep mengenai senyawa logam. Peristiwa perkaratan logam sudah sering
hidrida. Bilangan oksidasi unsur H dalam digunakan sebagai contoh peristiwa redoks
senyawa yang umumnya +1, memiliki sehingga siswa mudah mengingat dan
pengecualian apabila terdapat pada senyawa memahaminya.
hidrida (senyawa yang terdiri atas logam dan Pada LKS kelas kontrol sudah memuat
hidrogen). Beberapa siswa menjawab senyawa beberapa contoh representasi kimia pada level
LiOH sebagai senyawa hidrida, padahal logam Li makroskopis sehingga siswa mengetahui contoh
bersenyawa dengan oksigen dan hidrogen. Siswa penerapan reaksi redoks dalam kehidupan sehari-
seharusnya menjawab AlH3, dimana merupakan hari. Pada LKS kelas eksperimen lebih lengkap
senyawa hidrida yang tepat karena logam Al memuat representasi kimia pada level
hanya bersenyawa dengan unsur H. makroskopis. Sebagian besar latihan soal pada
Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol LKS kelas eksperimen selalu dihubungkan
masih mengalami miskonsepsi pada indikator dengan peristiwa pada level makroskopis, baru
menganalisis dan menentukan unsur yang kemudian siswa mengerjakan soal yang
mengalami oksidasi (reduktor), unsur yang berhubungan dengan level simbolik. Hal ini
mengalami reduksi (oksidator), hasil oksidasi, supaya siswa lebih memahami penerapan reaksi
dan hasil reduksi pada suatu reaksi redoks. Soal redoks dalam kehidupan sehari-hari.
yang memuat indikator ini yaitu soal nomor 1, 8, Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol
9, 10, dan 20 sehingga pada soal tersebut masih masih mengalami miskonsepsi pada indikator
terjadi miskonsepsi dikarenakan hal yang sama menentukan senyawa anoganik berupa senyawa
dimana beberapa siswa masih salah dalam biner maupun senyawa anorganik poliatomik
menentukan bilangan oksidasi unsur dalam serta memberi nama senyawa anorganik tersebut.
senyawa. Beberapa siswa masih belum tepat Soal yang memuat indicator ini yaitu soal nomor
dalam menentukan senyawa yang merupakan 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18. Miskonsepsi soal
reduktor maupun oksidator serta senyawa yang nomor 13 berkaitan dengan penentuan rumus

73
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

kimia suatu senyawa. Beberapa siswa masih ada kontrol belum memuat penjelasan mengenai tata
yang salah konsep ketika menentukan rumus nama senyawa organik sederhana. Ketika
kimia besi (III) oksida. Dimana seharusnya pembelajaran guru sudah menjelaskan tetapi
bilangan oksidasi besi adalah 3, sedangkan beberapa siswa tidak mau mencatatnya sehingga
bilangan oksidasi oksigen adalah 2, sehingga lupa mengenai materi yang disampaikan guru.
rumus kimia yang tepat yaitu Fe2O3. Pada LKS Pada LKS kelas eksperimen sudah memuat
kelas kontrol hanya memuat aturan tata nama penjelasan mengenai tata nama senyawa
senyawa yang berkaitan dengan bilangan oksidasi organiksederhana dan latihan soal yang
saja sehingga apabila terdapat soal penamaan tata membuat siswa lebih mudah mengingat dan
nama senyawa yang tidak berkaitan dengan memahaminya.
bilangan oksidasi, maka siswa kesulitan dalam Pada LKS kelas kontrol sebagian besar
menjawabnya. hanya memuat level simbolik yang lebih dominan
Pada LKS kelas eksperimen sudah dibandingkan level makroskopik dan
lengkap dalam penjelasan mengenai tata nama submikroskopik sehingga siswa ketika
senyawa anorganik dan senyawa organik mempelajari LKS lebih banyak menghafal
sederhana sehingga siswa lebih mudah daripada memahami konsep-konsep pada materi
memahami mengenai penamaan tata nama redoks. Pada LKS kelas eksperimen sudah
senyawa. Pada LKS kelas eksperimen juga mencakup ketiga level representasi kimia berupa
terdapat lebih banyak latihan soal mengenai level makroskopik, level submikroskopik, dan
penamaan tata nama senyawa. Hal ini bertujuan level simbolik yang saling berhubungan. Pada
agar siswa terbiasa dalam mengerjakan soal dasarnya ketiga level representasi kimia tersebut
sehingga siswa lebih mudah mengingat dan harus saling berkaitan satu sama lain sehingga
memahami. dapat membangun konsep suatu materi
Siswa pada kelas eksperimen dan kontrol pembelajaran kimia secara lebih utuh
masih mengalami miskonsepsi pada indikator (Chittleborough dan Treagust, 2007). LKS kelas
menentukan senyawa organik sederhana serta eksperimen pun sudah memuat tahapan-tahapan
memberi nama senyawa organik sederhana. Soal pembelajaran inkuiri terbimbing sehingga
yang memuat indikator ini yaitu soal nomor 19. pembelajaran kelas eksperimen lebih berpusat
Miskonsepsi terjadi karena siswa masih pada siswa dan memudahkan siswa kelas
mengalami kesalahan dalam mengingat eksperimen untuk memahami konsep materi
mengenai senyawa organik yang seringkali redoks dengan baik dibandingkan dengan siswa
dijumpai dalah kehidupan sehari-hari. Seperti kelas kontrol.
halnya formalin/formaldehida memiliki rumus Hasil pre-test dan post-test yang disajikan
kimia CH2O, beberapa siswa tidak tahu rumus pada Tabel 1 menunjukkan adanya perbedaan
kimia formalin. Guru seharusnya lebih banyak rata-rata nilai antara kelas eksperimen dan
memberikan latihan soal pada siswa mengenai kontrol. Nilai tersebut digunakan dalam analisis
senyawa organik supaya siswa lebih mudah data tahap akhir.
mengingat dan memahaminya. Pada LKS kelas

Tabel 1. Persentase Penguasaan Konsep Siswa


Kelas Tes PK PS M TP Katergori Miskonsepsi
Pre-test 16% 17% 50% 17% Setengahnya
Eksperimen
Post-test 66% 11% 11% 12% Sebagian kecil
Pre-test 16% 13% 48% 23% Hampir setengahnya
Kontrol
Post-test 53% 9% 20% 17% Sebagian kecil

Tabel 2. Data Hasil Belajar Materi Redoks


Sumber Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Variansi Pre-test Post-test Peningkatan Pre-test Post-test Peningkatan
Rata-rata 30,31 80,39 50,08 33,64 75,44 41,80

74
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

Tabel 3. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-rata (Satu Pihak Kanan)


Rata-rata Kelas
Uji t thitung tkritis Keterangan
Eksperimen Kontrol
Kelas eksperimen lebih
Post-test 80,39 75,44 3,396 1,99
baik daripada kelas kontrol

Tabel 4. Hasil Uji Ketuntasan Belajar Klasikal


Banyaknya Nilai Siswa yang Persentase
Kelas
Sampel Rata-rata Tuntas Ketuntasan
Eksperimen 36 80,39 32 88,89%
Kontrol 36 75,44 23 63,88%

Analisis data tahap akhir menunjukkan kedua menginvestigasi dan mengkonstruksi teori yang
kelas terdistribusi normal dan mempunyai varians menjelaskannya. Pembelajaran kelas kontrol
yang sama. Uji normalitas dan uji kesamaan dua diberikan secara ceramah dan diskusi sehingga
varians digunakan untuk menentukan uji statistik kemandirian dan daya berpikir siswa belum
selanjutnya dalam menjawab hipotesis. optimal. Hasil belajar yang diperoleh pun lebih
Pengujian untuk menjawab hipotesis yaitu rendah daripada kelas eksperimen. Perbedaan
uji perbedaan rata-rata satu pihak kanan dan uji hasil belajar dimungkinkan karena dalam
ketuntasan belajar. Pada perhitungan uji satu pembelajaran kelas eksperimen guru merangsang
pihak kanan diperoleh thitung lebih dari tkritis dengan keterampilan penemuan konsep. Kemampuan
dk = 70 dan α = 5% maka dapat disimpulkan berpikir siswa kelas eksperimen ditantang untuk
bahwa H0 (rata-rata hasil belajar kelas eksperimen berorientasi secara induktif, menemukan, dan
tidak lebih baik daripada kelas kontrol) ditolak. mengkontruksikan pengetahuan.
Hal ini berarti bahwa rata-rata hasil belajar siswa
yang diberi pembelajaran dengan model Simpulan
pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan LKS Berdasarkan hasil penelitian dapat
berbasis representasi kimia lebih baik daripada disimpulkan bahwa nilai rata-rata kelas
siswa yang diberi pembelajaran dengan metode eksperimen memiliki rata-rata yang lebih baik
ceramah dan diskusi. dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas kontrol.
Rata-rata hasil belajar siswa kelas Persentase penurunan miskonsepsi siswa kelas
eksperimen 80,39 sedangkan rata-rata hasil eksperimen 39% lebih besar dibanding kelas
belajar siswa kelas kontrol 75,44. Hal tersebut kontrol yang hanya 28% dengan ketuntasan
menunjukkan bahwa kelas yang diberi model belajar klasikal kelas eksperimen mencapai
pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan LKS 88,89%, sehingga dapat disimpulkan bahwa
berbasis representasi kimia memiliki rata-rata penerapan model pembelajaran inkuiri
hasil belajar yang lebih tinggi dari pada kelas terbimbing berbantuan LKS berbasis representasi
yang diberi pembelajaran ceramah dan diskusi. kimia dapat mereduksi miskonsepsi siswa pada
Uji ketuntasan belajar secara klasikal pemahaman konseptual materi redoks.
menggunakan standar 85%. Hasil yang diperoleh
pada kelas eksperimen yaitu ketuntasan belajar Daftar Pustaka
klasikal mencapai 88,89%.
Ketuntasan belajar pada kelas Barke, H. D., Hazari, A. dan Yitbarek, S. (2009)
Misconceptions in Chemistry. Berlin: Springer.
eksperimen yang lebih tinggi disebabkan siswa
Bass, J. E., Contant, T. L. dan Carin, A. R. (2009)
sudah terbiasa berperan aktif mengkonstruksi
Methods for Teaching Science as Inquiry. Tenth
konsep-konsep yang dipelajarinya sehingga
Edit. New York: Pearson.
terjadi peningkatan pemahaman (bukan ingatan). Chittleborough, G. dan Treagust, D. F. (2007)
Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam “Research and Practice,” Chemistry Education
(Suparno, 2013) bahwa belajar terjadi jika timbul Research and Practice, 8(3), hal. 274–361.
kebutuhan untuk memahami lingkungan Fajarianingtyas, D. A. dan Yuniastri, R. (2015)
sehingga memotivasi mereka untuk “Upaya reduksi miskonsepsi siswa pada konsep
reaksi redoks melalui model guided inquiry di

75
Dwi Andrianie dkk. / Chemistry in Education 7 (2) (2018)

SMA Negeri I Sumenep,” Jurnal Lentera Sains, 5(2), hal.


37–46.
Hastuti, W. J., Suyono dan Poedjiastoeti, S. (2014)
“Reduksi miskonsepsi siswa pada konsep reaksi
redoks melalui model ecirr,” Jurnal Pendidikan
Kimia, 1(1), hal. 78–86.
Karima, F. dan Supardi, K. I. (2014) “Penerapan
model pembelajaran mea dan react pada materi
reaksi redoks,” Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia,
9(1), hal. 1431–1439.
Sanjaya, W. (2010) Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Suparno, P. (2013) Miskonsepsi & Perubahan Konsep
dalam Pendidikan Fisika. Jakarta: Gramedia.

76

Anda mungkin juga menyukai